Makalah Apendiksitis

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN APENDISITIS

Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Yang Diampu Oleh Ibu Suryani,S.Kep.,Ns.M.Kep

Disusun Oleh:

Nama : Nikkla Takhani

NIM : 18012332

PRODI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI

TA 2019/2020
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi
Apendik periformis merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih sebesar
pensil dengan panjang 2-6 inci. Lokasi apendik pada daerah iliaka kanan, di bawah
katup iliocaecal, tepatnya pada dinding abdomen di bawah titi Mc Burney.
Apendicitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (Wim de jong et al. 2005)
B. Klasifikasi
1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Faktor
pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu hyperplasia
jaringan limf, fikalit (tinja/batu), tumor apendiks, dan cacing askaris yang dapat
menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasite. (E.
histolytica).
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah
yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah
kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih
dai dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik
(fibrosis menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan infiltrasi sel inflamasi
kronik), dan keluhan menghilang setelah apendiktomi.
C. Etiologi
1. Inflamasi akut pada apendik dan edema
2. Ulseresi pada mukosa
3. Obstruksi pada colon oleh fecalit (faeses yang keras)
4. Pemberian barium
5. Berbagai macam penyakit cacing
6. Tumor atau benda asing
7. Struktur karena fibrosis pada dinding usus
8. Apendiks yang terpuntir
9. Pembengkakan dinding usus
10. Oklusi ekstenal usus akibat adesi
D. Patofisiologi
Peradangan pada apendik dapat terjadi oleh adanya ulserasi dinding mukosa
atau obstruksi lumen (biasanya oleh fecalit). Penyumbatan pengeluaran secret mucus
mengakibatkan perlengketan, infeksi dan terhambatnya aliran darah. Dari keadaan
hipoksia menyebabkan gengren atau dapat terjadi rupture dalam waktu 24-36 jam.
Bila proses ini berlangsung terus- menerus organ di sekitar dinding apendik terjadi
perlengketan dan akan menjadi abses (kronik). Apabila proses infeksi sangat cepat
(akut) dapat menyebabkan peritonitis. Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat
serius. Infeksi kronis dapat terjadi pada apendik, tetapi hal ini tidak selalu
menimbulkan nyeri di daerah abdomen.
Penyebab umum appendicitis adalah obstruksi penyumbatanyang dapat
sisebabkan oleh hyperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab terbanyak,
adanya fekait dalam lumen appendiks. Adanya benda asing seperti umbai cacing,
striktura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya
keganasan (karsinoma karsinoid).
Obstruksi apendiks itu menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa
terbendung, makin lama nukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding
appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritoniumviseral. Oleh karena
itu pesarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu
dirasakan sebagai rasa sakit di sekitar umbilicus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian
timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang
timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan
rasa sakit di kanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendicitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergan dan ini disebut
dengan appendicitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut pecah,
dinamakan appendicitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat
mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa local,
keadaan inidisebut sebagai appendicitis abses. Pada anak-anak karena omentum
masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang, dinding apendiks yang
lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua
karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila
appendicitis infiltrate ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul
kemudian hari maka terjadi appendicitis kronis (Junaidi; 1982).

E. Manisfestasi Klinis
1. Nyeri pada kuadran kanan bawah (local: pada titik mc burney). Sifat nyeri tekan
lepas.
2. Demam ringan
3. Mual muntah
4. Anoreksia
5. Spasme otot abdomen tungkai sulit untuk diluruskan
6. Konstipasi atau diare
F. Komplikasi
1. Perforasi apendiks:
Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk
dilakukan dakam masa tersebut. Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya
nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis
umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, dan
leukositosissemakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau
pembentukan abses telah terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis
dapat ditegakkan dengan pasti.
2. Peritonitis abses
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi
untuk menutup asal perforasi. Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di
kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung kea rah rectum atau
vagina.
3. Dehidrasi
4. Sepsis
5. Elektrolit darah tidak seimbang
6. Pneumoni
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
Ada 2 cara pemeriksaan, yaitu:
a. Psoas Sign
Pasien terlentang, tungkai kanan lurus dan ditahan oleh pemeriksa.
Pasien disuruh aktif memfleksisikan articulation coxae kanan, akan terasa
nyeri di perut kanan bawah (cara aktif). Paha miring ke kiri, paha kanan
dihiperekstensi oleh pemeriksa, akan terasa nyeri di perut kanan bawah (cara
pasif)
b. Obturator Sign
Dengan gerakan fleksi dan endootasi articulation coxae pada posisi
supine akan menimbulkan nyeri. Bila nyeri berarti kontak dengan m.
obturator internus, artinya appendiks terletak di pelvis.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Tejadi leukositosis ringan (10.000-20.000/ml) dengan peningkatan jumlah
netrofil.
3. Pemeriksaan Radiologi: tampak distensi sekum pada appendicitis akut.
4. USG: menunjukkan densitas kuadran kanan bawah/ kadar aliran udara
terlokalisasi.
H. Penatalaksanaan
Medis
1. Pembedahan: apendiktomy (dilakukan bila diagnose appendicitis ditegakkan)

menurunkan resiko perforasi.


a. Sebelum opeasi
1) Observasi
Dalam 8 – 12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi
katat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan
dipulaskan. Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya
appendicitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen
dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang
secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk
mrncari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus,
diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah
dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2) Intubasi bila perlu
3) Antibiotik
b. Operasi apendiktomi
c. Pascaoperasi
Perlu dilakukan obsevasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan
pernapasan. Angkay sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien
dipuaskan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau
peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jm lalu naikkan
menjadi 30 ml/jam. Keesokam harinya berikan makanan saring, dan hari
berikutnya diberikan makanan lunak.
Satu hari pascaoperasi pasien dianjukan untuk duduk tegak di tempat tidur

selama 2 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar

kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan


pulang.
d. Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam
peritonitis aktut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan
kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.
2. Pemasangan NGT
3. Pemberian antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur
4. Tranfusi untuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif.

Keperawatan

1. Tirah baring dalam posisi fowler medium (setengah duduk)


2. Puasa
3. Koreksi cairan dan elektrolit
KONSEP DASAR ASUHAN KEPEAWATAN

A. Fokus Pengkajian
1. Identitas, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga.

Subyektif Obyektif
Pre OP Pre OP
a. Nyeri daerah pusar menjalar ke a. Nyeri tekan di titik Mc. Berney
daerah perut kanan bawah b. Spasme otot
b. Mual, muntah, kembung c. Takhikardi, takipnea
c. Tidak nafsu makan, demam d. Pucat, gelisah
d. Tungkai kanan tidak dapat e. Bising usus berkurang atau tidak
diluruskan ada
e. Diare atau konstipasi f. Demam 38 – 38,5 C
Post OP Post OP
a. Nyeri daerah operasi a. Terdapat luka operasi di kuadran
b. Lemas kanan bawah abdomen
c. Haus b. Terpasang infus
d. Mual, kembung c. Terdapat darin/pipa lambung
e. Pusing d. Bising usus berkurang
e. Selaput mukosa mulut kering
2. Pola fungsi kesehatan
3. Pemeriksaan fisik
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d inflamasi dan infeksi
2. Ansietas b.d proknosis penyakit rencana pembedahan
3. Resiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal b.d proses infeksi, penurunan
sirkulasi darah ke gastrointestinal, hemoragi gastrointestinal akut
4. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif, mekanisme keja
peristaltik usus menurun
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fakto biologis,
ketidakmampuan untuk mencena makanan
6. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
7. Resiko infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan tubuh
8. Hipertermi b.d respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal
9. Kerusakan integritas jaringan
10. Gangguan rasa nyaman

C. Pathway

Invasi & multiplikasi bakteri Hipertermi Febris

Kerusakan kontrol suhu


APPENDICITIS Peradangan pada jaringan terhadap inflamasi

Operasi Sekresi mukus berlebih pada


lumen apendik
Ketidakseimbangan
Kerusakan integritas Apendic
nutrisi teregang
kurang dari
RisikoLuka Incisi volume
kekurangan Resiko Ansietas
ketidakefektifan Tekanan intraluminal lebih
Ketidakefektifan
Stimulasi dihantarkan jaringan kebutuhan sekret
tubuh
Spinal
Cortex
Pelepasan
Distensi
Kerusakan
Ujung
Gangguan cord
cerebri
Ansietas
prostaglandin
abdomen
saraf
Jaringan
terputus
rasa
cairan nyaman Depresi
Nyeri
Spasme
Pintu Hipoxia
Mual
Anoreksia
sistem
&
Nyeri jaringan
apendik apendic bersihan
muntah
respirasi
dipersepsikan
masuk
dinding
Resiko kuman
Infeksi Akumulasi
dari Perforasi
tekanan
jalanvena
Ulcerasi nafas
Peristaltik usus perfusi gastrointestinal
Reflek batuk
D. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Nyeri akut
NOC
a. Pain level
b. Pain control
c. Comfort level
Kriteria hasil
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nofamakologi unuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkuang dengan menggunakan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi,dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri bekuang
NIC
Pain management
a. Lakukan pengkajian nyeri secara kompehenif temasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor pesipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
d. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
e. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
2. Resiko ketidakefektifan pefusi gastrointestinal
NOC
a. Bowel elimination
b. Circulation status
c. Electrolite and acid base balance
d. Fluid balance
e. Hidration
f. Tissue perfusion: abdominal organs
Kriteia hasil
a. Jumlah, warna, konsistensi dan bau feses dalam batas normal
b. Tidak ada nyeri perut
c. Bising usus normal
d. Tekanan systole dan diastole dalam rentang nomal
e. Intak outpot seimbang
NIC
Tube care gastrointestinal
a. Monitor TTV
b. Monitot status caian dan elektrolit
c. Monito bising usus
d. Catat intake dan output secara akurat
e. Monitor diare
3. Kekurangan volume cairan
NOC
a. Fluid balance
b. Hydation
c. Nutrition status : food and fluid intake
Kriteria hasil
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,
HT normal
b. Tekanan daah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgol kulit baik, memban mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC
Fluid management
a. Monitor vital sign
b. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian
c. Kolaborasikan pemberian cairan IV
d. Monitor status nutrisi
e. Dorong masukan oral
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
NOC
a. Nutrision status
Nutrition status: food and fluid intake
Nutrition status: nutrient intake
b. Weight control
Kriteria hasil
a. Adanya peningkatkan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
f. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC
Nutrition management
a. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisiyang
dibutuhkan pasien
b. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
c. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Nutrision monitoring
a. BB pasien dalam batas normal
b. Monitor mual dan muntah
c. Monitor kalori dan intake nutrisi
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, Deden, Tutik Rahayuningsih. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Sistem


Pencernaan. Yogjakarta: Gosyen Publishing.

Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1. Yogjakarta: Mediactin
Publishing.

Anda mungkin juga menyukai