Anda di halaman 1dari 25

BAB II

PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
Anatomo fisiologi

(Muttaqin Arif,.2008.)
2.1 ANATOMI
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring,
trakhea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung; Nares anterior adalah saluran-saluran didalam
rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara kedalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum
(rongga hidung). Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan selaput lendir sinus yang
mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung. Faring (tekak) adalah pipa berotot yang
berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian
tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang laring (laring-faringeal). Laring (tenggorok)
terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkan dari columna vertebrata, berjalan
dari faring sampai ketinggian vertebrata servikalis dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan
membran. Trakhea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari

3
laring sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang
menjadi dua bronkus (bronchi). Trakhea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak tetap yang berupa
cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran
di sebelah belakang trakhea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kirakira vertebra
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang
sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru. Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis
dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri
pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan
kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus. Yang
ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronchiolus terminalis, yaitu saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkiolus terminalis memiliki garis
tengah kurang lebih 1 mm. bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi
dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Saluran-saluran udara ke bawah
sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya
adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkiolus dan respiratorius
yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris
seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru,
assinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki tangan kira-kira 0,5-1,0 cm. terdapat
sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai sakus alveolaris. Alveolus dipisahkan
oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura
yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang
berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan
inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior.
Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola,
venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa
setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup
luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas. (Muttaqin Arif,.2008.)

4
2.2 FISIOLOGI
Pernafasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada
paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan ekternal, oksigen diambil melalui
mulut dan hidung pada waktu bernafas, dan oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli
berhubungan dalam darah dalam kapiler pulmonal. Alveoli memisahkan oksigen dari darah,
oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung dan dari jantung
dipompakan ke seluruh tubuh. Proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi ketika
konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernafasan terdapat dalam otak
untuk memperbesar kecepatan dalam pernafasan sehingga terjadi pengambilan O2 dan
pengeluaran CO2 lebih banyak. Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandun oksigen
dari seluruh tubuh masuk kedalam jaringan mengambil karbon dioksida dibawa ke paru-paru
dan di paru-paru terjadi pernafasan eksterna. Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4500-
5000 ml (4,5-5 liter).
Udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%, kurang lebih 500ml,
disebut juga udara pasang surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan pada
pernafasan biasa. Kecepatan pernafasan pada wanita lebih tinggi dari pada pria. Pernafasan
secara normal, ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat. Pada bayi ada kalanya
terbalik inspirasi-istirahat-ekspirasi, disebut juga penafasan terbalik. (Muttaqin Arif,.2008.)

2.3 DEFINISI
ARDS merupakan suatu bentuk dari gagal napas akut yang ditandai dengan
hipoksemia, penurunan compliance paru, dispneu, edema pulmonal bilateral tanpa gagal
jantung dengan infiltrat yang menyebar. Dikenal juga dengan nama noncardiogenic pulmonary
edema shock pulmonary dan lain-lain. Walaupun awalnya disebut dengan “syndrom gawat
napas dewasa (adult)” istilah “akut” sekarang lebih dianjurkan karena keadaan ini tidak
terbatas pada orang dewasa (Somantri, 2012).
ARDS biasanya membutuhkan ventilasi mekanik yang lebih tinggi dari tekanan jalan
napas normal. Terdapat kisaran yang luas dari factor yang berkaitan dengan terjadinya ARDS
termasuk cedera langsung pada paru (seperti inhalasi asap) atau gangguan tidak langsung pada
tubuh (seperti syok). (Somantri, 2012).
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) atau sindrom distress respirasi
akut adalah suatu kondisi mengancam nyawa, yang mana terjadi gangguan dalam
pengambilan oksigen ke paru dan darah dalam jumlah yang memadai. Pada ARDS terjadi
pengumpulan cairan pada alveolus sehingga oksigen sulit masuk ke dalam sirkulasi. Hal

5
tersebut juga membuat paru menjadi kaku dan berat serta menurunnya kemampuan dalam
mengembang. Infitrat pada pada paru bilateral dan hipoksemia yang terjadi harus tanpa disertai
edema paru akibat masalah kardiopulmoner. (Eloise M Harman, 2017)
ARDS diawali oleh peningkatan permeabilitas barier antara alveoulus dan kapiler yang
menyebabkan masuknya cairan ke alveoulus. Selain peningkatan permeabilitas, masuknya
cairan ke alvoulus juga dapat disebabkan oleh kerusakan pada endotel vaskular atau epitel
alveolus. (Eloise M Harman, 2017)

2.4 ETIOLOGI
Secara mikrokopis, paru tampak hitam kemerahan, beratnya bertambah, tidak mengandung
udara, dan hamper tidak mengembang. Potongan penampang paru menunjukkan perdarahan,
kongesti, dan edema, menyerupai hati. Perubahan paling awal dari segi histologis adalah
mikroemboli trambosit fibrin yang biasa terlihat dalam 6 jam petama. Pada tahap berikutnya
didapatkan kongesti kapiler, edema interstitial, edema intra-ealveoli, dan pada tahap akhir
didapatkan pengendapan kolagen yang luas sehingga akhirnya terjadi fibrosis (Ryoichi Ochiai,
2015)
Factor-faktor etiologi yang berhubungan dengan ARDS dapat dilihat ditabel

Mekanisme Etiologi
kerusakan paru akibat inhalasi (mekanisme Kelainan paru akibat kebakaran, inhalasi gas
tidak langsung) oksigen, aspirasi asam lambung, tenggelam,
sepsis, syok (apapun penyebabnya),
koagulasi intravaskuler tersebar
(disseminated intravaskulermcoagulation-
DIC), dan pankreatitis idiopatik.
Obat-obatan Heroin dan salisilat.
Infeksi Virus, bakteri, jamur, dan TB paru.
Sebab lain Emboli lemak, emboli cairan amnion, emboli
paru trambosis, rudapaksa (trauma)
paru,radiasi,keracunan oksigen, transfuse
massif, kelainan metabolik (uremia),bedah
mayor.

6
2.5 PATOFISIOLOGI
Sindrom gagal napas pada klien dewasa (ARDS) selalu berhubungan dengan
penambahan cairan dalam paru. Sindrom ini merupakan suatu edema paru yang berbeda dari
edema paru karena kelainan jantung. Perbedaannya terletak pada tidak adanya peningkatan
tekanan hidrostatik kapiler paru. Dari segi histologis, mula-mula terjadi kerusakan membrane
kapiler- alveoli, selanjutnya terjadi peningkatan permeabilitas indotelium kapiler paru dan
epitel alveoli yang mengakibatkan terjadinya edema alveoli dan enterstitial. Untuk mengetahui
lebih banyak mengenai edema paru pada ARDS, penting untuk megetahui hubungan struktur
dan fungsi alveoli.
Membrane alveoli terdiri atas dua tipe sel, yaitu sel tipe I (tipe A), sel penyongkong
yang tidak mempunyai mikrovili dana mat tipis. Sel tipe II (tipe B) berbentuk hamper seperti
kubus d engan mikrovili dan merupakan sumber utama surfaktan alveoli. Sekat pemisah udara
dan pembuluh darah disusun dari sel tipe I dan tipe II dengan membrane basal endothelium dan
sel endothelium. Bembagian membrane kapiler alveoli yang paling tipis mempunyai tebal 0,15
µm. sel pneomosit tipe I amat peka terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh berbagai zat
yang terinhalasi. Jika terjadi kerusakan sel-sel yang menyusun 95% dari permukaan alveoli ini,
akan amat menurunkan keutuhan sekat pemisah alveoli-kapiler. Pada kerusakan mendadak
paru, mula-mula terjadi peradangan inter stisial, edema, dan perdarahan yang disertai dengan
proliferasi sel tipe II yang rusak. Adanya hipotensi dan prankeatitis akut dapat menghambat
produksi surfaktan dan fosfolipase A. Selain itu, cairan edema terutama fibrinogen akan
menghambat produksi dan aktifitas surfaktan sehingga menyebabkan mikroatelektasis dan
sirkulasi venoarterial bertambah. Adanya terlambatan aliran kapiler sebab hipotensi,
hiperkoagulabilitas dan asidosis, hemolysis, toksin bakteri, dan lain-lain dapat merangsang
timbulnya koagulasi intra vaskuler tersebar (disseminated intravaskuler coagulation- DIC ).
(Eloise M Harma, 2017)

2.6 Stadium Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)


Terdapat 2 stadium (Somatri, 2012)
1. Eksudatif ditandai dengan adanya pendarahan pada permukaan parenkim paru, edema
interstisial atau alveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis dan kerusakan pada sel
alveolar tipe 1.
2. Fibroproliferatif ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe 2,
peningkatan tekanan puncak inspirasi, penurunan compliance paru (statik dan

7
dinamik), hipoksemia, penurunan fungsi kapasitas residual, fibrosis interstisial dan
peningkatan ruang rugi ventilasi.

2.7 PATHWAY

Faktor predisposisi

Trauma tidak langsung : Trauma langsung :


Sepsis, shock, DIC Pneumoni, virus, bakteri,
fungal, Aspirasi cairan
lambung

Adanya cairan
dalam paru

Kerusakan membran kapiler-alveoli

Peningkatan permeablitas
endothelium kapiler paru
dan epitel alveoli

Edema alveoli dan intersitiel Mekanisme regulasi


paru terganggu

Atelektasis kongesti
Kelebihan volume
cairan
Penurunan oksigen
dalam paru (hipoksia) Kerja nafas menurun

Penumpukan sekret Ketidakseimbangan ventilasi paru Sesak nafas

Gangguan
Bersihan jalan nafas tidak efektif Hipoksemia pertukaran gas

Krisis situasi Kurang infromasi

Anxietas Kurang pengetahuan

8
2.8 PATOGENESIS
Epitelium alveolar dan endotelium mikrovaskular mengalami kerusakan pada ARDS.
Kerusakan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas barier alveolar dan kapiler sehingga
cairan masuk ke dalam ruang alveolar. Derajat kerusakan epithelium alveolar ini menentukan
prognosis. Epitelium alveolar normal terdiri dari 2 tipe sel, yaitu sel pneumosit tipe I dan sel
pneumosit tipe II. Permukaan alveolar 90% terdiri dari sel pneumosit tipe I berupa sel pipih
yang mudah mengalami kerusakan. Fungsi utama sel pneumosit tipe I adalah pertukaran gas
yang berlangsung secara difusi pasif. Sel pneumosit tipe II meliputi 10% permukaan alveolar
terdiri atas sel kuboid yang mempunyai aktivitas metabolik intraselular, transport ion,
memproduksi surfaktan dan lebih resisten terhadap kerusakan.
Kerusakan epitelium alveolar yang berat menyebabkan kesulitan dalam mekanisme
perbaikanparu dan menyebabkan fibrosis. Kerusakan pada fase aku terjadi pengelupasan sel
epitel bronkial dan alveolar, diikuti dengan pembentukan membran hialin yang kaya protein
pada membran basal epitel yang gundul. Neutrofil memasuki endotel kapiler yang rusak dan
jaringan interstitial dipenuhi cairan yang kaya akan protein. Keberadaan mediator anti
inflamasi, interleukin1-receptor antagonists, soluble tumor necrosis factor receptor, auto
antibodi yang melawan Interleukin/IL-8 dan IL-10 menjaga keseimbangan alveolar.

Gambar 1: Yusup Subagio Susanto, 2012

9
2.9 MANINFESTASI KLINIS
Gambaran primer ARDS meliputi pirau intrapulmonal yang nyata dengan hipoksemia,
keregangan paru yang berkurang secara progresif, dan dispnea serta takipnea yang berat akibat
hipoksemia dan bertambahnya kerja pernapasan yang disebabkan oleh pernurunan keregangan
paru. Keregangan paru dan toraks yang normal secara bersamaan adalah sekitar 100 ml/cm
H2O. Pada ARDS, keregangan ini dapat menurun hingga 15 sampai 20 ml/cm H2O. Kapaasitas
residu fungsional juga berkurang. Gambaran-gambaran ini merupakan akibat edema alveolar
dan interstisial. Akibatnya timbul paru yang kaku yang sukar berventilisasi. Ciri khas dari
ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diataso dengan pemberian oksigen selama bernapas
spontan. Gambaran klinis lengkap dapat bermaninfestasi 1 sampai 2 hari setelah cedera.
Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:
1. Penurunan kesadaran mental
2. Takikardi (denyut jantung cepat), takipnea(nafas cepat)
3. Dispnea dengan kesulitan bernafas
4. Terdapat retraksi interkosta
5. Sianosis
6. Hipoksemia
7. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
8. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop
9. Hipotensi
10. Febris (demam)
Ciri khas ARDS :

1. Hipoksemia yang tidak dapat diatasi dengan pembarian oksigen selama bernafas
spontan.
2. Frekuensi pernafasan sering kali meningkat secara bermakna dengan ventilasi menit
tinggi.
3. Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus diingat bahwa sianosis adalah tanda dini
dan nyata dari hipoksemia.

(Price & Wilson, 2012)

10
2.10 Pengobatan
Penanganan ARDS ditunjukkan untuk memperbaiki shok, asidosis dan hipoksemia yang
menyertai nya. Hampir semua pasien memerlukan ventilasi mekanis dan oksigen konsentrasi
tinggi untuk menghindari hipoksia jaringan yang berat. Pemberian tekanan positif akhirnya
ekspirasi (PEEP) dengan respirator volume merupakan langkah besar dalam penanganan
keadaan ini. PEEP membantu memperbaiki sindrom gawat napas dengan mengembangkan
daerah yang sebelumnya mengalami atelektasi, dan mengembalikan aliran cairan edema
atelektasis dari kapiler (Price & Wilson, 2012).

2.11 Pencegahan
Berkenaan dengan pencegahan, studi observasional menunjukkan bahwa seikat praktek
ICU yang baik, seperti volume yang lebih rendah pasang surut untuk semua pasien ventilasi
mekanik, resusitasi volume awal dan antibiotic untuk sepsis, plasma laki-donor dan
penggunaan membatasi produk darah (untuk mengurangi risiko cedera paru transfuse terkait
dan overload volume), dan keterlibatan intensivist mencegah pengembangan ARDS
nosokomial. Pasien yang beresiko ARDS dapat diidentifikasi pro spectively, memungkinkan
untuk uji coba pencegahan dan pengobatan dini. The National Heart, Lung, dan Blood Institute
telah mendanai uji klinis pekerjaan net- untuk tujuan ini. Sejauh ini, glukokortikoid, aspirin,
dan beta-agonis telah gagal dalam uji tion preven-, meskipun inhalasi beta-agonis mencegah
agar ketinggian tinggi edema paru dan, dalam satu percobaan percontohan kecil, kombinasi
beta-agonis dan glukokortikoid mencegah pengembangan ARDS (tapi tidak mengurangi angka
kematian) (Thompson, Chambers, & Liu, 2017).

11
2.12 Alogaritma Penanganan

Sumber: (Sweeney & McAuley, 2016)

12
2.13 PENATALAKSANAAN
Tujuan utama pengobatan adalah mengatasi masalah yang mengancam kehidupan
dan harus segera dilakukan. Penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Terapi oksigen
Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik penting dan secara potensial mempunyai
efek samping toksik. Klien tanpa dasar penyakit paru tamapk toleran dengan oksigen
100% selama 24-72 jam tanpa abnomalitas fisiologis penting.
2. Ventilasi mekanik
Aspek penting peraatan ARDS adalah ventilasi mekanik. Tujuan terapi modalitas ini
adalah untuk memberikan dukungan ventilasi sampai integritas membran alveoli-
kapiler kembali baik. Dua tujuan lainnya adalah :
a. Memelihara ventilasi dan oksigenasi adekuat selama periode kritis hipoksemia
berat.
b. Mengebalikan faktor etiologi yang mengawali penyebab distress pernapasan.
3. Potitive End Expiratory Pressure (PEEP)
Ventilasi dan oksigenasi adekuat diberikan oleh volume ventilator dengan
tekanan tinggi dan kemampuan aliran, di mana PEEP dapat ditambahkan. PEEP
dipertahankan dalam alveoli melalui siklus pernapasan. Selain itu untuk mencegah atau
mempetahankan alveoli kolaps pada akhir ekspirasi.
Komplikasi utama PEEP adalah penurunan curah jantung dan barotrauma. Ini
lebuh sering terjadi jika klien diventilasi dengan tidal volume di atas 15 ml/kg atau
PEEP tingkat tinggi. Peralatan selang dada torakostomi darurat harus siap tersedia.
4. Pemantauan oksigenasi arteri adekuat
Kebanyakan volume oksigen yang ditransport ke jaringan dalam bentuk yang telah
berikatan dengan hemoglobin. Bila anemia terjadikandungan oksigen dalam darah
menurun, sebagai akibat efek ventilasi mekanik PEEP. Pengukuran seri hemoglobin
perlu dilakuka untuk kalkulasi kandungan oksigen yang dapat menentukan kebutuhan
untuk transfusi sel darah merah.
5. Titrasi cairan
Mekanisme patogenesis meningkatkan permeabilitas alveolar-kapiler mengakibatkan
edema interstisial dan alveolar. Pemberian cairan yang berlebihan pada orang normal
dapat menyebabkan edema paru dan gagal pernapasan. Tujuan utama terapi cairan
adalah untuk mempertahankan parameter fisiologis normal.

13
6. Terapi farmakologi
Penggunaan kortikosteroid masih menjadi kontroversi. Sebelumnya terapi antibiotik
diberikan untuk profilaksis. Akan tetapi, fakta menunjukkan bahwa ini tidak mencegah
sepsis gram negatif yang berbahaya. Antibiotik profilaksis rutin sudah tidak digunakan
lagi.
7. Pemeliharaan jalan napas
Selang endotrakeal atau selang trakeostomi disediakan tidak hanya sebagai jalan napas
tetapi juga sangat berarti juga dalam melindungi jalan napas (dengan cuff utuh),
memberikan dukungan ventilasi kontinu, dan memberikan konsentrasi oksigen terus-
menerus. Pemeliharaan jalan napas meliputi pengetahuan mengenai aktu yang tepat
untuk mengisap, melakukan pengisapan dengan teknik yang benar, tekanan nasal dan
oral untuk membuat sekresi, serta pemantauan kontinu terhadap jalan napas bagian atas.
8. Pencegahan infeksi
Perhatian penting terhadap sekresi saluran pernapasan bagian atas dan bawah serta
pencegahan infeksi melalui teknik pengisapan yang telah dilakukan. Infeksi nasokomial
dalah infeksi yang didapatkan di rumah sakit.
9. Dukungan nutrisi
Malnutrisi relatif merupakan masalah umum pada klien dengan masalah kritis. Nutrisi
parenteral total (hiperalimentasi intravena) atau pemberian makan perselang
(nasogastric tube-NGT) dapat memperbaiki malnutrisi dan memungkinkan klien untuk
terhindar dari gagal napas sehubungan dengan nutrisi buruk pada otot inspirasi.
10. Monitor semua sistem terhadap respon terapi dan potensial komplikasi.
Rata-rata mortalitas 50-70% dapat menimbulkan gejala sisa saat penyembuhan.
Prognosis jangka panjang baik. Abnormalitas fisiologis dari ringan sampai sedanga
yang telah dilaporkan adalah obnormalitas obstruksi terbatas, defek difusi sedang, dan
hipoksemia selama latihan

14
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.13 Pengkajian
a) Pengkajian Primer
1. Airway : Mengenali adanya sumbatan jalan napas
a) Peningkatan sekresi pernapasan
b) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
c) Jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing,
d) Jalan napas bersih atau tidak
2. Breathing
a) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
b) Frekuensi pernapasan : cepat
c) Sesak napas atau tidak
d) Kedalaman Pernapasan
e) Retraksi atau tarikan dinding dada atau tidak
f) Reflek batuk ada atau tidak
g) Penggunaan otot Bantu pernapasan
h) Penggunaan alat Bantu pernapasan ada atau tidak
i) Irama pernapasan : teratur atau tidak
j) Bunyi napas Normal atau tidak
3. Circulation
a) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b) Sakit kepala
c) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
d) Papiledema
e) Penurunan haluaran urine
4. Disability
a) Keadaan umum : GCS, kesadaran, nyeri atau tidak
b) adanya trauma atau tidak pada thorax
c) Riwayat penyakit dahulu / sekarang
d) Riwayat pengobatan
e) Obat-obatan / Drugs

15
b) Primary Sekunder
1. B1 (Breath): sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk kering, ronkhi basah,
krekelshalus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
2. B2 (Blood): pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah bisa normal ataumeningkat
(terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut(shock), takikardi biasa
terjadi, bunyi jantung normal tanpa murmur ataugallop.
3. B3 (Brain): kesadaran menurun (seperti bingung dan atau agitasi), tremor.
4. B4 (Bowel): -
5. B5 (Bladder): -
6. B6 (Bone): kemerahan pada kulit punggung setelah beberapa hari dirawat.
c) Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan fisik
Hipoksemia timbul sebagai akibat dari ketidakseimbangan rasio ventilasi perfusi
sekunder terhadap timbulnya kompresi dan kolaps saluran napas kecil. Peningkatan
kerja napas timbul sebagai akibat dari meningkatnya resistensi jalan udara, menurunnya
kapasitas fungional residu (FRC), dan penurunan compliance paru sekunder terhadap
atelektasis serta penekanan pada saluran napas. Hipoksemia dan peningkatan kerja
napas akan mengakibatkan kelemahan (vatigue) pada klien dan berkembang menjadi
hipoventilasi alveolar. Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan berdasarkan stadium
akan diuraikan melalui penjelasan berikut.
a. Fase eksudatif (exudative Phase)
Kelemahan, menurunnya kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, takipnea, dan
alkolosis respiratory. Hasil inspeksi dada didapatkan penggunaan otot bantu
pernapasan dan adanya peningkatan tekanan darah arteri.
b. Fase fibroproliferatif (fibroproliferative Phase)
Peningkatan tekanan darah arteri, peningkatan workload ventrikel kiri, suara napas
crackles/rales, agitasi yang berhubungan dengan hipoksia, hiperventilasi,
hiperkarbia, peningkatan kerja napas, asidosis laktat (berhubungan dengan
metabolisme aerob), perubahan dalam perfusi (denyut jantung meningkat,
penurunan tekanan darah, perubahan temperatur dan arna kuli, penurunan capillary
Refill). Disfusi pada organ seperti ini :
1) Otak, terjadi perubahan kesadaran, agitasi, dan halusinasi;
2) Jantung, terjadi penurunan curah jantung (cardiac output) yang mengakibatkan
angina, CHF (gagal jantung kongestif), disritmia dan miokard infark.

16
3) Ginjal, terjadi penurunan produksi urine atau laju filtrasi glomerulus (LFG) /
Glomerulus Filtration Rate (GFR);
4) Kulit, terdapat bintik-bintik dan ditemukan adanya tanda iskemik.
5) Hati, didapati adanya peningkatan SGOT, bilirubin alkalin fosfat, dan
penurunan albumin.

d) Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Rontgen dada (Chest X-Ray): Tidak terlihat jelas pada stadium awal atau dapat
juga terlihat adanya bayangan infiltrat yang terletak di tengah region perihilar paru.
Pada stadium lanjut terlihat penyebaran di interstisial secara bilateral dan infiltrat
alveolar. Menjadi rata dan dapat mencakup keseluruhan lobus paru. Tidak terjadi
pembesaran pada jantung.

(Jeffry M, 2017) (Jeffry M, 2017)

17
(Jeffry M, 2017)

b. ABGs : Hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnea (penurunan nilai CO2 dapat


terjadi terutama pada fase aal sebagai kompensasi terhadap hiperventilasi)
hiperkapnea (PaCO2 > 50) menunjukkan terjadi gangguan pernapasan. Alkalosis
respirtori (pH > 7,45) dapat timbul pada stadium awal tetapi asidosis dapat juga
timbul pada stadiu lanjut yang berhubungan dengan peningkatan dead space dan
penurunan ventilasi alveolar. Asidosis metabolik dapat timbul pada stadium lanjut
yang berhubungan dengan peningkatan nilai laktat darah, akibat metablisme
anaerob.
c. Tes fungsi paru (pulmonary function test) : complience paru dan volume paru
menurun, terutama FRC, peningkatan dead space dihasilkan pada area terjanya
vasokontriksi dan mikroemboli.
d. Asam laktat : didapatkan peningkatan pada kadar asam laktat.
e) Diagnosis Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan :
a. Menurunnya fungsi silia pada jalan napas (hipoperfusi);
b. Peningkatan jumlah atau kekentalaan sekresi pulmonal;
c. Peningkatan resistensi jalan udara (edema interstisial).
Ditandai dengan :
1) Klien mengeluh dispnea;

18
2) Perubahan dalam kedalaman / jumlah pernapasan penggunaan otot asesori
pernapasan;
3) Batuk (efektif atau inefektif) dengan atau tanpa produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan:
a. Akumulasi protein dan cairan pada ruang interstisial atau alveolar;
b. Hipoventilasi alveolar;
c. Penurunan produksi surfaktan yang menyebabkan kolaps alveolar.
Ditandai dengan :
1) Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan;
2) Perubahan nilai ABGs;
3) Ventilasi atau perfusi mismacth dengan peningkatan dead space
3. Risiko Tinggi Kekurangan Volume Cairan yang berhubungan dengan :
a. Penggunaan diuretik;
b. Perubahan bagian cairan
4. Ansietas/ketakutan (spefisikkan), yang berhubungan dengan :
a. Krisis situasi;
b. Perubahan status kesadaran, ketakutan akan mati;
c. Faktor fisiologi (efek hipoksemia)
Ditandai dengan:
1) Peningkatan ketegangan dan tidak berdaya;
2) Ketakutan, kelemahan.

2.14 Intereverensi
NO Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria Interverensi Keperawatan
(NANDA) hasil (NOC) (NIC)

1 Ketidak kebersihan jalan NOC NIC


nafas 1. Respiratory Airway suction
Definisi: ketidak mampuan status : 1. Pastikan kebutuhan
untuk membersihkan sekresi ventilation oral/ tracheal
atau obstruksi dari saluran 2. Respiratory suctioning
pernafasan untuk status : airway 2. Auskultasi suara napas
mempertahankan kebersihan patency sebelum da sesudah
jalan nafas. Kreteria hasil suctioning.
Batasan karakteristik : 1. Mendemonstras 3. Informasikan pada
1. Tidak ada batuk ikan batuk klien dan keluarga
2. Perubahan frekuensi efektif dan tentang suctioning.
napas suara napas

19
3. Perubahan irama napas yang bersih, 4. Mintak klien napas
4. Sianosis kesulitan tidak ada dalam sebelum saction
berbicara atau sianosis dan dilakukan
mengeluarkan suara dyspnue 5. Berikan 02 denagn
5. Penurunan bunyi napas (mampu menggunakan nasal
6. Dispsnue mengeluarkan untuk memfasilitasi
7. Soutum dalam jumblah sputum, mampu suksion nasotrakeal
yang berlebihan bernafas 6. Gunakan alat yang
8. Batuk yang tidak dengan mudah, steril setiap melakukan
efektif tidak ada tindakan
9. Orthopneu pursed lips) 7. Anjurkan pasien untuk
10. Gelisah 2. Menunjukkan istirahat dan napas
11. Mata terbuka lebar jalan napas dalam setelah kateter
Faktor- faktor yang yang paten dikeluarkan dari
berhubungan (klien tidak nasotrakeal.
a) Lingkungan merasa 8. Monitor status oksigen
 Perokok pasif tercekik, irama pasien
 Menghisap asap napas,frekuensi 9. Ajarakan keluarga
 Merokok pernfas bagaimana cara
b) Obstruksi jalan napas frekuensi melakukan suksion
 Spasme jalan pernapasan 10. Hentikan suksion dan
napas dalam rentang berikan oksigen
 Mokus dalam normal, tidak apabila pasien
jumblah ada suara napas menunjukkan
berlebihan abnormal) bradikardi,
 Materi asing 3. Mampu peningkatan saturasi
dalam jalan mengidentifikas 02, dll.
napas ikan dan d) Airway management
mencegah 1. buka jalan
 Adanya jalan
factor yang napas, gunakan
napas buatan
dapat teknik chinlift
 Sekresi
menghambat atau jaw thrust
bertahan? Sisa
jalan napas bila perlu
sekresi
2. posisikan
 Sekresi dalam pasien untuk
bronki
memaksimalka
c) Fisiologis
n ventilasi
 Jalan napas 3. identifikasikan
elergik pasien perlunya
 Asma pemasangan
 Penyakit paru alat jalan napas
obstruktif buatan.
kronik 4. Pasang mayo
 Hiperplasi bila perlu.
dinding 5. Lakukan
bronkial fisioterapi dada
 Infeksi jika perlu
 Disfungsi 6. Keluarkan
neuromuskular secret denagn

20
batuk atau
suction.
7. Auskultasi
suara napas,
catat adanya
suara
tambahan.
8. Lakukan
suction pada
mayo.
9. Beriakan
bronkodibilator
bila perlu
10. Beriakan
pelembab
uadara kassa
basah NaCL
lembab.
11. Atur intake
untuk cairan
mengoptimalka
n
keseimbangan.
12. Monitor
respirasi dan
status 02.
2 Gangguan pertukaran gas NOC NIC
Defenisi : kelebihan atau 1. Respiratory Airway management
defisit pada oksigenasi dan status: gas 1. Buka jalan napas,
atau/ eleminasi karbon exchange gunakan teknik chin
dioksida pada membrane 2. Respiratory lift atau jaw thrust bila
alveolar-kapiler status: perlu
Batasan karakteristik ventilation 2. Posisikan pasien untuk
a) Ph darah arteri 3. Vital sign status memaksimalkan
abnormal Kriteria hasil ventilasi
b) Ph arteri abnormal 1. Mendemosntasi 3. Identifikasikan pasien
1. Pernapasan kan perlunya pemasangan
abnormal peningkatan alat jalan napas buatan
(missalnya ventilasi dan 4. Pasang mayo bila perlu
kecepatan,irama oksigenasi yang 5. Lakukan fisioterapi
, kedalamanan) adekuat dada jika perlu
2. Warna kulit 2. Memelihara 6. Keluarkan secret
abnormal kebersihan paru dengan batuk atau
(missalnya paru dan bebas suction
pucat, dari tanda tanda 7. Auskultasikan suara
kehitaman ) distress napas, catat adanya
3. Konfusi pernapasan suara tmabahan
4. Siaonosis (pada 3. Mendemonstras 8. Lakukan suction pada
neonotus saja ) ikan batuk mayo
efektif dan

21
5. Penurunan suara napas 9. Beriakan bronkodilator
karbon dioksida yang bersih, bila perlu
6. Diaphoresis tidak ada 10. Beriakan pelembab
7. Dyspnea sianosis dan uadara
8. Sakit kepala dyspnue 11. Atur intake untuk
saat bangun (mampu cairan
9. Hiperkapnia mengeluarkan mengoptimalkan
10. Hipoksemia kan sputum, keseimbanagan
11. Hipiksia mampu 12. Monitor respirasi dan
12. Irihibilitas bernafas status 02
13. Napas cuoing dengan mudah, 13. Respiratory monitoring
hidung tidak ada 14. Monitor rata-rata,
14. Gelisah pursed lips) kedalaman, irama, dan
15. Samnolen 4. Tanda tanda usaha respirasi
16. Takikardi vital dalam 15. Catat pergerakan dada,
17. Gangguan rentang normal amati kesimetrisan,
pengliahatan penggunaan otot
Faktor-faktor yang tambahan, retraksi otot
berhubungan supraclavicular dan
1. Perubahan membrane intercostal
alveolar-kapiler 16. Monitor suara napas,
2. Ventilasi-perfusi seperti dengkur
17. Monitor pola napas :
brdepena,takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, Cheyne
stokes, biot
18. Catat lokasi trakea
19. Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
20. Auskultasi suara
napas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
21. Tentukan kebutuhan
suction denagn
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama
22. Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
menegtahui hasilnya

3 Kelebihan volume cairan NOC NIC


Definisi: Peningkatan retensi 1. Elektrolit and Fluid management
cairan Isotonik acid balance 1. Monitor status
Batasan Karakteristik 2. Fluid balance hemodinamik
3. Hydration

22
1. Bunti napas Kriteria Hasil: 2. Tentukan
adventisius 1. Terbatas dari kemungkinan faktor
2. Gangguan elektrolit edema, efusi resiko dari ketidak
3. Anaraska anaskara seimbangan cairan
4. Ansietas 2. Bunyi nafas (Hipertermia, terapi
5. Perubahan tekanan bersih, tidak diuretik, kelainan
darah ada renal, gagal jantung,
6. Perubahan pola dyspneu/ortopn diaporesis, disfungsi
napas ortopneu hati dll)
7. Perubahan status 3. Terbebas dari 3. Kaji lokasi dan luas
mental distensi vena edema
8. Penurnan jugularis, reflek 4. Monitor masuknya
hemoglobin hepatojugular masuknya
9. Dispnea (+) makanan/cairan dari
10. Edema 4. Memelihara hitung intake kalori.
11. Peningkatan tekanan vena
tekanan vena sentra sntral, tekanan
12. Efusi pleura kapiler paru,
13. Kongesti pulmonal output jantung
14. Gelisah dan vital sign
Faktor-faktor yang dalam batas
berhubungan: normal.
1. Gangguan mekanisme
regulasi
2. Kelebihan volume
cairan
3. Kelebihan asupan
Natrium
4 Ansietas NOC NIC
Definisi : perasaan tidak 1. Anxiety self- Anxiety reduction
Nyaman atau kekhawatiran control (penurunan kecemasan)
yang samar disertai respon 2. Anxiety level 1. Gunakan penmdekatan
autonom (sumber sering kali 3. Coping yang menenangkan
tidak spesifik atau tidak Kriteria hasil : 2. Nyatakan denagan
diketahui oleh individu) Klien mampu jelas harapan terhadap
perasan takut yang disebabkan mengidentifikasi dan pelaku pasien
oleh antisipasi terhadap mengungkapkan gejala 3. Jelaskan semua
bahaya. Hal ini merupakan cemas prosedur dan apa yang
isyarat kewaspadaan yang Mengidentifikasi, dirasakan selama
memperingatkan individu akan mengungkapkan dan prosedur
adanya bahaya dan menunjukkan teknik 4. Pahami prespektif
memampukan inidividu untuk untuk mengontrol pasien terhadap situasi
bertindak menghadapi cemas stress
ancaman Vital sign dalam batas 5. Temani pasien untuk
Batasan karaktristi : normal memberikan keamanan
a. perilaku Postur tubuh, ekspresi dan mengurangi takut
1. penurunan wajah, Bahasa tubuh 6. Dorong keluarga untuk
produktifitas dan tingkat aktivitas menemani anak
2. gerakan yang menunukkan 7. Lakukan back/ neck
ireleven rub

23
3. gelisah berkurangnya 8. Denagrkan dengan
4. melihat sepintas kecemasan penu perhatian
5. insomnia 9. Identifiksi tingkat
6. kontak mata yang kecemasan
buuruk 10. Bantu pasien mengenal
7. mengeksiprasikan situasi yang
kekhawatiran menimbulkan
karena perubahan kecemasan
dalam peristiwa
hidup
8. agitasi
9. mengintai
10. tanpak waspada
11. affektif
12. gelisah, distress
13. kesedihan yang
mendalam
14. ketakutan
15. perasaan tidak
adekuat
16. berfokus pada diri
sendiri
17. peningkatan
keawaspadaan
iritabilitas
18. gugup senang
berlebihan
19. rasa nyeri yang
meningkat ketidak
berdayaan
20. peningkatan rasa
ketidakberdayaan
yang persisten
21. bingung, menyesal
22. ragu/ tidak percaya
diri
23. khawatir
b. fisiologia
1. wajah
teagang,tremor
tangan
2. peningkatan
keringat
3. peningkatan
ketegangan
4. gemetar tremor
5. suara bergetar
c. simpatik
1. anoraksia

24
2. eksitasi
kardiovaskuler
3. diare, mulut
kering
4. wajah merah
5. jantung
berdebar-debar
6. lemah kedutan
pada otot
d. parasimpatik
1. nyeri abdomen
2. penurunan
tekanan darah
3. penurunan
denyut nadi
4. diare, mual.
Vertigo
5. letih, gagguan
tidur
e. kognitif
1. menyadari
gejala fisiologis
2. bloking fikiran,
konfusi
3. penurunan
lapang persepi
4. kesulitan
berkonsentrasi
5. penurunan
kemampuan
untuk
memecahkan
masalah
Faktor yang berhubungan
1. Perubahan dalam (
status ekonomi)
2. Lingkungan, status
kesehatan,pola
interaksi, funsi peran)
3. Pemajanan toksin
4. Terkait keluarga
5. Herediter
6. Kebutuhan yang tidak
dipenuhi

25
BAB III
PENUTUP
2.15 Kesimpulan
ARDS merupakan suatu bentuk dari gagal napas akut yang ditandai dengan hipoksemia,
penurunan compliance paru, dispneu, edema pulmonal bilateral tanpa gagal jantung dengan
infiltrat yang menyebar. Dikenal juga dengan nama noncardiogenic pulmonary edema shock
pulmonary dan lain-lain. Walaupun awalnya disebut dengan “syndrom gawat napas dewasa
(adult)” istilah “akut” sekarang lebih dianjurkan karena keadaan ini tidak terbatas pada orang
dewasa. Gambaran primer ARDS meliputi pirau intrapulmonal yang nyata dengan hipoksemia,
keregangan paru yang berkurang secara progresif, dan dispnea serta takipnea yang berat akibat
hipoksemia dan bertambahnya kerja pernapasan yang disebabkan oleh pernurunan keregangan
paru. Gejala biasanya muncul dalam waktu 24 jam sampai 48 jam setelah terjadinya penyakit
atau cidera (Somantri, 2012).

2.16 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna , kedepannya penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber
yang banyak tentunya dapat dipertanggung jawabkan. Untuk saran bisa berisi kririk atau
saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan
makalah yang telah dijelaskan.

26
DAFTAR PUSTAKA
Chamberlain, Andrea and Brian M Varisco. (2014). The Pharmacology of Acute Respiratory
Distress Syndrom. Volume 3.

Hartini, Kripti dkk. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mortalitas Pasien ARDS di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Volume 1.

Harman, Eloise M. (2017). Pernapasan Akut Distress Syndrome.


http://emedicine.medscape.com/article/165139-overview?src=refgatesrc1

Muttaqin Arif,.2008.”Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem Pernafasan”.


Jakarta: Salemba Medika.

Ochiai, Ryoichi. (2015). Ventilasi Mekanis dari sindrom ganggian Pernapasan Akut.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4848155/

Price, Sylvia A., & Lorraine M. Wilson. (2012). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC.

Somantri, Irman. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Thompson, B. T., Chambers, R. C., & Liu, K. D. (2017). Acute Respiratory Distress
Syndrome. New England Journal of Medicine, 377(6), 562–572.
https://doi.org/10.1056/NEJMra1608077

Susanto, Yusup Subagio & Fitrie Rahayu Sari. (2012). Penggunaan Ventilasi Mekanis Invasif
Pada Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Volume 1.

27

Anda mungkin juga menyukai