Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asam salisilat adalah salah satu bahan kimia yang cukup penting dalam kehidupan sehari-
hari serta memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi karena dapat digunakan sebagai bahan
utama dari pembuatan obat-obatan seperti antiseptik dan analgesik serta bahan baku untuk
keperluan dalam bidang farmasi (Supardani, dkk, 2006).

Sebagai antiseptik, asam salisilat adalah zat yang dapat mengiritasi kulit dan selaput lendir.
Asam salisilat tidak diserap oleh kulit, tetapi membunuh sel epidermis dengan sangat cepat tanpa
memberikan efek langsung pada sel dermis. Setelah beberapa hari akan menyebabkan
terbentuknya lapisan-lapisan kulit yang baru (Rieko & Panji, 2007). Oleh karena itu, asam
salisilat biasanya digunakan untuk obat topikal.

Asam salisilat menurut BPOM, melalui PerMenKes RI No.772/Menkes/Per/IX/88 No.


1168/menkes/per/xi/1999, adalah salah satu bahan tambahan makanan yang dilarang adalah
asam salisilat. Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet makanan di Indonesia,
karena asam salisilat memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan. Bahan ketika ditambah
air, asam salisilat tetap memberikan gangguan kesehatan pada tubuh karena dapat menyebabkan
nyeri, mual, dan muntah jika tertelan (Cahyadi, 2006).

Untuk melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan asam salisilat dengan konsentrasi
tinggi dalam sediaan kosmetik lain juga seperti cream dan gel. BPOM telah menetapkan kadar
maksimum untuk asam salisilat yang diizinkan terkandung dalam produk kosmetik adalah tidak
boleh lebih dari 2% (Anonim, 2008). Pengawasan produk obat harus dilakukan untuk menjamin
mutu dan keamanannya. Salah satu jenis pengawasan mutu tersebut adalah menguji stabilitas
warna pada kadar senyawa aktif obat dalam pengendalian mutu bahan obat. Penentuan kadar
senyawa aktif melalui uji stabilitas warna pada pola penyimpanan suhu ruangan, bahan obat ini
memerlukan suatu metode analisis yang baik (Wulandari, 2007).

Jerawat adalah penyakit kulit yang terjadi karena peradangan kelenjar minyak folikel rambut
ditandai dengan munculnya komedo, nodulus, papul, pustul, dan kista di daerah muka, leher,
lengan atas, dada dan punggung (Wasitaatmadja, 1997). Faktor-faktor yang menyebabkan
timbulnya jerawat adalah genetik, ras, haid, pil antihamil, endokrin, makanan, musim, kejiwaan
(psikologis), infeksi bakterial, kosmetik, faktor trauma pada kulit (seperti gesekan, tekanan,dan
cubitan).

1
Jerawat dapat disebabkan oleh bakteri Propioni bacteriumacnes dan Staphylococcus
epidermidis. Bakteri ini tidak patogen pada kondisi normal, tetapi bila terjadi perubahan kondisi
kulit, maka bakteri tersebut berubah menjadi invasif. Sekresi kelenjar keringat dan kelenjar
sebasea yang menghasilkan air, asam amino, urea, garam dan asam lemak merupakan sumber
nutrisi bagi bakteri. Bakteri ini berperan pada proses kemotaktik inflamasi serta pembentukan
enzim lipolitik pengubah fraksi sebum menjadi massa padat, yang menyebabkan terjadinya
penyumbatan pada saluran kelenjar sebasea (Djuanda et al., 1999).

Asam salisilat adalah jenis obat oles yang digunakan untuk mengatasi berbagai masalah kulit,
khususnya yang disebabkan karena lapisan kulit yang iritasi atau abiasa digunakan untuk kulit
yang gatal-gatal yang disebabkan karena alergi. Asam salisilat adalah beta hydroxy acid (BHA),
yang berarti larut dalam minyak dan dapat membersihkan jauh di dalam pori-pori. Ini juga
dikenal sebagai agen keratolitik, yang berarti memfasilitasi pergantian atau pengelupasan kulit.
Karena sifat ini, produk dengan asam salisilat dapat berguna untuk banyak masalah kulit, seperti
jerawat, kutil, ketombe, atau psoriasis.

Untuk mengobati jerawat, tindakan eksfoliasi membuka pori-pori tersumbat dan


memungkinkan asam salisilat untuk membunuh bakteri, yang mungkin lebih dalam di dalam
kulit. Dengan penggunaan salicylic acid atau asam salisilat, maka ia akan bekerja dengan cara
lembut mengangkat sel-sel kulit mati serta mengontrol minyak pada wajah sehingga pori-pori
pun akan terbebas dari minyak yang menyumbat dan menyebabkan jerawat. Penelitian ini
diharapkan dapat membuktikan keamanan kosmetika krim anti jerawat yang beredar di pasaran
lolos uji keamanan dan menambah pengetahuan tentang identifikasi asam salisilat dalam krim
anti jerawat.

2
diaan obat luar terhadap infeksi jamur yang ringan. Asam salisilat bersifat sukar larut
dalam air Apabila asam salisilat diformulasikan sebagai sediaan topical.

Asam salisilat (asam ortohidroksibenzoat) merupakan asam yang bersifat iritan lokal,
yang dapat digunakan secara topikal. Terdapat berbagai turunan yang digunakan sebagai obat
luar, yang terbagi atas 2 kelas, ester dari asam salisilat dan ester salisilat dari asam organik.
Di samping itu digunakan pula garam salisilat. Turunannya yang paling dikenal adalah asam
asetilsalisilat. Asam salisilat memiliki struktur bangun seperti yang disajikan pada gambar
berikut ini:

Struktur Asam Salisilat

Asam salisilat menurut BPOM, melalui PerMenKes RI No.772/Menkes/Per/IX/88 No.


1168/menkes/per/xi/1999, adalah salah satu bahan tambahan makanan yang dilarang adalah
asam salisilat. Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet makanan di
Indonesia, karena asam salisilat memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan. Bahan
ketika ditambah air, asam salisilat tetap memberikan gangguan kesehatan pada tubuh karena
dapat menyebabkan nyeri, mual, dan muntah jika tertelan (Cahyadi, 2006).

2.1 Sifat - Sifat Asam Salisilat

Asam salisilat (C7H6O3) mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari
101,0%, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan, BM 138,12, pemerian hablur putih;

3
biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk halus putih; rasa agak manis; tajam dan stabil di
udara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami
dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip mentol. Kelarutan:
sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut
dalam air mendidih, agak sukar larut dalam kloroform. Khasiat dan penggunaan
keratolitikum, anti fungi.

Asam salisilat memiliki rumus molekul C6H4COOHOH berbentuk Kristal berwarna


merah muda terang hingga kecokelatan yang memiliki berat molekul sebesar 138,123 g/mol
dengan titik leleh sebesar 156 0C dan densitas pada 25 0C sebesar 1,443 g/mL. Mudah larut
dalam air dingin tetapi dapat melarutkan dalam keadaan panas. Asam salisat dapat
menyublim tetapi dapat terdekomposisi dengan mudah menjadi karbon dioksida dan phenol
bila dipanaskan secara cepat pada suhu sekitar 200 0C. Asam salisilat merupakan turunan dari
senyawa aldehid. Senyawa ini juga biasa disebut o-hidroksibensaldehid, o-formilfenol atau 2-
formilfenol. Senyawa ini stabil, mudah terbakar dan tidak cocok dengan basa kuat, pereduksi
kuat, asam kuat, dan pengoksidasi kuat.

Asam salisilat memiliki aktivitas keratorik dan antiseptik lemak jika digunakan secara
topikal. Sifatnya yang asam meningkatkan hidrasi endogen, sehingga keratin terdistribusi di
permukaan kulit yang pada gilirannya dapat meningkatkan kemampuan absorbsi ke dalam
kulit. Selain itu, penggunaan jangka panjang pada daerah yang sama akan mengiritasi kulit
sehingga menyebabkan dermatitis. Untuk mengurangi sifat iritatif pada kulit, dilakukan
usaha mikroenkapsulasi dalam bentuk sistem liposom Liposom tidak menimbulkan
modifikasi kimia bahan obat dan dapat menjerat obat yang bersifat polar maupun yang
bersifat non polar. Asam salisilat bersifat hidrofil, tetapi sukar larut dalam air. Dilain pihak
asam salisilat diharapkan terjerat dalam kompartemen air, karena asamsalisilat harus
dalamkeadaan terlarut. Pelarut guna meningkatkan kelarutan asam salisilat (Panjaitan,
2008).

Asam salisilat biasanya berupa Kristal putih seperti jarum atau sebagai serbuk kristalin
seperti bulu. Asam sintetik stabil diudara dan tidak berbau. Sedikit larut dalam air (1 : 460)
dan larut dalam hampir semua pelarut organik. Sifat asam ini disebabkan gugus hidroksil
fenolat dan pada gugus karboksil. Karena juga suatu fenol, member reaksi fenol, seperti
membentuk warna violet dengan garam ferri, halogenasi dan oksidasi. Zat pengoksid
membentuk senyawa berwarna, mungkin jelas kinoid, dan merusak molekul. Senyawa
berwarna yang terbentuk pada pendiaman dalam larutan alkali disebabkan terbentuk
kinhidron.

Dengan ion logam berat terbentuk garam tidak larut, seperti perak, raksa, timbal, bismuth
dan seng. Zat pereduksi memecah asam salisilat menjadi asam pimelat. Asam borat dan asam

4
salisilat berkombinasi membentuk borosalisilat. Asam salisilat memiliki sifat antiseptic dan
germisid kuat karena suatu fenol terkarboksilat. Adanya gugus karboksil kelihatan
menaikkan sifat antiseptic dan menurunkan efek eskarotik, destruktif. Digunakan eksternal
sebagai eskarotik dan antiseptic ringan dalam salep dan larutan. Banyak tonika rambut, dan
pengobatan kutu air, katimumul, kutil menggunakan sifat keratolitik asam salisilat.

Asam salisilat mempunyai dua radikal fungsi dalam struktur kimianya, yaitu radikal
hidroksi fenolik dan radikal karboksil yang terikat pada inti benzene. Esterifikasi radikal
hidroksi fenoliknya dengan fenol diperoleh ester fenil salisilat yang dikenal dengan nama
salol, sedangkan esterifikais radikal karboksilnya dengan aserilklorida didapatkan
asetilsalisilat yang dikenal dengan aspirin. Salol dan aspirin banyak digunakan dalam
bidang kedokteran karena mempunyai sifat analgetik dan antipiretik (Sumardjo, 2009).

Asam salisilat dapat menyerap radiasi UV karena memiliki gugus kromofor atau ikatan
rangkap terkonjugasi dan auksokorm dalam strukturnya. Gugus kromofor adalah ikatan atau
gugus fungsi spesifik dalam molekul yang bertanggung jawab atas penyerapan cahaya pada
panjang gelombang tertentu. Gugus kromofor pada asam salisilat adalah gugus benzyl
(memiliki ikatan rangkap terkonjugasi). Panjang gelombang serapan maksimum ( maks) dan
λ koefisien ekstingsi molar akan bertambah dengan bertambahnya jumlah ikatanε rangkap
terkonjugasi. Sedangkan gugus auksokorm adalah gugus fungsi dalam suatu molekul yang
dapat mempengaruhi absorpsi radiasi gugus kromofor. Jika

Anda mungkin juga menyukai