Abstract
Kata kunci : Kemiskinan, Klasifikasi Daerah, Rumah Tangga, Pendidikan, Pekerjaan, Kredit
Usaha
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah yang pernah dan bahkan sampai sekarang masih
dialami oleh seluruh negara di belahan bumi manapun. Kemiskinan adalah kondisi
dimana seseorang atau kelompok orang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya secara bermartabat. Perkembangan
kondisi kemiskinan di suatu negara secara ekonomis merupakan salah satu indikator
untuk melihat perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat. Tak terkecuali di
Indonesia, kemiskinan pun masih dialami dan menimpa Indonesia. Kemiskinan diketahui
sebagai permasalahan yang kompleks, dimana melibatkan faktor-faktor yang saling
berkaitan, diantaranya: tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang
dan jasa, lokasi geografis, gender dan kondisi lingkungan. Kompleksnya permasalahan
ini membuat upaya pengentasan kemiskinan terasa sangat sulit. Bahkan upaya kebijakan
yang dikeluarkan pemerintah belum bisa mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia.
Tabel di bawah ini menunjukkan jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2013.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 21,923.52 ribu orang (8,52%), angka ini
mengalami penurunan sebanyak 6,671.12 ribu jiwa dari keadaan tahun 2013 dengan
jumlah penduduk miskin 28,594.64 ribu jiwa (8,60%). Penurunan angka ini salah satunya
disebabkan, tingkat inflasi yang rendah, pendapatan masyarakat sudah mulai meningkat,
penurunan harga komoditas, dan kenaikan nilai tukar petani. Akan tetapi, dengan
kenaikan harga BBM subsidi pada tahun 2014, kemungkinan angka kemiskinan
diprediksi akan meningkat.
Tabel 1.1
Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2013
Penduduk Penduduk
No Provinsi Miskin No Provinsi Miskin
(Ribu Jiwa) (Ribu Jiwa)
1 Aceh 855,72 18 NTB 802,45
2 Sumatera Utara 1390,80 19 NTT 1009,15
3 Sumatera Barat 380,63 20 Kalimantan Barat 394,17
4 Riau 522,53 21 Kalimantan Tengah 145,36
5 Jambi 281,56 22 Kalimantan Selatan 183,28
6 Sumatera Selatan 1108,21 23 Kalimantan Timur 255,91
7 Bengkulu 320,41 24 Kalimantan Utara -
8 Lampung 1134,28 25 Sulawesi Utara 200,16
9 Kep. Bangka Belitung 70,90 26 Sulawesi Tengah 400,10
Penduduk Penduduk
No Provinsi Miskin No Provinsi Miskin
(Ribu Jiwa) (Ribu Jiwa)
10 Kep. Riau 125,02 27 Sulawesi Selatan 857,44
11 DKI Jakarta 375,70 28 Sulawesi Tenggara 326,71
12 Jawa Barat 4382,65 29 Gorontalo 200,97
13 Jawa Tengah 4704,87 30 Sulawesi Barat 154,20
14 DI Yogyakarta 535,19 31 Maluku 322,51
15 Jawa Timur 4865,82 32 Maluku Utara 85,83
16 Banten 682,71 33 Papua Barat 234,23
17 Bali 186,52 34 Papua 1057,98
Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia 21923,52
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013
Kemiskinanpun tidak luput melanda Provinsi Aceh, dimana provinsi ini menempati
posisi 10 besar provinsi dengan jumlah penduduk termiskin di Indonesia. Dengan status
sebagai satu provinsi yang memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terbesar
di Indonesia, tingginya angka kemiskinan di Provinsi Aceh memang menjadi suatu
fenomena yang menarik untuk dibicarakan. Idealnya bila Aceh memiliki banyak uang
(anggaran), maka selayaknya kesejahteraan masyarakatnya akan lebih baik dibandingkan
provinsi lain yang uangnya lebih sedikit. Namun apa yang ada di atas kertas belum tentu
sama dengan fakta di lapangan. Bahkan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh masih
dibawah pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,7%.
Tabel 1.2
Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
di Provinsi Aceh Menurut Klasifikasi Daerah Tahun 2013-2013
Perkotaan
2012 352.056 165,43 12,47
2013 374.261 156,80 11,55
Perdesaan
2012 310.089 711,13 20,97
2013 337.962 698,92 20,14
Perkotaan dan Perdesaan
2012 321.893 876,56 18,58
2013 348.172 855,72 17,72
Sumber: BPS Provinsi Aceh 2012-2013
Persentase penduduk miskin Provinsi Aceh pada tahun 2013 adalah sebesar 17,72%.
Jika dibandingkan dengan persentase penduduk miskin pada tahun 2012 yaitu 18,58%,
berarti persentase penduduk miskin turun 0,86%. Hal ini disebabkan oleh:
(a) Peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui migas dan tanpa migas, (b) Indeks Harga
Konsumen mengalami peningkatan, dan (c) Nilai Tukar Petani tercatat menurun.
Peningkatan angka kemiskinan memang mengalami peningkatan pada wilayah yang
terkena dampak tsunami, namun mulai tahun 2006 angka ini kembali ke tingkat sebelum
tsunami, atau bahkan lebih kecil. Akan tetapi penurunan jumlah kemiskinan tersebut
tidaklah menjamin adanya kemajuan yang merata antar kabupaten/kota di Provinsi Aceh.
Hingga saat ini, Provinsi Aceh masih termasuk salah satu provinsi termiskin se-Sumatera.
Tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh membuat pemerintah harus memberikan
perhatian lebih terhadap upaya pengentasan kemiskinan.
Kadang kala determinan kemiskinan antar daerah itu berbeda-beda, baik berbeda
dalam hal faktor-faktor yang mempengaruhi atau bisa juga perbedaan dalam hal besarnya
pengaruh dari masing-masing faktor tersebut. Perbedaan inilah yang harusnya menjadi
perhatian pemerintah dalam menetapkan sasaran pembangunan. Maka dari itu, perlu
adanya identifikasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga,
khususnya yang terjadi di Provinsi Aceh, sehingga pemerintah dapat merumuskan
kebijakan yang efektif dalam menurunkan angka kemiskinan di Provinsi Aceh.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian adalah untuk: (1) Menganalisis
perkembangan kemiskinan di Provinsi Aceh; (2) Menganalisis karakteristik rumah tangga
miskin di Provinsi Aceh; dan (3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
kemiskinan rumah tangga di Provinsi Aceh.
3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan analisis perkembangan
kemiskinan, karakteristik rumah tangga dan faktor-faktor yang mempengaruhi
kemiskinan rumah tangga di Provinsi Aceh. Selanjutnya, diharapkan hasil penelitian ini
dapat memberikan manfaat bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam
menyusun strategi pembangunan dalam mengurangi kemiskinan yang lebih tepat, efektif
dan efisien.
c. Kriteria Kemiskinan
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan 14 kriteria yang menjadikan sebagai
indikator keluarga miskin, yaitu:
1) Luas lantai bangunan tempat kurang dari 8 m² per orang.
2) Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/rumbia/kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester.
3) Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester.
4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar / bersama-sama dengan rumah tangga
lain.
5) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai.
7) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9) Hanya membeli satu stel pakaian dalam setahun.
10) Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas atau poliklinik.
12) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 0.5ha,
buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerja lainnya
dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,00 per bulan.
13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga adalah tidak sekolah, tidak tamat SD
dan hanya SD.
14) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual, seperti: sepeda motor, (kredit
atau non kredit), emas, ternak, atau barang modal lainya. ( www.depsos.go.id ).
e. Pengukuran Kemiskinan
World Bank Institute (2005) mengemukakan empat alasan kemiskinan harus diukur,
antara lain:
1) Agar orang miskin terus berada dalam agenda dan diperhatikan;
2) Pengidentifikasian orang miskin dan keperluan intervensi mengenai pengentasan
kemiskinan;
3) Pemantauan dan evaluasi proyek atau kebijakan intervensi terhadap orang miskin;
dan
4) Evaluasi efektivitas lembaga-lembaga pemerintah dalam pengentasan kemiskinan.
Selanjutnya, World Bank Institute menyebutkan tiga ukuran agregat kemiskinan yang
bisa dihitung. antara lain:
1) Headcount index (P0) yang secara sederhana mengukur proporsi penduduk
terkategori miskin. Kelebihan dari ukuran kemiskinan ini adalah kemudahannya
dalam penghitungan dan mudah untuk dipahami. Namun, kelemahan headcount
index ialah tidak memperhitungkan intensitas kemiskinan, tidak menunjukkan
seberapa miskin yang miskin, dan tidak berubah jika penduduk di bawah GK
menjadi lebih miskin.
2) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1 atau Poverty Gap Index) yang mengukur rata-
rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap GK.
Semakin tinggi nilai P1 berarti semakin dalam tingkat kemiskinan karena semakin
jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap GK.
3) Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index atau Squared Poverty Gap
Index/P2) yang mengukur sebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.
Semakin tinggi nilai P2 berarti semakin parah tingkat kemiskinan karena semakin
tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.
Di Indonesia sendiri, pengukuran kemiskinan salah satunya dilakukan oleh Badan
Pusat Statistik. BPS merumuskan kemiskinan sebagai ketidakmampuan
seseorang atau rumah tangga dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Pengeluaran per
kapita per bulan dipakai sebagai variabel yang akan dibandingkan dengan besarnya
nilai GK untuk menentukan seseorang dikategorikan miskin atau tidak miskin.
Seseorang yang mempunyai rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK,
dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Tabel diatas memberikan informasi garis kemiskinan Indonesia secara umum pada
semester pertama sebesar Rp. 289.042 perbulan dan pengalami penurunan menjadi
sebesar Rp. 275.779 per bulan pada semester kedua. Untuk garis kemiskinan di
Provinsi Aceh sebesar Rp. 359.217 per bulan dan mengalami peningkatan pada
semester 2 menjadi sebesar Rp. 374.261 per bulan. Angka rata-rata garis kemiskinan
Provinsi Aceh di tahun 2013 sebesar Rp. 366.739 per bulan sehingga jika ditemukan
warga atau penduduk di Provinsi Aceh yang memiliki pendapatan dibawah angka
rata-rata tersebut maka dapat kita kata warga atau penduduk tersebut masuk kategori
miskin.
2. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Alemayuhu Geda, Niek de Jong, Germano Mwabu
dan Mwangi S. Kimenyi (2001) dalam jurnal the Kenya Institute for Public Policy
Research and Analysis (KIPPRA) dengan judul “Determinants Of Poverty In Kenya: A
Household Level Analysis”, menggunakan model logit binomial dan polychotomous
Tujuannya untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan kemiskinan dan
dapat dimodifikasi oleh kebijakan sehingga dapat mengurangi kemiskinan. Hasil Studi ini
menunjukkan bahwa status kemiskinan sangat terkait dengan tingkat pendidikan, ukuran
rumah tangga dan keterlibatan dalam kegiatan pertanian. Selain itu bahwa rumah tangga
yang dikepalai wanita lebih cenderung lebih miskin, sehingga pendidikan perempuan
harus menjadi elemen penting dari kebijakan dalam mengurangi kemiskinan.
Penelitian tentang kemiskinan juga dilakukan oleh Alia, Jossa-Jouable Alia, dan
Fiamohe (2016) dalam jurnal Journal of Economic Studies dengan judul “On Poverty
And The Persistence Of Poverty In Benin” dengan menggunakan model logit dan probit.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor penentu kemiskinan dan persistensi
kemiskinan di Benin. Selain itu juga untuk mengetahui dinamika kemiskinan dan faktor
apa yang menjelaskan mobilitas rumah tangga di sepanjang status kemiskinan dari waktu
ke waktu. Hasil menunjukkan bahwa karakteriktik demografi dan sosial ekonomi rumah
tangga berkorelasi kuat dengan status kemiskinan. Di semua model tampak bahwa,
human capital melalui pendidikan dan keteranpilan tenaga kerja adalah kekuatan agar
dapat keluar dari kemiskinan dan persistensi kemiskinan. Hasil juga menunjukkan bahwa
kebijakan publik dapat berinvestasi dalam pendidikan dan dalam meningkatkan
keterampilan tenaga kerja.
Terdapat juga penelitian yang dilakukan oleh Thai Yoong Mok, Christopher Gan dan
Amal Sanyal tahun 2007 dengan judul “The Determinants of Urban Household Poverty
in Malaysia” didalam Journal of Social Sciences. Tujuan penelitian ini untuk
mengidentifikasi faktor penentu kemiskinan perkotaan di Malaysia dengan menggunakan
regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa human capital secara signifikan
dapat mengurangi risiko miskin sementara pekerja migran lebih rentan terhadap
kemiskinan. Selain itu ukuran rumah tangga seperti anggota rumah tangga dan daerah
juga sebagai faktor penentu yang penting dari hasil kemiskinan di perkotaan Malaysia.
Selanjutnya Nopriansyah, Junaidi dan Etik Umiyati (2015) melakukan penelitian
dalam Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah dengan judul
“Determinan Kemiskinan Rumah Tangga di Provinsi Jambi dengan menggunakan regresi
logistik berganda”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan
kemiskinan di Provinsi Jambi. Untuk menganalisis karakteristik rumah tangga miskin dan
faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga di Provinsi Jambi. Penelitian
menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Provinsi Jambi pada tahun 2012 meningkat
dibandingkan tahun 2011. Karakteriktik rumah tangga miskin di Provinsi Jambi
mayoritas tinggal di daerah pedesaan, kepala rumah tangga miskin adalah laki-laki,
kepala rumah tangga miskin telah dididik di bawah SMP, kepala rumah tangga miskin
yang beerja di sektor pertanian, sebagian besar rumah tangga miskin memiliki anggota
lebih dari empat orang dan rumah tangga miskin tidak pernah memperoleh kredit usaha.
Terakhir, Istanti (2008) dalam penelitian berjudul “Determinan Kemiskinan di
Kabupaten Gunungkidul tahun 2005-2006” dengan menggunakan model logit dengan
metode etimasi Maximum Likelihood Estimator (MLE). Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis determinan kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul tahun 2005 hingga 2006
dan mengidentifikasikan perubahan struktur determinan kemiskinan tahun 2005 dan
tahun 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status kemiskinan di kedua periode
berhubungan kuat dengan wilayah tempat tinggal, ukuran rumah tangga, pekerjaan di
sektor pertanian, tingkat pendidikan dan umur kepala rumah tangga. Selain itu kredit
usaha merupakan determinan penurunan kemiskinan yang penting di tahun 2006.
2. Model Ekonomi
Berdasarkan penjelasan sebelumnya diketahui bahwa yang menjadi variabel respon
atau variabel dependen-nya adalah kemiskinan di Provinsi Aceh. Adapun variabel-
variabel bebas atau variabel-variabel yang mempengaruhi kemiskinan antara lain:
a) Klasifikasi Daerah
Data ini berisikan berapa banyak jumlah keluarga yang menetap di daerah pedesaan
dan berapa banyak jumlah keluarga yang tinggal.
b) Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga (KRT)
Informasi yang dikumpulkan berupa berapa banyak KRT yang berjenis kelamin pria
dan berapa banyak KRT yang berjenis kelamin wanita.
c) Jumlah Anggota Rumah Tangga
Data yang ada menunjukan banyaknya anggota keluarga di masing-masing rumah
tangga baik itu yang bertempat tinggal di pedesaan maupun di perkotaan.
d) Tingkat Pendidikan
Keterangan yang dikumpulkan berupa tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masing
masing KRT tersebut.
e) Bidang Pekerjaan
Informasi yang berhasil diperoleh berisikan mengenai jenis bidang pekerjaan dari
masing-masing keluarga.
f) Program Bantuan Kredit Usaha
Data yang dikumpulkan dilapangan terkait jumlah rumah tangga yang sudah pernah
memperoleh bantuan berupa kredit usaha seperti Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM), Program Pemerintah selain PNMP, Kredit Usaha Rakyat
(KUR), Program Bank selain KUR, Program Koperasi, Perorangan, dan lainnya.
sebelumnya;
c. Jika xi bertambah 1 unit maka 𝑃(𝑦 = 1|𝑥𝑖 ) akan bertumbuh sebesar Marginal
𝑑𝑝
Probabilita (MP); Dimana 𝑀𝑃 = 𝑑𝑥 = 𝛽1 𝑃(𝑦 = 1|𝑥1 )𝑃(𝑦 = 0|𝑥𝑖 )
1
Sedangkan untuk uji signifikansi model menggunakan uji F sama dengan metode OLS
yaitu menggunakan Likelihood Ratio Statistic (LR Stat) yang dihitung dengan formula:
−2[log 𝛽 ^ − log 𝛽 ^ ] dimana:
a. Log Likelihood = log(𝛽 ^ ) adalah nilai maksimum dari fungsi likelihood;
b. Restricted Log Likelihood = log(𝛽 ^ ) adalah nilai log likelihood ketika seluruh slope
= 0.
LR chi2(6) = 947.71
------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------+----------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------
--------------------------------------------------
--------------------------------------------------
Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan:
1) Specitivity: observasi hasil negative yang dinyatakan secara negative secara
benar sebesar 26.65%;
2) Sensitivity: observasi hasil positive yang dinyatakan secara positive secara benar
sebesar 94.34%;
3) Secara keseluruhan model mampu menyatakan secara benar sebesar 74.14%
:
Tabel 4.4
Perhitungan Efek Marginal Dari Setiap Variabel
y = Pr(Pendapatan) (predict)
= .71630888
------------------------------------------------------------------------------
variable | dy/dx Std. Err. z P>|z| [ 95% C.I. ] X
---------+--------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------
2. Saran
a. Agar permasalahan kemiskinan di Provinsi Aceh dapat teratasi dengan baik, maka
pemerintah diharapklan melakukan perbaikan kondisi perekonomian masyarakat
Aceh. Dengan kondisi perekonomian yang baik maka akan tercipta lapangan kerja
yang baru, dan akhirnya akan dapat menaikkan pendapatan perkapita masyarakat.
b. Program pengentasan kemiskinan di Provinsi Aceh harus mengedepankan
masyarakat yang tinggal di daerah perdesaan, rumah tangga dengan kepala rumah
tangga perempuan, perbaikan pendidikan, para petani, dan mampu memberikan
kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya keluarga berencana. Program bantuan
kredit usaha kepada rumah tangga miskin masih dirasakan sebagai bantuan yang
paling efektif dalam mengentaskan kemiskinan, karena mayoritas rumah tangga
miskin belum pernah memperoleh bantuan kredit usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2009-2013. Statistik Indonesia Tahun 2009-2013. Jakarta Pusat: BPS.
Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2013. Jakarta Pusat: BPS.
Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh.2013. Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
Provinsi Aceh Tahun 2013. Aceh: BPS.
Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2009-2013. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2013. Aceh:
BPS.
Pusat Penelitian Kependudukan. 2014. Pengukuran Kemiskinan: Sebuah Pendekatan Ekonomi.
[diakses pada: Selasa, 29 Mei 2018, dalam tautan http://kependudukan.lipi.go.id/id/kajian-
kependudukan/kemiskinan/166-pengukuran-kemiskinan-sebuah-pendekatan-ekonomi].
Kartasasmita, G, 1997, Kemiskinan, Balaipustaka, Jakarta.
Geda, Alemayuhu, Dkk. Determinants Of Poverty In Kenya: A Household Level Analysis. the
Institute of Social Studies and the Kenya Institute for Public Policy Research and Analysis
(KIPPRA)
Mok, Thai Yoong; Gan, Christopher; Sanyal, Amal. 2007. The Determinants Of Urban
Household Poverty In Malaysia. Journal of Social Sciences 3 (4): 190-196.
Mudrajat, Kuncoro. 2010. Masalah, Kebijakan, dan Politik Ekonomika Pembangunan. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Nopriansyah, Dkk. 2015. Determinan Kemiskinan Rumah Tangga di Provinsi Jambi. Jurnal
Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 2 No. 3, Januari-Maret 2015.
Todaro, Michael P dan Smith, S.C. 2006 . Pembangunan Ekonomi, edisi kesembilan. Erlangga.
Jakarta.