Anda di halaman 1dari 24

DETERMINAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI ACEH

Abstract

Kemiskinan merupakan suatu kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam memenuhi


kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya yang dapat menjamin terpenuhinya standar kualitas
hidup. Kondisi kemiskinan di suatu negara secara ekonomis merupakan salah satu indikator
untuk melihat perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia, tingkat kemiskinan
sebenarnya menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun, namun penurunan tersebut tidaklah
menjamin adanya kemajuan yang merata antar provinsi di Indonesia, seperti Provinsi Aceh yang
merupakan salah satu provinsi termiskin Indonesia. Dikarenakan faktor yang mempengaruhi
kemiskinan antar daerah berbeda-beda, hal ini membuat upaya pengentasan kemiskinan terasa
sangat sulit. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis perkembangan
kemiskinan di Provinsi Aceh (2) untuk menganalisis karakteristik rumah tangga miskin di
Provinsi Aceh (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga di
Provinsi Aceh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh pada tahun 2013
menurun dibandingkan tahun 2012. Karakteristik rumah tangga miskin di Provinsi Aceh adalah
mayoritas tinggal di daerah pedesaan, mayoritas kepala rumah tangga miskin adalah perempuan,
mayoritas kepala rumah tangga miskin di Provinsi Aceh dididik di bawah SMP, mayoritas kepala
rumah tangga miskin bekerja di sektor pertanian, sebagian besar rumah tangga miskin memiliki
anggota lebih dari empat orang dan mayoritas rumah tangga miskin di Provinsi Aceh tidak
pernah memperoleh kredit usaha. Berdasarkan analisis regresi logistik ditemukan bahwa variabel
yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga di Provinsi Aceh adalah klasifikasi
desa/kelurahan, jenis kelamin kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, tingkat
pendidikan kepala rumah tangga, sektor pekerjaan kepala rumah tangga dan bantuan kredit usaha
yang diterima oleh rumah tangga

Kata kunci : Kemiskinan, Klasifikasi Daerah, Rumah Tangga, Pendidikan, Pekerjaan, Kredit
Usaha
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah yang pernah dan bahkan sampai sekarang masih
dialami oleh seluruh negara di belahan bumi manapun. Kemiskinan adalah kondisi
dimana seseorang atau kelompok orang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya secara bermartabat. Perkembangan
kondisi kemiskinan di suatu negara secara ekonomis merupakan salah satu indikator
untuk melihat perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat. Tak terkecuali di
Indonesia, kemiskinan pun masih dialami dan menimpa Indonesia. Kemiskinan diketahui
sebagai permasalahan yang kompleks, dimana melibatkan faktor-faktor yang saling
berkaitan, diantaranya: tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang
dan jasa, lokasi geografis, gender dan kondisi lingkungan. Kompleksnya permasalahan
ini membuat upaya pengentasan kemiskinan terasa sangat sulit. Bahkan upaya kebijakan
yang dikeluarkan pemerintah belum bisa mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia.
Tabel di bawah ini menunjukkan jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2013.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 21,923.52 ribu orang (8,52%), angka ini
mengalami penurunan sebanyak 6,671.12 ribu jiwa dari keadaan tahun 2013 dengan
jumlah penduduk miskin 28,594.64 ribu jiwa (8,60%). Penurunan angka ini salah satunya
disebabkan, tingkat inflasi yang rendah, pendapatan masyarakat sudah mulai meningkat,
penurunan harga komoditas, dan kenaikan nilai tukar petani. Akan tetapi, dengan
kenaikan harga BBM subsidi pada tahun 2014, kemungkinan angka kemiskinan
diprediksi akan meningkat.
Tabel 1.1
Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2013
Penduduk Penduduk
No Provinsi Miskin No Provinsi Miskin
(Ribu Jiwa) (Ribu Jiwa)
1 Aceh 855,72 18 NTB 802,45
2 Sumatera Utara 1390,80 19 NTT 1009,15
3 Sumatera Barat 380,63 20 Kalimantan Barat 394,17
4 Riau 522,53 21 Kalimantan Tengah 145,36
5 Jambi 281,56 22 Kalimantan Selatan 183,28
6 Sumatera Selatan 1108,21 23 Kalimantan Timur 255,91
7 Bengkulu 320,41 24 Kalimantan Utara -
8 Lampung 1134,28 25 Sulawesi Utara 200,16
9 Kep. Bangka Belitung 70,90 26 Sulawesi Tengah 400,10
Penduduk Penduduk
No Provinsi Miskin No Provinsi Miskin
(Ribu Jiwa) (Ribu Jiwa)
10 Kep. Riau 125,02 27 Sulawesi Selatan 857,44
11 DKI Jakarta 375,70 28 Sulawesi Tenggara 326,71
12 Jawa Barat 4382,65 29 Gorontalo 200,97
13 Jawa Tengah 4704,87 30 Sulawesi Barat 154,20
14 DI Yogyakarta 535,19 31 Maluku 322,51
15 Jawa Timur 4865,82 32 Maluku Utara 85,83
16 Banten 682,71 33 Papua Barat 234,23
17 Bali 186,52 34 Papua 1057,98
Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia 21923,52
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013
Kemiskinanpun tidak luput melanda Provinsi Aceh, dimana provinsi ini menempati
posisi 10 besar provinsi dengan jumlah penduduk termiskin di Indonesia. Dengan status
sebagai satu provinsi yang memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terbesar
di Indonesia, tingginya angka kemiskinan di Provinsi Aceh memang menjadi suatu
fenomena yang menarik untuk dibicarakan. Idealnya bila Aceh memiliki banyak uang
(anggaran), maka selayaknya kesejahteraan masyarakatnya akan lebih baik dibandingkan
provinsi lain yang uangnya lebih sedikit. Namun apa yang ada di atas kertas belum tentu
sama dengan fakta di lapangan. Bahkan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh masih
dibawah pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,7%.
Tabel 1.2
Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
di Provinsi Aceh Menurut Klasifikasi Daerah Tahun 2013-2013

Garis Jumlah Penduduk


Daerah/ Persentase
Kemiskinan Miskin
Tahun Penduduk Miskin
(Rp./Kapita/Bln) (ribu jiwa)

Perkotaan
2012 352.056 165,43 12,47
2013 374.261 156,80 11,55
Perdesaan
2012 310.089 711,13 20,97
2013 337.962 698,92 20,14
Perkotaan dan Perdesaan
2012 321.893 876,56 18,58
2013 348.172 855,72 17,72
Sumber: BPS Provinsi Aceh 2012-2013
Persentase penduduk miskin Provinsi Aceh pada tahun 2013 adalah sebesar 17,72%.
Jika dibandingkan dengan persentase penduduk miskin pada tahun 2012 yaitu 18,58%,
berarti persentase penduduk miskin turun 0,86%. Hal ini disebabkan oleh:
(a) Peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui migas dan tanpa migas, (b) Indeks Harga
Konsumen mengalami peningkatan, dan (c) Nilai Tukar Petani tercatat menurun.
Peningkatan angka kemiskinan memang mengalami peningkatan pada wilayah yang
terkena dampak tsunami, namun mulai tahun 2006 angka ini kembali ke tingkat sebelum
tsunami, atau bahkan lebih kecil. Akan tetapi penurunan jumlah kemiskinan tersebut
tidaklah menjamin adanya kemajuan yang merata antar kabupaten/kota di Provinsi Aceh.
Hingga saat ini, Provinsi Aceh masih termasuk salah satu provinsi termiskin se-Sumatera.
Tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh membuat pemerintah harus memberikan
perhatian lebih terhadap upaya pengentasan kemiskinan.
Kadang kala determinan kemiskinan antar daerah itu berbeda-beda, baik berbeda
dalam hal faktor-faktor yang mempengaruhi atau bisa juga perbedaan dalam hal besarnya
pengaruh dari masing-masing faktor tersebut. Perbedaan inilah yang harusnya menjadi
perhatian pemerintah dalam menetapkan sasaran pembangunan. Maka dari itu, perlu
adanya identifikasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga,
khususnya yang terjadi di Provinsi Aceh, sehingga pemerintah dapat merumuskan
kebijakan yang efektif dalam menurunkan angka kemiskinan di Provinsi Aceh.

2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian adalah untuk: (1) Menganalisis
perkembangan kemiskinan di Provinsi Aceh; (2) Menganalisis karakteristik rumah tangga
miskin di Provinsi Aceh; dan (3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
kemiskinan rumah tangga di Provinsi Aceh.

3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan analisis perkembangan
kemiskinan, karakteristik rumah tangga dan faktor-faktor yang mempengaruhi
kemiskinan rumah tangga di Provinsi Aceh. Selanjutnya, diharapkan hasil penelitian ini
dapat memberikan manfaat bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam
menyusun strategi pembangunan dalam mengurangi kemiskinan yang lebih tepat, efektif
dan efisien.

4. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam Meneliti determinan kemiskinan di Provinsi Aceh, penulis menggunakan data


sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013. Metode yang digunakan adalah
analisis Ordinary Least Square (OLS) dengan model Logit. Variabel yang digunakan
adalah kemiskinan, klasifikasi desa/kelurahan, jenis kelamin kepala rumah tangga,
jumlah anggota rumah tangga, tingkat pendidikan kepala rumah tangga, sektor pekerjaan
kepala rumah tangga dan bantuan kredit usaha yang diterima oleh rumah tangga.

II. TELAAH PUSTAKA


1. Landasan Teori
a. Pengertian Kemiskinan
Menurut Todaro dan Smith (2006) Kemiskinan adalah ketidakmampuan mendapatkan
sumberdaya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Penduduk miskin hidup
dibawah tingkat pendapatan rill minimum tertentu atau dibawah garis kemiskinan.
Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang
dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu
negara. Garis kemiskinan dibedakan menurut tempat dan waktu, jadi setiap daerah
baik di desa maupun di kota mamiliki nilai yang berbeda-beda dan biasanya nilai ini
bertambah pada norma tertentu, pilihan norma tersebut sangat penting terutama dalam
hal pengukuran kemiskinan (Mudrajad, 2010). Laporan Bidang Kesejahteraan Rakyat
yang dikeluarkan oleh Kementrian Bidang Kesejahteraan menerangkan pula bahwa
kondisi yang disebut miskin ini juga berlaku pada mereka yang bekerja akan tetapi
pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok/dasar.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka kemiskinan secara umum didefinisikan sebagai
suatu kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan
kebutuhan lainnya yang dapat menjamin terpenuhinya standar kualitas hidup.
b. Bentuk dan Jenis Kemiskinan
Terdapat beberapa macam kemiskinan menurut literatur, antara lain:
1) Kemiskinan Absolut
Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada
di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar
hidupnya seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan.
2) Kemiskinan Relatif
Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan
keadaan masyarakat sekitarnya.
3) Kemiskinan Kultural
Seseorang termasuk golongan miskin kultural apabila sikap seseorang atau
sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat
kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.

c. Kriteria Kemiskinan
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan 14 kriteria yang menjadikan sebagai
indikator keluarga miskin, yaitu:
1) Luas lantai bangunan tempat kurang dari 8 m² per orang.
2) Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/rumbia/kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester.
3) Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester.
4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar / bersama-sama dengan rumah tangga
lain.
5) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai.
7) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9) Hanya membeli satu stel pakaian dalam setahun.
10) Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas atau poliklinik.
12) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 0.5ha,
buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerja lainnya
dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,00 per bulan.
13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga adalah tidak sekolah, tidak tamat SD
dan hanya SD.
14) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual, seperti: sepeda motor, (kredit
atau non kredit), emas, ternak, atau barang modal lainya. ( www.depsos.go.id ).

d. Faktor Penyebab Kemiskinan


Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan
Aziz (1997) yaitu :
1) Pendidikan yang Terlampau Rendah
Keterbatasan pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan
keterbatasan kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.
2) Malas Bekerja/ bersikap pasif atau bersandar pada nasib
Sikap ini menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah
untuk bekerja.
3) Keterbatasan Sumber Alam
Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi
memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka.
4) Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi
masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja
baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi
masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan keterampilan.
5) Keterbatasan Modal
Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat
maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki
dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.
6) Beban Keluarga
Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi
dengan usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena
semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban
untuk hidup yang harus dipenuhi.

e. Pengukuran Kemiskinan
World Bank Institute (2005) mengemukakan empat alasan kemiskinan harus diukur,
antara lain:
1) Agar orang miskin terus berada dalam agenda dan diperhatikan;
2) Pengidentifikasian orang miskin dan keperluan intervensi mengenai pengentasan
kemiskinan;
3) Pemantauan dan evaluasi proyek atau kebijakan intervensi terhadap orang miskin;
dan
4) Evaluasi efektivitas lembaga-lembaga pemerintah dalam pengentasan kemiskinan.

Selanjutnya, World Bank Institute menyebutkan tiga ukuran agregat kemiskinan yang
bisa dihitung. antara lain:
1) Headcount index (P0) yang secara sederhana mengukur proporsi penduduk
terkategori miskin. Kelebihan dari ukuran kemiskinan ini adalah kemudahannya
dalam penghitungan dan mudah untuk dipahami. Namun, kelemahan headcount
index ialah tidak memperhitungkan intensitas kemiskinan, tidak menunjukkan
seberapa miskin yang miskin, dan tidak berubah jika penduduk di bawah GK
menjadi lebih miskin.
2) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1 atau Poverty Gap Index) yang mengukur rata-
rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap GK.
Semakin tinggi nilai P1 berarti semakin dalam tingkat kemiskinan karena semakin
jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap GK.
3) Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index atau Squared Poverty Gap
Index/P2) yang mengukur sebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.
Semakin tinggi nilai P2 berarti semakin parah tingkat kemiskinan karena semakin
tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.
Di Indonesia sendiri, pengukuran kemiskinan salah satunya dilakukan oleh Badan
Pusat Statistik. BPS merumuskan kemiskinan sebagai ketidakmampuan
seseorang atau rumah tangga dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Pengeluaran per
kapita per bulan dipakai sebagai variabel yang akan dibandingkan dengan besarnya
nilai GK untuk menentukan seseorang dikategorikan miskin atau tidak miskin.
Seseorang yang mempunyai rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK,
dikategorikan sebagai penduduk miskin.

f. Pendapatan dan Kemiskinan di Provinsi Aceh


Banyak indikator yang dapat digunakan sebagai batasan sebuah keluarga itu
dikatakan berada diatas atau dibawah kemiskinan, salah satu indikator yang sering
digunakan adalah pendapatan. Berdasarkan data bersumber dari Badan Pusat Statistik
(BPS) untuk tahun 2013 diperoleh informasi garis kemiskinan di Indonesia khususnya
di provinsi-provinsi di Pulau Sumatera sebagai berikut:
Tabel 2.1
Daftar Garis Kemiskinan Provinsi
No Provinsi Semester 1 Semester 2 Rata-Rata
1 Aceh Rp 359.217 Rp 374.261 Rp 366.739
2 Sumatera Utara Rp 307.352 Rp 330.517 Rp 318.935
3 Sumatera Barat Rp 332.837 Rp 360.768 Rp 346.803
4 Riau Rp 346.796 Rp 366.057 Rp 356.427
5 Jambi Rp 337.930 Rp 369.835 Rp 353.883
6 Sumatera Selatan Rp 311.606 Rp 328.335 Rp 319.971
7 Bengkulu Rp 328.972 Rp 358.294 Rp 346.633
8 Lampung Rp 310.464 Rp 326.468 Rp 318.466
9 Kep. Bangka Belitung Rp 390.488 Rp 416.935 Rp 403.712
10 Kep. Riau Rp 383.332 Rp 405.578 Rp 394.455
11 INDONESIA Rp 289.042 Rp 275.779 Rp 282.411

Tabel diatas memberikan informasi garis kemiskinan Indonesia secara umum pada
semester pertama sebesar Rp. 289.042 perbulan dan pengalami penurunan menjadi
sebesar Rp. 275.779 per bulan pada semester kedua. Untuk garis kemiskinan di
Provinsi Aceh sebesar Rp. 359.217 per bulan dan mengalami peningkatan pada
semester 2 menjadi sebesar Rp. 374.261 per bulan. Angka rata-rata garis kemiskinan
Provinsi Aceh di tahun 2013 sebesar Rp. 366.739 per bulan sehingga jika ditemukan
warga atau penduduk di Provinsi Aceh yang memiliki pendapatan dibawah angka
rata-rata tersebut maka dapat kita kata warga atau penduduk tersebut masuk kategori
miskin.

2. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Alemayuhu Geda, Niek de Jong, Germano Mwabu
dan Mwangi S. Kimenyi (2001) dalam jurnal the Kenya Institute for Public Policy
Research and Analysis (KIPPRA) dengan judul “Determinants Of Poverty In Kenya: A
Household Level Analysis”, menggunakan model logit binomial dan polychotomous
Tujuannya untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan kemiskinan dan
dapat dimodifikasi oleh kebijakan sehingga dapat mengurangi kemiskinan. Hasil Studi ini
menunjukkan bahwa status kemiskinan sangat terkait dengan tingkat pendidikan, ukuran
rumah tangga dan keterlibatan dalam kegiatan pertanian. Selain itu bahwa rumah tangga
yang dikepalai wanita lebih cenderung lebih miskin, sehingga pendidikan perempuan
harus menjadi elemen penting dari kebijakan dalam mengurangi kemiskinan.
Penelitian tentang kemiskinan juga dilakukan oleh Alia, Jossa-Jouable Alia, dan
Fiamohe (2016) dalam jurnal Journal of Economic Studies dengan judul “On Poverty
And The Persistence Of Poverty In Benin” dengan menggunakan model logit dan probit.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor penentu kemiskinan dan persistensi
kemiskinan di Benin. Selain itu juga untuk mengetahui dinamika kemiskinan dan faktor
apa yang menjelaskan mobilitas rumah tangga di sepanjang status kemiskinan dari waktu
ke waktu. Hasil menunjukkan bahwa karakteriktik demografi dan sosial ekonomi rumah
tangga berkorelasi kuat dengan status kemiskinan. Di semua model tampak bahwa,
human capital melalui pendidikan dan keteranpilan tenaga kerja adalah kekuatan agar
dapat keluar dari kemiskinan dan persistensi kemiskinan. Hasil juga menunjukkan bahwa
kebijakan publik dapat berinvestasi dalam pendidikan dan dalam meningkatkan
keterampilan tenaga kerja.
Terdapat juga penelitian yang dilakukan oleh Thai Yoong Mok, Christopher Gan dan
Amal Sanyal tahun 2007 dengan judul “The Determinants of Urban Household Poverty
in Malaysia” didalam Journal of Social Sciences. Tujuan penelitian ini untuk
mengidentifikasi faktor penentu kemiskinan perkotaan di Malaysia dengan menggunakan
regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa human capital secara signifikan
dapat mengurangi risiko miskin sementara pekerja migran lebih rentan terhadap
kemiskinan. Selain itu ukuran rumah tangga seperti anggota rumah tangga dan daerah
juga sebagai faktor penentu yang penting dari hasil kemiskinan di perkotaan Malaysia.
Selanjutnya Nopriansyah, Junaidi dan Etik Umiyati (2015) melakukan penelitian
dalam Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah dengan judul
“Determinan Kemiskinan Rumah Tangga di Provinsi Jambi dengan menggunakan regresi
logistik berganda”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan
kemiskinan di Provinsi Jambi. Untuk menganalisis karakteristik rumah tangga miskin dan
faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga di Provinsi Jambi. Penelitian
menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Provinsi Jambi pada tahun 2012 meningkat
dibandingkan tahun 2011. Karakteriktik rumah tangga miskin di Provinsi Jambi
mayoritas tinggal di daerah pedesaan, kepala rumah tangga miskin adalah laki-laki,
kepala rumah tangga miskin telah dididik di bawah SMP, kepala rumah tangga miskin
yang beerja di sektor pertanian, sebagian besar rumah tangga miskin memiliki anggota
lebih dari empat orang dan rumah tangga miskin tidak pernah memperoleh kredit usaha.
Terakhir, Istanti (2008) dalam penelitian berjudul “Determinan Kemiskinan di
Kabupaten Gunungkidul tahun 2005-2006” dengan menggunakan model logit dengan
metode etimasi Maximum Likelihood Estimator (MLE). Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis determinan kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul tahun 2005 hingga 2006
dan mengidentifikasikan perubahan struktur determinan kemiskinan tahun 2005 dan
tahun 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status kemiskinan di kedua periode
berhubungan kuat dengan wilayah tempat tinggal, ukuran rumah tangga, pekerjaan di
sektor pertanian, tingkat pendidikan dan umur kepala rumah tangga. Selain itu kredit
usaha merupakan determinan penurunan kemiskinan yang penting di tahun 2006.

III. METODE PENELITIAN


1. Kerangka Kasualitas dari Fenomena
Untuk melakukan analisa perkembangan kemiskinan yang direpresentasikan melalui
pendapatan masing-masing Rumah Tangga di Provinsi Aceh dan mengetahui faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhinya di provinsi tersebut. Analisa akan dilakukan
dengan 3 (tiga) cara yakni:
a) Analisis Deskriptif Data Kemiskinan
Pada bagian ini dilakukan analisis mengenai perkembangan kemiskinan di Provinsi
Aceh dengan menggunakan data tingkat kemiskinan, indeks kedalaman kemiskinan,
dan indeks keparahan kemiskinan.
b) Analisis Deskriptif Pendekatan Tabel Dua Arah
Analisis ini akan menjelaskan karakteristik rumah tangga yang tergolong miskin di
Provinsi Aceh. Analisis ini akan menggunakan tabel dua arah yang akan
menghubungkan data tingkat kemiskinan, indeks kedalaman kemiskinan, dan indeks
keparahan kemiskinan dengan masing-masing variabel penjelasnya yakni: klasifikasi
desa/ kelurahan, jenis kelamin kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga,
tingkat pendidikan kepala rumah tangga, lapangan pekerjaan rumah tangga, dan
variabel bantuan kredit.
c) Regresi Logistik (Logit)
Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (independen) terhadap variabel respon
(dependen), penulis mengunakan metode analisis regresi logistic (logit).

2. Model Ekonomi
Berdasarkan penjelasan sebelumnya diketahui bahwa yang menjadi variabel respon
atau variabel dependen-nya adalah kemiskinan di Provinsi Aceh. Adapun variabel-
variabel bebas atau variabel-variabel yang mempengaruhi kemiskinan antara lain:
a) Klasifikasi Daerah
Data ini berisikan berapa banyak jumlah keluarga yang menetap di daerah pedesaan
dan berapa banyak jumlah keluarga yang tinggal.
b) Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga (KRT)
Informasi yang dikumpulkan berupa berapa banyak KRT yang berjenis kelamin pria
dan berapa banyak KRT yang berjenis kelamin wanita.
c) Jumlah Anggota Rumah Tangga
Data yang ada menunjukan banyaknya anggota keluarga di masing-masing rumah
tangga baik itu yang bertempat tinggal di pedesaan maupun di perkotaan.
d) Tingkat Pendidikan
Keterangan yang dikumpulkan berupa tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masing
masing KRT tersebut.
e) Bidang Pekerjaan
Informasi yang berhasil diperoleh berisikan mengenai jenis bidang pekerjaan dari
masing-masing keluarga.
f) Program Bantuan Kredit Usaha
Data yang dikumpulkan dilapangan terkait jumlah rumah tangga yang sudah pernah
memperoleh bantuan berupa kredit usaha seperti Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM), Program Pemerintah selain PNMP, Kredit Usaha Rakyat
(KUR), Program Bank selain KUR, Program Koperasi, Perorangan, dan lainnya.

Dari penjelasan diatas diperoleh model ekonominya sebagai berikut:


𝐾𝑒𝑚𝑖𝑠𝑘𝑖𝑛𝑎𝑛^ = 𝛽0 + 𝛽1 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ^ + 𝛽2 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠𝐾𝑒𝑙𝑎𝑚𝑖𝑛^ + 𝛽3 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝐴𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝑅𝑇 ^ +
𝛽4 𝑃𝑑𝑑𝑘𝑎𝑛^ + 𝛽5 𝐵𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔𝑃𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑎𝑛^ + 𝛽6 𝑃𝑟𝑜𝑔𝐵𝑎𝑛𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑚𝑒𝑟𝑖𝑛𝑡𝑎ℎ^

3. Metode Estimasi Koefisien Dalam Model


Sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa untuk menghitung pengaruh
independent variable yakni: Daerah, Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga (KRT),
Jumlah Anggota RT, Pendidikan, Bidang Pekerjaan, dan Program Bantuan Pemerintah
terhadap variabel kemiskinan (dependent variable) dihitung dengan regresi logistic
(logit). Estimasi regresi logit mengunakan Maximum Likelihood Estimation (MLE)
dengan persamaan sebagai berikut:
𝑝
Logit = 𝐿𝑛 (1−𝑝) = z = 𝛽0 + 𝛽1 X1 + 𝛽2 X2 + ⋯ + 𝛽𝑖 Xi
𝑒2 𝑝
dimana, P = 𝑃(𝑦 = 1|𝑥) = 1+𝑒 2 ; (1−𝑝) = 𝑜𝑑𝑑𝑠 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝑒 𝑧

Cara menginterpretasikan model logit:


a. Tanda koefisien bernilai positif, jika x bertambah atau meningkat maka P(y=1|x i)
juga akan meningkat;
𝑝
b. Jika xi bertambah 1 unit maka (1−𝑝) 𝑜𝑑𝑑𝑠 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝑒 𝑧 menjadi (eβ1) kali odds ratio

sebelumnya;
c. Jika xi bertambah 1 unit maka 𝑃(𝑦 = 1|𝑥𝑖 ) akan bertumbuh sebesar Marginal
𝑑𝑝
Probabilita (MP); Dimana 𝑀𝑃 = 𝑑𝑥 = 𝛽1 𝑃(𝑦 = 1|𝑥1 )𝑃(𝑦 = 0|𝑥𝑖 )
1

Untuk menilai Goodness of Fit digunakan 2 kriteria yaitu:


a. Percent correctly predicted;
log 𝛽 ^
b. Pseudo R-squared dihitung dengan formula: 1 − log 𝛽

Sedangkan untuk uji signifikansi model menggunakan uji F sama dengan metode OLS
yaitu menggunakan Likelihood Ratio Statistic (LR Stat) yang dihitung dengan formula:
−2[log 𝛽 ^ − log 𝛽 ^ ] dimana:
a. Log Likelihood = log(𝛽 ^ ) adalah nilai maksimum dari fungsi likelihood;
b. Restricted Log Likelihood = log(𝛽 ^ ) adalah nilai log likelihood ketika seluruh slope
= 0.

4. Data dan Sumbernya


Data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data dari Badan Pusat Statistik
Provinsi Aceh berupa Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2013.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Perkembangan Kemiskinan di Provinsi Aceh
Grafik 4.1
Angka Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan
Kemiskinan Tahun 2009-2013
25
20 Angka Kemiskinan
15
Indeks Kedalaman
10 Kemiskinan
5 Indeks Keparahan
0 Kemiskinan
2009 2010 2011 2012 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, 2009-2013


Dalam kurun waktu lima tahun (2009-2013) angka kemiskinan di Provinsi Aceh
mengalami penurunan yang cukup signifikan dimana pada tahun 2009 mencapai 21,80%
turun menjadi 17,72% di tahun 2013. Penurunannya mencapai 4,08% dalam jangka
waktu lima tahun pembangunan di Provinsi Aceh. Secara umum, penurunan kemiskinan
ini menandakan bahwa telah terjadi perbaikan taraf hidup di kalangan penduduk miskin
sehingga sebanyak 4,08% dari mereka dapat terbebas dari belenggu kemiskinan.
Indeks kedalaman kemiskinan Provinsi Aceh menunjukkan penurunan yang cukup
signifikan yaitu sebesar 1,26 poin. Pada tahun 2009 angkanya menunjukkan 4,46 dan di
tahun 2013 turun menjadi 3,20. Penurunan yang cukup signifikan ini menunjukkan
bahwa rata-rata jarak pengeluaran penduduk miskin dari garis kemiskinan Provinsi Aceh
semakin mengecil, ini menandakan juga bahwa terjadi perbaikan taraf hidup dari
penduduk miskin di Provinsi Aceh. Selanjutnya, untuk kondisi Provinsi Aceh secara
umum, angka indeks keparahan kemiskinan untuk lima tahun terakhir menunjukkan
perbaikan. Pada tahun 2009, indeks keparahan kemiskinan Provinsi Aceh mencapai 1,34
dan di tahun 2013 turun menjadi 0,83. Penurunan angka indeks keparahan kemiskinan
Provinsi Aceh ini menunjukkan bahwa distribusi pengeluaran di antara penduduk miskin
yang ada semakin baik dan kesenjangan yang terjadi semakin mengecil.

2. Karakteristik Rumah Tangga Miskin di Provinsi Aceh


Mayoritas rumah tangga miskin Provinsi Aceh tinggal di perdesaan, dimana
persentasenya mencapai 99,36%, sedangkan rumah tangga miskin yang tinggal di daerah
perkotaan hanya sebesar 0,63%. Ini memperlihatkan bahwa kemiskinan identik dengan
rumah tangga di perdesaan.
Secara keseluruhan rumah tangga miskin di Provinsi Aceh memang rumah tangga
yang dikepalai oleh laki-laki. Dari data Susenas tahun 2013 terlihat bahwa sebagian besar
kepala rumah tangga miskin di Provinsi Aceh berjenis kelamin laki-laki dengan
persentase mencapai 79,70%, sedangkan persentase rumah tangga miskin yang dikepalai
seorang perempuan hanya sebesar 20,30%. Akan tetapi, jika dilihat berdasarkan rumah
tangga keseluruhan per jenis kelamin maka akan menunjukkan hasil yang berbeda.
Mayoritas kepala rumah tangga miskin di Provinsi Aceh mempunyai pendidikan di
bawah SMP dimana persentasenya mencapai 50,02%. Persentase rumah tangga miskin
dengan kepala rumah tangga berpendidikan SMP mencapai 18,15%, yang berpendidikan
SMA sebesar 23,00% dan yang telah menamatkan perguruan tinggi mencapai 8,83%.
Dari data diatas dapat diartikan bahwa sebagian besar kepala rumah tangga miskin di
Provinsi Aceh masih berpendidikan rendah, ini terlihat dari mayoritas mereka hanya
menamatkan sekolah dasar.
Mayoritas kepala rumah tangga miskin di Provinsi Aceh bekerja di sektor pertanian,
ini ditunjukkan dengan persentasenya yang mencapai 61,23%. Rumah tangga miskin
dengan kepala rumah tangga bekerja di sektor bukan pertanian persentasenya mencapai
38,77%. Ini menandakan bahwa kondisi petani dan pertanian di Provinsi Aceh masih jauh
dari kata sejahtera.
Dari data susenas 2013 di peroleh data bahwa persentase tertinggi rumah tangga
miskin di Provinsi Aceh mempunyai anggota rumah tangga sampai dengan empat orang
65,34%. Untuk rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga lebih dari empat
orang sebesar 34,66%.
Hampir semua rumah tangga miskin di Provinsi Aceh pada tahun 2013 belum pernah
memperoleh kredit usaha, dimana persentasenya mencapai 89,43%, sedangkan yang
sudah pernah memperoleh kredit usaha hanya sebesar 10,57%. Tingginya persentase
rumah tangga miskin yang belum pernah memperoleh kredit usaha dibandingkan rumah
tangga yang pernah memperoleh kredit menandakan bahwa pemberian kredit usaha
kepada rumah tangga miskin dapat membantu rumah tangga menjauh dari risiko
kemiskinan. Dengan bantuan kredit usaha, maka rumah tangga miskin dapat
memperbaiki kondisi perekonomiannya dengan cara menambah modal untuk usahanya
yang sekarang atau membuka usaha baru yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian
yang dimiliki.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Rumah Tangga di Provinsi Aceh


Untuk menguji faktor-faktor apa saja yang secara simultan mempengaruhi
kemiskinan rumah tangga di Provinsi Aceh digunakan analisis regresi logistik. Seperti
disebutkan di pembahasan sebelumnya bahwa variabel-variabel bebas yang akan diuji
pengaruhnya secara simultan terhadap kemiskinan rumah tangga adalah klasifikasi
desa/kelurahan dimana rumah tangga tinggal, variabel jenis kelamin kepala rumah
tangga, pendidikan kepala rumah tangga, sektor pekerjaan kepala rumah tangga, jumlah
anggota rumah tangga, dan bantuan kredit usaha.
a. Uji Signifikansi Model
Untuk melihat signifikansi model maka dilakukan uji F dengan menggunakan Stata
dan diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut:
Tabel 4.1
Logistic Regression
Logistic regression Number of obs = 11,052

LR chi2(6) = 947.71

Prob > chi2 = 0.0000

Log likelihood = -6262.4399 Pseudo R2 = 0.0703

------------------------------------------------------------------------------------------

Pendapatan | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

-------------------------+----------------------------------------------------------------

Daerah | -.1599507 .0541309 -2.95 0.003 -.2660453 -.0538561

JenisKelaminKRT | -.9033364 .0547617 -16.50 0.000 -1.010667 -.7960054

JumlahAnggotaRT | .0816917 .0138179 5.91 0.000 .054609 .1087743

Pendidikan | .0943778 .0068745 13.73 0.000 .0809041 .1078516

BidangPekerjaan | .5505733 .0490967 11.21 0.000 .4543455 .6468012

ProgramBantuanPemerintah | .0284052 .0731513 0.39 0.698 -.1149687 .1717791

_cons | .3076834 .0825698 3.73 0.000 .1458495 .4695173

------------------------------------------------------------------------------------------

Berdasarkan tabel diatas diketahui diperoleh beberapa informasi sebagai berikut:


1. Probability (Prob) > Chi2 bernilai 0.0000. Hal tersebut menunjukan bahwa model
tersebut signifikan untuk menjelaskan kemiskinan yang direpresentasikan oleh
pendapatan di Provinsi Aceh.
2. Untuk menguji parameter secara parsial, kita akan menguji masing-masing
variabel bebas. Variabel-variabel bebas mana saja yang secara signifikan
berpengaruh terhadap variabel kemiskinan yang direpresentasikan oleh
pendapatan. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian parameter secara parsial
ini adalah:
H0 : βi = 0 , yang berarti bahwa βi tidak dimasukan di dalam model
H1 : βi ≠ 0, yang berarti bahwa βi dimasukan di dalam model

Hasil data menunjukan informasi sebagai berikut:


a. Adapun nilai P>| z | untuk variabel Daerah, Jenis Kelamin Kepala Rumah
Tangga (KRT), Jumlah Anggota Rumah Tangga (RT), Pendidikan, dan
Bidang Pekerjaan memiliki nilai 0.000. Nilai tersebut (P) < α (dimana nilai α
= 5%), artinya variabel Daerah, Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga (KRT),
Jumlah Anggota Rumah Tangga (RT), Pendidikan, dan Bidang Pekerjaan
signifikan menjelaskan kemiskinan yang terjadi didaerah tersebut.
b. Variabel Program Bantuan Pemerintah memiliki nilai P sebesar 0.698 (P >α ;
α = 5%), artinya variabel tersebut tidak signifikan dalam menjelaskan
kemiskinan.
b. Uji Goodness of Fit
Tabel Logistic Regression diatas menunjukan nilai Pseudo R2 sebesar 0.0703
(=7.03%), hasil tersebut ragu untuk dilakukan analisa disebabkan hasil yang cukup
lemah. Untuk itu kita perlu mencari R2 lain atau bentuk perwakilan pengganti R2.
Bentuk perwakilan pengganti tersebut dapat dilihat melalui spectivity and sensitivity.
Hasil olahan menunjukan informasi sebagai berikut:
Tabel 4.2
Logistic Model for Pendapatan
--------------------------------------------------

Sensitivity Pr( +| D) 94.34%

Specificity Pr( -|~D) 26.65%

Positive predictive value Pr( D| +) 75.15%

Negative predictive value Pr(~D| -) 66.69%

--------------------------------------------------

False + rate for true ~D Pr( +|~D) 73.35%

False - rate for true D Pr( -| D) 5.66%

False + rate for classified + Pr(~D| +) 24.85%

False - rate for classified - Pr( D| -) 33.31%

--------------------------------------------------

Correctly classified 74.14%

--------------------------------------------------
Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan:
1) Specitivity: observasi hasil negative yang dinyatakan secara negative secara
benar sebesar 26.65%;
2) Sensitivity: observasi hasil positive yang dinyatakan secara positive secara benar
sebesar 94.34%;
3) Secara keseluruhan model mampu menyatakan secara benar sebesar 74.14%

c. Interpretasi Odds Ratio


Tabel 4.3
Variabel-Variabel di Dalam Persamaan
Variabel β Standart Error 𝒆𝜷
Daerah -.1599507 .0541309 .87710
Jenis Kelamin KRT -.9033364 .0547617 .40498
Anggota RT .0816917 .0138179 1.08517
Pendidikan KRT .0943778 .0068745 1.09904
Pekerjaan KRT .5505733 .0490967 1.73485
Program Bantuan Pemerintah .0284052 .0731513 1.02883
Konstanta .3076834 .0825698 1.36053

Persamaan yang terbentuk :

exp(0.307 − 0,159𝑋1 − 0,903𝑋2 + 0.817𝑋3 + 0,943𝑋4 + 0,550𝑋5 + 0,028𝑋6


𝜋(𝑥) =
1 + exp(0.307 − 0,159𝑋1 − 0,903𝑋2 + 0.817𝑋3 + 0,943𝑋4 + 0,550𝑋5 + 0,028𝑋6
Dimana: X1 : Klasifikasi Daerah
X2 : Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga
X3 : Jumlah Anggota Rumah Tangga
X4 : Pendidikan Kepala Rumah Tangga
X5 : Pekerjaan Kepala Rumah Tangga
X6 : Program Bantuan Pemerintah
Maka dari itu, interpretasi dari odds ratio, antara lain:
1) Klasifikasi Daerah
Angka odds ratio variabel klasifikasi daerah dimana 1 adalah desa dan 0 adalah
kota mencapai 0,87710. Ini berarti bahwa risiko rumah tangga yang tinggal di
daerah perdesaan adalah 0,87710 kali bila dibandingkan dengan rumah tangga
yang tinggal di daerah perkotaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rumah
tangga yang tinggal diperdesaan lebih berisiko menjadi miskin dibandingkan
dengan rumah tangga di perkotaan.

2) Klasifikasi Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga


Angka odds ratio kelamin kepala rumah tangga dimana 1 adalah perempuan dan
0 adalah laki-laki mencapai 0,40498. Angka tersebut memiliki arti yaitu risiko
rumah tangga dengan kepala rumah tangga berjenis kelamin perempuan adalah
0,40498 kali bila di bandingkan dengan rumah tangga yang memiliki kepala
rumah tangga laki-laki. Jadi dapat dilihat bahwa rumah tangga yang memiliki
kepala rumah tangga laki-laki memiliki risiko miskin lebih rendah jika
dibandingkan dengan rumah tangga yang kepala rumah tangganya berjenis
kelamin perempuan.

3) Jumlah Anggota Rumah Tangga


Angka odd ratio jumlah anggota rumah tangga adalah 1,08517 dan ln odds ratio
untuk variabel jumlah anggota rumah tangga adalah 0,08173. Ini berarti bahwa
seiring bertambahnya jumlah anggota rumah tangga sebanyak satu orang maka
akan meningkatkan risiko rumah tangga tersebut menjadi miskin sebesar
0,08173 kali. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah anggota rumah tangga
memiliki hubungan yang positif dengan kemiskinan. Karena semakin banyak
jumlah anggota keluarga di suatu rumah tangga, maka akan meningkatkan risiko
rumah tangga tersebut menjadi miskin.

4) Klasifikasi Pendidikan Kepala Rumah Tangga


Di dalam penelitian ini digunakan variabel pendidikan kepala rumah tangga
yang dilihat dari lamanya masa sekolah. Angka odd ratio variabel pendidikan
kepala rumah tangga yaitu 1,09904 dan ln odd ratio nya menunjukan angka
0,09443. Angka ln odd ratio berarti setiap penambahan satu tahun lama masa
sekolah maka kepala rumah tangga tersebut akan menyebabkan risiko miskin
turun sebesar 0,09443 kali. Maka dengan kata lain semakin baik pendidikan atau
semakin lama masa sekolah seorang kepala rumah tangga maka risiko miskin
sebuah rumah tangga tersebut semakin rendah.
5) Klasifikasi Bidang Pekerjaan Kepala Rumah Tangga
Angka odds ratio untuk variabel sektor pekerjaan kepala rumah tangga adalah
1,73485. Angka ini menunjukkan bahwa risiko rumah tangga yang kepala rumah
tangganya bekerja di sektor pertanian, hortikultura dan perkebunan untuk
menjadi miskin adalah 1,73485 kali dari rumah tangga yang kepala rumah
tangganya bekerja di sektor bukan pertanian, hortikultura dan perkebunan.
Sehingga dapat di lihat bahwa kondisi rumah tangga yang kepala rumah
tangganya bekerja di luar sektor pertanian, hortikultura dan perkebunan lebih
baik di banding dengan kondisi rumah tangga yang kepala rumah tangganya
bekerja di sektor pertanian hortikultura dan perkebunan.

6) Klasifikasi Program Bantuan Pemerintah


Di dalam penelitian ini pemerintah Provinsi Aceh memiliki banyak program
bantuan antara lain adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM), program pemerintah selain PNPM, Kredit Usaha Rakrat (KUR),
Program Bank selain KUR, Program Koperasi, Perorangan, dan Lainnya.
Sehingga terdapat 7 program bantuan pemerintah. Sehingga kami
mengkatagorikan 1 menerima program bantuan dari pemerintah minimal 1
program dan 0 tidak menerima program bantuan pemerintah. Variabel program
bantuan pemerintah memiliki angka odd ratio 1,02883. Angka ini menunjukkan
bahwa risiko rumah tangga yang belum pernah menerima program bantuan
pemerintah untuk menjadi miskin adalah 1,02883 kali bila dibandingkan dengan
rumah tangga yang pernah menerima program bantuan dari pemerintah.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran dari program bantuan pemerintah
sangat besar karena dapat membantu memperbaiki perekonomian masyarakat.

d. Efek Marginal Rata-Rata


Dibawah ini hasil perhitungan efek marginal dari setiap variabel yang terdapat
didalam model

:
Tabel 4.4
Perhitungan Efek Marginal Dari Setiap Variabel

Marginal effects after logit

y = Pr(Pendapatan) (predict)

= .71630888
------------------------------------------------------------------------------
variable | dy/dx Std. Err. z P>|z| [ 95% C.I. ] X

---------+--------------------------------------------------------------------

Daerah*| -.032029 .01067 -3.00 0.003 -.052949 -.011109 .706298

JenisK~T*| -.2006683 .01286 -15.61 0.000 -.225867 -.175469 .20304

Jumlah~T | .0166006 .00281 5.92 0.000 .011103 .022098 3.91051

Pendid~n | .0191786 .00138 13.86 0.000 .016467 .02189 4.01583

Bidang~n*| .1085886 .00934 11.63 0.000 .090292 .126885 .387713

Progra~h*| .0057441 .01472 0.39 0.696 -.023107 .034595 .105682

------------------------------------------------------------------------------

Tabel diatas menjelaskan beberapa hal, antara lain:


1) Informasi diatas menunjukan keseluruhan probabilitas memilih alternatif sebesar
71.63%;
2) Untuk variabel Daerah secara rata-rata ketika mengalami kenaikan 1 (satu) unit
satuan maka kemungkinan Daerah untuk Pendapatan = 1 (Pedesaan) akan turun
sebesar 0.032029 atau 3.2%;
3) Hasil perhitungan variabel Jenis Kelamin untuk Kepala Rumah Tangga (KRT)
menunjukan secara rata-rata ketika mengalami kenaikan 1 (satu) unit satuan
maka kemungkinan Jenis Kelamin KRT untuk Pendapatan = 1 (Perempuan)
akan turun sebesar 0.2006 atau 20.06%;
4) Variabel Jumlah Anggota Keluarga menunjukan secara rata-rata ketika
mengalami kenaikan 1 (satu) unit satuan maka kemungkinan untuk Pendapatan
akan naik sebesar 0.0166 atau 1.66%;
5) Untuk variabel Jangka Waktu Pendidikan menunjukan secara rata-rata ketika
mengalami kenaikan 1 (satu) unit satuan maka kemungkinan untuk Pendapatan
akan naik sebesar 0.0191 atau 1.91%;
6) Hasil perhitungan variabel Bidang Pekerjaan menunjukan secara rata-rata ketika
mengalami kenaikan 1 (satu) unit satuan maka kemungkinan untuk Pendapatan
= 1 (Bidang Pertanian) akan naik sebesar 0.1085 atau 10.85%;
7) Untuk variabel Program Bantuan Pemerintah menunjukan secara rata-rata ketika
mengalami kenaikan 1 (satu) unit satuan maka kemungkinan untuk Pendapatan =
1 (menerima Program Bantuan Pemerintah) akan naik sebesar 0.0057 atau
0.57%.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
a. Angka kemiskinan Provinsi Aceh di Tahun 2013 menurun dibanding tahun 2012,
begitu juga dalam periode lima tahun (2009 s.d 2013) dimana angka kemiskinan di
Provinsi Aceh mengalami penurunan. Selain itu, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan
Indeks Keparahan Kemiskinan Provinsi Aceh juga menunjukkan penurunan dalam
lima tahun terakhir.
b. Karakteristik rumah tangga miskin di Provinsi Aceh adalah mayoritas tinggal di
perdesaan, mayoritas kepala rumah tangga miskin berjenis kelamin laki-laki,
mayoritas kepala rumah tangga mempunyai pendidikan di bawah SMP, mayoritas
kepala rumah tangga bekerja di sektor pertanian, mayoritas rumah tangga miskin
mempunyai anggota rumah tangga sampai dengan empat orang dan mayoritas rumah
tangga belum pernah memperoleh kredit usaha.
c. Variabel-variabel yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga di Provinsi Aceh
adalah klasifikasi desa/kelurahan, jenis kelamin kepala rumah tangga, jumlah
anggota rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, dan pekerjaan kepala rumah
tangga.

2. Saran
a. Agar permasalahan kemiskinan di Provinsi Aceh dapat teratasi dengan baik, maka
pemerintah diharapklan melakukan perbaikan kondisi perekonomian masyarakat
Aceh. Dengan kondisi perekonomian yang baik maka akan tercipta lapangan kerja
yang baru, dan akhirnya akan dapat menaikkan pendapatan perkapita masyarakat.
b. Program pengentasan kemiskinan di Provinsi Aceh harus mengedepankan
masyarakat yang tinggal di daerah perdesaan, rumah tangga dengan kepala rumah
tangga perempuan, perbaikan pendidikan, para petani, dan mampu memberikan
kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya keluarga berencana. Program bantuan
kredit usaha kepada rumah tangga miskin masih dirasakan sebagai bantuan yang
paling efektif dalam mengentaskan kemiskinan, karena mayoritas rumah tangga
miskin belum pernah memperoleh bantuan kredit usaha.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2009-2013. Statistik Indonesia Tahun 2009-2013. Jakarta Pusat: BPS.
Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2013. Jakarta Pusat: BPS.
Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh.2013. Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
Provinsi Aceh Tahun 2013. Aceh: BPS.
Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2009-2013. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2013. Aceh:
BPS.
Pusat Penelitian Kependudukan. 2014. Pengukuran Kemiskinan: Sebuah Pendekatan Ekonomi.
[diakses pada: Selasa, 29 Mei 2018, dalam tautan http://kependudukan.lipi.go.id/id/kajian-
kependudukan/kemiskinan/166-pengukuran-kemiskinan-sebuah-pendekatan-ekonomi].
Kartasasmita, G, 1997, Kemiskinan, Balaipustaka, Jakarta.
Geda, Alemayuhu, Dkk. Determinants Of Poverty In Kenya: A Household Level Analysis. the
Institute of Social Studies and the Kenya Institute for Public Policy Research and Analysis
(KIPPRA)
Mok, Thai Yoong; Gan, Christopher; Sanyal, Amal. 2007. The Determinants Of Urban
Household Poverty In Malaysia. Journal of Social Sciences 3 (4): 190-196.
Mudrajat, Kuncoro. 2010. Masalah, Kebijakan, dan Politik Ekonomika Pembangunan. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Nopriansyah, Dkk. 2015. Determinan Kemiskinan Rumah Tangga di Provinsi Jambi. Jurnal
Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 2 No. 3, Januari-Maret 2015.
Todaro, Michael P dan Smith, S.C. 2006 . Pembangunan Ekonomi, edisi kesembilan. Erlangga.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai