Anda di halaman 1dari 11

 Pengertian Valuta Asing

Dalam definisi valuta asing, beberapa peneliti memiliki pandangan berbeda-beda.


Secara umum, valuta asing adalah mata uang asing yang diakui dan diterima dalam
sistem perdagangan internasional. Valas juga termasuk dalam devisa suatu negara.

Fungsi Valuta Asing


#1 Alat Tukar Internasional

Mata uang Rupiah hanya dapat digunakan di Indonesia. Sedangkan, apabila Anda
sedang berada di luar negeri dan ingin membeli barang, maka Anda harus
menyesuaikan mata uang yang diakui dalam negara tersebut.

Mata uang asing yang populer digunakan dalam dunia internasional adalah Dollar
Amerika (US$), Euro (EUR), Yen Jepang (JPY), Poundsterling Inggris (GBP),
Franc Swiss (CHF), dan Dollar Australia (AUD).

#2 Alat Pengendali Kurs

Perbandingan antara mata uang Rupiah dengan mata uang asing lainnya dapat
diartikan sebagai kurs mata uang suatu negara.

Apabila kurs mata uang Rupiah melemah terhadap kurs Dollar Amerika, maka
nilai tukar Rupiah menjadi semakin mahal terhadap Dollar Amerika.

Pada peristiwa ini, Dollar mengalami apresiasi terhadap rupiah dan rupiah
mengalami depresiasi terhadap Dollar.

Sebaliknya, apabila kurs mata uang menguat, artinya kurs mata uang Rupiah
terhadap Dollar Amerika semakin murah. Kurs mata uang ini dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti nilai pasar, utang luar negeri, cadangan devisa, situasi
politik, dan lain-lain.

#3 Alat Pembayaran Internasional

Valuta asing dapat digunakan sebagai salah satu alat pembayaran internasional.
Seperti contoh, apabila Indonesia memiliki utang dengan negara lain, maka
Indonesia dapat membayarkan utang beserta bunganya dengan valuta asing lain
yang sesuai.
Begitupun sebaliknya, apabila ada negara yang memiliki utang dengan Indonesia,
maka negara tersebut dapat membayar dengan kurs mata uang asing yang nilainya
sesuai dengan mata uang Rupiah.

#4 Alat Mempermudah Perdagangan Internasional

Salah satu fungsi valuta asing adalah menjadi alat yang memperlancar proses
perdagangan di dunia internasional.

Dengan adanya valuta asing, maka proses pembayaran tidak perlu dengan
menggunakan barter yang belum tentu memiliki nilai yang setara. Apabila tidak
ada valuta asing, maka proses transaksi dalam perdagangan internasional menjadi
lebih rumit.

 Defisit secara harfiah berarti adalah berkurangnya kas dalam keuangan. Defisit
biasa terjadi ketika suatu organisasi (biasanya pemerintah) memiliki
pengeluaran lebih banyak daripada penghasilan. Lawan dari defisit adalah
surplus. Hal pertama yang harus dicatat adalah, munculnya kekurangan dalam
pendanaan di banyak negara merupakan hal yang klasik. Pemerintah di banyak
negara juga mengenal defisit anggaran, bahkan sebelum penemuan istilah
anggaran umum. Dulu, negara meminjam dari pedagang dan rentenir saat dalam
kondisi membutuhkan, khususnya untuk membiayai perang, seremoni dan
festival kerajaan, dan menanggulangi bencana.

Perlu juga dipaparkan, terjadinya defisit anggaran diakibatkan oleh beberapa faktor
penting: adakalanya ia terjadi karena anggaran yang memang kurang, dan
adakalanya pula cara atau metode pembiayaan yang mengakibatkan defisit. Defisit
berarti, pemerintah mengkonsumsi lebih dari jumlah pendapatannya yang
kemudian biaya kekurangannya itu diambilkan dari pendapatan individu. Ini
artinya, total permintaan terhadap barang dan jasa berlebih jika dibandingkan
dengan total penawaran. Pengertian ini dengan asumsi bahwa masyarakat
terhalangi dari perdagangan luar negeri yang menyebabkan seluruh konsumsi
individu harus ditekan untuk memberi ruang bagi konsumsi pemerintah yang
berlebih.

Jika defisit anggaran didanai melalui prosedur pinjaman publik dalam negeri,
tekanan moneter dari total permintaan pemerintah terhadap harga tidak akan
terjadi—setidaknya dalam teori—karena sarana pembayaran individu yang
kelebihan berhasil di serap, dan dengan demikian inflasi mata uang tidak terjadi
karena kebijakan tersebut. Adapun apabila defisit dibiayai oleh pinjaman Bank
Sentral—penerbitan mata uang—maka tekanan inflasi harga mata uang mulai
muncul sebagai akibat adanya alat pembayaran yang berlebih daripada penawaran
yang ada. Adapun dalam sistem perekonomian yang terhubung dengan
perdagangan internasional melalui ekspor dan impor, kelebihan konsumsi
pemerintah dapat ditutupi oleh impor. Di sini, metode penanganan defisit juga
berdampak besar terhadap konsekuensi yang muncul. Yaitu, apabila penanganan
defisit anggaran ditutupi dengan penerbitan uang baru (ekspansi moneter) akan
menyebabkan inflasi dan merosotnya nilai kurs mata uang lokal di hadapan mata
uang asing. Pada akhirnya, penurunan kurs (nilai mata uang) juga akan
meningkatkan defisit anggaran yang justru mempersulit penanganan defisit
anggaran. Hal inilah yang membuat cara seperti ini tidak dapat diterapkan secara
kontinyu dalam kebijakan ekonomi. Oleh karena itu, ajakan untuk mencapai
stabilitas harga dan tukar selalu terfokus pada penyeimbangan pertumbuhan
pertukaran uang, yang juga selalu terfokus pada keharusan penyeimbangan antara
anggaran suatu negara dengan tidak menutupi defisit anggarannya dengan
instrumen moneter.

Menurut penjelasan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI seri yang ke-3
oleh Departemen Pendidikan Nasional:

 Surplus merupakan jumlah yang biasanya melebihi hasil pada umumnya, atau
sisa.

 Obligasi pemerintah atau biasa juga disebut government bond adalah suatu
obligasi yang diterbitkan oleh pemerintahan suatu negara dalam denominasi
mata uang negara tersebut. Obligasi pemerintah dalam denominasi valuta asing
biasa disebut dengan obligasi internasional (sovereign bond).[1]

Obligasi adalah suatu istilah yang digunakan dalam dunia keuangan yang
merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang
obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon
bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran.

 Privatisasi atau dapat juga dapat disebut denasionalisasi awalanya terjadi di


Jerman Barat yang merupakan pemerintahan konservatif Inggris pada th 1960-
an. Menurut Megginson (1996) privatisasi tidak terlepas stated ownership
enterprice atau dapat disebut juga BUMN (Badan Usaha Milik Negara),
merupakan perusahaan yang dikelola langsung oleh negara yang kemudian
kepemilikannya menjadi milik instansi ataupun perorangan, baik dari investor
dalam negri maupun luar negri.

Definisi Privatisasi
Privatisasi pada umumnya adalah penyerahan asset public kepada sektor
swasta. Dalam praktiknya privatisasi dapat berupa penjualan saham Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang dijual di pasar modal.
Menurut Bastian (2002), Privatisasi merupakan kebijakan publik yang
mengarahkan bahwa tidak ada alternatif lain selain pasar yang dapat
mengendalikan ekonomi secara efisien, serta menyadari bahwa sebagian besar
kegiatan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan selama ini seharusnya
diserahkan kepada sektor swasta.

Dengan program privatisasi diharapkan peran perusahaan


negara dalam pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional dapat mendatangkan
manfaat bagi pemerintah dan masyarakat . Privatisasi sebagaimana diatur dalam
Pasal (1) ayat 11 UU BUMN nomor 19 tahun 2003, adalah penjualan saham
Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka
meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan
masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat. Privatisasi
dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan
dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham persero. Melalui
privatisasi diharapkan dapat mendatangkan banyak manfaat, antara lain dapat
menutup defisit anggaran negara.

Privatisasi yang ada di Indonesia


Contoh perusahaan yang mengalami privatisasi yang cukup dikenal
masyarakat adalah Telkom. Telkom sendiri adalah perusahaan BUMN yang
bergerak di bidang telekomunikasi. Perusahaan Telkom mengalami privatisasi
secara go public ketika tahun 1995 tepatnya tanggal 14 November.
Selain itu terdapat contoh lainnya yaitu gagalnya privatisasi perusahaan Semen
Gresik yang menjadi perhatian publik. Sebelumnya pemerintah memegang 65%
saham Semen Gresik kemudian sisanya dipegang oleh publik. Pada awalnya
pemerintah hendak menjual 35% saham kepemilikannya kepada mitra strategis
asing. Dalam proses tender tahap pertama diikuti oleh 3 perusahaan semen kelas
dunia yaitu Cemex (Mexico), HeidelbergerCBR (Jerman), dan (Holderbank).
Sebelum tahapan kedua dilaksanakan terdapat beberapa kendala, salah satunya
keberatan yang datang dari masyarakat padang, disebabkan Semen Padang (anak
peusahaan Semen Gresik) menggunakan tanah adat, dan semen padang merupakan
kebanggan bagi masyarakat padang sendiri sehingga tidak menginginkan
intervensi kepemilikan asing. Pada akhirnya perusahaan melakukan negosiasi
ulang dan hanya menjual kepemilikan 14% kepada Cemex, sehingga pemegang
saham mayoritas tetap pemerintah Indonesia.

Manfaat dan Dampak Privatisasi


Adanya kebijakan untuk melakukan privatisasi bukan hanya
mempertimbangkan aspek keuangan dalam jangka pendek tetapi harus
mempertimbangkan jangka panjang kedepannya dari dampak privatisasi, bukan
hanya untuk menutupi anggaran defisit saja tapi juga bermafaat bagi masyarakat
dan pemerintah di masa yang akan datang.
Privatisasi secara umum memberikan dorongan ke arah pasar bebas,
sehingga akan mendorong perusahaan kedalam efisiensi karena adanya persaingan
yang ketat. Juga adanya menularkan etos kerja yang baik karena privatisasi oleh
investor mendorong kinerja yang lebih baik guna mendapatkan profit.
Manfaat lain yang dapat ditambahkan pula adalah mengurangi beban
pemerintah. Apabila BUMN yang tidak sehat dan tidak mandiri diprivatisasi secara
langsung maka beban biaya yang harus dikeluarkan pemerintah akan berkurang.
Selain itu transparansi merupakan yang harus dilakukan apabila privatisasi
dilaksanakan, guna menghilangkan birokrasi-birokrasi politik yang hanya berpihak
pada kepentingan pribadi. Mendorong anggota perusahaan mengutamakan
profesionalitas kerja
Manfaat bagi masyarakat adalah terciptanya lapangan kerja baru. Dalam
suatu kasus, bisa saja perusahaan BUMN yang sudah mengalami privatisasi
melakukan ekspansi pasar, sehingga membutuhkan input yang lebih besar dari
sebelumnya dan tidak kecil. Kemungkinan input tersebut adalah tenaga kerja. Dari
manfaat tersebut bukan hanya masyrakat diuntungkan tetapi pemerintah juga akan
diuntungkan dengan adanya pengurangan pengangguran akan mendorong
pertumbuhan ekonomi. Tetapi tidak menutup kemungkinan dampak yang terjdai
adalah sebaliknya, yaitu apabila privatisasi mayoritas suara meminta menggantikan
tenaga kerja dengan mesin yang timbul adalah pemberhentian tenaga kerja yang
sudah ada sehingga dapat memunculkan pengangguran. Seperti misalnya adalah
mogok kerja yang dilakukan oleh karyawan Semen Gresik, mereka menyadari
bahwa apabila mayoritas saham dibeli oleh pihak asing (Cemex) maka akan ada
penggunaan teknologi baru yang lebih efisien dan akan mengurangi jumlah tenaga
kerja yang ada sebelumnya.
Berbeda dengan kasus yang ada pada PT.Telkom karena Telkom sendiri
juga mengalami privatisasi pada faktanya pelayanannya menjadi lebih baik.
Terbukti dengan adanya pemanbahan kapasitas penyediaan telepon pada beberapa
tahun setelah Telkom diprivatisasi. Secara kasar perusahaan lebih terdorong kearah
customer orientation dan mengutamakan pelayanan kepada pelanggan yang masih
bagian dari masayarakat.

 Kekayaan daerah yang pengelolaannya dipisahkan dari APBD disebut


dengan kekayaan daerah yang dipisahkan. Adanya kekayaan daerah yang
dipisahkan ini antara lain karena investasi pemerintah daerah pada badan
usaha, baik perusahaan milik negara/daerah (BUMN/BUMD) maupun
perusahaan milik swasta. Investasi daerah yang berupa kekayaan daerah
yang dipisahkan tersebut diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan
APBD. Hal ini disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 58 tahun 2005 yang menyebutkan bahwa pendapatan asli daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a terdiri atas: a. pajak
daerah; b. retribusi daerah; c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan; dan d. lain-lain PAD yang sah. Selain itu, dalam kondisi
APBD defisit, maka penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
merupakan salah satu alternatif pembiayaannya. Hal ini disebutkan dalam
Pasal 28 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 yang
menyebutkan bahwa

“Penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:


a. SiLPA tahun anggaran sebelumnya; b. pencairan dana cadangan; c. hasil
penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; d. penerimaan pinjaman; dan e.
penerimaan kembali pemberian pinjaman.”

Dengan memedomani ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka penjualan


kekayaan daerah yang pisahkan guna menutup defisit APBD merupakan bagian tak
terpisahkan dalam pengelolaan APBD yang menjadi kewenangan kepala daerah.
Penetapan RAPBD menjadi APBD dengan peraturan daerah mempersyaratkan
adanya persetujuan DPRD. Persetujuan tersebut mencakup juga upaya-upaya untuk
menutup defisit anggaran yang bakal terjadi, termasuk penutupan defisit anggaran
yang berupa penerimaan pembiayaan melalui penjualan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Kewenangan kepala daerah untuk menjual kekayaan daerah yang
dipisahkan untuk menutup defisit anggaran juga diperkuat dengan pasal/ayat yang
menyebutkan bahwa kepala daerah mewakili daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan.

Penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan (termasuk penjualan saham


pemerintah daerah di BUMD/BUMN/swasta) dalam rangka menutup defisit
anggaran merupakan bagian tak terpisahkan dalam pengelolaan anggaran daerah.
Persetujuan DPRD terhadap penjualan kekayaan daerah untuk menutup defisit
tersebut merupakan salah satu pokok bahasan sebelum rancangan anggaran daerah
disetujui DPRD sehingga menjadi APBD. Apabila APBD mengalami defisit,
DPRD berhak untuk menanyakan kepada pemerintah daerah mengenai upaya
untuk menutup defisit tersebut. Apabila penutupan defisit anggaran dilakukan
melalui penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, maka perlu didalami
kekayaan daerah yang dipisahkan mana yang akan dijual. Pemerintah daerah perlu
memiliki alasan/argument terhadap pemilihan kekayaan daerah tertentu yang akan
digunakan untuk menutup defisit anggaran tersebut. Pada waktu pembahasan
anggaran itulah terjadinya perdebatan antara eksekutif daerah dan legislatif daerah
sehingga APBD dapat disepakati/disetujui bersama. Dengan demikian, perdebatan
terhadap penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan untuk menutup defisit
anggaran setelah disepakatinya APBD adalah hal yang terlambat, kecuali apabila
dalam APBD tahun berkenaan tidak menyebutkan upaya penutupan defisit
anggaran melalui penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Untuk kasus
terakhir ini, maka pemerintah daerah harus membahasnya dalam pembahasan
APBD Perubahan.

Kebijakan atau regulasi mengenai kekayaan negara/daerah yang dipisahkan


diatur berbeda dengan barang milik negara/daerah. Untuk itu harus dipahami
dengan betul perbedaan antara Barang Milik Daerah (BMD) dan kekayaan daerah
yang dipisahkan. Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa Pemindahtanganan barang milik
negara/daerah dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, atau
disertakan sebagai modal Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Kepala daerah harus mendapatkan persetujuan DPRD apabila hendak menjual
(memindahtangankan) barang milik daerah (BMD) kepada pihak lain. Penjualan
BMD tanpa persetujuan DPRD adalah tindakan melampaui kewenangan dan
bertentangan dengan undang-undang sehingga transaksi penjualan tersebut tidak
sah karena melanggar undang-undang. Sementara itu, persetujuan penjualan
kekayaan daerah yang dipisahkan (bukan BMD) menjadi satu kesatuan dengan
persetujuan APBD yang di dalamnya menyebutkan penjualannya untuk menutup
defisit anggaran sehingga tidak memerlukan persetujuan ulang dari DPRD. Untuk
itu, DPRD harus kritis pada saat dimintai persetujuan terhadap RAPBD yang
defisit anggarannya ditutup dengan penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Pihak eksekutif daerah harus bisa memberikan penjelasan dan argumentasi
sehingga DPRD yakin bahwa penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan tersebut
merupakan alternatif terbaik dan tidak mengganggu pelayanan kepada rakyat.

 Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Tujuan DBH adalah untuk memperbaiki keseimbangan vertikal antara pusat dan
daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil. Pembagian DBH
dilakukan berdasarkan prinsip by origin.

Penyaluran DBH dilakukan berdasarkan prinsip Based on Actual Revenue,


maksudnya adalah penyaluran DBH berdasarkan realisasi penerimaan tahun
anggaran berjalan (Pasal 23 UU 33/2004).

Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Tujuan DBH adalah untuk memperbaiki keseimbangan vertikal antara pusat dan
daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil.

Pembagian DBH dilakukan berdasarkan prinsip by origin.


Penyaluran DBH dilakukan berdasarkan prinsip Based on Actual Revenue.
Maksudnya adalah penyaluran DBH berdasarkan realisasi penerimaan tahun
anggaran berjalan (Pasal 23 UU 33/2004). Jenis-jenis DBH meliputi DBH Pajak
dan DBH Sumber Daya Alam. DBH Pajak meliputi Pajak Bumi dan Bangunan,
Pajak Penghasilan dan Cukai Hasil Tembakau. Sedangkan DBH SDA meliputi
Kehutanan, Mineral dan Batu Bara, Minyak Bumi dan Gas Bumi, Pengusahaan
Panas Bumi dan Perikanan.

DBH PBB dan PPh dibagi kepada daerah penghasil sesuai dengan porsi yang
ditetapkan dalam UU No. 33/2004.
DBH CHT dan DBH SDA dibagi dengan imbangan Daerah penghasil
mendapatkan porsi lebih besar, dan Daerah lain (dalam provinsi yang
bersangkutan) mendapatkan bagian pemerataan dengan porsi tertentu yang
ditetapkan dalam UU.

Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) adalah utang pemerintah kepada pihak lain yang disebabkan
kedudukan pemerintah sebagai pemotong pajak atau pungutan lainnya, seperti Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran Askes, Taspen, dan Taperum.[1]

Penerimaan PFK

Penerimaan PFK adalah semua penerimaan negara yang berasal dari potongan
penghasilan pegawai negeri serta setoran subsidi dan iuran Pemerintah Daerah dalam rangka
penyelenggaraan asuransi kesehatan.[2]
Dana PFK

Dana PFK adalah sejumlah dana yang dipotong langsung dari gaji pokok dan tunjangan
keluarga pegawai negeri/pejabat negara, dan iuran asuransi kesehatan yang disetor
oleh pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, serta tabungan perumahan Pegawai Negeri
Sipil Pusat/Daerah untuk disalurkan kepada Pihak Ketiga.[3
TUGAS KELOMPOK
AKUNTANSI LEMBAGA

Oleh:

Almira Mimi Kania


Bebi Kusumaningrum
Muh. Riandhy Saputra
Sri Wahyuni

( Kelompok I )

Anda mungkin juga menyukai