Anda di halaman 1dari 29

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 KEHAMILAN GEMELLI


3.1.1 Definisi
Kehamilan kembar atau kehamilan multiple adalah suatu kehamilan
dengan dua janin atau lebih. Kehamilan kembar dapat berupa
kehamilan ganda atau gemelli (2 janin), triplet (3 janin), kuadruplet (4
janin), quintiple (5 janin) dan seterusnya dengan frekuensi kejadian
yang semakin jarang sesuai dengan hukum Hellin.

3.1.2 Epidemiologi
Kembar terjadi pada 1% dari semua kehamilan dengan dua pertiga (70%)
adalah dizigot dan sepertiga (30%) adalah monozigot. Insiden dari kembar
bervariasi menurut :
 Kelompok etnik (1:50 kehamilan ras Afrika, 1:80 kehamilan pada ras
Caucasia, 1:50 kehamilan pada ras Asia dan paling sedikit pada ras
Mongoloid).
 Usia maternal (2% setelah 35 tahun). Paling tinggi pada wanita yang
berusia 37 tahun, dimana terjadi stimulasi hormonal yang maksimal.
 Paritas (2% setelah kehamilan keempat).
 Metode konsepsi (20% dengan induksi ovulasi).
 Riwayat keluarga
Insidensi kembar monozigot sama pada semua kelompok etnis dan tidak
berbeda oleh usia maternal, paritas maupun metode konsepsi yaitu 3,4/1000
kelahiran. Insidensi untuk kehamilan kembar menurut Hukum Hellin adalah 1

dalam 80n-1 kehamilan, misalnya gemelli 1: 80 kehamilan, triplet 1:80 2,

kuadriplet 1 : 803, dan seterusnya.

3.1.3 Faktor Risiko

1
a. Ras
Frekuensi kehamilan multipel bervariasi pada setiap ras. Insidensi
kehamilan multipel berdasarkan ras yaitu 1 kehamilan multipel setiap
100 kehamilan pada wanita kulit putih, sedangkan 1 pada setiap 80
kehamilan pada wanita kulit hitam. Hasil survei pada salah satu
komunitas di Nigeria menunjukkan kehamilan multipel terjadi setiap
20 kehamilan. Perbedaan ini mungkin merupakan akibat variasi ras
terhadap tingkat follicle-stimulating hormone (FSH).
b. Herediter
Pada kehamilan multipel, riwayat dari keluarga ibu lebih penting
daripada ayah. Penelitian menurut Cunningham F, terhadap suatu
komunitas menemukan bahwa wanita yang merupakan kembar
dizigotik melahirkan anak kembar 1 kali per 58 kelahiran. Sedangkan
wanita yang bukan anak kembar tetapi bersuami yang merupakan
kembar dizigotik melahirkan anak kembar 1 kali per 116 kehamilan.
Hal ini disebabkan oleh pelepasan ovum multipel pada wanita sifatnya
diturunkan.
c. Usia ibu dan paritas
Kemungkinan kehamilan multipel meningkat dari 0 saat pubertas, dan
mencapai puncak pada usia 37 tahun saat stimulasi hormon maksimal
meningkatkan kemungkinan terjadinya pelepasan ovum ganda.
Penurunan insidensi setelah usia ibu melewati 37 tahun kemungkinan
karena deplesi dari folikel Graaf.
d. Nutrisi
Suatu penelitian menurut Cunningham F menunjukkan hubungan
antara nutrisi ibu dan kejadian kehamilan multipel. Wanita yang lebih
tinggi dan berat mempunyai kemungkinan mengalami kehamilan
multipel 20-30% lebih tinggi daripada wanita yang pendek dengan
nutrisi kurang.

e. Pituitary Gonadotropin

2
Faktor yang menghubungkan antara kehamilan multipel dengan ras,
usia, berat badan, dan kesuburan adalah level FSH, teori ini didukung
dengan fakta meningkatnya kehamilan multipel pada wanita yang
berhenti menggunakan kontrasepsi oral selama 1 bulan tetapi tidak
pada bulan selanjutnya. Hal ini disebabkan pelepasan pituitary
gonadotropin secara tiba-tiba dalam jumlah yang lebih tinggi daripada
biasanya pada siklus pertama setelah berhenti menggunakan
kontrasepsi hormonal.
f. Terapi infertilitas
Induksi ovulasi dengan menggunakan FSH dengan korionik
gonadotropin atau clomiphene citrate meningkatkan kemungkinan
terjadinya kehamilan multipel. Insidensi kehamilan multipel pada
terapi gonadotropin konvensional 16-40%. Terapi superovulasi yang
meningkatkan kemungkinan kehamilan dengan cara mengambil folikel
multipel menghasilkan 25-30% kehamilan multipel. Faktor risiko fetus
multipel setelah stimulasi ovarium dengan menggunakan hMG yaitu
peningkatan level estradiol pada hari penyuntikkan gonadotropin serta
konsentrasi dan pergerakkan sperma.
g. Assisted Reproductive Technology
Teknik seperti ART yang dirancang untuk meningkatkan kemungkinan
kehamilan dapat pula meningkatkan kemungkinan kehamilan multipel.
Mekanismenya masih kontroversial, diantaranya termasuk beberapa
faktor yaitu: induksi ovulasi, keadaan kultur in vitro, mikromanipulasi
terhadap zona pelusida dan riwayat pasien. Umumnya pada pasien
yang melakukan superovulasi, fertilisasi in vitro dimasukkan 2-4
embrio ke dalam uterusnya sehingga semakin besar risiko terjadinya
kehamilan multipel.

3.1.4 Klasifikasi Kehamilan Gemelli

3
Kehamilan kembar dapat dibagi atas beberapa tipe :
1. Kembar dizigotik (Binovular-fraternal twins) (66%):
 Fertilisasi dari 2 ovum oleh 2 sperma
 Dikorionik, korion yang terpisah, memiliki 2 plasenta
 Diamniotik, amnion yang terpisah (kantung amnion)

Gambar 1. Plasenta dan selaput janin kembar dizigotik. (A): 2 plasenta, 2


korion, 2 amnion. (B): 2 plasenta (menjadi satu), 2 korion, 2 amnion

2. Kembar monozigotik (Mono ovular-identical twins) (33%) yaitu :


 Pembelahan dari 1 ovum, fertilisasi oleh 1 sperma
 Jika pembelahan terjadi sebelum terbentuknya inner cell mass
(morula), dalam 3 hari (72 jam pertama) dari fertilisasi, yang
terjadi pada 1/3 dari kembar monozigotik maka setiap fetus
akan memiliki kantong amnion dan plasenta masing-masing
(kembar dikorionik diamniotik) sekitar 96%
 Jika pembelahan embrio terjadi setelah 3 hari fertilisasi (antara
4-8 hari), dimana morulla sudah terbentuk, maka akan terjadi
komunikasi antara sirkulasi plasenta sehingga terjadi kembar
diamniotik monokorionik sekitar 4%
 Pembelahan ovum pada hari 8-13 setelah fertilisasi, dimana
lapisan amnion sudah terbentuk akan menjadi kembar
monokorionik, monoamniotik
 Pembelahan ovum > 13 hari setelah fertilisasi, dimana
segmentasi terhambat dan setelah primitive streak terbentuk

4
maka akan terjadi kembar dempet (kembar siam). Dapat dibagi
sesuai lokasi anatomis dempetnya

Gambar 2. Jenis kembar monozigotik berhubungan dengan waktu


terjadinya faktor penghambat (Corner): (A) Hambatan dalam tingkat
segmentasi (2-4 hari). (B) Hambatan dalam tingkat blastula (4-7
hari). (C) Hambatan setelah amnion dibentuk, tetapi sebelum
primitive streak.

3.1.5 Patofisiologi
Fetus multipel umumnya disebabkan oleh fertilisasi dua ovum yang
terpisah yang disebut double-ovum, dizigotik, atau kembar fraternal. Sedangkan
sebagian berasal dari ovum tunggal yang difertilisasi yang kemudian berkembang
menjadi dua struktur yang serupa yang masing-masing mempunyai potensi untuk
menjadi individu yang terpisah. Kembar ini disebut single-ovum, monozigotik

5
atau kembar identik. Kedua jenis proses kehamilan kembar ini dapat melibatkan
pembentukkan fetus yang lebih dari dua.
Kembar dizigotik sebenarnya bukan merupakan kembar sejati karena
dihasilkan dari fertilisasi dua ovum yang berbeda dalam satu siklus ovulasi.
Selain itu juga kembar identik atau monozigotik tidak selalu identik karena
pembelahan dari satu ovum yang difertilisasi tidak selalu menghasilkan
pembagian material protoplasma yang seimbang. Proses pembelahan pada kembar
monozigotik merupakan suatu kejadian yang teratogenik sehingga insidensi
terjadinya malformasi meningkat.
a. Kembar monozigotik
Terbentuknya kembar monozigotik diperkirakan merupakan hasil dari
keterlambatan perkembangan normal pada ovum yang sudah dibuahi. Hal ini
dapat disebabkan oleh keterlambatan transpor ovum melalui tuba fallopi karena
penggunaan agen progestasional dan kontrasepsi kombinasi serta karena trauma
minor pada blastocyst selama during assisted reproductive technology (ART).1
Hasil dari proses kembar ini tergantung kapan pembelahannya terjadi.1
 Pembelahan terjadi dalam 72 jam setelah fertilisasi, morula belum
terbentuk dan blastocyst belum membentuk chorion. Terbentuklah dua
embrio, dua amnion dan dua chorion sehingga menjadi kehamilan kembar
monozigotik, diamnionik, dikhorionik. Plasenta dapat terbentuk tunggal
maupun ganda.
 Jika pembelahan terjadi antara hari keempat dan kedelapan morula sudah
terbentuk sedangkan sel yang akan menjadi chorion sudah berdiferensiasi
tetapi belum terbentuk amnion. Pada pembelahan ini terbentuklah dua
embrio yang berada pada dua kantung amnion yang dilapisi chorion
sehingga menghasilkan kehamilan kembar monozigotik, diamnionik,
monokhorionik.
 Jika sedemikian sehingga chorion dan amnion sudah berdiferensiasi pada
± delapan hari setelah fertilisasi, pembelahan menghasilkan 2 embrio
dalam satu kantung amnion,sehingga menjadi kehamilan kembar
monozigotik, monoamnionik, monochorionik.

6
 Jika pembelahannya terjadi setelah diskus embrionik telah terbentuk,
pembelahannya menjadi tidak sempurna dan terbentuklah kembar siam /
conjoined twins.
Kembar monozigotik selalu mempunyai jenis kelamin yang sama, tetapi
perkembangannya lebih lanjut dapat berbeda tergantung dari waktu
preimplantasinya. Biasanya, kembar monozigotik mempunyai karakteristik fisik
(kulit, warna mata dan rambut, bentuk tubuh) serta genetik (golongan darah, grup
serum, haptoglobin, kecocokan pada skin graft) yang sama dan terkadang mereka
merupakan gambaran cermin dengan yang lain (dominansi tangan kanan dan kiri,
dll). Meskipun demikian sidik jari pada anak kembar monozigotik tidak sama.
Triplet monozigot merupakan hasil dari pembelahan berulang dari satu ovum yang
disebut juga supertwinning.

Gambar 3. Mekanisme pembelahan kembar monozigotik

b. Kembar dizigotik
Kembar dizigotik merupakan produk dari dua ovum dan dua sperma.
Kedua ovum dilepaskan dari folikel yang berbeda, atau dari satu folikel tetapi
sangat jarang, pada waktu yang hampir bersamaan. Kembar dizigotik atau

7
fraternal dapat mempunyai jenis kelamin dan golongan darah yang sama ataupun
berbeda. Kemiripan diantara kembar dizigotik menyerupai kemiripan pada
saudara kandung.
3.1.6 Adaptasi Maternal
Secara umum perubahan fisiologis maternal pada kehamilan multipel lebih
besar daripada kehamilan tunggal. Pada awal trimester pertama wanita dengan
kehamilan multipel sering mengalami mual dan muntah serta peningkatan volume
darah pada kehamilan mutipel yang lebih berat yaitu sekitar 50-60% sedangkan
pada kehamilan tunggal hanya 40-50% (penambahan ± 500 cc). Jumlah eritrosit
juga meningkat tetapi tidak setinggi pada kehamilan tunggal sehingga terjadi
”anemia fisiologis”. Perdarahan saat persalinan pervaginam lebih kurang 935 ml
atau lebih banyak 500 ml daripada persalinan pada kehamilan tunggal. Hal ini
dikompensasikan dengan peningkatan volume darah maternal, dan peningkatan
kebutuhan zat besi dan asam folat sehingga memperbesar risiko anemia maternal.
Penelitian menurut Cunningham menunjukkan adanya peningkatan
cardiac output sebesar 20% dibandingkan kehamilan tunggal. Terutama
disebabkan oleh peningkatan stroke volume dan frekuensi denyut jantung.
sedangkan fungsi paru wanita dengan kehamilan multipel sama dengan
kehamilan tunggal.
Pertumbuhan uterus pada kehamilan multipel dapat mencapai volume 10L
dengan berat lebih dari 20 pon. Khususnya pada kembar monozigotik dapat terjadi
akumulasi cairan amnion yang tinggi (akut hidramnion). Pada keadaan seperti ini
organ abdomen dan paru-paru ibu dapat terkompresi oleh uterus. Pada kehamilan
multipel dengan komplikasi hidramnion, fungsi ginjal ibu dapat terganggu
umumnya akibat terjadinya obstructive uropathy sehingga terjadi oliguria dan
azotemia. Urine output dan level kreatinin plasma ibu akan kembali normal
setelah persalinan. Pada hidramnion yang berat dapat dilakukan amniocentesis
terapeutik dapat membuat ibu lebih nyaman, mengurangi obstructive uropathy,
menurunkan risiko persalinan prematur dan KPSW. Tetapi hidramnion umumnya
cepat terjadi reakumulasi setelah amniosentesis.
3.1.7 Patologi pada Kehamilan Kembar
Secara umum patologi yang dapat terjadi pada kehamilan multipel dapat
dibagi berdasarkan waktu terjadinya yaitu:

8
Antepartum :
1. Kelahiran prematur
2. Kelainan kongenital
3. Tingkat abortus spontan yang tinggi
4. IUGR
5. Anemia maternal
6. Twin-to-twin transfusion syndrome
7. Hipertensi karena kehamilan
8. Hidramnion
Intrapartum :
1. Placenta previa
2. Abruptio placenta
3. Vasa previa
4. Partus lama
5. Kelainan letak janin
6. Prolaps tali pusat
7. Insidensi seksio sesarea meningkat
Postpartum :
1. insidensi transfusi darah maternal meningkat
2. Perdarahan post partum / atonia uteri

Selain itu patologi yang dapat terjadi dapat dibagi tiga, yaitu patologi
maternal, plasenta dan tali pusat serta patologi fetal.

a. Patologi Maternal
Meskipun volume darah meningkat, pada kehamilan multipel sering
terjadi anemia maternal karena tingginya kebutuhan fetus akan zat besi serta
peningkatan volume plasma yang tidak sebanding dengan peningkatan sel darah
merah mengakibatkan kadar hemoblobin menjadi turun, keadaan ini berhubungan
dengan kejadian edema pulmonum pada pemberian tokolitik yang lebih tinggi
dibandingkan kehamilan kembar. Angka kejadian persalinan preterm (umur
kehamilan kurang 37 minggu) pada kehamilan kembar 43,6 % dibandingkan
dengan kehamilan tunggal sebesar 5,6 %.
Volume tidal respirasi meningkat tetapi wanita dengan kehamilan multipel
umumnya ”breathless” (kemungkinan karena peningkatan progesteron). Distensi
uterus dan peninggian tekanan pada organ viseral sekitar dan vaskularisasi pelvis
umum terjadi pada kehamilan multipel. Terkadang kista lutein bahkan asites dapat
terjadi karena level hormon korionik gonadotropin yang meninggi secara
abnormal. Kemungkinan terjadinya plasenta previa lebih tinggi karena ukuran

9
plasenta lebih besar atau terdapat dua plasenta. Sistem kardiovaskuler, respirasi,
gastrointestinal, renal dan muskuloskeletal ibu mengalami stress dikombinasikan
dengan tingginya kebutuhan nutrisi maternal-fetal.
Frekuensi terjadinya hipertensi yang diperberat kehamilan, preklamsia dan
eklamsia meningkat pada kehamilan kembar. Pendarahan antepartum oleh karena
solutio plasenta disebabkan permukaan plasenta pada kehamilan kembar jelek
sehingga plasenta mudah terlepas. Perdarahan postpartum dalam persalinan
kembar disebabkan oleh distensi uterus yang berlebihan, meningkatkan risiko
terjadinya atonia uterus.

b. Plasenta dan Tali Pusat


Pada kembar monozigotik keadaan plasenta dan membrannya dapat
bervariasi, tergantung waktu mulainya pembelahan dari diskus embrionik. Variasi
yang dapat terjadi antara lain sebagai berikut:
1. Pembelahan pada stadium morula dan diferensiasi trofoblas (hari ke-3)
menghasilkan plasenta yang terpisah atau bersatu (fusi), 2 korion, 2
amnion. Proses ini secara umum menyerupai kembar dizigotik dan terjadi
1/3 dari jumlah kehamilan kembar monozigotik. Hal ini mendukung
manifestasi klinik dimana kembar dizigotik berisiko komplikasi klinik.
2. Pembelahan setelah diferensiasi trofoblas tetapi sebelum pembentukkan
amnion (hari ke 4-8) menghasilkan satu plasenta, korion dan 2 amnion.
Hal ini terjadi sekitar 2/3 dari jumlah kehamilan kembar monozigotik.
3. Pembelahan yang terjadi setelah diferensiasi dari amnion (hari 8-13) akan
menghasilkan plasenta, korion, dan amnion tunggal, tetapi hal ini jarang
terjadi.
4. Pembelahan pada usia kehamilan >15 hari dapat mengakibatkan kembar
yang inkomplit, jika pembelahan terjadi pada usia 13-15 hari akan
menghasilkan kembar siam (conjoined twins).
Saat persalinan, septum membranosa berbentuk T atau membran plasenta
yang membatasi antara kedua janin harus diinspeksi dan dipisahkan untuk
menentukan tipe kehamilan kembar. Kembar monozigotik umumnya memiliki
septum transparan (<2mm) yang tersusun dari 2 membran amnion (tanpa korion

10
dan desidua). Kembar dizigotik hampir selalu memiliki septum yang tebal dan
opak yang terdiri dari 2 korion, 2 amnion dan desidua diantaranya.
Pada plasenta monokorionik dapat diidentifikasi dengan memisahkan
amnion dengan amnion untuk melihat adanya korion tunggal dengan satu
plasenta. Umumnya plasenta monokorionik mempunyai anastomosis, sebaliknya
pada plasenta dikorionik jarang memiliki anastomosis di antara pembuluh darah
fetus. Kembar monozigotik jarang sekali memiliki fenotip jenis kelamin yang
sama, hal ini dapat terjadi jika salah satu janin berjenis kelamin wanita dengan
sindrom Turner (45, XO) dan yang lain laki-laki (46,XY).
Plasenta monokorionik mempunyai masalah yang lebih rumit seperti
gangguan vaskularisasi plasenta yang dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan janin. Masalah yang lebih berat adalah kemungkinan terjadinya
kelainan yang disebut twin-twin transfusion syndrome yang disebabkan oleh
adanya anastomosis vaskuler antara janin dapat berbentuk arteri-arteri, vena-vena
atau kombinasi arteri-vena. Pada kasus yang tidak terkompensasi, janin yang
secara genetik identik berbeda jauh dalam bentuk dan ukuran. Janin yang
merupakan resipien mengalami plethoric, oedem, hipertensi, kern ikterus, ascites,
jantung, hati dan ginjal dapat membesar, hidramnion dapat terjadi akibat poliuria.
Meskipun terlihat sehat janin resipien dengan hipervolemik dapat meninggal
karena gagal jantung dalam 24 jam pertama kehidupan. Janin donor berukuran
lebih kecil dan dehidrasi karena pertumbuhan terhambat, malnutrisi dan
hipovolemia dapat pula disertai oligohidramnion, anemia berat yang berkembang
menjadi gagal jantung. Berbagai terapi untuk twin-twin transfusion syndrome
telah dikembangkan antara lain amnioreduction, amniotic septotomy dan ablasi
laser pada pembuluh darah yang berhubungan. Percobaan secara acak
menunjukkan ablasi dengan laser memberikan hasil yang lebih baik tetapi
prosedur ini masih mempunyai keterbatasan dalam pengadaan alat dan tenaga.
Kedua janin kembar berisiko mengalami prolaps tali pusat. Janin ke-2
terancam karena pelepasan plasenta yang prematur, hipoksia, constriction ring
dystocia, manipulasi operatif atau prolonged anestesia.
c. Fetus
Malformasi lebih banyak muncul pada bayi dengan kembar dibandingkan
kehamilan tunggal. Kembar monozigotik berisiko lebih besar dibandingkan

11
kembar dizigotik. Kembar siam atau conjoined merupakan hasil pembelahan yang
tidak sempurna dari satu ovum yang terjadi pada hari ke-13 dan ke-14. Jika
pembelahan setelah itu akan terbentuk kembar inkomplit (2 kepala, 1 badan).
Kembar siam dapat dibagi berdasarkan tempat bersatunya, yaitu: pygopagus (pada
sacrum), thoracopagus (pada thoraks), craniopagus (pada kepala), and
omphalopagus (pada dinding abdomen).
Bayi kembar dan plasentanya umumnya lebih ringan dari pada bayi
tunggal. Semakin besar jumlah bayi kembar, semakin berat tingkat gangguan
pertumbuhannya. Berat badan lahir rendah pada bayi kembar kemungkinan
merupakan suatu bukti adanya nutrisi yang tidak adekuat. Hal ini merupakan salah
satu penyebab kematian bayi pada kehamilan kembar. Pada usia kehamilan lanjut,
fetus dapat mengalami kelahiran prematur, kelainan letak, dan hidramnion.
Kematian satu janin pada kehamilan kembar dapat terjadi, penyebab
kematian yang umum adalah saling membelitnya tali pusat. Bahaya yang perlu
dipertimbangkan pada kematian satu janin adanya koagulopati konsumtif berat
yang dapat mengakibatkan terjadinya disseminated intravascular coagulopathy
Fetus acardiacus adalah fetus monozigotik parasitik yang tidak
mempunyai jantung dan berkembang mengandalkan reversed circulation yang
disuplai oleh 1 anastomosis arteri-arteri dan 1 vena-vena. Hal ini disebut sindrom
twin reversed arterial perfusion (TRAP). Fetus donor berisiko mengalami
hipertropi jantung bahkan dapat terjadi gagal jantung dengan tingkat mortalitas
35%. Berbagai cara untuk menimbulkan oklusi tali pusat dapat dilakukan dengan
terapi in-utero.
Fetus papiraseous merupakan fetus yang kecil, termumifikasi umumnya
ditemukan saat persalinan bayi yang sehat. Insidensinya secara umum 1 dalam
17.000-20.000 kehamilan. Fetus papyraceous disebabkan kematian salah satu
fetus yang kembar, kehilangan cairan amnion, atau resorpsi dan kompresi oleh
janin yang hidup.

3.1.8 Letak dan Presentasi Janin


Menurut Mochtar Rustam, pada hamil kembar sering terjadi kesalahan
presentasi dan posisi kedua janin. Begitu pula letak janin kedua dapat berubah
setelah janin pertama lahir, misalnya dari letak lintang berubah jadi letak sungsang

12
atau letak kepala. Berbagai kombinasi letak, presentasi dan posisi bisa terjadi yang
paling sering dijumpai adalah:
1. Kedua janin dalam letak membujur, presentasi kepala (44-47 %).
2. Letak membujur, presentasi kepala bokong (37-38 %).
3. Keduanya presentasi bokong (8-10 %).
4. Letak lintang dan presentasi kepala (5-5,3 %).
5. Letak lintang dan presentasi bokong (1,5-2 %).
6. Keduanya letak lintang (0,2-0,6 %).
7. Letak dan presentasi 69 adalah letak yang berbahaya karena dapat terjadi
kunci-mengunci (interlocking).
Berbagai kombinasi letak, presentasi dan posisi bisa terjadi dan yang
paling sering dijumpai adalah :

Gambar 4. Jenis dan frekuensi letak serta presentasi kehamilan kembar

13
3.1.9 Diagnosis
1. Anamnesis dan manifestasi klinik
Riwayat kehamilan multipel dalam keluarga, usia ibu yang tua, paritas
tinggi, ukuran tubuh ibu yang besar dan riwayat kehamilan multipel pribadi
merupakan petunjuk yang mengarahkan diagnosis kehamilan multipel. Riwayat
penggunaan clomiphene citrate, gonadotropin dan kehamilan dengan ART
semakin memperkuat kemungkinan.
Manifestasi klinik pada kehamilan multipel pada umumnya sama dengan
kehamilan tunggal tetapi dengan intensitas yang lebih berat, seperti penekanan
berat pada pelvis, mual, nyeri punggung, varikosis, konstipasi, haemorrhoid,
distensi abdominal dan kesulitan bernapas.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yaitu dengan pengukuran tinggi fundus yang akurat
merupakan salah satu petunjuk yang penting. Pada trimester ke-2 ukuran uterus
membesar lebih dari usia kehamilan yang ditentukan berdasarkan hari pertama
haid terakhir (HPHT). Menurut Cunningham, tinggi fundus uteri pada 336
kehamilan, pada usia kehamilan 20-30 minggu tinggi fundus pada kehamilan
kembar rata-rata lebih tinggi 5 cm daripada kehamilan tunggal dengan usia
kehamilan yang sama.
Pada palpasi uterus teraba 2 kepala janin yang biasanya terdapat pada
kuadran uterus yang berbeda. Diagnosis dengan palpasi ini sulit ditegakkan
sebelum trimester ketiga, bahkan jika posisi janin bertumpuk, ibu obesitas dan
adanya hidramnion palpasi abdominal sulit untuk mengidentifikasi kehamilan
multipel meskipun pada usia kehamilan tua.
Pada timester pertama, denyut jantung janin dapat dideteksi dengan USG
doppler. Pemeriksaan teliti dengan aural fetal stethoscope dapat mengidentifikasi
bunyi jantung janin pada usia 18-20 minggu.
Secara umum pemeriksaan fisik yang dapat mengarahkan diagnosis
kehamilan multipel yaitu:
a. Uterus yang lebih besar dari usia kehamilan.
b. Peningkatan berat badan ibu yang berlebihan tanpa adanya obesitas atau
oedem.
c. Polihidramnion.
d. Terdapat ballotement yang lebih dari satu fetus.
e. Bagian kecil yang multipel.

14
f. Bunyi jantung yang berbeda dengan denyut jantung janin dan ibu, dengan
perbedaan 8 denyut per menit.

3. Pemeriksaan penunjang
USG
USG merupakan pemeriksaan utama untuk mendiagnosis kehamilan
multipel dan dapat ditentukan pada usia kehamilan 4 minggu dengan probe
intravaginal. Selain itu dapat ditentukan keadaan plasenta. Untuk dapat
mengidentifikasi kehamilan multipel USG rutin sebaiknya dilakukan pada usia
kehamilan 18-20 minggu. Diagnosis kehamilan multipel pada trimester pertama
harus dilakukan dengan hati-hati sampai dengan pasti dapat dua embrio yang
viabel. Kesalahan diagnosis dengan bekuan darah intrauterin atau koleksi cairan
sebagai janin non-viabel dapat menimbulkan trauma pada pasien.
USG pada trimester pertama kehamilan penting untuk menentukan sifat
korion. Pada janin dikorionik biasanya ditemukan jenis kelamin yang berbeda,
plasenta yang berbeda, membran pembagi yang tebal (>2mm) atau adanya tanda
twin peak yaitu berupa membran yang menyusup diantara 2 plasenta yang berfusi.
Bila salah satu plasenta berada pada dinding bagian depan uterus sedangkan
plasenta yang lain pada dinding belakang, saat pencitraan dengan USG akan
terlihat plasenta yang menumpuk seperti satu plasenta. Pada kasus seperti ini akan
terlihat bentuk segitiga pada pertemuan membran dan plasenta disebut tanda
lambda. Menurut penelitian oleh Sepulveda W dan teman-teman, pemeriksaan
dengan USG pada usia kehamilan 10-14 dapat menentukan kehamilan multipel
diklasifikasikan sebagai monokorionik atau dikorionik. Kehamilan multipel
diklasifikasikan sebagai monokorionik jika terdapat satu plasenta tanpa tanda
lambda pada hubungan membran-plasenta diantara janin dan diklasifikasikan
sebagai dikorionik jika terdapat satu plasenta dengan tanda lambda atau terdapat
dua plasenta. Cara ini merupakan cara yang dapat diandalakan dan akurat dalam
menentukan jenis kehamilan multipel.
Pada janin multipel monokorionik diamnionik, terdapat satu plasenta dan janin dipisahkan hanya dengan membran amnion yang

tipis sehingga akan terbentuk tanda berbentuk huruf T. Kriteria USG untuk mendiagnosis sifat koriondan amnion pada kehamilan ganda dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Gambaran USG Sifat korion dan amnion

15
Jenis kelamin fetus berbeda Dikorionik/diamniotik (dan dizigotik)
Plasenta yang terpisah Dikorionik/diamniotik
Tanda ”lambda” atau ”twin peak” Dikorionik/diamniotik
Membran pembatas yang tebal Dikorionik/diamniotik
(subjektif)
Membran pembatas yang tipis Monokorionik/diamniotik
(subjektif)
Tidak ada membran pembatas Monokorionik/monoamniotik
Tabel 1. Kriteria USG untuk mendiagnosis sifat koriondan amnion pada kehamilan ganda

Gambar 5. USG pada kehamilan 7 minggu, tampak dua kantong gestasi berisi fetus

Gambar 6. Gambaran USG dari tanda twin peak (A) dan diagram skematik tanda twin-peak (B)

16
Keterangan gambar:
Panah pada sebelah kiri menujuk
pada septum membran interfetal
(<1,5 mm) pada kembar
monokorionik yang membentuk
huruf “T” pada dasarnya.

Gambar 7. Gambaran USG dari tanda berbentuk huruf T (T shape) pada kembar monokorionik
diamnionik

Pada kehamilan multipel yang lebih dari dua janin, evaluasi dengan USG
untuk menentukan jumlah janin dan posisinya terutama pada trimester pertama
sulit dilakukan. Pada 50% kasus kehamilan multipel ditemukan presentasi kepala
untuk kedua janin. Sedangkan 33% kasus presentasi janin A kepala dan janin B
bokong, pada 10% kasus kedua janin dalam presentasi bokong dan sisanya dapat
salah satu atau keduanya dalam posisi lintang.

Gambar 8. Kiri: kedua janin presentasi kepala, kanan: presentasi kepala dan bokong

Pemeriksaan Darah
Nilai hematokrit, hemoglobin dan jumlah eritrosit biasanya menurun
berhubungan dengan peningkatan volume darah. Anemia hipokrom normositer
sering terjadi pada kehamilan multipel karena peningkatan kebutuhan zat besi

17
pada trimester kedua. Tes toleransi glukosa menunjukkan diabetes melitus
gestasional dan hipoglikemia gestasional meningkat pada kehamilan multipel
daripada kehamilan tunggal.
Jumlah korionik gonadotropin dalam plasma dan urine rata-rata lebih
tinggi daripada kehamilan tunggal, level alfa-fetoprotein juga dapat meningkat.
Jumlah rata-rata serum alfa-fetoprotein maternal 2,5 kali lebih tinggi pada
kehamilan multipel dibandingan kehamilan tunggal. Hal ini diduga disebabkan
tingginya tingkat protein yang dilepaskan oleh hati janin yang multipel dan
ditemukan pada darah ibu dibandingkan janin tunggal.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan dengan rontgen sudah jarang dilakukan untuk mendiagnosis
kehamilan ganda karena cahaya penyinaran berisiko menganggu perkembangan
janin.

3.1.10 Diagnosis Banding


Diagnosis banding wanita hamil dengan uterus yang lebih besar dari usia
kehamilan antara lain sebagai berikut:
1. Fetus multipel
2. Elevasi uterus karena distensi vesica urinaria ataupun rektum yang penuh
3. HPHT yang tidak akurat sehingga ukuran uterus tidak sesuai dengan usia
kehamilan
4. Hydramnion
5. Mola hidatidosa, meskipun dan dibedakan dengan mudah dari kehamilan
multipel komplikasi ini harus dipikirkan pada usia kehamilan dini
6. Mioma uteri
7. Tumor abdomen seperti tumor fibroid uterus dan tumor ovarium
8. Fetal macrosomia (pada kehamilan tua)

3.1.11 Penanganan
Prenatal Care
Untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas dalam kehamilan multipel
perlu diperhatikan:
 Kontrol prenatal pada wanita dengan kehamilan multipel harus lebih
sering daripada kehamilan tunggal. Jadwal kontrol tergantung dari masalah
obstetrik pada masing-masing individu.

18
Umumnya mulai umur kehamilan 24 minggu pemeriksaan antenatal
dilakukan tiap 2 minggu, dan sesudah usia kehamilan 36 minggu
pemeriksaan dilakukan tiap minggu.
 Wanita dengan kehamilan multipel harus mengurangi aktivitasnya sehari-
hari terutama pada usia kehamilan 5-9 bulan sehingga aliran darah ke
plasenta meningkat agar pertumbuhan janin baik .
 Untuk menghindari persalinan prematur, diagnosis dan pencegahannya
harus dilakukan sedini mungkin.
 Pemantauan dengan USG harus dilakukan setiap 3-6 minggu, tes antenatal
seperti Non-Stress Test (NST) dilakukan setiap minggu pada trimester
ketiga.
 Pemeriksaan volume cairan amnion penting untuk mendeteksi adanya
oligohidramnion yang mengindikasikan adanya gangguan uteroplasenta.
Pengukurannya dapat menggunakan amnionic fluid index (AFI).
 Jika terdapat risiko kelahiran prematur, pada minggu ke-34 sebaiknya
diberikan kortikosteriod untuk mengurangi risiko respiratory distress
syndrome pada neonatus dan perdarahan intraventrikular, berupa
betamethsone 12 mg/hari , untuk 2 hari saja. Bila tak ada betamethasone
dapat diberikan dexamethasone serta pemberian tokolitik. Kortikosteroid
mempercepat produksi surfaktan dari pneumosit dan mengurangi insidensi
kematian neonatus, perdarahan intraserebral, dan enterokolitis. Dosis
betametason yang dianjurkan adalah 12.0 mg intramuskular, diulang dalam
24 jam. Deksametason diberikan dalam dosis 5 mg dengan interval 6 jam
hingga tercapai dosis total 20 mg. Pemberian kortikosteroid harus dimulai
24-48 jam sebelum persalinan.8 Kortikosteroid diberikan untuk
menginduksi pematangan paru janin pada kehamilan 24 sampai 34 minggu
jika tidak ditemukan tanda-tanda infeksi. Pemberian kortikosteriod pada
kehamilan kurang dari 23 minggu masih kontroversi. Pemberian
kortikosteroid pada kehamilan kurang dari 23 minggu tidak berguna untuk
memperbaiki keadaan pernafasan karena pada janin kurang dari 23 minggu
belum terbentuk sel pneumosit yang memproduksi surfaktan.

19
 Angka kelahiran prematur meningkat seiring dengan tingginya jumlah
fetus, sehingga reduksi pada kehamilan multipel yang lebih dari dua dapat
dipertimbangkan.
 Kebutuhan kalori, protein, mineral, vitamin dan asam lemak esensial
sangat meningkat pada wanita dengan kehamilan multipel. Konsumsi
kalori harus ditingkatkan 300Kcal/ hari. Menurut penelitian Brown dan
Carlson pada tahun 2000 sebaiknya peningkatan berat badan wanita hamil
disesuaikan dengan berat badan sebelum hamil, tetapi wanita dengan
kehamilan triplet (kembar tiga) setidaknya mengalami peningkatan berat
badan sebesar 50 pon. Peningkatan kalori sebaiknya dilengkapi dengan
suplemen zat besi 60-100mg/hari dan asam folat 1mg/hari.

Persalinan
Banyak komplikasi yang dapat terjadi pada kehamilan multipel, oleh
karena itu persiapan khusus diperlukan saat persalinan. Rekomendasi penanganan
intrapartum yang dapat dilakukan saat persalinan dengan janin lebih dari satu
antara lain:
1. Penolong persalinan yang terlatih harus mengawasi pasien selama proses
persalinan disertai observasi pembukaan serviks dan keadaan janin.
2. Pemasangan infus intravena harus dilakukan untuk memasukkan cairan
secara cepat. Bila tidak terdapat perdarahan atau gangguan metabolisme
selama persalinan diberikan cairan infus dengan dextrose atau ringer laktat
sebanyak 60-120ml/jam.
3. Seorang dokter spesialis kandungan yang terampil dalam mengidentifikasi
bagian-bagian janin dan dapat melakukan manipulasi intrauteri harus ada.
4. Mesin USG tersedia untuk megevaluasi posisi dan status janin yang kedua
setelah janin yang pertama lahir.
5. Seorang dokter spesialis anestesi harus siap bila diperlukan persalinan
dengan seksio sesarea.
6. Terdapat orang yang terlatih melakukan resusitasi untuk masing-masing
janin.

Presentasi janin berperan besar dalam dilatasi serviks dan jalan lahir. Jika
presentasi janin pertama adalah kepala maka persalinan dapat dilakukan secara

20
spontan ataupun dengan forceps. Bila presentasi janin pertama adalah bokong,
masalah utama yang biasanya muncul adalah:
1. Janin biasanya besar dan kemungkinan terjadi aftercoming head.
2. Janin kecil sehingga lahirnya ektremitas tidak menyebabkan dilatasi yang
adekuat pada serviks dan jalan lahir sehingga kepala sulit lahir.
3. Terjadi prolaps tali pusat.
Jika muncul masalah, biasanya persalinan dengan seksio sesarea dipilih,
kecuali pada bayi yang prematur dengan kemungkinan bertahan hidup yang
rendah. Pada janin dengan presentasi kepala dan bokong dapat terjadi fenomena
lock twin. Fenomena ini terjadi saat penurunan janin dengan presentasi bokong
melalui jalan lahir, dagu janin pertama dan kedua terkunci. Bila terjadi fenomena
lock twin teridentifikasi persalinan dengan seksio saesaria direkomendasikan.

Gambar 9. Lock twin


Persalinan pervaginam janin kedua harus dilakukan secara tepat dan cepat.
Setelah janin pertama dilahirkan, presentasi, ukuran, dan hubungannya dengan
jalan lahir harus setelah ditentukan dengan mengkombinasikan pemeriksaan
abdominal, vaginal dan terkadang intrauterin. Jika kepala atau bokong sudah
terfiksasi jalan lahir, dilakukan penekanan fundus moderat dan membrannya akan
ruptur. Segera setelah itu, pemeriksaan digital serviks diulang terus untuk
mencegah prolaps tali pusat. Persalinan akan segera dimulai dan denyut jantung
janin harus dimonitor. Induksi persalinan tidak perlu dilakukan kecuali jika terjadi
penurunan denyut jantung janin atau perdarahan. Perdarahan menandakan
pelepasan plasenta mulai terjadi, hal ini dapat membahayakan ibu dan bayinya.

21
Bila tidak ada kontraksi dalam 10 menit harus dilakukan stimulasi dengan
oxytocin yang diencerkan.
Bila presentasi occipital atau bokong sudah masuk ke pintu atas panggul
tetapi belum terfiksasi, bagian terendahnya dapat diarahkan dengan satu tangan
dari dalam vagina dan tangan yang lain menekan fundus uteri dari luar. Pada janin
kedua dengan letak non-cephalic dapat dilakukan versi luar intrauterin.
Prinsip penanganan kehamilan ganda:
Bayi I
• Cek persentasi
 Bila verteks lakukan pertolongan sama dengan presentasi normal dan
lakukan monitoring dengan partograf
 Bila persentasi bokong, lakukan pertolongan sama dengan bayi tunggal
presentasi bokong
 Bila letak lintang lakukan seksio sesaria
• Monitoring janin dengan auskurtasi berkala DJJ
• Pada kala II beri oksitosis 2,5 IU dalam 500 ml dekstrose 5% atau ringer laktat/
10 tts / mt.
Bayi II
• Segera setelah kelahiran bayi I
- Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan adanya bayi selanjutnya
- Bila letak lintang lakukan versi luar
- Periksa DJJ
- Lakukan pemeriksaan vaginal untuk : adanya prolaps funikuli, ketuban
pecah atau intak, presentasi bayi.
• Bila presentasi verteks
- Bila kepala belum masuk, masukan pada PAP secara manual
- Ketuban dipecah
- Periksa DJJ
- Bila tak timbul konteraksi dalam 10 menit, tetesan oksitosin dipercepat
sampai his adekuat
- Bila 30 menit bayi belum lahir lakukan tindakan menurut persyaratan yang
ada (vakum, forceps, seksio)
• Bila presentasi bokong
- Lakukan persalinan pervaginan bila pembukaan lengkap dan bayi tersebut
tidak lebih besar dari bayi I
- Bila tak ada konteraksi sampai 10 menit, tetesan oksidosin dipercepat
sampai his adekuat
- Pecahkan ketuban
- Periksa DJJ
- Bila gawat, janin lakukan ekstraksi

22
- Bila tidak mungkin melakukan persalinan pervaginam lakukan seksio
secarea.
• Bila letak lintang
- Bila ketuban intak, lakukan versi luar
- Bila gagal lakukan seksio secarea
• Pasca persalinan berikan oksitosin drip 20 IU dalam 1 liter cairan 60 tetes/menit
atau berikan ergometrin 0,2 mg IM 1 menit sesudah kelahiran anak yang terakhir
dan lakukan manajemen aktif kala II. Untuk mengurangi perdarahan pasca
persalinan.

Penatalaksanaan Persalinan Letak Sungsang


1. Cara Bracht
Bokong dan pangkal paha janin dipegang dengan 2 tangan
kemudian dilakukan hiperlordosis tubuh janin sehingga lambat laun
badan bagian atas, bahu lengan dan kepala janin dapat dilahirkan. Pada
prasat bracht ini, penolong tidak sama sekali melakukan tarikan dan
hanya membantu melakukan proses persalinan sesuai dengan mekanisme
persalinan presentasi bokong. Tatapi prasat bracht tidak selalu berhasil
melahirkan bahu dan kepala sehingga untuk mempercepat kelahiran bahu
dan kepala dilakukan manual haid atau manual hilfe.

Gambar 10. Metode Bracht


2. Cara klasik
Pada dasarnya lengan kiri janin dilahirkan oleh tangan kiri
penolong, sedangkan lengan kanan janin dilahirkan dengan tangan kanan
penolong, kedua lengan dilahirkan sebagai lengan belakang. Bokong dan
pangkal paha yang telah lahir dipegang dengan kedua tangan, badan
ditarik ke bawah sampai dengan ujung bawah scapula depan terlihat

23
dibawah symphisis. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan yang
berlawanan dengan lengan yang akan dilahirkan, tubuh janin ditarik ke
atas sehingga perut janin ke arah perut ibu tangan penolong yang satu
dimasukkan ke dalan jalan lahir dengan menelusuri
punggung janin menuju lengan belakang sampai ke fossa cubiti. Dua jari
tangan tersebut ditempatkan sejajar dengan humerus dan lengan
belakang janin dikeluarkan dengan bimbingan jari-jari tersebut.
Untuk melahirkan lengan depan, dada dan
punggung janin dipegang dengan kedua tangan, tubuh janin diputar
untuk merubah lengan depan supaya berada di belakang dengan arah
putaran demikian rupa sehingga punggung melewati symphisis kemudian
lengan yang sudah berada di belakang tersebut dilahirkan dengan cara
yang sama. Cara klasik tersebut dilakukan apabila lengan depan
menjungkit ke atas atau berada dibelakang leher janin. Karena memutar
tubuh dapat membahayakan janin maka apabila letak bahu normal cara
klasik dapat dilakukan tanpa memutar tubuh janin, sehingga lengan
kedua dilahirkan tetap sebagai lengan depan. Kedua kaki dipegang
dengan tangan yang bertentangan dengan lengan depan untuk menarik
tubuh janin kebawah sehingga punggung janin mengarah ke bokong ibu.
Tangan yang lain menelusuri punggung janin menuju ke lengan depan
sampai fossa cubiti dan lengan depan dikeluarkan dengan kedua jari yang
sejajar dengan humerus.

Gambar 11. Metode Klasik


3. Muller

24
Dengan kedua tangan pada bokong dan pangkal paha,
tubuh janin ditarik ke bawah sampai bahu depan berada di
bawah symphisis kemudian lengan depan dikeluarkan dengan cara yang
kurang lebih sama dengan cara yang telah diuraikan di depan, sesudah itu
baru lengan belakang dilahirkan.

Gambar 12. Metode Muller

4. Loveset
Dasar pemikirannya adalah bahu belakang janin selalu berada
lebih rendah daripada bahu depan karena lengkungan jalan lahir,
sehingga bila bahu belakang diputar ke depan dengan sendirinya akan
lahir di bawah symphisis setelah sumbu bahu janin terletak dalam ukuran
muka belakang, dengan kedua tangan pada bokong tubuh janin ditarik ke
bawah sampai ujung bawah scapula depan terlihat di bawah symphisis.
Kemudian tubuh janin diputar dengan cara memutar dada dan punggung
oleh dua tangan sampai bahu belakang terdapat di depan dan tampak
dibawah symphisis, dengan demikian lengan dapat dikeluarkan dengan
mudah. Bahu yang lain yang sekarang menjadi bahu belakang, dilahirkan
dengan memutar kembali tubuh janin kearah berlawanana sehingga bahu
belakang menjadi bahu depan dan lengan dapat dilahirkan dengan
mudah.

25
Gambar 13. Loveset
5. Melahirkan Kepala Cara Mauriceau (Viet Smillie)
Badan janin dengan perut ke bawah diletakkan pada lengan kiri
penolong. Jari tengah dimasukkan kedalam mulut janin sedangkan jari
telunjuk dan jari manis pada maksila, untuk mempertahankan supaya
kepala janin tetap dalam keadaan fleksi. Tangan kanan memegang
bahu janin dari belakang dengan jari telunjuk dan jari tengah berada di
sebelah kiri dan kanan leher. Janin ditarik ke bawah dengan tangan kanan
sampai suboksiput atau batas rambut di bawah symphisis. Kemudian
tubuh janin digerakkan ke atas, sedangkan tangan kiri tetap
mempertahankan fleksi kepala, sehingga muka lahir
melewati perineum disususl oleh bagian kepala yang lain. Perlu
ditekankan disini bahwa tangan kiri tidak boleh ikut menarik janin,
karena dapat menyebabkan perlukaan pada mulut dan muka janin
(Marmi, 2012).

Gambar 14. Mauriceau

Interval antara janin kembar pertama dan kedua


Dulu umumnya interval persalinan antara janin kembar pertama dan kedua
adalah 30 menit. Menurut penelitian oleh Rayburn dan kelompoknya (1984), jika
monitoring fetus dilakukan terus-menerus interval yang lebih panjang akan
memberikan hasil yang lebih baik. American College of Obstetricians and
Gynecologists (1998) telah menetapkan bahwa interval antara kelahiran janin

26
multipel tidak mempengaruhi kesejahteraan janin. Leung dan kelompoknya
(2002) menggambarkan hubungan langsung antara penurunan nilai gas darah dari
tali pusat dengan interval persalinan.
Versi podalik internal
Manuver ini dilakukan dengan cara memutar janin menjadi presentasi
bokong dengan tangan operator yang diletakkan didalam uterus. Operator
memegang kaki janin yang kemudian dilakukan persalinan dengan ekstraksi
bokong. Penelitian oleh Chauhan tahun 1995 yang membandingkan hasil
persalinan kehamilan kembar dengan versi podalic dan ekstraksi bokong
dibandingkan dengan versi external cephalic, menunjukkan persalinan dengan
ekstraksi bokong lebih superior, karena kejadian fetal distress yang lebih rendah.

Gambar 15. Versi podalik internal

Seksio sesarea
Janin multipel dapat menimbulkan masalah intraoperatif yang tidak biasa.
Hipotensi umumnya muncul pada wanita dengan kehamilan multipel bila
ditempatkan pada posisi supine, maka penempatan pasien dalam posisi left lateral
sangat penting untuk mengurangi penekanan berat uterus pada aorta. Incisi pada
uterus harus cukup besar untuk mencegah persalinan traumatik pada kedua fetus.
Pada beberapa kasus, insisi vertikal pada segmen bawah rahim dapat lebih
menguntungkan.

Kehamilan multipel lebih dari dua


Saat persalinan dimulai, monitoring denyut jantung janin penting
dilakukan. Pada persalinan pervaginam janin pertama biasanya dapat lahir spontan
atau dengan sedikit manipulasi, sedangkan janin selanjutnya dilahirkan sesuai

27
presentasinya umumnya membutuhkan manuver yang kompleks seperti ekstraksi
bokong murni dengan atau tanpa versi podalic internal bahkan seksio sesarea.
Pada kehamilan kembar tiga atau lebih, cara persalinan dengan seksio sesarea
dianggap lebih baik. Persalinan pervaginam dilakukan bila harapan hidup bayi
rendah misalnya jika janin imatur atau adanya komplikasi seksio sesarea terhadap
ibu.

Reduksi kehamilan
Pada beberapa kasus kehamilan multipel, reduksi jumlah janin menjadi
dua atau tiga dapat meningkatkan kemungkinan hidup janin yang tersisa. Reduksi
kehamilan dapat dilakukan melalui transservical, transvaginal, atau
transabdominal, transabdominal merupakan cara yang paling mudah. Umumnya
reduksi transabdominal dilakukan pada usia kehamilan 10-13 minggu. Usia ini
dipilih karena abortus spontan biasanya sudah terjadi, sehingga janin yang tersisa
cukup besar untuk dapat terdeteksi dengan USG. Janin yang dipilih untuk
direduksi adalah janin terkecil dan yang mempunyai anomali. Caranya dengan
menginjeksikan kalium klorida ke dalam jantung dan thoraks janin yang dipilih
dengan panduan USG.

Terminasi selektif
Jika pada kehamilan multipel yang sudah teridentifikasi memiliki kelainan
struktural atau genetik terdapat tiga pilihan: abortus, terminasi selektif janin
abormal, ataupun kehamilan dipertahankan. Umumnya kelainan anomali tidak
diketahui sampai trimester kedua, terminasi selektif dilakukan pada usia
kehamilan lebih lanjut daripada reduksi dan memiliki risiko lebih tinggi. Prosedur
ini tidak dilakukan jika anomali yang terjadi berat tetapi tidak letal atau risiko
mempertahankan kehamilan lebih dari risiko prosedurnya.

3.1.12 Prognosis
Perbaikan hasil akhir dari kehamilan multipel dapat dicapai dengan
menurunkan tingkat kelahiran prematur, memberikan keadaan intrauterin yang
optimal untuk pertumbuhan janin, mengoptimalisasikan perawatan neonatus pada
kamar bersalin dan memberikan perawatan pada ICU neonatus (NICU) jika

28
diperlukan.

3.1.13 Pencegahan Kehamilan Multipel


Penggunaan agen yang menginduksi ovulasi bahkan oleh tenaga ahli
sekalipun dapat berisiko menyebabkan kehamilan multipel, contohnya:
penggunaan clomiphene citrate meningkatkan kemungkinan kehamilan multipel
sebesar 5-10%.
Berbagai bentuk ART seperti induksi ovulasi dan fertilisasi in vitro dan
menyebabkan kehamilan multipel dimana jumlah janin begitu banyak sehingga
memperkecil harapan hidup. Saat hal ini terjadi dapat dilakukan reduksi
kehamilan atau untuk mencegahnya dengan membatasi jumlah embrio yang di
transfer. Tindakan ini dilegalkan di Inggris.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary. 2005. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta :


EGC.

Marmi. 2012. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP

Sukarni, Icesmi. 2013. Kehamilan, Persalinan, dan Nifas. Yogyakarta: Numed

Wiknjosastro, dkk. 2002. Ilmu Kebidanan. (3rd ed.). Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro, dkk. 2000. Ilmu Bedah Obstetri. (1st ed.). Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

29

Anda mungkin juga menyukai