Anda di halaman 1dari 3

Setelah mencuri beberapa data penting di hotel, Peter bergegas melangkahkan kakinya menuju

Pale Slavine tempat perjanjiannya dengan Acer. Baru bertemu mereka memesan beberapa
minuman, membuka buku menu Peter langsung menggerakkan telunjuknya pada menu minuman
memesan cappuccino, sedangkan Acer memesan latte dan sekeranjang bagel. Mereka menyudahi
pesanannya dan menyuruh pelayan tersebut pergi.

Suasana di Pale Slavine, restoran hotel yang ternama cukup sepi. Hanya ada beberapa tamu yang
makan disana. Padahal waktu sudah menunjukkan siang hari.

‘Apa mungkin jam makan siang sudah selesai’ pikir Peter.

Selagi menunggu pesanan mereka datang, dirinya sempat bilang pada Acer bahwa Aaron masih
bersiap-siap dikamarnya. Ia terlalu lelah saat sampai hotel. Jadinya, waktu berleha-leha Peter tadi
sibuk untuk membangunkan anak cross tersebut.

Peter tertawa ketika membayangkan kejadian pagi-pagi buta itu. Membayangkan ketika ia
membangunkan seluruh isi rumah Cross dengan menekan bell berulang kali agar mereka
terbangun dan membukakan pintu untuknya. Karena hampir tiga puluh menit berlalu pintu tak
kunjung dibuka, ia akhirnya menyelinap masuk ke pekarangan dan memanjat pohon maple yang
ada disisi rumah. Pohon maple tua tersebut memiliki cabang dahan yang sedikit menjorok kearah
jendela kamar Aaron di lantai dua. Bergerak mengendap-endap tak menimbulkan suara apapun
bahkan anjing Beethoven coklat pemilik rumah tersebut pun enggan membuka mata karena tak
mendengar suara apapun, bisa diakui bahwa Peter benar-benar ahli melakukan hal ini.

Ia kemudian memanjat pohon tersebut, walaupun lengan kemejanya sedikit sobek akibat
tersangkut di ranting pohon itu. Untung saja jendela kamar anak itu terbuka lebar,
memudahkannya melompat masuk dan melihat posisi tidur Cross yang membungkuk di depan
komputernya menyandarkan kepalanya di atas dokumen dan berkas-berkas penting berlogo
kepolisian. Peter menggeleng pelan saat menceritakan hal tersebut pada Acer.

“Aha, aku paling senang melihat ekspresinya ketika ia tersadar aku membawanya ke kamar
mandi dan mengguyur kepalanya dengan shower.” Ucapnya sarkastik masih tertawa.

Acer yang mendengarnya hanya mendesah pelan. Ia kasihan pada Aaron karena dipaksakan
untuk ikut misi ini, padahal Ia juga harus bergadang membantu kepolisian untuk membuat
laporan-laporan dan membayangkan saat dimana tidur nyenyak anak Cross itu buyar ketika air
dingin yang digunakan Peter untuk mengguyur kepalanya. Bisa-bisa otak jenius Aaron konslet
mendadak akibat ulah Peter.

Tak ingin suasana didominasi oleh agen sialan didepannya, Acer akhirnya angkat bicara. “Hei,
kenapa kau membawa anak Cross itu dalam misi ini?” tanyanya. Pertanyaan simple sebenarnya
bagi Peter tapi dalam benaknya, masih terputar ulang pertanyaan Acer tersebut.

‘Heh, orang ini. Enam tahun aku satu agensi dengannya, dan ia masih bertanya kenapa aku
membawa Aaron dalam misi? Jangankan Aaron, kapanpun aku menjalankan misi denganmu pun
aku pasti akan membawa orang lain bodoh!’ bathinnya geram. Tapi, hal itu hanya disimpan
dalam dalam benak peter.

“Haha, aku? Kebetulan sekali aku sedang cuti dan berencana mengajak Aaron pergi ke festival.”
Ucapnya sambil sedikit terkekeh ketika membandingkan jawaban yang ia berikan dan
pertanyaan Acer lagi tadi. Alih alih untuk memanfaatkan cuti besarnya Peter hanya mengatakan
bahwa ia mengajak Aaron untuk melihat festival Xerces-festival buku dan film dokumenter-
kesukaan Aaron.

Pesanan keduanya baru saja sampai di meja diantarkan seorang maid cantik yang cukup
membuat mata Peter berbinar. Acer hanya berdeham cukup keras agar Peter sadar dan
menghentikan matanya untuk menguntit wajah maid yang sudah melenggang semenit lalu.
Tatapan dingin Acer hanya disambut tawa oleh Peter.

Setelah berbasa basi sekian lama, Peter akhirnya menagih draft yang diberikan dari ECO. Ia
menanyakan hal apa saja yang harus ia kerjakan selama di Ocean’s Reed, daftar misi dan
informasi tambahan lainnya. Acer menggangguk mengiyakan, kemudian ia meletakkan kopor
hitam metalic yang tadi bersandar manis disamping kakinya keatas meja, membukanya dan
mengeluarkan beberapa file. Ada dua stopmap yang dikeluarkan Acer. Menutup kopornya dan
alih-alih menyenderkan kembali, kali ini ia meletakkannya di kursi kosong sebelahnya.

Ia membagi salah satu map kepada Peter dan satu map untuk dirinya. Setelah menerima map
tersebut Peter memposisikan dirinya sedikit lebih santai dari posisi duduknya tadi. Membenarkan
letak kacamatanya dan mengeluarkan isi file dari dalam map tersebut kemudian membacanya.
Sekitar dua puluh menit berlalu dari sejak mereka memesan minuman di sana dan sudah ada
tujuh menit berjalan sejak mereka berkutat dengan draf misi yang dibacanya, tapi masih ada
yang kurang.

“Ah? Dimana Cross? Bukankah kau bilang ia akan sampai sini dua puluh menit lalu?” tanya
Acer penasaran. Peter yang sedaritadi berkutat dengan dokumennya tersebut baru menyadari
akan hal itu. Ia melirik jam tangannya sekali lagi. Jarum jamnya sudah hampir menunjukkan
pukul dua belas lebih dua puluh menit tapi Aaron masih tak datang. Ia menyesap kopinya lagi.

“Telepon saja anak itu” suruh Acer padanya. Peter hanya mengangguk mengiyakan dan
mengalihkan perhatiannya pada ponselnya dari dokumen tadi walaupun ia sedikit jengkel dengan
nada bicara yang digunakan agen sialan didapannya. Ia pun bergegas mencari kontak telepon dan
mencoba menelepon Aaron.

“Telepon yang anda tuju sedang tidak aktif, silahkan coba beberapa saat la—‘ Peter langsung
mematikan panggilan tersebut. Hanya decihan pelan yang terdengar dari bibirnya, walau begitu
tetap lolos di pendengaran Acer.

“Ada apa?” tanya Acer lagi, kali ini ia telah selesai membaca file bagiannya. Peter yang ditanya
masih terdiam, tak biasanya Aaron mematikan ponselnya. Lagipula, jika ponselnya mati pun
Cortana pasti yang akan menjawab panggilan tersebut secara otomatis.

‘Ah,tak biasanya anak itu. Apa yang terjadi’pikirnya.

Anda mungkin juga menyukai