Jurnal Abad
Jurnal Abad
Abstract
This article seeks to explain that in the field of health policy applied post-independence
Indonesia is always influenced by social, economic, and political. At the beginning of
independence, Sukarno government is still looking for a proper concept of health policy
for the people of Indonesia amid economic limitations of foreign exchange, socio-
political dynamics, as well as the release of Indonesian action of the United Nation
membership. In the New Order era many measures taken to build infrastructure and
to continue the concept of health policies that have been built in an earlier era with
the main purpose of expanding access to the Indonesian people in various areas of the
health service. While the Reformasi era, health policy does not stand alone but become
part of the development of human resources which refers to the Human Development
Index. Decentralization as one of the spirit of reform also occurred in the health field
that gives more powers to the regions to improve public health.
Keywords: health policy, public health, Indonesia, New Order, Reformation era.
T
ulisan singkat ini menggam- dengan segala fungsi dan perangkatnya
barkan tentang kebijakan memandang dan menerapkan kebijakan
kesehatan yang diterapkan kesehatan yang sesuai bagi masyarakat.
Pemerintah Indonesia dalam
Tujuan utama pemerintah dalam
upaya membangun kesehatan masyarakat
kebijakan bidang kesehatan adalah
sejak kemerdekaan hingga kini. Pada era
meningkatkan kualitas kesehatan
Sukarno, kebijakan kesehatan merupakan
masyarakat. Keberhasilan tujuan ini
bagian penting pemerintahannya karena
sangat dipengaruhi oleh penentuan pilihan
dalam kurun itu proses dekolonisasi dan
kebijakan kesehatan yang diambil dan
modernisasi dalam wacana kebijakan
diterapkannya. Selain masalah kesehatan
kesehatan menguat. Dalam hal ini,
itu sendiri, suatu kebijakan kesehatan
dekolonisasi dan modernisasi bisa
pemerintah juga dipengaruhi oleh kondisi
dipahami sebagai kebijakan kesehatan
sosial, ekonomi, dan politik yang sedang
yang antikolonial seiring dengan semakin
berkembang. Bahkan juga dipengaruhi oleh
menguatnya peran dan struktur negara
kondisi ekonomi dan politik internasional
(Vickers 2005). Intinya, bagaimana negara
146
Politik Kesehatan Masyarakat di INdonesia Setelah Kemerdekaan 146 - 162
147
JEJAK NUSANTARA
Volume 03 Agustus 2015
148
Politik Kesehatan Masyarakat di INdonesia Setelah Kemerdekaan 146 - 162
jumlah tenaga medis dan paramedis nasional di bidang kesehatan yang pada
menjadi 1.504 dokter, 260 dokter gigi, 108 waktu itu berpengaruh besar. Upaya
apoteker, 1.074 asisten apoteker, 1.838 pemimpin nasional dalam melakukan
bidan, 6.727 perawat dan 64 orang analis colonial counterpart sangat jelas terlihat
(Berita Kementerian Kesehatan Republik dalam pemikiran Leimina dan Raden
Indonesia, No. I/1956: 8). Mochtar mengenai konsep rural health
atau kesehatan masyarakat.
Dalam infrastruktur kesehatan,
hingga 1950 Pemerintah Indonesia hanya Untuk mencari kebijakan kesehatan
memiliki 69 rumah sakit di seluruh yang tepat, diadakan Konferensi
wilayah Indonesia, dengan perincian Dinas Kesehatan se-Indonesia pada
10 buah rumah sakit umum yang baru 1951. Konferensi itu bertujuan utama
dibangun, 24 rumah sakit umum lama menyusun kebijakan kesehatan nasional
yang diperluas, 13 rumah sakit khusus yang antara lain mencakup berbagai
yang baru dibangun, dan 22 rumah sakit permasalahan kesehatan yang sedang
khusus lama yang diperluas. Pada 1953 dihadapi pemerintah pada saat itu yaitu
terdapat tiga golongan rumah sakit umum pemberantasan penyakit menular (cacar,
yaitu 412 rumah sakit umum dan khusus framboesia, pes, malaria, kusta, kelamin,
milik pemerintah (kapasitas 35.016 tuberkulose) dan upaya-upaya di bidang
tempat tidur), 123 rumah sakit umum kesehatan rakyat (perbaikan gizi,
dan khusus milik swasta yang dikelola penyuluhan kesehatan, dan kesehatan ibu
oleh pemerintah (kapasitas 11.190 tempat dan anak). Dalam rangka penyelenggaraan
tidur) , dan 145 rumah sakit umum dan kegiatan ini, pemerintah Indonesia
khusus yang dimiliki dan dikelola oleh mendapatkan bantuan dana dari lembaga-
swasta (kapasitas 16.222 tempat tidur). lembaga internasional seperti WHO,
Dengan demikian pada 1953 di Indonesia FAO, UNESCO, UNICEF dan USAID
terdapat 680 rumah sakit berkapasitas (Sihombing 2007: 95).
62.428 tempat tidur; berarti 8 tempat tidur
Johannes Leimena1 dan Patah
di rumah sakit untuk 10.000 penduduk
mencetuskan gagasan sistem pelayanan
di Indonesia. Pada 1959 jumlah rumah
sakit meningkat menjadi 620 rumah sakit
1
Johannes Leimena memiliki karir birokrasi pan-
jang dalam bidang kesehatan pada era Presiden Su-
umum (milik pemerintah dan swasta) karno, antara lain pernah menjabat sebagai Wakil
dengan kapastas 55.568 tempat tidur dan Menteri Kesehatan Kabinet Sjahrir III (2 Oktober
1946–27 Juni 1947), Menteri Kesehatan Kabi-
220 rumah sakit khusus (milik pemerintah net Amir Sjarifuddin I (3 Juli 1947–11 November
dan swasta) dengan kapasitas 19.080 1947), Menteri Kesehatan Kabinet Amir Sjarifud-
din II (11 November 1947–29 Januari 1948), Men-
tempat tidur (Leimena 1955: 31). teri Kesehatan Kabinet Hatta I (29 Januari 1948–4
Agustus 1949), Menteri Kesehatan Kabinet Repub-
Setelah 1950-an, pemikiran kebijakan lik Indonesia Serikat (20 Desember 1949–6 Sep-
yang muncul adalah bagaimana sistem tember 1950), Menteri Kesehatan Kabinet Natsir
(6 September 1950–20 Maret 1951), Menteri Kes-
kesehatan yang ideal dan fungsi negara ehatan Kabinet Sukiman-Suwirjo (27 April 1951–3
dalam memelihara dan meningkatkan April 1952), Menteri Kesehatan Kabinet Wilopo (3
April 1952–30 Juli 1953) dan Menteri Kesehatan
kesehatan masyarakat. Wacana kebijakan Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955–
kesehatan pada periode ini dapat dilihat 24 Maret 1956).
dari pemikiran para tokoh pemimpin
149
JEJAK NUSANTARA
Volume 03 Agustus 2015
150
Politik Kesehatan Masyarakat di INdonesia Setelah Kemerdekaan 146 - 162
faktor penting untuk pelaksanaan program perannya yang vital itu, BKIA kemudian
tersebut secara efektif (Departemen menjadi garda terdepan dalam pelayanan
Kesehatan 1990: 8). kesehatan masyarakat di Indonesia
terutama di wilayah perdesaan.
Untuk melancarkan pelaksanaan
konsep pelayanan terpadu, dipilih delapan Selama kurun 1950-an itu pula
wilayah pengembangan kesehatan kebijakan rural health system belum dapat
masyarakat, yaitu di Indrapura (Sumatra dikembangkan secara luas karena kondisi
Utara), Metro (Lampung), Bojong Loa politik dan keuangan negara yang belum
(Jawa Barat), Salaman (Jawa Tengah), stabil. Namun, upaya perintisan untuk
Godean (Yogyakarta), Mojosari (Jawa mewujudkan kebijakan kesehatan integral
Timur), Kesiman (Bali) dan Barabai dengan sistem itu sudah mulai dilakukan
(Kalimantan Selatan) (Notoatmodjo 2005: dengan membentuk percontohan di
24). Pada kedelapan wilayah tersebut beberapa wilayah seperti Percontohan
dibangun pusat pelayanan kesehatan Kesehatan Masyarakat Desa Pusat di
masyarakat perdesaan yang merupakan Kecamatan Cikarang, Bekasi, Kecamatan
cikal bakal Puskesmas. Selain pelaksanaan Mojosari (Mojokerto), Salaman
program kesehatan di beberapa daerah, (Magelang), Bojongloa (Bandung),
sebuah program kesehatan yang berhasil Kaseman (Denpasar), Metro (Lampung),
memadukan upaya kuratif dan preventif Indrapura (Sumatra Utara), Kutaraja
dan menekankan partisipasi masyarakat (Banda Aceh), Godean (Yogyakarta), dan
dalam pelayanan kesehatan adalah Barabai di Kalimantan Selatan (Satrio
pemberantasan penyakit frambusia yang 1980: 141).
dipelopori dr. Kodijat dengan bantuan
Hasil upaya pembangunan kesehatan itu
WHO dan UNICEF (Subagyo 1983: 23)
terlihat paling tidak pada angka kematian
Pada kurun 1950-an, di tingkat bayi, anak dan ibu. Pada awal 1950-an,
kecamatan ditempatkan dua kader angka kematian anak di bawah 5 tahun di
kesehatan yang terdiri dari seorang juru Indonesia mencapai 50–60 persen, angka
hygiene dan seorang bidan yang bertugas kematian bayi mencapai 100–150 persen,
di BKIA (Balai Kesehatan Ibu dan Anak). dan angka kematian ibu bersalin mencapai
Jumlah BKIA meningkat cepat pada 0,7 persen dari kematian umum. Angka
periode itu, dari 387 buah pada 1951 itu menurun pada awal 1960-an; angka
menjadi 2.300 buah pada 1959. Hal yang kematian umum tercatat 17 per 1000 jiwa
membuat menarik para ibu mendatangi penduduk, angka kematian bayi 110 per
BKIA kala itu adalah pembagian sabun, 1000 kelahiran hidup, angka lahir mati 20
susu, dan vitamin secara gratis yang per 1000 kelahiran, dan angka kematian
diperoleh dari bantuan UNICEF. Selain ibu melahirkan 4 per 1000 penduduk
berfungsi sebagai pelopor kesehatan (Almanak Kesehatan 1962: 39).
masyarakat di tingkat perdesaan, BKIA
Prestasi penting dalam kebijakan
juga melakukan pelatihan terhadap dukun
kesehatan rakyat di bidang legislasi pada
bayi yang kedudukannya masih kuat
periode Demokrasi Terpimpin adalah
dalam pertolongan persalinan masyarakat
penyelesaian undang-undang kesehatan
desa di Indonesia pada waktu itu. Dengan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Gotong
151
JEJAK NUSANTARA
Volume 03 Agustus 2015
Royong, yakni Undang-Undang No. buah (milik swasta) pada 1964 (Satrio
9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok 1980: 132). Sementara itu, dengan usaha
Kesehatan. Selain itu, diselesaikan swadaya daerah, pembangunan BKIA
beberapa peraturan lain yang mendukung dan poliklinik cukup menggembirakan
terciptanya kualitas kesehatan masyarakat pada periode 1960-an sehingga jumlahnya
yang lebih baik. Beberapa kebijakan meningkat secara signifikan. Pada 1960
kesehatan dalam aspek kuratif yang jumlah BKIA di seluruh Indonesia
berhasil diselesaikan antara lain pembuatan mencapai 2.552 buah, dan menjadi 4.269
vaksin BCG di Laboratorium PN Bio buah pada 1964. Peningkatan jumlah
Farma Bandung, peningkatan produksi BKIA juga disertai dengan peningkatan
vaksin untuk pencegahan penyakit seperti jumlah kunjungan.
cacar, kolera, tifus, rabies dan lain-lain, Di sisi lain, penyebaran tenaga
meningkatkan pemberantasan malaria kesehatan, terutama dokter, berjalan lancar
di Jawa, Madura, Bali, Lampung. Selain berkat undang-undang wajib kerja sarjana
itu, di beberapa wilayah masih diteruskan dan wajib kerja militer. Dukungan penuh
usaha lanjutan pemberantasan penyakit dari Komando Tertinggi dan Komando
frambusia, kusta, TBC, dan mata (Satrio Gabungan Militer ikut membiayai
1980: 87). pengiriman tenaga kesehatan ke seluruh
Bagaimanapun, pembangunan pelosok Nusantara. Untuk menanggulangi
proyek kesehatan pada periode 1960- epidemi luar biasa terhadap penyakit
an terkendala karena kondisi keuangan malaria pada waktu itu dilakukan
negara yang sedang mengalami krisis. pemberantasan di berbagai daerah di Tanah
Hanya proyek pembangunan yang Air. Kemudian dibentuk organisasi khusus
sudah dianggarkan sebelum 1960 yang Kopem (Komando Operasi Pembasmian
dilanjutkan pengerjaannya seperti Malaria) sebagai task force Departemen
pembangunan rumah sakit umum pusat Kesehatan dengan tugas mengintensifkan
(RSUP) di berbagai wilayah. Oleh karena pembasmian malaria. Dari sebutannya
itu jika dibandingkan dengan tahun 1959 dapat diketahui bahwa operasional
jumlah RSUP di Indonesia pada 1964 lembaga ini bersifat semimiliter. Dalam
tidak mengalami penambahan yaitu kegiatannya Kopem berprinsip mencapai
tetap tujuh RSUP, hanya jumlah tempati suatu total coverage yaitu melakukan
tidurnya yang bertambah. Jenis rumah penyemprotan ke seluruh bangunan yang
sakit yang mengalami peningkatan jumlah dihuni manusia. Penyemprotan yang
adalah rumah sakit umum menjadi 637 dilakukan oleh Kopem menggunakan
(milik pemerintah dan swasta) dengan bahan DDT dan dieldrin. Pada waktu itu,
kapasitas tempat tidur 55.213 buah dan dengan mudah dapat dijumpai “pasukan
rumah sakit khusus menjadi 279 (milik penyemprot DDT” di berbagai daerah.
pemerintah dan swasta) dengan kapasitas Kebijakan kesehatan pemerintah era
tempat tidur 20.485 buah. Jumlah Balai pemerintahan Sukarno begitu tergantung
Pengobatan juga mengalami kenaikan dari dengan bantuan dan kerja sama dari
3497 buah (milik pemerintah) dan 446 lembaga-lembaga internasional yang
buah (milik swasta) pada 1959 menjadi sebagian besar berada di bawah naungan
3968 buah (milik pemerintah) dan 920 Perserikatan Bangsa-Bangsa seperti
152
Politik Kesehatan Masyarakat di INdonesia Setelah Kemerdekaan 146 - 162
153
JEJAK NUSANTARA
Volume 03 Agustus 2015
pada April 1968. Rapat Kerja bertujuan (Departemen Kesehatan 1990: 12). Pada
menyusun program kesehatan nasional 1979, kelembagaan Puskesmas tidak lagi
yang akhirnya digunakan sebagai landasan dikategorikan berdasarkan tipe, melainkan
menyusun Rencana Pembangunan Lima dikembangkan piranti manajerial
Tahun (Pelita) I bidang kesehatan. Selain perencanaan dan penilaian Puskesmas
itu, dalam rapat kerja juga ditetapkan yaitu Micro Planning dan Stratifikasi
bahwa Puskesmas merupakan suatu Puskesmas.
unit pelayanan kesehatan yang memberi
Untuk meningkatkan pelayanan
pelayanan kuratif dan preventif secara
kesehatan primer kepada masyarakat
terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau
dengan jangkauan yang lebih luas,
dalam suatu wilayah kerja kecamatan atau
pemerintah Orde Baru mengambil
sebagian kecamatan di kabupaten atau
kebijakan mempercepat pembangunan
kotamadya. Unit pelayanan yang lebih
jumlah Puskesmas. Hasilnya, jika pada
kecil disebut Puskesmas Pembantu yang
akhir Pelita I jumlah Puskesmas sebanyak
dibangun untuk menyediakan pelayanan
2.343 buah maka pada akhir Pelita II
terbatas bagi wilayah yang lebih kecil di
meningkat menjadi 4.353 Puskesmas.
bawah wewenang Puskesmas. Dengan
Selain itu proporsi jumlah dokter yang
kata lain, konsep Puskesmas merupakan
bekerja di Puskesmas juga meningkat
penggabungan BKIA dan balai pengobatan
dari 34 persen pada akhir Pelita I menjadi
dengan pelayanan ibu dan anak serta
89 persen pada akhir Pelita II (Sulianti
pelayanan poliklinik di bawah satu atap
1974: 10). Jika pada Pelita I program
(Departemen Kesehatan 2004: 42)
kesehatan masyarakat di Indonesia lebih
Dalam perkembangan, pada 1969, menekankan pada peningkatan sarana dan
hanya ada dua tipe Puskesmas yaitu Tipe prasarana kesehatan, maka pada Pelita
A dan Tipe B. Puskesmas Tipe A dikepalai II lebih difokuskan pada peningkatan
oleh seorang dokter dibantu oleh 8–10 kesehatan penduduk.
orang tenaga paramedis yang terdiri
Berhubung ketersediaan infrastruktur
dari seorang bidan, 3 perawat, seorang
kesehatan tidak secara langsung
sanitarian, seorang dokter gigi, dan 4
berdampak pada peningkatan kesehatan
pembantu. Sementara Puskesmas Tipe
penduduk, pemerintah Orde Baru mulai
B dikelola oleh tenaga paramedis saja.
mengembangkan pentingnya ikut serta
Secara hirakis Puskesmas Tipe A berada
masyarakat dalam penyelenggaraan usaha-
di tingkat kabupaten dan mengawasi
usaha kesehatan. Oleh karena itu, pada
3–5 Puskesmas Tipe B yang berada pada
1975 Departemen Kesehatan membentuk
tingkat kecamatan, sedangkan Puskesmas
Panitia Kerja untuk menyiapkan konsep
Tipe B mengawasi 3–5 Puskesmas desa
program Pembangunan Kesehatan
(Soebekti 1980: 15). Model ini diterapkan
Masyarakat Desa (PKMD). Landasan
untuk menyesuaikan keterbatasan sumber
dasar pengembangan PKMD adalah
daya manusia bidang kesehatan terutama
sejarah budaya bangsa Indonesia yang
dokter di Indonesia. Pada 1969, satu
telah turun-temurun, yakni gotong
orang dokter harus melayani 100.000
royong dan musyawarah. Kemudian,
hingga 200.000 penduduk di perdesaan
dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional
154
Politik Kesehatan Masyarakat di INdonesia Setelah Kemerdekaan 146 - 162
155
JEJAK NUSANTARA
Volume 03 Agustus 2015
147,3 juta terdapat 12.939 dokter, yang di perguruan tinggi negeri maupun swasta
berarti satu orang dokter melayani 11,4 telah meluluskan dokter Indonesia (Husin
ribu penduduk. Sementara pada sensus 1995: 252).
1990, dengan jumlah penduduk Indonesia
Setelah melalui lima tahap Pelita dalam
tercatat 179,2 juta orang, Indonesia sudah
membangun sektor kesehatan, Indonesia
memiliki 25.125 orang dokter (pada
berhasil melakukan terobosan pemerataan
1992); artinya satu orang dokter melayani
dalam bidang kesehatan. Berdasarkan
7,1 ribu penduduk (Ricklefs 2005: 601–2).
serangkaian penilaian, pada 18 Februari
Di sisi lain, pembangunan infrastruktur
1991 WHO memberikan penghargaan The
kesehatan juga meningkat secara
Health for All kepada Indonesia (Antara
signifikan. Jika pada awal 1970-an, jumlah
2008: 568). Berhubungan dengan hal itu,
Puskesmas di Indonesia sebanyak 3679
Kompas edisi 18 Februari 1991 mencatat
buah maka pada 1998 meningkat menjadi
beberapa kegiatan di bidang kesehatan
7181; artinya hampir semua kecamatan
sebagai berikut.
di Indonesia telah memiliki Puskesmas.
Sementara jumlah Pos Pelayanan Terpadu 1.
Dunia dibuat tercengang ketika
(Posyandu) pada 1984 berjumlah 200.000 Presiden Soeharto menerima delapan
buah dari 65.517 desa yang tersebar di orang bekas penyandang penyakit
seluruh pelosok Indonesia (Departemen kusta di Bina Graha dalam rangka
Kesehatan 1992: 25) pekan olah raga penyandang kusta
(1998). Presiden bersedia berjabat
Peningkatan jumlah dokter di
tangan dengan mereka.
Indonesia selama pemerintahan Orde
Baru juga merupakan keberhasilan dari 2. Program imunisasi sebagai upaya
program pendidikan dokter di Indonesia. dini pencegahan kematian bayi,
Pada masa pemerintahan Sukarno, berdampak positif dalam menurunkan
jumlah perguruan tinggi (negeri) yang angka kematian bayi; pada 1971
memiliki fakultas kedokteran masih angka kematian bayi 142 per 1000,
terbatas, antara lain Universitas Airlangga berkurang menjadi 112 per 1000 pada
di Surabaya, Universitas Indonesia di 1980; kemudian berhasil diturunkan
Jakarta, Universitas Gadjah Mada di lagi menjadi 75 per 1000 bayi pada
Yogyakarta, Universitas Andalas di 1985. Artinya selama 9 tahun terjadi
Padang, Universitas Padjadjaran di penurunan angka kematian bayi rata-
Bandung, Universitas Sumatera Utara rata 3,3 persen.
di Medan, dan Universitas Brawijaya di 3. Dunia dibuat lebih yakin dengan
Malang. Beberapa fakultas kedokteran pencanangan pemberian ASI (air
yang didirikan pada akhir pemerintahan susu ibu) oleh Presiden Soeharto
Sukarno ditambah fakultas kedokteran bertepatan dengan Hari Ibu dan Hari
di perguruan tinggi baru yang didirikan Kesetiakawanan Nasional pada 1990.
pada masa pemerintahan Orde Baru telah Pada 1979, tercatat hanya 18 persen
berkontribusi signifikan terhadap jumlah bayi di Kota Jakarta yang mendapat
dokter di Indonesia. Hingga 1995, tidak ASI; tahun 1984 naik menjadi 24,8
kurang dari 25 fakultas kedokteran baik persen; di Kota Semarang hanya 30
156
Politik Kesehatan Masyarakat di INdonesia Setelah Kemerdekaan 146 - 162
persen bayi yang diberi ASI pada angka kematian ibu yang melahirkan
1983, dan naik menjadi 51,5 pada di Indonesia mencapai 650 di antara
tahun berikutnya; sementara di Kota 100.000 kelahiran. Hal itu mencerminkan
Denpasar hanya 10 persen bayi yang masih kurang tersedia kesempatan untuk
mendapat ASI pada 1980, dan naik mendapatkan perawatan kesehatan
menjadi 18,07 persen pada 1986. baik sebelum, selama, maupun setelah
melahirkan. Satu-satunya negara di Asia
Selain peningkatan pembangunan
Tenggara yang angka kematian ibu lebih
infrastruktur pelayanan kesehatan primer
tinggi dibandingkan dengan Indonesia
dan sumber daya manusia, pemerintah
adalah Kamboja (Ricklefs 2005: 603,
Orde Baru juga berhasil meningkatkan
Booth, 2001: 211).
kualitas kesehatan masyarakat Indonesia.
Paling tidak hal itu terlihat pada indikator KESEHATAN MASYARAKAT PADA
menurunnya angka kematian. Selama
ERA DESENTRALISASI
seperempat abad pemerintahan Orde
Baru, angka kematian bayi di Indonesia Pertengahan tahun 1997, pertumbuhan
berkurang sebanyak dua pertiga, dari 145 ekonomi Indonesia yang dibanggakan
per 1000 pada 1967 menjadi 51 per 1000 pemerintah Orde Baru tidak mampu
pada 1991 dan menjadi 48 per 1000 pada menahan hantaman krisis ekonomi
1995. Angka kematian ibu melahirkan per yang melanda Asia. Krisis ekonomi ini
100.000 kelahiran hidup menurun dari kemudian berdampak pada berbagai
450 pada 1986 menjadi 425 pada 1992. aspek kehidupan masyarakat di Indonesia
Prevalensi kurang energi protein (KEP) sehingga timbul krisis multidimensi,
total pada anak balita menurun dari 48,2 tidak terkecuali dalam bidang kesehatan
persen pada 1978 menjadi 40 persen pada masyarakat. Penurunan daya beli
1992 (Poesponegoro dan Notosusanto masyarakat karena kenaikan harga bahan
[ed.] 1993: 254) Sementara pada periode pangan mengakibatkan pula menurunnya
yang sama harapan hidup masyarakat status gizi masyarakat. Penelitian di
Indonesia meningkat 2 per 5 lebih panjang, berbagai daerah telah membuktikan
dari 45 tahun menjadi 65 tahun (Booth hal tersebut. Pengamatan Posyandu di
2001: 210). Sulawesi Selatan menemukan KEP nyata
balita dari 5,7 persen pada 1997 meningkat
Namun, baik menurut Ricklefs maupun menjadi 14,9 persen pada 1999. Penurunan
Booth, prestasi pemerintah Orde Baru itu status gizi balita tersebut nyata sebagai
kurang mengesankan jika dibandingkan akibat kekurangan kalori atau protein
dengan pencapaian negara-negara di Asia sesaat, terbukti dari hasil penelitian yang
yang lain. Pada 1990, angka kematian menunjukkan angka malnutrisi akut anak
bayi dan anak di Indonesia ternyata lebih di bawah 2 tahun meningkat dari 9,9
tinggi dibandingkan angka yang sama di persen pada 1997 menjadi 14,4 persen
Cina, Filipina, dan Vietnam, walaupun pada 1999 (Juanita 2003: 53). Secara
Pendapatan Domestik Bruto per kapita umum krisis ekonomi menyebabkan
di Indonesia pada waktu itu lebih tinggi penurunan kinerja pelayanan kesehatan
dibanding negara-negara tersebut. masyarakat khususnya Puskesmas, BDD
Masih dalam tahun yang sama, rata-rata dan Posyandu.
157
JEJAK NUSANTARA
Volume 03 Agustus 2015
158
Politik Kesehatan Masyarakat di INdonesia Setelah Kemerdekaan 146 - 162
159
JEJAK NUSANTARA
Volume 03 Agustus 2015
Puskesmas dengan dokter umum dan bidang kesehatan semata namun juga
bidan. kondisi sosial, ekonomi, dan politik
negara, bahkan politik internasional. Pada
Di tingkat Puskesmas, dokter umum
pemerintahan Sukarno, hal itu terbukti
dan bidan melakukan supervisi terhadap
secara jelas. Ketika Indonesia keluar dari
bidan di desa. Pada tingkat kabupaten/
PBB dan kemudian condong ke Blok
kota, bidan supervisor melakukan
Timur, lembaga-lembaga donor di bawah
koordinasi dan supervisi terhadap kegiatan
naungan PBB tidak lagi memberikan
bidan Puskesmas dan bidan di desa di
bantuannya; sebaliknya Indonesia banyak
wilayah kabupaten/kota. Puskesmas
mendapat bantuan dari negara Blok Timur.
dengan tempat tidur melakukan PONED,
Maka ketika Indonesia kembali menjadi
sedangkan Puskesmas tanpa tempat tidur anggota PBB pada masa pemerintahan
hanya memberikan beberapa elemen Orde Baru, kebijakan kesehatan sejalan
pelayanan itu. Seluruh rumah sakit seiring dengan kebijakan kesehatan dunia.
kabupaten/kota dan provinsi melakukan
Pelayanan Obstetri dan Neonatal Walaupun prestasi pemerintahan Orde
Emergensi Komprehensif (Subowo 2010). Baru dalam bidang kesehatan mendapat
pengakuan dunia namun ternyata dalam
Telah disebutkan, sejak Januari waktu yang sama masih tertinggal
2014, JKN diselenggarakan dengan dibandingkan dengan negara-negara di
tujuan menjamin warga negara untuk Asia Tenggara yang lain. Pemerintahan
memperoleh manfaat pemeliharaan yang bersifat sentralistik dan kebijakan
kesehatan dan perlindungan dalam yang bersifat top-down menyebabkan
memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya. akses masyarakat mendapatkan pelayanan
Pelaksanaan JKN merupakan salah satu kesehatan belum merata. Oleh karena itu,
bagian dari sistem jaminan sosial nasional kewenangan pengelolaan kesehatan pada
yang diamanatkan oleh undang-undang masa Reformasi dialihkan dari pemerintah
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pusat ke pemerintah daerah.
dan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial. JKN diselenggarakan oleh BPJS Sejarah kesehatan di Indonesia
memperlihatkan bahwa aspek kesehatan
Kesehatan yang merupakan transformasi
tidak dapat dilepaskan dari aspek
dari PT Askes (Persero). Seluruh
kehidupan yang lain terutama bidang
penduduk, termasuk orang asing yang
ekonomi, sosial, dan politik negara.
telah bekerja paling singkat selama enam
Bersama dengan pendidikan, pengelolaan
bulan di Indonesia diwajibkan ikut serta
kesehatan dalam pemerintahan seyogianya
dalam program jaminan kesehatan ini.
dibebaskan dari kepentingan politik
PENUTUP sesaat. Hal ini sangat mendasar karena
kebijakan atas dua bidang tersebut menjadi
Perjalanan bangsa Indonesia sejak kewajiban negara untuk menghadirkannya
kemerdekaan membuktikan betapa sulit kepada masyarakat secara luas. Tanpa
membangun dan meningkatkan kualitas menghadirkan akses pelayanan kesehatan
kesehatan masyarakat. Penyebabnya, masyarakat yang merata, pemerintah
aspek kesehatan masyarakat tidak hanya tidak akan dapat menikmati pertumbuhan
dipengaruhi oleh permasalahan dalam perekonomian negara yang diharapkan.
160
Politik Kesehatan Masyarakat di INdonesia Setelah Kemerdekaan 146 - 162
161
JEJAK NUSANTARA
Volume 03 Agustus 2015
162