Anda di halaman 1dari 12

CASE REPORT II

DIVERTIKEL MECKEL

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan


Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Bakri B. Hasbulloh Sp. B., FINACS

Diajukan Oleh :
Widya Pintaka Septa Gtraha
J510185078

KEPANITRAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA
2019
LAPORAN KASUS
DIVERTIKEL MECKEL

Oleh :
Widya Pintaka Septa Graha
J510185078

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pada hari, 2019

Pembimbing
dr. Bakri B. Hasbulloh Sp. B., FINACS ( )

Dipresentasikan di hadapan
dr. Bakri B. Hasbulloh Sp. B., FINACS ( )
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bp. T
Tanggal lahir : 01-01-1959
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jatikurung 1/5 Mojogedang
Tanggal masuk : 13-08-2019
Nomor RM : 475XXX
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah terus-menerus
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Karanganyar dengan keluhan nyeri
perut terus-menerus yang awalnya muncul disekitar pusar kemudian
nyeri pindah di perut kanan bawah. Keluhan ini dirasakan pasien
sejak 3 hari SMRS. Keluhan disertai dengan nafsu makan berkurang,
mual, muntah 1x dan badan terasa sumer-sumer. BAK tidak nyeri
dan kuning jernih, BAB konsistensi normal.
Sebelumnya pasien berobat ke bidan, diberikan obat penurun
panas dan pereda nyeri namun keluhan tidak berkurang. Pasien
menyangkal adanya benjolan di perut, sudah tidak haid
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat nyeri BAK : disangkal
Riwayat BAB berdarah : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
5. Riwayat Alergi.
Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan atau obat-obatan.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
1. Keadaan umum : Cukup
2. Derajat kesadaran : Compos mentis
3. Vital sign
TD : 130/80
Suhu : 38,2o celcius
Nadi : 82 x/menit
RR : 22 x/menit
Kepala, Mata, Telinga, Hidung dan Leher
Kepala : Normochepal
Mata : Ca (-/-), si (-/-), pupil isokor, reflek pupil
(+/+)
Telinga Hidung Leher : Aurikula (normal) PCH (-), Sekret (-)
Deviasi trakhea (-), pembesaran KGB (-)
Thorak
Paru
Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : pergerakan simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskltasi : Vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
Cor
Inspeksi : tak tampak iktus cordis
Palpasi : iktus cordis teraba
Auslkultasi : BJ I & II murni regular, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung, tak terlihat massa abnormal,
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Tympani pada semua lapang abdomen
Palpasi : Mc Burney sign (+), Rovsing sign (+), Blumberg sign (+),
Massa (-), Defans muscular (+)
Ekstremitas
1. Ekstremitas atas: akral hangat (+/+), edema (-/-), deformitas (-/-)
2. Ekstremitas bawah : akral hangat (+/+), edema (-/-), deformitas (-/-)
Genital
Tidak dilakukan pemeriksaan
D. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Lab Darah (29-08-2019)
Hasil Satuan Rujukan

11,5 g/dl 12,3 – 15,3


Hemoglobin
36,1 % 35,00 – 47,0
Hematokrit
15,77 103 / ul 4,4 – 11,3
Leukosit
369 Mm3 149 – 409
Trombosit
3,81 juta/uL 4,50-5,50
Eritrosit

INDEX
94,8 fL 82-92
MCV
30,2 Pg 27,0 – 31,0
MCH
31.9 % 32,0-37,0
MCHC

Hitung jenis
0,3 % 0,5-5,00
Eosinophil
84,4 % 18,00-74,00
Netrofil
156 Mg/DL 70-150
Glukosa Darah Sewaktu

HATI

100 U/I 0-46


SGOT

326 U/I 0-42


SGPT

GINJAL

1.44 <1.0 mg/100ml


Creatinin

50 10-50 mg/dl
Ureum
E. DIAGNOSIS
Divertikel Meckel
F. DIAGNOSIS BANDING
1. Cystitis
2. Carsinoma colon
3. Tuba ovarii abses
4. Ureterolitiasis
G. TATALAKSANA
1. Laparotomi
2. Reseksi jejenoileum
H. PROGNOSIS
Qua ad vitam : Bonam
Qua ad fungtionam : ad bonam
Qua ad sanationam : ad bonam
I. RESUME
Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah yang awalnya muncul
disekitar pusar 1 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah 1
kali, nafsu makan berkurang dan sumer-sumer. Pasien menyangkal
adanya benjolan, BAK tidak nyeri dan berwarna kuning jernih, BAB
dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan Mc burney sign (+),
Rovsing sign (+), Blumberg sign (+),
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix
vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada
anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah
emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja. Terdapat
sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap
tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun (Warsinggih, 2014).
B. Anatomi Appendix Vermicularis
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira
10cm (kisaran 3-15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di
bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi,
apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis
pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan
itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada
panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks
terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang colon
ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens (Warsinggih, 2014).
Gambar 1. Anatomi appendix vermicularis

Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks. Persarafan


parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di
sekitar umbilicus. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami gangren (Warsinggih,
2014).
C. Faktor Risiko dan Etiologi
Faktor predisposisi utama terjadinya apendisitis akut adalah
obstruksi lumen apendiks vermiformis. Fekalit adalah penyebab utama
terjadinya obstruksi apendiks vermiformis. Disamping hiperplasia jaringan
limfoid, tumor apendiks vermiformis, dan cacing askaris dapat pula
menyebabkan sumbatan. Erosi mukosa apendiks vermiformis akibat parasit
E.histolytica merupakan penyebab lain yang dapat menimbulkan
apendisitis (Hardiyanti, 2015).
Pada tahun 1970, Burkitt mengatakan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan kandungan lemak serta gula yang tinggi pada
orang Barat, serta pengaruh konstipasi, berhubungan dengan timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks vermiformis dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon. Semua ini akan mempermudah timbulnya
apendisitis akut (Hardiyanti, 2015).
D. Patogenesis
Patologi apendisitis berawal dari mukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding apendiks vermiformis dalam waktu 24-48 jam
pertama. Jaringan mukosa pada apendiks vermiformis menghasilkan mukus
(lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi lumen menyebabkan sekresi
mukus dan cairan, akibatnya terjadi peningkatan tekanan luminal sebesar 60
cmH2O, yang seharusnya hanya berkapasitas 0,1-0,2 mL (Hardiyanti, 2015).
Bakteri dalam lumen apendiks vermiformis berkembang dan
menginvasi dinding apendiks vermiformis sejalan dengan terjadinya
pembesaran vena dan kemudian terganggunya arteri akibat tekanan
intraluminal yang tinggi. Ketika tekanan kapiler melampaui batas, terjadi
iskemi mukosa, inflamasi dan ulserasi. Pada akhirnya, pertumbuhan bakteri
yang berlebihan di dalam lumen dan invasi bakteri ke dalam mukosa dan
submukosa menyebabkan peradangan transmural, edema, stasis pembuluh
darah, dan nekrosis muskularis yang dinamakan apendisitis kataralis. Jika
proses ini terus berlangsung, menyebabkan edema dan kongesti pembuluh
darah yang semakin parah dan membentuk abses di dinding apendiks
vermiformis serta cairan purulen, proses ini dinamakan apendisitis
flegmonosa. Kemudian terjadi gangren atau kematian jaringan yang disebut
apendisitis gangrenosa. Jika dinding apendiks vermiformis yang terjadi
gangren pecah, tandanya apendisitis berada dalam keadaan perforasi
(Hardiyanti, 2015).
Untuk membatasi proses radang ini tubuh juga melakukan upaya
pertahanan dengan menutup apendiks vermiformis dengan omentum, usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara
salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks.2 Pada anak-anak dengan
omentum yang lebih pendek, apendiks vermiformis yang lebih panjang, dan
dinding apendiks vermiformis yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang
masih kurang, dapat memudahkan terjadinya apendisitis perforasi. Sedangkan
pada orang tua, apendisitis perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan
pembuluh darah (Hardiyanti, 2015).
Apendiks vermiformis yang pernah meradang tidak akan sembuh
sempurna tetapi membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut
kanan bawah. Sehingga suatu saat, organ ini dapat mengalami peradangan akut
lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut (Hardiyanti, 2015).
E. Diagnosis
F. Pemeriksaan Penunjang
G. Diagnosa Banding Hemoroid
DAFTAR PUSTAKA

Brown, John Stuart, 1995, “Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor”, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, hal.184-189.

Sjamsuhidajat, W. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005

Ulima B. Faktor Risiko Kejadian Hemoroid pada Usia 21-30 Tahun [Karya Tulis
Ilmiah]. Semarang:Universitas Diponegoro. 2012.

Nugroho S. Hubungan aktivitas fisik dan konstipasi dengan derajat hemoroid di


URJ bedah RSUD dr. Soegiri Lamongan. Surya. 2014. 2(18):41-50.

Mubarak H. Karakteristik Penderita Hemoroid Berdasarkan Umur dan Jenis


Kelamin di RSUP H.Adam Malik tahun 2008-2009 [Karya TulisIlmiah]. Medan:
Universitas Sumatera Utara.2010.

Djumhana. Patogenesis Diagnosis dan Pengelolaan Medik Hemorroid. Bagian


Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin. Bandung:
Fakultas Kedokteran Unpad. 2010.

Marcellus SK. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke-4. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2006.

Syamsuhidayat R, Jong WD. Buku Ajar Bedah,.Jakarta: EGC. pemeriksaan


penunjang:910 – 912.

Anda mungkin juga menyukai