Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN

REKAYASA KESELAMATAN KERJA PADA UKM FIBER

Oleh :
KELOMPOK III

1. Eric Damaris 180403154


2. Fauzi Ramadhana S 180403155
3. Felix 180403156
4. Muhammad Fachran 180403157
5. Mutiah Zahro Harahap 180403158

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI


F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Perusahaan


Usaha Kecil Menengah (UKM) yang memiliki nama “Medan Fiberglass”
berdiri pada tahun 2000-an yang lokasinya terletak di jalan Polonia Gg. Subur No.
43, Kampung Anggrung, Medan, Sumatera Utara. Medan Fiberglass
memproduksi banyak sekali pilihan produk-produk fiberglass seperti Tangki
Bola, Meja, Kursi, Tangki Silinder, Bak Air, Bathtub, Luncuran, Tong Sampah,
Botol, Galon Aqua, Seng Fiber, Kerucut Jalan dan Talang air. Usaha ini telah
dirintis oleh Bapak Sudi sejak tahun 2000-an dan masih aktif berproduksi sampai
sekarang dengan pekerja yang berjumlah 10 orang yang memiliki tugas masing
masing. Medan fiberglass sendiri berproduksi jika adanya pesanan. Bentuk,
Ukuran, Warna, dan Ketebalan bisa direquest sesuai dengan keinginan. Biasanya
Pesanan meja dan kursi sekolah, tangki dan talang air paling banyak dimintai oleh
konsumen. Pada UKM Medan Fiberglass, Bahan Utama berupa Mat biasanya
dikirim dari jakarta. Selain Mat, Aerosil dan Resin juga merupakan bahan utama.
Adapun bahan penolong ialah aseton, miror glaze dan katalis. Larutan Pigmen
dan peralatan( kuas, semprot cat, palu, gergaji, dll) merupakan bahan tambah.
Kualitas dari produk medan fiberglass dijamin ,karena semua produk murni
dibuat dari bahan Fiberglass- Resin. Adapun Harga dari produknya bervariasi dan
sesuai dengan ukuran, dan ketebalan dari produk fiberglass tersebut. Proses
Pembuatan Produk Fiberglass yaitu dimulai dari pembuatan mal atau cetakan.
Kemudian Cetakan diberi pigmen warna dengan cara disemprotkan, lalu
dilanjutkan pemotongan mat dan dilapiskan pada lapisan cat yang ada pada
cetakan (mal). Selanjutnya mat dilakukan pelapisan dengan larutan Resin-Katalis
dengan bantuan kuas. Setelah lapisan resin kering, produk dilepaskan dari
cetakan. Tahap terakhir ialah pemotongan ujung produk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. HIRAC (Hazard Identification Risk Assessment and Control)


HIRAC atau biasa disebut Hazard Identification Risk Assessment and
Control adalah Proses mengidentifikasi bahaya, mengukur, mengevaluasi risiko
yang muncul dari sebuah bahaya, lalu menghitung kecukupan dari tindakan
pengendalian yang ada dan memutuskan apakah risiko yang ada dapat diterima
atau tidak. Identifikasi bahaya dan penilaian risiko serta pengontrolannya harus
dilakukan di seluruh aktifitas usaha, termasuk aktifitas rutin dan non rutin, baik
pekerjaan tersebut dilakukan oleh karyawan langsung maupun karyawan kontrak,
suplier dan kontraktor, serta aktifitas fasilitas atau personal yang masuk ke dalam
tempat kerja. Identifikasi bahaya dan penilaian risiko harus dilakukan oleh
karyawan yang mempunyai kompetensi sesuai dengan standar kompetensi yang
ditetapkan oleh usaha. Ada tiga bagian utama dalam HIRAC, yaitu: upaya
melakukan identifikasi terhadap bahaya dan karakternya, dilanjutkan dengan
melakukan penilaian risiko terhadap bahaya yang ada, setelah itu
merekomendasikan upaya pengendalian yang akan dijalankan.
a. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya adalah untuk menyorot operasi kritis tugas, yang berisiko
signifikan bagi kesehatan dan keselamatan karyawan serta menyoroti bahaya
yang berkaitan dengan peralatan tertentu. Bahaya dapat dibagi menjadi tiga
kelompok utama, bahaya kesehatan, bahaya keamanan, dan bahaya
lingkungan. Beberapa jenis pekerjaan harus diketahui terlebih dahulu oleh
pihak Industri, terlebih bagi pekerja sebelum melakukan pekerjaannya dan
mengetahui status pekerjaan masing-masing, kemudian melakukan analisis
identifikasi bahaya dengan beberapa cara berikut ini :
1) Melibatkan pekerja,
2) Orang yang menganalisis memiliki pemahaman dari pekerjaan,
3) Review sejarah kecelakaan kerja,
4) Diadakan diskusi dengan pekerja yang akan menempati posisi yang
dinilai memiliki risiko,
5) Adanya peringkat dan prioritas untuk pekerjaan yang berbahaya,
6) Outline langkah-langkah atau tugas.
b. Penilaian Risiko
Beberapa pengertian risiko yaitu kesempatan sesuatu terjadi yang akan
berdampak pada tujuan. Bahaya yang mempunyai potensi dan kemungkinan
menimbulkan dampak atau kerugian, kesehatan maupun yang lainnya
biasanya dihubungkan dengan risiko (risk). Berdasarkan pemahaman tersebut,
risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya suatu dampak atau
konsekuensi. Pada umumnya program K3 yang dilakukan diperusahaan dapat
digolongkan atas dua bagian besar yaitu Sistem Manajemen K3 dan Program
Teknis Operasional.
Penilaian Risiko adalah Proses mengevaluasi risiko yang muncul dari sebuah
bahaya, lalu menghitung kecukupan dari tindakan pengendalian yang ada dan
memutuskan apakah risiko yang ada dapat diterima atau tidak. Untuk dapat
menghitung nilai risiko, perlu mengetahui dua komponen utama yaitu
Likelihood (kemungkinan) dan Severity (tingkat keparahan) yang masing
masing -mempunyai nilai cakupan poin satu sampai lima.
1. Likelihood (Kemungkinan Terjadinya)
Adalah kemungkinan terjadinya konsekuensi dengan system pengaman
yang ada. Kriteria Likelihood yang digunakan adalah frekuensi dimana dalam
perhitunganya secara kuantitatif berdasarkan data atau record perusahaan
selama kurun waktu tertentu.
2. Severity (Tingkat keparahan)
Severity merupakan tingkat keparahan yang diperkirakan dapat terjadi.
Kriteria consequences severity yang digunakan adalah akibat apa yang akan
diterima pekerja yang didefinisikan secara kualitatif dan mempertimbangkan
hari kerja yang hilang. Instumen Penelitian yang digunakan yaitu Worksheet
HIRAC, meliputi : kegiatan produksi, temuan sumber bahaya, Worksheet Risk
Asessment (matrix penilaian risiko), penggunaan alat pengukuran kebisingan
dan suhu iklim kerja yaitu Sound level meter dan Termometer ruangan.
c. Upaya Pengendalian
Control (pengendalian) adalah upaya pengendalian untuk menekan risiko
menjadi serendah mungkin. Pengendalian dilakukan secara sistematis
mengikuti hirarki pengendalian yaitu:
1. Eliminasi
dengan menggunakan teknik ini, bahaya dihilangkan sama sekali dari
tempat kerja atau area kerja.
2. Substitusi
teknik ini dilakukan dengan mengantikan bahan/alat.mesin atau tempat
kerja yang lebih aman
3. rekayasa engineering
teknik ini diterapkan dengan cara melakukan rekayasa atau modifikasi,
untuk mengurangi paparan bahaya dari sumbernya.
4. administrasi
dengan menggunakan teknik yang satu ini, bahaya dikendalikan dengan
menyediakan prosedur operasi atau SOP, pengaturan jam kerja, dan lain-
lain.
5. penggunaan APD.
paparan bahaya dikendalikan dengan menggunakan alat pelindung diri
yang sesuai.

2.2. JSA (Job Safety Analysis)


JSA adalah suatu metode analisis untuk menilai resiko serta mengidentifikasi
tindakan-tindakan kontrol yang diperlukan untuk menghilangkan atau mengurangi
resiko yang ada. JSA merupakan salah satu langkah utama dalam analisis bahaya
dan kecelakaan dalam upaya menciptakan keselamatan di lingkungan kerja.
Apabila bahaya sudah bisa dikenali, maka dapat dilakukan tindakan pengendalian
yang berupa perubahan fisik atau perbaikan prosedur kerja yang dapat mereduksi
bahaya kerja.
Tujuan dari metode JSA adalah untuk mengidentifikasi potensi bahaya di
setiap aktivitas pekerjaan, sehingga tenaga kerja diharapkan mampu mengenali
bahaya tersebut sebelum terjadi kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Selain itu,
metode JSA juga memiliki manfaat sebagai program jangka panjang untuk
menanamkan kepedulian tenaga kerja terhadap kondisi lingkungan kerja guna
menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman (Fauzi, 2009).

Di dalam pelaksanaan metode JSA, terdapat empat langkah dasar yang harus
dilakukan, yaitu:
a. Menentukan pekerjaan yang akan dianalisis.
Langkah pertama dari pembuatan JSA adalah menentukan pekerjaan yang
dianggap kritis dengan cara mengklasifikasi tugas yang mempunyai dampak
paling besar. Dalam menentukan pekerjaan tersebut termasuk kritis atau tidak
didasarkan pada frekuensi kecelakaan, kecelakaan yang menyebabkan luka,
pekerjaan dengan potensi kerugian yang tinggi, serta pekerjaan baru yang
dapat menyebabkan kecelakaan.
b. Menguraikan pekerjaan menjadi langkah-langkah dasar.
Dari pekerjaan yang dianggap kritis, dapat dibagi menjadi tahapan kerja yang
pada akhirnya dapat digunakan menjadi suatu prosedur kerja. Tahapan kerja
dapat diartikan bagian atau rangkaian dari keseluruhan pekerjaan. Untuk
mengetahui tahapan kerja diperlukan observasi lapangan guna mengamati
secara langsung bagaimana suatu pekerjaan dilakukan. Setelah melakukan
observasi, dilihat kembali dan didiskusikan kepada kepala pimpinan yang
bersangkutan untuk keperluan evaluasi dan mendapatkan persetujuan tentang
apa yang dilakukan dalam pembuatan JSA.
c. Mengidentifikasi bahaya pada masing-masing pekerjaan.
Identifikasi potensi bahaya merupakan alat manajemen untuk mengendalikan
kerugian dan bersifat proaktif dalam upaya pengendalian bahaya di
lingkungan kerja. Identifikasi bahaya dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya insiden dengan melakukan upaya-upaya seperti melakukan
pengamatan secara dekat, mengetahui nhal-hal yang berhubungan dengan
pekerjaan yang diamati, melakukan pengamatan dilakukan secara berulang,
serta melakukan dialog dengan operator yang dinilai berpengalaman dalam
pekerjaan yang diamati.
d. Mengendalikan bahaya
Langkah terakhir dalam metode JSA adalah mengembangkan prosedur kerja
aman yang dapat dianjurkan untuk mencegah terjadinya suatu kecelakaan.
Solusi yang dapat dikembangkan antara lain mencari cara lain untuk
melakukan pekerjaan yang dianggap kritis, mengubah kondisi fisik yang
dapat menimbulkan kecelakaan, menghilangkan bahaya dengan mengganti
prosedur kerja yang sudah ada, rutin mengadakan tindakan perbaikan atau
service, serta meninjau kembali rancangan pekerjaan yang sudah ada.

2.3. JSO (Job Safety Observation)


Berdasarkan sebuah publikasi mengenai keselamatan kerja dari US
Department of Labor, Job Safety Observation (JSO) merupakan salah satu cara
yang dapat dilakukan untuk melakukan penilaian terhadap safe work performance
– cara kerja aman. JSO adalah sebuah proses pengamatan terhadap seorang
pekerja yang sedang melaksanakan suatu pekerjaan tertentu untuk menilai cara
pelaksanaan kerjanya. Pengamatan yang dilakukan dalam JSO bertujuan untuk
menemukan perilaku dan kondisi tidak aman, perilaku dan kondisi aman, atau hal-
hal lain yang tidak sesuai. Metode ini diharapkan dapat membantu
mengidentifikasi hal-hal yang mungkin menyebabkan terjadinya sebuah
kecelakaan.

Bentuk dari JSO bermacam-macam, bergantung pada variabel-variabel yang


dirasakan penting untuk diamati atau berdasarkan kebutuhan di lapangan.
Sebagian besar JSO mengelompokkan pengamatan berdasarkan Alat Pelindung
Diri (APD), prosedur, peralatan dan perlengkapan, pekerja, lingkungan kerja,
posisi kerja, dan lain-lain. Variabel-variabel pengamatan dapat ditentukan
berdasarkan teori kecelakaan kerja, salah satunya Teori Loss Causation Model
oleh ILCI, yang merupakan pengembangan dari Teori Domino Frank Bird.
BAB III
PENGOLAHAN

3.1. Hasil HIRAC (Hazard Identification Risk Assessment and Control)


Adapun hasil dari HIRAC ialah sebagai berikut

HIRAC

N Severity Likelihood Hierarki Nilai


Aktivitas Deskripsi Deskripsi
o Nilai Frekuensi Nilai Pengendalian Resiko
Bahaya Konsekuensi
Tangan terkena Luka Gores, Penggunaan
Pemotongan Sering
1 gergaji saat Luka Sayatan, 4 4 APD sarung 16
Cetakan Terjadi
pemotongan Jari Terpotong tangan
Pembentukan Penggunaan
Tangan terkena Luka Memar, Mungkin
2 bentuk cetakan 4 3 APD sarung 12
palu Patah Tulang terjadi
( Pengetokan ) tangan
Pemotongan Penggunaan
Tangan terkena Luka Gores,
3 Mat dengan 2 Jarang 2 APD sarung 4
cutter Luka Sayatan
Cutter tangan
Pencampuran Penggunaan
Terkena Bahan
tepung Aerosil, Penyakit APD berupa
Kimia, Terhirup
Pigmen, dan Pernafasan Sering masker,
4 oleh bau dari 3 4 12
Resin dan Akut, Iritasi, Terjadi Rompi, dan
Bahan Kimia
penambahan Infeksi Kulit Sepatu
tersebut
aseton Pelindung
Terkena mengiritasi Mengunakan
semprotan cat, hidung, mata kacamata
Penyemprotan Sering
5 terhirup bau cat dan tenggorokan 2 4 pelindung,mas 8
cat pada mal Terjadi
dalam waktu , iritasi ringan ker,dan sarung
lama pada kulit tangan
Pemindahkan
Tersandung/Terj
mal yang sudah Penggunaan
atuh/ tertimpa jarang
6 dicat di ruang Luka Memar 2 2 alat bantu 4
cetakan saat terjadi
terbuka(Proses (forklift)
mengangkat
Pengeringan)

Penggunaan
Pelapisan mat Terhirup dalam Penyakit
Mungkin APD berupa
dengan waktu yang pernafasan dan 2 3 6
7 terjadi masker dan
campuran lama , terkena iritasi pada kulit
Resin-Katalis sarung tangan
kulit

Penggunaan
Pemotongan Tangan tersayat Luka Gores dan Jarang
8 2 2 APD sarung 4
Ujung Produk dan tergores Luka Sayatan terjadi
tangan
3.2. Hasil JSA (Job Safety Analysis)
Adapun Hasil Dari JSA ialah sebagai berikut :

Tahapan Tindakan
No Potensi Bahaya Resiko
Pekerjaan Pengendalian
Tangan terkena Luka Gores,
Pemotongan Penggunaan APD
1 gergaji saat Luka Sayatan,
Cetakkan sarung tangan
pemotongan Jari Terpotong
Pembentukan
Luka Memar, Penggunaan APD
2 bentuk cetakan Tangan terkena palu
Patah Tulang sarung tangan
( Pengetokan )
Pemotongan Mat Tangan terkena Luka Gores, Penggunaan APD
3
dengan Cutter cutter Luka Sayatan sarung tangan
Pencampuran Terkena Bahan Penyakit Penggunaan APD
tepung Aerosil, Kimia, Terhirup oleh Pernafasan berupa masker,
4
Pigmen, dan bau dari Bahan Akut, Iritasi, Rompi, dan Sepatu
Resin Kimia tersebut Infeksi Kulit Pelindung

mengiritasi
Penggunaan APD
Penambahan Terhirup bau aseton hidung dan
berupa masker,
5 aseton pada terlalu banyak, tenggorokan ,
Rompi, dan Sepatu
larutan cat terkena pada kulit iritasi ringan
Pelindung
pada kulit

Pemindahkan mal
yang sudah dicat Tersandung/Terjatuh/ Menggunakan
6 di ruang tertimpa cetakan saat Luka Memar material handling
terbuka(Proses mengangkat (forklift)
Pengeringan)
Penyakit
Pelapisan mat Terhirup dalam Penggunaan APD
pernafasan
7 dengan campuran waktu yang lama , berupa masker dan
dan iritasi
Resin-Katalis terkena kulit sarung tangan
pada kulit
Luka Gores
Pemotongan Penggunaan APD
8 Tangan tersayat dan dan Luka
Ujung Produk sarung tangan
tergores Sayatan
3.3. Hasil JSO (Job Safety Observation)
Adapun Hasil JSO ialah sebagai berikut :

JSO ( JOB SAFETY OBSERVATION) FORM


Pengamat : Sinta Mahadewi
Jabatan : Supervisor
Deskripsi Pekerjaan : Pembuatan Fiberglass
Tanggal/Waktu : 7 Oktober 2019 / 15:10 WIB

No Prosedur Hazard Unjuk Kerja

Pemotongan Tangan terkena gergaji saat 1


1
Cetakkan pemotongan
Pembentukan 2
2 bentuk cetakan Tangan terkena palu
( Pengetokan )
Pemotongan Mat 1
3 Tangan terkena cutter
dengan Cutter
Pencampuran Terkena Bahan Kimia, Terhirup 1
4 tepung Aerosil, oleh bau dari Bahan Kimia
Pigmen, dan Resin tersebut
Penambahan aseton Terhirup bau aseton terlalu 2
5
pada larutan cat banyak, terkena pada kulit
Pemindahkan mal
yang sudah dicat di 2
Tersandung/Terjatuh/ tertimpa
6 ruang terbuka
cetakan saat mengangkat
(Proses
Pengeringan)
Pelapisan mat 1
Terhirup dalam waktu yang
7 dengan campuran
lama , terkena kulit
Resin-Katalis
Pemotongan Ujung 1
8 Tangan tersayat dan tergores
Produk
*1 = Tidak Memuaskan, *2 = Harus Observasi Kembali, *3 = Memuaskan
Apakah pekerja memakai APD yang sesuai ? Ya Tidak
Apakah pekerja mengikuti prosedur kerja ? Ya Tidak
Apakah pekerja perlu pelatihan? Ya Tidak

Rekomendasi tindakan perbaikan


 Perlu ditekankan lagi kepada pekerja supaya menaati peraturan
prosedur operasi yang ditetapkan pabrik
 Perlu diadakan penyediaan APD yang baik bagi pekerja dalam
melakukan tugasnya
TTD
BAB IV
ANALISIS

4.1. Analisis Metode HIRAC


Berikut merupakan hasil analisis dengan Metode HIRAC terkait dengan
metode kerja yang dilaksanakan oleh pekerja di Pabrik Medan Fiberglass antara
lai sebagai berikut:
1. Pemotongan Cetakan
Pada proses ini pekerja melakukan pemotongan pada bahan triplek sesuai
dengan cetakan yang ingin dibuat. Namun berdasarkan hasil pengamatan
yang dilaksanakan oleh kami terdapat prosedur kerja yang tidak sesuai
dengan standar K3 yaitu ketika pekerja yang meng-gergaji-kan triplek
tersebut tidak memakai APD yang baik dan selain itu postur tubuh pekerja
dalam melakukannya tidak sesuai dengan anthropometri kerja tubuh yang
baik sehingga dapat menyebabkan terjadinya penyakit dan kelelahan. Selain
itu penerangan yang ada saat proses pengerjaan yang dilakukan sangatlah
tidak efektif karena penerangannya tidak menggunakan lampu sehingga dapat
menyebabkan kerusakan mata. Maka dari itu kami memberi nilai 4 ke
severity ( tingkat bahaya ) dan nilai 4 ke frekuensi keseringan terjadinya,
karena proses ini merupakan proses yang umum namun dapat menyebabkan
kecelakaan kerja dengan risiko yang tinggi yaitu 16.
2. Pembentukan Bentuk Cetakan
Pada proses pembentukan bentuk cetakan terdapat proses pengetokan
untuk membentuk cetakan bagi bahan baku. Namun berdasarkan hasil
pengamatan yang dilaksanakan oleh kami terdapat prosedur kerja yang
tidak sesuai dengan standar K3 yaitu ketika pekerja melakukan pekerjaan
pengetokan paku oleh kayu pekerja tersebut tidak menggunakan APD
yang baik sehingga dapat berdampak buruk terhadap keselamatan
kerjanya. Maka dari itu kami memberi nilai 4 ke severity ( tingkat bahaya )
dan nilai 3 ke frekuensi keseringan terjadinya, karena proses ini
merupakan proses yang umum namun dapat menyebabkan kecelakaan
kerja dengan risiko yang tinggi yaitu 12.

3. Pemotongan Mat dengan Cutter


Pada proses pemotongan selanjutnya, bahan baku berupa Mat akan dipotong
mengikuti bentuk cetakan dengan menggunakan cutter. Namun berdasarkan
hasil pengamatan yang dilaksanakan oleh kami terdapat prosedur kerja yang
tidak sesuai dengan standar K3 yaitu ketika pekerja yang melakukan proses
pemotongan tersebut tidak menggunakan APD yang baik sehingga dapat
terjadi luka gores jika tidak sengaja terkena cutternya. Maka dari itu kami
memberi nilai 2 ke severity (tingkat bahaya) dan nilai 2 ke frekuensi
keseringan terjadinya, karena proses ini merupakan proses yang umum
namun dapat menyebabkan kecelakaan kerja dengan risiko yang rendah yaitu
4. Pencampuran tepung Aerosil, Pigmen, dan Resin
Pada proses pencampuran tepung Aerosil, Pigmen, dan Resin terdapat
kecenderungan kecelakaan kerja yang terjadi dimana terdapat pekerja yang
tidak bekerja sesuai standar K3 yaitu pekerja yang tidak menggunakan
pakaian kelengkapan kerja dan masker dikarenakan bahan-bahan kimia
tersebut dapat berbahaya jika terkena tubuh, dan jika dihirup akan merusak
pernafasan. Maka dari itu kami memberi nilai 3 ke severity ( tingkat
bahaya ) dan nilai 4 ke frekuensi keseringan terjadinya, karena proses ini
merupakan proses yang umum namun dapat menyebabkan kecelakaan
kerja dengan risiko yang tinggi yaitu 12.

5. Penambahan aseton pada larutan cat


Pada proses penambahan aseton pada larutan cat terdapat kecenderungan
kecelakaan kerja yang terjadi dimana terdapat pekerja yang tidak bekerja
sesuai standar K3 yaitu pekerja yang tidak menggunakan pakaian
kelengkapan kerja dan masker dikarenakan bahan-bahan kimia tersebut
dapat berbahaya jika terkena tubuh, dan jika dihirup dapat menyebabkan
gangguan pernafasan. . Maka dari itu kami memberi nilai 2 ke severity (
tingkat bahaya ) dan nilai 4 ke frekuensi keseringan terjadinya, karena
proses ini merupakan proses yang umum namun dapat menyebabkan
kecelakaan kerja dengan risiko yang sedang yaitu 8.
6. Pemindahkan mal yang sudah dicat di ruang terbuka (Proses Pengeringan)
Pada proses pengeringan dimana cetakan yang sudah di cat diangkat
keluar untuk dikeringkan dengan kipas angin. Namun berdasarkan
pengamatan yang dilaksanakan oleh kelompok kami dimana terdapat
beberapa metode kerja yang tidak memenuhi aturan K3 diantaranya ialah,
penggunaan APD yang tidak baik juga karena peletakan kabel kipas angin
secara berantakan yang jikalau ada orang yang tersandung akan
mengakibatkan kecelakaan kerja. Maka dari itu kami memberi nilai 2 ke
severity ( tingkat bahaya ) dan nilai 2 ke frekuensi keseringan terjadinya,
karena proses ini merupakan proses yang umum namun dapat
menyebabkan kecelakaan kerja dengan risiko yang rendah yaitu 4.

7. Pelapisan mat dengan campuran Resin-Katalis


Pada proses ini dimana cetakan yang sudah kering tersebut akan dilapisi
dengan Mat yang sudah dibuat cetakannya dengan melapiskannya dengan
campuran Resin-Katalis. Proses ini dapat menimbulkan infeksi pada kulit
dan gangguan pernafasan apabila terhidup dalam jangka waktu yang lama
oleh pekerja. Maka dari itu kami memberi nilai 2 ke severity ( tingkat
bahaya ) dan nilai 3 ke frekuensi keseringan terjadinya, karena proses ini
merupakan proses yang umum namun dapat menyebabkan kecelakaan
kerja dengan risiko yang sedang yaitu 6.
8. Pemotongan Ujung Produk
Pada proses pemotongan ujung produk dilakukan sebagai finishing supaya
bentuk produk yang dibuat sesuai dengan bentuk yang diharapkan. Pada
proses pemotongan ujung produk ini terdapat beberapa pekerjaan yang
dilakukan pekerja yang tidak sesuai standar K3 yaitu pekerja yang tidak
menggunakan APD yang baik berupa masker dan sarung tangan. Selain itu
juga kondisi penerangan yang begitu redup dapat menyebabkan kerusakan
ataupun gangguan pada mata. . Maka dari itu kami memberi nilai 2 ke
severity ( tingkat bahaya ) dan nilai 2 ke frekuensi keseringan terjadinya,
karena proses ini merupakan proses yang umum namun dapat
menyebabkan kecelakaan kerja dengan risiko yang rendah yaitu 4.

4.2. Analisis Metode JSA


Adapun yang dibahas dalam Metode JSA yaitu hubungan antara tahapan
kerja, potensi bahaya, risiko, dan tindakan pengendalian. Metode JSA yang
dibahas pada proses yang terjadi di Pabrik Medan Fiberglass diantaranya sebagai
berikut:
1. Proses pemotongan cetakan dimana terdapat potensi bahaya berupa tangan
terkena gergaji pada saat proses pemotongan yang menyebabkan luka gores,
luka sayatan, bahkan jari dapat terpotong karena tidak berhati-hati. Adapun
tindakan pengendaliannya yaitu dengan menggunakan APD yang baik berupa
penggunaan sarung tangan.
2. Proses pembentukan bentuk cetakan (pengetokan) dimana terdapat potensi
bahaya berupa tangan yang terkena palu saat proses pengetokan yang
menyebabkan luka memar bahkan patah tulang. Adapun tindakan
pengendaliannya yaitu dengan menggunakan APD yang baik berupa
penggunaan sarung tangan.
3. Proses pemotongan Mat dengan cutter dimana terdapat potensi bahaya tangan
terkena cutter yang menyebabkan luka gores dan luka sayatan. Adapun
tindakan pengendaliannya berupa penggunaan APD yang baik berupa sarung
tangan.
4. Proses pencampuran tepung Aerosil, Pigmen, dan Resin dimana terdapat
potensi bahaya berupa bahan kimia yang berbahaya jika terkena kulit ataupun
terhirup oleh kita yang menyebabkan penyakit akut, iritasi, dan infeksi kulit.
Adapun tindakan pengendaliannya yaitu berupa penggunaan APD berupa
masker, rompi dan sepatu pelindung.
5. Proses penambahan aseton pada larutan cat dimana terdapat potensi bahaya
berupa terhirupnya bau aseton ataupun bila terkena kulit yang menyebabkan
menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan serta iritasi ringan pada
kulit. Adapun tindakan pengendaliannya yaitu berupa penggunaan APD
berupa masker, rompi dan sepatu pelindung.
6. Proses pemindahan mal yang sudah dicat di runang terbuka dimana terdapat
potensi bahaya berupa tersandung/terjatuh/tertimpa oleh cetakan saat proses
pengangkutan yang menyebabkan luka memar. Adapun tindakan
pengendaliannya yaitu berupa penggunaan Material Handling ( Forklift ).
7. Proses Pelapisan Mat dengan campuran Resin Katalis dimana terdapat potensi
bahaya berupa bila terhirupnya bahan kimia tersebut dalam waktu yang lama
dan apabila terke kulit yang menyebabkan iritasi pada kulit serta gangguan
pernafasan. Adapun tindakan pengendaliannya yaitu berupa penggunaan APD
yang baik berupa masker dan sarung tangan.
8. Proses pemotongan ujung produk dimana terdapat potensi bahaya berupa
tangan tersayat dan tergores yang menyebabkan luka gores ataupun sayatan.
Adapun tindakan pengendaliannya yaitu dengan penggunaan APD yang baik
berupa sarung tangan.

4.3. Analisis Metode JSO


Adapun yang dibahas dalam JSO yaitu hasil observasi secara langsung di
lantai produksi .:
1. Pada pemotongan Cetakan, pengamat memberikan skor 1 , yaitu tidak
memuaskan,
2. Pada Pembentukan Cetakan, pengamat memberikan skor 2 , yaitu Harus
diobservasi kembali
3. Pada pemotongan mat dengan cutter, pengamat memberikan skor 1 , yaitu
tidak memuaskan.
4. Pencampuran tepung aerosil, pigmen, dan resin , pengamat memberikan skor 1
, yaitu tidak memuaskan.
5. Penambahan Aseton pada larutan Cat, pengamat meberikan skor 2 , yaitu
yaitu Harus diobservasi kembali
6. Pada Proses pengeringan (Pemindahan cetakan ke ruang terbuka) , pengamat
meberikan skor 2 , yaitu yaitu Harus diobservasi kembali
7. Pelapisan Mat dengan campuran katalis-resin , pengamat memberikan skor 1 ,
yaitu tidak memuaskan
8. Pelapisan Mat dengan campuran katalis-resin , pengamat memberikan skor 1 ,
yaitu tidak memuaskan
9. Pekerja tampak tidak memakai APD yang sesuai
10. Pekerja tidak mengikuti prosedur kerja
11. Adanya Rekomendasi Perbaikan yaitu:
a. Perlu ditekankan lagi bagi para pekerja supaya menaati peraturan prosedur
operasi yang ditetapkan
b. Perlu diadakan penyediaan APD yang baik bagi pekerja dalam melakukan
tugasnya
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan penelitian pada aktivitas
perusahaan Medan FiberGlass yaitu :
a. Proses produksi pada Medan FiberGlass meliputi delapan aktivitas yang
masing-masing memiliki potensi bahaya kerja yang berbeda. Secara garis
besar, bahaya kerja yang ada pada proses ini meliputi bahaya fisik, bahaya
kimia, dan ergonomi.
b. Peringkat risiko kerja pada Medan FiberGlass yang masuk ke dalam frekuensi
“sering terjadi” berjumlah empat aktivitas dan risikonya bernilai 8 -16 skor
meliputi risiko tangan terkena gergaji saat pemotongan, terkena bahan kimia,
terhirup oleh bau dari bahan kimia, terhirup bau aseton terlalu banyak,
terkena pada kulit, terkena semprotan cat, dan terhirup bau cat dalam waktu
lama. Peringkat risiko yang masuk ke dalam frekuensi “jarang terjadi”
berjumlah tiga aktivitas dan risikonya bernilai 4 skor meliputi risiko tangan
terkena cutter, terjatuh/tertimpa cetakan saat mengangkat, serta tangan
tersayat dan tergores. Peringkat risiko yang masuk ke dalam frekuensi
“mungkin terjadi” berjumlah satu dan risikonya bernilai 12 meliputi risiko
tangan terkena palu.

5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis risiko
kerja pada Medan FiberGlass dapat diberikan saran-saran sebagai bahan masukan
untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja atau hal-hal yang tidak diinginkan
antara lain :
a. Peneliti menyarankan perusahaan untuk membentuk organisasi tempat kerja
untuk terciptanya K3 atau dikenal dengan sebutan Tim K3 atau SHE atau
HSE.
b. Peneliti menyarankan perusahaan untuk menggunakan sistem rekruitmen
untuk memperoleh pekerja baru yang memenuhi standar yang telah
ditetapkan oleh perusahaan.
c. Peneliti menyarankan perusahaan untuk membagi grup kerja sesuai shift
kerjanya yaitu shift pagi, shift siang, dan shift malam.
d. Peneliti menyarankan perusahaan untuk menciptakan instruksi kerja yang
ditujukan untuk panduan setiap langkah kerja. Instruksi kerja disampaikan
kepada setiap pekerja baru sebelum mereka memulai pekerjaannya di
perusahaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318060-S-Tizi%20Dzul%20Khair.pdf
http://journal.uad.ac.id/index.php/Spektrum/article/view/7549
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/Al-Sihah/article/view/1612/1564

Anda mungkin juga menyukai