PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Radikalisme
Secara etimologis, radikalisme berasal dari kata radix, yang berarti akar. Di masa
penjajahan Belanda, istilah “radikal” bermakna positif. Adnan Buyung Nasution menulis dalam
disertasinya di Utrecht Belanda bahwa pada 1918 di Indonesia dibentuk apa yang disebut sebagai
“Radicale Concentratie” yang terdiri dari Budi Oetomo, Sarikat Islam dan lain-lain. Tujuan
dibentuknya kelompok-kelompok ini untuk membentuk parlemen yang terdiri atas wakil-wakil
yang dipilih dari kalangan rakyat.
Dalam sebuah kamus diterangkan bahwa “seorang radikal adalah seseorang yang
menyukai perubahan-perubahan cepat dan mendasar dalam hukum dan metode-metode
pemerintahan” (a radical is a person who favors rapid and sweeping changes in laws and
methods of goverment). Jadi, radikalisme bisa diartikan sebagai suatu sikap yang mengharapkan
perubahan terhadap keadaan status quo dengan jalan menghancurkan keadaan tersebut secara
total dan kemudian menggantikannya dengan yang baru.
Adeed Dawisha dalam bukunya The Arab Radicals (1986) mendefinisikan radikalisme
sebagai sikap jiwa yang membawa kepada tindakan-tindakan yang bertujuan melemahkan dan
mengubah tatanan politik mapan dan menggantikannya dengan sistem baru. Lebih lanjut, istilah
radikal mengacu kepada gagasan dan tindakan kelompok yang bergerak untuk menumbangkan
tatanan politik mapan yakni negara-negara atau rejim-rejim yang bertujuan melemahkan otoritas
politik dan legitimasi negara-negara dan rejim-rejim lain.
Menurut KH.Tarmizi Taher,terdapat dua makna asosiatif radikalisme,yaitu (1) Radikalisme
bermakna positif mengandung pengertian tajdid (pembaharuan) dan islah (perbaikan), suatu
sepirit perubahan menuju perbaikan.(2) Radikalisme bermakna negative mengandung pengertian
ifrath (keterlaluan) dan ghuluu (melampui batas). jadi radikal di kaitankan dengan keekstriman,
golongan sayap kiri, militant serta”anti barat”.
Dari banyak pengertian-pengertian berdasar para ahli , dapat disimpulkan bahwa
radikalisme adalah suatu paham yang menghendaki adanya perubahan/pergantian terhadap suatu
sistem di masyarakat sampai ke akarnya, jika perlu dilakukan dengan menggunakan cara-cara
kekerasan, atau menginginkan adanya perubahan total terhadap suatu kondisi atau semua aspek
kehidupan masyarakat.
ُ َام ارأاة
ِ ع ِذِّبا
َت ْ س اجناتْ اها ِه َّرةَ ِفى اماتاتَْ احتَّى ا، َْفا اد اخلات
ار فِي اهاَ النَّ ا، ى َلا َسقاتْ اها او َلا أ ا ْطعا امتْ اها ِه ا ستْ اها إِ َْذ ا
احبا ا
، ى او َلاَن تاأ ْ ُك َُل ت ا ار اكتْ اها ِه ا َ ِ ض اخش
َْ ااش ِم َ ِ األ ا َْر
“Ada seorang perempuan disiksa karena seekor kucing yang dikurungnya hingga
mati karena tindakannya tersebut ia masuk neraka. Wanita itu tidak memberi kucing
tersebut makan, tidak pula minum ketika ia mengurungnya. Juga kucing tersebut tidak
dibolehkan untuk memakan serangga-serangga di tanah” (HR. Bukhari no. 3482 dan
Muslim no. 2242). Kenapa wanita ini disiksa di neraka? Karena tindakan ia menyiksa
binatang. Coba bayangkan bagaimana jika yang disiksa adalah manusia?
Sa’id bin Jubair menceritakan,
َُ ع ام اَر ا ْب
َن اَم َّر ُ َن ِب ِفتْياان َْ صبُوا قا َْد قُ ار ْيشَ ِم اط ْي ًرا نا ا
ب اجعالُوا اوقا َْد يا ْر ُمونا َهُ او ُه َْم َِ اح ِ صط ْي َِر ِل ا َّ اطئاةَ ُك ََّل ال ِ اخ
َْ ن ارأ ا ُوا فالا َّما نا ْب ِل ِه َْم ِم
ن َع ام اَر ا ْب ا ُ ن فاقاا اَل تافا َّرقُوا َُ ع ام اَر ا ْب
ُ
َْ ن اهذاا فاعا اَل ام
ن َّللاُ لاعا ا
ََّ ن َْ ن اهذاا َفاعا اَل ام ََّ سو اَل ِإ ُ ّللاِ ار ََّ -
وسلم عليه هللا صلى- ن َن لاعا ا َِ ش ْيئ ًا ات َّ اخ َذا ام
ح فِي َِه ا َُ الرو
ضا ً غ ار ا
“Ibnu ‘Umar pernah melewati beberapa pemuda Quraisy yang menancapkan seekor
burung dan memanahinya. Setiap anak panah yang tidak mengenai sasaran menjadi milik
si pemilik burung.
Ketika melihat Ibnu ‘Umar, mereka pun bubar. Ibnu ‘Umar lalu berkata, “Siapa
yang melakukan ini? Ketahuilah, Allah melaknat orang yang melakukan seperti ini.
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang menjadikan
makhluk bernyawa sebagai sasaran tembak.” (HR. Muslim no. 1958). Ini juga yang disiksa
adalah binatang, bagaimanakah dengan manusia?
Ada hadits dikeluarkan pula oleh Muslim bin Al Hajjaj,
َن ِهشاا َُم ام َّر َُ يم ْب َِ ن اح ِك َِ علاى ِح ازامَ ْب ن أُنااسَ ا َِم ا
َِ َّام األ ا ْنبا
اط َِ س فِى أُقِي ُموا قا َْد ِبالش َ ِ اما فاقاا اَل الش َّْم
سوا قاالُوا شاأْنُ ُه َْم ُ ا ْل ِج ْزيا َِة فِى ُح ِب. ش اه َُد ِهشاامَ فاقاا اَل ْ أا
َُس ِم ْعت سو اَل لا ا ََّ -وسلم عليه هللا صلى- ن « ياقُو َُل
ُ ّللاِ ار ََّ ِإ
ّللاا
ََّ ب َُ ِّين يُعا ِذ َاس يُعا ِذِّبُ ا
َون الَّ ِذ ا َ» الد ْنياا َِفى النَّ ا
“Hisyam bin Hakim bin Hizam pernah melewati beberapa orang petani di Syam.
Mereka berdiri di panas terik matahari.
Kemudian Hisyam bertanya, “Apa yang terjadi pada mereka?”
Orang-orang menjawab, “Mereka disiksa karena jizyah (upeti).”
Hisyam berkata, “Aku bersaksi, aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah akan menyiksa orang-orang yang
menyiksa manusia di dunia.” (HR. Muslim no. 2613).
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Hisyam menemui gubernur di sana dan
berbicara kepadanya. Ia pun memerintahkan agar mereka dibebaskan. Dalil di atas
menunjukkan haramnya menyiksa manusia, apalagi sampai membunuh atau membakar.
Intinya, Islam tidak mengajarkan radikalisme.
َالر ْف ا
َق ِإ َّن ُ يُ ْن از
َُ عَ او َلا ازاناهَُ إِ َلَّ ش ْاى َء فِى ياك
ِّ ِ ُون َلا
َْ شاانا َهُ ِإ َلَّ ش ْاىءَ ِم
ن
“Sesungguhnya sikap lemah lembut tidak akan berada pada sesuatu melainkan ia
akan menghiasinya (dengan kebaikan). Sebaliknya, jika lemah lembut itu dicabut dari
sesuatu, melainkan ia akan membuatnya menjadi buruk.” (HR. Muslim no. 2594).