Anda di halaman 1dari 4

Pengaruh Budaya Organisasi pada Dilema Etika Auditor

Oleh:
Eka Wirajuang D.
Magister Akuntansi UII

Audit merupakan salah satu jasa yang diberikan oleh auditor untuk mengatasi
krisis ketidakpercayaan masyarakat terhadap laporan keuangan suatu perusahaan.
Profesi auditor merupakan profesi yang tidak memihak dalam
mempertanggungjawabkan laporan manajemen pada suatu perusahaan. Profesi
auditor bertanggungjawab meningkatkan kehandalan laporan keuangan
perusahaan sehingga mampu memberikan jaminan yang handal bagi masyarakat
dalam mengambil keputusan. Dalam menjalankan profesinya, auditor diharuskan
menghasilkan audit yang berkualitas. Kualitas audit merupakan segala
kemungkinan dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat
menentukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem auditorsi klien dan
melaporkannya dalam laporan keuangan auditan, dimana dalam melaksanakan
tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing dan kode etik auditor
yang relevan (Rapina dkk, 2013).
Auditor mempunyai kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi
mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat
dan diri mereka sendiri. Auditor mempunyai tanggungjawab menjadi kompeten
untuk menjaga integritas dan obyektivitas mereka. Auditor mempunyai
kesempatan untuk melakukan tindakan tidak etis dalam menjalankan profesinya.
Kesadaran etika dan sikap profesional memegang peran yang sangat besar bagi
seorang auditor (Louwers et al. dalam Husein, 2004).
Perilaku yang beretika dalam organisasi adalah melaksanakan tindakan secara
fair sesuai hukum konstitusional dan peraturan pemerintah yang dapat
diaplikasikan (Steiner dalam Reiss dan Mitra, 1998). Harsono (1997)
menyimpulkan bahwa etika adalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah benar
dan salah. Etika profesi merupakan etika khusus yang menyangkut dimensi sosial.
Etika profesi khusus berlaku dalam kelompok profesi yang bersangkutan, yang
mana dalam penelitian ini adalah auditor.
Perilaku etis juga sering disebut sebagai komponen dari kepemimpinan, yang
mana pengembangan etika adalah hal penting bagi kesuksesan individu sebagai
pemimpin suatu organisasi (Morgan, 1993). Larkin (2000) juga menyatakan
bahwa kemampuan untuk dapat mengidentifikasi perilaku etis dan tidak etis
sangat berguna dalam semua profesi termasuk auditor. Apabila seorang auditor
melakukan tindakan-tindakan yang tidak etis, maka hal tersebut akan merusak
kepercayaan masyarakat terhadap profesi auditor itu (Khomsiyah dan Indriantoro,
1998). Dalam menjalankan profesinya seorang auditor secara terus menerus
berhadapan dengan dilema etik yang melibatkan pilihan antara nilai-nilai yang
bertentangan.
Dilema etis dalam setting auditing dapat terjadi ketika auditor dan auditee
tidak sepakat terhadap beberapa aspek fungsi dan tujuan pemeriksaan. Dalam
keadaan ini, auditee dapat mempengaruhi proses audit yang dilakukan oleh
auditor. Auditee dapat menekan auditor untuk melakukan tindakan yang
melanggar standar pemeriksaan. Dalam situasi seperti ini auditor dihadapkan pada
pilihan-pilihan keputusan yang saling bertentangan terkait dengan aktivitas
pemeriksaannya. Dalam situasi seperti ini auditor diharapkan mampu membuat
pertimbangan-pertimbangan etis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
keputusan yang akan diambilnya.
Dalam menjalankan jasa profesionalnya, auditor dirancang untuk memiliki
pandangan yang realistis dan sedapat mungkin idealis. Berkaitan dengan etika,
auditor tidak lepas dari standar dan prinsip-prinsip etika yang melekat dalam
pribadi auditor. Prinsip-prinsip etika dikatakan sebagai kerangka dasar bagi aturan
etika yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota (Abdul,
2008).
Kode etik auditor merupakan norma perilaku yang mengatur hubungan antara
auditor dengan para klien, antara auditor dengan sejawatnya dan antara profesi
dengan masyarakat. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai
panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai auditor,
bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di
ingkungan dunia pendidikan. Etika profesional bagi praktik auditor di Indonesia
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (Sihwahjoeni dan Godono, 2000).
Pertimbangan etis auditor juga dapat ditentukan oleh budaya etis organisasi.
Hunt dan Vitell (1986) menyatakan bahwa budaya etis organisasi sebagai salah
satu faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan etis. Budaya etis
organisasi merupakan suatu gabungan dari nilai-nilai etis individu para manajer
dengan kebijakan informal dan formal atas etika organisasi (Hunt et al., 1989,
dalam Wibowo, 2007). Sedangkan Schein (1985) mendefinisikan budaya etis
organisasi (coorporate ethical value) sebagai standar yang memandu adaptasi
eksternal dan integrasi internal organisasi (Leiwakabessy, 2009).
Budaya etis organisasi dibentuk salah satunya dari nilai-nilai yang
berkembang dalam organisasi dan pada akhirnya akan memberi identitas yang
jelas pada organisasi tersebut, memudahkan berkembangnya komitmen bersama,
mendorong stabilitas sistem sosial, dan membentuk perilaku dengan membantu
anggota organisasi menyadari keadaan sekelilingnya. Budaya etis organisasi
adalah pandangan luas tentang persepsi karyawan pada tindakan etis pimpinan
yang menaruh perhatian pada pentingnya etika di perusahaan dan akan
memberikan penghargaan ataupun sangsi atas tindakan yang tidak bermoral.
Nilai-nilai dan keyakinan yang berkembang dalam organisasi merupakan
dasar adanya budaya organisasi. Nilai-nilai ini berperan penting dalam
mempengaruhi perilaku etis individu dalam organisasi (Kinicki dan Kreitner,
2001 dalam Fakhri, 2003). Nilai-nilai tersebut memiliki lima komponen yakni (1)
nilai nadalah konsep atau keyakinan, (2) nilai untuk mencapai perilaku yang
diinginkan, (3) nilai melebihi situasi/objek, (4) nilai memandu pemilihan atau
evaluasi perilaku dan peristiwa, dan (5) nilai diperoleh melalui tingkat
kepentingannya.
Referensi

Abdul Halim. 2008. Auditing I :Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan. Edisi


Ketiga. UPP STIM YKPN: Yogyakarta.
Fakhri, M. Husein. 2003. “Pengaruh Pemahaman Kode Etik, Nilai Etis
Organisasi, dan Prinsip Moral Terhadap Perilaku Etis Akuntan”. Ventura,
Vol.6 No.2.
Harsono, Mugi. 1997. “Etika Bisnis sebagai Modal Dasar dalam Menghadapi Era
Perdagangan Bebas Dunia”. Perspektif (Januari): 4-9.
Husein, Muhammad F. 2004. “Keterkaitan Faktor-Faktor Organisasional,
Individual, Konflik Peran, Perilaku Etis dan Kepuasan Kerja Akuntan
Manajemen”. Makalah Simposium Dwi Tahunan J-AME-R. Yogyakarta.
Khomsiyah dan Nur Indriantoro. 1998. “Pengaruh Orientasi Etika terhadap
Komitmen, dan Sensitivitas Etika Akuntan publik Pemerintah di DKI
Jakarta”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol 1 (1) Jan: 13-28.
Larkin, Joseph M. 2000. “The Ability of Internal Auditors to Identify Ethical
Dilemmas”. Journal of Business Ethics 23: 401-409.
Morgan, Ronald B. 1993. “Self and Co-Worker Perceptions of Ethics and Their
Relationships to Leadership and Salary”. Academy of Management
Journal 36: 200-214.
Rapina, Saragi, L.W., Carolina. 2010. “Pengaruh Independensi Eksternal
AuditorTerhadap Kualitas Pelaksanaan Audit (Studi Kasus pada beberapa
KAP di Bandung)”. Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi No 2 .
Reiss, Michelle C., dan Kaushik Mitra. 1998. “The Effect of Individual
Difference Faktors on the Acceptibility of Ethical and Unethical
Workplace Behaviors”. Journal of Business Ethics 17: 1581-1593.
Sihwahjoeni dan M. Godono. 2000. “Persepsi Akuntan terhadap Kode Etik
Akuntan”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol.3(2) Juli: 168-184.
Wibowo, Hian Ayu Oceani. 2009. Pengaruh Independensi Auditr, Komitmen
Organisasi, Gaya Kepemimpinan, dan Pemahaman Good Governance
terhadap Kinerja Auditor (Studi emiris pada Kantor Akuntan publik di
Daerah Istimewa Yogyakarta). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas
Islam Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai