Anda di halaman 1dari 51

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di

Rumah Sakit
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja di rumahsakit dan fasilitas medis lainnya
perlu di perhatikan. Demikian pula penanganan faktor potensi berbahaya yang ada di rumah sakit
serta metode pengembangan program keselamatan dan kesehatan kerja disana perlu
dilaksanakan, seperti misalnya perlindungan baik terhadap penyakit infeksi maupun non-infeksi,
penanganan limbah medis, penggunaan alat pelindung diri dan lain sebagainya. Selain terhadap
pekerja di fasilitas medis/klinik maupun rumah sakit, Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
rumah sakit juga “concern” keselamatan dan hak-hak pasien, yang masuk kedalam program
patient safety.
Merujuk kepada peraturan pemerintah berkenaan dengan keselamatan dan kesehatan
kerja di tempat kerja, pedoman ini juga mengambil dari beberapa sumber “best practices” yang
berlaku secara Internasional, seperti National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH), the Centers for Disease Control (CDC), the Occupational Safety and Health
Administration (OSHA), the US Environmental Protection Agency (EPA), dan lainnya. Data
tahun 1988, 4% pekerja di USA adalah petugas medis. Dari laporan yang dibuat oleh The
National Safety Council (NSC), 41% petugas medis mengalami absenteism yang diakibatkan
oleh penyakit akibat kerja dan injury, dan angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor
industri lainnya. Survei yangdilakukan terhadap 165 laboratorium klinis di Minnesota
memperlihatkan bahwa injury yang terbanyak adalah needle sticks injury (63%) diikuti oleh
kejadian lain seperti luka dan tergores (21%). Selain itu pekerja di rumah sakit sering mengalami
stres, yang merupakan faktor predisposisi untuk mendapatkan kecelakaan. Ketegangan otot dan
keseleo merupakan representasi dari low back injury yang banyak didapatkan dikalangan petugas
rumah sakit.systems.

B. Rumusan Masalah
a) Apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja…?
b) Bahaya apa yang sering kita dapatkan di rumah sakit…?
c) Bagai mana bentuk manajemen kesehatan dan keselamatan kerja…?
d) Bagaimana peran dines kesehatan pada K3…?

C. Tujuan
a) untuk mengetahui pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja.
b) untuk mengetahui Bahaya di rumah sakit.
c) untuk mengetahui bentuk manajemen kesehatan dan keselamatan kerja.
d) untuk mengetahui sejauh mana peran dines kesehatan pada K3.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3)

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga
dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat
mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan
berdampak pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di
kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan
baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari
beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor
penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan
pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang
nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja
harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja,
keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam
bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk
diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai
kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan
kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya
tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka
jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai
ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah
seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya
lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran,
kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya),
radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan
ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para
karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS.

B. Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan


Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya
tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik maupun peralatan
kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan
dapat digolongkan dalam :
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat–
obatan).
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik .
3. Bahaya radiasi .
4. Luka bakar .
5. Syok akibat aliran listrik .
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara
lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan
dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan.
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan bahwa terjadinya
kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah
tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan
lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains,
strains : 52%;contussion, crushing, bruising : 11%; cuts, laceration, punctures: 10.8%;fractures:
5.6%; multiple injuries: 2.1%;thermal burns: 2%; scratches, abrasions: 1.9%; infections: 1.3%;
dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US Department of Laboratorium, Bureau of
Laboratorium Statistics, 1983).
Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada
perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara 813 perawat,
87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden cederamusculoskeletal 4.62/100
perawat per tahun. Cedera punggung menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1
milliar $ per tahun. Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di
RS belum tergambar dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para
petugas di RS, sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di RS.
Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas
RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih
(69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran
diskus intervertebrae.
Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita petugas RS
lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran
pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran
kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot
dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk
mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu
dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan
sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.

C. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan


Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan
mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak
kelalaian atau kesalahan ( malprektek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari
kesalahan kerja.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan atau fungsi manajemen tesebut
menjadi :
A. /Planning /(perencanaan)
B. /Organizing/ (organisasi)
C. /Actuating /(pelaksanaan)
D. /Controlling /(pengawasan)
a) Planning/ (Perencanaan)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di
masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan
dan kesehatan kerja di rumah sakit dan instansi kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk
memenuhi standarisasi kesehatan pacsa perawatan dan merawat ( hubungan timbal balik pasien –
perawat / dokter, serta masyarakat umum lainnya ). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang
ditentukan meliputi:
a. Hal apa yang dikerjakan
b. Bagaiman cara mengerjakannya
c. Mengapa mengerjakan
d. Siapa yang mengerjakan
e. Kapan harus dikerjakan
f. Dimana kegiatan itu harus dikerjakan
g. hubungan timbal balik ( sebab akibat)
Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang tidak lagi hanya di
bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian,
juga metode-metode yang dipakai makin banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko
bahaya yang dapat terjadi dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan ) makin besar. Oleh karena itu
usaha-usaha pengamanan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan harus ditangani secara serius
oleh organisasi keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.
b) Organizing/ (Organisasi)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan dapat
dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah sakit / instansi kesehatan daerah
(wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini
baik secara langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan
pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah),
di samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat daerah (wilayah)
dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja rumah sakit / instansi yang
tugas dan wewenangnya dapat berupa :
1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan .
3. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin rumah sakit / instansi
kesehatan.
5. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah sakit / instansi
kesehatan.
6. Dan lain-lain.
Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia Kedokteran No.
154, 2007 5/ background image Manajemen keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin) ataupun
organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan kesehatan kerja
rumah sakit / instansi kesehatan ini. Anggota organisasi profesi atau seminat yang terkait dengan
kegiatan rumah sakit / instansi kesehatan dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat
daerah (wilayah) maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-organisasi profesi atau
seminar tersebut dapat juga membentuk badan independen yang berfungsi sebagai lembaga
penasehat atau Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi
Kesehatan.

c) Actuating/ (Pelaksanaan)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja,
mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang akan menjadi aktivitas yang
kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang
bekerja maupun masyarakat dalam rumah sakit / instansi kesehatan wajib mengetahui dan
memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam
rumah sakit / instansi kesehatan, serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk
melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi
berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat.
Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau
pertentangan, maka menjadi tugas semua untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.
d) Controlling/ (Pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan
terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. Untuk dapat
menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :
a. Adanya rencana
b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya
disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di rumah sakit / instansi
kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang
bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah sakit / instansi
kesehatan perlu dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi kesehatan yang tugasnya antara lain
:
1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit / instansi kesehatan
yang baik, benar dan aman.
2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami cara- cara menghindari
risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi kesehatan.
3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.
4. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan .
5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya
bahaya tersebut.
6. Dan lain-lain.

D. Penegakan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah sakit (K3RS) dan Peran
Dinas Kesehatan

1. Peraturan Kesehatan Kerja


UU Kesehatan Nomor 23 tahun 2002 pasal 23 tentang kesehatan kerja menyatakan bahwa setiap
tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan. Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No.05/Men. 2006 juga mengatur bahwa setiap perusahaan yang
mempekerjakan lebih dari 100 orang atau lebih dan atau yang mengandung potensi bahaya wajib
menerapkan sistem manajemen K3 (Bab III Pasal 3).
Rumahsakit tidak terlepas dari peraturan-peraturan ini karena teknologi dan sarana kesehatan,
kondisi fisik rumah sakit dapat membahayakan pasien, keluarga, serta pekerja. Jika tidak
dikelola, rumahsakit tidak terhindar dari kebakaran, bencana, atau dampak buruk pada kesehatan.
Ringkasan studi tentang penerapan K3RS di bawah ini bisa dijadikan kasus bagaimana lemahnya
komitmen rumahsakit dalam hal ini.
K3RS di Indonesia telah memiliki 22 peraturan. Di antara seluruh peraturan itu, paling banyak
adalah peraturan menteri (9 buah) dan belum ada sama sekali peraturan daerah. Dinas Kesehatan
Propinsi Sumatera Barat sendiri tidak memiliki semua dokumen peraturan yang telah
dikeluarkan oleh pemerintah. Dinas kesehatan bahkan tidak memiliki satu staf yang mengurusi
bidang ini. Tidak ada tim khusus K3RS. Penjabaran dari regulasi tersebut oleh pemerintah
daerah dalam bentuk peraturan daerah belum ada sama sekali. Padahal mengacu pada PP No. 25
tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan propinsi sebagai otonom maka pemerintah
daerah mempunyai legalitas dalam mengatur regulasi K3RS. Kenyataan ini barang kali bisa
mencerminkan keadaan sebelum desentralisasi. Daerah melaksanakan apa yang menjadi
keputusan pusat dan barang kali karena keputusan pusat itu pula, regulasi K3RS ini lemah.

2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai Pilihan Rasional Rumahsakit


Penelitian Bambang mengukur sembilan aspek yang bisa dijadikan tolok ukur bahwa
rumahsakit itu memberikan komitmen pelaksanaan K3RS. Seluruh rumahsakit menyediakan
sejumlah dana untuk keperluan K3RS. Seperti terlihat dalam tabel di bawah ini, 6 dari 7
rumahsakit belum memiliki sistem keamanan dan tenaga khusus bidang K3RS. Lima rumahsakit
belum memiliki sarana IPAL dan sistem pengawasan yang memadai. Selain itu, observasi di
lapangan, rumahsakit-rumahsakit ini tidak memiliki sistem pelaporan tentang kecelakaan
maupun penyakit akibat kerja.
Tabel 1. Komitmen rumahsakit dengan kebijakan Regulasi K3RS
No Jenis komitmen yang RS1 RS2 RS3 RS4 RS5 RS6 RS7 Jumlah %
ditunjukkan
1 Dana P P P P P P P 7 100.0
2 Kebijakan P P P . . . . 3 42.9
3 Pengawasan P P . . . . . 2 28.6
4 Penghargaan dan Sanksi P . . . . . . 1 14.3
5 Organisasi P P P . P . . 4 57.1
6 Ketenagaan P . . . . . . 1 14.3
7 Pengadaan APD P P P P P P P 7 100.0
8 Pengadan IPAL P P . . . . . 2 28.6
Membangun sistim
9 P . . . . . . 1 14.3
keamanan
. JUMLAH 9 6 4 2 3 2 2 . .
. PERSENTASE (%) 100 67 44 22 33 22 22 44,4 .

Tabel 2. Tahun Penerbitan, Isi Regulasi dan Bentuk Regulasi K3RS


TAHUN REGULASI Jenis
1970 Keselamatan Kerja Undang-undang
1975 Keselamatan kerja terhadap radiasi Peraturan Pemerintah
1975 Izin pemakaian zat radioaktif Peraturan Pemerintah
1980 Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam Peraturan Menteri
penyelenggaraan K3
1980 Syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat Peraturan Menteri
pemadam api ringan
1981 Kewajiban melapor penyakit akibat kerja Peraturan Menteri
1983 Pelayanan kesehatan tenaga kerja Peraturan Menteri
1989 Ketentuan KK terhadap radiasi Keputusan Dirjen
1992 Kesehatan Undang-undang
1992 Persyaratan Kesling RS Peraturan Menteri
1993 Penyakit yang timbul karena hubungan kerja Keputusan Presiden
1993 Komite K3 Keputusan Menteri
1993  Persyaratan kesehatan lingkungan ruang & Keputusan Dirjen
Bangunan serta fasilitas sanitasi rumah sakit
 Persyaratan kesehatan konstruksi ruang di rumah
sakit.
 Persyaratan & petunjuk teknis tata cara penye
hatan lingkungan RS

1996 Sistem Manajemen K3 (SMK3) Peraturan Menteri


1996 Pengamanan bahan berbahaya bagi Kesehatan Peraturan Menteri
1997 Pelaksanaan Audit system manajemen K3 Peraturan Menteri
1997 Penyelenggaraan pelayanan radiology Peraturan Menteri
1997 Pembentukan Panitia K3 Rumah Sakit Surat Edaran
1997 Inspeksi K3 Keputusan Menteri
1998 Persyaratan kesling kerja Keputusan Menteri
1999 Perubahan PP18 /1999 terhadap pemgelolaan PP
limbah B3
2003 Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Keputusan Menteri
Tekait dengan peran regulasi dinas kesehatan, standar K3RS bisa dijadikan sebagai persyaratan
pendirian atau operasi rumahsakit.
Pelaksanaan K3RS pada masa yang lalu ditekankan dengan pola pembinaan dinas
kesehatan. Kebijakan kita selama ini dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja adalah
berupa sosialisasi program, pelatihan tentang K3RS, menyediakan tenaga khusus, dan membuat
pedoman pelaksanaan.
Cara-cara pembinaan seperti itu memperlihatkan hasil yang minimal. Satu rumahsakit
dalam penelitian ini, kebetulan swasta, bisa menjadi contoh karena mereka telah secara sadar
menerapkan standar lebih internasional. Rumahsakit swasta yang berorientasi internasional
menganggap K3RS adalah strategis bagi pelanggan yang sudah makin kritis. Sifat kesukarelaan
seperti ini bagi rumahsakit pemerintah dan swasta lokal bisa berakibat buruk. Pemerintah dalam
hal ini dinas kesehatan mau tidak mau perlu membuat tekanan dari luar agar kesehatan dan
keselamatan kerja betul-betul terjaga.
Pemerintah daerah hendaknya lebih peduli dengan K3RS, dengan membuat peraturan
daerah khusus yang diberlakukan di daerahnya. Dinas kesehatan bisa mengawasi pelaksanaan
K3RS, diikuti dengan tindakan sanksi bagi yang tidak menerapkannya. Lebih tegas,
perlindungan publik dan pekerja seperti ini harus menjadi persyaratan mutlak dalam pemberian
izin pendirian suatu rumahsakit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja
Bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit ; Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan
yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan), Bahan beracun, korosif dan kaustik , Bahaya
radiasi , Luka bakar ,Syok akibat aliran listrik ,Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan
benda tajam & Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

B. Saran
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) khususnya di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2008 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di
bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan
daya saing pelayanan dan kualitas saranan kesehatan Indonesia di dunia internasional masih
sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi persaingan global karena mengalami
ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan
pelayanan tersebut sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping
perhatian instansi itu sendiri, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan
perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau
bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor
keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada
gilirannya pada kinerja pelayanan kesehatan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja
semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, carol Vestal, 1998, Memahami Proses keperawatan dengan pendekatan latihan , alih bahasa
Cristantie Effendy, Jakarta : EGC
Depkes RI, 1991, pedoman uraian tugas tenaga keperawatan dirumah sakit, Jakarta.:Depkes RI
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996
Diposting 9th April 2016 oleh Unknown
0
Tambahkan komentar

Ivan Aprilian

 Klasik
 Kartu Lipat
 Majalah
 Mozaik
 Bilah Sisi
 Cuplikan
 Kronologis

1.

Apr

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di


Rumah Sakit
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja di rumahsakit dan fasilitas medis
lainnya perlu di perhatikan. Demikian pula penanganan faktor potensi berbahaya yang
ada di rumah sakit serta metode pengembangan program keselamatan dan kesehatan kerja
disana perlu dilaksanakan, seperti misalnya perlindungan baik terhadap penyakit infeksi
maupun non-infeksi, penanganan limbah medis, penggunaan alat pelindung diri dan lain
sebagainya. Selain terhadap pekerja di fasilitas medis/klinik maupun rumah sakit,
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di rumah sakit juga “concern” keselamatan dan hak-
hak pasien, yang masuk kedalam program patient safety.

Merujuk kepada peraturan pemerintah berkenaan dengan keselamatan dan


kesehatan kerja di tempat kerja, pedoman ini juga mengambil dari beberapa sumber “best
practices” yang berlaku secara Internasional, seperti National Institute for Occupational
Safety and Health (NIOSH), the Centers for Disease Control (CDC), the Occupational
Safety and Health Administration (OSHA), the US Environmental Protection Agency
(EPA), dan lainnya. Data tahun 1988, 4% pekerja di USA adalah petugas medis. Dari
laporan yang dibuat oleh The National Safety Council (NSC), 41% petugas medis
mengalami absenteism yang diakibatkan oleh penyakit akibat kerja dan injury, dan angka
ini jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor industri lainnya. Survei yangdilakukan
terhadap 165 laboratorium klinis di Minnesota memperlihatkan bahwa injury yang
terbanyak adalah needle sticks injury (63%) diikuti oleh kejadian lain seperti luka dan
tergores (21%). Selain itu pekerja di rumah sakit sering mengalami stres, yang
merupakan faktor predisposisi untuk mendapatkan kecelakaan. Ketegangan otot dan
keseleo merupakan representasi dari low back injury yang banyak didapatkan dikalangan
petugas rumah sakit.systems.

B. Rumusan Masalah

a) Apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja…?

b) Bahaya apa yang sering kita dapatkan di rumah sakit…?

c) Bagai mana bentuk manajemen kesehatan dan keselamatan kerja…?

d) Bagaimana peran dines kesehatan pada K3…?

C. Tujuan

a) untuk mengetahui pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja.

b) untuk mengetahui Bahaya di rumah sakit.

c) untuk mengetahui bentuk manajemen kesehatan dan keselamatan kerja.


d) untuk mengetahui sejauh mana peran dines kesehatan pada K3.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3)

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas
kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi
bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat
luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika
kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari
beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai
faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta
keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam
penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan
kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
lingkungan disekitarnya.

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.


Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat
penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan
dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu
komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan.
Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan
kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya
keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang
Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai
risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling
sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah
Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya
yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung
yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah
seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.

Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-
bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan,
kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber
cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan
psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa
dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada
di lingkungan RS.

B. Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan

Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-


bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik
maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit
atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam :

1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat–
obatan).

2. Bahan beracun, korosif dan kaustik .

3. Bahaya radiasi .

4. Luka bakar .

5. Syok akibat aliran listrik .

6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha


pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja.
Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di
rumah sakit / instansi kesehatan.

Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan bahwa
terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang
sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka
bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan
kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains, strains : 52%;contussion, crushing, bruising :
11%; cuts, laceration, punctures: 10.8%;fractures: 5.6%; multiple injuries: 2.1%;thermal
burns: 2%; scratches, abrasions: 1.9%; infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-lain:
12.4% (US Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983).

Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada
perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara 813
perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden
cederamusculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun. Cedera punggung menghabiskan
biaya kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 milliar $ per tahun. Khusus di Indonesia,
data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS belum tergambar dengan jelas,
namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas di RS, sehubungan
dengan bahaya-bahaya yang ada di RS.

Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita
petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan
saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang
belakang dan pergeseran diskus intervertebrae.

Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita
petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan
parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit
kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan,
penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut,
maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin
meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar
penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman
manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.

C. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan


Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan
mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak
kelalaian atau kesalahan ( malprektek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak
dari kesalahan kerja.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan atau fungsi manajemen


tesebut menjadi :

A. /Planning /(perencanaan)

B. /Organizing/ (organisasi)

C. /Actuating /(pelaksanaan)

D. /Controlling /(pengawasan)

a) Planning/ (Perencanaan)

Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan


dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini
adalah keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit dan instansi
kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk memenuhi standarisasi kesehatan pacsa
perawatan dan merawat ( hubungan timbal balik pasien – perawat / dokter, serta
masyarakat umum lainnya ). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang ditentukan
meliputi:

a. Hal apa yang dikerjakan

b. Bagaiman cara mengerjakannya

c. Mengapa mengerjakan

d. Siapa yang mengerjakan

e. Kapan harus dikerjakan

f. Dimana kegiatan itu harus dikerjakan

g. hubungan timbal balik ( sebab akibat)


Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang tidak lagi hanya
di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan
penelitian, juga metode-metode yang dipakai makin banyak ragamnya. Semuanya
menyebabkan risiko bahaya yang dapat terjadi dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan )
makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja di rumah sakit / instansi
kesehatan harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan.

b) Organizing/ (Organisasi)

Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan dapat
dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah sakit / instansi kesehatan
daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam
organisasi ini baik secara langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah
dapat menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional)
dan tingkat daerah (wilayah), di samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan
Kerja. Di tingkat daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi
Keamanan Kerja rumah sakit / instansi yang tugas dan wewenangnya dapat berupa :

1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .

2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan kerja rumah


sakit / instansi kesehatan .

3. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .

4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin rumah sakit /


instansi kesehatan.

5. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah sakit /
instansi kesehatan.

6. Dan lain-lain.

Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia Kedokteran
No. 154, 2007 5/ background image Manajemen keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin)
ataupun organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan
kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan ini. Anggota organisasi profesi atau
seminat yang terkait dengan kegiatan rumah sakit / instansi kesehatan dapat diangkat
menjadi anggota komisi di tingkat daerah (wilayah) maupun tingkat pusat (nasional).
Selain itu organisasi-organisasi profesi atau seminar tersebut dapat juga membentuk
badan independen yang berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi Kesehatan.
c) Actuating/ (Pelaksanaan)

Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja,


mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang akan menjadi
aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja
rumah sakit / instansi kesehatan sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat.
Untuk itu setiap individu yang bekerja maupun masyarakat dalam rumah sakit / instansi
kesehatan wajib mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat
menjadi sumber kecelakaan kerja dalam rumah sakit / instansi kesehatan, serta memiliki
kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan
penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau
ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam
pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau
pertentangan, maka menjadi tugas semua untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.

d) Controlling/ (Pengawasan)

Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-


pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki.
Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :

a. Adanya rencana

b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang


perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di rumah
sakit / instansi kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha
pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan.
Dalam rumah sakit / instansi kesehatan perlu dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi
kesehatan yang tugasnya antara lain :

1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit / instansi
kesehatan yang baik, benar dan aman.

2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami cara- cara
menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi kesehatan.
3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.

4. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan .

5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah


meluasnya bahaya tersebut.

6. Dan lain-lain.

D. Penegakan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah sakit (K3RS) dan
Peran Dinas Kesehatan

1. Peraturan Kesehatan Kerja

UU Kesehatan Nomor 23 tahun 2002 pasal 23 tentang kesehatan kerja menyatakan


bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.05/Men. 2006 juga mengatur bahwa
setiap perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 100 orang atau lebih dan atau yang
mengandung potensi bahaya wajib menerapkan sistem manajemen K3 (Bab III Pasal 3).

Rumahsakit tidak terlepas dari peraturan-peraturan ini karena teknologi dan sarana
kesehatan, kondisi fisik rumah sakit dapat membahayakan pasien, keluarga, serta pekerja.
Jika tidak dikelola, rumahsakit tidak terhindar dari kebakaran, bencana, atau dampak
buruk pada kesehatan.

Ringkasan studi tentang penerapan K3RS di bawah ini bisa dijadikan kasus bagaimana
lemahnya komitmen rumahsakit dalam hal ini.

K3RS di Indonesia telah memiliki 22 peraturan. Di antara seluruh peraturan itu, paling
banyak adalah peraturan menteri (9 buah) dan belum ada sama sekali peraturan daerah.
Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat sendiri tidak memiliki semua dokumen
peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Dinas kesehatan bahkan tidak
memiliki satu staf yang mengurusi bidang ini. Tidak ada tim khusus K3RS. Penjabaran
dari regulasi tersebut oleh pemerintah daerah dalam bentuk peraturan daerah belum ada
sama sekali. Padahal mengacu pada PP No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan
pemerintah dan propinsi sebagai otonom maka pemerintah daerah mempunyai legalitas
dalam mengatur regulasi K3RS. Kenyataan ini barang kali bisa mencerminkan keadaan
sebelum desentralisasi. Daerah melaksanakan apa yang menjadi keputusan pusat dan
barang kali karena keputusan pusat itu pula, regulasi K3RS ini lemah.
2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai Pilihan Rasional Rumahsakit

Penelitian Bambang mengukur sembilan aspek yang bisa dijadikan tolok ukur
bahwa rumahsakit itu memberikan komitmen pelaksanaan K3RS. Seluruh rumahsakit
menyediakan sejumlah dana untuk keperluan K3RS. Seperti terlihat dalam tabel di bawah
ini, 6 dari 7 rumahsakit belum memiliki sistem keamanan dan tenaga khusus bidang
K3RS. Lima rumahsakit belum memiliki sarana IPAL dan sistem pengawasan yang
memadai. Selain itu, observasi di lapangan, rumahsakit-rumahsakit ini tidak memiliki
sistem pelaporan tentang kecelakaan maupun penyakit akibat kerja.

Tabel 1. Komitmen rumahsakit dengan kebijakan Regulasi K3RS

Jenis komitmen yang


No RS1 RS2 RS3 RS4 RS5 RS6 RS7 Jumlah %
ditunjukkan
1 Dana P P P P P P P 7 100.0
2 Kebijakan P P P . . . . 3 42.9
3 Pengawasan P P . . . . . 2 28.6
4 Penghargaan dan Sanksi P . . . . . . 1 14.3
5 Organisasi P P P . P . . 4 57.1
6 Ketenagaan P . . . . . . 1 14.3
7 Pengadaan APD P P P P P P P 7 100.0
8 Pengadan IPAL P P . . . . . 2 28.6
Membangun sistim
9 P . . . . . . 1 14.3
keamanan
. JUMLAH 9 6 4 2 3 2 2 . .
. PERSENTASE (%) 100 67 44 22 33 22 22 44,4 .

Tabel 2. Tahun Penerbitan, Isi Regulasi dan Bentuk Regulasi K3RS

TAHUN REGULASI Jenis


1970 Keselamatan Kerja Undang-undang
1975 Keselamatan kerja terhadap radiasi Peraturan Pemerintah
1975 Izin pemakaian zat radioaktif Peraturan Pemerintah
1980 Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam Peraturan Menteri
penyelenggaraan K3
1980 Syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat Peraturan Menteri
pemadam api ringan
1981 Kewajiban melapor penyakit akibat kerja Peraturan Menteri
1983 Pelayanan kesehatan tenaga kerja Peraturan Menteri
1989 Ketentuan KK terhadap radiasi Keputusan Dirjen
1992 Kesehatan Undang-undang
1992 Persyaratan Kesling RS Peraturan Menteri
1993 Penyakit yang timbul karena hubungan kerja Keputusan Presiden
1993 Komite K3 Keputusan Menteri
1993  Persyaratan kesehatan lingkungan ruang & Keputusan Dirjen
Bangunan serta fasilitas sanitasi rumah sakit
 Persyaratan kesehatan konstruksi ruang di rumah
sakit.
 Persyaratan & petunjuk teknis tata cara penye
hatan lingkungan RS

1996 Sistem Manajemen K3 (SMK3) Peraturan Menteri


1996 Pengamanan bahan berbahaya bagi Kesehatan Peraturan Menteri
1997 Pelaksanaan Audit system manajemen K3 Peraturan Menteri
1997 Penyelenggaraan pelayanan radiology Peraturan Menteri
1997 Pembentukan Panitia K3 Rumah Sakit Surat Edaran
1997 Inspeksi K3 Keputusan Menteri
1998 Persyaratan kesling kerja Keputusan Menteri
1999 Perubahan PP18 /1999 terhadap pemgelolaan PP
limbah B3
2003 Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Keputusan Menteri

Tekait dengan peran regulasi dinas kesehatan, standar K3RS bisa dijadikan sebagai
persyaratan pendirian atau operasi rumahsakit.

Pelaksanaan K3RS pada masa yang lalu ditekankan dengan pola pembinaan dinas
kesehatan. Kebijakan kita selama ini dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja
adalah berupa sosialisasi program, pelatihan tentang K3RS, menyediakan tenaga khusus,
dan membuat pedoman pelaksanaan.

Cara-cara pembinaan seperti itu memperlihatkan hasil yang minimal. Satu


rumahsakit dalam penelitian ini, kebetulan swasta, bisa menjadi contoh karena mereka
telah secara sadar menerapkan standar lebih internasional. Rumahsakit swasta yang
berorientasi internasional menganggap K3RS adalah strategis bagi pelanggan yang sudah
makin kritis. Sifat kesukarelaan seperti ini bagi rumahsakit pemerintah dan swasta lokal
bisa berakibat buruk. Pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan mau tidak mau perlu
membuat tekanan dari luar agar kesehatan dan keselamatan kerja betul-betul terjaga.

Pemerintah daerah hendaknya lebih peduli dengan K3RS, dengan membuat


peraturan daerah khusus yang diberlakukan di daerahnya. Dinas kesehatan bisa
mengawasi pelaksanaan K3RS, diikuti dengan tindakan sanksi bagi yang tidak
menerapkannya. Lebih tegas, perlindungan publik dan pekerja seperti ini harus menjadi
persyaratan mutlak dalam pemberian izin pendirian suatu rumahsakit.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga
dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja

Bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit ; Bahaya kebakaran dan ledakan dari
zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan), Bahan beracun, korosif dan
kaustik , Bahaya radiasi , Luka bakar ,Syok akibat aliran listrik ,Luka sayat akibat alat
gelas yang pecah dan benda tajam & Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

B. Saran

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) khususnya di Indonesia secara


umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2008 Indonesia menempati posisi yang
buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut
mencerminkan kesiapan daya saing pelayanan dan kualitas saranan kesehatan Indonesia
di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi persaingan
global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja
yang rendah). Padahal kemajuan pelayanan tersebut sangat ditentukan peranan mutu
tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian instansi itu sendiri, pemerintah juga
perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.
Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan
dan pada gilirannya pada kinerja pelayanan kesehatan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, carol Vestal, 1998, Memahami Proses keperawatan dengan pendekatan latihan , alih
bahasa Cristantie Effendy, Jakarta : EGC

Depkes RI, 1991, pedoman uraian tugas tenaga keperawatan dirumah sakit, Jakarta.:Depkes
RI

Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996

Diposting 9th April 2016 oleh Unknown

Tambahkan komentar

2.

Nov

18
Penelitian Ilmiah

PENELITIAN ILMIAH

 PENGERTIAN KARYA TULIS ILMIAH

Menurut Munawar Syamsudin (1994), tulisan ilmiah adalah


naskah yangmembahas suatu masalah tertentu, atas dasar konsepsi keilmuan
tertentu, dengan memilih metode penyajian tertentu secara utuh,
teratur dan konsisten. Menurut Suhardjono (1995), tidak semua karya tulis
merupakan karya tulis ilmiah. Ilmiah artinya mempunyai sifat keilmuan. Suatu karya
tulis, apakah itu berbentuk laporan, makalah, buku, maupun terjemahan, baru dapat
disebut ilmiah apabila memenuhi tiga syarat, yakni :

a. Isi kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah.

b. Menggunakan metode ilmiah atau cara berpikir ilmiah.

c. Sosok penampilannya sesuai dan telah memenuhi persyaratan sebagai


suatu tulisan keilmuan.

Selanjutnya, yang dimaksud pengetahuan ilmiah adalah segala sesuatu yangkita


ketahui (pengetahuan) yang dihimpun dengan metode ilmiah (Kemeny dalam The

Liang Gie, 1997). Pengetahuan ilmiah ini selanjutnya disebut dengan “ilmu”. Para
filsuf memiliki pemahaman yang sama mengenai ilmu, yaitu merupakan suatu
kumpulan pengetahuan ilmiah yang tersusun secara sistematis (The Liang Gie,
1997).

Selanjutnya berpikir ilmiah mengandung makna bahwa orang yang berpikir


ilmiah selalu memiliki sikap skeptis, analitis, dan kritis dalam menghadapi
fenomena masyarakat yang terjadi. Sementara itu, dengan metode ilmiah
berarti bahwa ilmu pengetahuan diperoleh dengan prosedur atau langkah-langkah
dan struktur yang rasional (The Liang Gie, 1997). Dalam kegiatanilmiah tercermin
adanya proses kerja yang menggunakan metode keilmuanyang ditandai dengan
adanya argumentasi teoritik yang benar, sahih danrelevan, serta dukungan fakta
empirik. Di samping itu juga ada analisis kajianyang mempertautkan antara
argumentasi teoretik dengan fakta empirik terhadap
permasalahan yang dikaji. Kegiatan ilmiah dapat berupa : (1) Penelitian (research),
(2) Pengembangan (development), dan (3) Evaluasi(evaluation)

2. LANGKAH-LANGKAH PENULISAN KARYA ILMIAH

Langkah-langkah penulisan karya ilmiah pada umumnya meliputi empat


tahapan, yaitu :

a. Perumusan Masalah

Untuk memulai penulisan artikel, kita harus menapatkan suatu


pemasalahan. artikel. Dari permasalahan ini kita bisa menelorkan suatu tema
atau topik yang lebih spesifik yang bisa dikembangkan menjadi sebuah
tulisan. Kemudian dari topik ini dapat diangkat suatu judul artikel.

Pada dasarnya ada banyak permasalahan yang mengitari kehidupan


kita seperti permasalahan relevansi pendidikan, kemiskinan, lingkungan
hidup, sosialisasi politik, suksesi kepemimpinan nasional, ketergantungan
di bidang teknologi, dampak negatif proses industrialisasi, dan masih
banyak yang lain lagi. Kita bisa memilih salah satu atau beberapa
permasalahan tersebut untuk kita angkat sebagai topik penulisan artikel.
Untuk memilih permasalahan tersebut, kita perlu memperhatikan hal -hal
berikut:

1) Permasalahannya yang actual dan up to date (‘hangat”


dan “menggigit”), sehingga menarik perhatian pembaca.
2) Permasalahannya sesuai dengan minat dan disiplin ilmu yang kita
tekuni, sehingga kita lebih mudah untuk memper-tanggung-
jawabkannya secara ilmiah.

3) Permasalahan tersebut memang sangat urgen di dalam masyarakat,


dan perlu segera mendapatkan pemecahan. Penulis pemula biasanya
mengalami kesulitan untuk mencari masalah. Seolah-olah dunia
sekelilingnya berjalan tanpa ada masalah. Padahal, kalau kita mau
merenung, banyak sekali masalah yang cukup menarik untuk ditulis.
Permasalahan bisa kita temukan dari pengalaman maupun teori -teori.
Apabila sulit mencari permasalahan, langkah yang perlu dilakukan
adalah :

a) Bacalah teori dari berbagai b uku dan sumber sebanyak

mungkin.

b) Bacalah laporan-laporan hasil penelitian, termasuk skripsi dan


tesis

b) Biasakan mengamati dan merenungkan segala fenomena


yangterjadi di sekeliling kita.

Hal ini perlu dilakukan agar kita bisa mengembangkan intuisi yang kita miliki sehingga
akhirnya kita memiliki tingkat kepekaan dan kepedulian yang tinggi terhadap berbagai
fenomena dan regularitas sosial budaya dan alam yang ada di sekeliling kita.

b. Pengembangan Hipotesis

Hipotesis perlu dikembangkan agar kita bisa memberikan jawaban


sementara terhada masalah yang kita angkat. Ini penting untuk kita lakukan
agar kita bisa menyajikan berbagai alternatif pemecahan masalah yang kita
hadapi. Hipotesis untuk kepentingan karya tulis ilmiah ini tidak harus
dirumuskan secara formal seperti pada karya tulis penelitian. Fungsi utama
hipotesis dalam karya tulis ilmiah ialah untuk mengarahkan imajinasi ilmiah
kita agar bisa mengantisipasi apa yang akan terjadi jika kita berupaya
memecahkan permasalahan yang kita hadapi dengan pendekatan-pendekatan
tertentu.

c. Pengumpulan dan Analisis Data


Langkah ini kita ambil agar apa yang kita hipotesiskan bisa
didukung data-data yang memadai. Data yang kita ambil bisa data
kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dengan kebutuhan kita. Juga tidak
harus berupa data primer, data sekunder pun bisa kita gunakan. Dalam
langkah ini kita perlu menganggap bahwa pendapat orang, hukum-hukum
yang telah mapan, dan juga teori-teori yang ada bisa kita perlakukan
sebagai data yang bisa mendukung atau membantah hipotesis yang kita
ajukan.

Kalau kita mampu menyajikan data yang memadai dengan benar,


maka akan terasa bahwa artikel atau karya tulis yang kita buat akan
menjadi lebih utuh. Di samping itu hasil karya tulis kita pun akan semakin
berbobot dan menarik untuk dibaca. Seandainya karya tulis itu akan
digunakan sebagai landasan pengambilan kebijakan, maka pengambil
kebijakan akan mendapatkan landasan yang lebih akurat.

d. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis ini bermaksud untuk menentukan posisi penulis


berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Pada tahap ini tercapailah
klimak pembahasan, sehingga dalam tahap ini penulis harus bisa
memaparkan dengan jelas apakah hipotesis yang diajukan ditolak atau
diterima. Untuk bisa melakukan pembahasan dengan akurat, kita
sebaiknya banyak membaca teori-teori dan hasil-hasil penelitian yang
terkait dengan topik karya tulis kita. Dengan berbuat demikian berarti
kita telah mengambil dan menentukan posisi ilmiah bagi diri kita sendiri.
Selanjutnya kita perlu menyimpulkan inti karya tulis kita,
memberikan saran atau himbauan, sesuai dengan temuan karya tulis
kita tersebut.

Ke empat langkah di atas itulah yang perlu kita pegang dalam


mengembangkan gagasan dalam penulisan artikel ilmiah. Namun demikian,
hal yang perlu juga diperhatikan ialah bahwa susunan dan sistematikanya
tidak harus eksplisit. Bahkan jangan sekali-kali mengeksplisitkan empat
langkah tersebut dalam karya tulis ilmiah (papaer/makalah/artikel),
karena justru akan mengganggu pembaca dalam memahami inti karya
tulis tersebut.

Masing-masing langkah tidak perlu dirumuskan dan dibuat sebagai sub-


bahasan. Susunlah sistematika artikel seluwes mungkin. Namun,
darisistematika itu, yang penting kita harus
memiliki dan melakukan empatlangkah itu secara implisit entah pada pokok
bahasan mana saja asalkan masih logis dilihat dari kronologisnya.

3. JENIS-JENIS KARYA TULIS ILMIAH

Karya tulis/karya ilmiah di bidang pendidikan, sesuai dengan Petunjuk


Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan angka kreditnya
menurut Suhardjono, (1995) dapat dikelompokkan sebagai berikut:

PENGELOMPOKAN
NO. JENIS KARYA TULIS ILMIAH
KARYA TULIS ILMIAH
Karya (tulis ) ilmiah hasil penelitian,
1 pengkajian, survey, dan atau evaluasi di Laporan Kegiatan ilmiah
bidang pendidikan Laporan kegiatan ilmiah
Karya tulis atau makalah yang berisi
2 tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan
sendiri dalam pendidikan, Tulisan Ilmiah
Tulisan ilmiah popular di bidang pendidikan
3 dan kebudayaan yang disebarluaskan Tulisan Ilmiah
melalui media massa
Prasarana yang berupa tinjauan, gagasan
4 atau ulasan ilmiah yang disampaikan dalam
pertemuan ilmiah
5 Buku pelajaran atau modul buku
6 Diktat pelajaran Buku
7 Karya penerjemah buku pelajaran / karya
ilmiah yang bermanfaat bagi pendidikan

Sumber: Suhardjono, 1995.Tabel di atas menunjukkan adanya berbagai jenis karya


ilmiah, namun di dalam tulisan inihanya akan dibahas secara sekilas tentang
karya tulis ilmiah yang berbentuk makalah, paper, artikel ilmiah, serta buku
(modul dan diktat/buku teks).

a. MAKALAH, PAPER DAN ARTIKEL ILMIAH

1) Pengertian Makalah, Paper, dan Artikel Ilmiah

Makalah merupakan naskah yang sistematik dan utuh yang berupa


garis-garis besar (outlines) mengenai suatu masalah, dan ditulis dengan
pendekatan satu atau lebih disiplin keilmuan tertentu, baik itu menguraikan
pendapat, gagasan maupun pembahasan dalam rangka pemecahan masalah
tersebut.

Paper, adalah sebutan khusus untuk makalah di kalangan para


akademisi (mahasiswa) dalam kaitannya dengan pembelajaran dan
pendidikannya sebelum menyelesaikan jenjang studi (Diploma/S1/S2/S3)

Artikel ilmiah, adalah sebutan khusus untuk makalah yangmengalami


variasi dan adaptasi tertentu, yang dipublikasikan melalui suatu jurnal ilmiah
atau penerbitan khusus lain, tanpa meninggalkan prinsip dari
struktur, format, sistematika dan isi makalah ilmiah.

2) Format Makalah/Paper/Artikel

Format dasar dan umum dari makalah dengan sistematika pokok,


diantaranya meliptui:

a. Judul

b. Pendahuluan/Latar Belakang Masalah

c. Permasalahan/ Rumusan Masalah


d. Kajian Teori

e. Pembahasan

f. Kesimpulan

g. Saran

h. Penutup

i. Daftar Pustaka

Satu hal yang sangat penting untuk selalu diingat ialah: segeralah menulis
di saat permasalahan ditemukan. Kalau permasalahan tersebut tidak
segera ditulis akibatnya akan semakin kabur dan lama-lama hilang. Akhimya
kegiatan menulis karya ilmiah menjadi terkatung-katung lagi. Alangkah
baiknyamenginventarisir banyak permasalahan. Dari inventarisasi itu, pilihlah satu
ataudua yang memiliki daya tarik paling kuat, kemudian kembangkan dua atau
tiga buah topik yang bisa dibahas menjadi sebuah tulisan ilmiah.

Kalau topiknya telah dirumuskan, maka bangunlah kisi-


kisi (outline)pembahasannya untuk masing-masing topik. Dari kisi-kisi itu akan
kita lahirkan secara detail pembahasan yang bisa mengikuti pendekatan ilmiah
seperti yangtelah kita kemukakan di muka. Dalam membangun kisi-kisi itu
harusmemperhatikan alur pikir dan logika yang runtut dan sistematis.
Jangan sampaimemiliki outline yang logikanya melompat-lompat, apalagi jungkir
balik.

b. BUKU

Buku merupakan karya tulis yang dapat berupa modul, buku


pelajaran, diktat maupun karya terjemahan. Sebagai karya ilmiah, kerangka
sajian isi buku harus memiliki kebenaran ilmiah. Di samping itu, buku
diharapkan menarik dan mudah dipahami oleh pembaca, serta yang paling
penting adalah bermanfaat untuk memecahkan masalah kehidupan masyarakat.
Berikut ini disajikan perihal modul dan diktat/buku teks.

1. Modul

Menurut Suharjono (1995), modul merupakan materi yang disusun dan


disajikan secara tertulis sedemikian rupa sehingga pembaca diharapkan dapat
menyerap sendiri materi tersebut, dengan tujuan sebagai bahan pembelajaran
mandiri siswa. Sementara itu menurut Rusell dalam Suharjono (1995), modul
merupakan suatu paket pembelajaran berkaitan dengan unitpelajaran (subject
matter) terkecil memuat sebuah konsep tunggal. Sebuahmodul merupakan
upaya untuk membelajarkan siswa secara individualdalam
rangka meningkatkan kemampuan siswa menguasai satu unitpelajaran sebelum
pindah ke unit yang lainnya. Selanjutnya menurut Panduan Operasional
Penulisan Modul, Universitas Terbuka, format modul adalah sistematika
penyajian materi dan proses belajar mata kuliah yangisinya mencakup
tinjauan mata kuliah, sajian materi masing-masing modul, daftar kata-kata
sulit, dan daftar pustaka. Sajian materi modul mencakup Pendahuluan, Kegiatan
Belajar (KB), Rampungan tes formatif setiap KB,dan Kunci jawaban tes
formatif.

Supriyatno (2001: 10) mengemukakan manfaat/kelebihan modul antara


lain: (1) Memungkinkan penyajian pembelajaran yang seragam pada kelas
besar, namun landasan belajar secara individual lebih tinggi; (2) Adanya
fleksibitas bagi sisa dan guru untuk pembelajaran unit kecil pelajaran yang
dapat disusun dalam suatu format yang beraneka-ragam; (3) Menyiapkan
kebebasan siswa yang maksimal dalam belajar secara independen; (4)
Menyiapkan partisipasi aktif siswa; (5) Bila digunakan secara baik,
membebaskan guru mengajar materi yang sama secara berulang-ulang
dalam suatu kelas; dan (6) Dapat dirancang untuk membangkitkan interaksi
antarsiswa dalam belajar.

Kerangka Isi Modul menurut PPPG adalah sebagai berikut :


Pendahuluan
Deskripsi Singkat materi
Relevansi
Tujuan Pembelajaran
Penyajian
Judul kegiatan belajar
Petunjuk belajar
Uraian materi
Latihan / Tugas
Rangkuman
Penutup
Tes Formatif
Kunci Jawaban
Umpan balik dan Tindakan lanjut

b. Diktat / Buku Teks

Diktat adalah catatan tertulis suatu mata pelajaran atau bidang studi
yang dipersiapkan guru untuk mempermudah/memperkaya materi mata
pelajaran / bidang studi yang disampaikannya dalam proses pembelajaran.
Biasanya diktat hanya diedarkan dalam lingkup terbatas.

Greene dan Pretty dalam Supriyatno (2001) merumuskan beberapa


fungsi buku teks sebagai berikut :

1) Mencerminkan suatu sudut pandang mengenai pengajaran serta


mendemonstrasikan aplikasinya dalam bahan pengajaran yang disajikan.

2) Menyajikan suatu sumber pokok masalah atau subject matter yang kaya,
mudah dibaca dan variasi sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.
3) Menyediakan suatu sumber yang tersusun rapi dan betahap mengenai
ketrampilan ekspresional yang mengemban masalah pokok dalam
komunikasi.

4) Menyajikan secara bersama–sama dengan buku manual yang


mendampinginya yaitu metode dan sarana pembelajaran untuk
memotivasi siswa.

5) Menyajikan fiksasi (perasaan yang mendalam) awal yang perlu dan sebagai
penunjang bagi latihan dan tugas praktis.

6) Menyajikan bahan/sarana belajar, evaluasi dan remendial yang serasi dan


efektif.

Penyusunan diktat / buku teks hendaknya relevan dan menunjang


pelaksanaan kurikulum yang berlaku, serta mudah dipahami oleh siswa. Oleh
karena itu, penyusunan diktat / buku teks hendaknya memenuhi criteria
tertentu. Menurut Tarigan (1989), kriteria yang dapat digunakan dalam
penyusunan diktat/buku teks adalah sebagai berikut

1) Buku teks harus mempunyai landasan, prinsip dan sudut pandang tertentu
yang menjiwai atau melandasi buku teks tersebut secara keseluruhan.

2) Konsep yang digunakan harus jelas sehingga tidak terjadi salah


pengertian dan pemahaman dalam menangkap makna konsep tersebut.

3) Relevan dengan kurikulum, terutama apabila buku teks tersebut


digunakan untuk konsumsi sekolah.

4) Menarik minat siswa sebagai pemakai buku teks tersebut.

5) Menumbuhkan motivasi bagi siswa yang menyenangi dan mau


mengerjakan apa yang diinstruksikan dalam buku tersebut.

6) Menstimulasi, menantang, dan menggairahkan aktivitas siswa.

7) Memliki Ilustrasi yang menarik yang sangat diperlukan guna memberikan


daya tarik bagi pembacanya

8) Komunikatif, yaitu mudah dimengerti dan dipahami oleh pemakainya.


9) Menunjang mata pelajaran yang lain

10) Menghargai perbedaan individu

11) Memantapkan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat

Secara ringkas, kerangka isi buku teks menurut Suharjono (1995) dapat
diurutkan sebagai berikut.
BAGIAN PENDAHULUAN
Kata Pengantar
Daftar Isi

BAGIAN ISI
Judul bab atau topik isi bahasan
Penjelasan tujuan bab
Relevansi materi bagi kehidupan siswa
Peta konsep
Kata Kunci
Uraian isi pelajaran (Sub-sub Bab)
Penjelasan teori
Sajian contoh
Tugas
Jendela Ilmu
Ringkasan
Soal latihan
Refleksi
BAGIAN PENUNJANG
Glosari
Indeks
Daftar Pustaka (sumber acuan)

Diktat/buku tekas sebaiknya diberikan ilustrasi pelengkap, seperti gambar-gambar,


tabel, kurva, dan jendela ilmu.
DAFTAR PUSTAKA

Munawar Syamsudin, 1994, Dasar-dasar dan Metode Penultsan Ilmiah. Surakarta.


Sebelas Maret University Press.

Suhardjono. 1995. Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di bidang Pendidikan dan
Angka Kredit Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Dikgutentis.

Supriyatno, Nono. 2001. Penulisan Karya Ilmiah Dalam Format Buku", DirektoratTenaga
Kependidikan. Jakarta.

Tarigan, 1989, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Direktorat Tenaga


Kependidikan.Jakarta.

The Liang Gie, 1997, Pengantar Filsafat Ilmu, Edisi ke dua, Yogyakarta, Liberty.

Diposting 18th November 2015 oleh Unknown

Tambahkan komentar

2.

Mar

25

Hak Asasi Manusia


A. Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam
penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait
dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu
yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan
dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih
diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa
dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan
orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam
usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis
merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis
mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.

Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang
bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati,
dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya
menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati,
melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung
jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun
Militer), dan negara.

Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan
tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :

a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia
secara otomatis.

b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis,
pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau
melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara
membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.

B. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)


HAM adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia,tanpa hak-hak itu manusia
tidak dapat hidup layak sebagai manusia.Menurut John Locke HAM adalah hak-hak yang
diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Dalam
pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

Ruang lingkup HAM meliputi :

 Hak pribadi: hak-hak persamaan hidup, kebebasan, keamanan, dan lain-lain


 Hak milik pribadi dan kelompok sosial tempat seseorang berada
 Kebebasan sipil dan politik untuk dapat ikut serta dalam pemerintahan serta
 Hak-hak berkenaan dengan masalah ekonomi dan sosial.
Hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan
eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi,
dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab
bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun
Militer),dan negara.

Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan
tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :

a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia
secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis,
pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.

c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau
melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara
membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.

C. Hak Asasi Manusia (HAM) pada tataran Global


Sebelum konsep HAM diritifikasi PBB, terdapat beberapa konsep utama mengenai
HAM ,yaitu:

1. HAM menurut konsep Negara-negara Barat

 Ingin meninggalkan konsep Negara yang mutlak.


 Ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas.
 Filosofi dasar: hak asasi tertanam pada diri individu manusia.
 Hak asasi lebih dulu ada daripada tatanan Negara.
2. HAM menurut konsep sosialis

 Hak asasi hilang dari individu dan terintegrasi dalam masyarakat


 Hak asasi tidak ada sebelum Negara ada.
 Negara berhak membatasi hak asasi manusia apabila situasi menghendaki.
3. HAM menurut konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika

 Tidak boleh bertentangan ajaran agama sesuai dengan kodratnya.


 Masyarakat sebagai keluarga besar, artinya penghormatan utama terhadap
kepala keluarga
 Individu tunduk kepada kepala adat yang menyangkut tugas dan kewajiban
sebagai anggota masyarakat.
4. HAM menurut konsep PBB

Konsep HAM ini dibidani oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin oleh Elenor
Roosevelt dan secara resmi disebut “ Universal Decralation of Human Rights”.
Universal Decralation of Human Rights menyatakan bahwa setiap orang mempunyai:

 Hak untuk hidup

 Kemerdekaan dan keamanan badan

 Hak untuk diakui kepribadiannya menurut hukum

 Hak untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana

 Hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu Negara

 Hak untuk mendapat hak milik atas benda

 Hak untuk bebas mengutarakan pikiran dan perasaan

 Hak untuk bebas memeluk agama

 Hak untuk mendapat pekerjaan

 Hak untuk berdagang

 Hak untuk mendapatkan pendidikan

 Hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan masyarakat

 Hak untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.

D. Permasalahan dan Penegakan HAM di Indonesia


Sejalan dengan amanat Konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan
perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi,
sosial budaya, dan hak pembangunan merupakan satu kesatuanyang tidak dapat di
pisahkan, baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya. Sesuai
dengan pasal 1 (3), pasal 55, dan 56 Piagam PBB upaya pemajuan dan perlindungan
HAM harus dilakukan melalui sutu konsep kerja sama internasional yang berdasarkan
pada prinsip saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan antar negaraserta hukum
internasional yang berlaku.

Program penegakan hukum dan HAM meliputi pemberantasan korupsi, antitrorisme,


serta pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu,
penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif dan
konsisten.

E. Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM


1. Kasus pelanggaran HAM dilingkungan keluarga.
 Orang tua yang memaksakan keinginannya kepada anaknya (tentang masuk
sekolah, memilih pekerjaan, dipaksa untuk bekerja, memilih jodoh).
 Orang tua menyiksa/menganiaya/membunuh anaknya sendiri.
 Anak melawan/menganiaya/membunuh saudaranya atau orang tuanya
sendiri.
 Majikan dan atau anggota keluarga memperlakukan pembantunya sewenang-
wenang dirumah.
2. Kasus pelanggaran HAM di sekolah.
 Guru membeda-bedakan siswanya di sekolah (berdasarkan kepintaran,
kekayaan, atau perilakunya).
 Guru memberikan sanksi atau hukuman kepada siswanya secara fisik
(dijewer, dicubit, ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur di tengah
lapangan).
 Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.
 Siswa melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya ataupun dengan
siswa dari sekolah yang lain.
3. Kasus pelanggaran HAM di masyarakat.
 Pertikaian antarkelompok/antargeng, atau antarsuku(konflik sosial).
 Perbuatan main hakim sendiri terhadap seorang pencuri atau anggota
masyarakat yang tertangkap basah melakukan perbuatan asusila.

 Merusak sarana/fasilitas umum karena kecewa atau tidak puas dengan


kebijakan yang ada.
Diposting 25th March 2015 oleh Unknown

Tambahkan komentar

3.

Mar

17

DEMOKRASI

A. Konsep Demokrasi
Kata demokrasi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti
rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat. Kata ini kemudian diserap menjadi salah satu kosakata dalam
bahasa Inggris yaitu democracy. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci dalam
bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai
indikator perkembangan politik suatu negara.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi merupakan istilah politik yang
berarti pemerintahan rakyat. Hal tersebut bisa diartikan bahwa dalam sebuah negara
demokrasi kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh
mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan bebas.
Dalam pandangan Abraham Lincoln, demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Artinya rakyat dengan serta merta mempunyai
kebebasan untuk melakukan semua aktifitas kehidupan termasuk aktivitas politik tanpa
adanya tekanan dari pihak manapun, karena pada hakekatnya yang berkuasa adalah
rakyat untuk kepentingan bersama.

Dengan demikian sebagai sebuah konsep politik, demokrasi adalah landasan dalam
menata sistem pemerintahan negara yang terus berproses ke arah yang lebih baik dimana
dalam proses tersebut, rakyat diberi peran penting dalam menentukan atau memutuskan
berbagai hal yang menyangkut kehidupan bersama sebagai sebuah bangsa dan negara.

Kebebasan dan demokrasi sering dipakai secara timbal balik, tetapi keduanya tidak
sama. Sebagai suatu konsep demokrasi adalah seperangkat gagasan dan prinsip tentang
kebebasan yang juga mencakup seperangkat praktik yang terbentuk melalui sejarah
panjang dan sering berliku-liku.

Demokrasi adalah pelembagaan dari kebebasan. Artinya, kebebasan yang dimiliki


rakyat diatur dan diarahkan oleh sebuah lembaga kekuasaan yang sumber kekuasaannya
berasal dari rakyat dan dijalankan sendiri oleh rakyat, sehingga kebebasan yang mereka
miliki dapat dilaksanakan secara bertanggung jawab dan tidak melanggar kebebasan yang
dimiliki orang lain.

B.Bentuk Demokrasi Dalam Sistem Pemerintahan Negara

 Dalam arti luas

Pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan olehbadan-


badanlegislatif, eksekutifdanyudikatifdisuatunegara
dalamrangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.

 Dalam arti sempit

Pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan olehbadaneksekutifbesert


a jajarannya dalam rangka mencapai tujuanpenyelenggaraan negara.
C. Perkembangan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara
1. Definisi PPBN
Definisi atau pengertian dari PPBN ( Pendidikan Pendahuluan Bela Negara ) adalah
pendidikan dasar bela negara guna menumbuhkan kecintaan pada tanah air, kesadaran
berbangsa dan bernegara Indonesia, keyakinan akan kesaktian Pancasila sebagai Ideologi
Negara, kerelaan berkorban untuk Negara serta memberikan kemampuan awal bela
negara.

Sedangkan defini dasar dari Bela Negara adalah tekad, sikap, dan tindakan warga
negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan
pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia, serta berkeyakinan akan
kesaktian Pancasila sebagai Ideologi Negara dan kerelaan berkorban guna meniadakan
setiap ancaman, baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri, yang membahayakan
kemerdekaan dan kedaulatan negara, kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah
dan yurisdiksi nasional serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

2. Kedudukan PPBN.
Kedudukan PPBN saat dapat dilihat dari :

a. Dalam UU RI Nomor 20 Tahun 1989 dan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1988,


tentang Garis-garis Besar Haluan Negara ditetapkan bahwa hak dan kewajiban
warganegara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya bela negara
diselenggarakan antara lain melalui Pendidikan Pendahuluan Bela Negara
sebagai bagian tidak terpisahkan dalam Sistem Pendidikan Nasional yang
pelaksanaannya melalui jalur pendidikan sekolah dan pendidikanluarsekolah.
b. Dengan demikian maka PPBN dalam Gerakan Pramuka adalah salah satu
pelaksanaan PPBN di lingkungan pendidikan luar sekolah.
3. Hakikat PPBN.

Yang dimaksud dengan Hakikat PPBN adalah upaya bangsa agar sedini mungkin
setiap warga negara memiliki nasionalisme dan patriotisme yang tangguh guna menjamin
tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 serta terpeliharanya kelangsungan dan kesinambungan Pembangunan Nasional
mencapai Tujuan Nasional.

4. Tujuan PPBN.
Kemudian Tujuan PPBN dalam hal ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

a. Tujuan Umum PPBN adalah mewujudkan warga negara Indonesia yang memiliki
tekad, sikap, dan tindakan yang teratur,menyeluruh, terpadu dan berlanjut guna
meniadakan setiap ancaman baik dariluar maupun dari dalam negeri yang
membahayakan Kemerdekaan dan Kedaulatan Negara,kesatuan dan Persatuan
Bangsa,keutuhan wilayah dan yurisdiksi nasional serta nilai-nilai Pancasila dan
UUD1945.

b. Tujuan Khusus PPBN dalam Gerakan Pramuka adalah agar para Pelatih dan
Pembina Pramuka dapat meningkatkan upaya pembinaan secara lebih efektif dan
efisien dengan sasaran yang lebih kongkrit demi terciptanya generasi muda yang
sehat, cerdas dan berkarakter.

5. Sasaran PPBN.

Sasaran Pendidikan Pendahuluan Bela Negara dalam Gerakan Pramuka adalah


terwujudnya warga Pramuka yang mengerti,menghayati dan yakin untuk menunaikan
kewajibannya dalam upaya bela negara, dengan ciri-ciri:

a. Cinta Tanah Air


Yaitu mengenal dan mencintai wilayah Nasionalnya sehingga selalu waspada dan
siap membela Tanah Air Indonesia terhadap segala bentuk ancaman, tantangan,
hambatan, dan gangguan yang dapat membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan
negara oleh siapapun dan dari manapun dengan menanamkan dan menumbuhkan
kecintaan kepada tanah air sehingga diharapkan setiap warga Pramuka akan mengenal
dan memahami:

1)WilayahNusantaradenganbaik

2)Memelihara,melestarikan,danmencintailingkungannya

3) Senantiasa menjaga nama baik dan mengharumkan negara Indonesia di mata dunia.

b. Sadar Berbangsa dan Bernegara Indonesia

Sadar berbangsa dan bernegara Indonesia dalam bentuk tingkah laku, sikap dan
kehidupan secara pribadi dalamkehidupan sesuai dengan keribadian bangsa selalu
mengkaitkan dirinya dengan pencapaian cita-cita dan tujuan hidup bangsa Indonesia,
membina kesadaran, kesatuan dan persatuan, mencintai budaya bangsa dan selalu
mengutamakankepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan.

c. Yakin akan kesaktian Pancasila sebagai Ideologi Negara


Yakin akan kesaktian Pancasila sebagai satu-satunya falsafah dan Ideologi bangsa
dan negara, yang telah terbukti kesaktiannya dalam penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara,gunatercapainyatujuannasional.Terwujudnya rasa yakin akan
kesaktian Pancasila sebagaiIdeologinegaradapatdicapaidenganmenumbuhkan:

1) Kesadaran bahwa tanpa Pancasila keberadaan negara kesatuan Republik Indonesia


yang diproklamasikantanggal17Agustus1945dengansendirinyaakanterancam.

2) Kesadaran bahwa dengan mengamalkan Pancasila dalamkehidupan sehari-hari negara


dan bangsa Indonesia akan tetap terpelihara keutuhannya dan terjaga keamanannya.

3) Kesadaran bahwa setiap pertentangan dalamkehidupan berbangsa dan bernegara dapat


diselesaikandengan/mufakatsesuaidemokrasiPancasila.
4) Kesadaran bahwa Pancasila sebagai Ideologi negara dapat meniadakan setiap
ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan baik dari dalam maupun dariluar negeri.

d. Rela berkorban untuk Bangsa dan Negara

Rela berkorban untuk bangsa yaitu rela mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dan
harta benda untuk kepentingan umum sehingga pada saatnya siap mengorbankan jiwa
dan raga bagikepentinganbangsa.

Rela berkorban untuk negara adalah rela berbakti tanpapamrih yang diberikan oleh
seorang warga negara terhadap tanah airnya dengan penuh kesadaran, keikhlasan, dan
tanggung jawab utnuk mempertahankan kelangsungan hidup Bangsa dan Negara
Republik Indonesia.

e. Memiliki kemampuan awal untuk Bela Negara

Secara psikis (mental) memiliki sifat-sifat disiplin, ulet,kerja keras, percaya akan
kemampuan sendiri, jujur, dan bertanggung jawab untuk mencapai tujuan nasional.

Diposting 17th March 2015 oleh Unknown

Tambahkan komentar

4.

Oct

12

Perkembangan Komputer
Sejarah Perkembangan Komputer dari masa ke masa - Pengertian Komputer adalah sistem
elektronik untuk memanipulasi data yang cepat dan tepat serta dirancang dan di organisasikan
supaya secara otomatis menerima dan menyimpan data input, memprosesnya, dan
menghasilkan output berdasarkan instruksi-instruksi yang telah tersimpan di dalam
memori. Komputer sering kali di manfaatkan dalam kehidupan sehari-hari baik di gunakan untuk
meringankan pekerjaan, sebagai hiburan maupun untuk bekerja. Komputer telah merambah ke
berbagai sektor dalam kehidupan kita, tidak saja digunakan oleh orang kantoran, akademisi,
mahasiswa, anak-anakpun sudah terbiasa dengan alat elektronik ini. Karena perkembangan
teknologi yang semakin maju maka dapat mengoprasikan sebuah komputer merupakan salah
satu tuntutan yang wajib untuk kita agar nantinya kita tidak gaptek dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Sejarah Perkembangan Komputer Generasi Pertama.


Tahun 1941, seorang insinyur asal Jerman yang bernama Konrad Zuse membangun sebuah
komputer, Z3, untuk mendisain pesawat terbang dan juga peluru kendali. Komputer pada
Generasi pertama ini dapat dikarakteristikan dengan fakta bahwa instruksi operasi dibuat secara
spesifik untuk tugas tertentu. Setiap komputer memiliki program kode-biner yang berbeda yang
disebut dengan “bahasa mesin” dalam bahasa inggrisnya adalah “machine language”. Hal ini
menjadikan komputer sulit untuk diprogram dan membatasi kecepatannya. Ciri lain komputer
generasi pertama adalah pemakaian tube vakum (yang menjadikan komputer pada masa itu
tampak berukuran sangat besar) dan silinder magnetik yang berfungi untuk sebagai penyimpan
data.

Ciri-ciri komputer generasi pertama :

o Silinder magnetik untuk menyimpan data


o Komponen yang dipergunakannya adalah tabung hampa udara (Vacum tube) untuk
sirkuitnya.
o Kapasitas penyimpanan kecil.
o Program cuma bisa dibuat dengan bahasa mesin : Assembler.
o Ukuran fisik komputer besar, memerlukan ruangan yang luas.
o Cepat panas.
o Proses kurang cepat.
o Memerlukan dya listrik yang besar.
o Orientasi pada aplikasi bisnis.

Sejarah Komputer Generasi Kedua


Tahun 1948, penemuan transistor sangat berpengaruh terhadap perkembangan komputer masa
itu. Transistor menggantikan tube vakum di televisi, radio, dan komputer. sehingga berdampak
pada perubahan ukuran mesin-mesin elektrik yang pada awalnya memiliki ukuran yang besar
menjadi ukuran yang lebih kecil.

Ciri-ciri komputer Generasi kedua :


o Kapasitas memori utama sudah cukup besar dengan pengembangan magnetic core
storage
o Berorientasi pada bisnis dan teknik.
o Tidak terlalu banyak mengeluarkan panas.
o Program dapat di buat dengan bahasa tingkat tinggi (high level language), seperti
FORTRAN, COBOL, ALGOL.
o Proses operasi sudah cepat, yaitu bisa melakukan jutaan operasi per detik.
o Membutuhkan lebih sedikit daya listrik.
o Mulai digunakan disk storage (penyimpanan data)

Sejarah Komputer Pada Generasi ketiga


Perkembangan komputer pada generasi ketiga terjadi sekitar tahun 1964-1970 dengan
ditemukanya teknologi Integrated Circuit (IC) menjadi ciri utama karena mulai digunakan pada
sebuah perangkat komputer hingga generasi sekarang. Komponen IC berbentuk hybrid atau solid
(SLT) dan monolithyc (MST). SLT adalah transistor dan diode diletakkan terpisah dalam satu
tempat sedangkan MST adalah elemen transistor, diode, dan resistor diletakkan bersama dalam
satu chip. MST lebih kesil tetapi mempunyai kemmapuan lebih besar dibanding SLT.

Ciri-ciri Komputer Generasi ketiga :

o Ditemukannya IC sehingga mengubah arsitektur komputer secara keseluruhan


o Sudah menggunakan terminal visual display dan dapat mengeluarkan suara.
o Kinerja komputer menjadi lebih cepat dan tepat. Kecepatannya hampir 10.000 kali lebih
cepat dari komputer generasi pertama.
o Peningkatan dari sisi software.
o Kapasitas memori sudah lebih besar dari pada versi sebelumnya, dan dapat menyimpan
ratusan ribu karakter.
o Menggunakan media penyimpanan luar disket magnetik (external disk) yang sifat
pengaksesan datanya secara acak (random access) dengan kapasitas besar (jutaan
karakter).
o Pemakaian listrik lebih hemat dan lebih efisien.
o Kemampuan melakukan multiprocessing dan multitasking.

Sejarah Perkembangan Komputer Generasi keempat


Komputer generasi ini merupakan kelanjutan dari generasi III dan perbedaanya adalah IC pada
generasi empat lebih kompleks dan terintegrasi. Sejak tahun 1970 ada dua perkembangan yang
di anggap sebagai komputer generasi IV. Pertama, penggunaan Large Scale Integration (LSI)
yang disebut juga dengan nama Bipolar Large Large Scale Integration. LSI merupakan
pemadatan beribu-ribu IC yang di jadikan satu dalam sebuah keping IC yang disebut chip. Istilah
chip digunakan untuk menunjukkan suatu lempengan persegi empat yang memuat rangkaian
terpadu IC. LSI kemudian dikembangkan menjadi Very Large Scale Integration (VLSI) yang dapat
menampung puluhan ribu hingga ratusan ribu IC. Selanjutnya dikembangkannya komputer mikro
yang menggunakan mikroprosesor dan semikonduktor yang berbentuk chip untuk memori
komputer internal sementara generasi sebelumnya menggunakan magnetic core storage.
Ciri-ciri komputer Generasi keempat :

o Dikembangkan komputer mikro dengan menggunakan microprocessor dan


semiconductor yang berbentuk chip untuk memori komputer
o Penggunaan Large Scale Integration (LSI) / Bipolar Large Scale Integration, yaitu
pemadatan ribuan IC menjadi sebuah chip

Sejarah Perkembangan Komputer Generasi kelima


Pada masa ini ditandai dengan munculnya: LSI (Large Scale Integration) yang merupakan
pemadatan ribuan microprocessor yang ditanam pada sebuah microprocesor, serta munculnya
microprocessor dan semi conductor. Perusahaan-perusahaan yang membuat micro-processor
adalah: Intel Corporation, Motorola, Zilog dan lainnya lagi. Komputer Pentium-4 merupakan
produksi terbaru dari Intel Corporation yang diharapkan dapat menutupi segala kelemahan yang
ada pada produk sebelumnya, di samping itu, kemampuan dan kecepatan yang dimiliki Pentium-
4 juga bertambah menjadi 2 Ghz. Gambar-gambar yang ditampilkan menjadi lebih halus dan
lebih tajam dan keunggulan lainya adalah kecepatan memproses, mengirim ataupun menerima
gambar juga menjadi semakin cepat.

Ciri-ciri komputer Generasi kelima

o Mempunyai desain yang lebih kecil


o Pengembangan VLSI ( Very Large Scale Integration)
o Pengembangan Josephson Junction
o Dapat menterjemahkan bahasa manusia, bercakap-cakap dengan manusia, dapat
melakukan diagnosa penyakit yang lebih akurat.

Sumber : http://www.indoza.com/2014/03/sejarah-perkembangan-komputer-
generasi.html

Diposting 12th October 2014 oleh Unknown

Tambahkan komentar



Memuat
Tema Tampilan Dinamis. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai