Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penilaian
Bicara mengenai penilaian tak akan lepas dari suatu pengukuran, namun
keduanya memiliki perbedaan arti. Pengukuran dilakukan untuk menentukan kuantitas
sedangkan penilaian dilakukan untuk menentukan nilai sesuatu. Kartawidjaja (1987: 1)
mengatakan mengukur sesuatu adalah usaha untuk mengetahui keadaan sesuatu
sebagaimana adanya. Berdasarkan data yang terkumpul diperoleh hasil pengukuran
berupa angka yang mengatakan tingkat kualitas sesuatu yang diukur itu. Hasil
pengukuran, baru akan mempunyai arti apabila dibandingkan dulu dengan suatu patokan
atau criteria. Semua usaha membandingkan hasil pengukuran dengan patokan sebagai
pembanding disebut penilaian.
Penilaian atau evaluasi selalau berhubungan erat. pengukuran dan penilaian
yaitu: pengukuran adalah tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu.
Sedangkan penilaian adalah tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu.
Penilaian dalam pendidikan biasanya disebut evaluasi. Pengukura dan penilaian
(evaluasi) yang diterapkan di bidang pendidikan bertujuan untuk mengukur dan
mengevaluasi hasil belajar murid. Objek yang dinilai meliputi berbagai aspek yang
menyangkut pribadi murid, yang berkenaan dengan kemampuan, kesanggupan,
penguasaan, pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperoleh sebagai
hasil belajar selama mengikuti program pengajaran tertentu. Evaluasi adalah perkiraan
kenyataan atas dasar ukuran nilai tertentu dalam rangka situasi yang khusus dan tujuan
yang ingin dicapai Kartawidjaja (1987: 1).
Assessment atau penilaian adalah sebuah proses yang dilakukan untuk
mendapatkan suatu informasi yang digunakan untuk membuat keputusan- keputusan
mengenai para siswa, kurikulum, program-program, dan kebijakan pendidikan,
metode atau instrument pendidikan lainnya oleh suatu badan, lembaga, organisasi atau
institusi resmi yang menyelenggarakan suatu aktivitas tertentu. Assesment juga
dikatan sebagai salah satu bentuk
penilaian, sedangkan penilaian adalah salah satu komponen dalam suatu evaluasi.
Ruang lingkup assesment sangat luas dibandingkan dengan evaluasi.t tindakan suatu
pengukuran yang bersifat kuantitatif dan penilaian yang bersifat kualitatif adalah bagian
integral yang tidak dapat dipisahkan dari assesment. Jadi, secara umum assesment dapat
diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat
digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa, baik yang menyangkut
kurikulum, program pembelajaran, iklim sekolah maupun kebijakan- kebijakan sekolah.
Sedangkan secara sederhana assesment diartikan sebagai proses pengukuran dan
nonpengukuran untuk memperoleh data karakteristik peserta didik dengan aturan tertentu
( Uno dan Koni, 2012: 1-2).
Tujuan dan fungsi assesment menurut Buchori (dalam Uno dan Koni, 2012: 12)
yaitu untuk mengetahui kemajuan anak atau murid setelah murid tersebut, menyadari
pendidikan selama jangka waktu tertentu, dan untuk mengetahui tingkat efisiensi
metode-metode pendidikan yang dipergunakan pendidikan selama jangka waktu tertentu.
Sedangkan menurut Arikunto (dalam Uno dan Koni, 2012: 12) tujuan atau fungsi
evaluasi ada beberapa hal, diantaranya penilaian berfungsi selektif, penilaian berfungsi
diagnostik, penilaian berfungsi sebagai penempatan, dan penilaian berfungsi sebagai
pengukur.
Objek assesment terdiri dari tigas segi, yaitu: (1) input, (2) transformasi, dan (3)
output. Input (murid) dianggap sebagai bahan mentah yang akan diolah. Transformasi
dianggap sebagai dapur tempat mengolah bahan mentah, dan output dianggap sebagai
hasil pengolahan yang dilakukan di dapur dan siap untuk dipakai. Setelah memilih
objek yang akan di evaluasi selanjutkan ditentukan aspek-aspek apa saja dari objek
tersebut yang akan dievaluasi. Kemudian dilihat dari input tersebut, maka objek dari
evaluasi pendidikan meliputi 3 aspek, yaitu: aspek kemampuan, kepribadian, dan sikap.
Sedangkan unsur dalam transformasi yang menjadi objek penilaian antara lain:
kurikukum/materi, metode dan cara penilaian, sarana pendidikan/media, sistem
administrasi, guru dan personal lainnya (Uno dan Koni, 2012: 15-16).
Terdapat beberapa hal yang menjadi prinsip dalam penialaian, yaitu: proses
penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran,
bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran, penilaian harus mencerminkan
masalah dunia nyata bukan dunia sekolah, penilaian harus menggunakan berbagai
ukuran, metode, dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman
belajar, dan penilaian harus bersifat holistik yang mencangkup semua aspek dari tujuan
pembelajaran. Tujuan penilaian seharusnya diarahkan pada 4 hal, yaitu: (1) penelusuran
yang digunakan untuk menelusuri proses pembelajaran tetap sesuai dengan rencana, (2)
pengecekan yang digunakan untuk mengecek kelemahan- kelemahan yang dialami oleh
siswa selama proses pembelajaran, (3) pencarian digunakan untuk mencari dan
menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam
proses pembelajaran, dan (4) penyimpulan digunakan untuk menyimpulkan apakah
siswa telah menguasai seluruh kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum atau
belum (Suprananto, 2012: 8-9).
B. Analisis Soal
Analisis soal menurut Karno (dalam Alpusari, 2014: 107) adalah salah satu
kegiatan dalam rangka mengkontruksikan soal untuk mendapatkan gambaran tentang
mutu soal, baik mutu keseluruhan soal atau tiap butir soal . Tujuan analisis butir soal
kegiatan ini adalah (1) mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang
bermutu sebelum digunakan, (2) meningkatkan kualitas butir tes melalui revisi atau
membuang soal yang tidak efektif, serta (3) mengetahui informasi diagnostik pada
siswa apakah mereka telah memahami materi yang telah diajarkan. Soal yang bermutu
adalah soal yang dapat memberikan informasi setepat-tepatnya tentang siswa mana
yang telah menguasai materi dan siswa mana yang belum menguasai materi. Analisis
butir soal dapat dilakukan secara kualitatif (berkaitan dengan isi dan bentuknya) dan
kuantitatif (berkaitan dengan ciri-ciri statistiknya). Analisis kualitatif mencangkup
pertimbangan validitas isi dan konstruk, sedangkan analisis kuantitatif mencangkup
pengukuran validitas dan reabilitas butir soal, kesulitan butir soal, serta deskriminasi
soal. Kedua teknik inimasing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Oleh karena
itu, teknik terbaik adalah menggunakan atau memadukan keduanya (Suprananto, 2012:
163).
C. Kemampuan Berpikir
Setiap orang dapat berpikir dan memecahkan masalah, tetapi ada perbedaan
yang luas dalam kecakapan-kecakapn tersebut antara orang yang satu dengan yang lain.
Berpikir itu menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah sebagai berikut:
a. Adanya kesulitan yang dirasakan atau kedasaran akan adanya masalah
b. Masalah itu diperjelas dan dibatasi
c. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan
d. Mencari hubungan-hubungan untuk memutuskan hipotesis-hipotesis, kemudian
hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji agar dapat ditentukan untuk diterima atau
ditolak (Slameto, 2010: 142-143).
e. Berpikir adalah daya jiwa yang dapat meletakkan hubungan-hubungan antara
pengetahuan kita. Berpikir itu merupakan proses yang “dialektis”. Artinya selama
kita berpikir, pikiran kita dalam keadaan Tanya jawab, untuk dapat meletakkan
hubungan pengetahuan kita (Ahmadi dan Supriyono, 2004: 31).
Kecakapan untuk berpikir terang merupakan salah satu yang dapat
memungkinkan orang untuk dapat menguasai sungguh yang dipelajari. Para ahli
berpendapat tentang berpikir dengan bermacam-macam pandangan. Ahli pskilogi
menganggap berpikir adalah kelangsungan tanggapan-tanggapan di mana subyek
berpikir secapa pasif. Sedangkan plato berpendapat bahwaberpikir merupakan
aktivitas ideasional. Tujuan dari berpikir yaitu meletakkan hubungan antara
bagian-bagian pengetahuan. Bagian-bagian pengetahuan tersebut adalah sesuatu
yang telah dimiliki yang berupapengertian-pengertian dan dalam batas tertentu
juga tanggapan- tanggapan. Berpikir merupakan proses yang dinamis yang dapat
dilukiskan menurut proses atau jalannya (Suryabrata, 2008: 54-55).

D. Higher Order Thingking Skill (HOTS)


Kemampuan berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai penggunaan pikiran
secara lebih luas untuk menemukan tantangan baru. Kemampuan berpikir tingkat tinggi
ini menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi baru atau pengetahuan
sebelumnya dan memanipulasi informasi untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam
situasi baru. Berpikir tingkat tinggi adalah berpikir pada tingkat lebih tinggi dari pada
sekedar menghafalkan fakta atau mengatakan sesuatu kepada seseorang persis seperti
sesuatu itu disampaikan kepada kita. Wardana mengemukakan bahwa kemampuan
berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir yang melibatkan aktivitas mental dalam
usaha mengeksplorasi pengalaman yamg kompleks, reflektif dan kreatif yang dilakukan
secara sadar untuk mencapai tujuan, yaitu memperoleh pengetahuan yang meliputi tingkat
berpikir analitis, sintesis, dan evaluatif (Rofiah, Aminah, Ekawati, 2013: 17).
Terkait dengan isu perkembangan pendidikan di tingkat internasional, Kurikulum
2013 dirancang dengan berbagai penyempurnaan. Penyempurnaan antara lain dilakukan
pada standar isi yaitu dengan mengurangi materi yang tidak relevan serta pendalaman dan
perluasan materi yang relevan bagi peserta didik serta diperkaya dengan kebutuhan
peserta didik untuk berpikir kritis dan analitis sesuai dengan standar internasional.
Penyempurnaan lainnya juga dilakukan pada standar penilaian, dengan mengadaptasi
secara bertahap model-model penilaian standar internasional. Penilaian hasil belajar
diharapkan dapat membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS), karena berpikir tingkat tinggi dapat
mendorong peserta didik untuk berpikir secara luas dan mendalam tentang materi
pelajaran (Widana, 2017: 1).
Berdasarkan Taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Anderson & Krathwohl
(2001) Dimensi proses berpikir dalam Taksonomi Bloom sebagaimana yang telah
disempurnakan oleh terdiri atas kemampuan: mengetahui (knowing-C1), memahami
(understanding-C2), menerapkan (aplying-C3), menganalisis (analyzing-C4),
mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-C6). Soal-soal HOTS pada
umumnya mengukur kemampuan pada ranah menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi
(evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-C6).
Tujuan soal-soal berbasis HOTS adalah untuk mengukur keterampilan berpikir
tingkat tinggi. Dalam melakukan penialaian, guru dapat menyisipkan beberapa butir soal
HOTS. Berikut adalah beberapa peran soal-soal HOTS daam meningkatkan mutu
pendidikan dalam Widana (2017:18):
1. Mempersiapkan kompetensi peserta didik abad ke-21, penilaian yang dilaksanakan
oleh satuan pendidikan diharapkan dapat membekali peserta didik untuk memiliki
sejumlah kompetensi yang dibutuhkan pada abad ke-21. Secara garis besar, terdapat
3 kelompok kompetensi yang dibutuhkan pada abad ke-21 (21 century skills) yaitu:
memiliki karakter yang baik (beriman dan taqwa, rasa ingin tahu, pantang
menyerah, kepekaan sosial dan berbudaya, mampu beradaptasi, serta memiliki daya
saing yang tinggi); memiliki sejumlah kompetensi (berpikir kritis dan kreatif,
problem solving, kolaborasi, dan komunikasi); serta menguasai literasi mencakup
keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk
cetak, visual, digital, dan auditori.
2. Memupuk rasa cinta dan peduli terhadap kemajuan daerah, penilaian guru
diharapkan dapat mengembangkan soal-soal HOTS secara kreatif sesuai dengan
situasi dan kondisi di daerahnya masing-masing. Kreativitas guru dalam hal
pemilihan stimulus yang berbasis permasalahan daerah di lingkungan satuan
pendidikan sangat penting. Berbagai permasalahan yang terjadi di daerah tersebut
dapat diangkat sebagai stimulus kontekstual. Dengan demikian stimulus yang
dipilih oleh guru dalam soal-soal HOTS menjadi sangat menarik karena dapat
dilihat dan dirasakan secara langsung oleh peserta didik. Disamping itu, penyajian
soal-soal HOTS dalam ujian sekolah dapat meningkatkan rasa memiliki dan cinta
terhadap potensi-potensi yang ada di daerahnya.Sehingga peserta didik merasa
terpanggil untuk ikut ambil bagian untuk memecahkan berbagai permasalahan yang
timbul di daerahnya.
3. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik, pendidikan formal di sekolah
hendaknya dapat menjawab tantangan di masyarakat sehari- hari. Ilmu
pengetahuan yang dipelajari di dalam kelas, agar terkait langsung dengan
pemecahan masalah di masyarakat.Dengan demikian peserta didik merasakan
bahwa materi pelajaran yang diperoleh di dalam kelas berguna dan dapat dijadikan
bekal untuk terjun di masyarakat. Tantangan-tantangan yang terjadi di masyarakat
dapat dijadikan stimulus kontekstual dan menarik dalam Penilaian, sehingga
munculnya soal-soal berbasis soal-soal HOTS, yang diharapkan dapat menambah
motivasi belajar peserta didik.
4. Meningkatkan mutu penilaian, Penilaian yang berkualitas akan dapat meningkatkan
mutu pendidikan. Dengan membiasakan melatih siswa untuk menjawab soal-soal
HOTS, maka diharapkan siswa dapat berpikir secara kritis dan kreatif. Ditinjau dari
hasil yang dicapai dalam US dan UN, terdapat 3 kategori sekolah yaitu: (a) sekolah
unggul, apabila rerata nilai US lebih kecil daripada rerata UN; (b) sekolah biasa,
apabila rerata nilai US tinggi diikuti dengan rerata nilai UN yang tinggi dan
sebaliknya nilai rerata US rendah diikuti oleh rerata nilai UN juga rendah; dan (c)
sekolah yang perlu dibina bila rerata nilai US lebih besar daripada rerata nilai UN.
E. Ujian Nasional (UN)
Adapun pengertian Ujian Nasional (UN) menurut permendikbud nomor 5
tahun 2015 pasal 1 ayat 5, Ujian Nasional selanjutnya disebut UN adalah kegiatan
pengukuran dan penilaian pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata
pelajaran tertentu. Kegunaan hasil Ujian Nasional UN menurut Permendikbud nomor
5 tahun 2015 pasal 21 ayat 1 adalah sebagai berikut: (1) Pemetaan mutu program dan.
Atau satuan pendidikan; (2) Pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan
berikutny; dan (3) Pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian bantuan kepada
satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Soal ujian yang berkualitas menurut Kemendikbud (2015: 10-13) adalah soal
yang baik, pelaksanaan yang jujur dan kredibel, pemanfaatan hasil untuk peningkatan
mutu pendidikan berkelanjutan, tepat mutu, tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat
sasaran. Ujian nasional dilakukan untuk membentuk generasi pembelajar yang
berintegritas. Ujian Nasional menjadi kebutuhan pemetaan (diagnistik) bagi siswa,
orang tua, guru, sekolah, pemerintah dan masyarakat. Peta perjalan perubhan ujian
nasional dari tahun 2015 hingga nanti pada tahun 2019-2020. Pada tahun 2015 ujian
nasional tidak untuk kelulusan, kemudian dapat diulang pada tahun berikutnya,
SKHUN yang lebih bermakna, dan pengenalan CBT. Sedangkan pada tahun 2016-
2018
ujian nasional dilakukan pada awal semester terakhir dan ujian nasional dapat diulang
pada tahun yang sama. Pada tahun 2019-2020 yang akan mendatang, sekolah dan guru
dapat mengarahkan potensi siswa secara lebih baik, ujian nasional CBT dilakukan
secara luas dan terbentuk testing center di daerah, ujian nasional dilakukan dengan
jadwal yang fleksibel.
F. UASBN
Penilaian memiliki manfaat penting dalam kegiatan pembelajaran . melalui
penilaian dapat diketahui hasil dari kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Menurut
Permendikbud Nomor 3 Tahun 2017 tentang penilaian. Hasil belajar oleh satuan
Pendidikan . Ujian Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) merupakan kegiatan
pengukuran capaan kompetensi peserta didik yang dilakukan sekolah untuk mata
pelajaran tertentu dengan mengacu pada standar kompetensi lulusan untuk memperoleh
pengakuan atas prestasi belajar. tes merupakan salah satu teknik paling mudah yang
dilakukan untuk melihat kemajuan belajar dan hasil belajar peserta didik dalam aspek
kognitif. salah satu bentuk tes objektif yang paling sering digunakan adalah tesi pilihan
ganda berdasarkan permendikbud nomor 3 tahun 2017 tentang penilian hasil belajar oleh
pemerintah dan penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bahwa soal UASBN dibuat
oleh guru-guru sekolah yang tergabung dalam musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP) berdasarkan kisi-kisi yang dikeluarkan oleh BSNP (Sugiarto, Dkk, 2017)

G. Analisis Jurnal
Jurnal yang digunakan dalam penelitian ini adalah jurnal yang berkaitan
dengan analisis soal evaluasi pendidikan terutama Ujian Nasional (UN) yang
dikaitkan dengan tuntutan abad 21 yaitu High Order Thinking Skill (HOTs). Artikel
yang digunakan adalah artikel yang ditulis oleh Siti Khoirun Nisa (2018) , yang
menjelaskan tentang Analisis dan pengembagan soal HOTS. Dengan artikel ini
penulis dapat menjelaskan bagaimana kualitas soal HOTs dalam Ujian Nasioan (UN)
dan Ujian sekolah Berstandar Nasional (USBN), apa yang harus dilakukan guru untuk
memperbaiki soal UN dan USBN agar sesuai dengan HOts. Artikel lain yang
digunakan dalam penulisan ini adalah, artikel yang ditulis oleh Mohammad Sugiarto,
yang menjelaskan Analisis Kualitas soal Ujian Sekolah Berstandar Nasional Mata
pelajaran Fisika. Dengan artikel ini, penulis dapat menjelaskan bagaimana kualitas
soal USBN ditinjau dari aspek soal validasi isi, validitas kriteria, dan tingkat
kesukaran.
Artikel lain yang digunakan adalah artikel dari Nur Rochmah lailly
(2015), berdasarkan artikel ini penulis dapat mengetahui tipe soal UN yang sesuai
dengan HOTs yang seharusnya sesuai dengan tuntutan. Selain hal tersebut, penulis
dapat mengetahui soal yang berkaitan dengan gambar/grafik, Tabel, Simbol, dan
penggalan kasus. Data inidapat digunakan untuk menganalisis, apakah soal UN dan
USBN sudah mengandung gambar/grafik dan lain-lain. Selain ketiga artikel tersebut
digunakan beberapa pendukung artikel untuk mengetahui data literasi sains siswa,
kemampuan siswa dalam mengerjakan soal HOTs, dan sebagai acuan untuk
mengetahui pentingnya soal Hots untuk perkembangan mutu pendidikan secara
Internasional juka ditinjau dari PISA.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A dan Supriyono, W. 2001. Psikologi Belajar. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
242 hlm.

Alpusari, M. 2014. Analisis Butir Soal Konsep Dasar IPA 1 Melalui Penggunaan
Program Komputer Anates Versi 4.0 For Windows. Jurnal Primary
Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Riau. 3 (2). 10 hlm.

Arohman, M., et al., (2016). Kemampuan Literasi Sains Siswa pada Pembelajaran
Ekosistem. Proceeding Biology Education Conference. 13(1): 90-92

Hayat, B., & S. Y. (2010). Benchmark Internasional: Mutu Pendidikan. Jakarta:


Bumi Aksara.

Gunawan, A. W. (2003). Genius Learning Strategy: Petunjuk Praktis untuk Mener-


apkan Accelerated Learning. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kartawidjaja, E.1987. Pengukuran Dan Hasil Evaluasi Belajar. Sinar Baru


Bandung. Bandung. 193 hlm.

Kemendikbud. 2014. Modul Pelatihan Guru: Implementasi Kurikulum 2013 Mata


Pelajaran Sosiologi SMA/ SMK Tahun 2014/ 2015. Jakarta: P4-BPSDM-
PKPMP.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Tahun 2015
Tentang Kebijakan Perubahan Ujian Nasional. 38 hlm.

Lailly, N.R dan A, W, Wisudawati. 2015. Analisis Soal Tipe Higher Order
Thinking Skill (HOTS) dalam Soal UN kimia SMA Rayon B tahun
2012/2013. Jurnal Kaunia Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta. 11(01). 13 hlm.

Nugroho, Riant. 2011. Public Policy: Dinamika Kebijakan, Analisis Kebijakan,


Manajemen Kebijakan. Jakarta: OT. Elex Media Komputindo
Nisa, S,K, dan wasis.2018. Analisis dan pengembangan soal High Order
Thinking Skill (HOTs) Mata pelajaran Fisika Tingkat Sekolah
Menengah Atas (SMA). Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. 7(2). 7 hlm.
Permendikbud 2013. Penilaian. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan

OECD, (2012). PISA 2012 Assessment Analytical Framework. Paris: OECD

OECD, (2015). PISA 2015 Result in Focus. Paris: OECD.

Rofiah, E., Amiah, Nonoh, S., dan Ekawati, E. 2013. Penyusunan Instrument Tes
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika Pada Siswa SMP. Jurnal
Pendidikan Fisika. l 1 (2). 6 hlm.

Sajidan dan Afandi. 2017. Pengembangan Model Pembelajaran Ipa Untuk


Memberdayakan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Sains (SNPS) 2017. 1 (2). 13 hlm.
Salamah, U, 2018. Penjamin Mutu Penilaian Pendidikan. Journal Evaluasi. 2 (1):
274-293.

Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Media Grup.

Sothayapetch, Pavinee., et al. (2013). a Comparative Analysis of PISA Scientific


Literacy Framework in Finnish and Thai Science Curricula.International
Council of Association for Science Education. 24(1): 78-97.
Setiadi, H. 2016. Pelaksanaan Penilaian pada Kurikulum 2013. Jurnal Penelitian
dan Evaluasi Pendidikan. 20 (2): 167-178, (Online), (https://jour-
nal.uny.ac.id/index.php/jpep/article/view/7173, diakses 30 Agustus 2018).
Slameto. 2010. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. PT. Rineka
Cipta. Jakarta.

Suprananto, K. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Graha Ilmu.


Yogyakarta. 235 hlm.

Suryabrata, S. 2008. Psikologi Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.


354 hlm.

Tilaar, H.A.R. 2012. Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis.


Jakarta: Rineka Cipta.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem


Pendidikan Nasional. 33 hlm.

Uno, H.B. dan Koni, S. 2012. Assessment Pembelajaran. PT Bumi Aksara.


Jakarta.

Sugiarto, 2017. Analisis Kualitas Soal Ujian Sekolah Berstandar Nasional Mata
Pelajaran Fisika Kelas Xii Ipa Sma Negeri Kabupaten Enrekang. Penelitian
dan Evaluasi Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Makassar
Widana, I . 2017. Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS).
Direktorat Pembinaan SMA Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta. 46 hlm.

Zubaedi. 2012. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam


Lembaga Pendidikanm. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Anda mungkin juga menyukai