Anda di halaman 1dari 7

1.

Pria Tangguh yang Mengelilingi Kalimantan


Hanya dengan Jalan Kaki
Tjilik Riwut adalah orang asli Kalimantan yang berasal dari suku Dayak Ngaju. Dengan bangga
ia menyebut dirinya sebagai orang hutang karena terbiasa hidup di alam liar Kalimantan.
Bahkan semasa hidupnya, ia sudah 3 kali mengelilingi pulau Borneo tersebut hanya dengan
jalan kaki serta menggunakan sampan.

Tjilik Riwut Sejak kecil ia memang merupakan sosok yang sangat dekat dengan alam. Tanpa ragu ia
akan memasuki hutan tanpa baju dan alas kaki serta hanya mengenakan celana panjang. Mungkin
hal itu pula yang membuatnya begitu lincah bertempur di medan perang meski harus berada di dalam
hutan.

2. Pernah Bekerja Sebagai Pers yang


Menyuarakan Perjuangan Nasional
Ketertarikannya dalam dunia tulis menulis membuatnya memutuskan untuk menjadi wartawan.
Tahun 1940, ia sudah menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Suara Pakat. Di kurun waktu yang
sama, ia juga bekerja sebagai koresponden Harian Pemandangan.
Tjilik Riwut dan Keluarga. Dalam bidang jurnalisme itulah Tjilik Riwut turut menyumbangkan tenaga dan
pikiran dengan menyebarkan berita seputar pergerakan nasional di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
Tapi kiprahnya di dunia pers tidak berlangsung lama karena Jepang mendarat di Balikpapan tahun
1942.

3. Mengumpulkan Informasi dengan Bekerja


Pada Intelijen Jepang
Ketika Jepang menguasai Indonesia, Tjilik Riwut beralih profesi menjadi intelijen militer
Jepang. Tugasnya adalah untuk mengumpulkan data-data tentang keadaan di Kalimantan,
tapi bukan berarti dia sedang berkhianat. Dia melakukan tugas penting demi Indonesia.
Tjilik Riwut. Ia mendapatkan jabatan dari pemerintah pendudukan Jepang yang membuatnya punya
akses ke seluruh daerah di Kalimantan. Hal inilah yang ia manfaatkan untuk menjalin komunikasi dan
koordinasi dengan beragam suku di Kalimantan. Tjilik Riwut meyakinkan mereka agar tetap setiap dan
mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.

4. Menjadi Wakil Kalimantan Setelah Indonesia


Merdeka
Indonesia akhirnya merdeka dan Tjilik Riwut dipercaya menjadi Perwakilan Dewan Pimpinan
Penyelenggaraan Ekspedisi ke Borneo di Yogyakarta. Tahun berikutnya, ia mewakil 185 ribu
rakyat Dayak di pedalaman Kalimantan yang terdiri dari 142 suku, 145 kepala kampung, 12
kepala adat, 4 kepala suku, 3 panglima, 10 patih, 2 tumenggung, dan 2 kepala burung untuk
menyatakan sumpah setia kepada Republik Indonesia.
Tjilik Riwut (Kanan) dan Presiden Soekarno. Sumpah ini berarti Kalimantan telah menjadi wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Para anggota suku ini juga bersumpah akan mempertahankan
daerahnya masing-masing dari serangan tentara NICA yang berusaha merebut kembali Indonesia.

5. Terjun di Bidang Militer demi


Mempertahankan Kemerdekaan
Tjilik Riwut kemudian terjun ke dunia militer dan menjadi Komandan Pasukan MN 101 Mobiele
Brigade MBT/TNI Kalimantan. Ia jua mencatatkan prestasi di bidang militer karena
kesuksesannya sebagai komando Penerjung Payung Pertama AURI pada 17 Oktober 1947.
Sejak saat itu 17 Oktober diperingati sebagai hari Pasukan Khas TNI-AU.
Tjilik Riwut saat membangun Kalimantan. Sebagai tentara, ia memiliki pengalaman perang di sebagian
besar pulau Kalimantan dan Jawa. Pangkat terakhirnya di bidang militer adalah Marsekal Pertama
Kehormatan TNI-AU. Setelah era peperagan telah berakhir dan Belanda mengakui kedaulatan
Indonesia, Tjilik Riwut beralih ke dunia politik demi membangun Kalimantan.

6. Tekad Besar Demi Membangun Kalimantan


Salah satu jasa Tjilik Riwut yang masih dikenang di bidang pembangunan adalah membuka
hutan serta membangun daerah di sekitar Desa Pahandut menjadi Palangkaraya, Ibukota
Kalimantan Tengah. Pembangunan kota Palangkaraya ini adalah salah satu obsesi Tjilik Riwut
yang berhasil tercapai. Obsesi lainnya yaitu membangun 2 bandara internasional, meski saat
ini yang terwujud baru satu bandara saja.
Presiden Soekarno ikut hadir dalam pembangunan kota Palangkaraya [Image Source]Tekad besar dan
loyalitas Tjilik Riwut pada Kalimantan tidak hanya terbukti dari pembangunan yang ia pimpin saja. Ia
bahkan menyumbangkan harta dan uang pribadinya untuk memberi makan orang yang ikut
membangun Palangkaraya. Keluarganya sendiri bahkan sampai kehabisan jatah beras yang
diperuntukkan baginya sebagai gubernur karena ia membagikan beras tersebut pada orang-orang yang
bekerja. Tjilik Riwut juga ikut turun langsung menebang pohon bersama dengan para pekerja lainnya.

7. Memegang Teguh dan Melestarikan


Kebudayaan Kalimantan
Bukan saja nasionalis, ia juga sangat menjunjung tinggi kebudayaan dan leluhurnya. Ia selalu
menekankan pentingnya untuk tetap mengingat asal-usul kita sebagai manusia. Baginya,
kebugayaan adalah sebuah identitas yang harus dipelihara.

Tjilik Riwut saat upacara memotong pantan. Ideologinya ini tertuang dalam beberapa karyanya
berupa buku yaitu Kalimantan Memanggil (1958), Kalimantan Membangun (1979), dan Manaser
Panatau Tatu Hiang: Menyelami Kekayaan Leluhur (2003). Lewat tulisannya, ia banyak
mengenalkan dan mengabadikan kebudayaan suku Dayak yang perlahan mulai luntur.

Itulah sosok yang namanya kini telah diabadikan sebagai bandar udara di Palangkaraya.
Sebagai seorang warga negara Indonesia, ia memiliki jiwa nasionalis yang tinggi dan turut
berperan dalam persatuan Republik Indonesia. Sebagai seseorang dari suku Dayak, ia
memiliki komitmen tinggi dan lebih mementingkan kemajuan daerahnya. Tidak heran jika
beliau menjadi sosok yang begitu dihormati karena perilakunya yang mulia tersebut.

Anda mungkin juga menyukai