Anda di halaman 1dari 41

Laporan Kasus

P2A0 PP SptBK + HPP ec Hipotoni + Anemia + R/ ROJ

Oleh

Pembimbing
Dr. Lilis H, Sp.OG

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FK ULM – RSUD ULIN
BANJARMASIN
Februari, 2019

0
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

BAB II LAPORAN KASUS ................................................................... 21

BAB III DISKUSI ................................................................................... 32

BAB IV PENUTUP ................................................................................ 37

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 38

0
BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan post partum atau post partum haemorrhage adalah perdarahan

yang terjadi segera setelah proses persalinan dengan banyaknya perdarahan

melebihi 500 ml. Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian ibu

terbanyak. Perdarahan post partum menurut waktunya dapat dikelompokkan

menjadi perdarahan post partum primer dan perdarahan post partum sekunder.1

Menurut perkiraan WHO, PPH menjadi penyebab kematian dan morbiditas ibu

paling banyak di seluruh dunia dan bertanggung jawab atas hampir seperempat

(25%) kematian maternal.2

Di seluruh dunia, HPP bertanggung jawab atas 127.000 kematian setiap

tahunnya. Setengah dari total kematian ibu terjadi di Afrika dan Asia, di mana PPH

adalah salah satu penyebab utama kematian ibu melahirkan. Menurut angka WHO

terbaru, 10,5% dari semua kelahiran hidup dipersulit dengan PPH, dan sekitar

13.795.000 wanita menderita PPH dengan 13.200 kematian ibu di tahun 2000.

Karena tingginya angka kejadian HPP dan tingginya mortalitas dari penyakit

tersebut, sangat penting untuk mengetahui mengenai HPP, faktor risiko,

pencegahan dan tatalaksananya.2,3

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat laporan kasus

mengenai pasien dengan perdarahan post parum. Kasus yang akan dibahas yaitu

pasien wanita, 27 tahun, dengan diagnosis P2A0 PP SptBK + HPP ec Hipotoni +

Anemia + R/ ROJ

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Uterus

Uterus terbentuk seperti buah avokad atau buah peer yang sedikit gepeng,

ke arah antefleksi (depan belakang): ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai

rongga. Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus 7-7,5 cm,

lebar sekitar 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25 cm. letak uterus dalam

keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut

dengan vagina, demikian pula korpus uteri ke depan dan membentuk sudut dengan

serviks uteri).4

Gambar 1 : Anatomi Uterus

2
Uterus terdiri dari fundus uteri, korpus uteri, dan serviks uteri. Fundus uteri

adalah bagian uterus proksimal. Korpus uteri merupakan bagian uterus yang

terbesar sebagai tempat janin berkembang, rongga yang terdapat di korpus uteri

disebut kavum uteri (rongga rahim). Serviks uteri terdiri atas pars vaginalis serviks

uteri yang dinamakan porsio, pars supravaginalis serviks uteri yaitu bagian serviks

yang berada diatas vagina4,5

Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis terbentuk

sebagai saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. Pintu saluran serviks sebelah dalam

disebut ostium uteri internum, dan pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum.

Secara histologi uterus terdiri atas endometrium di korpus uteri dan endoserviks di

serviks uteri, otot-otot polos, lapisan serosa yakni peritoneum viserale.5

Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan

dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Endometrium melapisi

seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus haid pada seorang

wanita dalam masa reproduksi. Pada masa haid, endometrium sebagian besar

dilepaskan, untuk kemudian tumbuh lagi pada fase proliferasi dan selanjutnya ke

fase sekretorik.

Lapisan otot-otot polos dibagian dalam berbentuk sirkuler, dan disebelah

luar berbentuk longitudinal. Diantara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot oblik,

berbentuk anyaman, dan lapisan ini paling penting pada persalinan oleh karena

sesudah plasenta lahir, uterus berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh

darah yang terbuka.6

3
Uterus dalam rongga pelviks disokong oleh jaringan ikat dan ligament yang

menyokongnya, sehingga terfiksasi dengan baik. Adapun ligament yang

memfiksasi uterus adalah :4

1. Ligamentum kardinale sinistrum et dekstrum (Mackenrodt), yakni

ligamentum yang terpenting, mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri

atas jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah

lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah,

antara lain vena dan arteri uterine.

2. Ligamentum sakro-uternium sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang

menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian

belakang, kiri, kanan, kearah os sacrum kiri dan kanan.

3. Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang

menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri

dan kanan, ke daerah inguinal kiri dan kanan.

4. Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang meliputi

tuba, berjalan dari uterus kearah sisi, tidak banyak mengandung jaringan

ikat.

5. Ligamentum infundibulo pelvikum, yakni ligamentum yang menahan tuba

falloppii berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis.

Isthmus adalah bagian uterus antara serviks dan korpus uteri, yang diliputi

oleh peritoneum viserale. Di tempat inilah dinding uterus dibuka saat seksio sesarea

transperitonealis profunda. Dinding belakang uterus seluruhnya diliputi oleh

peritoneum viserale yang membentuk suatu rongga yang disebut kavum Douglasi

4
yang menonjol jika ada cairan (darah atau asites) atau ada tumor di daerah

tersebut.4,6

Vaskularisasi uterus diberikan oleh arteria uterine sinistra et dekstra yang

terdiri dari ramus asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari

a.iliaka interna (a.hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum latum, masuk ke

dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 dari forniks vagina.

Vaskularisasi uterus yang lain ialah arteri ovarika sinistra et dekstra.

Vaskularisasi ini berjalan dari lateral dinding pelvis, melalui ligamentum

infundibulo-pelvikum mengikuti tuba Falloppi, beranastomosis dengan ramus

ascendens arteri uterine disebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama-sama

dengan arteri-arteri tersebut diatas terdapat vena-vena yang kembali melalui

pleksus vena ke vena hipogastrika.6

B. Definisi HPP

Perdarahan pascapersalinan (PPP) didefinisikan sebagai kehilangan darah >

500 ml setelah persalinan per vaginam dan > 1000 ml setelah operasi caesar.2

C. Klasifikasi

Menurut waktunya, PPP dapat dibagi menjadi 2 kelompok2

1. Perdarahan Pasca Persalinan Dini

(Early Postpartum Haemorrhage, atau Perdarahan Postpartum Primer,

atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera). Perdarahan pasca persalinan

primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca

persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta,

robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.

5
2. Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH

Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH atau Perdarahan

pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan

pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan

rahim yang tidak baik (subinvolusio uteri) atau sisa plasenta yang

tertinggal.

D. Insidensi

Menurut perkiraan WHO, PPH menjadi penyebab kematian dan morbiditas

ibu paling banyak di seluruh dunia dan bertanggung jawab atas hampir seperempat

(25%) kematian maternal(2). Di seluruh dunia, HPP bertanggung jawab atas

127.000 kematian setiap tahunnya. Setengah dari total kematian ibu terjadi di

Afrika dan Asia, di mana PPH adalah salah satu penyebab utama kematian ibu

melahirkan. Menurut angka WHO terbaru, 10,5% dari semua kelahiran hidup

dipersulit dengan PPH, dan sekitar 13.795.000 wanita menderita PPH dengan

13.200 kematian ibu di tahun 2000.3

Carroli dkk. juga melaporkan prevalensi PPH ≥500 ml global sebanyak

6,09% dan PPH ≥1000 ml sebanyak 1,86%. Prevalensi PPH ≥500 ml berkisar antara

2,55% di Asia sampai 10,45% di Afrika. Juga prevalensi PPH primer dan sekunder

masing-masing sekitar 6% dan 1,86% dari semua persalinan.7

Meskipun prevalensi keseluruhan PPH rendah di negara maju dibandingkan

dengan negara-negara berkembang, namun beberapa penelitian telah melaporkan

kenaikan tingkat PPH di negara maju. Di Amerika Serikat, prevalensi meningkat

dari 2,3% pada tahun 1994 menjadi 2,9% di tahun 2006. Statistik nasional AS juga

6
menunjukkan bahwa sekitar 8% dari total kematian ibu disebabkan oleh PPH. Dari

semua penyebab PPH, disebutkan bahwa atonia uteri merupakan penyebab

terbanyak, dari semua penyebab PPH.8

Gambar 2. Penyebab HPP dan insidensinya8

E. Etiologi dan faktor risiko

PPH bisa diakibatkan berbagai penyebab yang secara luas dibagi menjadi :

atonia, trauma maupun campuran. Perdarahan pasca-salin dapat disebabkan oleh 4

faktor yaitu kelemahan tonus uterus untuk menghentikan perdarahan dari bekas

insersi plasenta (tone), robekan jalan lahir dari perineum, vagina, sampai uterus

(trauma), sisa plasenta atau bekuan darah yang menghalangi kontraksi uterus yang

adekuat (tissue), dan gangguan faktor pembekuan darah (thrombin). Etiologi

tersebut biasa disingkat 4 T.8

 Tone : atonia uteri

 Trauma : laserasi uterus, servix atau vagina

 Tissue : retensi plasenta, adanya sisa plasenta atau bekuan

 Thrombin : gangguan faktor pembekuan darah

7
F. Faktor risiko

Faktor risiko PPS dapat muncul saat antepartum maupun intrapartum dan saat

faktor risiko tersebut terdeteksi hal ini dapat menentukan mengenai pemilihan

tempat dan carav persalinan. Penelitian terbaru di US menemukan bahwa berat bayi

saat lahir, induksi persalinan, korioamnitis, penggunaan magnesium sulfat dan

adanya PPH sebelumnya dapat meningkatkan risiko PPH.3

1. Faktor risiko antenatal :

Perdarahan antepartum saat kehamilan ini; plasenta previa (meningkatkan

risiko 12 kali); solusio plasenta baik yang masih berupa kecurigaan maupun yang

sudah terbukti; multiple pregnancy (meningkatkan risiko 5x), overdistended uterus

(polyhidramnion atau makrosomia); Preeklampsi atau hipertensi terinduksi

kehamilan (risiko 4x lipat), riwayat PPH sebelumnya atau reiwayat retensio

plasenta, grand multipara (kehamilan 4 kali atau lebih), Asian ethnic (risiko 2x

lipat), adanya abnormalitas uterus, usia ibu > 40 th) dan anemia pada ibu.3,9

2. Faktor risiko intrapartum

Induksi persalinan, kelahiran > 12 jam ( risiko 2x lipat), SC emergency (risiko

4x lipat), retensi plasenta (risiko 5x lipat), episiotomy (risiko 5x lipat), berat bayi >

4kg (risiko 2x lipat), demam pada ibu saat melahirkan (2x lipat).3,9

3. Gangguan faktor koagulan darah pada ibu

4. Beberapa penelitian juga menyebutkan adanya hubungan PPH dengan obesitas.

Risiko PPH akan meningkat pada wanita dengan BMI > 40.

G. Patofisiologi

8
Pada saat kehamilan, rahim dan plasenta menerima 500-800 mL darah per

menit melalui sistem pembuluh darah uterin dengan resistansi rendah. Aliran

tinggi ini merupakan predisposisi terjadinya perdarahan yang signifikan bagi uterus

jika tidak dikendalikan secara fisiologis atau medis. Pada trimester ketiga, volume

darah ibu meningkat sebesar 50%, yang meningkatkan toleransi tubuh akan

kehilangan darah saat melahirkan.10

Setelah melahirkan janin, rahim mampu berkontraksi sehingga dapat

mengurangi volume darah . Hal ini memungkinkan plasenta untuk memisahkan diri

dari permukaan uterus dan memperlihatkan pembuluh darah ibu yang terhubung

dengan permukaan plasenta. Setelah pemisahan dan kelahiran plasenta, uterus

memulai proses kontraksi dan retraksi dengan memperpendek seratnya dan

mengurangi suplai ke pembuluh darah, seperti jahitan fisiologis atau "living

ligatur".10

Jika rahim gagal berkontraksi, atau plasenta gagal berpisah atau lahir, maka

perdarahan yang signifikan akan terjadi. Atonia uterus, atau kontraktilitas

miometrium yang kurang, menyumbang 80% dari perdarahan pascapersalinan.

Penyebab utama lainnya meliputi keterikatan plasenta yang abnormal atau retensi

9
plasenta, laserasi jaringan atau pembuluh darah di panggul dan saluran genital, dan

koagulopati maternal. Penyebab tambahan, meskipun jarang, adalah inversio uteri

selama persalinan plasenta.10

H. Diagnosis

Idealnya, penentuan diagnosis PPH dilakukan dengan mengukur jumlah

darah yang hilang setelah persalinan. Namun pada praktek klinisnya, perkiraan

kehilangan darah sulit dinilai jika hanya dilihat dari banyaknya darah yang keluar.

Terkadang penilaian dan penanganan terlambat dilakukan karena kesalahan

perkiraan jumlah darah yang hilang. Oleh karena itu, penilaian jumlah darah yang

hilang perlu diimbangi dengan pemeriksaan gejala dan tanda vital, karena gejala

dan tanda vital yang muncul berbanding lurus dengan jumlah darah yang keluar.2,11

Untuk tujuan klinis, setiap kehilangan darah yang berpotensi menghasilkan

ketidakstabilan hemodinamik harus dipertimbangkan sebagai PPH. Jumlah

kehilangan darah yang dibutuhkan untuk menyebabkan ketidakstabilan

10
hemodinamik akan tergantung pada kondisi wanita yang sudah ada sebelumnya.

Kompromi hemodinamik lebih mungkin terjadi pada kondisi seperti anemia (mis.,

Defisiensi besi, talasemia) atau status yang dikontrak dengan volume (mis.,

Dehidrasi, hipertensi gestasional dengan proteinuria). 2,11

Tabel 3.1. Manifestasi Klinis Perdarahan Pasca-Salin (PPNK)2

11
I. Tatalaksana

Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen,


yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok
hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan
post partum.11

Menejemen Inisiasi
Ask For Help Penilaian Etiologi
Resusitasi
- Pastikan ABC aman 1. Uterus lunak, tidak keras - Terapi Langsung
- Brikan masker O2 -> Atony uterus
2. Plasenta tidak terpisah
- Pasang IV 2 jalur
atau hanya sebagian terpisah 1. Atonia Uteri Terapi Lanjut
- Berikan ciran koloid atau (dengan atau tanpa • Masase uterus
kristaloid segera perdrahan) --> Retensio/sisa • Uterotonik 1. Atonia Uteri
- Observasi ketat TD, HR, plasenta 2. Retensio/sisa Plasenta
RR • nonsurgical uteri
3. Perdarahan banyak, atau • Semua plasenta di uterus : compression
- Kosongkan kandung kemih shock segera setelah
• uterotonika, controlled • kompresi uteri bimanual
dan monitor pengeluaran urin melahirkan namun kontraksi
uterus baik --> Trauma di cord traction, injeksi di • kompresi aorta eksternal
- Periksa laboratorium jalan lahir atau ruptur uteri vena intraumbilical • temponade balon (condom)
Darah lengkap • Sebagian plasenta di uterus • Jika masih perdarahan -->
4. Fundus uteri tidak teraba
Faktor koagulan • Aspirasi vacum manual kompresi sutura
atau terlihat benolan di mulut
vagina --> inversia uteri • Eksplorasi manual • B-Lynch
Crossmatch darah
• Kuretase • kompresi vertkal
5. Gangguan faktor
pembekuan datah 3. Trauma • cho square
• Trauma jalan lahir --> • embolisasi artei uterus
repair dan jahit bagian yang • jika masih perdarahan -->
terkena laserasi • Ligasi arteri uterine,
• Ruptur uteri --> hipogastric
Laparotomy : primar repair, • Histerectomi (subtital,
histerektomi total)
4. Inversi uteri 2. Retensi Plasenta
Betulkan letak inversi dalam • Plasenta masih ada -->
general anastesi plasenta akreta
5. Gangguan pembekuan • Removal Manual
darah : terapi sesuai • Jika masih berdarah -->
gangguan darah yang terjadi Laparotomy untuk
mengangkat plasenta
• Histerektomi
4. Inversio uteri
• Jika perbaikan uterus gagal,
pastikan uterus tetap
berkontraksi dengan
pemberian infus oksitosin.
• Langkah berikutnya :
perbaikan lewat laparotomy,
histerektomy

12
1. Ask for Help

Segera meminta pertolongan atau dirujuk ke rumah sakit bila persalinan di

bidan/PKM. Kehadiran ahli obstetri, bidan, ahli anestesi, dan hematologis menjadi

sangat penting. Pendekatan multidisipliner dapat mengoptimalkan monitoring dan

pemberian cairan. Monitoring elektrolit dan parameter koagulasi adalah data yang

penting untuk penentuan tahap tindakan berikutnya2,12

2. Acces and resusitation

Penting sekali segera menilai jumlah darah yang keluar seakurat mungkin dan

menentukan derajat perubahan hemodinamik. Nilai tingkat kesadaran, nadi,

tekanan darah, dan bila fasilitas memungkinkan, saturasi oksigen harus

dimonitor.2,12

Saat memasang jalur infus dengan abocath 14G-16G, harus segera diambil

spesimen darah untuk memeriksa hemoglobin, profil pembekuan darah, elektrolit,

13
penentuan golongan darah, serta crossmatch (RIMOT = Resusitasi, Infus 2 jalur,

Monitoring keadaan umum, nadi dan tekanan darah, Oksigen, dan Team approach).

Diberikan cairan kristaloid dan koloid secara cepat sambil menunggu hasil

crossmatch.2,12

3. Establish Etiology 1,12


Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan Post Partum
Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja
-Uterus tidak berkontraksi dan Syok Atonia uteri
lembek. Bekuan darah pada serviks
Perdarahan segera setelah anak atau posisi telentang akan
lahir menghambat aliran darah
keluar
Darah segar mengalir segera Pucat Robekan jalan lahir
setelah bayi lahir Lemah
Uterus berkontraksi dan keras Menggigil
Plasenta lengkap
Plasenta belum lahir setelah 30 Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
menit berlebihan
Perdarahan segera Inversio uteri akibat tarikan
Uterus berkontraksi dan keras Perdarahan lanjutan
Plasenta atau sebagian selaput Uterus berkontraksi tetapi Retensi sisa
tidak lengkap tinggi fundus tidak berkurang plasenta
Perdarahan segera
Uterus tidak teraba Neurogenik syok Inversio uteri
Lumen vagina terisi massa Pucat dan limbung
Tampak tali pusat (bila plasenta
belum lahir)
Sub-involusi uterus Anemia Endometritis atau
Nyeri tekan perut bawah dan Demam sisa fragmen
pada uterus plasenta (terinfeksi
Perdarahan sekunder atau tidak)

14
4. Masase Uterus

Perdarahan banyak yang terjadi setelah plasenta lahir harus segera ditangani

dengan masase uterus dan pemberian obat-obatan uterotonika. Bila uterus tetap

lembek harus dilakukan kompresi bimanual interna dengan menggunakan kepalan

tangan di dalam untuk menekan forniks anterior sehingga terdorong ke atas dan

telapak tangan di luar melakukan penekanan pada fundus belakang sehingga uterus

terkompresi

Gambar 4. masase uterus. a. masase uterus eksternal. b. masase uterus internal

Gambar 5. Teknik pijat bimanual untuk atonia rahim. Pijat kompresi rahim bimanual
dilakukan dengan menempatkan satu tangan di vagina dan mendorong tubuh dari rahim
sementara tangan lainnya memampatkan fundus dari atas melalui dinding perut. Aspek
posterior rahim dipijat dengan tangan perut dan aspek anterior dengan tangan vagina.

15
5. Oxytocin infusion/ prostaglandins – IV/ per rectal/ IM/ intramyometrial

Dapat dilakukan pemberian oksitosin 40 unit dalam 500 cc normal salin

dengan kecepatan 125 cc/jam (peringkat bukti IA, rekomendasi A). Hindari

kelebihan cairan karena dapat menyebabkan edema pulmoner hingga edema otak

yang pada akhimya dapat menyebabkan kejang karena hiponatremia. Hal ini timbul

karena efek antidiuretic hormone (ADH) - like effect dan oksitosin; sehingga

monitoring ketat masukan dan keluaran cairan sangat esensial dalam pemberian

oksitosin dalam jumlah besar.2,7

Pemberian ergometrin sebagai lini kedua dari oksitosin dapat diberikan secara

intramuskuler atau intravena. Dosis awal 0,2 mg (secara perlahan), dosis lanjutan

0,2 mg setelah 15 menit bila masih diperlukan. Pemberian dapat diulang setiap 2-4

jam bila masih diperlukan. Dosis maksimal adalah 1 mg atau 5 dosis per hari.

Kontraindikasi pada pemberian ergometrin yaitu preeklampsia, vitiumcordis, dan

hipertensi (peringkat bukti IA, rekomendasi A).2,7

Bila PPS masih tidak berhasil diatasi, dapat diberikan misoprostol per rektal

800-1000ug. Pada perdarahan masif perlu diberikan transfusi darah, bahkan juga

diperlukan pemberian fresh frozen plasma (FFP) untuk menggantikan faktor

pembekuan yang turut hilang. Direkomendasikan pemberian 1 liter FFP (15 mL/kg)

setiap 6 unit darah. Pertahankan trombosit di atas 50.000, bila perlu diberikan

transfuse trombosit. Kriopresipitat direkomendasikan bila terjadi DIC yang ditandai

dengan kadar fibrinogen <1 gr/dl (10 gr/L).2,7

16
Jenis uterotonika dan cara pemberiannya2,13
Jenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol
Dosis dan cara IV: 20 U dalam 1 IM atau IV (lambat): Oral atau rektal 400
pemberian awal L larutan garam 0,2 mg mg
fisiologis dengan
tetesan cepat
IM: 10 U
Dosis lanjutan IV: 20 U dalam 1L Ulangi 0,2 mg IM 400 mg 2-4 jam
larutan garam setelah 15 menit setelah dosis awal
fisiologis dengan 40 Bila masih
tetes/menit diperlukan, beri
IM/IV setiap 2-4 jam
Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 L Total 1 mg (5 dosis) Total 1200 mg atau 3
per hari larutan fisiologis dosis
Kontraindikasi Pemberian IV secara Preeklampsia, Nyeri kontraksi
atau hati-hati cepat atau bolus vitium kordis, Asma
hipertensi

6. Shift to theatre – exclude retained products and trauma/ bimanual compression

(konservatif; non-pembedahan)

Bila perdarahan masif masih tetap terjadi, segera evakuasi pasien ke ruang

operasi. Pastikan pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya sisa plasenta atau

selaput ketuban. Bila diduga ada sisa jaringan, segera lakukan tindakan kuretase.

Kompresi bimanual dapat dilakukan selama ibu dibawa ke ruang operasi2

7. Tamponade balloon/ uterine packing (konservatif; non-pembedahan) (peringkat

bukti II, rekomendasi B)

Bila perdarahan masih berlangsung, pikirkan kemungkinan adanya

koagulopati yang menyertai atonia yang refrakter. Tamponade uterus dapat

17
membantu mengurangi perdarahan. Tindakan ini juga dapat memberi kesempatan

koreksi faktor pembekuan. Dapat dilakukan tamponade test dengan menggunakan

Tube Sengstaken yang mempunyai nilai prediksi positif 87%.2

8. Apply compression sutures – B-Lynch/ modified (pembedahan konservatif)15

Dalam menentukan keputusan, harus selalu dipertimbangkan antara

mempertahankan hidup dan keinginan mempertahankan fertilitas. Sebelum

mencoba setiap prosedur bedah konservatif, harus dinilai ulang keadaan pasien

berdasarkan perkiraan jumlah darah yang keluar, perdarahan yang masih

berlangsung, keadaan hemodinamik, dan paritasnya.2,3

Keputusan untuk melakukan laparotomi harus cepat setelah melakukan

informed consent terhadap segala kemungkinan tindakan yang akan dilakukan di

ruang operasi. Penting sekali kerja sama yang baik dengan ahli anestesi untuk

menilai kemampuan pasien bertahan lebih lanjut pada keadaan perdarahan setelah

upaya konservatif gagal. Apabila tindakan B-Lynch tidak berhasil,

dipertimbangkan untuk dilakukan histerektomi.2

9. Systematic pelvic devascularization – uterine/ ovarian/ quadruple/ internal

iliac (pembedahan konservatif) (peringkat bukti II, rekomendasi B)2

10. Interventional radiologis, if appropriate, uterine artery embolization

(pembedahan (peringkat bukti II, rekomendasi B)2

11. Subtotal/ total abdominal hysterectomy (non-konservatif) (peringkat bukti II,

rekomendasi B)2

18
J. Pencegahan

PPH adalah salah satu komplikasi tahap ketiga yang dihadapi setiap dokter

kandungan satu kali dalam hidupnya dan sangat menantang sebagian besar waktu.

Meskipun ada perbaikan dalam manajemen, PPH awal masih menjadi penyebab

morbiditas dan mortalitas ibu di negara berkembang yang signifikan [47,48]. Salah

satu cara untuk mencegah PPH adalah pengelolaan aktif tahap ketiga kerja

(AMTSL). Hal ini dianggap sebagai "standar emas" untuk mengurangi kejadian

PPH. Ini menggabungkan intervensi nondrug dengan pemberian obat uterotonik.3

Ini adalah kombinasi dari:

a. Sebuah. Pemberian Uterotonik (sebaiknya Oksitosin) segera setelah

melahirkan bayi,

b. Klem kabel awal dan pemotongan, dan

c. Traksi tali pusat dengan traksi counter uterus saat rahim berkontraksi dengan baik

(manuver Brandt-Andrews).

19
Gambar 6. Kunci intervensi pencegahan Perdarahan pascapersalinan

20
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Pasien

Nama : Ny. H

Umur : 27 tahun

Agama : Islam

Suku : Banjar

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

MRS tanggal : 5 Februari 2019

Suami

Nama : Tn. A

Umur : 30 th

Agama : Islam

Suku : Banjar

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Komplek Graha Bakti Mulia RT. 6 Gambut, Banjar

Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis tanggal 6 Februari 2018 (Pukul

15.00 WITA)

21
1. Keluhan utama : Perdarahan setelah melahirkan

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RSUD Ulin pada tanggal 5 Februari 2019 pukul 02.00

dirujuk oleh BPM dengan diagnosis G2P1A0 H 39 mg + JTHIU dengan inpartu

dengan ROJ. Pasien mengeluhkan kencang-kencang sejak 2 jam SMKB, keluar

lendir darah (-), keluar air-air (-), gerak janin (+)

Pukul 04.00 pasien merasakan kencang-kencang dan dipimpin

mengedan, pukul 04.20 Pasien melahirkan bayi laki-laki, dengan berat 3290 gr

dan apgar score 7-8-9. Pasien melahirkan placenta lengkap, dilakukan

episiotomi dan perineorafi. Pasien mengalami perdarahan + 500 cc (1 underpad

penuh) dan tidak berhenti. TD saat post partum 100/70. Pasien dalam keadaan

sangat lemah.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

HT (-), DM (-), Asma (-), riwayat perdarahan sulit berhenti (-), riwayat

kelainan darah (-).

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang lain yang menderita

keluhan yang sama, serta juga tidak ada riwayat tekanan darah tinggi,

kencing manis, maupun asma.

5. Riwayat Haid

Menarche : 12 tahun

Lama : 5 hari

Siklus : 28 hari

22
HPHT : 05 Mei 2017

6. Riwayat Perkawinan:

1 kali, selama 3 tahun.

Usia pertama kali menikah : 24 tahun

7. Riwayat Kontrasepsi:

Tidak pernah

8. Riwayat Obstetri:

1. 2018/Laki-laki/3200gr/spontan/bidan/meninggal

2. Hamil ini

B. Pemeriksaan

Pemeriksaan Fisik Umum tanggal 6 Februari 2018

1. Keadaan umum : tampak sakit sedang

2. Kesadaran : compos mentis

3. Tanda Vital

Tensi : 100/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernapasan : 18 x/menit

Suhu : 36,5 oC

4. Kepala dan leher

Kepala : Bentuk normal

Mata : Konjungtiva pucat (+/+), sklera tidak ikterik, palpebra tidak

edem, pupil isokor, refleks cahaya +/+

Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga,

23
tidak ada gangguan pendengaran.

Hidung : Bentuk normal, tidak tampak defiasi septum, tidak ada sekret,

tidak ada epistaksis, tidak ada pernapasan cuping hidung.

Mulut : Bibir dan mukosa normal, perdarahan gusi tidak ada, tidak

ada trismus, tidak ada pembesaran atau radang pada tonsil,

lidah tidak ada kelainan, tidak ada gigi palsu.

Leher : Tidak ada kaku kuduk, tidak tampak pembesaran kelenjar

getah bening dan tiroid, tidak ada pembesaran JVP.

5. Thoraks

Paru

Inspeksi : bentuk normal, gerakan simetris dan ICS tidak melebar.

Palpasi : fremitus raba +/+ simetris, tidak ada nyeri tekan.

Perkusi : sonor +/+, tidak ada nyeri ketuk.

Auskultasi : vesikuler, tidak ada ronkhi atau wheezing.

Jantung

Inspeksi : iktus cordis tidak tampak.

Palpasi : tidak teraba thrill.

Perkusi : batas jantung normal, ICS V LMK kiri dan ICS II LPS

kanan.

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, bising jantung tidak ada.

6. Abdomen : tampak datar, lihat Status Obstetri.

7. Ekstremitas atas dan bawah :

Atas : Akral dingin (-/-), edema (-/-), gerak normal (-/-).

24
Bawah : Akral dingin (-/-), edema (-/-), gerak normal (-/-)

8. Status Obstetri
TFU : 3 jbpst
Kontrasi uterus : hilang timbul
V/V : fluxus (+)

Laboratorium 5 Februari 2019 pukul 02.00

HEMATOLOGI

Hemoglobin 11,2 g/dl 12,00-16,00 g/dl

Lekosit 9,9 ribu/ul 4,0-10,5 ribu/ul

Eritrosit 4,525juta/ul 4,00-5,30 juta/ul

Hematokrit 34,9 vol% 37,00-47,00 vol%

Trombosit 170 ribu/ul 150-450 ribu/ul

RDW-CV 20 % 12,1 – 14,0 %

MCV, MCH, MCHC

MCV 82,1 fl 75,00-96,00 fl

MCH 26,4 pg 28,0-32,0 pg

MCHC 32,1 % 33,0-37,0 %

HITUNG JENIS

Gran% 66,8 50,0-70,0 %

Limfosit% 24,2 25,00-40,00 %

MID% 9 4,00-11,0 %

Gran# 6,6 2,50-7,00 ribu/ul

Limfosit# 2,4 1,25-4,0 ribu/ul

MID# 0,9

KIMIA

Gula Darah Sewaktu 83 <200 mg/dl

25
Laboratorium 5 Februari 2019 pukul 09.00

HEMATOLOGI

Hemoglobin 7,7 g/dl 12,00-16,00 g/dl

Lekosit 21,1 ribu/ul 4,0-10,5 ribu/ul

Eritrosit 2,73 juta/ul 4,00-5,30 juta/ul

Hematokrit 23 vol% 37,00-47,00 vol%

Trombosit 155 ribu/ul 150-450 ribu/ul

RDW-CV 20 % 12,1 – 14,0 %

MCV, MCH, MCHC

MCV 84,2 fl 75,00-96,00 fl

MCH 28.2 pg 28,0-32,0 pg

MCHC 33.5 % 33,0-37,0 %

HITUNG JENIS

Gran% 89,5 50,0-70,0 %

Limfosit% 5,4 25,00-40,00 %

MID% 5,1 4,00-11,0 %

Gran# 18,86 2,50-7,00 ribu/ul

Limfosit# 1,13 1,25-4,0 ribu/ul

MID# 1,07

Diagnosis

P2A0 PP SPTBK + HPP ec Atonia Uteri + Anemia (Hb 7,7 g/dl) + R/ROJ

26
Tatalaksana

 Inf RL 500 cc + Oxitosin 2 amp 20 tpm

 Po cefadroxil 2x500mg

 Po as. Mefenamat 3x500mg

 PO SF 2x30 mg

 Tranfusi PRC s/d Hb ≥ 8 g/dL

Laboratorium 6 Februari 2019 pukul 11.30 (Post transfusi)

HEMATOLOGI

Hemoglobin 8,3 g/dl 12,00-16,00 g/dl

Lekosit 19,4 ribu/ul 4,0-10,5 ribu/ul

Eritrosit 3,57 juta/ul 4,00-5,30 juta/ul

Hematokrit 25,7 vol% 37,00-47,00 vol%

Trombosit 172 ribu/ul 150-450 ribu/ul

RDW-CV 19,4 % 12,1 – 14,0 %

MCV, MCH, MCHC

MCV 84,4 fl 75,00-96,00 fl

MCH 28,8 pg 28,0-32,0 pg

MCHC 33,6 % 33,0-37,0 %

HITUNG JENIS

Gran% 81,7 50,0-70,0 %

Limfosit% 10,7 25,00-40,00 %

MID% 7,3 4,00-11,0 %

Gran# 15,8 2,50-7,00 ribu/ul

Limfosit# 2,08 1,25-4,0 ribu/ul

MID# 1,42

27
LAPORAN PARTUS

04.10

S) pasien ingin mengedan

O) Kes: Compos mentis

TD: 120/80 mmHg

N: 80x/m

RR: 24x/m

S: 36,6oC

St.Obs: His 5x/10’/50”

DJJ: 148x/m

VT: pembukaan lengkap, ketuban (-), preskep, H4

A: G2P0A1 H39 minggu + JTHIU + Preskep + Inpartu Kala II + TBJ 3100 gr +

ROJ

P) Pasien dipimpin mengedan

04.20

Lahir bayi laki-laki manual aid /3290gr / 50cm/AS 7-8-9

Plasenta lahir lengkap dengan MAK III

Episiotomy (+)  perineorafi (+)

04.30

S) perdarahan 1 underpad

O) Kes: Compos Mentis

28
TD: 100/70 mmHg

N: 100x/m

RR: 22x/m

S: 36,5oC

St. Obs: TFU: 2 jari dibawah pusat

Kontraksi uterus hilang timbul

v/v flx (+)

Luka perineum derajat II

A) P2A0 post partum SPTBK + HPP ec hipotonia + ROJ

P) O2 2 lpm

IVFD RL + oxytosin 2 amp

IVFD RL 1000cc inisial, lanjut 40 tpm

Inj as traneksamat 1000 mg

Misoprostol per rectal 3 tab

29
Follow Up

Tgl/Jam S O A P

Follow up Perdarahan (-), TD = 100/70 P2A0 pp SPT BK H0 dg Inf RL 500 cc + Oxitosin


5/02/2019 Lemas (+) mmHg r/ HPP e.c Hipotonia uteri 2 amp 20 tpm
06.30 Pusing(-) RR = 20 kali/menit + anemia dalam koreksi Po cefadroxil 2x500mg
N = 80 kali/menit (Hb 7,7) Po as. Mefenamat
T = 36,5oC 3x500mg
Status Obstetri PO SF 2x30 mg
TFU : 2 jbpst Tranfusi PRC s/d Hb ≥ 8
Kontrasi : (+) baik g/dL
V/v : fluxus (-)

Follow up Perdarahan (-), TD = 110/70 P2A0 pp SPT BK H0 dg Inf RL 500 cc + Oxitosin


6/02/2019 Lemas (+) mmHg r/ HPP e.c Hipotonia uteri 2 amp 20 tpm
06.00 Pusing(-) RR = 22 kali/menit + anemia dalam koreksi Po cefadroxil 2x500mg
N = 83 kali/menit (Hb 7,7) Po as. Mefenamat
T = 36,6oC 3x500mg
Status Obstetri PO SF 2x30 mg
TFU : 2 jbpst Tranfusi PRC s/d Hb ≥ 8
Kontrasi : (+) baik g/dL
V/v : fluxus (-)

Follow up Perdarahan (-), TD = 110/70 P2A0 pp SPT BK H0 dg Inf RL 500 cc


7/02/2019 Lemas (+) mmHg r/ HPP e.c Hipotonia uteri Po cefadroxil 2x500mg
06.00 Pusing(-) RR = 18 kali/menit + anemia terkoreksi (Hb Po as. Mefenamat
N = 88 kali/menit 8,7) 3x500mg
T = 36,5oC PO SF 2x30 mg
Status Obstetri
TFU : 2 jbpst
Kontrasi : (+) baik

30
V/v : fluxus (-)

Po cefadroxil 2x500mg
Follow up Perdarahan (-), TD = 110/70 P2A0 pp SPT BK H0 dg
Po as. Mefenamat
8/02/2019 Lemas (-) mmHg r/ HPP e.c Hipotonia uteri
3x500mg
06.00 Pusing(-) RR = 20 kali/menit + anemia terkoreksi (Hb
PO SF 2x30 mg
N = 82 kali/menit 8,7)
BLPL
T = 36,7oC
Status Obstetri
TFU : 2 jbpst
Kontrasi : (+) baik
V/v : fluxus (-)

31
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini seorang wanita berusia 27 tahun datang ke rumah sakit

dirujuk oleh bidan praktek mandiri karena kencang-kencang dan mempunyai

riwayat ROJ. Diagnosis saat dirujuk adalah G2P1A0 H 39 mg + JTHIU + Inpartu

Kala I + TBJ 3100 g. Pasien kemudian ingin mengedan 2 jam setelah masuk rumah

sakit dan dipimpin mengedan. Pasien melahirkan bayi laki-laki dengan berat 3290

gram dan langsung menangis saat lahir. Plasenta dilahirkan dalam keadaan lengkap,

dan saat proses melahirkan, dilakukan episiotomy dan periniorafi. Pada pasien

kemudian didapatkan perdarahan 1 underpad penuh dengan kontraksi uterus yang

hilang timbul. Pasien kemudian tampak lemas dan pucat.

Diagnosis hemoragic post partum ditegakkan dari jumlah darah yang hilang

dan juga tanda vital. Menurut perkiraan, jumlah darah yang keluar > 500 ml. HPP

pada pasien termasuk ke dalam HPP primer yakni terjadi dalam 24 jam pertama.

Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio

plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.

Pada banyak kasus HPP, etiologi paling sering dikarenakan atonia uteri.

Hampir 70% kasus HPP dikarenakan atonia uteri. Pada pemeriksaan fisik saat

pasien mengalami perdarahan didapatkan tanda vital yang masih dalam batas

normal. Pada status obstetri didapatkan TFU 2 jari di bawah pusat dengan kontraksi

uterus hilang timbul, fluxus (+) dan luka perineum derajat 2. Pasien segera

dilakukan perineurafi. Namun, perdarahan masih berlangsung. Plasenta pasien

32
dilahirkan lengkap dan tidak ada yang tertinggal. Dari hasil pemeriksaan tersebut

didapatkan penyebab dari HPP pada pasien adalah Atonia uteri.

Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya miometrium untuk

berkontraksi setelah placenta lahir. Atonia uteri dapat disebabkan oleh disfungsi

uterus, partus lama, pembesaran uterus berlebihan, multiparitas, mioma uteri,

anestesi yang dalam dan lama, penatalaksanaan yang salah pada kala plasenta. Pada

pasien kemungkinan penyebab dari atonia uteri yakni karena adanya disfungsi

intrinsik pada uterus.

Faktor risiko dapat terjadinya atonia uteri dapat bermacam-macam, seperti

anemia, grande multipara, overdistended abdomen pada bayi besar, gmelli, atau

polihidramnion, riwayat perdarahan pasca persalinan pada persalinan sebelumnya

dan masih banyak lagi. Namun pada pasien ini belum ditemukan faktor risiko

tersebut.

33
Gambar 7. Tatalaksana HPP

Penanganan awal pada pasien ini adalah segera dilakukan resusitasi. Saat

resusitasi pasien diberikan oksigen dan dipasang infus 2 jalur, rehidrasi dengan RL

1500 mL. Hal tersebut sesuai dengan teori langkah penanganan awal untuk

resusitasi cairan dengan mengganti cairan sebanyak 3x jumlah cairan yang hilang.

karena diperkirakan kehilangan cairan 500 ml, maka pegantian cairan yang

34
diperlukan adalah 1500ml. Monitoring keadaan umum, tanda vital dan urine output

dari pasien juga diperlukan untuk mengetahui keberhasilan resusitasi.

Drip oksitosin digunakan untuk memperbaiki kontraksi uterus dimana pada

pasien ini terjadi hipotoni uterus. Kontraksi uterus memegang peranan penting

dalam penghentian perdarahan. Sehingga lini pertama dalam penghentian

perdarahan pascapersalinan adalah dengan pemberian uterotonica, yaitu oksitosin,

ergometrin dan misoprostol (PG2). Pada pasien ini diberikan oksitosin 2 ampul / 10

IU drip IV, dan misoprostol tablet perectal untuk memperbaiki kontraksi uterus dan

mengurangi perdarahan post partum. Menurut guideline terbaru, pemberian asam

tranexamat dapat digunakan untuk penanganan PPH lebih lanjut. Asam tranexamat

dapat diberikan hingga 1g.

Penanganan lainnya pada pasien juga dilakukan massage uterus. Jika uterus

teraba lunak, pemijatan uterus harus dilakukan dengan menempatkan satu tangan

di vagina dan menekan melawan badan uterus dimana satu tangan lainnya menekan

fundus dari atas melewati dinding perut. Aspek posterior uterus dipijat dengan yang

diperut dan tangan yang di vagina memijat aspek anterior.

35
Gambar 8. Teknik untuk pijat uterus bimanuil

Setelah keadaan pasien stabil, pasien lakukan ekplorasi jalan lahir untuk

mengetahui apakah ada penyebab perdarahan lain selain atonia uteri. Penyebab lain

yang dapat terjadi adalah Tissue, atau adanya sisa plasenta diuterus yang juga dapat

menganggu kontraksi, dan membuat perdarahan tidak berhenti. Selain itu perlu

dilihat juga apakah ada laserasi atau luka dijalan lahir.

Hasil eksplorasi diruang VK ditemukan fluxus aktif (+), dengan perineorafi

(+), juga robekan diportio arah jam 5 kurang lebih 2 cm. Dari hasil pemeriksaan,

diputuskan untuk dilakukan pemasangan tampon untuk evaluasi perdarahan. Jika

fluxsus aktif direncanakan penjahitan laserasi portio.

Setelah evaluasi 2 jam pemasangan tampon, ditemukan keadaan umum pasien

membaik, kontraksi uterus membaik, fluxus (-). Dari hasil pemeriksaan dan

penganan tersebut ditemukan bahwa etiologi Perdarahan pasca persalinan pada

pasien ini adalah hipotonia uteri, yang membaik dengan pemberian uterotonika.

36
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan kasus seorang wanita, Ny F berusia 27 tahun dengan

diagnosis P2A0 post partum SPT BK + HPP ec hipotoni uteri + anemia (Hb 7.7) +

r/ ROJ. Pasien ini telah dirawat oleh Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan

RSUD Ulin Banjarmasin selama 4 hari dari tanggal 5 Februari sampai tanggal 8

Februari 2019. Prinsip penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan resusitasi

dan penanganan perdarahan obstetri serta syok hipovolemik dan identifikasi dan

penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum. Resusitasi dilakukan

dengan guyur RL 1500 cc dan pemantauan urin output. Penanganan penyebab

terjadinya perdarahan dengan pemberian uterotonika yaitu dengan drip oksitosin

inj metergin pemberian misoprostol 3 tab/rektal, inj. asam tranexamat 3x500 mg

dan masase uterus. Pasien juga ditransfusi PRC sebanyak 1 kantung. Kondisi

pasien telah mengalami perbaikan dan pasien dipulangkan pada hari jumat, 8

Februari 2019.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Foley MR, Strong TH, Garite JT. PostPartum Hemorrhage. In : Obstetric

Intensive Care Manual. Third edition. McGraw-Hill. United States. 2011

2. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto

Maternal. Perdarahan Pasca-Salin. 2016;

3. Kumar N. Postpartum Hemorrhage; a Major Killer of Woman: Review of

Current Scenario. Obstet Gynecol Int J [Internet]. 2016;4(4).

4. Hansen TJ. Netter’s Clinical Anatomy. ELSEVIERS. 2014.

5. World Health Organization: Postpartum hemorrhage and retained placenta.

In: WHO guidline: Geneva: World Health Organization.2009.

6. Keith Edmonds. Dewhurst’s Texbook of Obstetrics & Gynaecology. 7th

edition. Blackwell Publishing. 2007

7. Carroli G, Cuesta C, Abalos E, Gulmezoglu AM. Epidemiology of postpartum

haemorrhage: a systematic review. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol

[Internet]. 2008;22(6):999–1012.

8. Anderson JM, Etches D. Prevention and management of postpartum

hemorrhage. American Family Physician. 2007. 75 (6): 875-882.

9. Ilmu Kebidanan, editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOg, edisi Ketiga

cetakan Kelima,Yayaan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999

10. Williams Obstretics 21 st Ed: F.Gary Cunningham (Editor), Norman F.Grant

11. MD,Kenneth J,.,Md Leveno, Larry C.,Iii,Md Gilstrap,John C.,Md Hauth,


Katherine D.,Clark,Katherine D.Wenstrom,by McGraw-Hill Profesional
(April 27,2001)

38
12. Leduc D, Senikas V, Lalonde AB, Ballerman C, Biringer A, Delaney M, et
al. Active Management of the Third Stage of Labour: Prevention and
Treatment of Postpartum Hemorrhage. J Obstet Gynaecol Canada [Internet].
2009;31(10):980–93.
13. Sentilhes L, Vayssière C, Deneux-Tharaux C, Aya AG, Bayoumeu F, Bonnet
MP, et al. Postpartum hemorrhage: Guidelines for clinical practice from the
French College of Gynaecologists and Obstetricians (CNGOF): In
collaboration with the French Society of Anesthesiology and Intensive Care
(SFAR). Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2016;198:12–21.

39

Anda mungkin juga menyukai