Anda di halaman 1dari 113

Hubungan Iklim (Temperatur,

Kelembaban, Curah Hujan dan


Kecepatan Angin) dengan
Kejadian Malaria di Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2011-
2015

i
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Malaria adalah salah satu penyakit yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina. Malaria masih merupakan masalah kesehatan yang
menjadi perhatian pemerintah dikarenakan Indonesia merupakan negara tropis dan
memiliki beberapa daerah endemis malaria diantaranya Kabupaten Mandailing
Natal. Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya malaria.
Lokasi penelitian di Kabupaten Mandailing Natal dengan menggunakan
data sekunder dari tahun 2011-2015 di Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing
Natal dan BMKG Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan temperatur, kelembaban, curah hujan dan kecepatan angin
dengan kejadian malaria di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2011-
2015.Penelitian ini merupakan desain studi ekologi dimana unit analisisnya
berupa waktu yaitu selama 5 tahun. Analisis data dilakukan secara univariat dan
bivariatdengan menggunakan uji korelasi pearson dan regresi linier sederhana.
Hasil penelitian ini adalah ada hubungan signifikan temperatur dengan
kejadian malaria tahun 2011 (p=0,002) dan hubungan yang sangat kuat berpola
negatif (r=-0,806). Ada hubungan signifikan kelembaban dengan kejadian malaria
tahun 2011 (p=0,004) dan hubungan yang sangat kuat berpola positif (r=0,766).
Ada hubungan signifikan antara curah hujan dengan kejadian malaria tahun 2011
(p= 0,001) dan hubungan sangat kuat berpola positif (r = 0,925). Ada hubungan
signifikan temperatur dengan kejadian malaria tahun 2012 (p=0,011) dan
hubungan yang kuat berpola negatif (r=-0,704). Ada hubungan signifikan
kelembaban dengan kejadian malaria tahun 2012 (p=0,045) dan hubungan yang
sangat kuat berpola positif (r=0,588). Ada hubungan signifikan antara curah
hujan dengan kejadian malaria tahun 2012 (p= 0,025) dan hubungan sangat kuat
berpola positif (r=0,640). Tidak ada hubungan yang signifikan antara temperatur,
kelembaban, dan curah hujan dengan kejadian malaria tahun 2013-2015. Tidak
ada hubungan yang signifikan antara kecepatan angin dengan kejadian malaria di
Kabupaten Mandailing Natal tahun 2011-2015.
Perlu adanya kerjasama lintas program antara Dinas Kesehatan dengan
instansi terkait lainnya untuk memanfaatkan data variasi iklim khususnya
temperatur , kelembaban, dan curah hujan untuk mencegah terjadinya peningkatan
kejadian malaria di masa yang akan datang. Masyarakat diharapkan untuk tetap
menggunakan kelambu anti nyamuk waktu tidur dan tetap menjaga sanitasi
lingkungan di sekitar .

Kata Kunci : Malaria, Iklim, Mandailing Natal.

iii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Malaria is a disease that is transmitted through the bite of a female
Anopheles mosquito. Malaria is still a health problem government attention
because Indonesia is a tropical country and has several malaria endemic areas
including Mandailing Natal District. Climate is one of the factors that influence
the occurrence of malaria.
Research locations in Mandailing Natal District using secondary data
from 2011-2015 at the Mandailing Natal District Health Office and BMKG North
Sumatra Province. This study aims to determine the relationship of temperature,
humidity , rainfall and wind speed with the incidence of malaria in Mandailing
Natal District in 2011-2015 . This study is an ecological study design in which the
unit of analysis is in the form of time for 5 years. Analysis of the data univariate
and bivariat using Pearson correlation test and simple linear regression.
The results of this study were that there was a significant relationship
between the temperature and malaria incidence in 2011 (p=0.002) and strong
relationship at negative pattern (r=-0.806).There was a significant relationship
between humidity and malaria in 2011(p=0.004) and strong relationship is
positively patterned (r=0,766). There is a relationship significant between rainfall
with malaria incidence in 2011 (p=0.001) and strong relationships at positive
patterned (r=0.925) . A significant relationship between temperature and malaria
incidence in 2012 (p=0.0 11) and strong relationship negative pattern (r -0, 704 ).
There is a significant relationship of humidity with malaria incidence in 2012
(r=0.045) and a very strong relationship with a positive pattern (r=0,588). There
is a relationship significant between rainfall with malaria incidence in 2012
(p=0.025) and strong relationships (r=0,640). There is no significant relationship
between temperature, humidity, and rainfall with malaria incidence in 2013-2015
. There is no significant relationship between the speed of wind and the incidence
of malaria in Mandailing Natal District 2011-2015.
There needs to be cross-program collaboration between the Health Office
and other relevant agencies to utilize climate variation, especially temperature,
humidity, and rainfall to prevent an increase in the incidence of malaria in the
future. The community is expected to keep using mosquito nets during sleep and to
maintain environmental sanitation in the vicinit.

Keywords : Malaria, Climate, Mandailing Natal.

iv
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini

dengan judul “Hubungan Iklim (Temperatur, Kelembaban, Curah Hujan, dan

Kecepatan Angin) dengan Kejadian Malaria di Kabupaten Mandailing Natal

Tahun 2011-2015”. Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk

mengetahui hubungan iklim dengan kejadian malaria di kabupaten Mandailing

Natal.

Dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapat

bantuan baik materil maupun moril dari berbagai pihak, untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M. Si. selaku Pimpinan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. dr. Taufik Ashar, MKM selaku dosen Pembimbing Akademik yang
telah banyak memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis dalam

menyelesaikan studi selama perkuliahan.

4. Dr. dr. Taufik Ashar, MKM selaku Ketua Departemen Kesehatan

Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat.

5. dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

dengan sabar membimbing dan memberikan saran kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi.

v
Universitas Sumatera Utara
6. Dra. Nurmaini, MKM., Ph.D selaku Dosen Penguji I yang telah

memberikan bantuan dan saran kepada penulis dalam penulisan skripsi.

7. Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH selaku Dosen Penguji II yang telah

memberikan bantuan dan saran kepada penulis dalam penulisan skripsi.

8. Semua Dosen dan Karyawan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi.

9. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal dan seluruh staf

yang telah membantu penulis dalam penelitian.

10. Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Provinsi

Sumatera Utara dan seluruh staf yang telah membantu penulis dalam

penelitian.

11. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Mandailing Natal dan

seluruh staf yang telah membantu penulis dalam penelitian.

12. Orangtua tercinta yang selalu memberikan doa, semangat, dan dukungan

moril maupun materil dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

13. Saudara - saudaraku yang selalu memberikan doa dan semangat dalam

penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

14. Teman-teman yang telah memberikan semangat, bantuan dan

kerjasamanya.

15. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang ikut

membantu menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah ini.

vi
Universitas Sumatera Utara
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih

jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan karya tulis ilmiah ini

bermanfaat untuk kita semua.

Medan, September 2018

Penulis

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
ABSTRAK ........................................................................................................... iii
ABSTRACT ........................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
RIWAYAT HIDUP............................................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1


Latar Belakang ................................................................................. 1
Rumusan Masalah ............................................................................ 4
Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
Tujuan Umum.......................................................................... 5
Tujuan Khusus ......................................................................... 5
Hipotesis .......................................................................................... 6
Manfaat Penelitian ........................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7


2.1 Pengertian Malaria .................................................................. 7
2.1.1 Gejala Klinis Malaria ...................................................... 8
2.1.1.1 Demam ............................................................. 8
2.1.1.2 Anemia .............................................................. 11
2.1.1.3 Splenomegali ................................................... 12
2.1.2 Masa Inkubasi ................................................................. 13
2.1.3 Cara Penularan Penyakit Malaria ................................... 13
2.1.4 Pencegahan Malaria ....................................................... 14
2.2 Epidemilogi Malaria ............................................................... 15
2.2.1 Penjamu Perantara (Manusia) ....................................... 16
2.2.2 Host Definitif (Anopheles) ........................................... 18
2.2.3 Agent (Parasit Plasmodium) ......................................... 22
2.2.4 Lingkungan (Environment) .......................................... 24
2.3 Iklim ......................................................................................... 26
2.3.1 Unsur-Unsur Iklim ........................................................... 27
2.3.1.1 Temperatur ........................................................... 27
2.3.1.2 Kelembaban .......................................................... 28
2.3.1.3 Curah Hujan ......................................................... 29
2.3.1.4 Kecepatan Angin .................................................. 31
2.4 Perubahan Iklim ....................................................................... 32

viii
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Dampak Perubahan Iklim Bagi Kesehatan........................ 33
2.4.2 Pengaruh Iklim Terhadap Kejadian Malaria ..................... 35
2.5 Kerangka Konsep .................................................................... 39

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 40


3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian .............................................. 40
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian .................................................. 40
3.2.1 Lokasi Penelitian ............................................................ 40
3.2.2 Waktu Penelitian ............................................................ 40
3.3 Populasi Dan Sampel ................................................................ 40
3.3.1 Populasi .......................................................................... 40
3.3.2 Sampel ............................................................................ 41
3.4 Metode Pengumpulan Data ..................................................... 41
3.5 Aspek Pengukuran .................................................................... 41
3.6 Variabel Dan Defenisi Operasional ......................................... 43
3.7 Metode Pengolahan Data ......................................................... 46
3.8 Metode Analisa Data ............................................................... 46
3.7.1 Analisa Univariat ............................................................. 46
3.7.2 Analisa Bivariat ............................................................... 46

BAB IV HASIL ............................................................................................. 49


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................... 49
4.1.1 Keadaan Geografis ........................................................ 49
4.1.2 Keadaan Demografis ...................................................... 50
4.2 Gambaran Kejadian Malaria di Kabupaten Mandailing Natal
Tahun 2011-2015..................................................................... 51
4.3 Gambaran Temperatur Udara di Kabupaten Mandailing Natal
Tahun 2011-2015..................................................................... 52
4.4 Gambaran Kelembaban Udara di Kabupaten Mandailing Natal
Tahun 2011-2015..................................................................... 53
4.5 Gambaran Curah Hujan di Kabupaten Mandailing Natal Tahun
2011-2015................................................................................ 54
4.6 Gambaran Kecepatan Angin di Kabupaten Mandailing Natal
Tahun 2011-2015..................................................................... 56
4.7 Analisis Normalitas Data......................................................... 57
4.8 Analisis Korelasi Data ............................................................. 59
4.9 Gambaran Korelasi Kejadian Malaria dengan Temperatur
Udara di Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011 .............. 62
4.10 Gambaran Korelasi Kejadian Malaria dengan Kelembaban
Udara di Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011................ 63
4.11 Gambaran Korelasi Kejadian Malaria dengan Curah Hujan di
Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011............................... 64
Gambaran Korelasi Kejadian Malaria dengan Temperatur
Udara di Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012 .................. 65
Gambaran Korelasi Kejadian Malaria dengan Kelembaban
Udara di Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012 .................. 66

ix
Universitas Sumatera Utara
Gambaran Korelasi Kejadian Malaria dengan Curah Hujan di
Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012 ................................. 67
Analisis Regresi Linier Sederhana.............................................. 68
BAB V PEMBAHASAN .................................................................................. 69
Gambaran Kejadian Malaria di Kabupaten Mandailing Natal Tahun
2011-2015 ............................................................................................... 71
Temperatur udara .......................................................................... 72
Kelembaban Udara ....................................................................... 74
Curah Hujan .................................................................................. 77
Kecepatan Angin .............................................................................. 79
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 80
Kesimpulan ............................................................................................. 80
Saran 83
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 84
LAMPIRAN

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Masa Inkubasi Penyakit Malaria .....................................................13

Tabel 3.1 Defenisi Operasional .......................................................................43

Tabel 3.2 Panduan Analisis bivariat untuk Melihat kekuatan dan

Kebermaknaan .................................................................................47

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Mandailing Natal Tahun

2011-2015........................................................................................50

Tabel 4.2 Gambaran Kejadian Malaria di Kabupaten Mandailing Natal

Tahun 2011-2015 ............................................................................51

Tabel 4.3 Gambaran Temperatur Udara di Kabupaten Mandailing Natal

Tahun 2011-2015 .............................................................................52

Tabel 4.4 Gambaran Kelembaban Udara di Kabupaten Mandailing Natal

Tahun 2011-2015 .............................................................................53

Tabel 4.5 Gambaran Curah Hujan di Kabupaten Mandailing Natal

Tahun 2011-2015 ............................................................................54

Tabel 4.6 Gambaran Kecepatan Angin di Kabupaten Mandailing Natal

Tahun 2011-2015 ............................................................................56

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian

Tahun 2011 ......................................................................................57

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian

Tahun 2012 ..................................................................................... 57

Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian

Tahun 2013 ......................................................................................58

xi
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian

Tahun 2014 ......................................................................................58

Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian

Tahun 2015 ..................................................................................... 58

Tabel 4.12 Hasil Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian

Tahun 2011 ..................................................................................... 59

Tabel 4.13 Hasil Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian

Tahun 2012 ..................................................................................... 59

Tabel 4.14 Hasil Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian

Tahun 2013 ......................................................................................60

Tabel 4.15 Hasil Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian

Tahun 2014 ......................................................................................61

Tabel 4.16 Hasil Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian

Tahun 2015 ......................................................................................61

Tabel 4.17 Regresi Linier Sederhana Tahun 2011 ............................................67

Tabel 4.18 Regresi Linier Sederhana Tahun 2012 ............................................69

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Dampak Perubahan Iklim terhadap Kesehatan ................................ 34

xii
i
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Mandailing Natal
Tahun 2011-2015 ............................................................................. 50

Grafik 4.2 Hubungan Temperatur Udara dengan Kejadian Malaria di


Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011 ....................................... 62

Grafik 4.3 Hubungan Kelembaban Udara dengan Kejadian


Malaria di Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011 ...................... 63

Grafik 4.4 Hubungan Curah Hujan dengan Kejadian Malaria di


Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011 ....................................... 64

Grafik 4.5 Hubungan Temperatur Udara dengan Kejadian Malaria


di Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012 ................................... 65

Grafik 4.6 Hubungan Kelembaban Udara dengan Kejadian


Malaria di Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012...................... 66

Grafik 4.7 Hubungan Curah Hujan dengan Kejadian Malaria di


Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012 ....................................... 67

xiv

Universitas Sumatera Utara


xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ......................................................................... 86

Lampiran 2 Surat Telah Selesai Penelitian .......................................................... 87

Lampiran 3 Output SPSS .................................................................................... 88

xv
Universitas Sumatera Utara
xvi

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sulastri Marito Sormin yang dilahirkan pada tanggal 15

Mei 1996 di Desa Janjimatogu Kabupaten Mandailing Natal. Beragama Kristen

Protestan, tinggal di Jalan Sering Nomor 91B Medan Pancing, Medan. Penulis

merupakan anak ke tiga dari enam bersaudara. Ayahanda bernama Rinto G.

Sormin dan Ibunda bernama Tiolpina Pasaribu.

Pendidikan formal penulis dimulai sejak Sekolah Dasar SDN 142564

Janjimatogu pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2008, Sekolah Menengah

Pertama SMP Sw. Berkat Aek Bingke pada tahun 2008 sampai dengan tahun

2011, Sekolah Menengah Atas SMA N 1 Panyabungan pada tahun 2011 sampai

tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan Strata 1 (S1) di

Universitas Sumatera Utara Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat di Departemen Kesehatan Lingkungan yang diselesaikaan

pada tahun 2018.

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit malaria menurut Arsin (2012 adalah salah satu penyakit yang

penularannya melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Penyebab penyakit

malaria adalah genus plasmodia family plasmodiidae. Malaria adalah salah satu

masalah kesehatan penting di dunia. Secara umum ada 4 jenis malaria, yaitu

tropika, tertiana, ovale dan quartana. Di dunia ada lebih dari 1 juta meninggal

setiap tahun.

Berdasarkan WHO tahun 2013, kasus malaria di dunia yang terdaftar pada

Global Health Observation (GHO) mencapai 48.231.579 jiwa penduduk, dengan

194.126 jiwa penduduk di antaranya meninggal dunia. Kasus terbanyak terdapat

di Afrika, dan diikuti oleh regional lain seperti Asia Tenggara, Amerika Latin,

Timur Tengah, dan beberapa negara di Eropa.

Di Indonesia, malaria masih merupakan masalah kesehatan yang menjadi

perhatian pemerintah dikarenakan Indonesia merupakan negara tropis dan

memiliki beberapa daerah endemis malaria. Dilaporkan oleh GHO tahun 2013,

tercatat bahwa 194.126 jiwa penduduk Indonesia mengalami kasus malaria, dan

45 di antaranya meninggal dunia (WHO, 2013).

Menurut Dirjen PP dan PL Kepmenkes RI tahun 2012, Annual Parasite

Incidence (API) Nasional tahun 2011 adalah 1,75‰. API adalah angka yang

menunjukkan banyaknya kasus malaria per 1.000 penduduk. Provinsi dengan API

tertinggi adalah Papua Barat 32,25‰, Papua 23,34‰ dan NTT 14,75‰. Masih

terdapat 11 Provinsi lagi dengan angka API diatas angka nasional seperti Maluku

Universitas Sumatera Utara


2

3,97‰, Sulawesi Tengah 3,08‰, Bengkulu 3,02‰, Sulawesi Utara 2,52‰,

Maluku Utara 2,37‰, Kalimantan Selatan 2,29‰, Bangka Belitung 2,28‰,

Kalimantan Barat 1,91‰, dan Gorontalo 1,90‰.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013), insiden malaria

pada penduduk Indonesia tahun 2013 adalah 1,9% menurun dibanding tahun

2007 (2,9%), tetapi di Papua Barat mengalami peningkatan tajam jumlah

penderita malaria yaitu prevalensi malaria tahun 2013 adalah 6,0%. Lima provinsi

dengan insiden dan prevalensi tertinggi adalah Papua (9,8% dan 28,6%), Nusa

Tenggara Timur (6,8% dan 23,3%), Papua Barat (6,7% dan 19,4%), Sulawesi

Tengah (5,1% dan 12,5%), dan Maluku (3,8% dan 10,7%). Dari 33 provinsi di

Indonesia, 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria di atas angka nasional,

sebagian besar berada di Indonesia Timur. Di kawasan lain angka malaria

dilaporkan masih cukup tinggi antara lain di provinsi Kalimantan Barat, Bangka

Belitung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Bengkulu dan Riau.

Di Sumatera Utara penyakit malaria juga banyak ditemukan dibeberapa

daerah diantaranya Kabupaten Mandailing Natal dengan jumlah mencapai 5.037

kasus malaria (API 6,88 ‰), berikutnya Kabupaten Batubara dengan jumlah

penderita sebanyak 1.882 jiwa (API 2,97 ‰ ) serta Kabupaten Asahan sebanyak

823 jiwa (API 1,40 ‰) (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2015).

Menurut Achmadi (2014), banyak faktor yang berkontribusi terhadap

kejadian penyakit. Timbulnya penyakit pada masyarakat tertentu pada dasarnya

merupakan hasil interaksi antara penduduk setempat dengan berbagai komponen

di lingkungannya. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat berinteraksi dengan

Universitas Sumatera Utara


3

pangan, air, udara serta serangga. Apabila berbagai komponen lingkungan

tersebut mengandung bahan berbahaya seperti bahan beracun ataupun bahan

mikroba yang memiliki potensi timbulnya penyakit, maka manusia akan jatuh

sakit dan menurunkan kualitas sumber daya manusia.

Menurut penelitian Suwito, dkk (2010) tentang “Hubungan Iklim,

Kepadatan Nyamuk Anopheles dan Kejadian Penyakit Malaria” di Rajabasa

Lampung Selatan menyatakan bahwa, suhu tidak ada hubungan dengan penyakit

malaria, sedangkan kelembaban udara memiliki hubungan yang bermakna dengan

kepadatan nyamuk Anopheles per orang per malam (MBR), dan terdapat

hubungan yang bermakna antara curah hujan dengan kepadatan Nyamuk

Anopheles MBR. Semakin tinggi kepadatan nyamuk Anopheles maka semakin

besar kasus malaria pada bulan berikutnya.

Menurut Penelitian Suwito, dkk (2010) yang mengutip pendapat Sukowati,

di Indonesia faktor iklim berpengaruh signifikan terhadap risiko penularan

penyakit yang ditularkan oleh vektor seperti demam berdarah dan malaria.

Menurut Martens yang dikutip oleh Suwito, dkk (2010), model matematis

menunjukkan bahwa peningkatan suhu global 30C menjelang tahun 2100 dapat

meningkatkan penyakit malaria 50-80 juta per tahun.

Keadaan topografi Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari persawahan,

kolam ikan, saluran irigasi untuk persawahan, sungai dan hutan. Kondisi seperti

ini secara entomologi telah mengakibatkan semakin luasnya tempat

perkembangbiakan vektor malaria atau nyamuk Anopheles. Kabupaten

Mandailing Natal beriklim hujan tropis dengan suhu udara berkisar antara 23-320

Universitas Sumatera Utara


4

C dan kelembaban udara antara 80-85%. Curah hujan dipengaruhi oleh keadaan

topografi dan perputaran arus udara. Oleh karena itu curah hujan bervariasi

menurut bulan dan wilayah tiap kecamatan.

Pada tahun 2015 jumlah kasus di Kabupaten Mandailing Natal adalah

sebesar 3.421 kasus malaria klinis, sedangkan pada tahun 2014 jumlah kasus

sebesar 5.298 kasus. Kasus tertinggi di tahun 2014 terjadi pada bulan September

yaitu 637 kasus, sedangkan kasus malaria terendah terjadi pada bulan Juli yaitu

260 kasus. Kasus tertinggi pada tahun 2015 terjadi pada bulan Januari yaitu 441

kasus, sedangkan kasus terendah terjadi pada bulan Desember yaitu 165 kasus

(Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2015).

Dengan demikian perubahan iklim khususnya kelembaban, curah hujan,

kecepatan angin dan temperatur perlu untuk diteliti terhadap peningkatan kasus

penyakit malaria di Kabupaten Mandailing Natal guna mencegah dan

mengendalikan terjadinya peningkatan kasus dan persebaran kasus malaria.

Rumusan Masalah
Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya melalui

gigitan nyamuk anopheles betina dan merupakan penyakit endemis di beberapa

daerah di Indonesia. Salah satu daerah endemis malaria adalah kabupaten

Mandailing Natal. Angka Annual Parasite Insidence (API) di kabupaten

Mandailing Natal masih berada di atas angka API nasional. Faktor iklim yang

berubah-ubah dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan vektor

nyamuk malaria. Untuk itu peneliti ingin meneliti adakah hubungan iklim

(temperatur, kelembaban, curah hujan, dan kecepatan angin) dengan kejadian

Malaria di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2011-2015.

Universitas Sumatera Utara


5

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum
Mengetahui hubungan perubahan Iklim (temperatur, kelembaban, curah

hujan, dan kecepatan angin) dengan kejadian penyakit malaria di Kabupaten

Mandailing Natal Tahun 2011-2015 .

Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran kasus malaria selama kurun waktu lima

tahun yaitu tahun 2011-2015.

2. Untuk mengetahui gambaran temperatur selama kurun waktu lima tahun

yaitu tahun 2011-2015.

3. Untuk mengetahui gambaran kelembaban selama kurun waktu lima

tahun yaitu tahun 2011-2015.

4. Untuk mengetahui gambaran curah hujan selama kurun waktu lima

tahun yaitu tahun 2011-2015.

5. Untuk mengetahui gambaran kecepatan angin selama kurun waktu lima

tahun yaitu tahun 2011-2015.

6. Untuk mengetahui hubungan temperatur, kelembaban, curah hujan, dan

kecepatan angin dengan kejadian kasus malaria di Kabupaten

Mandailing Natal selama kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2011-

2015.

Hipotesis

Ada hubungan temperatur, kelembaban, curah hujan, dan kecepatan angin

dengan kejadian malaria di Kabupaten mandailing Natal selama kurun waktu lima

tahun yaitu dari tahun 2011- 2015.

Universitas Sumatera Utara


6

Manfaat Penelitian
1. Berguna bagi Kantor Pusat Penanggulangan malaria Kabupaten

Mandailing Natal dalam melaksanakan pencegahan dan

penanggulangan kasus malaria.

2. Berguna bagi Pemerintah sebagai bahan referensi pembuatan peraturan

perundang-undangan dalam mengatasi dan mencegah persebaran

penyakit malaria.

3. Manfaat bagi penulis dapat menambah pengetahuan dan pengalaman

dalam kegiatan penelitian ini.

4. Sebagai informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Malaria
Malaria berasal dari kata Italia yaitu mal artinya buruk dan area artinya

udara. Jadi secara harfiah malaria berarti penyakit yang sering terjadi pada daerah

dengan udara buruk akibat lingkungan yang buruk. Abad ke-19, Laveran

menemukan “bentuk pisang” (banana form) dalam darah seorang penderita

malaria. Setelah itu, diketahui bahwa malaria disebabkan oleh plasmodium yang

ditularkan oleh nyamuk (Ross,1897) yang banyak terdapat di daerah rawa

(Sorontou, 2013).

Penyakit malaria telah dikenal sejak tahun 1753 dan 1880. Parasit

penyebab penyakit malaria ditemukan oleh Laveran. Tahun 1883, morfologi

Plasmodium mulai dipelajari, dengan menggunakan larutan metilen biru untuk

mewarnai parasit malaria. Tahun 1885, Golgi menjelaskan siklus hidup

Plasmodium, yakni siklus skizogoni eritrosik yang disebut siklus golgi. Siklus

parasit tersebut dalam tubuh nyamuk dipelajari oleh Ross dan Bignami (1989)

(Sorontou, 2013).

Sorontou (2013) yang mengutip pendapat Manson membuktikan bahwa

nyamuk adalah vektor yang menularkan penyakit malaria. Tahun 1984-1954,

siklus skizogoni praeritrositik Plasmodium diteliti kembali secara mendalam, dan

ditemukan bahwa malaria pada manusia disebabkan oleh empat spesies

Plasmodium, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium

ovale, dan Plasmodium malariae.

7
Universitas Sumatera Utara
8

Plasmodium merupakan jenis genus protozoa parasit. Penyakit yang

disebabkan oleh genus ini dikenal sebagai malaria. Parasit ini senantiasa

mempunyai dua inang dalam siklus hidupnya, yaitu vektor nyamuk dan inang

vertebrata. Sekurang-kurangnya 10 spesies menjangkiti manusia. Spesies lainnya

menjangkiti hewan lain, termasuk burung, reptilia, dan hewan pengerat (Achmadi,

2014).

Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium, pada manusia

terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falcifarum, Plasmodium vivax, Plasmodium

malariae ,dan Plasmodium ovale. Plasmodium facifarum menyebabkan infeksi

paling berat dan angka kematian tertinggi (Arsin, 2012).

Gejala Klinis Malaria


Menurut Sorontou (2013), Gejala klinis utama yang disebabkan oleh

parasit Plasmodium malaria yang menginfeksi manusia adalah demam, anemia,

dan splenomegali.

Demam
Demam yang terjadi secara periodik pada infeksi malaria berhubungan

dengan masa pemecahan sejumlah skizon matang yang mengeluarkan merozoit,

kemudian memasuki aliran darah yang disebut sporulasi. Demam mulai timbul

bersamaan dengan pemecahan skiz on darah yang mengeluarkan bermacam-

macam antigen. Antigen tersebut dapat merangsang sel-sel magrofag, monosit

atau limfosit yang mengeluarkan bermacam-macam sitokin, antara lain TNF

(Tumor Necrosis Factor). TNF dapat dibawa aliran darah ke hipotalamus yang

merupakan pusat pengatur suhu dan terjadi demam.

Universitas Sumatera Utara


9

Proses skizoni pada keempat Plasmodium memerlukan waktu yang

berbeda-beda. Skizon setiap kelompok menjadi matang setiap 48 jam pada

malaria vivax (tersiana) dan malaria falciparum sehingga periodisitas demamnya

bersifat tersiana. Skizon menjadi matang setiap 50 jam pada malaria ovale,

sedangkan skizon menjadi matang dengan interval 72 jam pada malaria kuartana

yang disebabkan oleh Plasmodium malariae. Demam pada Plasmodium

falciparum dapat terjadi setiap hari, sedangkan Plasmodium vivax dan

Plasmodium ovale dalam satu hari, dan Plasmodium malariae dalam 2 hari.

Masa tunas intrinsik berakhir dengan timbulnya serangan pertama (firts

attack). Setiap serangan terjadi atas beberapa serangan demam yang timbulnya

secara periodik, bersamaan dengan sporulasi. Timbulnya demam bergantung juga

pada jumlah parasit (pyrogenic level, fever therhold). Berat infeksi pada individu

ditentukan dengan hitung jumlah parasit (parasite count) pada sediaan darah.

Demam biasanya bersifat intermiten (febris continu). Serangan demam malaria

biasanya dimulai dengan gejala prodormal, yaitu lesu, sakit kepala, tidak nafsu

makan, kadang-kadang disertai dengan mual dan muntah. Serangan demam yang

khas terdiri dari beberapa stadium, yaitu :

1. Stadium menggigil, stadium menggigil dimulai dengan perasaan dingin sekali,

hingga menggigil. Penderita menutupi seluruh tubuhnya dengan baju tebal dan

selimut. Nadi penderita cepat, namun lemah, bibir dan jari tangannya menjadi

biru, kulit kering dan pucat, kadang-kadang disertai muntah. Kejang-kejang

sering menyertai gejala ini pada anak. Stadium ini berlangsung 15 menit

sampai 1 jam.

Universitas Sumatera Utara


10

2. Stadium puncak demam, dimulai saat klien merasa dingin sekali, kemudian

berubah menjadi panas sekali. Muka menjadi merah, kulit kering dan terasa

panas seperti terbakar, sakit kepala semakin hebat, disertai mual dan muntah,

nadi penuh dan berdenyut keras. Perasaan haus sekali, terutama pada saat suhu

tubuh naik sampai 410 C (1060 F) atau lebih. Stadium ini berlangsung selama 2

sampai 6 jam.

3. Stadium berkeringat, stadium berkeringat ini dimulai dengan penderita

berkeringat banyak sehingga tempat tidurnya basah. Suhu tubuh turun dengan

cepat, kadang-kadang sampai di bawah ambang normal. Penderita biasanya

dapat tidur dengan nyenyak, dan saat terbangun penderita merasa lemah,

meskipun sehat. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam. Serangan demam

yang khas ini sering dimulai pada siang hari dan berlangsung 8-12 jam. Setelah

itu, terjadi stadium apireksia. Lama serangan untuk gejala demam ini untuk

setiap spesies malaria tidak sama. Gejala infeksi yang timbul kembali setelah

serangan pertama biasanya disebut relaps.

Relaps dapat bersifat: a) Rekrudesensi (relaps jangka pendek) yang timbul

karena parasit dalam darah (daur eritrosit) menjadi banyak. Demam timbul dalam

waktu 8 minggu sesudah serangan pertama hilang; b) Rekurens (relaps jangka

panjang) yang timbul karena parasit dari hati (daur eksoeritrosit) masuk ke dalam

darah dan menjadi banyak sehingga demam timbul lagi dalam 24 minggu atau

lebih setelah serangan-serangan pertama hilang. Apabila infeksi malaria tidak

menunjukkan gejala di antara serangan pertama dan relaps, keadaan ini disebut

periode laten klinis, walaupun ada mungkin parasitemia (parasit di dalam darah)

Universitas Sumatera Utara


11

dan parasit tidak dapat ditemukan dalam darah tepi. Akan tetapi, stadium

eksoeritrosit masih bertahan dalam jaringan hati. Serangan demam semakin lama

semakin berkurang beratnya kerana tubuh manusia dapat beradaptasi dengan

adanya parasit di dalam darah dan respons imun (Sorontou, 2013).

Berbagai gejala dan keluhan penderita dapat mengikuti stadium demam,

seperti pada stadium rigor, penderita menggigil, meskipun suhu tubuh penderita di

atas normal. Pada stadium panas, kulit penderita menjadi kering, muka merah, dan

denyut nadi meningkat. Penderita juga mengeluh pusing, mual, dan kadang-

kadang muntah. Demam yang tinggi dapat menimbulkan kejang pada anak.

Penderita merasa lela dan lemah pada stadium berkeringat akibat keluarnya cairan

yang berlebihan.

Anemia
Anemia pada penderita malaria terjadi karena pecahnya sel darah merah

yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium falciparum

menginfeksi semua jenis sel darah merah. Anemia dapat terjadi pada infeksi akut

dan kronis. Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale yang hanya menginfeksi sel

darah merah muda yang jumlahnya hanya 2 ⁄ dari seluruh jumlah sel darah

merah, sedangkan Plasmodium malariae menginfeksi sel darah merah tua yang

jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Anemia yang disebabkan oleh

Plasmodium ovale, Plasmodium vivax, dan Plasmodium malariae umumnya

terjadi pada keadaan kronis.

Derajat anemia tergantung pada spesies parasit Plasmodium yang

menyebabkannya. Anemia terutama tampak jelas pada malaria kronis. Jenis

anemia yang disebabkan oleh penyakit malaria adalah anemia hemolitik, anemia

Universitas Sumatera Utara


12

hormokrom, dan anemia normositik. Pada serangan akut hemoglobin turun secara

mendadak. Anemia disebabkan oleh beberapa faktor : 1) Penghancuran eritrosit

yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit terjadi di dalam

limpa yang sangat dipengaruhi oleh faktor autoimun; 2) „Reduced survival time”

atau eritrosit normal yang tidak mengandung parasit yang tidak dapat hidup lama;

3) Diseritropoiesis atau gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi

eritropoiesis dalam sumsum tulang, retikulosit tidak dilepaskan dalam peredaran

darahtepi atau perifer (Sorontou, 2013).

Splenomegali
Limpa merupakan organ retikuloendotelial. Plasmodium yang

menginfeksi organ ini dapat difagosit oleh sel-sel makrofag dan limfosit.

Penambahan sel-sel radang ini dapat menyebabkan limpa membesar. Pembesaran

limpa merupakan gejala khas terutama pada malaria kronis. Perubahan pada limpa

biasanya disebabkan oleh kongesti, tetapi kemudian limpa berubah berwarna

hitam karena pigmen yang ditimbun dalam eritrosit yang mengandung parasit

dalam kapiler dan sinusoid hati. Eritrosit yang tampaknya normal dan

mengandung parasit dan granula hemozoid tampak dalam histiosit di pulpa dan

sel epitel sinusoid hati. Pada malaria kronis, jaringan ikat semakin bertambah

sehingga konsistensi limpa menjadi keras (Sorontou, 2013).

Universitas Sumatera Utara


13

Masa Inkubasi

Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh

manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa

inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium (lihat Tabel 2.1). Masa

prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai

parasit dapat dideteksi dalam sel darah merah dengan pemeriksaan mikroskopik.

Tabel 2.1 Masa Inkubasi Penyakit Malaria


Jenis Plasmodium Masa Inkubasi (rata-rata)

P. falciparum 9 – 14 hari (12)

P. vivax 12 – 17 hari (15)

P. ovale 16 – 18 hari (17)

P. malariae 18 – 40 hari (28)

P. knowlesi 10 – 12 hari (11)

Sumber. Permenkes No. 5 tahun 2013

Cara Penularan Penyakit Malaria

Penularan penyakit malaria terjadi secara alamiah dan tidak alamiah:


1. Penularan secara alamiah ( Natural Infection )
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles. Nyamuk ini

jumlahnya kurang lebih ada 80 jenis dan dari 80 jenis itu, hanya kurang

lebih 16 jenis yang menjadi vektor penyebar malaria di Indonesia.

Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina

yang telah terinfeksi oleh Plasmodium. Sebagian besar spesies menggigit

pada senja dan menjelang malam hari. Beberapa vektor mempunyai waktu

puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang fajar. Setelah

Universitas Sumatera Utara


14

nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang mengandung parasit pada

stadium seksual (gametosit), gamet jantan dan betina bersatu membentuk

ookinet di perut nyamuk yang kemudian menembus di dinding perut

nyamuk dan membentuk kista pada lapisan luar dimana ribuan sporozoit

dibentuk. Sporozoit-sporozoit tersebut siap untuk ditularkan. Pada saat

menggigit manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh nyamuk masuk

ke dalam darah manusia sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi

sakit (Arsin, 2012).

2. Penularan Tidak Alamiah

a. Malaria bawaan (congenital)

Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita

malaria. Penularan terjadi melalui tali pusat atau plasenta.

b. Secara mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik.

Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para morfinis yang

menggunakan jarum suntik yang tidak steril (Arsin, 2012).

Pencegahan Malaria
Pencegahan malaria dilakukan terhadap perorangan maupun masyarakat,

dengan cara sebagai berikut:

1. Mengobati penderita dan penduduk yang peka dan pendiam di daerah endemik

2. Mengobati karier malaria menggunakan primakuin, karena agens tersebut

mampu memberantas bentuk gametosit malaria, akan tetapi hindari

penggunaan obat tersebut secara massal karena efek sampingnya

Universitas Sumatera Utara


15

3. Memberi pengobatan profilaksis pada individu yang akan memasuki daerah

endemis malaria

4. Memberantas nyamuk Anopheles yang menjadi vektor penularannya

menggunakan insektisida yang sesuai, dengan cara memusnahkan sarang

nyamuk Anopheles

5. Menghindarkan diri dari gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu jika

tidur, atau menggunakan repelent yang diusapkan pada kulit, jika berada diluar

rumah pada malam hari (Sorontou, 2013).

Epidemiologi Malaria

Menurut Sorontou (2013), epidemiologi malaria adalah ilmu yang

bertujuan menganalisis berbagai faktor yang berhubungan erat dengan timbulnya

masalah penyakit malaria di masyarakat, terutama yang berkaitan dengan

penjamu, agen, dan lingkungan. Penangggulangannya disertai dengan survailens

penyakit malaria yang lebih mengarah pada pencegahan dan penanggulangan

berbagai faktor yang berkaitan erat dengan timbulnya masalah penyakit malaria di

masyarakat secara umum dan secara khusus, terbatas pada sasaran individu

ataupun lingkungan keluarga saja.

Epidemiologi malaria adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang

menentukan distribusi malaria pada masyarakat dan memanfaatkan pengetahuan

tersebut untuk menanggulangi penyakit tersebut. Setelah ditemukannya

insektisida DDT dalam tahun 1936-1939 maka pada tahun 1955-1969

diintensifkan. Namun usaha tersebut hanya berhasil disebagian belahan dunia.

Terbatasnya pengetahuan mengenai biologi parasit, vektor, ekologi manusia dan

Universitas Sumatera Utara


16

lingkungan menjadi hambatan untuk menanggulangi malaria (Harijanto, 2009).

Pendekatan epidemiologi malaria menggunakan interaksi antara tiga faktor: Host

(penjamu), agens (plasmodium), dan environment (lingkungan). Host terbagi atas

dua bagian yakni host definitif yaitu nyamuk Anopheles betina sebagai vektor, dan

host intermediated, yakni manusia. Faktor-faktor yang memengaruhi host

intermediated adalah usia, jenis kelamin, ras, sosial, status, riwayat penyakit

sebelumnya, cara hidup, hereditas atau keturunan, status gizi, dan tingkat

imunitas. Faktor tersebut penting diketahui karena memengaruhi risiko untuk

terpajan oleh sumber penyakit atau penyakit (Sorontou, 2013).

Penjamu Perantara (Manusia)


Hal yang terpenting adalah keberadaan gametosit dalam tubuh manusia

sebagai penjamu perantara, yang kemudian dapat meneruskan daur hidupnya

dalam tubuh nyamuk. Manusia ada yang rentan (susceptible), yang dapat ditulari

dengan malaria, namun terdapat pula yang lebih kebal dan tidak mudah ditulari

malaria. Berbagai bangsa atau ras mempunyai kerentanan yang berbeda-beda atau

faktor ras. Pada umumnya pandangan baru ke daerah endemis, lebih rentan

terhadap malaria daripada penduduk aslinya. Faktor-faktor yang mempengaruh

penjamu intermediated (manusia) adalah usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi,

status, riwayat penyakit sebelumnya, cara hidup, hereditas (keturunan), status gizi,

dan tingkat imunitas.

a. Usia, merupakan faktor yang penting bagi manusia untuk terjadinya penyakit.

Penyakit malaria lebih sering menyerang anak-anak dan lanjut usia, karena

Universitas Sumatera Utara


17

mereka lebih rentan terhadap penyakit malaria. Selain itu daya imunitas anak

belum sempurna, sedang pada lanjut usia, daya imunitas tubuhnya menurun.

b. Jenis kelamin, penyakit malaria dapat menyerang baik laki-laki maupun

perempuan, tanpa terkecuali. Akan tetapi, penyakit malaria yang menginfeksi

ibu hamil, terutama parasit malaria falsiparum dapat menyebabkan anemia

berat dengan kadar hemoglobin yang kurang dari 5%.

c. Ras, pengaruh perbedaan ras terhadap timbulnya penyakit biasanya disebabkan

oleh perbedaan cara hidup, kebiasaan sosial, dan nilai-nilai sosial serta

terkadang keturunan dan daerah tempat tinggal.

d. Riwayat penyakit sebelumnya, bagi mereka yang pernah menderita penyakit

malaria dan tidak berobat sampai sembuh, penyakit malaria ini akan kambuh

atau relaps bila kondisi tubuh menurun.

e. Cara hidup, ini dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan,

ras atau golongan etnis. Kebiasaan hidup di luar rumah mempunyai peluang

lebih besar digigit nyamuk Anopheles dibandingkan di dalam rumah.

f. Sosial ekonomi, keadaan sosial ekonomi erat hubungannya dengan cara hidup.

Apabila keadaan sosial ekonominya cukup, cara memilih sandang, papan dan

panganpun cukup. Dengan demikian individu tersebut tidak mudah terinfeksi

oleh parasit malaria.

g. Hereditas, pengaruh faktor keturunan berkaitan dengan ras atau golongan etnis.

h. Status gizi, faktor gizi sangat mempengaruhi penderita yang terinfeksi oleh

parasit malaria. Individu yang memiliki gizi baik akan mempunyai daya

imunitas tubuh yang kuat sehingga parasit dapat mati di dalam tubuh.

Universitas Sumatera Utara


18

Sebaliknya, jika gizinya buruk, parasit malaria akan berkembang dengan cepat

di dalam tubuh dan dapat menyebabkan kematian, terutama malaria berat.

i. Imunitas, faktor imunitas sangat mempengaruhi serangan penyakit malaria,

karena bila imunitasnya baik atau sempurna, penyakit malaria pun tidak akan

berkembang.

Faktor manusia lainnya adalah angka kematian yang tinggi akibat malaria,

angka kesembuhan sesudah menderita malaria, status kekebalan populasi terhadap

penyakit ini, dan lingkungan hidup serta cara hidup penduduk di daerah malaria

(Sorontou,2013).

Host Definitif (Nyamuk Anhopeles)


Nyamuk Anopheles hidup terutama di daerah tropik dan subtropik, namun

biasa juga hidup di daerah beriklim sedang dan bahkan di daerah Antartika.

Nyamuk Anopheles jarang ditemukan pada ketinggian dataran lebih dari 2000-

2500 m. Sebagian besar nyamuk ditemukan di dataran rendah (Sorontou, 2013).

Faktor yang harus mempengaruhi nyamuk dan harus diperhatikan adalah

tempat berkembang biak nyamuk (breeding places), panjang umur nyamuk, dan

efektivitas sebagai vektor penular, serta jumlah spoorozoit yang diinokulasi setiap

kali menghisap darah penderita donor maupun resipien. Efektivitas vektor untuk

menularakan malaria ditentukan oleh kepadatan vektor dekat permukiman

manusia, kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilik, frekuensi

menghisap darah yang bergantung pada suhu, jika suhu panas nyamuk akan sering

menggigit manusia, lamanya sporogoni (berkembanganya parasit dalam nyamuk

sehingga menjadi infektif), lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni

Universitas Sumatera Utara


19

dan cara menginfeksinya berdea-beda tergantung pada spesiesnya. Kebiasaan

nyamuk Anopheles betina menggigit pada waktu senja dan subuh, dengan

jumlahnya yang berbeda-beda bergantung pada spesiesnya.

Kebiasaan makan dan istirahat nyamuk dapat dibagi menjadi :

1. Endofili, kesukaan nyamuk tinggal dalam rumah atau bangunan

2. Eksofili, kesukaan nyamuk tinggal di luar rumah

3. Endofagi, menggigit dalam rumah atau bangunan

4. Eksofagi, menggigit di luar rumah atau bangunan

5. Antripofili, suka menggigit manusia

6. Zoofili, suka menggigit binatang

Menurut Sorontou (2013), jarak terbang nyamuk terbatas, biasanya tidak

lebih dari 2-3 km dari tempat perindukannya (bleeding place). Apabila kecepatan

angin kuat, nyamuk dapat terbawa sejauh 30 km. Nyamuk dapat terbawa pesawat

terbang atau kapal laut dan menyebarkan penyakit malaria ke daerah yang non

endemik.

Nyamuk Anopheles di seluruh dunia meliputi kira-kira 2000 spesies,

sedangkan nyamuk jenis ini yang dapat menularkan malaria adalah kira-kira 60

spesies. Di Indonesia menurut pengamatan terakhir ditemukan kembali 80 spesies,

sedangkan yang ditemukan sebagai vektor malaria adalah 16 spesies dengan

tempat perindukannya yang berbeda-beda. Di Jawa dan Bali Anopheles sundaicus

dan Anopheles aconitus merupakan vektor utama, sedangkan Anopheles subpictus

dan Anopheles maculatus merupakan vektor sekunder.

Universitas Sumatera Utara


20

Vektor penting yang ditemukan di Sumatera adalah Anopheles sundaicus,

Anopheles maculatus, dan Anopheles nigerrimus, sedangkan Anopheles sinensis

dan Anopheles letifer merupakan vektor yang kurang penting. Anopheles

sundaicus dan Anopheles subpictus banyak terdapat di daerah pantai, sedangkan

Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus banyak terdapat di daerah

pedalaman (Sorontou, 2013).

Di dunia terdapat 422 spesies nyamuk dan ada sekitar 67 spesies yang

telah dikonfirmasi memiliki kemampuan menularkan penyakit malaria. Di

Indonesia sendiri telah diidentifikasi ada 90 spesies, dan 22 (ada yang

menyebutnya 16) di antarannya telah dikonfirmasi sebagai nyamuk penular

malaria. Mereka memiliki habitat mulai dari rawa-rawa, pegunungan, sawah,

pantai, dan lain-lain (Harijanto, 2009).

Menurut Achmadi (2008), peran nyamuk sebagai vektor penular malaria

tergantung kepada beberapa faktor antara lain:

1. Umur nyamuk

Diperlukan waktu untuk perkembangbiakan gametosit dalam tubuh nyamuk

menjadi sporosoit yakni bentuk parasit yakni bentuk parasit yang siap

menginfeksi manusia sehat. Apabila umur nyamuk lebih pendek dari proses

sporogoni, yakni replikasi parasit dalam tubuh nyamuk (sekitar 5-10 hari),

maka dapat dipastikan bahwa nyamuk tersebut tidak dapat menjadi vektor.

2. Peluang kontak dengan manusia


Tidak selamanya nyamuk memiliki kesempatan kontak dengan manusia,

apalagi nyamuk di daerah hutan. Namun harus diwaspadai pada nyamuk yang

memiliki sifat zoofilik, meskipun lebih suka menghisap darah binatang, bila

Universitas Sumatera Utara


21

tidak dijumpai ternak juga menggigit manusia. Pada kesempatan inilah nyamuk

yang siap dengan sporozit dengan kelenjar ludahnya, menular ke manusia.

Peluang kontak dengan manusia, merupakan kesempatan untuk menularkan

atau menyuntikkan sporozoit ke dalam darah manusia.

3. Frekuensi menggigit seekor nyamuk


Semakin sering seekor nyamuk yang mengandung menggigit, maka semakin

besar kemungkinan dia menularkan penyakit malaria.

4. Kerentanan nyamuk terhadap parasit itu sendiri


Nyamuk yang terlalu banyak parasit dalam perutnya tentu biasanya melebihi

kapasitas perut nyamuk itu sendiri, perut biasanya meletus dan mati karenanya.

5. Ketersediaan manusia di sekitar nyamuk


Nyamuk memiliki kebiasaan menggigit di luar maupun di dalam rumah pada

malam hari. Setelah menggigit, beristirahat di dalam rumah maupun di luar

rumah.

6. Kepadatan nyamuk
Umur nyamuk serta pertumbuhan gametosit di dalam perutnya, dipengaruhi

suhu. Suhu lingkungan yang dianggap kondusif berkisar antara 25-300 C dan

kelembaban udara 60-80 %. Kalau kepadatan populasi nyamuk terlalu banyak,

sedangkan ketersediaan pakan misalnya populasi hewan atau manusia di

sekitar tidak ada, maka akan merugikan populasi nyamuk itu sendiri.

Sebaliknya bila pada satu wilayah populasi cukup padat, maka akan

meninggalkan kapasitas vektorial yang kemungkinan nyamuk terinfeksi akan

lebih banyak.

Universitas Sumatera Utara


22

7. Lingkungan
Faktor lingkungan sangat berperan dalam timbulnya nyamuk sebagai vektor

penular penyakit malaria. Faktor-faktor tersebut antara lain, lingkungan fisik,

seperti suhu udara yang mempengaruhi panjang pendeknya masa inkubasi

ekstrinsik, yakni pertumbuhan fase sporogoni dalam perut nyamuk.

Kelembaban udara yang rendah akan memperpendek umur nyamuk. Hujan

yang diselingi panas semakin baik untuk kemungkinan perkembangbiakannya,

sedangkan pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk

berbeda-beda contohnya Anopheles sundaicus lebih suka tempat teduh dan

oleh sebab itu pada musim hujan populasi nyamuk ini berkurang. Faktor lain,

adalah arus air. Adapun variabel lingkungan lainnya adalah lingkungan

kimiawi, sebagai contoh salinitas. Ternyata Anopheles sundaicus memiliki

kadar garam dalam air yang kondusif bagi pertumbuhan antara 12%-18%.

Lingkungan biologik juga berperan dalam perkembangbiakan vektor penular

malaria, misalnya adanya lumut, ganggang berbagai tumbuhan air yang

membuat Anopheles sundaicus dapat berkembang biak.

Agent (Parasit Plasmodium)

Agent adalah spesies parasit Plasmodium yang menyebabkan penyakit

malaria. Spesies parasit malaria tetap hidup dan berkembang dan harus ada di

dalam tubuh manusia. Penularan malaria bermula dari stadium gametosit dalam

tubuh manusia, yang kemudian dapat membentuk stadium infektif atau sporozoid

di dalam nyamuk. Sifat spesies parasit berbeda-beda dari satu daerah dan daerah

lain. Hal itu dapat mempengaruhi terjadinya manifestasi klinis. Masa infektif

Universitas Sumatera Utara


23

Plasmodium falciparum paling pendek, namun menghasilkan parasitemia paling

tinggi, gejala paling berat, dan masa inkubasi paling pendek.

Gametosit Plasmodium falciparum baru berkembang setelah 8-15 hari

sesudah parasit masuk ke dalam darah. Gametosit Plasmodium falciparum

menunjukkan periodisitas dan efektivitas yang berkaitan dengan kegiatan

menggigit vektor Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale. Umumnya, jumlah

parasitemia yang diakibatkannya rendah. Saat ini, telah banyak ditemukan

Plasmodium falciparum yang resisten terhadap klorokuin. Di Indonesia, resistensi

tersebut semakin lama tersebar di banyak daerah (Sorontou, 2013).

Di Indonesia terdapat 4 spesies Plasmodium, yaitu :

1. Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, termasuk wilayah

beriklim dingin, subtropik. Demam terjadi setiap 48 jam atau setiap hari

ketiga, pada waktu siang atau sore. Masa inkubasinya antara 12-17 hari dan

salah satu gejala adalah pembengkakan limpa atau splenomegali.

2. Plasmodium falciparum, merupakan penyebab malaria tropika, secara klinik

berat dan dapat menimbulkan komplikasi berupa malaria cerebral dan fatal.

Masa inkubasi malaria tropika ini sekitar 12 hari, dengan gejala nyeri kepala,

pegal linu, demam tidak begitu nyata, serta kadang dapat menimbulkan gagal

ginjal.

3. Plasmodium ovale, masa inkubasi 12-17 hari, dengan gejala demam setiap 48

jam, relatif ringan dan sembuh sendiri.

4. Plasmodium malariae, merupakan penyebab malaria quartana yang

memberikan gejala demam setiap 72 jam. Malaria jenis ini umumnya terdapat

Universitas Sumatera Utara


24

pada daerah gunung, dataran rendah pada daerah tropik. Biasanya

berlangsung tanpa gejala, dan ditemukan secara tidak sengaja. Namun malaria

jenis ini sering kambuh.

Lingkungan (Environment)

Lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap parasit malaria di

suatu daerah. Lingkungan terbagi menjadi lima bagian :

1. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik yang mempengaruhi perkembangan vektor nyamuk

adalah kondisi suhu, udara, musim, kelembaban udara, cuaca hujan, hujan panas,

angin, sinar matahari, arus air dan kondisi geografis serta geologinya. Selain itu,

iklim juga mempengaruhi ada atau tidaknya parasit malaria. Di daerah yang

beriklim dingin, transmisi parasit malaria tidak dapat terjadi, namun transmisi

tersebut terjadi pada musim panas. Masa inkubasi parasit malaria dapat

terpengaruh oleh iklim. Di daerah yang kurang baik untuk biologi vektor,

kemungkinan terjadi infeksi parasit malaria lebih kecil. Daerah pegunungan pada

umumnya bebas malaria. Perubahan lingkungan dapat menyebabkan perubahan

tempat perindukan vektor. Hal ini sangat memengaruhi keadaan malaria dan dapat

berdampak positif atau negatif terhadap keadaan malaria di daerah tersebut. Suhu

udara, kelembaban, dan curah hujan merupakan faktor untuk transmisi penyakit

malaria.

2. Lingkungan Biologi

Lingkungan biologi terdiri atas ikan pemakan jentik nyamuk atau tumbuh-

tumbuhan yang berfungsi sebagai biokontrol. Ikan pemakan jentik nyamuk seperti

Universitas Sumatera Utara


25

ikan kepala timah, ikan mujair, ikan mas, ikan nila, dan ikan air tawar lainnya

dapat digunakan biokontrol larva atau jentik nyamuk. Kolam ikan bandeng

merupakan man made breeding palces untuk Anopehles sundaicus, sedangkan

pengolahan sawah yang terus-menerus merupakan man made breeding places

untuk Anopheles aconitus. Selain itu, berbagai aktivitas pembangunan dapat

menyebabkan terjadinya man made breeding places untuk vektor nyamuk,

sehingga keadaan dapat memburuk dengan adanya pembangunan.

3. Lingkungan Sosial Ekonomi

Lingkungan sosial ekonomi meliputi kepadatan penduduk, stratifikasi

sosial (tingkat pendidikan, pekerjaan, dll), nilai-nilai sosial, dan kemiskinan dapat

mempengaruhi perkembangan parasit malaria.

4. Lingkungan Sosial Budaya

Sosial budaya berhungan dengan kebiasaan hidup di luar rumah. Individu

yang memiliki kebiasaan hidup di luar rumah berpeluang digigit nyamuk lebih

tinggi dibandingkan mereka yang tinggal di dalam rumah. Akan tetapi, peluang

untuk digigit pun tinggi bila tempat tinggal atau rumah tersebut tidak memenuhi

syarat kesehatan.

5. Lingkungan Kimia

Aliran air yang diberi insektisida seperti abate memang pada awalnya

membunuh jentik nyamuk. Akan tetapi, jentik yang mampu bertahan dapat

berkembang menjadi spesies nyamuk atau Aedes yang kebal terhadap senyawa

insektisida, suhu, udara, kelembaban, curah hujan merupakan faktor penting untuk

transmisi penyakit malaria (Sorontou, 2013).

Universitas Sumatera Utara


26

Iklim

Iklim adalah rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu yang cukup

lama, minimalnya 30 tahun yang sifatnya tetap. Klimatologi ataupun ilmu yang

mempelajari tentang iklim, tidak terlepas dari meteorologi, sehingga kadang-

kadang meteorologi dianggap sama dengan klimatologi. Meteorologi atau ilmu

cuaca menekankan pada proses fisika yang terjadi di atmosfer, misalnya hujan,

angin, dan suhu (Kartasapoetra, 2004).

Iklim merupakan kebiasaan alam yang digerakkan oleh gabungan

beberapa unsur, yaitu radiasi matahari, temperatur, kelembaban, awan, presifikasi,

evaporasi, tekanan udara, dan angin. Unsur-unsur itu berbeda pada tempat yang

satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu disebabkan karena adanya faktor iklim

atau disebut juga dengan pengendali iklim, yaitu :

1. Ketinggian tempat,

2. Latitude atau garis lintang,

3. Daerah tekanan,

4. Arus laut, dan

5. Permukaan tanah

Iklim beserta unsurnya adalah hal penting untuk diperhatikan dan

dipelajari dengan sebaik-baiknya, karena pengaruhnya sering menimbulkan

masalah yang berat bagi manusia serta makhluk hidup. Masalah tersebut

merupakan tantangan bagi manusia dimana ia harus berusaha untuk mengatasinya

dengan menghindari atau memperkecil pengaruh yang tidak menguntungkan

manusia. Manusia tidak mungkin mengalahkan hukum alam, kita hanya mampu

Universitas Sumatera Utara


27

berusaha untuk menghindar atau meperkecil pengaruhnya, yaitu dengan jalan

bersahabat dan melalui penyelidikan untuk mengetahui yang dikehendakinya,

sehingga penyesuaian dan pendekatan dapat dilakukan (Kartasapoetra, 2004).

Perubahan iklim menyebabkan terjadinya kondisi–kondisi ekstrim yang

lebih dikenal dengan El Nino. Dibeberapa wilayah yang spesifik kejadian El

Nino-Southern Oscillation (ENSO) bisa menyebabkan gangguan pada suhu dan

curah hujan dalam rentang waktu 2 sampai 7 tahun (WHO, 2003).

Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, bahwa iklim diperhitungkan

dari keadaan faktor – faktor cuaca seperti suhu udara, kelembaban udara relatif,

curah hujan, kecepatan angin, dan ketinggian permukaan air laut. Berikut kita

bahas mengenai unsur – unsur yang berperan penting dalam penentuan iklim baik

secara global atau hanya pada wilayah tertentu.

Unsur- Unsur Iklim

Temperatur (suhu)

Secara sederhana, suhu dapat didefenisikan sebagai ukuran kecepatan rata-

rata dari molekul-molekul. Jika energi panas diberikan pada air, molekul-

molekulnya akan bergerak lebih cepat dan suhunya naik; sebaliknya jika energi

panas dihilangkan, molekul-molekulnya akan bergerak lebih lambat dan suhunya

turun (Manik, 2012).

Menurut Kartasapoetra (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi suhu

dipermukaan bumi, antara lain:

1. Jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari, dan per musim.

2. Pengaruh daratan atau lautan

Universitas Sumatera Utara


28

3. Pengaruh ketinggian tempat

4. Pengaruh angin secara tidak langsung, misalnya angin yang membawa

panas dari sumbernya secara horizontal.

5. Pengaruh panas laten, yaitu panas yang disimpan dalam atmosfer

6. Penutup tanah, yaitu tanah yang ditutup vegetasi yang mempunyai

temperatur yang lebih rendah daripada tanah tanpa vegetasi.

7. Tipe tanah, tanah gelap indeks suhunya lebih tinggi

8. Pengaruh sudut datang sinar matahari. Sinar yang tegak lurus akan

membuat suhu lebih panas daripada yang datangnya miring.

Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk, suhu yang

optimum berkisar antara 20-300C. Namun, transmisi P.vivax memerlukan rata-rata

suhu minimum 150C dan transmisi P.falciparum memerlukan suhu minimum

190C. Makin tinggis uhu (pada batas tertentu) makin pendek masa inkubasi

ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa

inkubasi ekstrinsik (Arsin, 2012).

Kelembaban (Humidity)
Kelembaban udara adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi

ini dapat diekspresikan dalam kelembaban absolut, kelembaban spesifik atau

kelembaban relatif (Wikipedia, 2018). Alat yang digunakan untuk mengukur

kelembaban udara adalah psychrometer atau hygrometer.

Kelembaban udara mempunyai beberapa istilah yaitu :

1. Kelembaban mutlak atau kelembaban absolute, yaitu massa uap air

persatuan volume udara dinyatakan dalam satuan gram/ m3.

Universitas Sumatera Utara


29

2. Kelembaban spesifik yaitu perbandingan antara massa uap air di udara

dengan satuan massa udara, yang dinyatakan dalam g/kg.

3. Kelembaban nisbi atau lembaban relatif, yaitu perbandingan jumlah uap

air di udara dengan jumlah maksimum uap air yang dikandung udara pada

temperatur tertentu, dinyatakan dalam % (Kartasapoetra, 2008).

Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak

berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling

rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang lebih

tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan sering menggigit, sehingga meningkatkan

penularan malaria (Arsin, 2012).

Curah Hujan

Kita telah mengetahui bersama, bahwa cuaca berawan tidak selalu

mengindikasikan akan terjadi hujan. Pada bagian sebelumnya telah kita

membahas mengenai pembentukan awan yang berawal karena adanya penguapan

(evaporasi) dari air yang ada di permukaan bumi kemudian menjadi awan dengan

proses kondesasi di udara. Awan yang terbentuk terdiri dari butiran uap air.

Butiran awan yang masih sedikit, terlalu ringan untuk bisa mencapai permukaan

bumi. Untuk jatuh sebagai butiran air, awan tersebut membutuhkan proses

kondensasi terlebih dahulu.

Menurut Lakitan (2002) mengutip pendapat Mori dkk membagi tingkatan

hujan berdasarkan intensitasnya, yaitu :

1. sangat lemah (kurang dari 0,02 mm/menit),

2. lemah (0,02-0,05 mm/menit),

Universitas Sumatera Utara


30

3. sedang (0,05-0,25 mm/menit),

4. deras (0,25-1,00 mm/menit) dan

5. sangat deras (lebih dari 1,00 mm/menit).

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika berdasarkan

analisis curah hujan bulanan maka distribusi hujan bulanan diklasifikasikan

sebagai berikut :

1. rendah (0-100 mm)

2. menengah/ sedang (101-200 mm)

3. tinggi (201-400 mm)

4. sangat tinggi (400- >500 mm)

Pola curah hujan di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh keberadaan

Samudra Pasifik di sebelah timur laut dan Samudra Indonesia di sebelah barat

daya. Kedua samudra ini merupakan sumber udara lembab yang akan

mendatangkan hujan di wilayah Indonesia. Keberadaan benua Asia dan Australia

yang mengapit kepulauan Indonesia mempengaruhi pola pergerakan angin. Arah

angin sangat penting perannya dalam mempengaruhi pola curah hujan.

Antara bulan Oktober sampai Maret, angin muson timur laut akan

melintasi garis ekuator dan mengakibatkan hujan lebat, sedangkan antara bulan

April sampai September angin akan bergerak dari arah tengggara melintasi benua

Australia sebelum sampai ke wilayah Indonesia dan angin ini sedikit sekali

mengandung uap air (Lakitan, 2002).

Menurut Arsin (2012), pada umumnya hujan akan memudahkan

perkembangan nyamuk dan terjadinya epidemik malaria. Besar kecilnya

Universitas Sumatera Utara


31

tergantung pada jenis dan deras hujan, jenis nyamuk dan jenis tempat perindukan.

Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya

nyamuk Anopheles.

Kecepatan Angin
Angin merupakan gerakan atau perpindahan massa udara dari suatu tempat

ke tempat lain secara horizontal. Massa udara adalah udara dalam ukuran yang

sangat besar yang mempunyai sifat fisik (temperatur dan kelembaban) yang

seragam dalam arah yang horizontal. Sifat massa udara ditentukan oleh:

1. Daerah atau tempat dimana massa udara terjadi. Jika berasal dari daerah yang

banyak air maka massa udara bersifat lembab. Bila berasal dari daerah kering

bersifat kering,

2. Jalan yang dilalui oleh massa udara. Bila melalui massa udara yang basah maka

akan bersifat semakin lembab karena akan mengisap air dari daerah yang

dilaluinya, dan

3. Umur dari massa udara, artinya waktu yang diperlukan mulai dari terbentuk

sampai berubah menjadi bentuk lain (Kartasapoetra, 2008).

Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan

ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia. Angin tidak

memberikan pengaruh langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan

serangga. Angin memberikan peranan yang besar dalam pola penyebaran

serangga (Arsin 2012).

Universitas Sumatera Utara


32

Perubahan Iklim

Keman (2007) yang mengutip IPCC 2001 Perubahan iklim (climate

change) didefenisikan sebagai perubahan signifikan dari iklim maupun

variabilitas iklim yaang menetap dalam jangka waktu yang lama (satu dekade)

atau seterusnya.

Menurut Miller dan Spoolman (2010), poin penting yang sering diteliti

sekarang terkait masalah perubahan iklim baik itu secara global, regional maupun

lokal adalah mengenai curah hujan dan suhu rata – rata. Atmosfer berfungsi

menjaga kestabilan suhu permukaan bumi. Perubahan iklim tersebut dipicu karena

mulai berubahnya konsentrasi beberapa gas dalam atmosfer. Gas – gas yang

beperan dalam proses perubahan iklim tersebut lebih sering dikenal dengan istilah

green house gases. Isu climate change sering diarahkan kepada peningkatan

komposisi karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca lainnya. CO2 merupakan

gas yang efektif menyerap radiasi dan gelombang panas yang dilepaskan oleh

matahari.

Menurut Kurniawan (2012) yang mengutip pendapat Milller & Spoolman,

2010; Kidd & Kidd, 2006, aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar

fosil, membuka hutan untuk lahan permukiman, akan melepaskan karbon

dioksida, gas methane dan nitrogen oksida ke atmosfer. Atmosfer bumi adalah

suatu sistem yang sifatnya beragam dengan variabilitas yang terjadi pada kisaran

yang sangat besar baik dalam skala waktu maupun jarak. Variasi – variasi yang

kecil sekalipun dalam sirkulasi umum hampir selalu tercermin dalam perubahan

perubahan elemen iklim. Beberapa kawasan mengalami peningkatan curah hujan,

Universitas Sumatera Utara


33

sedangkan kawasan lain mengalami musim kering. Beberapa daerah berkembang

menjadi lebih panas sedangkan pada daerah lain menjadi lebih dingin. Perberdaan

mengenai hujan dan suhu udara sering kali cukup mampu mengubah batas – batas

iklim yang biasa.

Menurut Kurniawan (2012) yang mengutip pendapat Peace, Rata – rata

suhu tahunan Indonesia diketahui telah mengalami peningkatan sejak tahun 1990.

Hasil observasi yang telah dilakukan, peningkatan suhu rata - rata tahunan

Indonesia mencapai 0,30C. Dampak perubahan iklim yang terjadi diperkirakan

juga mempengaruhi curah hujan yang terjadi di Indonesia. Dampak tersebut dapat

mempengaruhi sebesar 2-3 % peningkatan curah hujan di Indonesia.

Dampak Perubahan Iklim Bagi Kesehatan Manusia

Perubahan lingkungan secara global seperti terjadinya perubahan iklim,

penipisan lapisan ozon, degradasi lahan, berkurangnya sumberdaya air, perubahan

fungsi ekosistem, dan kehilangan keanekaragaman hayati merupakan tantangan

tersendiri yang juga berdampak terhadap masalah kesehatan (Bappenas, 2010).

Perubahan iklim secara global mempunyai pengaruh terhadap kesehatan

lingkungan yang akan dihadapi oleh manusia. Perubahan iklim global akan

mempengaruhi kehidupan manusia melalui jalur yang bervariasi dan kompleks

(WHO, 2003). Gambar 2.1 berikut mengilustrasikan bagaimana perubahan

lingkungan global mempengaruhi kesehatan manusia.

Universitas Sumatera Utara


34

Gambar 2.1 Dampak perubahan Iklim terhadap Kesehatan, Sumber:

Bappenas, (2010).

Gambar 2.1 Dampak Perubahan Iklim terhadap Kesehatan, Sumber :

Bappenas, (2010)

Perubahan iklim yang terjadi dapat berdampak langsung ataupun tidak

langsung terhadap kesehatan manusia. WHO (2003) dalam buku Climate change

and human health: risk and reaponses menjelaskan bahwa perubahan iklim yang

terjadi dapat berdampak langsung terhadap kesehatan manusia, contoh terjadinya

gelombang panas. Selain itu juga terjadi kejadian alam yang ekstrim seperti badai,

banjir, kekeringan, dan angin topan yang dapat merugikan kesehatan manusia

dalam banyak cara yang bervariasi. Dampak kesehatan yang tidak langsung yang

terjadi akibat perubahan iklim antara lain, terjadinya gangguan atau permasalah

dalam produksi dan suplai makanan. Menurunnya panen bahan makanan pokok

seperti sereal diperkirakan 790 juta jiwa akan terancam kekurangan nutrisi. Selain

berdampak terhadap produksi dan suplai bahan pangan, perubahan iklim global

ini juga berdampak pada berubahnya pola penularan beberapa penyakit terhadap

manusia. Terdapat dua kelompok penyakit yang berpotensi mengalami pola

Universitas Sumatera Utara


35

penyebaran terkait dengan perubahan iklim ini, yaitu penyakit yang ditularkan

lewat vektor dan penyakit yang ditularkan lewat air.

Menurut Aliyah (2016) yang mengutip pendapat Weaver, akibat

perubahan iklim terdapat beberapa penyakit yang menyebar dari suatu daerah ke

daerah lain. Virus West Nile pertama kali ditemukan di Uganda pada tahun 1937.

Penyakit tropis ini memasuki negara Amerika pada tahun 1999. Pada tahun 2010

penyekit tersebut sudah menyebar di beberapa negara Inggris dan Kanada.

Pemanasan suhu dan kedatangan awal musim semi telah terlibat dalam penyebab

wabah . Penyakit yang di tularkan vektor nyamuk lain yang kemungkinan akan

bergerak ke utara adalah demam berdarah. Wabah sesekali terjadi di perbatasan

Texas dengan Meksiko.

Pengaruh Iklim Terhadap Kejadian Malaria

Menurut Achmadi (2008), iklim dapat mempengaruhi ekosistem, habitat

binatang penular penyakit, bahkan tumbuh kembangnya koloni kuman secara

alamiah. Dengan demikian, secara langsung maupun tidak langsung dapat

mempengaruhi timbulnya suatu penyakit. Timbulnya demam berdarah, malaria

sering dikaitkan dengan curah hujan dan kelembaban. Di samping itu adanya

peningkatan suhu global mengakibatkan perubahan pola transmisi beberapa

parasit dan penyakit baik yang ditularkan langsung maupun yang ditularkan oleh

serangga. Sebagai contoh, penyebaran nyamuk penular demam berdarah dengue,

malaria dan yellow fever akan lebih ke utara atau keselatan katulistiwa seiring

dengan pemanasan global. Iklim dan kondisi cuaca juga berpengaruh terhadap

perkembangbiakan vektor-vektor penyebar penyakit dan terjadi perubahan pada

Universitas Sumatera Utara


36

masa inkubasi virus di dalam tubuh nyamuk. Contohnya, suhu lingkungan yang

lebih hangat akan menyebabkan lebih cepatnya pengaktifan virus dengue di dalam

tubuh nyamuk.

Penelitian telah menunjukkan adanya keterkaitan antara curah hujan dan

penyakit yang disebabkan oleh vektor yang berkembang di air, atau vektor yang

tergantung pada ketersediaan air untuk berkembang biak. Vektor tersebut antara

lain adalah nyamuk yang bisa menyebabkan penyakit malaria, demam berdarah,

dan yellow fever. Banyak bukti yang telah menunjukkan adanya keterkaitan

perkembangan nyamuk dan curah hujan. Penyakit jenis ini lebih sering dikenal

dengan istilah vektor borne disease, atau penyakit yang ditularkan melalui vektor

atau hewan serangga seperti nyamuk. Fluktuasi dan peningkatan suhu

mempengaruhi siklus hidup nyamuk yang semakin singkat. Selain itu juga suhu

juga mempengaruhi masa inkubasi patogen seperti parasit malaria, virus dengue.

(WHO, 2003).

Perubahan iklim dapat juga merubah pola hujan bisa menyebabkan

terjadinya banyak tempat untuk perindukan nyamuk. Vektor borne diseases yang

menjadi perhatian terkait dengan perubahan iklim adalah penyakit malaria,

demam berdarah dengue, dan yellow fever. Selain itu, perubahan iklim juga

berdampak terdahap penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hewan pengerat

(rodent-borne diseases) dan penyakit diare. (WHO, 2003).

Menurut Aliyah (2016) yang mengutip pendapat Sejati, pemanasan global

dan perubahan iklim yang ekstrim menyebabkan daratan tinggi menjadi lebih

hangat, ini menyebabkan spesies nyamuk penyebar malaria dapat berpindah ke

Universitas Sumatera Utara


37

tempat yang lebih tinggi dan berkembang biak. Maka daratan tinggi yang tadinya

dahulu tidak terjangkiti malaria mulai menemukan masalah baru. Kasus malaria di

daerah tropis meningkat pesat. Setiap tahun setidaknya 200 juta orang terjangkit

malaria dan dari jumlah itu sekitar 2 juta orang meninggal. Sebagian besar adalah

anak-anak yang tinggal di daerah tropis dan subtropis, termasuk Afrika tengah,

Amerika Selatan dan Indonesia.

Menurut Sutanto ( yang dikutip oleh Aliyah 2016), perubahan lingkungan

yang dapat menyebabkan perubahan tempat perindukan vektor, sangat

berpengaruh terhadap keadaan malaria dan dapat mempunyai dampak yang positif

atau negatif terhadap keadaan malaria di daerah itu. Suhu udara, kelembaban

udara dan curah hujan merupakan faktor penting untuk transmisi malaria. Di

Indonesia curah hujan dan kepadatan/populasi nyamuk vektor mempunyai

pengaruh yang berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Di Jawa Barat

ditemukan pengaruh curah hujan terhadap kepadatan nyamuk, sedangkan di Jawa

Tengah ditemukan sebaliknya. Tingginya curah hujan dapat mempengaruhi

meningkatnya tempat penampungan air yang cocok untuk tempat perindukan

vektor malaria. Dilaporkan juga siklus el nino dapat berkaitan dengan

meningkatnya risiko terhadap malaria.

Menurut penelitian Suwito,dkk (2010) tentang “Hubungan Iklim,

Kepadatan Nyamuk Anopheles dan Kejadian Penyakit Malaria” di Rajabasa

Lampung Selatan menyatakan bahwa, suhu tidak ada hubungan dengan penyakit

malaria, sedangkan kelembaban udara memiliki hubungan yang bermakna dengan

kepadatan nyamuk Anopheles per orang per malam (MBR), dan terdapat

Universitas Sumatera Utara


38

hubungan yang bermakana antara curah hujan dengan kepadatan Nyamuk

Anopheles MBR. Semakin tinggi kepadatan nyamuk Anopheles maka semakin

besar kasus malaria pada bulan berikutnya.

Universitas Sumatera Utara


39

Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Temperatur

Kelembaban

Kejadian malaria
Curah hujan

Kecepatan Angin

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik dengan desain

studi ekologi menurut waktu (ecological time trend study). Studi ekologi menurut

waktu adalah pengamatan dari waktu ke waktu mengenai korelasi frekuensi angka

kesakitan dan kematian karena suatu penyakit tertentu yang terjadi di masyarakat

dengan usaha kesehatan atau faktor resiko yang terdapat dimasyarakat

(Chandra,B. 2008).

Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal yang menjadi

salah satu kabupaten yang ada kasus malarianya.

Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2018

Populasi dan Sampel


Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data kasus malaria di

Kabupaten Mandailing Natal dari tahun 2011 sampai 2015 yang bersumber dari

dokumen atau laporan kasus malaria Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing

Natal, data hasil pengukuran temperatur (suhu udara), kelembaban, curah hujan,

dan kecepatan angin selama tahun 2011-2015 yang bersumber dari Badan

Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) dan Badan Pusat Statistik (BPS)

kabupaten Mandailing Natal.

Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh total data pada populasi.

Metode Pengumpulan Data

40
Universitas Sumatera Utara
41

Metode pengumpulan data yaitu pengumpulan data sekunder yang diambil

dari Kabupaten Mandailing Natal terkait kasus penyakit Malaria tiap bulannya

dari Tahun 2011-2015. Data hasil pengukuran temperatur (suhu udara),

kelembaban, curah hujan, hari hujan, dan kecepatan angin selama tahun 2011-

2015 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) kabupaten Mandailing

Natal.

Aspek Pengukuran

1. Suhu udara diteliti karena variabel ini berpengaruh terhadap umur

perkembangbiakan vektor nyamuk dan potensi sebagai vektor penularan

malaria. Apabila suhu udara mencapai optimum untuk perkembangbiakan

nyamuk, maka potensi sebagai vektor penularan malaria semakin tinggi

sehingga tingkat risiko penularan malaria juga semakin tinggi. Suhu udara

optimal rata-rata untuk perkembangan larva untuk vektor nyamuk adalah

250C - 270C. Pemberhentian pertumbuhan nyamuk terjadi jika suhu kurang

dari 100C atau lebih dari 400C.

2. Kelembaban udara diteliti karena variabel ini berpengaruh terhadap umur

perkembangbiakan vektor nyamuk dan potensi sebagai vektor penularan

malaria. Kelembaban udara dinyatakan dalam persen (%). Kelembaban

udara dibawah 60% umur nyamuk pendek sehingga potensi sebagai vektor

semakin menurun.

3. Curah hujan diteliti karena dapat mempengaruhi tingkat populasi vektor

nyamuk. Pada saat musim penghujan dimana curah hujan yang sedang

dalam jangka waktu panjang, maka hal ini dapat memicu banyaknya

Universitas Sumatera Utara


42

breeding place sehingga vektor nyamuk terus berkembangbiak dan

meningkat. Dengan begitu, vektor nyamuk tersebut berpeluang menjadi

vektor penular malaria. Curah hujan dinyatakan dalam milimeter (mm).

Distribusi hujan bulanan diklasifikasikan sebagai berikut :

1. rendah (0-100 mm)

2. menengah/ sedang (101-200 mm)

3. tinggi (201-400 mm)

4. sangat tinggi (400- >500 mm)

4. Kecepatan angin secara langsung dapat mempengaruhi kemampuan

terbang vektor nyamuk. Kecepatan angin yang rendah dapat mendukung

vektor nyamuk untuk menular dari satu orang ke orang lain dalam jarak

jauh dan mendukung perkawinan di udara sehingga dapat meningkatkan

perkembangbiakan vektor nyamuk. Kecepatan angin dinyatakan dalam

satuan meter per detik (m/detik).

Universitas Sumatera Utara


43

Variabel dan Defenisi Operasional Tabel

3.1 Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Hasil ukur Alat ukur Cara ukur Skala ukur

Dependen

Kasus Jumlah kasus malaria di Jumlah Laporan Kasus Analisis data Dinas Rasio
Kabupaten Mandailing Malaria Dinas Kesehatan Kabupaten
malaria Natal selama kurun waktu kasus Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal
lima tahun yaitu tahun Mandailing Natal
2011-2015

Independen

Temperatur Suatu keadaan dingin atau Dalam Laporan BMKG Analisis data BMKG Rasio
panas udara yang diperoleh
pertahun dari hasil pengukuran per satuan 0C Sumatera Utara Sumatera Utara
hari selama satu bulan
kemudian dirata-ratakan
setiap tahun (Januari 2011-
Desember 2015)

Kelembaban Keadaan uap air per hari di Dalam Laporan BMKG Analisis data BMKG Rasio
dalam udara ambient yang
diperoleh dari hasil

Universitas Sumatera Utara


44

udara pengukuran harian selama satuan % Sumatera Utara Sumatera Utara


satu bulan kemudian dirata-
pertahun ratakan setiap tahun
(Januari 2011 -Desember
2015)

Curah hujan Jumlah rata-rata air hujan Dalam Laporan BPS Analisis data BPS Rasio
yang turun ke bumi yang
pertahun diperoleh dari hasil satuan mm Kabupaten Kabupaten
pengukuran harian selama
satu bulan kemudian dirata- Mandailing Natal Mandailing Natal
ratakan setiap tahun
(Januari 2011-Desember
2015)

Kecepatan Laju pergerakan angin yang Dalam Laporan BMKG Analisis data BMKG Rasio
diperoleh dari hasil
angin pengukuran per hari selama satuan knot Sumatera Utara Sumatera Utara
satu bulan kemudian dirata-
pertahun ratakan setiap tahun
(Januari 2011-Desember
2015)

Temperatur Suatu keadaan dingin atau Dalam Laporan BMKG Analisis data BMKG Rasio
panas yang diperoleh dari
udara hasil pengukuran per hari satuan 0C Sumatera Utara Sumatera Utara
selama satu bulan kemudian
dirata-ratakan menurut

Universitas Sumatera Utara


45

perbulan bulan selama lima tahun


(Januari 2011-Desember
2015)
Kelembaban Keadaan uap air per hari di Dalam Laporan BMKG Analisis data BMKG
dalam udara ambient yang
udara diperoleh dari hasil satuan % Sumatera Utara Sumatera Utara
pengukuran harian selama
perbulan satu bulan kemudian dirata-
ratakan menurut bulan
selama sepuluh tahun
(Januari 2011-Desember
2015)
Curah hujan Jumlah rata-rata air hujan Dalam Laporan BPS Analisis data BPS Rasio
yang turun ke bumi yang
perbulan diperoleh dari hasil satuan mm Kabupaten Kabupaten
pengukuran harian selama
satu bulan kemudian dirata- Mandailing Natal Mandailing Natal
ratakan menurut bulan
selama lima tahun (Januari
2011-Desember 2015)

Kecepatan Laju pergerakan angin yang Dalam Laporan BMKG Analisis data BMKG Rasio
diperoleh dari hasil
angin pengukuran per hari selama satuan knot Sumatera Utara Sumatera Utara
satu bulan kemudian dirata-
perbulan ratakan menurut bulan
selama lima tahun (Januari
2011-Desember 2015)

Universitas Sumatera Utara


46

Metode Pengolahan Data


Dalam penelitian pengolahan data dilakukan dengan bebarapa tahapan

sebagai berikut (Hastono, S. 2006) :

a. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan data, kejelasan data dan

kekonsistenan data sekunder yang telah ditetapkan dan ditentukan.

b. Coding, ataupun pengkodean yang merupakan kegiatan merubah data

berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan.

c. Procesing, yaitu memasukkan data ke komputer untuk selanjutnya

dilakukan proses pengolahan data.

d. Cleanning data, yaitu melakukan pemeriksaan data dan pembersihan

data apakah ada kesalahan atau tidak.

Metode Analisis Data


Analisis data yang digunakan untuk melihat adanya hubungan antara

variasi iklim (temperatur, kelembaban, curah hujan, dan kecepatan angin) dengan

kejadian penyakit malaria adalah :

Analisis Univariat
Univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi masing –

masing variabel dependen dan variabel independen, yaitu jumlah kasus malaria

dan distribusi frekuensi faktor iklim (temperatur, kelembaban udara, curah hujan,

dan kecepatan angin) di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2011-2015.

Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel

dependen dalam hal ini data kasus malaria dengan variabel independen yaitu

variasi iklim. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan regresi linier dan

uji korelasi untuk mengetahui derajat/keeratan hubungan, uji korelasi dapat juga

Universitas Sumatera Utara


47

untuk mengetahui arah hubungan dua variabel. Hubungan dua variabel dapat

berpola positif maupun negatif. Hubungan positif terjadi bila kenaikan suatu

variabel independen diikuti kenaikan variabel dependen yang lain, sedangkan

hubungan negatif dapat terjadi bila kenaikan suatu variabel independen diikuti

penurunan variabel dependen yang lain.

a. Hubungan temperatur (suhu udara) dengan kejadian kasus malaria di

Kabupaten Mandailing Natal tahun 2011-2015.

b. Hubungan kelembaban dengan kejadian kasus malaria di Kabupaten

Mandailing Natal tahun 2011-2015.

c. Hubungan curah hujan dengan kejadian kasus malaria di Kabupaten Mandailing

Natal tahun 2011-2015.

d. Hubungan kecepatan angin dengan kejadian kasus malaria di Kabupaten

Mandailing Natal tahun 2011-2015.

Dalam melakukan analisis bivariat, yaitu hubungan dua variabel, terdapat

nilai-nilai yang harus diperhatikan untuk melihat kekuatan hubungan dan

kebermaknaan sebuah hubungan yang terjadi. Berikut tabel 3.2 mejelaskan

mengenai parameter yang digunakan dalam melihat sebuah hubungan dua

variabel.

Universitas Sumatera Utara


48

Tabel 3.2 Panduan Analisis bivariat untuk Melihat kekuatan dan

Kebermaknaan

Hubungan Parameter Nilai Interpretasi

Kekuatan 0,00-0,25 Hubungan sangat lemah/


tidak ada hubungan
Hubungan/Korelasi Hubungan sedang
Hubungan kuat
0,26-0,50 Hubungan sangat kuat/
sempurna
0,51-0,75

0,76-1,00

Nilai P<0,05 Terdapat korelasi yang


bermakna antara dua
variabel yang diuji
Tidak terdapat korelasi
yang bermakna antara dua
variabel yang diuji
P>0,05

Arah Korelasi + Searah, semakin besar


nilai suatu variabel,
semakin besar pula nilai
variabel lainnya
Berlawanan arah, semakin
besar nilai suatu variabel,
semakin kecil nilai
variabel lainnya
-

Sumber : Hastono 2006

Selanjutnya untuk mengetahui bentuk korelasi dua variabel dilakukan

analisis regresi. Analisis regresi yang kemudian dilakukan bertujuan untuk

mengetahui bentuk hubungan dua variabel atau lebih. Tujuan analisis regresi

adalah untuk membuat perkiraan (prediksi) nilai variabel kasus malaria (variabel

dependen) melalui variabel iklim (variabel independen).

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL PENELITIAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Keadaan Geografis

Mandailing Natal merupakan wilayah yang berbatasan dengan provinsi

Sumatera Barat. Mandailing Natal terletak pada 0010‟ – 1050‟ lintang utara dan

98010‟ – 100010‟ bujur timur dengan rentang ketinggian 0 – 2.145 m di atas

permukaan laut. Kabupaten Mandailing Natal memiliki luas 6.620,70 km2, dengan

batas wilayah sebagai berikut :

Batas utara : Kabupaten Tapanuli Selatan

Batas selatan : Kabupaten Pasaman

Batas barat : Samudera Indonesia

Batas timur : Kabupaten Pasaman Barat

Panjang garis pantai yang dimiliki kabupaten mandailing Natal sepanjang

170 Km dan mempunyai 24 pulau kecil dimana 4 diantara pulau pulau tersebut

berpenghuni. Administrasi kabupaten mandailing Natal terdiri atas 23 Kecamatan,

27 Kelurahan dan 377 Desa.

49
Universitas Sumatera Utara
50

Keadaan Demografis

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011-2015


(jiwa)
Tahun Total Jumlah Penduduk Kabupaten Mandailing Natal

2011 408.731
2012 410.931
2013 413.475
2014 416.932
2015 430.894
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal

Dari tabel 4.1 dapat diketahui jumlah penduduk di kabupaten Mandailing

Natal dari tahun 2011-2015, bahwa penduduk kabupaten Mandailing Natal

mengalami peningkatan setiap tahunnya dan jumlah penduduk tertinggi adalah

tahun 2015 yaitu 430.894 jiwa.

Jumlah Penduduk Kabupaten


Mandailing Natal
440000
430894
430000
420000 416932
413475 jumlah penduduk
408731 410931 Kabupaten Mandailing
410000
natal
400000
390000
2011 2012 2013 2014 2015
X = Tahun
Y = Jumlah penduduk Kabupaten Mandailing Natal
Grafik 4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Mandailing Natal tahun 2011-2015
Pada Grafik 4.1 menunjukkan jumlah penduduk di Kabupaten Mandailing

Natal mulai dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 meningkat. Jumlah

Universitas Sumatera Utara


51

penduduk terendah pada tahun 2011 yaitu 408.731 jiwa dan yang tertinggi pada

tahun 2015 yaitu 430.894 jiwa.

Gambaran Kejadian Malaria di Kabupaten Mandailing Natal Tahun

2011-2015

Gambaran kejadian malaria tiap bulannya dari tahun 2011 sampai dengan

tahun 2015 pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data Kejadian Malaria di Kabupaten Mandailing Natal Tahun


2011-2015
Bulan 2011 2012 2013 2014 2015
Jan 260 660 809 500 441
Feb 223 711 638 494 360
Mar 387 698 764 356 346
Apr 329 699 778 469 304
Mei 250 640 904 413 217
Jun 201 553 627 389 283
Jul 97 566 500 260 213
Agu 210 327 365 439 321
Sep 256 546 683 637 329
Okt 305 643 602 536 259
Nov 598 857 401 455 183
Des 349 796 473 350 165
Sumber: Laporan Dinas Kesehatan Mandailing Natal tahun 2011-2015

Dari tabel diatas diketahui bahwa malaria pada tahun 2011 tertinggi terjadi

pada bulan November yaitu 598 kejadian dan terendah terjadi pada bulan Juli

yaitu 97 kejadian. Pada tahun 2012 kejadian malaria tertinggi terjadi pada bulan

November yaitu 857 kejadian dan terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu 327

kejadian. Pada tahun 2013 kejadian malaria tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu

Universitas Sumatera Utara


52

904 kejadian dan terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu 365 kejadian. Pada

tahun 2014 kejadian malaria tertinggi terjadi pada bulan September yaitu 637

kejadian dan terendah terjadi pada bulan Juli yaitu 260 kejadian. Pada tahun 2015

kejadian malaria tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu 441 kejadian dan

terendah terjadi pada bulan Desember yaitu 165 kejadian.

Gambaran Temperatur Udara di Kabupaten Mandailing Natal Tahun

2011-2015

Gambaran temperatur udara perbulan di kabupaten Mandailing Natal dari

tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data Temperatur Udara di Kabupaten Mandailing Natal Tahun


2011-2015 (0C)
Bulan 2011 2012 2013 2014 2015

Jan 25,8 26,2 25,6 26,5 26


Feb 26,4 25,6 25,5 26,9 26,4
Mar 25,6 26,2 26,3 26,7 26,5
Apr 25,7 25,6 25,6 25,6 25,8
Mei 26,4 26,7 26,5 25,8 26,7
Jun 26,4 26,3 26,7 26,5 27,2
Jul 26,8 26,5 26,6 26,5 26,7
Agu 26,4 26,5 26,3 26,5 26,2
Sep 26,3 26,4 26,2 25,8 26,5
Okt 25,7 25,8 25,7 25,6 26,4
Nov 25,6 25,6 25,7 25,7 25,8
Des 26 25,7 25,7 26 26,3
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2011-2015

Dari tabel diatas diketahui bahwa temperatur udarapada tahun

2011tertinggi terjadi pada bulan Juli yaitu 26,8 0C dan terendah terjadi pada bulan

Universitas Sumatera Utara


53

25,6 0C. Pada tahun 2012 temperatur udaratertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu

26,7 0C dan terendah terjadi pada bulan Feburari, April dan November yaitu 25,6
0
C. Pada tahun 2013 temperatur udaratertinggi terjadi pada bulan Juni yaitu 26,7
0
C dan terendah terjadi pada bulan Feburari 25,50C. Pada tahun 2014 temperatur

udaratertinggi terjadi pada bulan Februari yaitu 26,9 0C dan terendah terjadi pada

bulan Oktober yaitu 25,6 0C. Pada tahun 2015 temperatur udaratertinggi terjadi

pada bulan Juni yaitu 27,2 0C dan terendah terjadi pada bulan April dan

November yaitu 25,8 0C.

Gambaran Kelembaban Udara di Kabupaten Mandailing Natal


Tahun 2011-2015
Gambaran Kelembaban udara perbulan di Kabupaten Mandailing Natal

dari tahun 2011 sampai tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data Kelembaban Udara di Kabupaten Mandailing Natal Tahun


2011-2015 (%)
Bulan 2011 2012 2013 2014 2015
Jan 81 80 82 81 80
Feb 80 84 81 79 80
Mar 82 82 81 80 80
Apr 80 83 83 82 80
Mei 81 80 83 81 82
Jun 81 81 80 81 77
Jul 79 80 79 80 79
Agu 81 81 85 82 80
Sep 80 81 83 81 81
Okt 82 85 84 84 82
Nov 83 84 85 83 82
Des 83 85 85 84 83
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2011-2015.

Universitas Sumatera Utara


54

Dari tabel 4.4 diketahui rata-rata kelembaban udarapada tahun 2011

tertinggi terjadi pada bulan November dan Desember yaitu 83 % dan terendah

terjadi pada bulanJuli yaitu 79%. Pada tahun 2012 kelembaban udara tertinggi

terjadi pada bulan Oktober dan Desember yaitu 85 % dan terendah terjadi pada

bulanJanuari, Mei dan Juli yaitu 80 %. Pada tahun 2013 kelembaban udara

tertinggi terjadi pada bulan Agustus, November, dan Desember yaitu 85 % dan

terendah terjadi pada bulan Juni yaitu 79 %. Pada tahun 2014 kelembaban udara

tertinggi terjadi pada bulan Oktober dan Desember yaitu 84 % dan terendah

terjadi pada bulan Februari yaitu 79 %. Pada tahun 2015 kelembaban udara

tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu 83 % dan terendah terjadi pada bulan

Juni yaitu 77 %.

Gambaran Curah Hujan di Kabupaten Mandailing Natal Tahun

2011-2015

Gambaran curah hujan perbulan di Kabupaten Mandailing Natal dari tahun

2011 sampai tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Data Curah Hujan di Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011-
2015 (mm)
Bulan 2011 2012 2013 2014 2015
1 2 3 4 5 6
Jan 1446 584 1760 1127 1823
Feb 1130 2602 3004 171 569
Mar 1720 1026 960 823 625
Apr 2341 2024 2120 2373 2200
Mei 1372 760 1004 2120 1363
Jun 1169 1282 778 985 150

Universitas Sumatera Utara


55

1 2 3 4 5 6
Jul 328 851 552 540 885
Agu 1206 1116 1384 1195 1877
Sep 1574 1278 1753 2079 1134
Okt 2241 2117 2589 3013 1535
Nov 3234 3070 3107 2921 2389
Des 1781 3140 3226 1384 1120
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011-2015.

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa curah hujanpada tahun 2011

tertinggi terjadi pada bulan November yaitu 3234 mmdan terendah terjadi pada

bulan Juli yaitu 328 mm. Pada tahun 2012 tertinggi terjadi pada bulan November

yaitu 3070 mmdan terendah terjadi pada bulan Januari yaitu 584 mm.Pada tahun

2013 tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu 3226 mmdan terendah terjadi

pada bulan Juli yaitu 552 mm. Pada tahun 2014 tertinggi terjadi pada bulan

November yaitu 2921 mmdan terendah terjadi pada bulan Februari yaitu 171 mm.

Pada tahun 2015 tertinggi terjadi pada bulan November yaitu 2389 mmdan

terendah terjadi pada bulan Juni yaitu 150 mm.

Universitas Sumatera Utara


56

Gambaran Kecepatan Angin di Kabupaten Mandailing Natal Tahun

2011-2015

Gambaran kecepatan angin perbulan di Kabupaten Mandailing Natal dari

tahun 2011 sampai tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Data Kecepatan Angin di Kabupaten Mandailing Natal Tahun


2011-2015 (Knot)
Bulan 2011 2012 2013 2014 2015
Jan 7 6 6 6 6
Feb 6 6 6 8 7
Mar 7 7 6 7 8
Apr 6 7 7 7 7
Mei 5 6 5 8 7
Jun 6 7 7 9 8
Jul 8 7 7 6 8
Agu 7 7 8 7 7
Sep 6 8 6 6 8
Okt 8 6 7 8 5
Nov 6 6 6 7 7
Des 6 6 5 7 6
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2011-2015.

Dari tabel tersebut diketahui bahwa rata-rata kecepatan angin pada tahun

2011 tertinggiterjadi pada bulan Juli dan Oktober yaitu 8 Knot dan terendah

terjadi pada bulan Mei 5Knot. Pada tahun 2012 kecepatan angin tertinggi terjadi

pada bulan September yaitu 8 Knot dan terendah terjadi pada kecepatan angin 6

Knot. Pada tahun 2013 kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu

8 Knot dan terendah terjadi pada bulan Desember yaitu 5 Knot. Pada tahun 2014

kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Juni yaitu 9 Knot dan terendah terjadi

Universitas Sumatera Utara


57

pada bulan Januari, Juli dan September yaitu 6 Knot. Pada tahun 2015 kecepatan

angin tertinggi terjadi pada pada kecepatan angin 8 Knot dan terendah terjadi pada

bulan Oktober yaitu 5 Knot.

Analisis Normalitas Data

Uji normalitas pada sebuah data dimaksudkan untuk menguji apakah data

berdistribusi normal atau tidak, sehingga dapat menentukan jenis uji statistik yang

dapat digunakan dalam analisis bivariat.

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian Perbulan


Selama Periode Tahun 2011
Variabel Hasil Uji Keterangan
Kejadian Malaria 0,198 Normal
Temperatur 0,200 Normal
Kelembaban 0,200 Normal
Curah Hujan 0,200 Normal
Kecepatan Angin 0,200 Normal

Dari tabel 4.7 menunjukkan bahwa semua variabel penelitian pada tahun

2011 berdistribusi normal.

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian Tahun


2012
Variabel Hasil Uji Keterangan
Kejadian Malaria 0,174 Normal
Temperatur 0,200 Normal
Kelembaban 0,200 Normal
Curah Hujan 0,200 Normal
Kecepatan Angin 0,200 Normal

Dari tabel 4.8 menunjukkan bahwa semua variabel penelitian pada tahun

2012 berdistribusi normal.

Universitas Sumatera Utara


58

Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian Tahun


2013
Variabel Hasil Uji Keterangan
Kejadian Malaria 0,343 Normal
Temperatur 0,200 Normal
Kelembaban 0,200 Normal
Curah Hujan 0,200 Normal
Kecepatan Angin 0,200 Normal

Dari tabel 4.9 menunjukkan bahwa semua variabel penelitian pada tahun

2013 berdistribusi normal.

Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian Tahun


2014
Variabel Hasil Uji Keterangan
Kejadian Malaria 0,446 Normal
Temperatur 0,200 Normal
Kelembaban 0,200 Normal
Curah Hujan 0,200 Normal
Kecepatan Angin 0,200 Normal

Dari tabel 4.10 menunjukkan bahwa semua variabel penelitian pada tahun

2014 berdistribusi normal.

Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian Tahun


2015
Variabel Hasil Uji Keterangan
Kejadian Malaria 0,200 Normal
Temperatur 0,200 Normal
Kelembaban 0,200 Normal
Curah Hujan 0,200 Normal
Kecepatan Angin 0,200 Normal

Dari tabel 4.11 menunjukkan bahwa semua variabel penelitian pada tahun

2015 berdistribusi normal.

Universitas Sumatera Utara


59

Analisis Korelasi Data


Tabel 4.12 Hasil Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian Tahun 2011
Variabel Kejadian Malaria
Keterangan
Independen Nilai p R
Hubungan sangat
kuat, berpola
Temperatur 0,002 -0,806 negatif dan
berkorelasi
signifikan
Hubungan sangat
kuat, berpola positif
Kelembaban 0,004 0,766
dan berkorelasi
signifikan
Hubungan sangat
Curah Hujan 0,001 kuat, berpola positif
0,925 dan berkorelasi
signifikan
Kecepatan Angin 0,413 -0,261 Tidak Signifikan

Hasil uji korelasi data temperatur udara, kelembaban udara, curah hujan,

hari hujan, dan kecepatan angin dengan kejadian malaria di Kabupaten

Mandailing Natal pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.12. Berdasarkan

klasifikasi nilai hubungan dapat disimpulkan bahwa temperatur udara,

kelembaban udara, curah hujan, mempunyai hubungan yang kuat dan berkorelasi

secara signifikan dengan kejadian malaria di kabupaten Mandailing Natal,

sedangkan kecepatan angin tidak berkorelasi signifikan dengan kejadian malaria.

Tabel 4.13 Hasil Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian Tahun 2012
Variabel Kejadian Malaria
Keterangan
Independen Nilai p R
1 2 3 4
Hubungan kuat,
berpola negatif dan
Temperatur 0,011 -0,704
berkorelasi
signifikan
Hubungan kuat,
berpola positif dan
Kelembaban 0,045 0,588
berkorelasi
signifikan

Universitas Sumatera Utara


60

1 2 3 4

Hubungan kuat,
berpola positif dan
Curah Hujan 0,025 0,640 berkorelasi
signifikan
Kecepatan Angin 0,062 -0,554 Tidak Signifikan

Hasil uji korelasi data temperatur udara, kelembaban udara, curah hujan,

hari hujan, dan kecepatan angin dengan kejadian malaria di Kabupaten

Mandailing Natal pada tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 4.13. Berdasarkan

klasifikasi nilai hubungan dapat disimpulkan bahwa temperatur udara,

kelembaban udara, curah hujan, mempunyai hubungan yang kuat dan berkorelasi

secara signifikan dengan kejadian malaria di kabupaten Mandailing Natal,

sedangkan kecepatan angin tidak berkorelasi signifikan dengan kejadian malaria.

Tabel 4.14 Hasil Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian Tahun 2013
Variabel Kejadian Malaria
Keterangan
Independen Nilai p R
Temperatur 0,946 0,022 Tidak Signifikan
Kelembaban 0,283 -0,338 Tidak Signifikan
Curah Hujan 0,325 -0,311 Tidak Signifikan
Kecepatan Angin 0,202 -0,396 Tidak Signifikan

Hasil uji korelasi data temperatur udara, kelembaban udara, curah hujan,

hari hujan, dan kecepatan angin dengan kejadian malaria di Kabupaten

Mandailing Natal pada tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 4.14. Berdasarkan

klasifikasi nilai hubungan dapat disimpulkan bahwa temperatur udara,

kelembaban udara, curah hujan, dan kecepatan angin tidak berkorelasi signifikan

dengan kejadian malaria.

Universitas Sumatera Utara


61

Tabel 4.15 Hasil Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian Tahun 2014
Variabel Kejadian Malaria
Keterangan
Independen Nilai p R
Temperatur 0,237 -0,370 Tidak Signifikan
Kelembaban 0,684 0,132 Tidak Signifikan
Curah Hujan 0,132 0,460 Tidak Signifikan
Kecepatan Angin 0,858 -0,058 Tidak Signifikan

Hasil uji korelasi data temperatur udara, kelembaban udara, curah hujan,

hari hujan, dan kecepatan angin dengan kejadian malaria di Kabupaten

Mandailing Natal pada tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 4.15. Berdasarkan

klasifikasi nilai hubungan dapat disimpulkan bahwa temperatur udara,

kelembaban udara, curah hujan, dan kecepatan angin tidak berkorelasi signifikan

dengan kejadian malaria.

Tabel 4.16 Hasil Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian Tahun 2015
Variabel Kejadian Malaria Keterangan
Independen Nilai p R
Temperatur 0,724 -0,114 Tidak Signifikan
Kelembaban 0,158 -0,435 Tidak Signifikan
Curah Hujan 0,796 -0,084 Tidak Signifikan
Kecepatan Angin 0,865 -0,055 Tidak Signifikan

Tabel 4.16 menunjukkan hasil uji korelasi variabel temperatur udara,

kelembaban udara, curah hujan dan kecepatan angin dengan kejadian malaria di

Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2015. Berdasarkan klasifikasi nilai

hubungan dapat disimpulkan bahwa temperatur udara, kelembaban udara, curah

hujan, dan kecepatan angin tidak berkorelasi signifikan dengan kejadian malaria.

Universitas Sumatera Utara


62

Gambaran Korelasi Kejadian Malaria dengan Temperatur Udara di

Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011

hubungan temperatur dengan kejadian


malaria tahun 2011
700

600
hubungan
500
temperatur dengan
400 kejadian malaria
tahun 2011
300
Linear (hubungan
200 temperatur dengan
kejadian malaria
100 tahun 2011)
0
25,5 26 26,5 27

X = Temperatur udara tahun 2011

Y = Kejadian malaria tahun 2011

Grafik 4.2 Hubungan Temperatur Udara dengan Kejadian Malaria di


Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011

Berdasarkan grafik 4.2 dapat dilihat hubungan antara temperatur udara

dengan kejadian malaria pada tahun 2011. Berdasarkan grafik tersebut diketahui

bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara temperatur udara dengan

kejadian malaria dan berpola negatif yang artinya semakin tinggi temperatur udara

maka kasus malaria semakin rendah atau sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara


63

Gambaran Korelasi Kejadian Malaria dengan Kelembaban Udara di

Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011

hubungan kelembaban dengan kejadian


malaria tahun 2011
700

600

500
hubungan kelembaban
400 dengan kejadian malaria
tahun 2011
300
Linear (hubungan
200 kelembaban dengan
kejadian malaria tahun
100
2011)
0
78 79 80 81 82 83 84

X = Kelembaban udara tahun 2011

Y = Kejadian malaria tahun 2011

Grafik 4.3 Hubungan Kelembaban Udara dengan Kejadian Malaria di


Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011

Berdasarkan grafik 4.3 dapat dilihat hubungan antara kelembaban udara

dengan kejadian malaria pada tahun 2011. Berdasarkan grafik tersebut diketahui

bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara kelembaban udara dengan

kejadian malaria dan berpola positif yang artinya semakin tinggi kelembaban

udara maka kasus malaria semakin tinggi juga atau sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara


64

Gambaran Korelasi Kejadian Malaria dengan Curah Hujan di

Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011

hubungan curah hujan dengan kejadian


malaria tahun 2011
700

600

500 hubungan curah hujan


dengan kejadian
400 malaria tahun 2011

300 Linear (hubungan


curah hujan dengan
200 kejadian malaria
tahun 2011)
100

0
0 1000 2000 3000 4000

X = Curah hujan tahun 2011

Y = Kejadian malaria tahun 2011

Grafik 4.4 Hubungan Curah Hujan dengan Kejadian Malaria di Kabupaten


Mandailing Natal Tahun 2011

Berdasarkan grafik 4.4 dapat dilihat hubungan antara curah hujan dengan

kejadian malaria pada tahun 2011. Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa

terdapat hubungan yang sangat kuat antara curah hujan dengan kejadian malaria

dan berpola positif yang artinya semakin tinggi curah hujan maka kasus malaria

semakin tinggi juga atau sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara


65

Gambaran Korelasi Kejadian Malaria dengan Kelembaban Udara di

Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012

hubungan temperatur dengan kejadian


malaria tahun 2012
900
800
700 hubungan
temperatur dengan
600 kejadian malaria
500 tahun 2012

400
Linear (hubungan
300 temperatur dengan
kejadian malaria
200
tahun 2012)
100
0
25,5 26 26,5 27

X = Temperatur udara tahun 2012

Y = Kejadian malaria tahun 2012

Grafik 4.5 Hubungan Temperatur Udara dengan Kejadian Malaria di

Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012

Berdasarkan grafik 4.5 dapat dilihat hubungan antara temperatur udara

dengan kejadian malaria tahun 2012. Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa

terdapat hubungan yang kuat antaratemperatur udara dengan kejadian malaria dan

berpola negatif yang artinya semakin tinggi temperatur udara maka kasus malaria

semakin rendah atau sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara


66

Gambaran Korelasi Kejadian Malaria dengan Kelembaban Udara di

Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012

hubungan kelembaban udara dengan


kejadian malaria tahun 2012
900
800
700
hubungan kelembaban
600 udara dengan kejadian
500 malaria tahun 2012
400
Linear (hubungan
300 kelembaban udara
200 dengan kejadian malaria
tahun 2012)
100
0
78 80 82 84 86

X = Kelembaban udara tahun 2012

Y = Kejadian malaria tahun 2012

Grafik 4.6 Hubungan Kelembaban Udara dengan Kejadian Malaria di


Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012

Berdasarkan grafik 4.6 dapat dilihat hubungan antara kelembaban udara

dengan kejadian malaria pada tahun 2012. Berdasarkan grafik tersebut diketahui

bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kelembaban udara dengan kejadian

malaria dan berpola positif yang artinya semakin tinggi kelembaban udara maka

kasus malaria semakin tinggi juga atau sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara


67

Gambaran Korelasi Kejadian Malaria dengan Curah Hujan di

Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012

hubungan curah hujan dengan kejadian


malaria tahun 2012
900
800
700
600 hubungan curah hujan
500 dengan kejadian malaria
tahun 2012
400
Linear (hubungan curah
300 hujan dengan kejadian
200 malaria tahun 2012)

100
0
0 1000 2000 3000 4000

X = Curah hujan tahun 2012

Y = Kejadian malaria tahun 2012

Grafik 4.7 Hubungan Curah Hujan dengan Kejadian Malaria di Kabupaten


Mandailing Natal Tahun 2011

Berdasarkan grafik 4.7 dapat dilihat hubungan antara curah hujan dengan

kejadian malaria pada tahun 2012. Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa

terdapat hubungan yang kuat antara curah hujan dengan kejadian malaria dan

berpola positif yang artinya semakin tinggi curah hujan maka kasus malaria

semakin tinggi juga atau sebaliknya

Universitas Sumatera Utara


68

Analisis Regresi Linier Sederhana

Variabel yang menjadi kandidat model regresi linear sederhana adalah

variabel dengan p<0,05. Berdasarkan kriteria tersebut variabel independen yang

memungkinkan untuk dianalisa lanjut menggunakan uji regresi linear adalah

variabel temperatur udara, kelembaban udara dan curah hujan pada tahun 2011dan

tahun 2012. Ukuran yang penting dan sering digunakan dalam analisis regresi

adalah koefisien determinasi atau disimbolkan R2 (R Square).

Koefisiendeterminasi dapat dihitung dengan mengkuadratkan nilai r, atau dengan

formula R2=r2. Koeifisien determinasi berguna untuk mengetahui seberapa besar

variasi variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variabel independen (X). atau

dengan kata lain R2 menunjukkan seberapa jauh variabel independen dapat

memprediksi variabel dependen.Semakin besar nilai R square semakin

baik/semakin tepat variabel independen memprediksi variabel dependen.

Besarnya nialai R square antara 0 s.d. 1 atau antara 0% s.d. 100% (Hastono, S

2006).

Tabel 4.17 Regresi Linier Sederhanapada Tahun 2011


Variabel r R2 Konstanta P value
Temperatur 0,806 0,649 -6718,405 0,002
udara
Kelembaban 0,766 0,586 5919,517 0,004
udara
Curah hujan 0,925 0,856 34,170 0,001

Dari tabel diatas diketahui p value lebih kecil dari pada alpa (<0,05) yaitu

sebesar 0,002 dengan demikian persamaan tersebut bisa untuk digunakan atau

signifikan secara statistik. Hubungan antara temperatur udara dengan kejadian

kasus malaria menunjukkan hubungan kuat (r=0,806) dan berpola negatif, artinya

Universitas Sumatera Utara


69

peningkatan suhu udara sebesar 1 0C menurunkan kasus malaria sebesar 6718,405

dan nilai R square 0,649, artinya sebesar 64,9% variasi temperatur dapat

menjelaskan kasus malaria.

Dari tabel diatas diketahui p value lebih kecil dari pada alpa (<0,05) yaitu

sebesar 0,004 dengan demikian persamaan tersebut bisa untuk digunakan atau

signifikan secara statistik. Hubungan antara kelembaban udara dengan kejadian

kasus malaria menunjukkan hubungan sangat kuat (r=0,766) dan berpola positif,

artinya peningkatan kelembaban udara meningkatkan kasus malaria sebesar

5919,517 dan nilai R square 0,586, artinya sebesar 58,6% variasi kelembaban

dapat menjelaskan kasus malaria.

Dari tabel diatas diketahui p value lebih kecil dari pada alpa (<0,05) yaitu

sebesar 0,001 dengan demikian persamaan tersebut bisa untuk digunakan atau

signifikan secara statistik. Hubungan antara curah hujan dengan kejadian kasus

malaria menunjukkan hubungan sangat kuat (r=0,925) dan berpola positif, artinya

peningkatan curah hujan meningkatkan kasus malaria sebesar 34,170 dan nilai R

square 0,856, artinya sebesar 85,6% variasi curah hujan dapat menjelaskan kasus

malaria.

Tabel 4.18 Regresi Linier Sederhana pada Tahun 2012


Variabel R R2 Konstanta P value
Temperatur 0,704 0,495 6764,495 0,011
udara
Kelembaban 0,588 0,345 2733,416 0,045
udara
Curah hujan 0,640 0,410 482,203 0,025

Universitas Sumatera Utara


70

Dari tabel 4.18 diketahui p value lebih kecil dari pada alpa (<0,05) yaitu

sebesar 0,011 dengan demikian persamaan tersebut bisa untuk digunakan atau

signifikan secara statistik. Hubungan antara temperatur udara dengan kejadian

kasus malaria menunjukkan hubungan kuat (r=0,704) dan berpola negatif, artinya

peningkatan suhu udara sebesar 1 0C menurunkan kasus malaria sebesar 6764,495

dan nilai R square 0,495, artinya sebesar 49,5% variasi temperatur dapat

menjelaskan kasus malaria.

Dari tabel diatas diketahui p value lebih kecil dari pada alpa (<0,05) yaitu

sebesar 0,045 dengan demikian persamaan tersebut bisa untuk digunakan atau

signifikan secara statistik. Hubungan antara kelembaban udara dengan kejadian

kasus malaria menunjukkan hubungan kuat (r=0,588) dan berpola positif, artinya

peningkatan kelembaban udara meningkatkan kasus malaria sebesar 2733,416 dan

nilai R square 0,345, artinya sebesar 34,5% variasi kelembaban dapat menjelaskan

kasus malaria.

Dari tabel diatas diketahui p value lebih kecil dari pada alpa (<0,05) yaitu

sebesar 0,025 dengan demikian persamaan tersebut bisa untuk digunakan atau

signifikan secara statistik. Hubungan antara curah hujan dengan kejadian kasus

malaria menunjukkan hubungan skuat (r=0,640) dan berpola positif, artinya

peningkatan curah hujan meningkatkan kasus malaria sebesar 482,203 dan nilai R

square 0,410, artinya sebesar 41,0% variasi curah hujan dapat menjelaskan kasus

malaria.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PEMBAHASAN

Gambaran Kejadian Malaria di Kabupaten Mandailing Natal Tahun

2011-2015

Penyakit malaria di kabupaten Mandailing Natal selalu ada sepanjang

tahun. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa

kasus malaria selalu berfluktuasi dari bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun. Jika

dilihat dari jumlah kejadiannya perbulan, diketahui bahwa kejadian malaria

tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu 534 kejadian dan April yaitu 515,8

kejadian. Kejadian terendah terjadi pada bulan Juli yaitu 327,2 kejadian dan

Agustus yaitu 332,4 kejadian. Jumlah kejadian malaria pertahun tertinggi terjadi

pada tahun 2012 yaitu 641,3 dan terendah pada tahun 2015 yaitu 285,08 kejadian.

Kejadian malaria tertinggi terjadi pada bulan Januari, Maret, dan April hal

tersebut dapat dikarenakan musim penghujan yang terjadi dari bulan Desember

hingga Maret yang mengakibatkan semakin banyaknya tempat perkembangbiakan

bagi nyamuk Anopheles. Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan

nyamuk dan terjadinya epidemi malaria (Arsin,2012).

Penurunan kejadian malaria pada tahun 2014 dikarenakan Pemerintah

Kabupaten Mandailing Natal mengadakan kegiatan penanggulangan malaria

melalui sosialisasi pencegahan penyakit malaria, pembagian kelambu anti

nyamuk, penyemprotan rumah penduduk, dan pmbagian obat anti malaria (Dinas

Kesehatan Mandailing Natal).

71
Universitas Sumatera Utara
72

Temperatur Udara

Menurut Alethea (2011) yang mengutip pendapat Eberson, temperatur

suatu wilayah sangat memengaruhi pola dan tingkatan transmisi malaria. Waktu

yang dibutuhkan parasit untuk menyempurnakan perkembangannya di dalam

lambung nyamuk sekitar 10 hari, namun bisa saja lebih pendek atau lama

bergantung pada temperatur. Kurang dari sepuluh hari jika suhu meningkat dari

21°C ke 27°C dengan 27°C merupakan suhu optimum. Suhu maksimal untuk

perkembangan parasit adalah 40°C. Siklus hidup P. falciparum terbatas jika suhu

berada di bawah 18°C. Transmisi malaria terkadang muncul pada suhu di bawah

18°C, karena suhu yang lebih hangat di dalam rumah dibandingkan di luar

mengakibatkan nyamuk lebih memilih untuk berada di dalam rumah.

Berdasarkan hasil uji korelasi temperatur udara dengan kejadian malaria di

kabupaten Mandailing Natal tahun 2013 sampai tahun 2015 tidak terdapat korelasi

yang signifikan antara temperatur udara dengan kejadian malaria. Faktor yang

menyebabkan hasil penelitian hubungan temperatur udara dengan kejadian

malaria pada tahun 2013 sampai pada tahun 2015 tidak terdapat hubungan yang

signifikan yaitu adanya kegiatan penanggulangan malaria yang dilakukan oleh

Dinas Kesehatan melalui sosialisasi pencegahan penyakit malaria, pembagian

kelambu anti nyamuk, dan penyemprotan rumah sehingga walaupun persebaran

nyamuk Anopheles tinggi dan masih banyak kasus malaria yang terjadi tidak

berhubungan secara signifikan dengan temperatur udara di Kabupaten Mandailing

Natal (Dinas Kesehatan Mandailing Natal).

Universitas Sumatera Utara


73

Sedangkan hubungan temperatur udara dengan kejadian malaria di

kabupaten Mandailing Natal tahun 2011 menunjukkan korelasi yang sangat kuat

(sempurna) dan berpola negatif yang berarti semakin tinggi temperatur udara

maka kejadian malaria semakin rendah dan sebaliknya. Berdasarkan tingkat

signifikasi menunjukkan bahwa secara statistik terdapat korelasi yang signifikan

antara temperatur udara dengan kejadian malaria pertahunnya (p=0,002).

Hasil analisis regresi linier sederhana memprediksi bahwa variabel

temperatur udara berhubungan dengan jumlah kejadian malaria secara signifikan

dengan koefisien sebesar -6715,405. Artinya, jumlah kasus malaria diprediksikan

akan berkurang sebesar 6718,405 jika nilai temperatur udara naik satu satuan.

Dengan kata lain jika nilai temperatur udara naik atau turun sebesar satu satuan,

maka mengakibatkan perubahan jumlah kasus malaria naik atau turun sebesar

6718,405.

Pada tahun 2012 hubungan temperatur udara dengan kejadian malaria di

kabupaten Mandailing Natal menunjukkan korelasi yang kuat dan berpola negatif

yang berarti semakin tinggi temperatur udara maka kejadian malaria semakin

rendah dan sebaliknya. Berdasarkan tingkat signifikasi menunjukkan bahwa

secara statistik terdapat korelasi yang signifikan antara temperatur udara dengan

kejadian malaria pertahunnya (p=0,002).

Hasil analisis regresi linier sederhana memprediksi bahwa variabel

temperatur udara berhubungan dengan jumlah kejadian malaria secara signifikan

dengan koefisien sebesar -6764,495. Artinya, jumlah kasus malaria diprediksikan

akan berkurang sebesar 6764,495 jika nilai temperatur udara naik satu satuan.

Universitas Sumatera Utara


74

Dengan kata lain jika nilai temperatur udara naik atau turun sebesar satu satuan,

maka mengakibatkan perubahan jumlah kasus malaria naik atau turun sebesar

6764,495.

Temperatur udara berhubungan secara signifikan dengan kejadian malaria

di Kabupaten Mandailing Natal, kejadian malaria masih cenderung menurun

sedangkan temperatur udara semakin meningkat setiap tahunnya. Penurunan

temperatur udara sebesar satu satuan memperanguruhi peningkatan kasus malaria

di Kabupaten Mandailing Natal.

Penelitian ini sejalan dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Raharjo (2003) bahwa suhu udara dan kejadian malaria memiliki korelasi secara

negatif, hal itu memberikan gambaran bahwa semakin tinggi suhu udara maka

akan semakin rendah kepadatan nyamuk sehingga kejadian malaria berkurang.

Sebaliknya semakin rendah suhu udara sampai pada suhu tertentu yang sesuai

dengan pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Anopheles.

Kelembaban Udara

Menurut Arsin (2012) kelembaban yang rendah memperpendek umur

nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60%

merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada

kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan sering menggigit,

sehingga meningkatkan penularan malaria.

Berdasarkan hasil uji korelasi kelembaban udara dengan kejadian malaria

di kabupaten Mandailing Natal tahun 2013 sampai tahun 2015 tidak terdapat

korelasi yang signifikan antara kelembaban udara dengan kejadian malaria. Faktor

Universitas Sumatera Utara


75

yang menyebabkan hasil penelitian hubungan kelembaban udara dengan kejadian

malaria pada tahun 2013 sampai pada tahun 2015 tidak terdapat hubungan yang

signifikan yaitu adanya kegiatan penanggulangan malaria yang dilakukan oleh

Dinas Kesehatan melalui sosialisasi pencegahan penyakit malaria, pembagian

kelambu anti nyamuk, dan penyemprotan rumah sehingga walaupun persebaran

nyamuk Anopheles tinggi dan masih banyak kasus malaria yang terjadi tidak

berhubungan secara signifikan dengan kelembaban udara di Kabupaten

Mandailing Natal (Dinas Kesehatan Mandailing Natal).

Sedangkan hubungan kelembaban udara dengan kejadian malaria di

kabupaten Mandailing Natal tahun 2011 menunjukkan korelasi yang sangat kuat

(sempurna) dan berpola positif yang berarti semakin tinggi kelembaban udara

maka kejadian malaria semakin tinggi dan sebaliknya. Berdasarkan tingkat

signifikasi menunjukkan bahwa secara statistik terdapat korelasi yang signifikan

antara kelembaban udara dengan kejadian malaria pertahunnya (p=0,004).

Hasil analisis regresi linier sederhana memprediksi bahwa variabel

kelembaban udara berhubungan dengan jumlah kejadian malaria secara signifikan

dengan koefisien sebesar 5919,517. Artinya, jumlah kasus malaria diprediksikan

akan bertambah sebesar 5919,517 jika nilai kelembaban udara naik satu satuan.

Dengan kata lain jika nilai kelembaban udara naik atau turun sebesar satu satuan,

maka mengakibatkan perubahan jumlah kasus malaria naik atau turun sebesar

5919,517.

Pada tahun 2012 hubungan kelembaban udara dengan kejadian malaria di

kabupaten Mandailing Natal menunjukkan korelasi yang kuat dan berpola positif

Universitas Sumatera Utara


76

yang berarti semakin tinggi kelembaban udara maka kejadian malaria semakin

tinggi dan sebaliknya. Berdasarkan tingkat signifikasi menunjukkan bahwa secara

statistik terdapat korelasi yang signifikan antara kelembaban udara dengan

kejadian malaria pertahunnya (p=0,045).

Hasil analisis regresi linier sederhana memprediksi bahwa variabel

kelembaban udara berhubungan dengan jumlah kejadian malaria secara signifikan

dengan koefisien sebesar 2733,416. Artinya, jumlah kasus malaria diprediksikan

akan bertambah sebesar 2733,416 jika nilai kelembaban udara naik satu satuan.

Dengan kata lain jika nilai kelembaban udara naik atau turun sebesar satu satuan,

maka mengakibatkan perubahan jumlah kasus malaria naik atau turun sebesar

2733,416.

Menurut Sorontou (2013) kelembaban optimum untuk pertumbuhan

nyamuk Anopheles adalah antara 60-80%. Sehingga perkembangan nyamuk bisa

lebih banyak dan penularannya juga lebih tinggi karena kelembaban udara yang

rendah dapat memperpendek umur nyamuk Anopheles, kelembaban 63% adalah

angka terendah yang memungkinkan adanya penularan, kecepatan berkembang

biak, dan mempengaruhi kebiasaan menggigit dari nyamuk.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Suwito, dkk pada

tahun 2010 di Rajabasa Lampung Selatan yaitu kelembaban udara mempunyai

hubungan bermakna dengan kepadatan nyamuk Anopheles, sedangkan kepadatan

nyamuk Anopheles mempunyai hubungan bermakna dengan kasus malaria.

Universitas Sumatera Utara


77

Curah Hujan

Menurut Arsin (2012) pada umumnya hujan akan memudahkan

perkembangan nyamuk dan terjadinya epidemik malaria. Besar kecilnya

tergantung pada jenis dan deras hujan, jenis nyamuk dan jenis tempat perindukan.

Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya

nyamuk Anopheles.

Berdasarkan hasil uji korelasi curah hujan dengan kejadian malaria di

Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2011-2013 tidak memiliki hubungan

yang bermakna (p>0,05). Banyak faktor yang menyebabkan hasil penelitian

hubungan curah hujan dengan kejadian malaria di Kabupaten Mandailing Natal

tidak terdapat hubungan yang signifikan. Salah satu faktornya adalah curah hujan

di kabupaten Mandailing Natal tidak terlalu berfluktuasi atau curah hujan hampir

sama setiap tahunnya dalam periode 2013-2015. Faktor lainnya adalah adanya

kegiatan penanggulangan malaria melalui sosialisasi pencegahan penyakit

malaria, pembagian kelambu anti nyamuk, dan penyemprotan rumah sehingga

walaupun persebaran nyamuk Anopheles tinggi dan masih banyak kasus malaria

yang terjadi tidak berhubungan secara signifikan dengan tingginya curah hujan

yang terjadi di Kabupaten Mandailing Natal (Dinas Kesehatan Mandailing Natal).

Sedangkan hubungan curah hujan dengan kejadian malaria di kabupaten

Mandailing Natal tahun 2011 menunjukkan korelasi yang sangat kuat (sempurna)

dan berpola positif yang berarti semakin tinggi curah hujan maka kejadian malaria

semakin tinggi dan sebaliknya. Berdasarkan tingkat signifikasi menunjukkan

Universitas Sumatera Utara


78

bahwa secara statistik terdapat korelasi yang signifikan antara curah hujan dengan

kejadian malaria pertahunnya (p=0,001).

Hasil analisis regresi linier sederhana memprediksi bahwa variabel curah

hujan berhubungan dengan jumlah kejadian malaria secara signifikan dengan

koefisien sebesar 34,170. Artinya, jumlah kasus malaria diprediksikan akan

bertambah sebesar 34,170 jika nilai curah hujan naik satu satuan. Dengan kata lain

jika nilai curah hujan naik atau turun sebesar satu satuan, maka mengakibatkan

perubahan jumlah kasus malaria naik atau turun sebesar 34,170.

Pada tahun 2012 hubungan curah hujan dengan kejadian malaria di

kabupaten Mandailing Natal menunjukkan korelasi yang kuat dan berpola positif

yang berarti semakin tinggi curah hujan maka kejadian malaria semakin tinggi

dan sebaliknya. Berdasarkan tingkat signifikasi menunjukkan bahwa secara

statistik terdapat korelasi yang signifikan antara curah hujan dengan kejadian

malaria pertahunnya (p=0,025).

Hasil analisis regresi linier sederhana memprediksi bahwa variabel curah

hujan berhubungan dengan jumlah kejadian malaria secara signifikan dengan

koefisien sebesar 482,203. Artinya, jumlah kasus malaria diprediksikan akan

bertambah sebesar 482,203 jika nilai curah hujan naik satu satuan. Dengan kata

lain jika nilai curah hujan naik atau turun sebesar satu satuan, maka

mengakibatkan perubahan jumlah kasus malaria naik atau turun sebesar 2733,416.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Suwito,dkk pada tahun 2010 yaitu curah hujan mempunyai hubungan bermakna

Universitas Sumatera Utara


79

dengan kepadatan nyamuk Anopheles, sedangkan kepadatan nyamuk Anopheles

mempunyai hubungan bermakna dengan kasus malaria.

Kecepatan Angin

Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan

ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia. Arsin (2012) yang

mengutip pernyataan Koesmaryono, angin tidak memberikan pengaruh langsung

terhadap pertumbuhan dan perkembangan serangga. Angin memberikan peranan

yang besar dalam pola penyebaran serangga. Berdasarkan hasil uji korelasi

kecepatan angin dengan kejadian malaria di Kabupaten Mandailing Natal pada

tahun 2011-2015 tidak memiliki hubungan yang bermakna (p>0,05).

Menurut Sorontou (2013) angin secara langsung berpengaruh pada

penerbangan nyamuk Anopheles, selain itu kecepatan angin ikut menentukan

jumlah kontak antara nyamuk dengan manusia. Kecepatan angin 11-14 m/det atau

25-31 mil/jam akan menghambat penerbangan nyamuk sehingga kontak dengan

manusianya semakin sedikit. Kecepatan angin di Mandailing Natal termasuk

kecepatan angin yang memungkinan nyamuk Anopheles hidup karena 1 Knot

sama dengan 1,15 mil/jam dimana kecepatan angin tertinggi adalah 7,4 Knot sama

dengan 8,51 mil/jam. Tetapi menurut hasil penelitian tidak ada hubungan yang

signifikan antara kecepatan angin dengan kejadian malaria, hal ini bisa disebabkan

kebiasaan menggigit nyamuk Anopheles pada malam hari dan bersifat eksofagik

dimana tidak banyak aktivitas yang dilakukan di luar rumah dan adanya

pembagian kelambu anti nyamuk sehingga kontak nyamuk dengan manusia

menjadi lebih sedikit.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kabupaten Mandailing Natal,

maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kejadian malaria tahun 2011 tertinggi terjadi pada November yaitu 598

kejadian dan terendah pada Juli yaitu 97 kejadian. Pada tahun 2012

kejadian malaria tertinggi terjadi pada November yaitu 857 kejadian dan

terendah pada Agustus yaitu 327 kejadian. Tahun 2013 kejadian malaria

tertinggi terjadi pada Mei yaitu 904 kejadian dan terendah pada Agustus

yaitu 365 kejadian. Pada tahun 2014 kejadian malaria tertinggi terjadi pada

September yaitu 637 kejadian dan terendah pada Juli yaitu 260 kejadian.

Tahun 2015 kejadian malaria tertinggi terjadi pada Januari yaitu 441

kejadian dan terendah pada Desember yaitu 165 kejadian.

2. Temperatur udara tahun 2011 tertinggi terjadi pada Juli yaitu 26,8 0C dan

terendah pada 25,6 0C. Pada tahun 2012 temperatur udara tertinggi terjadi

pada Mei yaitu 26,7 0C dan terendah pada Feburari, April dan November

yaitu 25,6 0C. Pada tahun 2013 temperatur udara tertinggi terjadi pada Juni

yaitu 26,7 0C dan terendah pada Feburari 25,5 0C. Tahun 2014 temperatur

udara tertinggi terjadi pada Februari yaitu 26,9 0C dan terendah pada

Oktober yaitu 25,6 0C. Tahun 2015 temperatur udara tertinggi terjadi pada

Juni yaitu 27,2 0C dan terendah pada April dan November yaitu 25,8 0C.

80
Universitas Sumatera Utara
81

3. Kelembaban udara tahun 2011 tertinggi terjadi pada November dan

Desember yaitu 83 % dan terendah pada Juli yaitu 79 %. Pada tahun 2012

kelembaban udara tertinggi terjadi bulan Oktober dan Desember yaitu 85

% dan terendah pada Januari, Mei dan Juli yaitu 80 %. Tahun 2013

kelembaban udara tertinggi terjadi pada Agustus, November, dan

Desember yaitu 85 % dan terendah pada Juni yaitu 79 %. Pada tahun 2014

kelembaban udara tertinggi terjadi pada Oktober dan Desember yaitu 84 %

dan terendah Februari yaitu 79 %. Pada tahun 2015 kelembaban udara

tertinggi terjadi pada Desember yaitu 83 % dan terendah pada Juni yaitu

77 %.

4. Curah hujan tahun 2011 tertinggi terjadi pada November yaitu 3234 mm

dan terendah pada Juli yaitu 328 mm. Pada tahun 2012 tertinggi terjadi

pada November yaitu 3070 mm dan terendah pada Januari yaitu 584 mm.

Tahun 2013 tertinggi terjadi pada Desember yaitu 3226 mm dan terendah

pada Juli yaitu 552 mm. Tahun 2014 curah hujan tertinggi terjadi pada

November yaitu 2921 mm dan terendah pada Februari yaitu 171 mm.

Tahun 2015 tertinggi terjadi pada November yaitu 2389 mm dan terendah

pada Juni yaitu 150 mm.

5. Kecepatan angin tahun 2011 tertinggi terjadi pada Juli dan Oktober yaitu 8

Knot dan terendah pada Mei yaitu 5 Knot. Pada tahun 2012 kecepatan

angin tertinggi terjadi pada September yaitu 8 Knot dan terendah terjadi

pada kecepatan angin 6 Knot. Pada tahun 2013 kecepatan angin tertinggi

terjadi pada Agustus yaitu 8 Knot dan terendah pada Desember yaitu 5

Universitas Sumatera Utara


82

Knot. Pada tahun 2014 kecepatan angin tertinggi terjadi pada Juni yaitu 9

Knot dan terendah terjadi pada Januari, Juli dan September yaitu 6 Knot.

Tahun 2015 kecepatan angin tertinggi terjadi pada pada kecepatan angin 8

Knot dan terendah terjadi pada Oktober yaitu 5 Knot.

6. Ada hubungan yang signifikan (p = 0,002) dan hubungan sangat kuat

(sempurna) (r = - 0,806), berpola negatif antara variabel temperatur udara

dengan kejadian malaria di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2011.

7. Ada hubungan kuat yang signifikan (p = 0,004) dan hubungan sangat kuat

(sempurna) (r = 0,766), berpola positif antara variabel kelembaban udara

dengan kejadian malaria di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2011.

8. Ada hubungan kuat yang signifikan (p = 0,001) dan hubungan sangat kuat

(sempurna) (r = 0,925), berpola positif antara variabel curah hujan dengan

kejadian malaria di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2011.

9. Ada hubungan yang signifikan (p = 0,011) dan hubungan kuat (r = -

0,704), berpola negatif antara variabel temperatur udara dengan kejadian

malaria di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2012.

10. Ada hubungan kuat yang signifikan (p = 0,045) dan hubungan kuat (r = -

0,588), berpola positif antara variabel kelembaban udara dengan kejadian

malaria di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2012.

11. Ada hubungan kuat yang signifikan (p = 0,025) dan hubungan kuat (r =

0,640), berpola positif antara variabel curah hujan dengan kejadian malaria

di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara


83

Saran

1. Dinas Kesehatan bekerjasama dengan pihak Puskesmas, Poskesdes, dan

Polindes untuk melakukan sosialisasi tentang malaria dan pentingnya

menjaga sanitasi lingkungan dan pemakaian kelambu kepada masyarakat

sebagai tindakan preventif malaria.

2. Dinas Kesehatan lebih memperhatikan data iklim yang sudah dirangkum

oleh Stasiun BMKG untuk membuat suatu pencegahan pada bulan-bulan

dengan curah hujan yang tinggi agar peningkatan kasus pada bulan-bulan

berikutnya tidak terjadi.

3. Bagi masyarakat diharapkan selalu memakai kelambu berinsektisida saat

tidur agar terhindar dari gigitan nyamuk Anopheles yang dapat menularkan

parasit malaria dan tetap menjaga sanitasi lingkungan rumah agar

mengurangi tempat perindukan vektor.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. F. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. UI Pers. Jakarta.

Achmadi, U. F. 2014. Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan. Rajawali


Pers. Jakarta.

Achmadi, U. F. 2014. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Rajawali


Pers. Jakarta.

Alethea, T. 2016. Skripsi Hubungan Antara Curah Hujan dan Tata Guna
Lahan Terhadap Kejadian Malaria Pada Periode Bulan Oktober 2014
– Oktober 2015 di Kota Bandar Lampung. Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.

Aliyah, N. 2016. Skripsi Hubungan Iklim (temperatur, kelembaban, curah


hujan, hari hujan, dan kecepatan angin) dengan Kejadian Malaria di
Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014 . Fakultas Kesehatan
Masyarakat USU.

Arsin, A. 2012. Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Masagena


Press. Makassar.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Provinsi Sumatera Utara.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal.

Bappenas. 2010. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR)


Sektor Kesehatan. Author. Jakarta.

Chandra, B. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. EGC. Jakarta.

Depkes RI. 2012. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.


Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal P2PL.
Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal.
Harijanto. 2009. Malaria dari Molekuler ke Klinik Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Hastono, S. 2006. Analisis Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat - Universitas


Indonesia.

Kartasapoetra, A. G. 2004. Klimatologi:Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan


Tanaman. PT.Bumi Aksara. Jakarta.

Keman, S. 2007. Perubahan Iklim Global, Kesehatan Manusia dan


Pembangunan Berkelanjutan, Jurnal Kesehatan Lingkungan Volume 3 No. 2.

84
Universitas Sumatera Utara
85

Kurniawan, R. 2012. Skripsi Hubungan Perubahan Dan Variasi Iklim


Terhadap Kejadian Diare “Studi Kasus Di KotaAdministrasi Jakarta
Selatan Tahun 2007-2011” . Fakultas Kesehatan Masyarakat UI

Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Manik, T. K. 2014. Klimatologi Dasar. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Klinis Kesehatan. Penerbit Rineka


Cipta, Jakarta.

PEACE. (2007). Indonesia and Climate Change : Curent Status and Policies.
Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013.


Pedoman Tata Laksana Malaria. Jakarta.

Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2015.

Sorontou, Y. 2013. Ilmu Malaria Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Jakarta.

Sunyoto, D., 2011. Analisis Untuk Penelitian Kesehatan. Nuha Medika.


Yogyakarta.

Suwito., Hadi., Sigit., Sukowati. 2010. Hubungan Iklim, Kepadatan Nyamuk


Anopheles dan Kejadian Penyakit Malaria. Jurnal Entomologi Indonesia
Vol. 7, No. 1

World Health Organization (WHO). 2003. World Malaria Report. WHO Press.
Geneva.

World Health Organization (WHO). 2013. World Malaria Report. WHO Press.
Geneva.

Universitas Sumatera Utara


86

Lampiran 1

Universitas Sumatera Utara


87

Lampiran 2

Universitas Sumatera Utara


88

LAMPIRAN 3

Hasil uji normalitas data tahun 2011

Hasil Uji noramalitas data tahun 2012

Universitas Sumatera Utara


89

Hasil uji normalitas data tahun 2013

Hasil uji normalitas data tahun 2014

Universitas Sumatera Utara


90

Hasil uji normalitas data tahun 2015

Universitas Sumatera Utara


91

Hasil uji korelasi data tahun 2011

Correlations

kejadian temperatu curah kecepatan


malaria r tahun kelembaban hujan angin
tahun 2011 2011 tahun 2011 tahun 2011 tahun 2011

kejadian Pearson
1 -,806** ,766** ,925** -,261
malaria tahun Correlation
2011 Sig. (2-
,002 ,004 ,000 ,413
tailed)
N 12 12 12 12 12
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Hasil uji korelasi data tahun 2012

Correlations

kecepatan
kejadian angin
malaria temperatur kelembaban curah hujan tahun
tahun 2012 tahun 2012 tahun 2012 tahun 2012 2012
kejadian Pearson
1 -,704* ,254 ,640* -,554
malaria Correlation
tahun 2012 Sig. (2-tailed) ,011 ,426 ,025 ,062
N 12 12 12 12 12
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Universitas Sumatera Utara


92

Hasil uji korelasi data tahun 2013

Correlations

kejadian kelembaba curah kecepatan


malaria temperatur n tahun hujan angin
tahun 2013 tahun 2013 2013 tahun 2013 tahun 2013

kejadian Pearson
1 ,022 -,338 -,311 -,396
malaria Correlation
tahun 2013 Sig. (2-
,946 ,283 ,325 ,202
tailed)
N 12 12 12 12 12
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Hasil uji korelasi data tahun 2014

Correlations

kecepatan
kejadian curah angin
malaria temperatur kelembaban hujan tahun
tahun 2014 tahun 2014 tahun 2014 tahun 2014 2014
kejadian Pearson
malaria Correlatio 1 -,370 ,132 ,460 -,058
tahun 2014 n

Sig. (2-
,237 ,684 ,132 ,858
tailed)
N 12 12 12 12 12
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations

Universitas Sumatera Utara


93

kecepata
kejadian curah n angin
malaria temperatur kelembaban hujan tahun
tahun 2015 tahun 2015 tahun 2015 tahun 2015 2015

kejadian Pearson
1 -,114 -,435 -,084 ,055
malaria Correlation
tahun 2015 Sig. (2-
,724 ,158 ,796 ,865
tailed)
N 12 12 12 12 12
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
1 ,806a ,649 ,614 77,028

a. Predictors: (Constant), temperatur tahun 2011

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 109862,698 1 109862,698 18,516 ,002b

Residual 59333,552 10 5933,355


Total 169196,250 11

a. Dependent Variable: kejadian malaria tahun 2011


b. Predictors: (Constant), temperatur tahun 2011

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 6718,405 1494,379 4,496 ,001

temperatur
-246,426 57,268 -,806 -4,303 ,002
tahun 2011

a. Dependent Variable: kejadian malaria tahun 2011

Universitas Sumatera Utara


94

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
1 ,766a ,586 ,545 83,680

a. Predictors: (Constant), kelembaban tahun 2011

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 99172,762 1 99172,762 14,163 ,004b

Residual 70023,488 10 7002,349


Total 169196,250 11

a. Dependent Variable: kejadian malaria tahun 2011


b. Predictors: (Constant), kelembaban tahun 2011

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) -5919,517 1649,843 -3,588 ,005

kelembaban
76,567 20,345 ,766 3,763 ,004
tahun 2011

a. Dependent Variable: kejadian malaria tahun 2011

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
1 ,925a ,856 ,841 49,430

a. Predictors: (Constant), curah hujan tahun 2011

Universitas Sumatera Utara


95

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 144762,883 1 144762,883 59,248 ,000b

Residual 24433,367 10 2443,337


Total 169196,250 11

a. Dependent Variable: kejadian malaria tahun 2011


b. Predictors: (Constant), curah hujan tahun 2011

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 34,170 36,021 ,949 ,365

curah hujan
,156 ,020 ,925 7,697 ,000
tahun 2011

a. Dependent Variable: kejadian malaria tahun 2011

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
1 ,704a ,495 ,444 101,395

a. Predictors: (Constant), temperatur tahun 2012

ANOVAa

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 100739,793 1 100739,793 9,799 ,011b


Residual 102808,874 10 10280,887
Total 203548,667 11

a. Dependent Variable: kejadian malaria tahun 2012


b. Predictors: (Constant), temperatur tahun 2012

Universitas Sumatera Utara


96

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 6764,495 1956,316 3,458 ,006


temperatur tahun
-234,679 74,970 -,704 -3,130 ,011
2012

a. Dependent Variable: kejadian malaria tahun 2012

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
1 ,588a ,345 ,280 115,439

a. Predictors: (Constant), kelembaban tahun 2012

ANOVAa

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 70287,883 1 70287,883 5,274 ,045b

Residual 133260,784 10 13326,078


Total 203548,667 11

a. Dependent Variable: kejadian malaria tahun 2012


b. Predictors: (Constant), kelembaban tahun 2012

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) -2733,416 1469,820 -1,860 ,093


kelembaban tahun
41,072 17,884 ,588 2,297 ,045
2012

a. Dependent Variable: kejadian malaria tahun 2012

Universitas Sumatera Utara


97

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
1 ,640a ,410 ,351 109,596

a. Predictors: (Constant), curah hujan tahun 2012

ANOVAa

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.

1 Regressio
83435,105 1 83435,105 6,946 ,025b
n

Residual 120113,562 10 12011,356


Total 203548,667 11

a. Dependent Variable: kejadian malaria tahun 2012


b. Predictors: (Constant), curah hujan tahun 2012

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 482,203 68,164 7,074 ,000


curah hujan
,096 ,037 ,640 2,636 ,025
tahun 2012

a. Dependent Variable: kejadian malaria tahun 2012

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai