Anda di halaman 1dari 5

2.

Identifikasi kasus

Kasus:

Salah satu tantangan terbesar Indonesia pada abad 21 ialah meningkatnya penderita skizofrenia hingga
mencapai 1% dari total populasi warga negara Indonesia. Pemerintah telah mencanangkan program
Indonesia sehat mental 2014, namun hingga saat ini jumlah penderita kesehatan jiwa terus naik
(Jawapos.com, 2014). Pada tahun 2011 terdapat 2.460 pasien, setahun kemudian jumlahnya bertambah
menjadi 2.582 pasien. Tahun ini, hingga semester I (Januari-Juni) sudah terdapat 1.350 pasien
(Jawapos.com, 2014). Trenggalek merupakan kabupaten dengan tingkat skizofrenia yang cukup tinggi. Di
Trenggalek hanya terdapat satu puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan jiwa yaitu puskesmas
Karanganyar (ANTARA News, 2013). Penderita skizofrenia di Kabupaten Trenggalek mencapai 250
penderita dari total 700.000 jiwa penduduk (Kompas.com, 2012).Namun berdasarkan hasil studi
pendahuluan pada 27/02/2015 di puskesmas pembantu penanganan gangguan jiwa Puskesmas
Karanganyar, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Trenggalek terdapat 1047 penderita gangguan jiwa yang
ditangani di puskesmas-puskesmas se-kabupaten Trenggalek. Dari 1047 penderita 996 pasien merupakan
penderita skizofrenia. Selain itu di Trenggalek, jumlah penderita gangguan jiwa yang di pasung mencapai
60 orang yang tersebar di 12 kecamatan (ANTARA News, 2013). Kecamatan yang ditemukan memiliki
kasus penderita gangguan kejiwaan paling tinggi ialah Kecamatan Suruh dengan jumlah 24 orang dan 5
diantaranya sudah dalam kondisi akut (Kompas.com, 2012). Selain itu, tipografi kabupaten Trenggalek
yang terdiri dari gunung dan pantai membuat akses menuju pusat kesehatan cukup sulit. Disisi lain,
kabupaten Trenggalek juga memiliki tingkat perekonomian yang sedang berkembang sehingga kesadaran
akan kesehatan jiwa masih kurang.

Perspektif Terkait Skizofrenia

Perspektif Biologis

Beberapa studi terkait skizofrenia menyebutkan bahwa skizofrenia disebabkan masalah pada unsur kimia
di otak, termasuk neurotransmiter dopamin dan glutamat (Liputan6.com, 2013). Perspektif biologi
tersebut mengacu pada terlalu aktifnya reseptor dopamin di otak. Satu kemungkinan adalah reaktivitas
berlebihan dari reseptor dopamin untuk menghasilkan pola perilaku yang lebih mencolok (Nevid, 2005).
Dibandingkan peningkatan, reaktivitas dopamin mungkin berhubungan dengan beberapa simptom
negatif skizofrenia (Earnst & Kring dalam Nevid, 2005). Dalam perspektif biologi juga menyebutkan
adanya faktor genetis sebagai penyebab adanya skizofrenia (Wiramihardja, 2007). Dimana jika pada
populasi normal prevalensi penderita skizofrenia sekitar 1%, maka pada keluarga skizofrenia prevelansi
ini meningkat (Fausiah dan Widury, 2007).

Perspektif Psikodinamik
Pandangan psikodinamik menyebutkan bahwa defensi kuat yang dilakukan oleh individu dapat memicu
regresi sebagai pencetus utama skizofrenia (Lubis, 2011). Hal tersebut terjadi karena konflik antara ego
dan dunia luar. Freud (Fausiah dan Widury, 2007) menyebutkan bahwa kerusakan ego (ego defect)
memberikan kontribusi terhadap munculnya simtom skizofrenia. Studi lain oleh Yosep, dkk (2009)
menyebutkan adanya pengalaman traumatis seperti cita-cita yang tidak tercapai, kehilangan orang yang
dicintai, kehilangan pekerjaan, orang tua galak/pola asuh otoriter, dan mendapat perilaku kekerasan
sebagai penyebab skizofrenia.

Perspektif Psikososial

Perubahan sosial, insdustrialisasi dan urbanisasi memiliki andil besar terhadap skizofrenia (Fausiah dan
Widury, 2007). Dibandingkan dengan orang-orang tanpa skizofrenia, orang-orang dengan skizofrenia
lebih memiliki kemungkinan besar untuk hidup dalam lingkungan yang secara penuh dengan stres
(stressfull), seperti dalam lingkungan kota yang miskin dan status jabatan rendah atau pengangguran
(Dohrenwend dkk, dalam Wiramihardja, 2007). Pandangan psikososial juga menyebutkan bahwa
beberapa pasien sizofrenia berasal dari keluarga dengan disfungsi. Sikap keluarga yang patologis secara
signifikan meningkatkan stres emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia (Fausiah dan
Widury, 2007), antara lain: (1) double-bind, anak menerima pesan yang bertolak belakang dari orang tua
berkaitan perilaku, sikap, maupun perasaannya. (2) Schisms and skewed families, terdapat perpecahan
antara orang tua dan anak, sehingga salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak yang
berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga yang skewed, hubungan skewed melibatkan
perebutan kekuasaan dan dominasi dari salah satu orang tua. (3) Pseudomutual and Pseudohostile
Families, keluarga men-suppress ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yang
pseudomutual atau pseudobostik secara konsisten. (4) Ekspresi Emosi, orang tua atau pengasuh
memperlihatkan sikap terlalu banyak mengkritik, kejam, dan sangat ingin ikut campur urusan anak.
Banyak penelitian menunjukkan keluarga dengan ekspresi yang tinggi meningkatkan tingkat relapse pada
pasien skizofrenia.

Perspektif Kognitif

Para ahli kognitif berpendapat bahwa simptom-simptom seperti delusi, dibangun oleh orang dengan
skizofrenia sebagai upaya untuk menjelaskan persepsi dan pengalaman aneh (Garety dalam
Wiramihardja, 2007). Sebagai contoh, seseorang yang mendengar suara-suara aneh dan mengalami
halusinasi perabaan, bahwa sesuatu menangkap lengannya, mungkin mengkomunikasikan pengalaman
ini kepada anggota keluarga lain. Anggota keluarga lain mungkin menolak kebenaran pengalaman
tersebut, untuk kemudain menarik diri atau menjauhinya. Sehingga orang dengan skizofrenia menjadi
percaya bahwa kekuatan asing telah berkonspirasi bersama anggota keluarganya melawan dia, dan
sebuah sistem kepercayaan yang benar-benar paranoid telah lahir (Wiramihardja, 2007). Perspektif ini
juga memandang adanya pola belajar dimana orang mungkin belajar untuk “menghasilkan” perilaku
skizofrenik ketika terdapat lebih banyak kemungkinan untuk diberi imbalan daripada perilaku normal
(Nevid, 2005). Dukungan pandangan ini ditemukan dalam penelitian tentang operant conditioning
dimana perilaku aneh dibentuk dengan imbalan (Nevid, 2005). Dimana kebanyakan orang mempelajari
pengalaman menghadapi stimulus dan mendapatkan keuntungan (reward) karena melakukan tindakan-
tindakan adaptif. Orang-orang skizofrenia tidak menerima latihan dasar ini sehingga hasilnya penderita
skizofrenia hadir menghadapi stimulus tidak relevan dan tidak tahu cara memberikan respon kepada
orang lain yang secara sosial dapat diterima (Wiramihardja, 2007).

Perspektif Diatesis-Stres

Paul Meehl mengungkapkan bahwa orang-orang tertentu menujukkan predisposisi genetis terhadap
skizofrenia dan ditampilkan dalam bentuk perilaku hanya jika diasuh dalam lingkungan yang penuh
dengan stres (Meehl dalam Nevid, 2005). Pandangan ini beranggapan individu mungkin memiliki
kerentangan spesifik (diatesis), yang jika diaktifkan oleh pengaruh stres, akan memungkinkan
berkembangnya simptom skizofrenia (Fausiah dan Widury, 2007). Stresor atau diatesis ini mungkin
bersifat biologis, lingkungan, atau keduanya. Bukti lain menunjukkan bahwa stres psikososial, seperti
kritik yang berulang-ulang dari anggota keluarga, memperburuk simtom-simtom pada orang yang
menderita skizofrenia, meningkatkan risiko kambuh (King & Dixon dalam Nevid, 2005).

Latar Belakang Keluarga Penderita Skizofrenia

Hampir seluruh keluarga penderita skizofrenia yang ada di kabupaten Trenggalek berasal dari keluarga
tidak mampu. Informasi ini diperoleh dari kepala Poli Jiwa yang ada di Puskesmas Karanganyar sebagai
satu-satunya puskesmas yang menjadi rujukan masalah gangguan psikologis di Kabupaten Trenggalek.
Rata-rata keluarga penderita skizofrenia tersebut bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani.
Sedangkan mata pencaharian penderita skizofrenia sebelum mengalami gangguan bervariasi. Ada yang
berprofesi sebagai tenaga kerja wanita di Taiwan, karyawan swasta, serta buruh tani. Setelah didiagnosis
menderita skizofrenia, penderita mengalami hendaya dalam melaksanakan tugas sehari-hari sehingga
penderita menghabiskan waktu di rumah.

Identifikasi Penderita Skizofrenia

Dalam penelitian ini ditemukan dua tema utama yaitu kehidupan sosial yang terlalu dipikirkan secara
mendalam dengan beberapa sub tema antara lain patah hati, keinginan yang tidak dipenuhi, serta
keluarga yang tidak harmonis dan tema kedua ialah biologis dengan sub tema keturunan dari ayah.

Patah Hati

Keadaan yang membuat individu mengalami tekanan batin dan kekecewaan mendalam dengan
kehidupan percintaan (MR-CK-W3). Rasa cinta partisipan terhadap kekasih yang sangat dalam namun
tidak mendapatkan restu dari orang tua. Namun terdapat keinginan dari keluarga untuk segera menikah
tetapi karena efek patah hati tersebut penderita menolak untuk menikah, sehingga membuat penderita
memikirkan hal tersebut secara mendalam (MA-CK-W6). Penderita disukai oleh laki-laki yang tidak
diinginkannya dengan latar belakang cinta segitiga. Penderita mencintai lelaki yang tidak direstui oleh
ayah penderita, namun di sisi lain, penderita disukai lelaki yang tidak dicintainya. Keadaan tersebut
menjadi hal yang sangat dipikirkan secara mendalam oleh penderita hingga tertekan (MR-CK-W8).

Keinginan Yang Tidak Dipenuhi

Penderita sudah bekerja di Perseroan Terbatas (PT), namun memiliki banyak keinginan yang tidak dapat
dipenuhi dengan hasil jerih payahnya. Keinginan-keinginan tersebut bersifat “gengsi” dan merupakan
tuntutan dari lingkungan sehingga penderita harus meminta kepada orang tua (MR-CK-W4). Namun
karena penderita merasa malu untuk meminta kepada orang tua, sehingga membuat penderita tidak
berhasil untuk mewujudkan keinginannya tersebut dan dipikirkan secara mendalam. Tuntutan
lingkungan kerja untuk membeli motor dengan “brand” tertentu tidak diwujudkan oleh penderita.
Lingkungan kerja terus memberi tuntutan untuk segera membeli motor tersebut sehingga penderita
merasa “gengsi” apabila tidak segera memiliki motor tersebut.

Penderita memiliki pola perilaku impulsi dimana penderita suka seenanknya sendiri, tidak mau
mengalah, dan mudah sekali tersinggung apabila keinginannya tidak dituruti (MR-CK-W1). Namun hal
tersebut tidak diiringi dengan usaha yang keras. Sehingga keinginan tersebut tidak pernah terwujud
nyata. Berbagai tuntutan lingkungan akan kebutuhan-kebutuhan imaginer yang harus dipenuhi
menumbuhkan pikiran irasional pada penderita sehingga penderita memikirkan hal-hal tersebut terlalu
mendalam namun tidak pernah diwujudkan. Pola perilaku tersebut terus berulang dan menjadi tekanan
tersendiri bagi penderita (MR-CK-W4).

Keluarga yang Tidak Harmonis

Keluarga yang seharusnya menjadi sosok individu untuk berbagi suka cita malah menjadi pelecut adanya
stresor dalam hidup. Hal ini mengacu pada adanya mertua yang menuntut banyak kepada penderita
sehingga memunculkan tekanan-tekanan tersendiri dan trauma yang menumbuhkan defensi. Mertua
dan suami memiliki kuasa besar terhadap penderita (MR-CK-W2). Dengan kekuasaan tersebut, mertua
dan suami memberikan banyak tekanan-tekanan kepada penderita sehingga menumbuhkan stresor-
stresor baru bagi penderita. Kemudian dengan latar belakang yang suka memendam masalah, penderita
hanya dapat melampiaskan stres tersebut dengan mengaji. Hal tersebut membuat penderita tidak dapat
menyalurkan stresornya sehingga membentuk defensi dan trauma pada individu yang dapat
merentankan ego serta menumbuhkan patologi pada penderita. Penderita tidak hanya memiliki mertua
yang “galak” selain itu, mertua juga menuntut banyak pada penderita (MR-CK-W5). Tuntutan-tuntutan
seperti membelikan anak motor dan senantiasa tampil elegan di depan orang lain. Hal tersebut mungkin
dapat dianggap ringan bagi sebagian orang, namun penderita tidak dapat mewujudkannya dalam
kehidupan nyata dan dipikirkan secara mendalam oleh penderita sehingga menumbuhkan patologi bagi
penderita.

Keturunan Dari Ayah

Faktor genetis ini mengacu pada aspek keturunan yang diturunkan oleh orang tua pada penderita.
Dimana ayah dari penderita mengalami gangguan mental yang sama (MR-CK-W7). Penderita awalnya
tidak mengalami gangguan mental hingga dewasa, namun karena turunan dari ayahnya membuat
penderita terganggu mentalnya. Penderita sering kali mengerang dan menangis tanpa sebab serta
sewaktu-waktu berteriak-teriak, dan sering kali dalam keadaan telanjang.

Anda mungkin juga menyukai