Anda di halaman 1dari 24

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Usia : 22 tahun
Alamat : Jalan Nusa Indah, Ciracas, Jakarta Timur
Jenis Kelamin : Perempuan
Ruang Rawat : Dahlia 502
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 09 September 2019
Tanggal Pemeriksaan : 12 September 2019

Anamnesis : Autoanamnesis pada tanggal 12 September 2019 di ruang perawatan


Dahlia 502.

Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit

Keluhan Tambahan : Sesak nafas sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit dan
memberat sejak 3 jam SMRS. Demam (+) Batuk (+) Nyeri dada (+) Lemas (+) Sakit
kepala (-) mual muntah (-) berdebar-debar (+) keringat dingin (+) bengkak pada
ekstremitas (-)

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien sesak nafas dan memberat saat berbaring dan
setelah melakukan aktivitas berat. Sesak dirasakan membaik dengan posisi duduk.
Pasien juga mengeluh batuk berdahak sejak 1 hari SMRS, batuk dirasakan hampir
setiap saat, dahak berwarna hijau, tidak berdarah. Pasien juga mengeluh demam
sejak 1 hari SMRS, demam tidak terlalu tinggi dengan suhu 37-38 derajat celcius.
Jika batuk terus menerus pasien merasakan jantungnya berdebar-debar sangat keras
dan keringat dingin. Batuk dan sesak nafas seringkali mengganggu tidur pasien
sehingga pasien mengalami kesulitan tidur.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Penyakit Jantung (+) Atrial Septal Defect, pasien baru mengetahuinya
sejak 3 tahun yang lalu.
Riwayat Asma (-)
Riwayat alergi obat (-)

1
Riwayat Pemakaian Obat :
Obat racikan dari dokter spesialis jantung RS Harapan Kita, pasien tidak
mengetahui obat apa saja yang Ia konsumsi selama ini.

Riwayat Keluarga :
Keluarga menderita Penyakit Jantung Koroner (-)
Riwayat Asma pada keluarga (-)
Riwayat penyakit jantung bawaan (-)
Penyakit hipertensi (-)
Penyakit DM (-)

Status Generalis:
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : composmentis GCS: 15 E: 4 V: 5 M: 6
3. Tekanan darah : 110/70 mmHg
4. Nadi : 115x/menit
5. Suhu : 38,0 derajat celcius
6. Pernapasan : 24x/menit
7. Status Gizi:
- Berat badan : 37 kg
- Tinggi badan : 146 cm
- IMT : 17,37 (Berat badan kurang)

Pemeriksaan Fisik:
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 09 September 2019
Kepala
1. Bentuk : Normocephal
2. Posisi : Simetris
3. Wajah : Tidak sembab

Mata
1. Exophtalmus : Tidak ada
2. Enophtalmus : Tidak ada
3. Edema periorbita : -/-
4. Kongtiva anemis : -/-
5. Sklera ikterik : +/+
6. Pupil : isokor
7. Refleks cahaya : Langsung (+/+) Tidak langsung (+/+)

2
Hidung
1. Bentuk : Normal
2. Napas cuping hidung : Tidak ditemukan
3. Septum : Tidak ada deviasi
4. Sekret : Tidak ditemukan

Telinga
1. Bentuk & ukuran : Normal
2. Darah & cairan : Tidak ditemukan
3. Nyeri tekan tragus : -/-
4. Pendengaran : Normal

Mulut
1. Labium oris : Normal, tidak tampak massa/benjolan
2. Commissura Labiorum Oris : Simetris, tidak ditemukan deviasi
3. Philtrum : Berada di tengah
4. Vestibulum oris : Tampak gigi beraturan & utuh
5. Cavum oris : Lidah bentuk normal, tidak ditemukan
deviasi
6. Pallatum molle : Tidak hiperemis, tidak tampak massa
7. Fossa bucalis : Tidak ditemukan massa
8. Uvula : Letak ditengah, tidak deviasi
9. Tonsila palatina : T1/T1, tidak hiperemis

Kulit
1. Warna : Kuning langsat
2. Efloresensi dan jaringan parut :Dalam batas normal
3. Pigmentasi : Dalam batas normal
4. Turgor : Baik
5. Ikterus :+
6. Sianosis : Tidak ada
7. Pucat : Tidak ada
8. Pertumbuhan rambut : Dalam batas normal

Leher
1. Bentuk : Bentuk normal, tidak tampak hiperemis, tidak
tampak massa
2. Kelenjar tiroid : Tidak tampak pembesaran
3. Kelenjar limfe : Tidak tampak pembesaran

3
Paru-Paru
1. Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris pada keadaan
statis dan dinamis. Tidak tampak hematoma,
sikatrik, dan benjolan.
2. Palpasi : Fremitus taktil dan vocal dada kanan dan kiri normal.
Nyeri tekan (-), Teraba Massa (-).
3. Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
4. Auskultasi : Suara napas dasar vesikuler +/+, ronkhi +/+,
wheezing -/-

Jantung
1. Inspeksi : Iktus kordis terlihat di bawah papilla
mamae
2. Palpasi :Iktus kordis teraba di ICS 5 linea
midclavicula sinitra
3. Perkusi
- Batas jantung kanan : ICS 4 linea parasternalis dextra
- Batas jantung kiri : ICS 5 linea mid clavicularis sinistra
- Batas pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
4. Auskultasi :Bunyi jantung I/II reguler teratur,
gallop (-), murmur sistolik (+)

Abdomen
1. Inspkesi : Perut datar simetris, tidak ada sikatrik.
2. Aukultasi : Bising usus (+) normal
3. Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan dan tidak teraba
massa. Tidak teraba pembesaran hepar dan lien, tes undulasi (-)
4. Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran, shifting dullnes (-)

Ekstremitas
1. Akral lembab pada ektermitas atas dan bawah dextra sinistra
2. Edema (-)
3. Caapilary Refill Time < 2 detik

4
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium pada tanggal 09 September 2019 di IGD RSUD Pasar Rebo

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Satuan Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Hemoglobin L 10.7 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 36 % 32 – 47
Eritrosit 3.9 Juta/L 3.8 – 5.2
Leukosit 8.00 103/L 3.60 – 11.00
Trombosit 292 ribu/L 150 – 440

KIMIA KLINIK
SGOT (AST) 20 U/L < 37
SGPT (ALT) 10 U/L < 41
Troponin I < 0. 01 ng/mL 0.00 – 0.02
Kuantitatif

Ureum Darah L 12 mg/L 20 – 40


Kreatinin Darah 0.55 mg/L 0.35 – 0.93
Egfr 146.9 mL/min/1.73m2 >60
Glukosa Darah 107 mg/dL < 200
Sewaktu

5
Pemeriksaan EKG pada 09 September 2019 di IGD RSUD Pasar Rebo

Interpretasi EKG:
Kalibrasi sesuai standar
Irama sinus, regular
Heart rate: 100x/menit
Right aksis deviasi: lead I (-) aVF(+)
Interval PR: Tidak memanjang
Gelombang P: tidak jelas
Segmen ST: isoelektrik
RBBB

6
Pemeriksaan Radiologi pada 09 September 2019 di RSUD Pasar Rebo

Interpretasi: Kardiomegali
Suspect bendungan paru

7
Pemeriksaan Transesophageal Echocardiography Report pada 03 Juli 2019 di
RS Pusat Jantung Harapan Kita

8
Interpretasi :
LVEF: 63,2%
Atrium kanan dilatasi
Ventrikel kanan dilatasi
Fungsi sistolik ventrikel kanan menurun
Atrium kiri normal
Large ASD secundum left to right shunt
Regurgitasi katup mitral & tricuspid ringan
Kemungkinan besar hipertensi pulmonal.

9
Resume
Pasien wanita usia 22 tahun datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan
sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit disertai demam, sesak
dirasakan memberat saat beraktivitas dan berbaring, sesak berkurang jika posisi
pasien duduk. Keluhan tambahannya beupa batuk berdahak warna hijau sejak 1 hari
smrs dan nyeri dada sebelah kiri seperti ditekan. Pasien juga mengeluh lemas, dada
berdebar-debar dan berkeringat dingin terutama malam hari. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan suara ronki basah halus di kedua lapang paru, terdengar murmur
ejeksi sistolik pada jantung. Pasien sebelumnya memang memiliki riwayat penyakit
jantung bawaan yaitu ASD. Pada pemeriksan laboratorium didapatkan nilai Hb
dibawah normal yaitu 10,7 g/dl dan ureum darah yang rendah yaitu 12 mg/L. Pada
hasil pemeriksaan TEE didapatkan dilatasi atrium kanan, ditemukan gap pada
septum atrium dengan diameter 2,7-3,6 cm shunt left to the right, regurgitasi mitral
dan tricuspid ringan, sebelumnya pasien sudah didiagnosis Atrial Septal Defect
type Secundum. Pada pemeriksaan EKG didapatkan Irama sinus, regular, heart rate
100x/menit, Right aksis deviasi: lead I (-) aVF(+), Interval PR Tidak memanjang,
gelombang P tidak jelas, segmen ST isoelektrik, dan RBBB.

Diagnosis Kerja
Atrial Septal Defect Sekundum

Diagnosis Banding
Ventricle Septal Defect
Patent Ductus Arteriosus
Stenosis pulmonal
Penatalaksanaan

Terapi Non-Farmakologi
Tirah Baring
O2 Nasal Kanul 3 lpm.
Terapi Farmakologi
Spironolakton 2x50 mg
Digoxin 1x0,25 mg
Captopril 3x6,25 mg
Lasix Inj 2x20 mg

10
Prognosis
Ad vitam :Dubia ad Bonam
Ad Functionam :Dubia ad Bonam
Ad Sanactionam :Dubia ad Bonam

Follow Up
12 September 2019
(Flamboyan)
S/
- Nyeri dada (-)
- Sesak (-)
- Lemas (+)
- Batuk (+)
O/
Status generalis
- KU: Sedang
- GCS 15, Composmentis
- TD : 118/80 mmHG
- Suhu: 35,9ºC
- HR: 112x/menit
- RR: 20 x/menit
- Jantung : BJ I-II Reguler M (+) G (-)
- Paru: Ves +/+ Rh +/+ Wh -/-

A/
- ASD
- P/ Spironolakton 2x50 mg
- Digoxin 1x0,25 mg
- Captopril 3x6,25 mg
- Spironolakton 2x50 mg

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ATRIAL SEPTAL DEFECT

1. DEFINISI
Defek septum atrium/atrial septal defect (ASD) adalah salah satu kelainan
jantung kongenital di mana terdapat hubungan antar atrium kanan dan kiri karena
adanya defek/lubang pada sekat atrium. Defek ini memungkinkan adanya aliran
darah antar atrium, yaitu dari atrium kiri ke kanan dan pada keadaan yang lebih
buruk yaitu dari kanan ke kiri. Adanya aliran ini disebabkan karena perbedaan
tekanan, yang mana membuat darah yang kaya akan oksigen pada atrium kiri
kembali bercampur dengan darah yang kurang oksigen pada ventrikel kanan,
sehingga membuat total darah yang dipompa ke seluruh tubuh berkurang akibat
adanya left to right shunt.

Gambar 1. Jantung dengan ASD

Pada sebagian besar kasus, penyakit ini jarang menimbulkan gejala dan biasanya
ditemukan secara spontan pada saat dewasa. Akan tetapi, berat ringannya penyakit
tergantung dari seberapa besar kebocoran sekatnya, beberapa gejala yang sering
muncul yaitu infeksi saluran napas berulang, sesak saat beraktivitas, berdebar-
debar, bahkan adanya gangguan pertumbuhan yang nantinya akan dibahas lebih
lanjut pada bagian selanjutnya.

2. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kelainan kongenital pada system kardiovaskular sulit ditentukan
secara akurat, oleh karena ada beberapa hal yang tidak terdeteksi pada saat
kelahiran, misalkan kelainan katup aorta bicuspid, prolaps katup mitral, defek

12
septum atrium, dan lainnya. Adapun frekuensi kejadian beberapa malformasi
kongenital jantung menurut persentase insidensinya adalah defek septum ventrikel
30,5%, defek septum atrium 9,8%, duktus arteriosus persisten 9,7%, stenosis
pulmonal 6,9%, koarktasio aorta 6,8%.
Defek septum atrium merupakan penyakit jantung kongenital kedua setelah
defek septum ventrikel (VSD). ASD terdapat pada 1 dari 1.500 kelahiran hidup,
dan diperkirakan telah mengalami peningkatan akibat berkembangnya teknologi
pemeriksaan jantung. Menurut jenis kelamin, perbandingan perempuan dan laki-
laki pada penyakit ini yaitu 2:1

3. ETIOLOGI
Penyebab pasti dari ASD belum dapat diidentifikasi secara pasti, dan
diperkirakan banyak factor yang berpengaruh, bahkan pula dapat bersifat idiopatik
atau spontan. Salah satu penyebab terjadinya menurut penelitian yaitu adanya
mutasi pada gen cardiac transcription factor NKX2.5, yang berpengaruh pada ASD
familial diturunkan secara autosomal dominan. Selain itu, ASD timbul lebih sering
pada pasien syndrome down (trisomy 21), ebstein anomaly, fetal alcohol syndrome,
Holt-Oram Syndrome, Lutembacher’s syndrome.
Selain itu, faktor risiko terjadinya ASD adalah infeksi rubella (german measles)
selama kehamilan, paparan obat-obatan, tembakau, dan alkohol, serta adanya
riwayat lupus dan diabetes pada ibu juga berpengaruh terhadap angka kekerapan
munculnya ASD. Namun masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut terkait hal ini

4. KLASIFIKASI
Menurut lokasi terjadinya defek septum, penyakit ini digolongkan menjadi :
1. Ostium sekundum
Ostium sekundum merupakan jenis ASD yang paling sering (75-
80% dari semua kasus ASD) , di mana terdapat defek pada
bagian tengah dari septum interatrkium, di daerah foramen
ovale.
2. Ostium primum
Ostium primum jenis ASD kedua tersering (15-20% dari kasus
ASD), di mana terdapat defek pada bagian bawah dari septum
interatrium yang sering juga disertai dengan gangguan pada
katup mitralis.
3. Sinus Venosus
ASD tipe sinus venosus merupakan ASD terjarang dengan 5-
10% dari keseluruhan kasus. Berlokasi di daerah superior dari
septum.

13
5. PATOFISIOLOGI
Defek septum atrium merupakan penyakit kongenital di mana terdapat
defek pada septum yang menghubungkan antara atrium kiri dan kanan,
sehingga memungkinkan terjadinya arus darah antar atrium. Pergerakan darah
di jantung sangat dipengaruhi oleh perbedaan tekanan antar ruang jantung,
komplians dinding ruang jantung (atrium/ventrikel), dan pada ASD juga sangat
dipengaruhi oleh luas defek septum. Semakin beda tekanan, komplians, dan
besar defeknya, semakin besar pirau yang terjadi, dan semakin besar pula
dampak yang terjadi dalam sirkulasi.
Siklus jantung terdiri dari fase sistol dan diastol, di mana pada saat sistolik
terjadi pemompaan darah dari jantung ke paru-paru atau ke seluruh tubuh
melalui ventrikel kanan dan kiri yang bertekanan tinggi, sedangkan pada fase
diastolic terjadi pengisian darah di jantung dari paru-paru dan dari seluruh
tubuh. Atrium kiri menerima darah dari paru, dan atrium kanan menerima darah
dari seluruh tubuh. Secara umum, jantung terdiri dari ruang kanan dan kiri, di
mana rata-rata tekanan di sisi kiri lebih tinggi dari sisi kanan, karena kerja
mereka lebih berat. Maka ketika fase diastolik pengisian darah di kedua atrium,

14
pada umumnya terjadi aliran darah dari atrium kiri ke kanan karena tekanan di
atrium kiri lebih tinggi beberapa milimeter Hg dari atrium kanan, setelah itu
darah mengalir ke ventrikel kanan dan dipompa kembali ke paru, sedangkan
darah di sisi kiri jantung yang berada di ventrikel kiri relatif lebih sedikit,
sehingga lebih sedikit pula yang dipompa.
Proses tersebut di atas dinamakan left to right shunt sehingga vaskularisasi paru
lebih banyak dari vaskularisasi sistemik (Qp>Qs). Pada sebagian besar kasus
ASD tidak menimbulkan gejala, tergantung pada seberapa besar volume darah
yang berpindah. Jika hal ini terus berlangsung, maka akan terjadi volume
overload pada sisi kanan jantung yang menyebabkan dilatasi atrium kanan dan
ventrikel kanan. Karena banyaknya beban yang harus dipompa, maka regangan
dinding jantung meningkat dan membutuhkan daya pompa yang lebih kuat
sehingga menyebabkan hipertofi ventrikel kiri. Vaskularisasi paru yang terus
meningkat menyebabkan vascular bed paru yang terus terisi, lama kelamaan
menyebabkan hipertensi pulmonal, yang semakin meningkatkan lagi pressure
overload yang terjadi pada sisi kanan jantung.
Ketika tekanan di sisi kanan lebih tinggi baik itu akibat hipertensi pulmonal atau
kongesti, maka dapat terjadi pirau dari atrium kanan ke kiri (right to left shunt)
yang disebut sebagai sindrom eisenmenger yang memiliki prognosis lebih
buruk. Hal ini disebabkan darah dari sisi kanan jantung yang cenderung
hipoksik langsung dialirkan ke seluruh tubuh.

6. GEJALA KLINIS
Defek septum atrium sebagian besar tidak bergejala, apalagi jika defek tidak
terlalu luas, dan kebanyakan terdeteksi secara tidak sengaja melalui pemeriksaan
rutin, di mana didapatkan bising jantung atau keluhan lemah dan berdebar-debar
yang kemudian diperiksa lebih lanjut melalui EKG dan echocardiography.
Jika defek septum luas atau perlangsungan penyakit sudah lama sehingga
menyebabkan hipertensi pulmonal, volume overload, pressure overload¸edema
paru, dilatasi dan hipertrofi atrium dan ventrikel kanan maka gejala-gejala sudah
mulai dirasakan.
Gejala-gejala yang terjadi adalah sebagai berikut:
1. Sesak
Sesak (dyspnea) disebabkan oleh hipervaskularisasi paru yang
menyebabkan vascular bed paru sehingga mengisi ruang interstisial dan
menghalangi proses difusi oksigen. Sesak ini cenderung bertambah jika
beraktivitas, karena pada saat aktivitas kebutuhan oksigen meningkat disamping itu
pada saat aktivitas terjadi takikardi di mana periode diastolik menurun dan cardiac
output ke paru meningkat sehingga menyebabkan darah cenderung tertahan di paru.
2. Cepat lelah (fatigue)

15
Keluhan cepat lelah jelas disebabkan karena menurunnya cardiac output ke
seluruh tubuh sehingga suplai darah dan oksigen ke seluruh organ menurun
menyebabkan menurunnya kapasitas kerja setiap organ. Bahkan pada sebagian
kasus terjadi perlambatan pertumbuhan pada anak akibat kurangnya sirkulasi
sistemik.
3. Nyeri dada
Keluhan nyeri dada disebabkan oleh ketidakseimbangan kebutuhan oksigen
dengan suplai oksigen. Mekanisme yang mendasari hamper mirip dengan kelelahan
tubuh, di mana karena terdapat pirau dari kiri ke kanan, maka suplai darah koroner
cenderung berkurang, di saat yang bersamaan jantung bagian kanan terus bekerja
keras karena beban yang berlebihan. Keadaan hipoksia ditingkat selular
menyebabkan metabolism bergeser dari aerob ke anaerob dan dilepaskannya
sejumlah zat termasuk adenosine, laktat, norepinefrin yang merangsang serabut
saraf simpatik aferen yang menyebabkan terjadinya nyeri. Mekanisme ini mirip
dengan angina pectoris pada penyakit jantung koroner.
4. Berdebar-debar
Adanya pirau kiri ke kanan, menyebabkan dilatasi atrium kanan. Adanya
dilatasi menyebabkan perpanjangan jalur konduksi. Jalur konduksi yang
memanjang rentan mencetuskan fenomena re-entry. Hal ini dapat mencetukan
terjadinya aritmia, terutama fibrilasi atrial, flutter atrial, dan paroksismal atrial
takikardia yang dapat dirasakan sebagai keluhan berdebar-debar.
5. Infeksi Saluran Napas Berulang
Infeksi saluran napas berulang pada masa kanak-kanak bisa menjadi
petunjuk bahwa terdapat kelainan jantung kongenital. Pasien dengan kelainan
jantung kongenital dengan left to right shunt seperti defek septum ventrikel, defek
septum atrium dan paten duktus arteri menyebabkan aliran darah paru meningkat,
yang pada ujungnya menyebabkan edema paru. Edema paru dapat menjadi focus
infeksi bakteri yang menyebabkan seseorang rentan terhadap infeksi saluran napas
bagian bawah berulang. Gejala berupa batuk, sesak,dan demam.

7. DIAGNOSIS
Defek septum atrium dapat didiagnosis selama kehamilan atau setelah bayi
lahir. Dalam banyak kasus, itu mungkin tidak didiagnosis sampai dewasa.
 Selama masa kehamilan
Selama kehamilan, ada tes skrining (tes prenatal) untuk memeriksa cacat
lahir dan kondisi lainnya. Defek septum atrium mungkin terlihat selama
ultrasonografi (yang menghasilkan gambar tubuh), tetapi tergantung pada ukuran
lubang dan lokasinya. Jika dicurigai adanya defek septum atrium, seorang spesialis
perlu mengkonfirmasi diagnosis.
 Setelah Bayi Lahir

16
Defek septum atrium hadir saat lahir, tetapi banyak bayi tidak memiliki tanda
atau gejala. Tanda dan gejala defek septum atrium yang besar atau tidak diobati
dapat meliputi:
 Infeksi saluran pernapasan atau paru yang sering
 Sulit bernafas
 Mudah lelah saat menyusui (bayi)
 Nafas pendek saat aktif atau berolahraga
 Perasaan berdebar-debar atau perasaan merasakan detak jantung
 Bising jantung atau murmur yang dapat didengar dengan stetoskop
 Pembengkakan kaki, kaki, atau daerah perut

Ada kemungkinan bahwa defek septum atrium mungkin tidak didiagnosis


sampai dewasa. Salah satu cara paling umum ditemukan defek septum atrium
adalah dengan mendeteksi murmur saat mendengarkan jantung seseorang dengan
stetoskop. Jika terdengar murmur atau tanda-tanda atau gejala lain hadir, dokter
mungkin meminta satu tes atau lebih untuk mengonfirmasi diagnosis. Tes yang
paling umum adalah ekokardiogram yang merupakan USG jantung

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan pulsasi ventrikel kanan pada daerah
para sterna kanan, wide fixed splitting bunyi jantung kedua walaupun tidak selalu
ada, bising sistolik tipe ejeksi pada daerah pulmonal pada garis sterna kiri atas,
bising mid diastolik pada daerah tricuspid, dapat menyebar ke apeks. Bunyi jantung
kedua mengeras di daerah pulmonal, oleh karena kenaikan tekanan pulmonal, dan
perlu diingat bahwa bising-bising yang terjadi pada ASD merupakan bising
fungsional akibat adanya beban volume yang besar pada jantung kanan. Sianosis
jarang ditemukan, kecuali bila defek besar2.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektrokardiografi
EKG menunjukkan aksis ke kanan, blok bundel kanan, hipertrofi ventrikel
kanan, Interval PR memanjang, aksis gelombang P abnormal, aksis ke kanan secara
ekstrim biasanya akibat defek ostium primum.

17
Gambar 5. Perekaman pada anak umur 3 tahun dengan Atrial Septal Defect
(ASD)3

2 . Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah :
Foto Thorax
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP
menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis yang
menonjol. Jantung hanya sedikit membesar dan corakan vaskularisasi paru yang
prominent sesuai dengan besarnya pirau.2

Batang arteri pulmonalis membesar sehingga pada hilus tampak denyutan


(pada fluoroskopi) dan disebut sebagai hilar dance. Hilar dance ini terjadi karena
arteri pulmonalis penuh darah dan melebar, sehingga pulsasi ventrikel kanan
merambat sampai ke hilus. Makin besar defeknya, makin kecil jumlah darah yang
mengalir ke ventrikel kiri, karena sebagian besar darah dari atrium kiri mengalir ke
atrium kanan melalui defek. Aorta menjadi kecil, hampir sukar dilihat, sedangkan
arteri pulmonalis menjadi 3-5 kali lebih besar. Pembuluh darah hilus melebar
demikian juga cabang-cabangnya. Lambat laun pembuluh darah paru bagian tepi
menyempit dan tinggal pembuluh dari sentral (hilus) saja yang melebar. Bentuk
hilus lebar, meruncing ke bawah berbentuk sebagai tanda koma terbalik (‘)

18
A

B C
Gambar 6. (A). Foto PA: Kebocoran Septum Atrium (ASD), hemodinamika,
belum ada HP, atrium kanan membesar dan atrium kiri tidak. (B). Foto PA: hilus
melebar sekali, berbentuk koma terbalik. Vaskular paru bagian tepi sempit. Tanda
hipertensi pulmonal. (C). Foto lateral: tampak ventrikel kanan yang membesar
sekali. Atrium kiri dan ventrikel kiri normal.

CT scan

CT jantung memberikan kualitas gambar yang sangat baik pada


atrium septum yang dapat direkonstruksi untuk memberikan gambaran tiga dimensi
dari defek yang non-geometris. Selain itu, Penilaian lingkaran dari septum atrium
mungkin didapat dengan mudah. Kelebihan ini membuat CT menjadi metode non-
invasif yang ideal untuk menentukan ukuran ASD, bentuk, dan persiapan untuk

19
penutupan perkutan. ASD sinus venosus superior sering disertai dengan anomali
parsial aliran balik vena pulmonalis, biasanya dari lobus paru kanan atas dan
tengah. Defek seperti itu tidak dapat ditutup perkutan. Intervensi operative sering
diperlukan karena volume pendorongan yang selalu besar dan menyebabkan
pembesaran pada ventrikel kanan, hipertensi arteri pulmonal dan tachiaritmia. CT
jantung dengan angiography yang jelas menunjukkan anomali drainase vena
pulmonal. Kadang-kadang, kehadiran ASD disertai dengan temuan lainnya dari
anatomi bersangkutan. CT dengan angiography dapat menunjukkan kelainan
terkait lainnya yang mungkin tidak didapat dengan echocardiography. Penentuan
shunt yang akurat juga mungkin didapat dengan mudah. Kurva waktu konsentrasi
arteri yang dihasilkan setelah injeksi intravena dari indikator (iodine) menunjukkan
kenaikan resirkulasi pada lekukan kurva dengan arah shunt kiri ke kanan. Area di
bawah kurva bersifat indikatif dari volume shunt.

Gambar 7. Gambaran CT Aksial ASD sinus venosus dengan anomali vena


pulmonalis kanan atas mengalir ke persimpangan SVC / RA
MRI
Umumnya lesi jantung bawaan termasuk shunts intracardiac, seperti atrium
septal defek (ASD) dan ventrikel septal defek (VSD). CMR merupakan pelengkap
echocardiography dalam mendiagnosa Penyakit Jantung Kongenital. Pengecualian
pada anomali vena balik pulmonal dengan ASD sinus venosus yang saling terkait,
di mana CMR lebih akurat daripada echocardiography karena berbentuk 3D yang
dapat mencakup bagian dada. Selain pencitraan cine yang menunjukkan aliran,
kecepatan menyandi pada pencitraan ini berguna untuk mengukur besarnya defek
dan menentukan rasio shunt.
Penyakit jantung congenital yang kompleks sering memerlukan penggunaan
echocardiography yang lengkap. CMR memiliki keuntungan dari cakupan 3D dan
kemampuan untuk dengan mudah menggambarkan pembuluh darah besar dan
cabang-cabang arteri pada paru.

20
Gambar 8. Atrial Septal defek tipe sekundum (panah kiri) dan ventrikel septal
defek (panah kanan).

8. TATALAKSANA
Penatalaksanaan ASD terbagi menjadi dua, yaitu terapi simptomatik dengan
pengobatan, dan terapi definitif dengan penutupan defek baik itu secara transkateter
atau operatif.

9. Gambar 2. Amplatzer Septal Occluder

Indikasi penutupan ASD adalah jika terdapat pembesaran atrium kanan atau
ventrikel kanan baik itu simtomatik maupun asimptomatik, kenaikan tekanan arteri
pulmonalis 50% atau < 2/3 dari tekanan aorta, atau ada riwayat stroke transien
(paradoxical embolism). Kontraindikasi tindakan penutupan jika terjadi
peningkatan tekanan pulmonal >2/3 aorta, Qp:Qs = >1,5:1, atau terjadi sindrom
eisenmenger (right to left shunt) dengan aliran pirau irreversibel setelah pemberian
vasodilator arteri pulmonal. Selain itu, juga belum dianjurkan untuk operasi jika
ukuran defek kurang dari 8 mm tanpa adanya keluhan dan pembesaran jantung
kanan. Tindakan penutupan dapat dilakukan dengan operasi terutama untuk defek
yang sangat besar lebih dari 40 mm, atau tipe ASD selain tipe sekundum, sedangkan

21
untuk ASD tipe sekundum dengan defek kurang dari 40 mm dapat dipertimbangkan
penutupan dengan Amplatzer Septal Occluder (ASO), di mana penutupan dilakukan
dengan perkutan melalui kateter yang dimasukkan ke dalam vena femoralis menuju
ke atrium kanan dengan bantuan TEE atau fluoroskopi untuk mengarahkan kateter
hingga sampai ke lokasi defek kemudian penutup dikembangkan. Untuk terapi
medikamentosa, dapat diberikan sesuai gejala yang timbul. Jika terdapat tanda-
tanda edema paru dapat diberikan furosemid. Jika terdapat gangguan ritme dapat
diberikan antiaritmia

9. DIAGNOSIS BANDING
Patent Ductus Arteriosus
Patent Ductus Arteriosus adalah suatu kelainan dimana ductus asteriosus
tidak menutup sehingga tetap menghubungkan antara aorta dan arteri pulmonalis.
Pada PDA yang cukup besar, volume darah dalam arteri pulmonalis menjadi lebih
besar. Jumlah darah di atrium kiri bertambah dan menyebabkan dilatasi, sertai
terjadi hipertrofi ventrikel kiri seperti pada VSD. Darah yang dipompa ke dalam
aorta biasa saja, tetapi setelah melampaui duktus arteriosus, jumlah darah ini
berkurang karena sebagian darah mengalir ke arteri pulmonalis sehingga arteri
pulmonalis dan cabang-cabangnya menjadi lebar, sedangkan aorta descendens
menjadi lebih kecil. Pembuluh darah paru melebar, hilus melebar, dan pada
fluoroskopi sering tampak hillar dance.
Ventricular Septal Defect
VSD merupakan kelainan jantung dimana terjadi defect sekat antarventrikel
pada berbagai lokasi. Gambaran klinis yang ditemukan secara garis besar dapat
dibedakan berdasarkan apakah sudah terjadi hipertensi pulmonal atau belum. Pada
kasus VSD tanpa hipertensi pulmonal, gejala klinis yang dominan adalah gejala
yang timbul akibat kurangnya perfusi ke perifer, sering bermanifestasi sebagai
keterlambatan pertumbuhan. Sedangkan jika sudah terjadi hipertensi pulmonal,
gejala klinis umumnya berkaitan dengan keadaan cyanotic yang timbul karena
adanya R-L Shunt.
Stenosis Pulmonal
Stenosis pulmonal adalah penyempitan lubang antara ventrikel kanan dan katup
pulmonalis. Stenosis katup pulmonalis terutama terjadi akibat defek kongenital.
Dengan menyempitnya lubang, ventrikal kanan harus memompa secara lebih kuat
untuk mendorong darah. Kondisi ini dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan
sehingga menahan darah di atrium kanan serta menyebabkan dilatasi vena cava dan
akumulasi darah di system vena. Aliran darah ke paru dan sisi kiri jantung
berkurang jika stenosisnya parah sehingga tekanan darah berkurang. Dapat terjadi
gagal jantung kanan.

22
10. KOMPLIKASI

Komplikasi dari ASD adalah hipertensi pulmonal (mPAP >20 mmHg). Selain
itu juga dapat terjadi gagal jantung kanan akibat volume overload dan pressure
overload dari sirkulasi paru. Sindrom Eisenmenger juga merupakan komplikasi
lanjut dari ASD di mana terjadi aliran dari kanan ke kiri akibat tekanan yang
meningkat. Aliran ini memungkinkan terjadinya pemompaan darah yang kurang
oksigen ke sirkulasi sistemik secara langsung, sehingga mempunyai dasar
mekanisme yang sama dengan penyakit jantung kongenital sianotik. Komplikasi ini
sangat menurunkan toleransi aktivitas, dan kualitas hidup karena dapat
mengganggu system hematologi, saraf pusat, dan kerusakan ginjal, serta
meningkatkan mortalitas dan morbiditas

11. PROGNOSIS

ASD signifikan dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas.


Sebuah studi penting yang meneliti hasil jangka panjang dari perbaikan bedah ASD
secundum menunjukkan kelangsungan hidup jangka panjang yang normal di antara
para penyintas penutupan ASD di rumah sakit ketika pasien dioperasi sebelum usia
25 tahun. Sebaliknya, pasien yang mengalami perbaikan bedah setelah usia 25
tahun mengalami peningkatan mortalitas dibandingkan dengan kontrol yang sehat.
Perkiraan Kaplan-Meier tentang kelangsungan hidup dari 119 pasien yang
termasuk dalam analisis kelangsungan hidup dari penelitian ini adalah 97% pada 5
tahun, 90% pada 10 tahun, 83% pada 20 tahun, dan 74% hingga 30 tahun masing-
masing, dalam usia dan populasi kontrol cocok dengan jenis kelamin. Ada 27
kematian terlambat dalam seri ini, dimana 18 di antaranya bersifat kardiovaskular
(13 kematian jantung dan 5 stroke). Semua pasien yang meninggal karena stroke
telah menjalani fibrilasi atrium selama masa tindak lanjut.

23
DAFTAR PUSTAKA

Atrial Septal Defect. American University of Beirut Medical Center. Available


at: http://www.aubmc.org.lb/clinical/CHC/Documents/heart-lesions/Atrial-
Septal-Defect.pdf [cited September 15 2019]
Brant, E W and Helms, A C. 2007. Fundamentals of Diagnostic Radiology. 2nd ed.
Lippincott Williams & Wilkins
Budoff, J M, Shinbane, J. et al. 2006. Cardiac CT Imaging Diagnosis of
cardiovascular Disease. London : Springer
Corwin, E J. 2009. Buku Saku Patofisiologi : Sistem Kardiovaskuler. Ed.3. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Cahyono, A dan Rachman M A. 2007. Clinical Research: The Cause of Mortality
Among Congenital Heart Disease Patients in Pediatric Ward, Soetomo
General Hospital (2004-2006). Available from: Jurnal kardiologi Indonesia;
Vol 28; 279-284 no.4.
Carroll, D and Gaillard, F. Atrial Septal Defect. Available from:
http://www.radiopedia.org/articles/atrial-septal-defect-2
Facts about Atrial Septal Defect. 2018. Centers for Disease Control and Prevention.
available
at: https://www.cdc.gov/ncbddd/heartdefects/atrialseptaldefect.html [cited
September 15 2019]
Mansjoer, A. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. 2016.
Webb, G and Gatzoulis A. 2006. Atrial Septal defect in the Adult. American
heart Association. 2006;114:1645-1653 available
at: https://www.ahajournals.org/doi/full/10.1161/CIRCULATIONAHA.105.5
92055 [cited September 15 2019]
Hermawan, B J, Hariyanto D, Aprilia D. 2018. Profil Penyakit Jantung Bawaan di
Instalasi Rawat Inap Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari 2013
- Desember 2015. Jurnal Kesehatan Andalas.
Setiati, S, Alwi I, Sudoyo, A W, et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam:
Penyakit Jantung Kongenital pada Dewasa. Ed.6, Jilid I. Jakarta Pusat :
Interna Publishing
Putra, KAH, and Parami P. 2016. Sistem Kardiovaskular pada Bayi Baru Lahir. FK
Universitas Udayana RSUP Sanglah.

Texas Department of State health Service. Birth Defect Risk Factor Series: Atrial
Septal Defect. Available from : Texas Department of State health Service.
Rasad, S. 2005. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Soetikno, DR. Gambaran Foto Thoraks pada Congenital Heart Disease. [Cited 12
May 2019]. Available from: http://repiratory.unpad.ac.id

24

Anda mungkin juga menyukai