Penggas 02 - Studi Kasus 1 - Kelompok 5
Penggas 02 - Studi Kasus 1 - Kelompok 5
KELOMPOK 05
ANGGOTA KELOMPOK:
Anton Prayoga 1606905292
Didit Ardi Maulana 1606822213
Giviani Puspita Dewi 1606831155
Irvi Nurul Jannah Siahaan 1606831395
2 Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
3 Universitas Indonesia
Gambar 2. 46 Komposisi rich amine dengan laju absorban 7500 MMSCFD ......................... 46
Gambar 2. 47 Hasil simulasi dengan Hysys ............................................................................ 47
DAFTAR TABEL
4 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Kasus
Suatu gas bumi yang berasal dari beberapa sumur gas berlokasi di offshore memiliki
kondisi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1 berikut.
Tabel 1. 1 Komposisi gas bumi dari offshore
Komponen Mol (%) Komponen Mol(%)
CO2 30,6452 n-C4 0,5402
H2S 0,3323 i-C5 0,0201
C1 65,4966 n-C5 0,0201
C2 1,5542 C6 0,0502
C3 0,7607 Merkaptan 0,04
i-C4 0,5402 Hg 0,0002
(Sumber: Slamet, 2019)
Diketahui bahwa kondisi operasi dari gas bumi berada pada suhu 105°F dan
tekanannya 950 psia. Gas tersebut akan diolah untuk menghasilkan gas dengan spesifikasi
LNG dengan laju alir produk 250 MMSCFD.
5 Universitas Indonesia
1.4. Target Spesifikasi Produk
Berikut merupakan data yang mencakup target spesifikasi gas yang hendak dicapai
setelah mengalami pemrosesan.
Tabel 1. 2 Komposisi gas LNG target
Komponen Mol (%) Komponen Mol(%)
CO2 20 ppmv n-C4 0,21
H2S 1-2 ppmv i-C5 0,017
C1 90,60 n-C5 0,013
C2 6,00 C6 0,0502
C3 2,48 Merkaptan 0,5 ppm
i-C4 0,11 Hg 0,1 ppb
(sumber: beberapa referensi)
Gas LNG yang telah sesuai spesifikasi kemudian dicairkan sehingga memudahkan
dalam penyimpanan serta transportasi untuk dikirim ke konsumen. Produk LNG dipilih
karena hasil pembakarannya bersih serta memiliki harga yang ekonomis dan dapat bersaing
dengan sumber energi yang lainnya.
6 Universitas Indonesia
BAB 2
PEMBAHASAN
7 Universitas Indonesia
Fe.
4. Ion-Exchange Resins: Hg diikat dalam bentuk ion oleh ion exchanger tipe resin.
Jenis
Kelebihan Kekurangan
Adsorban
Sulfur GAC - Teknologi sudah lama digunakan - Tidak efektif digunakan pada gas
- Penggantian adsorben dapat dengan kandungan kondensat
berkisar antara setiap tiga hingga (fraksi hidrokarbon berat yang
empat tahun signifikan)
- Dapat mengadsorpsi merkuri - Sulfur Loss dari GAC dapat dengan
organik maupun elemental. mudah terjadi jika tidak terdispersi
dengan baik, dan sulfur elemtal
tidak ramah lingkungan.
Halide - Teknologi sudah lama gunakan - Bersifat merusak atau korosif jika
- Dapat mengadsorpsi merkuri dilalui oleh gas alam dengan
Impregnated organik maupun elemental. kandungan air yang signifikan
Carbon Active
Metal Sulfide - Merupakan pengembangan dari - Harga adsorben yang relatif
teknologi sulfida sebelumnya mahal
Impregnated sehingga relatif lebih efektif
Carbon Active dalam pengurangan kadar merkuri
dalam aliran gas alam
- Dapat digunakan secara konjugasi
untuk menghilangan H2S dari
aliran gas alam
- Fleksibel untuk digunakan pada
aliran gas alam dengan kandungan
air dan kondensat yang signifikan
sekalipun
- Dapat didaur ulang sehingga
ramah lingkungan
Ion-Exchange - Suhu kontak adsorpsi yang - Teknologi baru dikembangan
fleksibel - Adsorpsi merkuri elemental masih
Resins - Dapat digunakan untuk disangsikan
menghilangkan kandungan - Bahan resin sulit untuk diproduksi
merkuri organik secara massal
- Dapat digunakan untuk gas alam
dengan kandungan kondensat
yang signifikan
B. Regenerative adsorption
Pada teknologi ini, proses yang terjadi serupa dengan regenerasi termal lainnya.
Biasanya, proses ini dilakukan bersamaan dengan dehidrasi dan proses penghilangan
kontaminan lainnya. Proses regenerative mercury removal bergantung pada jumlah
8 Universitas Indonesia
komposisi merkuri yang terkandung dalam umpan gas serta dalam kondisi operasi. Seluruh
merkuri yang terpisah dapat dipisahkan kembali dalam bentuk merkuri cair. Salah satu
contoh teknologi regenerative adsorption adalah UOP HgSIV.
HgSIV merupakan adsorben yang dikembangkan dan diproduksi oleh UOP dengan
adanya kombinasi molecular sieve dengan silver. Adsorben ini dapat menghilangkan
sekaligus kadar air ketika mekanisme penghilangan merkuri yang terkandung di dalam gas.
Silver diletakkan pada permukaan molsieve dan merkuri yang terbawa oleh gas akan
mengalami kontak dengan silver. Dengan membawa partikel-partikel silver, atom-atom
merkuri tidak mengalami difusi ke dalam pori-pori struktur. Lalu ketika adsorben dipanaskan
sampai pada suhu normal dehidrasi regeneratif, merkuri akan terlepas dari partikel silver lalu
meninggalkan gas yang teregenerasi. Karena permukaan silver mengalami siklus terus
menerus, maka produk akan mengandung merkuri yang sangat sedikit dan diharapkan sesuai
dengan spesifikasi yang sudah ditentukan.
9 Universitas Indonesia
Komposisi gas hidrokarbon
Spesifikasi akhir produk
Biaya investasi dan operasi
Volume gas yang akan diproses
Selektivitas pada penghilangan gas asam
Kondisi operasi
Pemilihan proses gas sweetening dapat disederhanakan menjadi komposisi gas dan
kondisi operasi. Tekanan parsial CO2 yang tinggi dalam gas umpan meningkatkan
kemungkinan penggunaan pelarut fisika, sementara keberadaan sejumlah hidrokarbon berat
menghambat penggunaan pelarut fisika. Tekanan parsial CO2 yang rendah dan tekanan outlet
yang rendah dari aliran produk dapat mendukung aplikasi pelarut kimia (Tennyson et al,
1977).
Berikut merupakan penjelasan masing-masing proses serta pemaparan alasan pemilihan
teknologi gas sweetening.
1. Proses Absorpsi Fisika
Proses absorpsi fisika menggunakan pelarut organik untuk mengabsorpsi komponen gas
asam secara fisik. Penghilangan CO2 dengan proses absorpsi fisika bergantung pada kelarutan
CO2 dalam pelarut (absorben) dimana kelarutan CO2 dipengaruhi oleh tekanan parsial dan
suhu gas umpan. Semakin tinggi tekanan parsial CO2, maka semakin rendah kelarutan CO2
pada pelarut (absorben). Pelarut yang digunakan untuk proses ini harus memiliki afinitas
yang tinggi terhadap air, seperti selexol, rectisol, dan fluor. Regenerasi pelarut dilakukan
dengan stripping dengan uap atau gas inert. Regenerasi dapat pula dilakukan dengan flashing
tanpa membutuhkan panas (dimethyl ether dari polyethylene glycol). Adapun beberapa
kondisi yang harus terpenuhi untuk proses ini adalah
Tekanan uap rendah pada suhu operasi untuk meminimalisir solvent losses
Konsentrasi hidrokarbon berat pada feed gas rendah
Tidak terjadi degradasi pada kondisi operasi normal
Tidak terjadi reaksi kimia antara pelarut dengan komponen apapun di dalam feed gas
Tidak terjadi korosi
Proses absorpsi fisika umumnya dilakukan ketika suhu operasi rendah. Selain itu,
efisiensi dari physical absorption akan meningkat ketika tekanan operasi meningkat dan
begitu pula sebaliknya. Berikut merupakan jenis proses pada absorpsi fisika dan keunggulan
serta kekurangannya.
10 Universitas Indonesia
A. Selexol Process
Proses selexol menggunakan pelarut Carbide selexol, pelarut fisik yang terbuat dari
dimetil eter dari polietilen glikol [CH3(CH2CH2O)nCH3] dimana n adalah antara 3 hingga 9
(Johnson dan Homme, 1984). Pelarut dapat digunakan untuk secara selektif atau simultan
untuk menghilangkan senyawa sulfur, karbon dioksida, air, serta senyawa aromatik (BTEX).
Diperlukan dehidrasi gas umpan sebelum memasuki unit Selexol.
Keunggulan proses selexol
o Kenaikan panas pada pelarut dalam absorber rendah karena tidak ada panas reaksi
kimia.
o Gas yang keluar dari absorber kering dikarenakan afinitas pelarut yang tinggi
terhadap air.
o Biaya investasi dan operasi minimal.
o Regenerasi pelarut dilakukan dengan stripping udara sehingga tidak diperlukan
panas dari boiler.
o Prosesnya dapat dioperasikan pada tekanan rendah.
Kelemahan proses selexol
o Pelarut memiliki afinitas tinggi terhadap hidrokarbon berat sehingga
menyebabkan hydrocarbon losses.
o Proses lebih efisien pada tekanan operasi yang tinggi.
B. Rectisol Process
Proses rectisol menggunakan metanol dingin sebagai pelarut. Akibat tekanan uap
metanol yang tinggi, maka proses ini biasanya dioperasikan pada kisaran suhu -30 hingga -
100℉. Proses rectisol cocok untuk digunakan pada gas dengan kandungan etana dan
hidrokarbon berat lainnya yang rendah (Weiss, 1988).
Keunggulan proses rectisol
o Pelarut metanol tidak berbusa dan sepenuhnya larut dengan air, dengan demikian
mengurangi kerugian.
o Memiliki stabilitas termal dan kimia yang tinggi.
o Tidak korosif.
o Tidak mendegradasi.
o Pelarut dapat diregenerasi dengan flashing pada tekanan rendah sehingga panas
dari reboiler tidak diperlukan.
Kelemahan proses rectisol
11 Universitas Indonesia
o Pelarut metanol dingin yang digunakan mampu mengabsorpsi komponen seperti
merkuri (Hg) untuk membentuk amalgam pada proses dengan suhu rendah.
o Skema kompleks rectisol dan kebutuhan pelarut untuk memerlukan biaya
investasi dan operasi yang tinggi.
C. Proses Fluor
Proses pelarut Fluor merupakan salah satu proses yang paling menarik untuk
mengolah gas umpan dengan tekanan parsial CO2 tinggi (> 60 psia). Proses ini menggunakan
pelarut fisik propilena karbonat (FLUORTM) untuk penghilangan CO2. Konfigurasi proses
pelarut FLUOR awal terbatas untuk mengolah gas alam dengan kandungan C5+ yang rendah.
Keunggulan proses fluor
o Proses fluor tidak membutuhkan pemanasan untuk regenerasi pelarut.
o Pelarut fluor memiliki kelarutan CO2 yang tinggi dan meningkatkan pemuatan
CO2.
o Tidak diperlukan make up water
o Operasi sederhana dan produk keluaran berupa gas kering
Kelemahan Proses Fluor
o Sirkulasi pelarut untuk proses pelarut fluor tinggi.
o Pelarut fluor sangat mahal (SPE 14057)
o Pelarut memiliki afinitas tinggi terhadap hidrokarbon berat yang akan dihilangkan
sehingga menyebabkan hydrocarbon losses.
2. Proses Absorpsi Kimia
Proses absorpsi kimia didasarkan pada reaksi eksotermik antara pelarut dengan aliran
gas feed untuk menghilangkan CO2. Proses absorpsi kimia berlaku jika tekanan parsial gas
asam (CO2) rendah. Proses ini terjadi di dalam kolom fraksionasi (absorber atau kontaktor)
yang dilengkapi dengan trays atau packings. Kadar air pada larutan meminimalkan
penyerapan hidrokarbon berat, sehingga membuat pelarut lebih cocok untuk gas umpan yang
mengandung hidrokarbon berat. Umumnya proses absorpsi kimia menggunakan larutan
amina atau karbonat sebagai pelarut. Terdapat beberapa larutan amina yang dapat digunakan
untuk proses gas sweetening secara absorpsi, yaitu monoethanolamine (MEA), diglycolamine
(DGA), diethanolamine (DEA), diisopropanolamine (DIPA), methyldiethanolamine
(MDEA).
Keunggulan proses absorpsi kimia
o Kebutuhan uap untuk sistem rendah karena absorber dan stripper dioperasikan
12 Universitas Indonesia
pada suhu yang hampir sama (sistem isotermal)
o Biaya operasi yang rendah
o Degradasi pelarut minimal
o Harga pelarut murah.
Kelarutan proses absorpsi kimia
o Kalium karbonat menyebabkan korosi pada unit
o Pelarut bereaksi dengan corrosion inhibitor dan menyebabkan erosi pada unit
o Kecenderungan terjadi foaming dan suspensi padatan yang tinggi sehingga
mengurangi proses penghilangan CO2
o Refgenerasi pelarut yang meninggalkan stripper akan menguap sebagian dalam
pump sunction sehingga menghasilkan getaran dan beban yang berlebihan dari
impeler pompa.
3. Proses Absorpsi Fisika-Kimia
Proses absorpsi fisika-kimia dilakukan dengan mengkombinasikan potensi absorpsi
yang tinggi dari alkanolamina (chemical absorption) dengan regenerasi energi yang rendah
dari pelarut physical (physical solvent).
A. Sulfinol Process
Proses sulfinol dilakukan dengan mengkombinasikan efek absorpsi kimia dari amina
dan efek absorpsi fisik dari sulfolane. Sulfinol merupakan campuran sulfolane
(tetrahydrothiophene1-1 dioksida), air, dan diisopropanolamin (DIPA) atau
methyldiethanolamine (MDEA). Fungsi ganda dan kapasitas campuran pelarut fisik dan
kimia sulfinol membuat pelarut lebih efisien. Pelarut fisik menyediakan sistem untuk
menghilangkan asam dalam gas dengan jumlah besar dan memungkinkan pemuatan larutan
gas asam yang jauh lebih besar daripada kebanyakan pelarut basa. Umumnya kandungan
larutan sulfinol: 40% sulfolane, 40% DIPA dan 20% air dapat menghilangkan 1,5 mol gas
asam per mol larutan sulfinol (Ken Arnold, 1999). Proses sulfinol sangat efektif digunakan
untuk menghilangkan H2S, CO2, COS, CS2, Merkaptan, dll. Jika menggunakan DIPA, proses
ini akan disebut sebagai SULFINOL-D sedangkan jika menggunakan MDEA proses ini akan
disebut SULFINOL-M.
Kelebihan proses sulfinol
o Kebutuhan energi yang rendah
o Foaming yang rendah dan pelarut tidak korosif
o Pengurangan gas asam tinggi
13 Universitas Indonesia
Kelemahan proses sulfinol
o Co-absorption untuk hidrokarbon berat lebih tinggi
o Reklamasi diperlukan untuk menghilangkan oksazolidon yang dihasilkan dalam
reaksi samping DIPA dan CO2.
B. Hybrisol Process
Proses hybrisol merupkana proses yang mengkombinasikan unit penghilang gas asam
dengan menggunakan MDEA dalam larutan metanol dengan proses pendingin untuk recovery
LPG.
4. Proses Adsorpsi
Proses adsorpsi melibatkan penyerapan komponen gas asam oleh adsorben padat.
Proses ini dilakukam dengan reaksi kimia atau ikatan ionik partikel padat dengan gas asam.
Proses adsorpsi yang umum digunakan adalah; proses besi oksida, seng oksida, dan
molecular sieve (zeolit). Proses molecular sieves tidak sesuai untuk digunakan ketika gas
alam mengandung gas asam dalam jumlah yang tinggi. Proses ini dapat dipertimbangkan jika
jumlah asam yang akan dihilangkan terdapat dalam jumlah kecil (dalam ppm).
Kelebihan proses adsorpsi
o Molecular sieve bed tidak mengalami degradasi mekanik
o Pengoperasian proses sederhana
o Dehidrasi gas dan asam secara stimultan dimungkinkan
Kelemahan proses adsorpsi
o Proses terbatas pada stream gas yang kecil dengan tekanan sedang
o Tidak cocok untuk sirkulasi kontinu karena adanya gesekan
o Desain proses yang kompleks
5. Proses Fraksinasi Kriogenik
Proses fraksinasi kriogenik merupakan proses mencairkan dan memurnikan CO2 dari
sumber dengan kemurnian relatif tinggi (> 90%). Proses ini melibatkan pendinginan gas ke
suhu yang sangat rendah (< -73,3 °C) sehingga karbon dioksida dapat membeku atau
dicairkan dan dipisahkan.
A. Proses Ryan/Holmes
Proses Ryan/Holmes melibatkan penggunaan zat aditif yang biasa terdapat di dalam
gas alam. Aditif tersebut berguna untuk menurunkan titik beku dari CO 2. Proses ini
menggunakan Natural Gas Liquid (NGL) yang terekstraksi dari aliran feed-nya.
B. Proses Sprex
14 Universitas Indonesia
Proses Sprex digunakan pada gas alam yang sangat asam dengan kandungan 40%
H2S. Proses ini dapat diterapkan pada kolom distilasi dengan memastikan reflux terjadi pada
suhu -30 °C dengan menggunakan unit refrigeran dan boiler.
Kelebihan proses fraksinasi kriogenik
o Cocok untuk feed gas dengan konsentrasi CO2 yang tinggi
o Memproduksi CO2 berfase liquid untuk ditransportasikan dengan pipeline
Kelemahan proses fraksinasi kriogenik
o Kebutuhan energi untuk regenerasi sangat tinggi sehingga meningkatkan biaya
operasi
o Kemungkinan terjadinya blockage pada proses tinggi
o Beberapa fluida cyrogenic bersifat mudah terbakar dan beracun
6. Sistem Membran
Sistem membran digunakan untuk menhilangkan uap air, CO2, dan H2S pada gas alam.
Faktor pemisahan membran terhadap uap air berada di kisaran 500 dengan referensi
terhadap metana. Oleh karena itu, membran dapat secara efisien menghilangkan uap air ke
tingkat rendah ppm (~ 5-20 ppm) bahkan pada tekanan parsial rendah .
Kelebihan sistem membran
o Sistem lebih sederhana dan ringan
o Dapat menyingkirkan uap air, CO2, dan H2S air secara simultan
o Mudah perawatannya dan tidak membutuhkan pengawasan manusia
o Konsumsi energi rendah
o Tidak mudah meledak
o Biaya modal dan operasional rendah
Kelemahan sistem membran
o CO2 yang terpisah berada pada tekanan rendah dan membutuhkan kompresi
tambahan untuk memenuhi persyaratan tekanan pipa.
o Kompresi gas umpan diperlukan untuk memberikan kekuatan pendorong bagi
permeasi, energi yang dibutuhkan untuk kompresi tinggi sehingga berkontribusi
pada biaya operasi.
o Kehilangan hidrokarbon tinggi.
Tabel 2. 2 Klafisikasi Gas Sweetening
15 Universitas Indonesia
2.1.3 Gas Dehydration
Sistem dehidrasi gas terdiri atas proses yang bertujuan untuk menghilangkan
kandungan air pada gas agar didapatkan nilai moisture content yang sesuai spesifikasi yang
diinginkan konsumen. Beberapa alasan perlu dilakukannya penghilangan air dalam gas alam
adalah sebagai berikut
1. Uap air pada gas dapat memicu terbentuknya gas hidrat yang berbentuk seperti es atau
salju sehingga dapat menyumbat pipa dan alat-alat proses.
2. Gas alam yang mengandung air, H2S, dan CO2 bersifat korosif.
3. Uap air dalam gas dapat terkondensasi di dalam pipeline sehingga mengakibatkan
aliran dalam kondisi slugging.
4. Uap air meningkatkan volume dan menurunkan suhu gas sehingga dapat menurunkan
kapasitas dan kemampuan mengalirkan fluida dari pipa.
5. Memenuhi spesifikasi pembeli (buyer).
Secara umum, terdapat tiga metode yang dapat digunakan untuk menghilangkan kadar
air dari gas yaitu absorbsi, adsorpsi, dan refrigerasi.
1. Metode Absorpsi
Absorpsi adalah dehidrasi yang menggunakan cairan pengering untuk memisahkan uap
air dari gas. Salah satu tujuan absorpsi untuk mengambil air (dalam bentuk uap air) pada
aliran gas alam hingga ke pipa-pipa air dan gas alam tersendiri. Pada proses absorpsi
dibutuhkan suatu absorbent yang dapat mengikat air, berikut adalah kriteria pemilihannya:
Afinitas yang besar terhadap air dan kecil terhadap hidrokarbon
16 Universitas Indonesia
Mudah diregenerasi, biasanya menggunakan panas untuk menghilangkan semua air
yang telah diserap sehingga akan diperoleh dessicant dengan konsentrasi lebih tinggi.
Tekanan uap yang rendah pada temperature operasi absorber untuk mengurangi
kehilangn akibat penguapan.
Viskositas yang rendah agar mudah dipompa dan terjadi kontak yang baik antara
fasa gas dan cair.
Stabilitas termal yng baik untuk menghindari dekomposisi pada waktu regenerasi.
Tidak membeku pada rentang temperature yang digunakan dalam proses absorpsi
dan regenerasi
Tidak korosif terhadap material yang digunakan untuk peralatan terutama still
column, reboiler dan absorber
Tidak bereaksi dengn komponen gas, termasuk CO2 dan senyawa sulfur.
Dari kriteria diatas absorbent yang dapat digunakan yaitu:
Ethylene glycol (EG) atau MEG,
Diethylene glycol (DEG),
Triethylene glycol (TEG),
Tetraethylene glycol (TREG), atau
Propylene glycol (PG).
Tabel 2. 3 Karakteristik Glikol yang dapat digunakan dalam Proses Dehidrasi Gas
Titik didih pada Titik didih 760 Titik didih pada 760 Titik didih pada
760 mmHg = 387.1 mmHg = 472.6 F mmHg = 545.9 F 760 mmHg = 597.2
F F
17 Universitas Indonesia
Suhu Suhu Suhu terdekomposisi Suhu
terdekomposisi = terdekomposisi = = 404 F terdekomposisi =
329 F 328 F 428 F
Digunakan sebagai Memiliki suhu Titik embun depresi Terekonsentrasi
penghambat terdekomposisi hingga 150F yang pada 400 F - 430 F
terbentuknya yang rendah mungkin dengan
molekul air, dapat sehingga tidak stripping gas
direcover pada sesuai dengan
proses separasi kondisi operasi
dengan suhu diatas reconcentrator
50 F.
TEG adalah glycol yang paling umum dan banyak digunakan dalam sistem absorpsi.
Karena memiliki titik didih lebih tinggi dibanding varian lainnya. Dan juga memiliki vapor
pressure yang rendah sehingga pada atmosferik condenser tidak menguap. Sedangkan untuk
MEG adalah glycol yg sering digunakan untuk system injeksi glikol.
Glycol dehydration merupakan proses dehidrasi yang umum digunakan untuk
memenuhi spesifikasi penjualan gas dan kebutuhan lapangan, seperti gas lift, fuel, dan
sebagainya. Dehidrasi ini menggunakan prinsip absorpsi dengan mengurangi dew point dari
inlet water, yaitu suhu dimana uap air akan tepat terkondensasi menjadi cairan, sehingga pada
outlet hanya terkandung air dalam jumlah yang sedikit.
TEG banyak digunakan pada proses dehidrasi gas karena dianggap yang paling
memenuhi kriteria water absorbent, yaitu memiliki kemampuan higroskopik yang tinggi,
tidak membentuk padatan pada larutan yang terkonsentrasi, tidak bersifat korosif, dapat
dipisahkan dengan mudah, tidak larut pada hidrokarbon yang berbentuk cairan, dapat
teregenerasi dengan baik pada konsentrasi tinggi, dan cukup stabil walaupun terdapat sulfur
dan karbon dioksida dibawah kondisi operasi normal. TEG juga memiliki titik didih yang
tinggi serta memiliki kemampuan dehumidifikasi yang akan mencegah pipa membeku.
18 Universitas Indonesia
Gambar 2. 1 Process Flow Diagram Teknologi Glycol Dehydration
(sumber: Aalborg, 2009)
Berikut adalah tabel kelebihan dan kekurangan dari Proses Absorpsi Glikol.
Tabel 2. 4 Kelebihan dan Kekurangan Teknologi Absorpsi untuk Dehidrasi Natural
Gas
Kelebihan Kekurangan
Teknologi yang paling umum Tidak dapat mencapai dew point yang cukup
digunakan (mature) rendah untuk aplikasi kriogenik
Regenerasi pelarut mudah, hanya
Glikol dapat dengan mudah terkontaminasi
menggunakan pemanasan pada kolom
sehingga menjafi korosif bagi peralatan
regenerasi
Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
Investasi awal yang lebih kecil
terjadinya dekomposisi glikol
Kontaminan dalam proses (corrosion inhibitor,
Proses kontinyu garam, partikulat, dll) dapat menyebabkan
terjadinya foaming
Kandungan air yang mengandung mineral dapat
Pressure drop pada kolom rendah mengakibatkan kristalisasi dan terakumulasi di
reboiler
Pada suhu rendah, larutan glicol memiliki
Dapat mengatasi pengotor gas lebih
viskositas yang tinggi. Pada kondisi cuaca yang
baik dibandingkan adsorpsi padatan
dingin dapat membeku.
19 Universitas Indonesia
2. Dehidrasi Adsorbsi
Proses adsorpsi adalah suatu proses memanfaatkan gaya adhesi atau gaya antar aksi
antara suatu permukaan benda padat dengan zat yang diserap, dalam proses pengeringan gas
secara adsorpsi (zat yang di serap adalah uap air di sebut sebagai adsorbat), sedangkan benda
padat yang melakukan penyerapan atau solid dessicant di sebut sebagai adsorben.
Sistem adsorpsi ini biasanya terdiri dari dua buah “tower contactor” dimana seperti
yang terlihat pada gambar di atas, tetapi bisa saja terdiri dari tiga tower ataupun multi-tower.
Satu tower difungsikan untuk proses adsorption, sedangkan satu yang lainnya digunakan
untuk proses regenerasi. Fungsi dari masing-masing tower diubah satu sama lain ketika solid
desiccant menjadi jenuh.
Secara garis besar, proses adsorpsi dilakukan pada salah satu tower (fixed-bed) yang
difungsikan sebagai proses adsorption. Natural gas yang akan dikeringkan dimasukkan ke
dalam tower yang berisi solid desiccant. Selama melewati solid desiccant, uap air yang
terkandung di dalam gas akan terserap oleh solid desiccant pada permukaan luar dari solid
desiccant tersebut. Natural gas terus mengalir hingga keluar pada bagian bawah tower.
Berikut adalah adsorben yang dapat digunakan
a) Silica gel dan Silica bed.
Silica gel dijual berupa powder, granural atau spherical bed dengan berbagai ukuran.
Tiap butirnya sangat keras dan bening seperti gelas. Material terdiri dari SiO2 dan H2O.
Proses penyerapan uap air dengan silica gel bergantung pada tekanan partikal uap air dan
20 Universitas Indonesia
temperatur operasi. Semakin tinggi tekanan partikel uap air maka semakin besar uap air yang
terserap. Begitu juga semakin tinggi temperatur semakin rendah air yang terserap.
Silica gel mampu menyerap air sampai 10 ppm dan paling mudah untuk diregenerasi.
Selain mudah menyerap air silica gel juga mudah menyerap hidrokarbon fraksi berat.
b) Activated Alumina
Activated Alumina material berpori terdiri dari aluminium oksida dan sedikit
kandungan material lain. Pada material ini memerlukan panas yang lebih banyak untuk
proses regenerasi cenderung menyerap hidrokarbon fraksi berat. Mampu memperoduksi dew
point air 100oF. Alumina merupakan material basa yang mudah bereaksi dengan asam yang
kadang dijumpai pada bahan kimia treating. Dari beberapa jenis adsorben, jenis alumina
memiliki sifat istimewa antara lain:
1. Dapat memisahkan komponen-komponen berdasarkan besar molekulnya.
2. Dapat memisahkan komponen berdasarkan polaritas dari senyawa.
3. Tidak korosif
4. Selektif terhadap air relatif tinggi, tidak beracun.
Apabila ada dua atau lebih molekul yang besarnya sama hingga keduanya dapat
masuk ke pori-pori alumina, maka alumina tersebut akan mengutamakan menyerap molekul
yang memiliki polaritas yang kuat.
c) Molecular Sieve
Moleculer sieve adalah material yang berbentuk Kristal Sodium Alumina Silicate.
Pori-porinya sangat kecil sehingga tidak mudah menyerap hidrokarbon fraksi berat tetapi
mudah terjadi fouling dipermukaan oleh adanya oil atau glikol yang terikut dalam aliran
umpan. Moleculer Sieve memerlukan panas tinggi untuk regenerasi. Dapat menyerap air
sehingga kandungan uap air dalam gas 1 ppm. Materialnya bersifat basa sehingga mudah
bereaksi dengan asam.
Tabel 2. 5 Kekurangan dan Kelebihan Metode Adsorpsi untuk Dehidrasi Natural Gas
Kelebihan Kekurangan
Sangat efektif karena air lebih kuat terserap Proses tidak kontinyu, dalam proses fixed
dibandingkan hidrokarbon, CO2, atau H2S bed memerlukan dua atau lebih kolom
untuk mencapai proses yang kontinyu
Dspst menghasilkan dew point yang sangat Kapasitas terbatas dan pada umumnya
rendah (water content) sangat rendah tidak praktis dalam memurnikan dengan
tingkat yang tinggi
21 Universitas Indonesia
Sangat baik digunakan pada volume gas Secara umum lrbih mahal dalam investasi
yang besar dan dalam tekanan yang sangat dan biaya operasi dibanding unit glikol
tinggi
Tidak sensitif terhadap perubahan kondisi Temperatur regerasi sangat tinggi
operasi (tekanan, suhu, flowrate) sedang
Berikut adalah Guidline pemilihan jenis dessicant pada metode adsorpsi dehidrasi,
dimana Sumbu y adalah kadar air dalam dry gas (lb/MMSCF) dan dry gas water dew
point(°F)
22 Universitas Indonesia
Gambar 2. 3 Kriteria Teknologi Dehidrasi berdasarkan Water Content dan Dew Point dalam Farenheit
3. Metode Pendinginan (Refrigerasi)
Pendinginan dan pencairan merupakan dua proses yang berbeda. Di mana pada LNG
plant keduanya dilakuakan secara berurutan. Gas alam akan didinginkan dengan
memanfaatkan pertukaran kalor dengan fluida pendingin. Pendinginan pada plant LNG
biasanya dilakukan dengan memanfaatkan fluida kerja pendingin atau yang dikenal sebagai
refrigerant. Fluida kerja ini bekerja dalam satu siklus yang dikenal dengan siklus refrigerasi.
Pada siklus refrigerasi untuk mendinginkan gas alam dibutuhkan peralatan berupa:
kompresor, kondenser, Joule-Thomson valve, dan evaporator. Fluida refrigerant akan
dikompresi dengan menggunakan kompresor sehingga terjadi peningkatan tekanan,
peningkatan tekanan pada refrigerant akan diiringi dengan kenaikan temperatur karena proses
kompresi isotermal hanya untuk kondisi ideal. Oleh sebab itu, selanjutnya refrigerant perlu
diturunkan suhunya dengan menggunakan kondenser, karena adanya perbedaan suhu yang
cukup besar antara refrigerant maka media pendingin baik air maupun udara dapat
dimanfaatkan untuk menurunkan suhu refrigerant. Setelah penurunan suhu pada kondenser,
refrigerant selanjutnya akan menuju JT valve, pada JT valve refrigerant akan diekspansi
sehingga mengalami penurunan tekanan.
Penggunaan utama JT valve adalah untuk memperoleh suhu rendah akibat penurunan
tekanan. Refrigerant dengan tekanan tinggi hasil kompresi selanjutnya diturunkan
tekanannya, penurunan tekanan yang drastis akan menghasilkan efek dingin yang maksimum.
Penggunaan JT valve akan merubah fasa dari refrigerant dari kondisi subcooled menjadi
berada didaerah dua fasa. Sehingga refrigerant akan berada dalam fasa liquid dan gas. Pada
prinsipnya JT valve menurunkan tekanan secara isentalpi. Setelah diekspansi refrigerant akan
23 Universitas Indonesia
menuju evaporator yang merupakan media dimana perpindahan kalor antara refrigerant dan
gas alam berlangsung. Refrigerant dengan fasa gas digunakan untuk menurunkan suhu gas
alam, sedangakan refrigeran dalam fasa liquid akan dievaporasikan dimana energi utnuk
mengevaporasikan refrigeran liquid diambil dari panas gas alam.
Perpindahan panas antara refrigerant dalam fasa vapor memanfaatkan kalor sensibel,
sedangkan pada refrigerant fasa liquid memanfaatkan kalor later. Oleh sebab itu panas yang
diambil dari gas alam akan lebih besar pada refrigerant liquid. Setelah terevaporasi
refrigerant dalam fasa vapor akan kembali menuju kompresor untuk dikompresi. Proses
tersebut berlangsung secara kontinyu, sehingga disebut siklus refrigerasi.
24 Universitas Indonesia
Gambar 2. 5 Perbandingan Refrijeran Murni dan Campuran Terhadap Kualitas Pendinginan Natural Gas
Berdasarkan diagram diatas ketika menggunakan refrigeran murni (misalnya propana
dan nitrogen, kurva refrigeran akan membentuk anak tangga seperti yang ditunjukan pada
awal diagram. Refrigeran campuran menunjukan kurva dengan jarak antara gas alam dan
refrigeran semakin dekat, seperti pada akhri diagram. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
penggunaan refrigrant campuran seperti (metana, etana, propana, dan butana) merupakan
refrigeran yang lebih baik (dimana komposisi dari masing-masing refrigeran juga
menentukan seberapa jarak kurva yang akan terbentuk.
Tahap selanjutnya setelah pendinginan, adalah pencairan gas alam. Pendinginan tidak
dapat dilakukan secara terus menerus sampai mencapai titik didih dari metana. Keterbatasan
fluida pendingin yang dapat digunakan untuk mencapai suhu yang semakin rendah dapat
diatasi dengan proses pencairan dengan menggunakan JT valve. Pada proses pencairan,
setelah suhu gas alam mencapai pada titik terendah yang dapat didinginkan oleh refrigerant,
selanjtnya gas alam akan diekspansi dengan menggunakan JT valve. Itulah sebabnya,
mengapa keluar dari unit fraksionasi gas alam perlu dikompresi terlebih dahulu, sehingga
tekanannya tinggi sehingga saat diekspansi dengan JT valve sampai tekanan atmosferik,
akam diperoleh suhu -162oC.
25 Universitas Indonesia
tinggi yakni sebesar 0.0002% atau setara dengan 2ppm. Dimana batas
maksimum kadar merkuri yang diperbolehkan dalam LNG adalah sebesar 0.001
ppb.
2. Gas Sweetening, proses untuk menghilangkan kandungan gas asam yang
terdapat pada gas alam. Penggunaan teknologi membran kemudian dilanjutkan
dengan absorpsi dengan sulfinol-M dirasa cukup efektif.
3. Gas Dehydration, untuk menghilangkan kadar air yang masih terkandung di
dalam gas alam secara maksimal sehingga proses penghilangan kadar air hanya
sekali dilakukan.
26 Universitas Indonesia
Gambar 2. 6 Mercury Removal Unit – Active Carbon Adsorption
27 Universitas Indonesia
Gambar 2. 8 Pertimbangan Kadar Gas Asam pada Feed dan Product
(Sumber: Sehgal, 2009)
Kandungan asam (CO2 dan H2S) pada feed gas berjumlah 30,98% mol, sedangkan
kandungan asam outlet gas yang diharapkan sebesar 21 ppm. Berdasarkan kedua gambar
diatas, maka teknologi membran serta absorpsi fisika-kimia.
B. Berdasarkan Tekanan Parsial Gas Asam
Selain kandungan gas, tekanan parsial gas asam juga dapat mempengaruhi
pemilihan teknologi gas sweetening. Berikut merupakan gambar yang merepresentasikan
hubungan antara tekanan parsial pada feed gas dan product gas dengan penggunaan
teknologi.
28 Universitas Indonesia
C. Berdasarkan Laju Alir
Berikut merupakan grafik antara gas flow rate dan konsentrasi CO2 yang dapat
menjadi parameter yang memadai dalam pemilihan teknologi.
29 Universitas Indonesia
dengan efektif dari gas alam. Namun, Monoetanolamina (MEA) biasanya tidak
digunakan karena membutuhkan panas reaksi yang tinggi dan kapasitas penyerapan
gas asam per volume larutan yang lebih rendah.
Diglikolamina (DGA) umumnya digunakan untuk sistem penghilangan H2S,
Karbonil sulfida (COS), dan merkaptan. DGA digunakan untuk meningkatkan
kapasitas penyerapan gas, meskipun membutuhkan panas reaksi yang tinggi.
DEA (Dietanolamina) digunakan pada sistem bertekanan menengah (> 500 Psig)
dengan persyaratan ratio H2S dan CO2 yang tinggi. DEA memiliki panas reaksi yang
rendah serta kapasitas penyerapan gas asam lebih tinggi.
MDEA (Metildietanolamina) biasanya digunakan pada sistem yang mensyaratkan
ratio H2S/CO2 rendah. MDEA memiliki kehandalan panas reaksi yang rendah dan
dapat digunakan untuk menghilangkan bulk acid gas. MDEA sampai saat ini dikenal
sebagai solven yang terbaik dalam menghilangkan H2S.
Sedangkan solven fisik yang digunakan pada proses pemurnian gas meliputi
Rectisol, Selexol, dan fluor. Ketiganya memiliki karakteristik tahan korosi, stabil, tidak
beracun, sedikit menguap, dan mempunyai penyerapan terhadap air lebih besar. Solven fisik
menyerap lebih banyak hidrokarbon, sehingga digunakan untuk mengolah gas sintesis
dengan hidrokarbon berkonsentrasi rendah. Pada tekanan parsial CO 2 yang lebih tinggi,
solven fisik lebih diminati dibandingkan solven kimia, karena kenaikan tekanan
meningkatkan kapasitas penyimpanan CO2 sebagaimana ditunjukkan pada gambar. Namun,
pada tekanan parsial CO2 lebih rendah (< 15 bar), Solven kimia menyerap lebih banyak CO2
dibandingkan solven fisik.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka pelarut kimia yang dipilih dalam proses
adalah MDEA, sedangkan pelarut fisik yang dipilih adalah sulfolane. Adapun keuntungan
dari MDEA adalah:
Dapat menghilangkan H2S dengan optimal
Kapasitas penyerapan tinggi
Tidak mudah terdegradasi
Kurang bersifat korosif
Selektivitas tinggi
Lebih stabil pada suhu tinggi
E. Teknologi yang dipilih
Setelah meninjau kandungan gas umpan, kondisi operasi, dan jenis pelarut, maka
30 Universitas Indonesia
teknologi yang dipilih adalah kombinasi teknologi membran dan absorpsi dengan sulfinol-
M.
Teknologi membran
Teknologi membran cocok untuk menghilangkan gas dengan kandungan CO2 yang
tinggi (>50%). Pemisahan pada teknologi membran dilakukan berdasarkan pada seberapa
baik senyawa yang berbeda tersebut “terlarut” pada membran dan berdifusi melewati
membran. Selain itu, teknologi ini dipilih karena cocok untuk diterapkan di area offshore
karena merupakan unit separasi yang compact dengan membutuhkan area yang lebih
sedikit. Teknologi membran pun lebih ramah lingkungan dengan konsumsi daya yang juga
lebih rendah dengan pengoperasian yang relatif lebih sederhana.Namun terdapat kelemahan
dari teknologi ini, yaitu teknologi membran cukup mahal dengan laju alir yang cukup besar
(250 MMSCFD). Dengan demikian, teknologi membran perlu dikombinasikan dengan
teknologi absorpsi.
Absorpsi kimia-fisika (absorpsi dengan sulfinol-M)
Sulfinol M terdiri dari sulfolane (40-60%), MDEA (30-45%), dan water (5-15%).
Absorpsi dengan sulfinol M dipilih untuk menghilangkan hidrogen sulfida (H2S), karbonil
sulfida (COS) dan mercaptans. Namun, teknologi ini memiliki kelemahan, yaitu hanya
dapat menyerap sebagian CO2.
Kombinasi teknologi membran dan absorpsi dengan sulfinol-M
Kombinasi teknologi membran dan absorpsi dengan sulfinol-M dapat secara efektif
mampu mengurangi kadar CO2, H2S, dan merkaptan pada gas umpan sehingga dapat
memenuhi standar.
31 Universitas Indonesia
m3 atau 26.99991 lb/ MMSCF setelah keluar dari proses gas sweetening. Pemilihan teknologi
dehidrasi selanjutnya dilakukan dengan meninjau kandungan air umpan dan produk yang
dituju, beserta tinjauan pendukung seperti biaya kapital, biaya operasi, serta aspek maturity
dari teknologi.
2.2.3.2 Pemilihan Teknologi Dehidrasi
Secara umum terdapat tiga metode yang digunakan untuk mengurangi kadar air
dalam gas, yaitu absorpsi, adsorpsi, dan pendinginan seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Adapun pemilihan teknologi dehidrasi didasarkan atas dua variabel penting,
yaitu kandungan air umpan serta kandungan air akhir yang dituju. Gambar dibawah ini dapat
digunakan sebagai panduan dalam pemilihan teknologi dehidrasi.
Gambar 2. 11 Kriteria Teknologi Dehidrasi berdasarkan Water Content dan Dew Point dalam Farenheit
Proses dehidrasi dilakukan untuk menghilangkan kandungan air umpan sebesar
kandungan air umpan sebesar 427.52 kg/106 std m3 atau 26.99991 lb/ MMSCF hingga
mencapai kandungan air 0,5 ppm atau dew point sekitar -110oF. Dengan tinjauan melalui
gambar di atas, terlihat bahwa setidaknya dua jenis teknologi harus digunakan untuk
mencapai operasi dehidrasi dengan spesifikasi yang dikehendaki.
Berdasarkan nilai kandungan air umpan. absorpsi glikol dipilih sebagai proses
dehidrasi tahap pertama yang menghasilkan dew point produk serendah-rendahnya -25oF atau
-30oC untuk proses yang tergolong ekonomis. Kandungan air yang ekuivalen dengan nilai
dew point terspesifikasi dapat diperoleh melalui kurva berikut.
32 Universitas Indonesia
Gambar 2. 12 Hubungan Kandungan Air, Dew Point, dan Tekanan
(Sumber: Campbell, 1981)
Untuk tekanan operasi absorpsi antara 1 MPa hingga 20 MPa, nilai kandungan air
untuk dew point -30oC berkisar antara 15 hingga 60 kg/106 std m3 atau 0,9 hingga 3,6
lb/MMSCF. Dengan merujuk kembali ke Gambar 2.12, nilai kandungan air ini menjadikan
adsoprsi molecular sieve sebagai satu-satunya teknologi yang tepat untuk proses dehidrasi
tahap kedua.
Proses adsorpsi dengan molecular sieve memiliki biaya kapital dan biaya operasi
yang lebih tinggi dibanding absorpsi glikol. Menurut Netusil dan Ditl (2012), data industri
menunjukkan bahwa biaya kapital proses adsorpsi berkisar pada 2 hingga 3 kali biaya kapital
absorpsi. Ditinjau dari hal ini, proses absorpsi glikol akan dimaksimalkan hingga mencapai
kandungan air minimum yang masih tergolong ekonomis, yaitu pada dew point -30oC.
Selanjutnya, proses dilanjutkan dengan adsorpsi menggunakan molecular sieve untuk
mencapai kandungan air akhir 0,5 ppm.
2.2.3.3 Absorpsi Glikol
Operasi absorpsi glikol dijalankan untuk mengurangi kandungan air umpan sebesar
427.52 kg/106 std m3 atau 26.99991 lb/ MMSCF hingga mencapai dew point -30oC. Dengan
tekanan operasi 916.6 psia, kandungan air akhir yang diharapkan berkisar pada 15 kg/10 6 std
33 Universitas Indonesia
m3. Adapun jenis absorben yang digunakan adalah trietilen glikol, dengan beberapa
keunggulan sebagai berikut.
Dapat teregenerasi dengan baik ke konsentrasi tinggi.
Tidak larut dalam hidrokarbon cair.
Tidak bersifat korosif
Memiliki kemampuan higroskopik yang tinggi.
Tidak membentuk padatan pada larutan yang terkonsentrasi.
Dapat dipisahkan dengan mudah
Memiliki titik didih yang tinggi serta kemampuan dehumidifikasi yang dapat
mencegah pembekuan.
Simulasi selanjutnya dilakukan untuk memastikan operasi absorpsi glikol dapat
menghasilkan spesifikasi kandungan air akhir yang diharapkan. Berdasarkan hasil simulasi
dehidrasi glikol pada tekanan dan temperatur operasi 916.6 psia dan 120 oF, diperoleh
kandungan air akhir sebesar 0,000168%mol, yang ekuivalen dengan 16.8 kg/10 6 std m3. Pada
simulasi ini, digunakan konsentrasi lean glycol sebesar 98,6%.
2.2.3.4 Adsorspi Molecular Sieve
Operasi adsorpsi selanjutnya dilakukan untuk mengurangi kadar air gas dari 16.8
kg/106 std m3 menuju spesifikasi LNG sebesar 0,5 ppm. Menurut Gambar Kriteria Teknologi
Dehidrasi berdasarkan Water Content dan Dew Point, dehidrasi gas dengan kandungan
air16.8 kg/106 std m3 paling tepat menggunakan teknologi adsorpsi dengan molecular sieve.
Penjelasan lebih rinci tentang teknologi ini dapat mengacu pada Bab II.
Melalui teori sederhana tersebut, diperoleh bahwa adsorpsi molecular sieve mampu
mengurangi kandungan air hingga 0,5 ppm, sehingga gas yang dihasilkan dari unit ini telah
siap untuk diolah menjadi LNG.
2.3 Simulasi
2.3.1 Spesifikasi Umpan Masuk Gas Sweetening
Sebelum memasuki gas sweetening process, gas alam pertama kali melewati teknologi
membrane yang berperan dalam mengurangi konsentrasi dari CO2 yang terkandung pada gas
alam tersebut. Performa atau efisiensi dari membrane dapat diketahui berdasarkan
spesifikasi dari membrane yang digunakan. Pada kasus ini kita memilih membrane dengan
efisiensi sebesar 50%. Sehingga kandungan CO2 pada gas alam berkurang sebesar 50% dari
konsentrasi awal sebelum melewatiu membrane. Maka dari itu diperoleh komposisi dalam
34 Universitas Indonesia
fraksi mol dari gas alam yang akan memasuki gas sweetening sebagai berikut.
35 Universitas Indonesia
Gambar 2. 14 Komposisi produk dengan laju alir 252 MMSCFD
dan komposisi dari CO2 dan H2S sebagai berikut.
36 Universitas Indonesia
dan komposisi CO2 dan H2S sebagai berikut.
37 Universitas Indonesia
dan komposisi CO2 dan H2S sebagai berikut.
38 Universitas Indonesia
dimana, komposisi rich amine.
39 Universitas Indonesia
dimana, komposisi rich amine.
40 Universitas Indonesia
dimana, komposisi rich amine.
41 Universitas Indonesia
dimana, komposisi rich amine.
42 Universitas Indonesia
dimana, komposisi rich amine.
43 Universitas Indonesia
dimana, komposisi rich amine.
44 Universitas Indonesia
dimana, komposisi rich amine.
Gambar 2. 43 Komposisi feed gas setelam melewati membrane dengan efisiensi 99%
Dengan laju absorban 7500 MMSCFD dan laju alir feed gas sebesar 300 MMSCFD
diperoleh hasil sebagai berikut:
45 Universitas Indonesia
Laju alir produk sebesar 253 MMSCFD dengan komposisi.
46 Universitas Indonesia
Gambar 2. 47 Hasil simulasi dengan Hysys
47 Universitas Indonesia
KESIMPULAN
1. Skenario yang digunakan untuk pengolahan gas alam menjadi LNG pada offshore,
yaitu Mercury Removal, Gas Sweetening, dan Gas Dehydration.
2. Teknologi yang digunakan yaitu:
- Mercury Removal : non-regenerative mercury removal unit dengan katalis
metal sulphide impregnated carbon active
- Gas Sweetening : Kombinasi teknologi membran dan absorpsi dengan
sulfinol-M
- Gas Dehydration : Kombinasi absorpsi glikol dan adsorspi molecular sieve
3. Amine gas sweetening dapat menurunkan konsentrasi gas asam yang terkandung di
dalam gas alam. namun apabila kandungan dari CO2 dalam gas asam tersebut terlalu
tinggi, kinerja amine jadi menurun sehingga dibutuhkan amine dalam jumlah yang
banyak yang mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah produk. maka dari itu
sebelum memasuki gas sweetening perlu dipasang teknologi membran untuk
memisahkan gas CO2 semaksimal mungkin.
48 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, John M. (1997). Gas Conditioning And Processing , Volume I dan II.Seventh
Edition. United States: Campbell Petroleum Series
Ebenezer, S. and Gudmundsson, J., Removal of carbon dioxide from natural gas for LNG
Production, technical Project Work (Institute of Petroleum Technology Norwegian)
University of Science and Technology, Trondheim, 2005
J.C. Polasek, G. A. Iglesias-Silva, Using Mixed Amine Solution for Gas Sweetening, Bray
Research and Engineering Inc., Technical Paper 2006
Michael, Z. and Cameron, I., Sulfinol process for CO2 removal, Windsor, Canada, 2004
49 Universitas Indonesia