Anda di halaman 1dari 6

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

ASMA

A. Definisi
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan
bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma dimanifestasikan
dengan penyempitan jalan nafas, yang mengakibatkan dispnea, batuk, dan mengi. Tingkat
penyempitan jalan nafas dapat erubah baik secara spontan atau karena terapi. Asma berbeda dari
penyakit paru obstruktif dalam hal bahwa asma adalah proses revesibel. Eksaserbasi akut dapat
saja terjadi, yang berlangsung dari beberapa menit sampai jam, diselingi oleh periode bebas-
gejala. Jika asma dan bronchitis terjadi bersamaan, obstruksi yang diakibatkan menjadi gabungan
dan disebut bronchitis asmatik kronik.
Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia, sekitar aetengH Dri kasus terjadi pada
anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Hampir 17% dari semua rakyat
Amerika mengalami asma dalam suatu kurun waktu tertentu dalam kehidupan mereka. Meski
asma dapat berakibat fatal, lebih sering lagi, asma sangat mengganggu, mempengaruhi kehadiran
di sekolah, pilihan pekerjaan, aktivitas fisik, dan banyak aspek kehidupan lainnya.

B. Etiologi
Menurut berbagai penelitian patologi dan etiologi asma belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, akan tetapi hanya menunjukkan dasar gejala asma yaitu inflamasi dan respons
saluran nafas yang berlebihan ditandai dengan adanya kalor (panas karena vasolidatasi), tumor
(esudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena ransangan sensori), dan fungsi laesa (fungsi
yang terganggu). Dan raang harus disertai dengan infiltrasi sel-sel radang (Sudoyo Aru dkk).

Sebagai pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi (infeksi virus RSV), iklim
(perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan (debu, kapuk, tungau, sisa-sisa serangga
mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap cat ), makanan (putih telur, susu sapi, kacang
tanah, coklat, biji-bijian, tomat), obat (aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat, kecapaian, tertawa
terbahak-bahak), dan emosi.

C. Manifestasi Klinis
Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea, dan mengi.pada beberapa keadaan, batuk
mungkin merupakan satu-satunya gejala. Serangan asma sering kali terjadi pada malam hari.
Penyebabnya tidak dimengerti dengan jelas, tetapi mungkin berhubungan dengan variasi
srikadian, yang mempengaruhi ambang reseptor jalan nafas.
Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada,
disertai dengan pernapasan lambat, mengi, laborious. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang
disbanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-
otot aksesori pernapasan. Jalan nafas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk pada walnya
susah dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat. Sputung, yang terdiri atas sedikit mucus
mengandung masa gelatinosa bulat, kecil yang dibatukan dengan susah payah. Tanda selanjutnya
termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia, dan gejala-gejala retensi karbon dioksida,
termasuk berkeringat, takikardia, dan pelebaran tekanan nadi.
Serangan asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang
secara spontan. Meski serangan asma jarang yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih
berat, yang disebut “status asmatikus“. Kondisi ini merupakan keadaan yang mengancam hidup.
Kemungkinan reaksi alergik lainnya yang dapat menyertai asma termasuk ekzema, ruam,
dan edema temporer. Serangan asmatik dapat terjadi secara periodic setelah pemajanan terhadap
alergen spesifik, obat-obat tertentu, latihan fisik dan kegerahan emosional.

D. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang diantaranya :
1. Spirometer : dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup (nebulizer/inhaler), positif
jika peningkatan VEP/ KVVT >20%.
2. Sputum : eosinofil meningkat
3. Eosinofil darah meningkat
4. Uji kulit
5. RO dada yaitu patologis paru/komplikasi asma
6. AGD : terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PCO2
turun) kemudian fase lanjut norkopnamia dan hiperkapnia (PCO2 naik)
7. Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada foto
lateral, dapat terlihat bercak kosolidasi yang tersebar.

E. Penatalaksanaan
Tujuan utama penataklasaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas
hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari. Program penataklasaan asma meliputi 7 komponen, yaitu : (perhimpunan Dokter Paru
Indonesia)
1. Edukasi
Edukasi yangbaik akan menurunkan morbidity dan mortality. Edukasi tidak hanya ditunjukan
untuk penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain yang membutuhkan seperti pemegang
keputusan, pembuat perencanaan bidang kesehatan/asma, profesi kesehatan.
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri mutlak
dilakukan pada penataklasaan asma. Hal tersebut disebabkan berbagai factor antara lain :
a. Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan terapi
b. Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan pada asmanya.
c. Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview, sehingga membantu
penanganan asma terutama asma mandiri.
3. Identifikasi dan mengendalikan factor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Penataklasaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol.
Terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan :
a. Medikasi (obat-obatan)
Medikasi asma ditunjukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas,
terdiri atas pengontrol dan pelega.
b. Tahapan pengobatan
Tabel pengobatan sesuai berat asma
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan,
tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Berat asma Medikasi Alternative/pilihan lain Alternative lain
pengontrol harian
Asma Tidak perlu ------- -------
intermiten
Asma persisten Glukokortikosteroid .teofilin lepas lambat -------
ringan inhalasi (200-400 .kromolin
ug BD/hari atau .leukotriene modifiers
ekivalennya)
Asma persisten Kombinasi inhalasi -glukokortikosteroid inhalasi -ditambah agonis
sedang glukokortikosteroid (400-800 ug BD atau beta-2 kerja lama
(400-800 ug ekivalennya) ditambah oral, atau
BD/hari atau teofilin lepas lambat, atau -ditambah teofilin
ekivalennya) dan -glukokortikosteroid inhalasi lepas lambat
agonis beta-2 kerja (400-800 ug BD atau
lama ekivalensinya) ditambah
agonis beta-2 kerja lama oral
atau
-glukokortikosteroid inhalasi
dosis tinggi (>800 ug BD
atau ekivalennya) ditambah
leukotriene modifiers
Asma persisten Kombinasi inhalasi Prednisolon/metilprednisolon
berat glukokortikosteroid oral selang sehari 10 mg
(>800 ug BD atau ditambahkan agonis beta-2
ekivalennya) dan kerja lama oral, ditambah
agonis beta-2 kerja teofilinlepas lambat
laam, ditambah 1 di
bawah ini :
-teofilin lepas
lambat
-leukotriene
modifiers
-
glukokortikosteroid
oral
Semua tahapan : bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan,
kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi
asma tetap terkontrol
c. Penanganan asma mandiri (pelangi Asma)
Hubungan penderita-dokter yang baik adalah dasar yang kuat untuk terjadi kepatuhan dan
efektif penataklasaan asma. Rencanakan pengobatan asma jangka panjang sesuai kondisi
penderita, realistik/memungkinkan bagi penderita dengan maksud mengontrol asma. Bila
memungkinkan, ajaklah perawat, farmasi, tenaga fisioterapi pernapasan dan lain-lainnya
untuk membantu memberikan edukasi dan menunjang keberhasilan pengobatan
penderita.
Tabel Pelangi Asma
Pelangi Asma, monitoring keadaan asma secara mandiri
Hijau
 Kondisi baik, asma terkontrol
 Tidak ada/minimal gejala
 APE : 80-100% nilai dugaan/terbaik
Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila
tetap berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangan turunkan
terapi

Kuning
 Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut/eksaserbasi
 Dengan gejala asma (asma malam, aktiviti terhambat, batuk, megi dada terasa
berat baik saat aktiviti maupun istrahat) dan/ atau APE 60-80% prediksi/nilai
terbaik
Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikaksi

Merah
 Berbahaya
 Gejala asma terus menerus dan membatasi aktiviti sehari-hari.
 APE <60% nilai dugaan/terbaik
Penderita mebutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan yang
disepakati dokter-penderita secara tertulis. Bila tetap tidak ada respons, segera
hubungi dokter atau ke rumah sakit.

5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut


Tabel Rencana pengobatan serangan asma berdasarkan berat serangan dan tempat pengobatan
SERANGAN PENGOBATAN TEMPAT PENGOBATAN
RINGAN Terbaik: Di rumah
Aktiviti relatif normal Inhalasi agonis beta-2
Berbicara satu kalimat Alternatif : Dipraktek
dalam satu napas Kombinasi oral agonis beta-2 dokter/klinik/puskesmas
Nadi<100 dan teofilin
APE>80%
SEDANG Terbaik Darurat Gawat/RS
Jalan jarak jauh timbulkan Nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 Klinik
gejala jam Praktek dokter
Berbicara beberapa kata Alternatif : Puskesmas
dalam satu napas -Agonis beta-2 ubkutan
Nadi 100-120 -Aminofilin IV
APE 60-80% -Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK
Oksigen bila mungkin
Kortikosteroid sistemik
BERAT Terbaik Darurat Gawat/RS
Sesak saat istirahat Nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 klinik
Berbicara kata perkata jam
dalam satu napas Alternatif :
Nadi>120 -Agonis beta-2 SK/IV
APE<60% atau -Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK
100 l/dtk
Aminofilin bolus dilanjutkan
drip
Oksigen
Kortikosteroid IV
MENGANCAM JIWA Seperti serangan akut berat Darurat Gawat/RS
Kesadaran Pertimbangan intubasi dan ICU
berubah/menurun ventilasi mekanis
Gelisah
Sianosis
Gagal napas

6. Control secara teratur


Pada penataklasaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting diperhatikan oleh dokter yaitu
:
a. Tindak lanjut (follow-up) teratur
b. Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penanganan lanjut bila diperlukan
7. Pola hidup sehat
a. Meningkatkan kebugaran fisis
Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum. Walaupun terdapat salah satu
bentuk asma yang timbul serangan sesudah execise (exercise-induced asthma/EIA), akan
tetapi tidak berarti penderita EIA dilarang melakukan olahraga. Senam Asma Indonesia
(SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang dianjurkan karena melatih dan menguatkan
otot-otot pernapasan khususnya, selain manfaat lain pada olahraga umumnya.
b. Berhenti atau tidak pernah merokok
c. Lingkungan kerja
Kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat menimbulkan asthma.

F. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversible. Obstruksi disebabkan oleh satu atau
lebih dari yang berikut ini : (1) kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki, yang meyempitkan
jalan napas; (2) pembengkakan membrane yang melapisi bronki ; dan (3) pengisian bronki
dengan dengan mucus yang kental. Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar mukosa membesar;
sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara
terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui,
tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan system imunologis dan system saraf otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respons imun yang buruk terhadap
lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam
paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi,
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamine, bradikinin, dan
prostaglandin serta anafilaks dari substansi yang beraksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini
dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan
bronkospasme, pembengkakan membrane mukosa, dan pembentukan mucus yang sangat banyak.
System saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchial diatur oleh impuls saraf
vagal melalui system parasimpatis. Pada asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada
jalan napas dirangsang oleh factor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, dan polutan,
jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung
menyebabkan bronkokontruksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas di
atas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu reseptor α- dan β-adrenergik dari system sarafsimpatis terletak dalam bronki.
Ketika reseptor α- adrenergik dirangsang, terjadi bronkokontruksi ; bronkodilatasi terjadi ketika
reseptor β-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β-adrenergik
dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor-alfa
mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang
dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokontruksi. Stimulasi reseptor-beta mengakibatkan
peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan konstruksi otot
polos.

Anda mungkin juga menyukai