Anda di halaman 1dari 4

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sabun merupakan bahan pembersih dalam kehidupan sehari-hari. Sabun

terdiri dari berbagai jenis tergantung penggunaannya, salah satunya adalah sabun

mandi. Sabun mandi merupakan salah satu produk turunan dari minyak yang

dihasilkan dari reaksi minyak atau lemak dengan basa NaOH atau KOH. Sabun

mandi digunakan sebagai pembersih kulit tanpa menyebabkan iritasi. Wulandari

et al. (2018) menyatakan bahwa sabun telah lama digunakan karena mampu

membersihkan kotoran yang menempel pada tubuh seperti kulit, selain digunakan

untuk membersihkan kotoran dari kulit, sabun juga dapat digunakan untuk

membersihkan bakteri dari kulit.

Sabun yang dibuat dengan basa NaOH dikenal dengan sabun padat,

sedangkan sabun yang dibuat dengan basa KOH dikenal sabun lunak/cair. Sabun

cair memiliki kelebihan dari sabun padat. Kelebihan sabun cair adalah

penggunaanya lebih praktis, mudah larut dalam air karena mengandung bahan

KOH, mudah menghasilkan busa dengan menggunakan kain spon dan lebih

higienis karena kemasan yang eksklusif (Predianto et al., 2017). Sabun cair

merupakan sediaan berbentuk cair yang dibuat melalui reaksi saponifikasi dari

minyak atau lemak dengan basa KOH yang digunakan untuk membersihkan kulit.

Sabun cair mengandung bahan lain seperti surfaktan, pengawet, penstabil busa,

pengental, dan pewarna yang diperbolehkan untuk mandi tanpa mengalami iritasi

pada kulit (SNI, 1996).

Produk sabun cair antibakteri banyak diminati masyarakat, namun sabun

cair yang berbahan alami masih kurang dikembangkan (Wulandari et al., 2018).
Penggunaan bahan antibakteri sintetik dalam pembuatan sabun dapat mencegah

terjadinya infeksi yang disebabkan oleh bakteri, namun tidak sedikit yang

memberikan efek samping seperti iritasi pada kulit yang sensitif. Hal inilah yang

menyebabkan penggunaan bahan antibakteri alami lebih baik dari bahan sintetik.

Salah satu upaya mengurangi penggunaan bahan sintetik maka dilakukan inovasi

produk sabun cair dengan menggunakan bahan alami yang mengandung

antibakteri seperti kulit pisang.

Tanaman Pisang memiliki banyak kandungan senyawa aktif (metabolit

sekunder) yang berperan sebagai senyawa antimikroba dan agen kemoterapi

(Saraswati, 2015). Seiring bertambahnya produktivitas buah pisang maka jumlah

limbah kulit pisangpun meningkat. Limbah kulit pisang biasa diproses menjadi

pakan ternak atau dibuang begitu saja, hal inilah yang mengakibatkan potensi

limbah kulit pisang yang cukup besar, sehingga perlu adanya penanggulangan

pada kulit pisang agar memiliki nilai guna lebih.

Kulit buah pisang matang secara tradisional dapat digunakan untuk

menutup luka dan bersifat sebagai antiseptik. Dhuldhwaj et al. (2016)

menyatakan bahwa kulit pisang mengandung senyawa bioaktif seperti flavonoid,

tanin, alkoid, glikosida dan terpenoid. Kulit pisang memiliki efek farmakologi

seperti antibakteri, antimikroba, antioksidan, antidiabetik, antiinflamasi, antibiotik

dan hipoglikemik.

Antibakteri merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat

pertumbuhan bakteri atau membunuh bakteri yang bersifat patogen bagi manusia.

Pengujian aktivitas antibakteri ini menggunakan bakteri uji yaitu bakteri

Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli. Staphylococcus aureus dan


Escherichia coli merupakan bakteri yang paling banyak menyerang manusia.

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang flora normal pada

kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan makanan manusia serta

merupakan jenis bakteri yang paling kuat daya tahannya. Escherichia coli

merupakan bakteri Gram negatif yang merupakan bakteri fakultatif anaerob,

kemoorganitropik, mempunyai tipe metabolisme fermentasi dan respirasi

(Anggraeni, 2012).

Salah satu cara pengendalian terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli dapat menggunakan tanaman yang memiliki kandungan kimia

alami antimikrobia sehingga diharapkan dapat menekan pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Alasan penggunakan tanaman yang

mengandung antimikroba adalah karena zat antimikroba alami tidak memiliki

efek samping yang berbahaya, tidak membutuhkan biaya yang mahal untuk

membuatnya dan mudah ditemukan di lingkungan sekitar.

Penelitian ini mengacu pada Suherman et al. (2017) yang menunjukkan

bahwa esktrak kulit buah pisang ambon matang memiliki aktivitas antibakteri

terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherchia coli pada konsentrasi

yaitu 240 mg/mL, 260 mg/mL dan 310 mg/mL. Beberapa penelitian juga

menunjukkan adanya aktivitas antibakteri kulit pisang terhadap bakteri patogen.

Berdasarkan uraian di atas maka akan dilaksanakan penelitian dengan judul

Pemanfaatan Ekstrak Kulit Buah Pisang Ambon Matang sebagai

Antibakteri terhadap Sabun Cair.


1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh penambahan ekstrak kulit

buah pisang ambon matang terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus

dan Escherichia coli serta kualitas sabun cair yang dihasilkan.

1.3 Hipotesis

Ekstrak kulit buah pisang ambon matang dalam sabun cair memiliki

kandungan antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia

coli.

Anda mungkin juga menyukai