Anda di halaman 1dari 7

KAJIAN EPIDEMIOLOGI

KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DIARE


DI KABUPATEN ‘X” BULAN JULI 2019

A. Kajian Deskriptif

1. Berdasarkan Waktu (Time)

Tanggal n Persentase
8 1 2,5
9 9 22,5
10 14 35,0
11 10 25,0
12 1 2,5
13 1 2,5
15 1 2,5
16 1 2,5
17 1 2,5
18 1 2,5
Total 40 100,0

Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare menurut waktu dalam kurun 11 hari pada Bulan Juli 2019,
secara masif trend terjadi mulai tanggal 8 (1 kasus) sampai dengan tanggal 11 Juli, paling
banyak kasus (puncaknya) terjadi pada tanggal 10 yaitu 14 kasus (35%), selanjutnya
mengalami penurunan dan relatif stagnan mulai tanggal 12 s.d 18 Juli.

2. Tempat (Place)

Desa n %
Maju 11 27,5
Jaya 13 32,5
Royong 10 25,0
Sijoli 6 15,0
Total 40 100,0

Dari 4 desa yang terkena KLB diare semua terdapat kasus dengan range 6 s.d 13 kasus,
Desa Jaya merupakan kasus paling banyak yaitu 13 kasus (32.5%) dan Desa Sijoli
kasusnya paling rendah yaitu 6 kasus (15%). Sementara proporsi hampir sama terjadi di
Desa Maju dan Royong masing-masing sebesar 27,5% dan 25%.
3. Orang (Person)

a. Umur

Umur n % Kelompok
4 6 15,0 Umur N %
5 2 5,0 < 5 Tahun 8 20,0
6 5 12,5 6-10 Tahun 13 32,5
7 2 5,0 11-15 Tahun 5 12,5
8 2 5,0 16-20 Tahun 11 27,5
9 3 7,0 >20 Tahun 3 7,5
10 1 2,5 TOTAL 40 100,0
11 1 2,5
12 3 7,5
14 1 2,5
16 3 7,5
17 3 7,5
18 2 5,0
19 1 2,5
20 2 5,0
21 2 5,0
23 1 2,5
TOTAL 40 100,0

Berdasarkan karakteristik umur penderita, paling banyak pada korban berumur 4 tahun (6
kasus/15%), diikuti penderita umur 6 tahun sebanyak 5 tahun (12.5%). Namun demkian,
apabila dikelompokkan maka paling banyak kasus terjadi pada kelompok umur 6-10 tahun
sebanyak 13 tahun (32.5%) disusun kelompok umur 16-20 tahun sebanyak 11 kasus
(27.5%).

b. Jenis Kelamin

Jenis Kelamin n %
Laki 15 37,5
Perempuan 25 62,5
Total 40 100,0

Risiko terjadi kasus diare lebih banyak dan mendekati 2 kali lipat pada perempuan yaitu
25 kasus (62.5%) dibanding laki-laki 15 kasus (37.5%).
c. Pekerjaan

Status Kerja n %
Belum Kerja 20 50,0
Petani 12 30,0
Pedagang 6 15,0
PNS 2 5,0
TOTAL 40 100,0

Kasus KLB diare menurut jenis pekerjaan, pada penderita yang belum bekerja paling
banyak atau separuhnya dari total kasus (20 kasus) atau 50.0%. sementara itu, pada
kelompok PNS kasus paling sedikit yaitu 2 kasus (5%).

d. Hasil Laboratorium

Laboratorium n %
Positif 17 42,5
Negatif 23 57,2
Total 40 100,0

Menurut penelusuran hasil laboratorium, dari 40 sampel kasus yang diperiksa lebih dari
separuhnya (57.2%) atau sebanyak 23 dinyatakan hasilnya negatif atau lebih besar
dibandingkan yang dinyatakan positif sebanyak 17 kasus (42.5%).
B. Kajian Analitik
1. Lokasi Desa

Hasil Laboratorium
Desa Positif Negatif AR (%) RR
n n
Maju 3 8 27,3 Referens
Jaya 8 5 61,5 1,3
Royong 4 6 40,0 0,3
Sijoli 2 4 33,3 0,8
TOTAL 17 23 42,5
Nagelkerke R Square : 10,4 Overall Percentage : 65.0

KLB diare dengan hasil laboratorium positif menurut desa, lebih banyak terjadi di Desa
Jaya dengan nilai Attack Rate (AR) sebesar 61.5%, artinya lebih dari separuhnya atau 62
kasus yang diperiksa laboratorium hasilnya positif diantara 100 kasus. Kondisi ini dapat
dilihat dari besaran risiko yang mungkin terjadi, yaitu nilai Risiko Relatif (RR = 1.3), artinya
penderita diare yang tinggal di Desa Jaya memiliki risiko 1.3 kali untuk hasilnya positif
dibandingkan dengan penderita yang tinggal di Desa Maju. Sementara itu, untuk Desa
Sijoli dan Desa Royong masing-masing sebesar 0.8 dan 0.3, artinya Desa Sijoli dan Desa
Royong berisiko 0.8 kali dan 0.3 hasil laboratorium positif dibanding Desa Maju.
Hasil analisis selanjutnya, diperoleh Nagelkerke R Square : 10,4, artinya berdasarkan
variable lokasi desa hanya 10,4% dapat menjelaskan kasus KLB diare di Kabupaten
Parubahan, sedangkan akurasi KLB diare dapat diprediksi berdasarkan lokasi desa cukup
baik yaitu sebesar 65%.

2. Kelompok Umur

Hasil Laboratorium
Umur
Positif Negatif AR (%) RR
(Tahun)
n n
1-5 4 4 50,0 2,3
6-10 4 9 30,8 0,7
11-15 3 2 60,0 0,8
16-20 6 5 54,5 Referens
>20 0 3 0,0
TOTAL 17 23 42,5
Nagelkerke R Square : 17.3 Overall Percentage : 62.5

KLB diare dengan hasil laboratorium positif menurut kelompok umur, angka serangan
lebih banyak terjadi pada kelompok umur 11-15 tahun dengan nilai Attack Rate (AR)
sebesar 60%, artinya lebih dari separuhnya atau 60 kasus yang diperiksa laboratorium
hasilnya positif diantara 100 kasus.
Namun demikian, besaran RR paling besar terdapat pada kelompok umur 1-5 tahun yaitu
2.3, artinya kelompok umur 1-5 tahun berisiko 2.3 kali untuk terjadi diare dengan hasil
laboratorium positif dibandingkan usia di atas 16 tahun. Sementara itu, untuk kelompok
umur 11-15 tahun dan 6-10 tahun masing-masing 0.8 dan 0.7, yaitu pada kelompok umur
11-15 tahun dan 6-10 tahun masing-masing berisiko 0.8 dan 0.7 kali dibandingkan dengan
kelompok umur di atas 16 tahun. Dengan demikian semakin muda umur penderita maka
semakin besar peluang terjadi diare dengan hasil laboratorium positif.
Hasil analisis selanjutnya, diperoleh Nagelkerke R Square : 17.3, artinya berdasarkan
variable kelompok umur hanya sebesar 17.34% dapat menjelaskan kasus KLB diare di
Kabupaten Parubahan, sedangkan akurasi KLB diare dapat diprediksi berdasarkan
kelompok umur cukup baik yaitu sebesar 62.5%.

3. Jenis Kelamin

Hasil Laboratorium
Jenis
Positif Negatif AR (%) RR
Kelamin
n n
Laki 7 8 46,7
0,4
Perempuan 10 15 40,0
TOTAL 17 23 42,5
Nagelkerke R Square : 0.6 Overall Percentage : 57.5

Proporsi angka serangan pada KLB diare dengan hasil laboratorium positif menurut jenis
kelamin hamper merata, namun angka serangan lebih banyak terjadi pada laki-laki
dengan nilai Attack Rate (AR) sebesar 46.7%, artinya hamper mendekati separuhnya 47
kasus yang diperiksa laboratorium hasilnya positif diantara 100 kasus.
Kondisi ini dapat dilihat dari besaran risiko yang mungkin terjadi, yaitu nilai Risiko Relatif
(RR = 0.4), artinya laki-laki penderita diare memiliki risiko 0.4 kali untuk laboratorium
hasilnya positif dibandingkan dengan perempuan.
Hasil analisis selanjutnya, diperoleh Nagelkerke R Square : 10,4, artinya berdasarkan
variable jenis kelamin cukup minimal sekali dapat menjelaskan kasus KLB diare di
Kabupaten Parubahan yaitu hanya 0.6%, sedangkan akurasi KLB diare dapat diprediksi
berdasarkan jenis kelamin kurang baik yaitu sebesar 57.5%.

4. Status Pekerjaan
Hasil Laboratorium
Umur
Positif Negatif AR (%) RR
(Tahun)
n n
Belum Kerja 8 12 40,0 Referens
Petani 5 7 41,7 1,5
Pedagang 3 5 50,0 1,4
PNS 1 1 50,0 1,0
TOTAL 17 23 42,5
Nagelkerke R Square : 0.8 Overall Percentage : 57.5

KLB diare dengan hasil laboratorium positif menurut jenis pekerjaan, angka serangan
lebih banyak pada mereka dengan status pekerjaan pedagang dan PNS yaitu masing-
masing Attack Rate (AR) sebesar 50%, artinya separuhnya setiap jumlah kasus yang
diperiksa laboratorium hasilnya positif diantara seluruh kasus yang diperiksa.
Besaran RR paling besar terdapat pada petani yaitu 1.5, artinya penderita dengan status
pekerjaaan petani berisiko 2.3 kali untuk terjadi diare dengan hasil laboratorium positif
dibandingkan penderita yang belum bekerja. Sementara itu, untuk pedagang dan PNS
masing-masing 1.4 dan 1.0, yaitu pada pedagang dan PNS masing-masing berisiko 1.4
dan 1.0 kali dibandingkan dengan penderita belum bekerja. Dengan demikian semakin
banyak orang beraktifitas kerja di luar rumah maka semakin besar peluang terjadi diare
dengan hasil laboratorium positif.
Hasil analisis selanjutnya, diperoleh Nagelkerke R Square : 0.8, artinya berdasarkan
variable status pekerjaan hanya sebesar 0.8% dapat menjelaskan kasus KLB diare di
Kabupaten Parubahan, sedangkan akurasi KLB diare dapat diprediksi berdasarkan
kelompok status pekerjaan kurang baik yaitu sebesar 57.5.5%.

C. Tindakan Penanggulangan
Beberapa tindakan yang telah dilakukan :
1. melakukan tatalaksana kasus korban klb keracunan pangan, melalui upaya pengobatan
dan perawatan serta melaksanakan sistem rujukan;
2. investigasi secara langsung ke lokasi klb oleh tim surveilans epidemiologi dinas kesehatan
kab. garut beserta puskesmas, untuk mengidentifikasi besaran masalah dan mengetahui
penyebab terjadinya klb
3. pengambilan sampel makanan diduga penyebab klb keracunan
4. pencarian kasus tambahan, monitoring dan evaluasi kemungkinan munculnya faktor risiko
lain
5. pemantauan dan surveilans ketat ke lokasi klb dan daerah terdampak lainnya
6. koordinasi dengan berbagai lintas sektor terkait (bpbd, dinsos, rsud, tni-polri dan instansi
lainnya)

D. Rekomendasi
Berdasarkan hasil kajain epidemiologi di atas, maka sebagai rekomendasi dalam upaya
penanggulangan dan kewaspadaan dini KLB diare sebagai berikut :
1. Apabila melihat kurva epidemilogi waktu KLB, maka sumber penyebab KLB dimungkinkan
adalah factor biologis bisa berupa staphylococcus aureus, untuk itu ada kaitannya dengan
personal hygiene mapuan factor makanan yang dikonsumsi. Upaya yang perlu dilakukan
adalah memastikan kondisi makanan dan factor risiko lingkungan lainnya yang berkaitan
dengan penanganan dan pengolahn pangan termasuk ketersediaan air bersih.
2. Secara kewilayahan desa, hampir semua desa (4 desa) terdapat kasus diare. Kendati
demikian, terdapat 1 (satu) desa dengan angka serangan yang cukup tinggi yaitu Desa
Jaya sehingga penaggulangan dan penyelidikan epidemiologi lebih diprioritaskan di desa
tersebut tanpa mengesampingkan upaya di desa lainnya. Selain itu, perlu dilakukan
pemetaan kasus untuk mempermudah upaya PE dan mengetahui sebaran kasus.
3. Angka serangan (AR%) berdasarkan kelompok umur hampir merata, namun demikian
pada kelompok umur 11-15 tahun dan 1-5 tahun memiliki risiko lebih besar dibandingkan
kelompok umur lainnya. Hal ini dimungkinkan ada kaitannya dengan mobilitas anak untuk
bermain dan pola konsumsi makanan berupa jajanan yang tidak hygienes. Untuk itu perlu
dilakukan upaya food safety dengan memeriksa jenis dan ketersediaan makanan yang ada
di tempat jajanan umum, selain melakukan pemeriksaan di tatanan rumah tangga. Selain
itu, edukasi berupa penyuluhan secara intens di wilayah yang memiliki risiko KLB
4. Berdasarkan gender, laki-laki lebih berisiko menderita diare dibanding perempuan, hal ini
dapat dimaklumi bahwa laki-laki lebih banyak aktifitas di luar rumah dan kemungkinan
banyak bersentuhan dengan media yang memungkinkan sebagai sumber penularan.
Untuk itu, pendekatan sosialisasi pada laki-laki lebih besar proporsinya. Sementara itu,
berdasarkan status pekerjaan, petani lmemiliki risiko besar dibandingkan dengan yang
tidak bekerja atau PNS dan pedagang, ini adanya kemungkinan berkaitan dengan tingkat
pengetahuan yang dimiliki. Peran kerjasama dengan program promosi kesehatan dalam
upaya memperbaiki kualitas PHBS di tatanan rumah tangga.

Anda mungkin juga menyukai