Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No.

2 Juli 2019: 55-67

ANALISA LUASAN TERUMBU KARANG


DI PERAIRAN PULAU TEGAL LAMPUNG DENGAN TEKNOLOGI
PENGINDERAAN JAUH

Faris Muhtar1, Armijon2, Fauzan Murdapa3, Romi Fadly4


1,2,3,4
Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Universitas Lampung
Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung 35145

Corresponding author: farismhtar@yahoo.com


Manuscript received: June 12, 2019; revised: July 9, 2019;
Approved: July 18, 2019; available online: July 26, 2019

Abtrak - Kerusakan terumbu karang di Pulau Tegal berdampak terhadap berkurangnya habitat terumbu karang,
sehingga perlu dilakukan monitoring. Monitoring dilakukan dengan analisis luasan dan perubahannya dengan
memanfaatkan teknologi penginderaan jauh untuk pemetaan kondisi eksistingnya. Data yang digunakan yaitu citra
landsat pada tahun 1998, 2008, 2015 dan 2018. Pengolahan citra digital dilakukan mulai dari koreksi citra,
perhitungan algoritma lyzenga, interpretasi citra dan validasi lapangan, serta dilakukan uji akurasi habitat terumbu
karang menggunakan matriks konfusi. Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi perubahan luasan terumbu karang
dari tahun 1998 – 2018. Kelas terumbu karang mengalami pengurangan seluas 11,22 ha. Kelas terumbu karang yang
berubah menjadi kelas pasir seluas 9,13 ha (29,49%) dan lamun seluas 4,38 ha (14,15%). Kelas pasir yang berubah
menjadi terumbu karang seluas 2,08 ha (13,52%) dan kelas lamun yang berubah menjadi terumbu karang seluas 0,21
ha (0,25%). Perubahan yang paling besar yaitu perubahan terumbu karang menjadi pasir seluas 9,13 ha (29,49%),
sedangkan perubahan paling kecil yaitu perubahan lamun menjadi terumbu karang seluas 0,21 ha (0,25%). Pada kelas
lainnya perubahan luasan paling besar yaitu perubahan lamun menjadi pasir seluas 5,76 ha (6,96%), sedangkan
perubahan paling kecil yaitu perubahan pasir menjadi lamun seluas 2,67 ha (17,35%).

Abstract - Damage to coral reefs on Tegal Island has an impact on reducing coral reef habitats, so monitoring needs
to be done. Monitoring is done by analyzing the extent and changes by utilizing remote sensing technology to map
the existing conditions. The data used are Landsat imagery in 1998, 2008, 2015 and 2018. Digital image processing
is done starting from image correction, lyzenga algorithm calculation, image interpretation and field validation, and
accuracy testing of coral reef habitats using a confusion matrix. The results showed that there was a change in the
area of coral reefs from 1998 to 2018. The coral reef class experienced a reduction of 11.22 ha. Coral classes that
changed into sand classes were 9.13 ha (29.49%) and seagrasses were 4.38 ha (14.15%). The class of sand that turned
into coral reefs was 2.08 ha (13.52%) and seagrass classes that turned into coral reefs were 0.21 ha (0.25%). The
biggest change is the change in the coral reef to sand covering an area of 9.13 ha (29.49%), while the smallest change
is the change in seagrass into a coral reef covering an area of 0.21 ha (0.25%). In the other classes, the biggest change
in area was seagrass change into sand covering an area of 5.76 ha (6.96%), while the smallest change was the change
in the sand to seagrass covering an area of 2.67 ha (17.35%).
Keywords: Coral reefs, Lyzenga algorithm, Landsat imagery

How to cite this article:

Muhtar, F., Armijon, Murdapa, F. dan Fadly, R. 2019. Analisa Luasan Terumbu Karang di Perairan Pulau Tegal
Lampung dengan Teknologi Penginderaan Jauh. Jurnal Geofisika Eksplorasi, 5 (2) p.55-67.

55
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 2 Juli 2019: 55-67

1. PENDAHULUAN Provinsi Lampung. Berdasarkan penelitian


yang dilakukan Hartoni pada tahun 2011,
Terumbu karang merupakan salah satu mengemukakan bahwa kondisi terumbu
potensi sumber daya laut di Indonesia yang karang di perairan Pulau Tegal dikategorikan
sangat besar. Hal ini disebabkan ekositem kondisi sedang dengan rata-rata tutupan
terumbu karang paling produktif dalam karang sebesar 49,87%. Kerusakan terumbu
mendukung kehidupan masyarakat setempat karang di Pulau Tegal disebabkan oleh
khususnya nelayan. Jika terumbu karang aktivitas pengeboman, penambangan karang
dijaga secara optimal, maka potensi ikan akan untuk bahan bangunan dan souvenir, jangkar
menjadi sumber pendapatan nelayan kapal, wisata bahari dan budidaya laut
setempat. Namun beberapa dekade terakhir, (Hartoni, 2011). Kerusakan terumbu karang
kondisi terumbu karang yang dimiliki oleh berdampak terhadap berkurangnya luasan
Indonesia saat ini 7 % terumbu karang terumbu karang pada wilayah tersebut. Untuk
kondisinya sangat baik, 33 % baik, 45 % mengatasi permasalahan tersebut, proses
rusak dan 15 % lainnya kondisinya sudah monitoring terumbu karang menjadi satu
kritis (Suharsono, 1998). langkah penting dalam konservasi sumber
Kerusakan terumbu karang di Indonesia daya marine agar dapat mengetahui dinamika
lebih banyak disebabkan oleh berbagai kondisi ekosistem terumbu karang secara
kegiatan manusia dalam pemanfaatan sumber periodik. Monitoring sebaran terumbu karang
daya lautnya. Penangkapan ikan dengan cara dapat dilakukan dengan melakukan pemetaan
pengeboman dan penggunaan racun sianida, terumbu karang untuk mengetahui berapa
penambangan karang batu, kegiatan selam banyak luasan terumbu karang yang
bawah air, penambatan perahu dengan alat berkurang. Salah satu cara untuk memetakan
jangkar, pencemaran air oleh limpasan sebaran terumbu karang adalah dengan
minyak dari kapal dan perahu, serta konversi teknologi penginderaan jauh menggunakan
hutan mangrove menjadi lahan pertambakan algoritma Lyzenga guna mengetahui seberapa
merupakan bentuk-bentuk kegiatan yang banyak terumbu karang yang berkurang
selama ini berdampak terhadap rusaknya secara temporal dengan interval waktu 10
terumbu karang (Yusuf, 2013). Provinsi tahun dengan pola time series. Data yang
Lampung menjadi salah satu wilayah yang digunakan yaitu data citra satelit landsat tahun
tidak luput dari kerusakan terumbu karang. 1998, tahun 2008, tahun 2015, dan tahun 2018
Salah satu yang perlu diperhatikan yaitu untuk mengetahui luasan dan perubahannya di
Pulau Tegal yang merupakan pusat destinasi perairan Pulau Tegal. Selain data dengan
wisata Provinsi Lampung. interval 10 tahun, data citra yang digunakan
Kawasan perairan Pulau Tegal yaitu data citra landsat tahun 2015 untuk
merupakan bagian dari wilayah perairan mengetahui informasi spasial luasan dan
Teluk Lampung yang berada di Kecamatan perubahannya karena pada tahun 2015 telah
Padang Cermin Kabupaten Pesawaran dilakukan survey lapangan oleh tim LAPAN
Provinsi Lampung. Pulau Tegal memiliki terhadap kondisi biofisik Pulau Tegal dan
topografi berupa pantai pasir putih yang sebagai acuan untuk melakukan survey tahun
landai (Sebelah Barat, Selatan, Timur, dan 2018.
Utara), pantai berbatu (sebelah Timur Laut, Penelitian ini penting dilakukan untuk
Tenggara, Barat Daya, dan Barat Laut). Pulau mengetahui perubahan yang terjadi terhadap
Tegal merupakan pulau berpenghuni (± 15 luasan terumbu karang. Dengan demikian
KK) yang memiliki teluk-teluk kecil, seperti penelitian ini diharapkan membantu
Teluk Bajo dan Teluk Pengantin. Saat ini pemerintah daerah dalam menentukan
Pulau Tegal telah menjadi tujuan ekowisata kebijakan untuk konservasi terumbu karang
yang cukup digemari di Lampung. khususnya di Pulau Tegal.
Keberadaan terumbu karang menjadikan Tujuan dalam penelitian ini adalah
Pulau Tegal sebagai destinasi wisata unggulan sebagai berikut:

56
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 2 Juli 2019: 55-67

1. Melakukan klasifikasi dan pemetaan sinar hijau pada saluran kedua dengan range
terumbu karang dengan menggunakan panjang gelombang (0,52 𝜇𝜇𝜇𝜇 - 0,60 𝜇𝜇𝜇𝜇), dan
algoritma Lyzenga. sinar merah pada saluran ketiga dengan range
2. Melakukan pengujian terhadap hasil panjang gelombang (0,63 𝜇𝜇𝜇𝜇 - 0,69 𝜇𝜇𝜇𝜇 ).
klasifikasi. Sedangkan pada citra Landsat 8 saluran
3. Menghitung luasan terumbu karang di gelombang elektromagnetik yang digunakan
Pulau Tegal pada tahun 1998, tahun 2008, untuk melakukan pemetaan terumbu karang
tahun 2015, dan tahun 2018. pada perairan dangkal yaitu spektrum sinar
4. Melakukan analisis luasan dan biru pada saluran kedua dengan range panjang
perubahannya yang sudah dilakukan gelombang (0,452 𝜇𝜇𝜇𝜇 – 0,512 𝜇𝜇𝜇𝜇 ), sinar
pengujian. hijau pada saluran ketiga dengan range
panjang gelombang (0,533 𝜇𝜇𝜇𝜇 - 0,590 𝜇𝜇𝜇𝜇),
dan sinar merah pada saluran keempat dengan
2. TINJAUAN PUSTAKA range panjang gelombang (0,636 𝜇𝜇𝜇𝜇 - 0,673
𝜇𝜇𝜇𝜇 ). Makin kecil panjang gelombangnya,
2.1. Penginderaan Jauh maka spektrum tersebut makin dapat
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni menembus air, sehingga berdasarkan
untuk mendapatkan informasi tentang objek, pembagian tersebut di atas, maka sinar birulah
daerah, fenomena alam dengan cara yang paling dalam dapat menembus air
menganalisa data yang diperoleh tanpa kontak (Susilo, 1997).
langsung dengan objek, daerah, fenomena
yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1979). 2.2. Pengolahan Citra
Sistem penginderaan jauh dapat membantu Pengolahan citra yang dilakukan untuk
memberikan data penyebaran terumbu karang identifikasi terumbu karang yaitu melakukan
cukup efektif, karena dalam waktu yang relatif perbaikan kualitas citra (image enhancement),
cepat dan biaya murah bisa mencakup wilayah kalibrasi radiometrik, dan koreksi kolom air
yang sangat luas. Penginderaan jauh untuk (lyzenga).
terumbu karang memanfaatkan sinar radiasi
elektromagnetik pada daerah spektrum sinar 2.2.1. Perbaikan Kualitas Citra (Image
tampak. Spektrum sinar tampak dapat Enhancement)
menembus air sehingga dapat mendeteksi 1. Pengubahan Kecerahan Gambar (Image
terumbu karang yang berada di bawah Brightness)
permukaan air. Salah satu citra penginderaan Kecerahan/kecemerlangan gambar dapat
jauh yang dapat digunakan untuk mendeteksi diperbaiki dengan menambahkan (atau
terumbu karang yaitu Citra Landsat 5 dan mengurangkan) sebuah konstanta kepada
Landsat 8. Penginderaan jauh untuk terumbu atau dari setiap pixel di dalam citra. Akibat
karang memanfaatkan sinar radiasi dari operasi ini, histogram citra mengalami
elektromagnetik pada daerah spektrum sinar pergeseran.
tampak. Spektrum ini dapat menembus air 2. Peregangan Kontras
sehingga dapat mendeteksi terumbu karang Kontras menyatakan sebaran terang
yang berada di bawah permukaan air. Salah (lightness) dan gelap (darkness) di dalam
satu citra yang digunakan untuk memperoleh sebuah gambar. Citra dapat
informasi objek perairan dangkal khususnya dikelompokkan ke dalam tiga kategori
terumbu karang adalah Citra Landsat 5 dan kontras yaitu citra kontras rendah (low
Landsat 8. Pada citra Landsat 5 saluran contrast), citra kontras bagus (good
gelombang elektromagnetik yang digunakan contrast atau normal contrast), dan citra
untuk melakukan pemetaan terumbu karang kontras tinggi (high contrast).
pada perairan dangkal yaitu spektrum sinar 3. Pengubahan Histogram Citra
biru pada saluran pertama dengan range Terdapat dua cara pengubahan citra
panjang gelombang (0,45 𝜇𝜇𝜇𝜇 – 0,52 𝜇𝜇𝜇𝜇 ), berdasarkan histogram yaitu perataan

57
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 2 Juli 2019: 55-67

histogram (histogram equalization) dengan 𝐴𝐴𝜌𝜌 : REFLECTANCE_ADD_BAND_x


cara nilai-nilai intensitas di dalam citra yang didapat dari metadata
diubah sehingga penyebarannya seragam 𝑄𝑄𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 : Nilai DN
(uniform) dan pembentukan histogram
(histogram spesification) dengan cara 2.2.3. Algoritma Lyzenga
nilai-nilai intensitas di dalam citra diubah Secara teoritis jika dasar perairan terlihat,
agar diperoleh histogram dengan bentuk maka dapat dibentuk suatu hubungan antara
yang dispesifikasikan oleh pengguna. kedalaman perairan dengan sinyal pantul yang
diterima oleh sensor. Namun kenyataannnya
2.2.2. Kalibrasi radiometrik tidak, karena hal ini banyak dipengaruhi oleh
Kalibrasi radiometrik merupakan per- parameter lain, seperti kekeruhan air,
hitungan ulang nilai DN (Digital Number) kandungan klorofil, suspensi sedimen,
pada gambar atau citra berdasarkan beberapa pantulan dasar perairan dan pembiasan pada
faktor, seperti waktu perekaman citra, nilai atmosfer (Lyzenga, 1981).
yang diketahui dari bayangan sensor kamera Pengaruh ini dapat dihitung, jika pada
pada bidang datar perekaman, daerah gelap setiap titik di suatu wilayah diketahui
pada citra dan faktor lainnya yang kedalaman dan karakteristik optis airnya,
berhubungan dengan karakteristik sistem maka pada lautan yang luas, sifat optis air
pencitraan (Jaelani, 2016). dianggap seragam akibat percampuran
Untuk citra Landsat 8 yang digunakan horizontal, sedangkan kedalaman air sangat
dalam penelitian ini memiliki resolusi bervariasi dan secara umum tidak dapat
radiometrik 16 bit yang setara dengan 216 (2 diketahui pada tempat tersebut. Prinsip ini
pangkat 16), yang berarti rentang nilai DN mendasari Lyzenga (1978) untuk
(Digital Number) pada citra Landsat 8 ini mengembangkan teknik penggabungan
berada pada rentang 0 sampai 216 (2 pangkat informasi dari beberapa saluran spectral
16) atau sama dengan 65536. Tujuan dari untuk menghasilkan indeks pemisah
kalibrasi radiometrik adalah untuk mengubah kedalaman (depth-invariant index) dari
nilai DN kedalam nilai satuan output yang material penutup dasar perairan. Parameter
lain, supaya nilai tersebut dapat diproses pada masukan dalam algoritma ini adalah
pengolahan citra selanjutnya. Adapun proses perbandingan antara koefisien pelemahan air
konversi nilai DN yaitu: (water attenuation coefficient) pada beberapa
saluran spectral. Algoritma ini menyadap
1. DN menjadi Top of Atmosphere (ToA) informasi material penutup dasar perairan
Radiance. berdasarkan kenyataan bahwa sinyal pantulan
𝐿𝐿𝜆𝜆 = 𝑀𝑀𝐿𝐿 𝑄𝑄𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝐴𝐴𝐿𝐿 …………….….…(1) dasar mendekati fungsi linier dari pantulan
Dimana: dasar perairan dan merupakan fungsi
𝐿𝐿𝜆𝜆 : Spektral radian eksponensial dari kedalaman.
𝑀𝑀𝐿𝐿 : RADIANCE_MULT_BAND_x Jika dasar perairan laut dangkal dapat
yang didapat dari metada terlihat, maka dapat dibentuk suatu hubungan
𝐴𝐴𝐿𝐿 : RADIANCE_ADD_BAND_x antara kedalaman perairan dengan sinyal
yang didapat dari metadata pantul yang diterima oleh sensor. Rumus yang
𝑄𝑄𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 : Nilai DN dijadikan acuan adalah Exponential
Attenuation Model.
2. DN menjadi Top of Atmosphere (ToA)
Reflectance.
𝜌𝜌𝜆𝜆′ = 𝑀𝑀𝜌𝜌 𝑄𝑄𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝐴𝐴𝜌𝜌 ……….…………...(2) 𝐿𝐿𝑖𝑖(𝐻𝐻) = 𝐿𝐿𝑖𝑖 + (𝐴𝐴𝑖𝑖 + 𝐿𝐿𝑖𝑖 )−2𝐾𝐾𝑖𝑖 𝐻𝐻 …………..….(3)
Dimana: dimana:
𝜌𝜌𝜆𝜆′ : Spektral reflektan tanpa koreksi 𝐿𝐿𝑖𝑖(𝐻𝐻) = pantulan pada band i dengan
sudut matahari. kedalaman H (m)
𝑀𝑀𝜌𝜌 : REFLECTANCE_MULT_BAND_x 𝐿𝐿𝑖𝑖 = pantulan dari laut dalam pada band
yang didapat dari metada). i

58
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 2 Juli 2019: 55-67

𝐴𝐴𝑖𝑖 = albedo dasar pada band i identifikasi kelas-kelas obyek perairan


𝐻𝐻 = kedalaman perairan (m) dangkal.
𝐾𝐾𝑖𝑖 = koefisien atenuasi air pada band I
(𝑚𝑚−1 )
3. METODE PENELITIAN
Pemetaan perairan dangkal untuk melihat
sebaran terumbu karang dapat dilakukan Teknologi penginderaan jauh digunakan
dengan penajaman citra yakni dengan untuk pemetaan sebaran terumbu karang
menggunakan algoritma yang disusun oleh dengan cara melakukan analisis luasan dan
Lyzenga (1978) dan dikembangkan di perubahannya di perairan pulau Tegal. Data
perairan Indonesia (Siregar, 2010). yang digunakan yaitu data citra satelit Landsat
dengan memakai 3 band yaitu band biru,
𝐾𝐾
𝑌𝑌 = (ln 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏1) + (𝐾𝐾 𝑖𝑖 × ln 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 2)……(4) hijau, dan merah. Pada proses pengolahan
𝑗𝑗 data citra terdapat beberapa langkah untuk
𝑌𝑌 = citra hasil ekstrasi dasar perairan mengetahui sebaran habitat dasar perairan di
𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 1 = nilai reflektansi kanal biru Pulau Tegal, yaitu peningkatan mutu citra
𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 2 = nilai reflektansi kanal hijau (image enhancement), koreksi atmosfer,
𝐾𝐾𝑖𝑖 /𝐾𝐾𝑗𝑗 = nilai koefisien atenuasi cropping, koreksi geometrik, masking citra,
dimana: transformasi lyzenga, dan klasifikasi
1
𝐾𝐾𝑖𝑖 /𝐾𝐾𝑗𝑗 = 𝑎𝑎 + (𝑎𝑎 + 1)2 …………..…….…(5) unsupervised, serta dilakukan uji akurasi
Peningkatan mutu citra dilakukan dengan
dimana:
( 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 1−𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 2) penajaman kontras, komposit warna (color
𝑎𝑎 = ……..…(6) composit), dan penapisan (filtering) seperti
(2×𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 1 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 2)
𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉 = nilai ragam dari nilai digital pada Gambar 1 dan Gambar 2. Penajaman
𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 = nilai koefisien keragaman dari kontras dilakukan untuk mengubah nilai
nilai digital spektral citra asli menjadi citra baru, sehingga
𝑎𝑎 = Variabel varians dan kovarians kekontrasan antar obyek menjadi lebih tinggi
(kontras). Komposit warna dilakukan dengan
Algoritma Lyzenga atau yang disebut penggabungan beberapa saluran (band) agar
juga Depth-Invariant Index (DII) merupakan dapat menonjolkan fenomena permukaan
algoritma yang diterapkan pada citra untuk bumi yang lebih interpretative. Penapisan
koreksi kolom perairan. Pada prinsipnya dilakukan untuk menghilangkan variasi
metode ini menggunakan kombinasi band spektral tertentu sehingga menghasilkan citra
sinar tampak citra satelit. Teknik ini diuji coba baru yang ekspresif dalam menonjolkan pola-
pada perairan Bahama dimana perairan pola tertentu.
tersebut merupakan perairan yang jernih. Setelah citra dapat lebih mudah
Sebelumnya teknik ini digambarkan untuk diinterpretasikan untuk suatu tujuan tertentu
mengetahui kondisi dasar perairan dengan dilakukan proses koreksi atmosfer Dark
menggunakan citra Landsat berdasarkan nilai Object Substraction (DOS) (Gambar 3).
pantulan dasar perairan yang diduga dari Koreksi atmosfer Dark Object Substraction
fungsi linear reflektansi dasar perairan dan (DOS) menggunakan pendekatan bahwa nilai
fungsi ekponensial kedalaman air (Lyzenga, reflektan piksel seluruh citra dikurangi oleh
1981). nilai reflektan obyek tergelap.
Dengan menggunakan ekstraksi Selanjutnya dilakukan pemotongan citra
informasi pada persamaan tersebut, setiap seperti pada Gambar 4. Pemotongan citra
piksel akan terkonversi menjadi indeks tipe atau cropping citra ini dilakukan dengan
dasar perairan yang terbebas dari pengaruh tujuan yaitu untuk memfokuskan area
kedalaman. Nilai indeks piksel dari citra yang penelitian. Pemotongan citra dilakukan
telah ditransformasikan dari penurunan menggunakan Region of Interest (ROI).
algorithma Lyzenga dapat menunjukkan

59
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 2 Juli 2019: 55-67

Proses koreksi geometrik dilakukan pada dan data lapangan. Pada prinsipnya, confusion
citra yang telah dipotong, tujuannya untuk matrix menyusun data hasil klasifikasi dan
memfokuskan citra pada wilayah penelitian, hasil pengamatan di lapangan dalam sebuah
hal ini dapat meminimalkan titik GCP yang tabel perbandingan persentase dapat dilihat
akan digunakan sebagai proses validasi pada Tabel 1. Teknik pengambilan sampel
lapangan. Titik yang digunakan pada proses yang digunakan adalah stratified random
uji akurasi geometrik sebanyak 10 titik sampling. Metode ini merupakan suatu teknik
dengan titik persebaran berada pada tepi-tepi sampling dimana populasi dipisahkan ke
pulau yang dianggap tidak mengalami dalam kelompok-kelompok yang tidak
perubahan. tumpang tindih (overlapping) yang disebut
Sebelum dilakukannya klasifikasi perlu sebagai bub populasi (strata), kemudian dari
dilakukannya pemisahan antara daratan dan setiap strata tersebut diambil sampel secara
lautan yang dapat dilihat pada Gambar 5 dan acak (random sampling). Jumlah sampel yang
Gambar 6. Dalam proses ini hanya perlu harus diambil proporsional terhadap luasan
mempertimbangkan radiansi spektral dari terumbu karang dan kelas lain yang ada.
objek dasar perairan. Masking yang menjadi Verifikasi lapangan dilakukan dengan
pemisah antara daratan dan lautan pengecekan lapangan serta pengukuran GPS
menggunakan band merah dan band beberapa titik sampel dengan menggunakan
inframerah dekat pada landsat 5, kemudian tracking area dengan mengambil koordinat
pada landsat 8 menggunakan band inframerah GCP dan deskripsi lapangan
dekat dan band inframerah gelombang Metode analisis data yang digunakan
pendek. Perhitungan algoritma lyzenga terdiri dalam penelitian ini adalah metode overlay
dari beberapa langkah, yaitu pemilihan peta. Teknik yang digunakan untuk overlay
sampel pasir dan perhitungan koefisien peta pada penelitian ini adalah intersect
atenuasi. Pemilihan sampel pasir overlay, untuk menghasilkan output dengan
menggunakan ROI (Region of Interset) atribut yang memiliki data atribut dari kedua
bertujuan mengetahui nilai radian pada theme. Dari hasil overlay tersebut dapat
perairan laut dangkal pada kedalaman diketahui total perubahan luasan terumbu
berbeda-beda. Dimana nilai dari ROI tersebut karang di wilayah pesisir Pulau Tegal
digunakan dalam perhitungan nilai varian dan Kecamatan Padang Cermin tahun 1998-2018.
kovarian setiap band yang akan digunakan
untuk perhitungan algoritma. Untuk
mendeteksi terumbu karang dimana nilai 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
koefisien band 1 dan band 2 dari proses
perhitungan algoritma lyzenga akan 4.1 Luasan Terumbu Karang
dimasukan dalam penggabungan band Berdasarkan perhitungan luasan masing-
tersebut menjadi satu kanal. Pada landsat 5 masing kelas pada citra tahun 1998, tahun
adalah penggabungan band 1 dan 2 2008, tahun 2015 dan tahun 2018
menggunakan band math, sedangkan landsat menunjukkan perbedaan luasan, dapat dilihat
8 adalah penggabungan band 2 dan 3. pada Tabel 2. Luasan terumbu karang pada
Klasifikasi yang digunakan adalah tahun 1998 - 2018 berkurang 11,22 ha.
klasifikasi Unsupervised dengan melakukan Sedangkan kelas lainnya bertambah seperti
penggolongan berdasarkan daerah yang pada tahun 1998-2018, yaitu kelas pasir
dikehendaki (Gambar 7). Proses klasifikasi bertambah 9,03 ha, dan kelas lamun
dilakukan agar objek yang sama pada data bertambah 2,36 ha.
citra diwakili oleh satu warna saja, sehingga
nantinya objek-objek dapat dibedakan 4.2 Perubahan Luasan Terumbu Karang
berdasarkan warna. Berdasarkan perhitungan luasan pada
Pengujian akurasi terhadap hasil masing-masing kelas, yaitu terumbu karang,
klasifikasi dilakukan dengan matriks konfusi pasir, dan lamun diperoleh trend perubahan

60
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 2 Juli 2019: 55-67

luasan dari tahun ketahun. Dapat dilihat pada 1. Perubahan kelas terumbu karang menjadi
Gambar 8. pasir yaitu kelas terumbu karang pada
Pada kelas terumbu karang tahun 1998 seluas 30,96 ha mengalami
memperlihatkan trend penurunan. Kelas perubahan menjadi pasir seluas 9,13 ha
terumbu karang mengalami penurunan luasan pada tahun 2018.
seluas 3,82 ha pada tahun 1998-2008. 2. Perubahan kelas terumbu karang menjadi
Kemudian pada tahun 2008-2015 kembali lamun yaitu kelas terumbu karang pada
mengalami penurunan luasan seluas 5,47 ha. tahun 1998 seluas 30,96 ha mengalami
Penurunan luasan kembali terjadi pada tahun perubahan menjadi lamun seluas 4,38 ha
2015-2018 seluas 1,93 ha. Jika dihitung dalam pada tahun 2018.
jangka panjang trend kelas terumbu karang 3. Perubahan kelas pasir menjadi lamun
mengalami penurunan seluas 11,22 ha pada yaitu kelas pasir pada tahun 1998 seluas
tahun 1998-2018. 15,39 ha mengalami perubahan menjadi
Trend pada kelas pasir memperlihatkan lamun seluas 2,67 ha pada tahun 2018.
peningkatan pada tahun 1998-2008, kemudian 4. Perubahan kelas pasir menjadi terumbu
pada tahun 2008-2015 trend mengalami karang yaitu kelas pasir pada tahun 1998
peningkatan, dan mengalami penurunan pada seluas 15,39 ha mengalami perubahan
tahun 2015-2018. Adapun pada tahun 1998- menjadi terumbu karang seluas 2,08 ha
2008 kelas pasir mengalami penambahan pada tahun 2018.
luasan seluas 7,27 ha. Kemudian mengalami 5. Perubahan kelas lamun menjadi pasir
penambahan luasan seluas 17,77 ha pada yaitu kelas lamun pada tahun 1998 seluas
tahun 2008-2015. Penurunan luasan terjadi 82,8 ha mengalami perubahan menjadi
pada tahun 2015-2018 seluas 16,01 ha. pasir seluas 5,76 ha pada tahun 2018.
Walaupun pada beberapa tahun sempat 6. Perubahan kelas lamun menjadi terumbu
mengalami peningkatan luasan, namun dalam karang yaitu kelas lamun pada tahun 1998
jangka panjang trend mengalami peningkatan seluas 82,8 ha mengalami perubahan
pada tahun 1998-2018 sehingga jika dihitung menjadi terumbu karang seluas 0,21 ha
dari tahun 1998-2018 kelas pasir mengalami pada tahun 2018.
penambahan luasan seluas 9,03 ha. Perubahan luas terumbu karang pada
Trend pada kelas lamun memperlihatkan tahun 1998-2018 yang paling besar yaitu
penurunan pada tahun 1998-2008, kemudian perubahan terumbu karang menjadi pasir
pada tahun 2008-2015 trend mengalami seluas 9,13 ha atau sebesar 29,49%,
penurunan, dan kembali mengalami sedangkan perubahan paling kecil yaitu
peningkatan pada tahun 2015-2018. Adapun perubahan lamun menjadi terumbu karang
pada tahun 1998-2008 kelas lamun seluas 0,21 ha atau sebesar 0,25%. Pada kelas
mengalami penurunan luasan seluas 3,45 ha. lainnya perubahan luasan paling besar yaitu
Kemudian mengalami penurunan luasan perubahan lamun menjadi pasir seluas 5,76 ha
seluas 12,3 ha pada tahun 2008-2015. atau sebesar 6,96%, sedangkan perubahan
Peningkatan luasan kembali terjadi pada paling kecil yaitu perubahan pasir menjadi
tahun 2015-2018 seluas 18,11 ha. Walaupun lamun seluas 2,67 ha atau sebesar 17,35%.
pada beberapa tahun sempat mengalami
penurunan, namun dalam jangka panjang 4.3 Matriks Konfusi
trend mengalami peningkatan pada tahun Berdasarkan data koordinat lapangan
1998-2018 sehingga jika dihitung dari tahun dapat dilakukan uji akurasi yang
1998-2018 kelas lamun mengalami dikombinasikan dengan matriks konfusi.
penambahan luasan seluas 2,36 ha. Dari hasil klasifikasi citra dengan
Hasil perhitungan luasan masing-masing menggunakan klasifikasi unsupervised dan
kelas yakni terumbu karang, pasir, dan lamun dengan menggunakan verifikasi data
pada tahun 1998-2018 mengalami perubahan lapangan, maka didapatkan akurasi pada
kelas dan luasan yaitu: penelitian ini yaitu diperoleh presentasi

61
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 2 Juli 2019: 55-67

producer accuracy (untuk mengetahui tingkat Lyzenga dapat menembus air sehingga
akurasi berdasarkan fakta yang diperoleh di dapat mendeteksi terumbu karang.
lapangan) sebesar 95,23 % untuk kelas 2. Dari hasil pengolahan citra landsat
terumbu karang, pada kelas pasir sebesar menggunakan algoritma lyzenga serta
90%, dan pada kelas lamun sebesar 80 %. dilakukan uji akurasi menggunakan
Sedangkan nilai user’s accuracy (untuk matriks konfusi dapat disimpulkan bahwa
mengetahui ketelitian hasil klasifikasi terjadi perubahan dan pengurangan luasan
terhadap seluruh obyek yang dapat terumbu karang dari tahun 1998 – 2018.
diidentifikasi) sebesar 90,90 % untuk kelas Kelas terumbu karang mengalami
terumbu karang, pada kelas pasir sebesar 100 pengurangan luasan seluas 11,22 ha pada
%, dan pada kelas lamun sebesar 80 %. tahun 1998-2018.
Sedangkan untuk nilai overall accuracy 3. Trend perubahan luasan pada kelas
sebesar 91,66 % dan nilai koefisien kappa terumbu karang mengalami penurunan dari
sebesar 0,848. Hal ini menunjukkan bahwa tahun ke tahun dan luasan cenderung
hasil producer’s accuracy, user’s accuracy, berkurang, yaitu penurunan seluas 3,82 ha
dan overall accuracy sudah baik dan dapat pada tahun 2008, 5,47 ha pada tahun 2015,
diterima menurut Purwadhi (2001) karena dan 1,93 ha pada tahun 2018.
lebih dari 70 %. Menurut Purwadhi (2001), 4. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan
bahwa nilai akurasi dari klasifikasi citra pengurangan luasan terumbu karang di
diharapkan lebih besar dari 70 % sehingga Pulau Tegal disebabkan karena faktor alam
dari nilai yang didapatkan tersebut dapat dan faktor manusia. Kerusakan terumbu
dijadikan pembuktian terhadap kesesuaian karang yang disebabkan faktor alam
hasil klasifikasi citra dengan kondisi di diantaranya suhu, ombak, dan arus.
lapangan. Pada hasil klasifikasi yang telah Sedangkan kerusakan terumbu karang
diuji akurasinya, didapatkan hasil luasan yang disebabkan faktor manusia yaitu
yang diinginkan. Klasifikasi yang pengeboman, penambangan karang untuk
didapatkan pada penelitian ini dibagi bahan bangunan dan souvenir, kerusakan
menjadi tiga kelas yaitu terumbu karang, karang akibat jangkar kapal, kegiatan
pasir, dan lamun. Pembagian kelas-kelas budidaya laut dan wisata.
tersebut mengacu pada data lapangan di 5. Berdasarkan hasil klasifikasi citra dengan
lokasi penelitian. Luasan yang didapatkan menggunakan klasifikasi unsupervised dan
berpengaruh terhadap uji akurasi yang dengan menggunakan verifikasi data
didapatkan. Jika akurasi yang didapatkan lapangan, maka didapatkan akurasi pada
buruk, mak hasil luasan dari klasifikasi citra penelitian ini yaitu diperoleh presentasi
juga akan ikut berubah. producer accuracy sebesar 95,23 % untuk
kelas terumbu karang, pada kelas pasir
sebesar 90 %, dan pada kelas lamun
5. KESIMPULAN DAN SARAN sebesar 80 %. Sedangkan nilai user’s
accuracy sebesar 90,90 % untuk kelas
5.1 Kesimpulan terumbu karang, pada kelas pasir sebesar
Berdasarkan analisis yang dilakukan 100 %, dan pada kelas lamun sebesar 80 %.
dalam penelitian ini, maka dapat ditarik Sedangkan untuk nilai overall accuracy
kesimpulan sebagai berikut: sebesar 91,66 % dan nilai koefisien kappa
1. Dengan menggunakan teknologi sebesar 0,848.
penginderaan jauh memanfaatkan sinar
radiasi elektromagnetik pada spektrum 5.2 Saran
band biru dengan panjang gelombang Hasil luasan dan uji akurasi dari metode
(0,452 𝜇𝜇𝜇𝜇 – 0,512 𝜇𝜇𝜇𝜇 ) dan band hijau klasifikasi Unsupervised dapat dikembangkan
dengan panjang gelombang (0,533 𝜇𝜇𝜇𝜇 - dengan membandingkan menggunakan
0,590 𝜇𝜇𝜇𝜇 ) menggunakan algoritma metode yang lain seperti metode Brovey, Hue

62
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 2 Juli 2019: 55-67

Saturation Intensity (HIS), dan algoritma International journal of remote sensing,


Jupp. vol.10, no.2, hal 71-82.

Lyzenga, D. R., 1981, Remote Sensing of


UCAPAN TERIMA KASIH Bottom Reflectance and Water
Penulis mengucapkan terima kasih Attenuation Parameters in Shallow
kepada Tuhan YME yang telah memberikan Water Using Aircraft and Landsat Data,
nikmat yang tak terhingga dalam International Journal Remote Sensing,
menyelesaikan penelitian ini. vol 10, no.2, hal 72-82.

Purwadhi, F. S. H., 2001, Interpretasi Citra


Digital, Jurnal Ilmu dan Teknologi
DAFTAR PUSTAKA Kelautan Tropis, vol 10, hal 99-109.

Hartoni, 2011, Kondisi Terumbu Karang di Susilo, S. B., 1997, Penginderaan Jauh untuk
Perairan Pulau Tegal dan Sidodadi Mangrove, Zaenudin, A.N., Pemetaan
Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Terumbu Karang, Ghalia Indonesia,
Pesawaran Provinsi Lampung, Maspari Bogor.
Journal, vol 4, hal 46-57.
Siregar, V.P., 2010, Pemetaan Substrat Dasar
Jaelani, L. M., Limehuwey, R., Kurniadin, N., Perairan Dangkal Karang Congkak dan
Pamungkas, A., Koenhardono, E. S., & Lebar Kepulauan Seribu Menggunakan
Sulisetyono, A, 2016, Estimation of Citra Satelit Quickbird, EJurnal Ilmu
Total Suspended Sediment and dan Teknologi Kelautan Tropis, vol 2,
Chlorophyll-A Concentration from hal 19-30.
Landsat 8-Oli: The Effect of Atmospher
and Retrieval Algorithm, IPTEK The Suharsono, 1998, Conditions of Coral Reef
Journal for Technology and Science, Resources in Indonesia, Paper dalam
vol 5, hal 56-64. Jurnal Pesisir dan Lautan, vol 10, no.2,
hal 71-82.
Lillesand and Kiefer, 1979, Remote Sensing
and Image Interpretation, Jurnal Yusuf, M., 2013, Kondisi Terumbu Karang
Kelautan, vol 3, hal 18-28. dan Potensi Ikan di Perairan Taman
Lyzenga, D. R., 1978, Passive Remote Nasional Karimunjawa, Kabupaten
Sensing Techniques for Mapping Water Jepara, Buletin Oseanografi Marina,
Depth and Bottom Features, vol 2, hal 54-60.

63
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 2 Juli 2019: 55-67

LAMPIRAN

Tabel 1. Tabel matrix confusion kolom air Lyzenga tahun 2018 menggunakan verifikasi
data lapangan

Lapang Terumbu Producer User


Pasir Lamun Total
Karang Accuracy Accuracy

Citra
Terumbu
20 1 1 22 95,23% 90,90%
Karang

Pasir 9 9 90% 100%

Lamun 1 4 5 80% 80%

Total 21 10 5 36

Tabel 2. Perhitungan perbedaan luasan kelas tahun 1998 – 2018


Tahun 1998 Perubahan tahun 2018
Terumbu
Pasir Lamun
Nama Luas Karang
Kelas (ha) Luas Luas Luas
% % %
(ha) (ha) (ha)
Terumbu
30,96 17,45 56,36 9,13 29,49 4,38 14,15
Karang
Pasir 15,39 2,08 13,52 9,53 61,92 2,67 17,35

Lamun 82,8 0,21 0,25 5,76 6,96 78,11 94,34

Total 129,15 19,74 15,28 24,42 18,91 85,16 65,94

64
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 2 Juli 2019: 55-67

Gambar 1. Hasil Penajaman Citra Landsat Gambar 2. Histogram Penajaman Citra

(a) (b)
Gambar 3. Sebelum (a) dan sesudah (b) koreksi atmosfer citra

65
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 2 Juli 2019: 55-67

Gambar 4. Pulau Tegal (Citra Landsat Resolusi Spasial 30 meter)

Gambar 5. Mask band 4 dan band 3

Gambar 6. Data ROI menandai wilayah pasir

66
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 2 Juli 2019: 55-67

Gambar 7. Hasil klasifikasi

200000
150000
Luasan (m2)

100000
50000
0
-50000
-100000
-150000
-200000
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
tahun

Terumbu Karang Pasir


Lamun 2 per. Mov. Avg. (Terumbu Karang)
2 per. Mov. Avg. (Pasir) 2 per. Mov. Avg. (Lamun)

Gambar 8. Grafik trend perubahan luasan kelas tahun 1998-2018

67

Anda mungkin juga menyukai