Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Peraturan
ANDAL, RKL, dan RPL Pembangunan MRT JAKARTA Lebak Bulus – Bundaran
HI,dilaksanakan dengan mengacu pada berbagai peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku danrelevan sebagai berikut :
I. Undang-Undang
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
2. Undang-Undang No. 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah tanpa
Izin yang Berhak atau Kuasanya.
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan
Benda-benda yang ada di Atasnya.
4. Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya.
5. Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air.
6. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
7. Undang-undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan.
8. Undang-undang No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretapian
9. Undang-undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
10. Undang-undang No.29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta
sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
11. Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
12. Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
13. Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
14. Undang-undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
15. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
II. Peraturan Pemerintah
1. Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan.
2. Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3.
3. Peraturan pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
4. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun.
6. Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas.
7. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.
8. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan.
9. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota.
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional.
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.42 tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sumberdaya Air.
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.43 tahun 2008 tentang Air Tanah.
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.72 tahun 2009 tentang Lalulintas dan
Angkutan KA.
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.56 tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian.
III. Keputusan Presiden
1. Keputusan Presiden RI No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
IV. Peraturan Menteri Kesehatan
1. Peraturan Menteri Kesehatan No.416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat-
syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih.
V. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN
1. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No.
1 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keppres No. 55 Tahun 1993.
VI. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia No.08 tahun
2006, tentang Pedoman Penyusunan AMDAL.
2. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2006, tentang jenis Usaha dan/Kegiatan yang Wajib AMDAL.
3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2008, tentang
Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2008, tentang Tata
Cara Pemberian SImbol.
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2008 tentang Tata
Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
VII. Keputusan Menteri
1. Keputusan Menteri Perhubungan No.KM 69 Tahun 1993 tentang Penyelengaraan
Angkutan Barang di Jalan.
2. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/1996
tentang Baku Tingkat Kebisingan.
3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-49/MENLH/11/1996
tentang Baku Tingkat Getaran.
4. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-45/MENLH/II/1997
tentang Indeks Standar Pencemar Udara.
5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan
Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).
VIII. Keputusan Kepala Bapedal
1. Keputusan Kepala BAPEDAL No. 056/BAPEDAL/03/1994 tentang Pedoman
Mengenai Ukuran Dampak Penting.
2. Keputusan Kepala BAPEDAL No. KEP-01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara
dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun.
3. Keputusan Kepala BAPEDAL No.KEP-05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol
dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
4. Keputusan Kepala BAPEDAL No.299/BAPEDAL/11/1996 tentang Pedoman
Teknis Kajian Aspek Sosial dalam Penyusunan AMDAL.
5. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL)
No.KEP-124/12/Tahun 1997 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan
Masyarakat dalam Studi AMDAL.
6. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) No. 08
tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam
Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
IX. Keputusan Dirjen Perhubungan Darat
1. No. SK 726/AJ.307/DRJD/2004 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan
Angkutan Alat Berat Di Jalan.
X. Peraturan Daerah DKI Jakarta
1. Peraturan Daerah No. 05 Tahun 1988 tentang Kebersihan Lingkungan di Wilayah
DKI Jakarta.
2. Peraturan Daerah No. 06 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Provinsi DKI Jakarta.
3. Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Pertambangan
Umum, Minyak dan Gas Bumi Serta Ketenagalistrikan.
4. Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2003 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
Kereta Api, Sungai dan Danau serta Penyeberangan di Propinsi DKI Jakarta.
5. Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
6. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2005 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan,
Sungai dan Penyeberangan.
7. Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
8. Peraturan Daerah Nomor. 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
XI. Peraturan Gubernur DKI Jakarta
1. Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 68 Tahun 2005 tentang Perubahan
Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 115 tahun 2001 tentang Pembuatan
Sumur Resapan.
2. Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Air Limbah Domestik di Provinsi DKI Jakarta.
3. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 18 Tahun 2008 tentang Penguasaan
Perencanaan/ Peruntukan Bidang Tanah untuk Pelaksanaan Pembangunan Bagi
Kepentingan Umum Trace Jalur Mass Rapid Transit Koridor Lebak Bulus-Dukuh
Atas Kota Administrasi Jakarta Selatan.
4. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 73 Tahun 2008 tentang Informasi
Transportasi Jakarta.
5. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 183 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas Peraturan Gubernur No. 18 tahun 2008 tentang Penguasaan Perencanaan/
Peruntukan Bidang Tanah untuk Pelaksanaan Pembangunan Bagi Kepentingan
Umum Trace Jalur Mass Rapid Transit Koridor Lebak Bulus-Dukuh Atas Kota
Administrasi Jakarta Selatan.
6. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.88 Tahun 2010 Perubahan Pergub 75
Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok.
7. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Air
Limbah Domestik Di Wilayah Provinsi DKI Jakarta.
XII. Keputusan Gubernur DKI Jakarta
1. Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 582 Tahun 1995 tentang Penetapan
Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air serta Baku Mutu Limbah Cair
Di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
2. Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 670 Tahun 2000 tentang Baku Mutu
Emisi Sumber Tidak Bergerak di provinsi DKI Jakarta.
3. Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1041 Tahun 2000 tentang Baku Mutu
Udara Emisi Kendaraan Bermotor di provinsi DKI Jakarta.
4. Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 72 Tahun 2001 tentang Ketentuan
Pengawasan Pelaksanaan Membangun.
5. Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman
Operasional Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses
AMDAL.
6. Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001 tentang Penetapan
Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan di Propinsi DKI Jakarta.
7. Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 2863 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan AMDAL Di Wilayah
Provinsi DKI Jakarta.
8. Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 99 Tahun 2002 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
XIII. Instruksi Gubernur DKI Jakarta
1. Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 73 Tahun 2008 tentang Penghematan Energi
dan Air.
XIV. Keputusan Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman
1. Keputusan Kepala Dinas Pertamanan Propinsi DKI Jakarta No. 09 Tahun 2002
tentang Keharusan Penduduk untuk Menanam Pohon dan Tanaman Hias serta
Prosedur Persyaratan untuk Mengganti Pohon yang Ditebang dengan Garis Tengah
Minimal 10 cm.
BAB II
RENCANA KEGIATAN

2.1 Tahap Pelaksanaan Proyek


a. Tahap Pra-Konstruksi
Kegiatan pada tahap pra konstruksi yang cukup penting antara lain mencakup : (i)
kegiatan survey dan sosialisasi; (ii) kegiatan pengadaan tanah (pembebasan lahan); dan (iii)
kegiatan perizinan.
1. Survey dan Sosialisasi Kegiatan
Kegiatan survey yang telah dan akan dilakukan antara lain meliputi kegiatan
survey awal, pengukuran lahan, survey topografi, penyelidikan tanah, dan survey lalu
lintas untuk keperluan perencanaan teknis, serta survey lingkungan untuk keperluan
updating ANDAL. Kegiatan sosialisasi dalam rangka studi AMDAL ini telah dilakukan
sebanyak 4 (empat) kali, dalam 2 (dua) tahap, yakni masing-masing sebagai berikut :
 Sosialisasi tahap-1:
Dilaksanakan dalam rangka penyusunan KA-ANDAL, dimulai pada tanggal 18
Desember 2004, dengan memasang pengumuman di semua kantor kelurahan yang
dilalui oleh rute MRT Jakarta, serta melalui media masa dengan mengumumkan di
surat kabar ibukota (Kompas), yang dilanjutkan dengan rapat/pertemuan konsultasi
publik di Kantor BPLHD Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 11 Januari 2005.
 Sosialisasi tahap-2:
Dilaksanakan dalam rangka penyusunan Draft ANDAL, RKL/RPL bekerjasama
dengan SUPROF Team-JBIC, dilakukan melalui rapat konsultasi publik (public
hearing) sebanyak 3 (tiga) kali, yakni masing-masing : (i) pada tanggal 5 Juli 2005
bertempat di Kantor BPLHD Provinsi DKI Jakarta (target group stakeholder
institusi, termasuk sekolah, rumah sakit, organisasi operator angkutan umum); (ii)
pada tanggal 12 Juli 2005 bertempat di Kantor Kotamadya Jakarta Selatan (target
group penduduk terkena dampak di wilayah Jakarta Selatan); dan (iii) pada tanggal
13 Juli 2005, bertempat di Kantor Kecamatan Tanah Abang (target group
penduduk terkena dampak di wilayah Jakarta Pusat). Dalam sosialisasi tersebut,
dilakukan juga survey ”public aceptance” melalui penyebaran kuisioner kepada
peserta sosialisasi.

Sosialisasi dalam rangka persiapan pengadaan tanah juga telah dilaksanakan


sebanyak 6 (enam) kali dalam bentuk rapat/konsultasi publik, yaitu :
1. Tanggal 12 Juli 2007, dilaksanakan di Kelurahan Lebak Bulus Jakarta Selatan,
dalam rangka persiapan awal, dengan target group adalah warga masyarakat yang
akan terkena pengadaan tanah untuk pembangunan Depo MRT Jakarta;
2. Tanggal 26 Agustus 2007, dilaksanakan di Kelurahan Lebak Bulus Jakarta Selatan,
dalam rangka persiapan pelaksanaan kegiatan pembebasan tanah di sekitar
Terminal Bis Lebak Bulus yang merupakan rencana lokasi Depo MRT Jakarta;
3. Tanggal 13 Agustus 2008, dilaksanakan di Kantor Kecamatan Cilandak Jakarta
Selatan, dengan target group adalah warga masyarakat yang akan terkena
pengadaan tanah untuk pembangunan jalur/lintasan MRT Jakarta segmen Lebak
Bulus - Panglima Polim;
4. Tanggal 29 Agustus 2009, merupakan sosialisasi lanjutan, dilaksanakan di Kantor
Walikota Jakarta Selatan, dengan target group adalah warga masyarakat yang akan
terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalur/lintasan MRT Jakarta segmen
Lebak Bulus - Panglima Polim;
5. Tanggal 10 Juli 2010, merupakan sosialisasi lanjutan, dilaksanakan di Balaikota
Jakarta Selatan, dengan target group warga masyarakat Kelurahan Cilandak yang
akan terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalur/lintasan MRT Jakarta
segmen Lebak Bulus - Cilandak;
6. Tanggal 28 Juli 2010, merupakan sosialisasi lanjutan, dilaksanakan di Kantor
BPLHD Jakarta Selatan, dengan target group adalah warga masyarakat yang akan
terkena dampak, Operator Kendaraan Umum yang terkena dampak, LSM peduli
Lingkungan dan Instansi terkait untuk pembangunan jalur/lintasan MRT Jakarta
Segmen Dukuh Atas – Bundaran Hotel Indonesia.

Berdasarkan hasil sosialisasi (terlampir) didapatkan beberapa harapan dari warga


masyarakat umum adalah sebagai berikut:
1. Tanah warga masyarakat yang terkena dampak sebahagian agar dibayarkan
seluruhnya sesuai harga yang berlaku.
2. Harga tanah yang dibayarkan hendaknya diatas harga NJOP.
3. Dampak lingkungan akibat pembangunan proyek tersebut antara lain kebisingan
dan kemacetan lalu lintas perlu diminimalisasi.

2. Pembebasan Lahan
Berdasarkan Dokumen AMDAL Pembangunan MRT Jakarta Lebak Bulus –
Monas (Departemen Perhubungan, Tahun 2005), kebutuhan pembebasan lahan adalah
seluas 2,13 Ha. Selanjutnya, sehubungan dengan telah ditetapkannya lokasi trase/jalur
MRT Jakarta secara formal oleh Gubernur DKI Jakarta melalui Peraturan Gubernur
DKI Jakarta No. 18 Tahun 2008, luas kebutuhan pembebasan lahan tersebut berubah
menjadi sekitar 1,128 Ha. Pembebasan lahan mengacu kepada Peraturan Presiden
No.36 tahun 2005 jo Peraturan Presiden No. Tahun 2006 dan Peraturan Kepala BPN
No.1 tahun 2007, menyebutkan bahwa penilaian harga tanah dalam rangka pemberian
ganti rugi dilakukan oleh tim penilai tanah atau lembaga appraisal yang telah
mendapatkan sertifikat lisensi dari Badan Pertanahan Nasional. Dari pengalaman yang
ada menunjukkan bahwa taksiran harga tanah dari appraisal lebih tinggi dari NJOP.
Lahan ini diperlukan antara lain untuk pembangunan Depo Lebak Bulus (tambahan
areal terminal bus), lokasi penempatan stasiun, serta menormalisasi lebar Damija dari
beberapa ruas jalan, sehingga fungsinya tetap seperti semula, seperti di Jalan Fatmawati
dan Panglima Polim Raya.
Pelebaran Jl. Fatmawati dan Panglima Polim Raya (sisi Barat) selebar antara 2
sampai 3 m merupakan prasyarat yang harus dilaksanakan sebelum kegiatan konstruksi
dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi dampak terhadap lalu lintas. Sebagian besar
lahan yang akan dibebaskan merupakan lahan halaman pertokoan/perkantoran/tempat
parkir dengan nilai ekonomi yang tinggi.
Faktor paling dominan yang mempengaruhi perubahan kebutuhan lahan antara lain :
 Pengalihan lokasi jalur MRT Jakarta pada ruas Jl. Kartini/TB. Simatupang, yang
tadinya terletak di sisi selatan dipindahkan ke median (jalur hijau) antara Jl. Kartini
dengan Jl. Tol TB. Simatupang (JORR);
 Pengurangan lebar Damija Jl. Fatmawati dan Panglima Polim, semula 24 m
menjadi 22 m;
 Pengurangan panjang jalur MRT Jakarta, yang semula sampai Monas (17,55 Km),
saat ini menjadi sampai Bundaran HI (15,74 km);
 Areal tapak bangunan (tangga/jalan masuk) stasiun di luar Damija eksisting;
 Penambahan luasan depo Lebak Bulus

Tabel 2.1 Kepemilikan Lahan yang Akan Dibebaskan untuk Proyek MRT Jakarta
Lahan Lahan
Total
Lokasi Trase MRT Jakarta Masy. Pemerintah
(m2)
(m2) (m2)
Segmen 1
(Ciputat Raya – Lebak Km 0-250 s/d 0+000 590 294 884
Bulus)
Depo Lebak Bulus Km 0+000 4.986 - 4.986
Segmen 2
Km 0+000 s/d 2+020 - 360 360
(Lebak Bulus – Fatmawati)
Segmen 3
Km 2+020 s/d 7+660 4.998 - 4.998
(Fatmawati – Blok M)
Segmen 4
Km 7+660 s/d 9+780 - - -
(Blok M – Senayan)
Segmen 5
Km 9+780 s/d 13+590 - - -
(Senayan – Dukuh Atas)
Segmen 6
Km 13+590 s/d
(Dukuh Atas – Bundaran - - -
14+640
HI)
Total 10.574 654 11.228
Sumber: LARAP, Agustus 2008.
Keterangan: berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 18 Tahun 2008
Berdasarkan data dari dokumen LARAP (Agustus 2008), jumlah penduduk terkena
proyekadalah 85 KK. Dimana yang dimaksud penduduk terkena proyek (PTP) dalam
dokumen LARAP adalah penduduk yang akan mengalami kerugian akibat sebagian
atau seluruh aset miliknya terkena proyek dengan unit (satuan) analisisnya adalah
rumah tangga atau kepala keluarga (KK). Sehingga meskipun seorang warga atau
penduduk tidak memiliki tanah dan/atau bangunan terkena proyek namun dia tinggal
atau bermukim dan/atau berusaha pada lahan/bangunan yang terkena proyek maka
warga tersebut termasuk dalam kategori terkena proyek atau PTP.
Tabel 2.2 Jumlah Bangunan Yang Terkena Proyek
Jumlah Bangunan (Unit)
Lokasi Trase MRT
Drt Spmm. Pmn. Total
Segmen 1 Km 0-250 up 4 24 4 32
(Ciputat Raya – to Km 0+000
Lebak Bulus)
Depo Lebak Bulus Km 0+000 19 2 3 24
Segmen 2 Km 0+000 up to - - - -
(Lebak Bulus – Km 2+020
Fatmawati)
Segmen 3 Km 2+020 up - - 8 8
(Fatmawati – Blok to Km 7+660
M)
Segmen 4 Km 7+660up - - - -
(Blok M – Senayan) to Km 9+780
Segmen 5 Km 9+780 up - - - -
(Senayan – Dukuh to Km 13+590
Atas)
Stasiun Dukuh Atas Km 13+590 - - - -
Segmen 6 Km 13+590 up - - - -
(Dukuh Atas – to Km 14+640
Bundaran HI)
Total 23 26 15 64
Sumber: Larap MRT Lebak Bulus – Dukuh Atas, Agustus 2008.
Keterangan: Drt. = Darurat, bangunan berdinding papan/kayu; Spmn. = semi
permanen, merupakan bangunan berdinding tembok tapi terlihat kusam/sudah tua;
Pmn = permanen, bangunan dengan konstruksi tembok dengan kondisi
terawat/terlihat baru
Mengacu pada memorandum kesepakatan dalam rangka pembangunan MRT
Jakarta antara Dept. Perhubungan dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, maka
kegiatan pengadaan tanah (pembebasan lahan) akan menjadi tanggung jawab
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dalam kaitan ini, mekanisme pelaksanaan
pengadaan tanah akan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,
khususnya Peraturan Presiden (Perpres) RI No.36 Tahun 2005 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Keputusan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 655 Tahun 2004 tentang Penetapan/Penunjukkan
Lembaga Penilai Independen (Appraisal) Dalam Rangka Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum di Provinsi DKI Jakarta, dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta Nomor 83 Tahun 2005 tentang Pedoman Penetapan Nilai Ganti Rugi Dalam
Rangka Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Di Provinsi DKI Jakarta.
Dalam pelaksanaannya, instansi penanggungjawab anggaran/pembiayaan kegiatan
pengadaan tanah berada di bawah 2 (dua) instansi terkait, yakni (i) Suku Dinas
Perhubungan Kotamadya Jakarta Selatan untuk pembebasan lahan di sekitar terminal
bus Lebak Bulus bagi kepentingan pembangunan Depo; dan (ii) Dinas Pekerjaan
Umum Provinsi DKI Jakarta untuk pembebasan lahan di sepanjang koridor jalur MRT
Jakarta, sementara kegiatan pengadaan tanah akan dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan
Tanah Kotamadya Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, sesuai dengan lokasi lahan yang
akan dibebaskan.

3. Proses Perizinan
Saat ini semua perizinan yang terkait dengan rencana pembangunan MRTJ Lebak
Bulus – Bundaran HI sedang dalam proses pengurusan.Beberapa perizinan dimaksud
antara lain mencakup : (i) izin prinsip; (ii) SP3L (surat persetujuan prinsip pembebasan
lokasi/lahan); (iii) SIPPT (surat izin penunjukkan penggunaan tanah); (iv) IMB (izin
mendirikan bangunan); (v) izin membangun prasarana (IMP); (vi) izin penggunaan
bangunan (IPB); (vii) izin IPAL (PerGub 122/2005); (viii) izin IPLC (KepGub
30/1999); (ix) Izin TPS limbah B3 (PerGub 76/2009); (x) izin operasi genset (KepGub
107/2003); (xi) KRK (Keterangan Rencana Kota); (xii) RTLB (Rencana Tata Letak
Bangunan); dan (xiii) Peil banjir.

b. Tahap Konstruksi
Selama pembangunan proyek MRT Jakarta Lebak Bulus – Bundaran HI, sekitar 5.000
pekerja konstruksi akan dibutuhkan dalam kurun lima tahun. Diperkirakan 40% komponen
konstruksi diharapkan akan menjadi porsi lokal dalam pembangunan MRT Jakarta, seperti
pengadaan semen, besi, listrik, dan peralatan mekanis untuk listrik serta bahan bakar.
Tabel 2.3 Jadwal Konstruksi Pembangunan MRT Jakarta (Tahap 1)
Tahun
No. 2012 2013 2014 2015 2016
Kegiatan
1 Konstruksi Depo 1) Detailed Design
2) Piling
3) Sub-structure
4) Struktur Layang
5) Bangunan dan Arsitektur
6) Test Running
7) Trial Runing
2 Bagian Layang 1) Detailed Design
2) UtilityDiversion (Jembatan)
3) Sub-structure (Jembatan)
4) Superstructure (Jembatan)
5) Pondasi (Stasiun)
6) Struktur (Stasiun)
7) Architechtural and E/M (Stasiun)
8) Pekerjaan Jalur (Stasiun)
9) Kabel Listrik
10) Sinyal, Teleokomunikasi dan E/M
11) Test running
12) Trial Runing
3 Bagian Bawah Tanah 1) Detailed design
2) Dinding Penahan
3) King Post & Decking
4) Penggalian & Konstruksi Slab
5) Arsitektur dan E/M
6) Tunneling dengan TBM
7) Pekerjaan Truk
8) Kabel Listrik
9) Sinyal, Telekomunikasi & E/M
10) Test Runing
11) Traial Running

Secara garis besar rencana kegiatan pada tahap konstruksi proyek pembangunan MRT
Jakarta, akan dibagi dalam 3 (tiga) kelompok kegiatan utama berdasarkan jenis dan
karakteristik kegiatannya yakni sebagai berikut :
1. Pembangunan Depo MRT Jakarta di Lebak Bulus
Fungsi penuh untuk depo akan dibangun diatas tanah dengan luas sekitar 9,44 ha
selama kurun waktu 4 tahun. Selain aktivitas transportasi umum di terminal bis Lebak
Bulus, aktivitas lain di sekitar daerah depo meliputi kegiatan perdagangan (seperti toko-
toko, sektor informal dan supermarket Carrefour), daerah pemukiman, sekolah-sekolah
(seperti Sekolah Menengah Kejuruan dan STM Grafika, SMEA) , fasilitas keagamaan
(Masjid di perumahan Lebak Bulus Indah, Gereja Nehemia), dan pelayanan kesehatan
(balai Pengobatan Umum Nehemia). Tahap pada jenis ini meliputi :
1. Perekrutan Tenaga Kerja.
Secara keseluruhan perekrutan tenaga kerja untuk Proyek ditampilkan
pada tabel di bawah ini. Jumlah tenaga kerja termasuk staf dan tenaga kerja
diperkirakan sekitar. 4.230 yang terdiri dari staf dan tenaga kerja terdiri dari 1.127
staff dan 3.103 buruh. Di antara total tenaga kerja, jumlah tenaga kerja asing adalah
243 terdiri dari 240 staf dan 3 (tenaga ahli konstruksi), persentase jumlahnya
adalah 5,7% dari seluruh tenaga kerja. Sebagai catatan bahwa jumlah ini belum
pasti tetapi akan putuskan oleh Proponen dan Kontraktor pada saat dimulainya
tahap konstruksi.
Tabel 2.4 Rencana Mobilisasi* untuk proyek MRT Jakarta
Unit : orang
No. Kategor Propone Konsulta Kontrakt Sub- Total
i n n or total
1 Staff 1) Sipil; (bawah tanah, Asing - 46 139 185
layang, depo, dll) Lokal 78 128 506 712 897
2) Sistem Asing - 10 16 26 93
Lokal 8 24 35 67
3) Rolling stock Asing - 1 6 7
Lokal 12 1 8 21 28
4) Umum Asing - 22 0 22
Lokal 39 48 0 87 109
Asing - 79 161 240
Sub-total Lokal 137 201 549 887 1.12
7
2 Buruh 1) Terowongan Asing - - 3 3
Lokal - - 144 144 147
2) Stasiun bawah tanah Lokal - - 1.224 1.224 1.224
3)Stasiun layang Lokal - - 707 707 707
4) Pondasi dan pier Lokal - - 515 515 515
5) Jembatan Lokal - - 185 185 185
6) Depo Lokal - - 217 217 217
7) Sistem Lokal - - 108 108 108
Asing 0 0 3 3
Sub-total Lokal 0 0 3.100 3.100 3.10
3
Asing 0 79 164 243
Total Lokal 137 201 3.649 3.987 4.23
0
*) Berdasarkan pada kajian basic design oleh JMEC 2010.
Mengenai tenaga kerja untuk pembangunan depo, akan terdiri dari staf dan
tenaga kerja seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Sebanyak 350 tenaga kerja
akan dialokasikan untuk bagian pembangunan yang terdiri dari 133 staf dan 217
buruh. Di antaranya tenaga kerja, 25 orang atau sekitar 7% adalah tenaga kerja
asing (ahli, teknisi, dll).
Tabel 2.5 Perekrutan Tenaga Kerja untuk Pekerjaan Sipil di Depo*

Kategor Proponen Konsulta Kontrakto Sub-total Total


i n r
1) Staff Asing - 8 17 25 133
Lokal 13 28 67 108
2) Buruh Lokal - - 217 217 217
Total Asing 0 8 17 25 350
Lokal 13 28 284 325
*) Berdasarkan pada kajian basic design oleh JMEC 2010.

2. Pengoperasian Basecamp.
Kantor proyek Kontraktor dapat dibangun di daerah kerja yang terletak di
lokasi terminal bus Lebak Bulus saat ini, atau rencana wilayah depo. Base camp
bagi para pekerja dapat didirikan di lokasi yang sama. Namun, kantor proyek
kontraktor akan dibangun terpisah dari tempat tinggal pekerja. Bangunan bengkel
mesin-mesin, tempat penyimpanan material, daerah re-bar fabrication, dll. Juga
akan dibangun di lokasi yang sama.
3. Mobilisasi Alat Berat.
Transportasi alat berat selain kendaraan akan dilakukan dengan menggunakan
dump tracks dan atau trailer. Pemilihan rute transportasi akan dibuat dengan hati-hati
dengan mempertimbangkan arus dan volume lalu lintas. Sebagian besar kasus, kegiatan
transportasi akan dilakukan pada malam hari untuk menghindari puncak kepadatan arus
lalu lintas di jalan utama.
Tabel 2.6 Rencana Mobilisasi Peralatan Berat untuk Konstruksi Depo
No. Jenis Alat Berat Spesifikasi Jumlah
3
1 Wheel loader 1.3 m 3
3
2 Backhoe 0.4 m 5
3 Bulldozer 160 HP 5
4 Dump truck 8 – 10 ton 10
5 Unick truck - 2
6 Bored pile machine Diameter: 1.0-1.2m 2
7 Generator 100 kVA 1
3
8 Concrete pump 60 m /hr 1
truck
9 Agitator truck 5 m3 3
10 Tire roller 8 – 12 ton 3
11 Asphalt finisher 5 ton 1
Sumber: Kajian Basic Design oleh JMEC pada 2010.
4. Mobilisasi Material dan Bahan Bangunan.
Keseluruhan bahan konstruksi yang dibutuhkan untuk proyek adalah untuk
pembangunan daerah depo, bagian layang dan bagian bawah tanah yang tercantum
dalam tabel di bawah ini. Mengenai bahan bangunan untuk konstruksi hanya depo,
bahan berikut akan dimobilisasi. Namun survei kuantitas belum selesai dilakukan.
 Semen,
 Iron/Steel,
 Struktur Atas dari jalur Layang,
 Box Girder,
 Train rail,
 Sleeper,
 Instrumen Mekanik dan Listrik, dll.
Kegiatan pengadaan bahan konstruksi akan menghasilkan peluang bisnis untuk sektor
bisnis konstruksi di Indonesia. Di sisi lain, aktivitas transportasi material ke lokasi
pembangunan dapat menyebabkan dampak peningkatan kemacetan lalu lintas.
Transportasi bahan konstruksi pada dasarnya akan dilakukan dengan menggunakan dump
truck dan/atau trailer di malam hari untuk menghindari jam puncak arus lalu lintas di
jalan utama. Pemilihan rute transportasi akan dibuat dengan hati-hati dengan
mempertimbangkan arus lalu lintas dan volume selama tahap konstruksi oleh Kontraktor.
Diperkiraan volume oli bekas akibat pemeliharaan alat-alat berat adalah ± 1.520 liter
selama konstruksi, dengan asumsi setiap 2000 jam kerja menghasilkan 30 liter oli bekas.
Tabel 2.7 Rencana Mobilisasi untuk Bahan Konstruksi
Name Spesifikasi
Specification Unit Kuantita
Quantity
Cement s
1) Semen
ron/ Steel ton 99,500
2) I Besi ton 67,000
3) Box Girder 9.4mx2.0mx2.5m, 39ton/block block 2,740
4) Shield Segment block 1.2mx4mx0.3m, 3.4ton/block block 38,400
5) Rail (Rel) 54kg/m ton 3,947
6) Sleeper (Bantalan) 25cmx17cmx2.0m, 173kg/piece piece 56,300
Sumber: Kajian Basic Design oleh JMEC, 2010.
5. Penyiapan Lahan dan Relokasi Utilitas Umum.
Pada awal konstruksi depo, persiapan lokasi diperlukan, termasuk kegiatan
sebagai berikut :
1. Penebangan pohon yang ada sejumlah 779 pohon akan dilakukan. Kompensasi
untuk menebang pohon yang ada akan dilakukan oleh kontraktor, tentang prosedur
persyaratan untuk mengganti pohon yang ditebang dengan garis tengah minimal 10
cm mengacu kepada Surat Keputusan Kepala Badan Pertamanan Propinsi DKI
Jakarta No 09 Tahun 2002.
2. Pemasangan pagar sepanjang batas proyek dan pembersihan lokasi untuk kegiatan
konstruksi,
3. Menghancurkan dan/atau relokasi yang ada fasilitas utilitas umum di lokasi
konstruksi depo, termasuk yang berikut:
- Jl. H. Juanda (Ciputat Raya): Pipa sumber air PAM (φ1,200 mm) akan
direlokasi.
- Jl. Pasar Jumat: Pipa PAM, juga utilitas umum lainnya termasuk kabel telepon,
kabel listrik, drainase, rambu lalu lintas, lampu jalan akan direlokasi.
4. Koordinasi dengan pemilik utilitas umum dan instansi terkait akan diadakan.
5. Survei tambahan atau survei tes pit akan dilakukan oleh pemilik fasilitas utilitas atau
kontraktor jika diperlukan.
Jadi, mengenai utilitas dan fasilitas publik yang ada, prosedur yang diperlukan
dan relokasi / restorasi akan dijamin seperti yang disebutkan di atas sehingga dampak
negatif seperti gangguan fungsi utilitas dan ketidaknyamanan pada kegiatan bisnis dan
sehari-hari hidup dapat diminimalkan. Depo akan dibangun pada bagian “at grade”
daerah Terminal Bis Lebak Bulus dan akan ditinggikan sampai 1-5 m lebih tinggi dari
kondisi saat ini. Terminal bis yang ada akan dibangun di daerah ini diatas depo dan
kantor baru dan/atau bangunan tempat tinggal akan dibangun pada tahap selanjutnya.
Deck slab akan dibangun di halaman depo pada saat pembangunan depo jika rencana di
atas telah diputuskan oleh DKI Jakarta Pada tahap ini belum ada keputusan yang pasti.
6. Pengaturan Lalu Lintas.
a. Kebijakan Dasar Pengaturan Lalu Lintas
Pengaturan Lalu Lintas selama melakukan pekerjaan konstruksi
adalah salah satu masalah penting pada proyek ini dalam hal
pertimbangan lingkungan. Kebijakan dasar untuk Pengaturan
Lalu Lintas pada arus lalu lintas seperti berikut ini :
Untuk mengurangi dampak negatif pekerjaan konstruksi pada arus lalu
lintas.,
Untuk mengamankan jalan dari kemacetan di jam kerja dengan
menyesuaikan jam kerja,
Untuk mengurangi kebutuhan lahan yang disebabkan oleh
kegiatan untuk Pengaturan Lalu Lintas.

Manajemen lalu lintas akan dilakukan dengan menggunakan


etode konstruksi pengendalian oleh penyesuaian area kerja dan
waktu kerja, jalur jalan dan pengalihan jalur lalu lintas ke jalan
lain, dll manajemen lalu lintas akan dilakukan dalam
pertimbangan geometri jalan, metode konstruksi dengan jalan
dan lokasi.
b. Pengaturan Lalu Lintas pada Jl. Pasar Jumat
Gambar 2.8 dan 2.9 menunjukkan kondisi yang ada dan
diselesaikan di sekitar Lebak Bulus Station di Jl Pasar Jumat. Jl
Pasar Jumat adalah jalan satu arah dan mengakomodir empat
jalur lalu lintas. Jumlah jalur lalu lintas akan dipertahankan
setelah operasi dan jalan untuk stasiun layang sedang
direncanakan sebelah timur stasiun. Pengaturan Lalu Lintas
selama konstruksi di Jl. Pasar Jumat harus dipertimbangkan
dengan urutan pembangunan struktur jembatan dan fasilitas
depo.
Selama tahap konstruksi, dengan mempertimbangkan
kelancaran lokasi untuk membangun stasiun dan arus lalu lintas
dari Jl Pasar Jumat, perlu untuk membuat jalan memutar di
wilayah depo pada tahap pertama pembangunan. Gambar 2.10
dan 2.11 menunjukkan kondisi pembangunan setiap tahap

. 1

Lokasi Pembangunan

Jalur Pengalihan
Detour Road Jalur Pengalihan Detour Road Jalur Pengaliha n

Gambar 2.10 Rencana dan Bagian Konstruksi Tahap-1

Gambar 2.11 Rencana dan Bagian Konstruksi Tahap-2

Lokasi Pembangunan 1
Gambar 2.12 Rencana Sekitar Stasiun Pemadam Kebakaran
(Konstruksi Tahap-1)

Pembangunan tahap-1 adalah masa konstruksi rangka kaku


untuk stasiun, yang akan memakan waktu sekitar satu tahun.
Perlu dicatat bahwa diperlukan perlakuan khusus untuk stasiun
pemadam kebakaran. Pengoperasian pemadam kebakaran,
terutama akses yang lancar ke jalan utama, harus dilindungi dan
diberikan selama konstruksi berlangsung.

7. Pembangunan Depo.
Fungsi penuh depo akan dibangun di sekitar kurang lebih 9.44
ha tanah selama kurun waktu 4 tahun. Fungsi utama dari depo
adalah sebagai berikut, namun tidak terbatas hanya padahal
tersebut:
Stabling trains selama waktu tidak beroperasi (kira-kira.
84 rangkaian kereta pada tahap awal),
Inspeksi kereta harian,
Pembersihan kereta harian,
Re-kondisi kereta secara meyeluruh,
Pengendalian operasi kereta,
Jalur pemeliharaan fasilitas dan penyimpanan peralatan, dan
Pelatihan staff.
Depo akan dibangun pada “at grade” di kawasan terminal bis
Lebak Bulus dan tanah akan ditinggikan sampai 1-5 m dari
kondisi saat ini. Batas daerah depo ini akan dipagari untuk
memastikan keselamatan bagi masyarakat dan keamanan dari
vandalisme, pencurian, kerusuhan dan terorisme, dll.
Terminal bus yang ada akan dibangun di atas daerah depo dan
kantor baru dan/atau bangunan tempat tinggal dapat dibangun
pada tahap selanjutnya. Deck slab akan dibangun di halaman
depo pada saat pembangunan depo jika rencana di atas telah
diputuskan oleh DKI Jakarta Pada tahap ini belum ada
keputusan yang pasti. Kegiatan konstruksi utama untuk
infrastruktur di daerah depo ini adalah:
Pengolahan tanah untuk penimbunan tanah (kira-kira.110.000 m3),
Pekerjaan pondasi untuk deck dan pengembangan
bangunan kedepannya (skala pengembangan belum
didesain),
Pekerjaan Decking slab untuk terminal bis layang (desain belum dibuat),
Pekerjaan jalur (total 7 km jalur tunggal dengan ballast slab),
Bangunan bengkel Inspeksi (kira-kira. 4.974 m2),
Bengkel dan bangunan kantor (kira-kira 10.100 m2 dan 531 m2- 2 lantai),
Bangunan kantor admin (926 m2, 5 lantai) dan kantor pemeliharaan (531
m2 , 2 lantai),
Pelayanan jalan proyek dan lansekap,
Instalasi Pengolahan Air Limbah, dan
Tanki penyimpanan air.

Kegiatan pembangunan di atas mungkin akan menciptakan


gangguan ke masyarakat, seperti kebisingan, getaran, debu,
polusi udara dan pencemaran air dan sebagainya. Kontraktor
akan mengambil tindakan pencegahan untuk meminimalkan
polusi sesuai yang dipersyaratkan dalam kontrak. Persyaratan
pengendalian lingkungan untuk konstruksi harus ditetapkan
dengan pertimbangan karena rumah tinggal yang berdekatan
yang terletak di sisi selatan daerah ini depo dan fasilitas
pendidikan seperti SMK Grafika, SMEA Lebak Bulus, Sekolah
Tinggi Grafika, yang berbatasan langsung (di sisi barat) dengan
depo daerah. Diperkirakan volume limbah padat konstruksi
yang diakibatkan oleh pembangunan depo adalah ± 150.000 m3
/ hari.

8. Pembangunan Fasilitas Penunjang.


Pembangunan fasilitas pendukung meliputi pembangunan sarana dan
prasarana terdiri dari penyediaan fasilitas transmisi listrik dari
Perusahaan Listrik Negara (PLN), sinyal dan sistem telekomunikasi
untuk pengendalian dan komunikasi kereta. Sistem tenaga daya
penarik adalah DC 1500 V seperti yang terlihat pada gambar 2.14.
Tenaga listrik untuk stasiun penumpang dan daya penarik sub-stasiun
akan dipasok dari sub-stasiun penerima 20 kV dan menurunkan ke
tegangan rendah, pada gambar 2.14, terlihat bagan alir ketersediaan
listrik untuk depo dan stasiun.
Di Depo MRT Jakarta, Simple catenary System (SCS) akan tersedia
untuk memberikan tenaga listrik ke kereta listrik dari jalur utama ke
bengkel, pencucian kereta dan daerah stabling. SCS di halaman depo
akan diperkenalkan dan dikonfigurasi untuk mengakomodasi uji
operasional jalur dan kendaraan pra-pendingin.

9. Pengangkutan Material Buangan.


Selama pembangunan depo, diperkirakan akan menghasilkan tanah
galian dari penggalian untuk konstruksi pile dan pondasi untuk
struktur. Tabel di bawah menunjukkan volume penggalian tanah
untuk pembangunan bagian layang dan depo. Volume tanah galian
untuk pembangunan depo diperkirakan sebanyak 16.200 m3.
Tabel 2.24 Volume Tanah Galian pada Bagian Layang dan
Daerah Depo
Lokasi Jumlah Piles Jumlah Galian Jumlah Jumlah Galian
Piers
Bagian 1.272 30.000 561 84.600
Layang
Daerah 393 9.300 46 6.900
Depo
Total 1.665 39.300 607 91.500
Sumber: Kajian Basic Design oleh JMEC, 2010.

Hasil galian tanah akan diangkut ke daerah pembuangan, ada


tiga nominasi tempat pembuangan saat ini seperti yang
tercantum di bawah ini (lihat Gambar 2.33 dalam Bagian b.3
untuk informasi lebih lanjut). Namun, tempat tersebut belum
ditentukan dengan pasti. Penentuan akhir dari daerah
pembuangan akan dilakukan berdasarkan usulan kontraktor dan
persetujuan pemrakarsa (proponen) selama tahap konstruksi,
dengan memperhatikan kelengkapan dokumen lingkungannya.
Lokasi bagian barat dari JORR (dekat Tangerang), Provinsi Banten,
Pantai Indah kapuk, Jakarta Utara,
Halim Perdana kusuma, Jakarta Selatan.

Jumlah truk untuk transportasi tanah galian total keseluruhan


diperkirakan sebanyak 27.202 truk termasuk bagian layang
dengan asumsi kapasitas dump truk adalah 5 m3. Jumlah harian
truk yang akan digunakan untuk transportasi tanah galian
diperkirakan sebanyak 260 truk termasuk untuk konstruksi
bagian layang. (Lihat Tabel 2.27 dalam Bagian b.2 untuk
informasi lebih lanjut).

10. Kebutuhan Air Dalam Kegiatan Konstruksi.


Jumlah kebutuhan air yang digunakan untuk kegiatan konstruksi dan
domestik karyawan/ pekerja proyek dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Air yang digunakan untuk kegiatan konstruksi 99 %, sedangkan 1 %
akan dialirkan ke drainase sekitarnya.
Sedangkan untuk kebutuhan domestik para pekerja, dengan asumsi 1 orang pekerja akan
membutuhkan air (buang air kecil dan besar) 0,05 m3 dengan jumlah sebanyak 350
orang mencapai 17,5 m3. Air buangan atau limbah yang dihasilkan dari kegiatan
domestik para pekerja/ karyawan akan di tampung si STP Portable dan akan dikelola
oleh pihak ketiga

Loss

99 %

Konstruksi Drainase
1%

10 m3/hr

Tangki

Domestik

STP Portable Pihak Ketiga

350 orang x 0,050 m3 / hr

Gambar 2.13 Neraca Air Dalam Kegiatan Konstruksi


di Depo
2. Pembangunan Segmen Layang MRT Jakarta Ruas Lebak Bulus – Sisingamangaraja
Bagian layang akan dibangun sepanjang 9,22 km, mulai dari stasiun Lebak Bulus
di Jl. Pasar Jumat (di depan Depo MRT Jakarta) sampai stasiun Sisingamangaraja.
Secara umum, tipology lingkungan sepanjang koridor bagian layang didominasi oleh
kegiatan transportasi (dengan kepadatan yang tinggi), perdagangan/jasa bercampur
dengan daerah perumahan (terutama di sekitar Jl. Fatmawati dan Jl. Panglima Polim).
Di beberapa lokasi ada kantor pemerintah (pelayanan), pendidikan (sekolah dan
kursus), kesehatan (rumah sakit), pelayanan keagamaan (Masjid dan Gereja). Tahap
pada jenis ini meliputi :
1. Perekrutan Tenaga Kerja.
2. Mobilisasi Peralatan Berat.
3. Mobilisasi Material dan Bahan Konstruksi.
4. Penyiapan Lahan dan Relokasi Utilitas Umum.
5. Pengaturan Lalu Lintas.
6. Pembangunan Struktur Layang dan Stasiun Layang.
7. Pembangunan Fasilitas Penunjang.
8. Pengangkutan Material Buangan.
9. Kebutuhan Air Dalam Kegiatan Konstruksi.

3. Pembangunan Segmen Bawah Tanah MRT Jakarta Ruas Sisingamangaraja -


Bundaran HI
Bagian bawah tanah akan dibangun sepanjang 5,42 km, dimulai dari utara setelah
stasiun Sisingamangaraga di Jl. Sisingamangaraja sampai Stasiun Bundaran HI di Jl.
MH Thamrin (ujung utara lokasi proyek). Secara umum, tipologi lingkungan di
sepanjang bagian bawah tanah merupakan daerah ekslusif, penuh dengan bangunan
tinggi dan pencakar langit, didominasi oleh kegiatan seperti lalu lintas yang padat,
pusat bisnis, perdagangan terpadu, pelayanan hotel berbintang, pelayanan pemerintah
(beberapa dari mereka adalah organisasi internasional seperti Kantor PBB, Kedutaan
Besar). Di lokasi ini juga ada fasilitas olahraga nasional/internasional; Gelora Bung
Karno. Tahap pada jenis ini meliputi :
1. Perekrutan Tenaga Kerja.
2. Mobilisasi Peralatan Berat.
3. Mobilisasi Material dan Bahan Konstruksi.
4. Penyiapan Lahan dan Relokasi Utilitas Umum.
5. Pengaturan Lalu Lintas.
6. Pembuatan Terowongan.
7. Pembangunan Stasiun Bawah Tanah.
8. Konstruksi Fasilitas Penunjang.
9. Pengangkutan Material Buangan.
10. Kebutuhan Air Dalam Kegiatan Konstruksi.

b.1 Pembangunan Segmen Layang MRT Jakarta Ruas Lebak Bulus –


Sisingamangaraja

Bagian layang akan dibangun sepanjang 9,22 km, mulai dari stasiun
Lebak Bulus di Jl. Pasar Jumat (di depan Depo MRT Jakarta)
sampai stasiun Sisingamangaraja. Secara umum, tipology
lingkungan sepanjang koridor bagian layang didominasi oleh
kegiatan transportasi (dengan kepadatan yang tinggi),
perdagangan/jasa bercampur dengan daerah perumahan (terutama di
sekitar Jl. Fatmawati dan Jl. Panglima Polim). Di beberapa lokasi
ada kantor pemerintah (pelayanan), pendidikan (sekolah dan
kursus), kesehatan (rumah sakit), pelayanan keagamaan (Masjid dan
Gereja)
1) Perekrutan Tenaga Kerja
Secara keseluruhan perekrutan tenaga kerja untuk Proyek
ditampilkan pada tabel 2.20 di bagian b.1. Jumlah tenaga kerja
termasuk staf dan tenaga kerja diperkirakan sekitar. 4.230 yang
terdiri dari staf dan tenaga kerja terdiri dari 1.127 staff dan 3.103
buruh. Di antara total tenaga kerja, jumlah tenaga kerja asing
adalah 243 terdiri dari 240 staf dan 3 (tenaga ahli konstruksi),
persentase jumlahnya adalah 5,7% dari seluruh tenaga kerja.
Sebagai catatan bahwa jumlah ini belum pasti tetapi akan
putuskan oleh Proponen dan Kontraktor pada saat dimulainya
tahap konstruksi.

Mengenai tenaga kerja untuk pembangunan bagian layang, akan


terdiri dari staf dan tenaga kerja seperti terlihat pada tabel di
bawah ini. Sebanyak 1,009 tenaga kerja akan dialokasikan
untuk bagian pembangunan yang terdiri dari 302 staf dan 707
buruh. Di antaranya tenaga kerja, 60 orang atau sekitar 6%
adalah tenaga kerja asing (ahli, teknisi, dll).
Tabel 2.25 Perekrutan Tenaga Kerja untuk
Pembangunan
Kategori Proponen Konsultan Kontraktor Sub-total Total
Asing - 16 44 60
1) Staff 302
Lokal 28 48 166 242
2) Buruh Lokal - - 707 707 707
Asing 0 16 44 60
Bagian Layang untuk Pekerjaan Sipil

Sumber: Kajian Design Dasar oleh JMEC, 2010.

2) Mobilisasi Peralatan Berat


Alat berat yang akan dimobilisasikan untuk pembangunan
bagian layang adalah mesin dan kendaraan untuk transportasi,
pekerjaan konstruksi termasuk penggalian, menumpuk,
mengangkat, dll, seperti yang ditunjukkan dalam tabel di bawah
ini. Perlu dicatat bahwa rencana mobilisasi alat berat belum
tetap tapi tentatif pada saat ini. Penentuan akhir ini akan
dilakukan oleh Kontraktor dengan mempertimbangkan Undang-
undang no 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(pasal 19) dan Peraturan Pemerintah RI no.43/1993 tentang
Prasarana dan Lalulintas Jalan (pasal 11).

Transportasi alat berat selain kendaraan akan dilakukan dengan


menggunakan dump trucks dan atau trailer. Pemilihan rute
transportasi akan dibuat dengan hati-hati dengan
mempertimbangkan arus dan volume lalu lintas. Sebagian besar
kasus, kegiatan transportasi akan dilakukan pada malam hari
untuk menghindari puncak kepadatan arus lalu lintas di jalan
utama, diperkirakan

volume oli bekas akibat pemeliharaan alat-alat berat adalah ±


1.520 liter selama konstruksi, dengan asumsi setiap 2000 jam
kerja menghasilkan 30 liter oli bekas.

Tabel 2.26 Rencana Mobilisasi Peralatan Berat Untuk Bagian Layang


No. Jenis Peralatan Berat Spesifikasi Jumlah
3
1 Backhoe 0.4 m 10
2 Dump truck 8 – 10 ton 20
3 Crawler crane 50 ton 8
4 Truck crane 35 ton 10
5 Unick truck - 4
6 Vibratory hammer 30 kW 4
7 Pile augering machine Diameter: 0.6-0.8m 4
8 Air compressor 3.5 m3/min. 4
9 Bored pile machine Diameter: 1.0-1.2m 10
10 Generator 100 kVA 4
11 Concrete pump truck 60 m3/hr 4
12 Agitator truck 5 m3 12
13 Tire roller 8 – 12 ton 4
14 Asphalt finisher 5 ton 2
Sumber: Kajian Basic Design oleh JMEC, 2010.

3) Mobilisasi Material dan Bahan Konstruksi


Keseluruhan bahan konstruksi yang dibutuhkan untuk proyek
adalah untuk pembangunan daerah depo, bagian layang dan
bagian bawah tanah yang tercantum dalam tabel 2.22.
Mengenai bahan bangunan untuk konstruksi layang, bahan
berikut akan dimobilisasi. Namun survei kuantitas belum selesai
dilakukan.
 Semen,
 Iron/Steel,
 Struktur Atas dari jalur Layang,
 Box Girder,
 Train rail,
 Sleeper,
 Instrumen Mekanik dan Listrik, dll.
Kegiatan pengadaan bahan konstruksi akan menghasilkan
peluang bisnis untuk sektor bisnis konstruksi di Indonesia. Di
sisi lain, aktivitas transportasi material ke lokasi pembangunan
dapat menyebabkan dampak peningkatan kemacetan lalu lintas.
Transportasi bahan konstruksi pada dasarnya akan dilakukan
dengan menggunakan dump truck dan/atau trailer di malam hari
untuk menghindari jam puncak arus lalu lintas di jalan utama.
Pemilihan rute transportasi akan dibuat dengan hati-hati dengan
mempertimbangkan arus lalu lintas dan volume selama tahap
konstruksi oleh Kontraktor.
4) Penyiapan Lahan dan Relokasi Utilitas Umum
Pada awal pembangunan bagian layang, persiapan lokasi diperlukan,
termasuk kegiatan berikut ini:
1. Penebangan pohon yang ada sejumlah 322 pohon akan
dilakukan. Kompensasi untuk menebang pohon yang ada
akan dilakukan oleh kontraktor, tentang prosedur persyaratan
untuk
mengganti pohon yang ditebang dengan garis tengah
minimal 10 cm mengacu kepada Surat Keputusan Kepala
Badan Pertamanan Propinsi DKI Jakarta No 09 Tahun 2002.
2. Pemasangan pagar sepanjang batas proyek dan pembersihan lokasi untuk
kegiatan konstruksi,
3. Menghancurkan dan/atau relokasi yang ada fasilitas utilitas
umum di lokasi konstruksi layang, termasuk yang berikut :
- Jl. Kartini: Utilitas umum yang ada seperti drainase
akan direlokasi pada tahap konstruksi ketika Jl. Kartini
sementara di pindahkan.
- Pada lokasi Stasiun Fatmawati: Pipa Pasokan air PAM
(DCI φ250mm) dan kabel telekomunikasi akan
direlokasi.
- Jl. Fatmawati and Panglima Polim: Kabel
telekomunikas, PLN dan pipa air PAM, Lampu Lalu
Lintas, dll. Akan direlokasi sebagai pekerjaan diawal
karena jalan ini akan dilebarkan sebelum
pembangunan MRT.
- Jl. Sisingamanagaraja: Kabel telekomunikasi dan pipa
pasokan air PAM (φ400mm) akan direlokasi.
- At Transition Section: Pipa PDAM (φ400mm) akan
direlokasi. Sebagai tambahan, Patung Pemuda akan
dipindahkan sementara dan setelah selesai akan
dikembalikan.
4. Koordinasi dengan pemilik utilitas umum dan instansi terkait akan diadakan.
5. Survei tambahan atau survei tes pit akan dilakukan oleh
pemilik fasilitas utilitas atau kontraktor jika diperlukan.

Jadi, mengenai utilitas dan fasilitas publik yang ada, prosedur


yang diperlukan dan relokasi / restorasi akan dijamin seperti
yang disebutkan di atas sehingga dampak negatif seperti mal-
fungsi utilitas dan ketidaknyamanan pada kegiatan bisnis dan
sehari-hari hidup dapat diminimalkan.
5) Pengaturan Lalu Lintas
a. Kebijakan Dasar untuk Pengaturan Lalu Lintas
Pengaturan Lalu Lintas selama melakukan pekerjaan konstruksi
adalah salah satu masalah penting pada proyek ini dalam hal
pertimbangan lingkungan. Kebijakan dasar untuk Pengaturan
Lalu Lintas pada arus lalu lintas seperti berikut ini:
 Untuk mengurangi dampak negative pekerjaan konstruksi pada arus lalu
lintas.,
 Untuk mengamankan jalan dari kemacetan di jam kerja dengan
menyesuaikan jam kerja,
 Untuk mengurangi kebutuhan lahan yang disebabkan
oleh kegiatan untuk Pengaturan Lalu Lintas.
Manajemen lalu lintas akan dilakukan dengan menggunakan
metode konstruksi pengendalian oleh penyesuaian area kerja
dan waktu kerja, jalur jalan dan pengalihan jalur lalu lintas ke
jalan lain, dll manajemen lalu lintas akan dilakukan dalam
pertimbangan geometri jalan, metode konstruksi dengan jalan
dan lokasi.

b. Pengaturan Lalu Lintas pada Jl. Kartini


Lebar jalan untuk Jl. Kartini yang sempit. Selama tahap
konstruksi, oleh karena itu, salah satu dari dua jalur lalu lintas
akan ditutup selama waktu malam untuk melaksanakan
pekerjaan dilokasi. Gambar di bawah ini menunjukkan kondisi
jalan di Jl. Kartini selama konstruksi.

Kondisi saat ini

JORR Private Area

Tahap Konstruksi

Malam hari: satu jalur lalu lintas akan ditutup Siang hari: dua jalur akan dipertahankan
Operasional

JORR Private Area

Gambar 2.15 Contoh tahapan Konstruksi pada Jl


Kartini

c. Pengaturan Lalu Lintas pada Jl. Fatmawati dan Panglima Polim


Bagian layang terletak di Jl Fatmawati. Jembatan dan struktur
stasiun akan dibangun di tengah jalan. Selama tahap konstruksi,
empat jalur lalu lintas yang ada akan dipertahankan selama lalu
lintas normal (pagi, siang dan sore hari: 6:00-22:00) dengan
mengurangi trotoar sampai dengan 0,6 m. Pada waktu malam
(22:00-6:00), salah satu dari dua jalur lalu lintas utara akan
ditutup terikat untuk membangun struktur dasar dan
pengurangan dua jalur mungkin dibutuhkan dalam tahap khusus
seperti pemasangan dan pembongkaran erection girder. Gambar
di bawah ini menunjukkan contoh kasus dari Tahapan
Pengaturan Lalu Lintas
Traffic Management Case for Substructure

S N
CURVE R~150 M STRIGHT CURVE R=150 M A CURVE R=150 M STRIGHT CURVE R~150 M

CONSTRUCTION AREA 11M X 150M

CURVE R~150 M CURVE R=150 M CURVE R=150 M CURVE R~150 M


STRIGHT STRIGHT A STRIGHT STRIGHT

CROSS SECTION A-A ( CONSTRUCTION TIME)

STAGE.3 (CONSTRUCTION TIME 10.00pm~6.00am)

S N
A

CURVE R~150 M STRIGHT CURVE R=150 M CURVE R=150 M STRIGHT CURVE R~150 M
A

CONSTRUCTION AREA 8 X 150M

CROSS SECTION A-A ( OFF TIME)

STAGE.3 (OFF TIME 6.00am~10.00pm)

Empat jalur akan dipertahankan selama jam lalu lintas padat (6:00 – 22:00) Satu atau
dua jalur jalur arah utara akan ditutup pada malam hari (22:00 – 6:00)

Traffic Management Case for Superstructure

MOVABLE GUARD RAIL & FENCE


CURVE R=150 M CURVE R=150 M CURVE R=150 M CURVE R=150 M
STRIGHT
STRIGHT

Empat Jalur lalu lintas akan dipertahankan selama tahap Konstruksi kecuali pada saat pemasangan dan

pelepasan erection girder.

Gambar 2.16 Contoh Kondisi jalan Selama Konstruksi


pada Jl. Fatmawati
d. Pengaturan Lalu Lintas pada Jl.Sisingamangaraja
Skema diagram pengaturan lalu lintas dan urutan konstruksi pada struktur
cut box culvert
ditampilkan pada Gambar 2.17.
Stage-1 1 STA 9+370 STA 9+690
2

CURVE R=75 M CURVE R=75 M CURVE R=150 M CURVE R=150 M


STRIGHT STRIGHT

ROAD WAY
STRIGHT STRIGHT ROAD WAY

CONSTRUCTION AREA STAGE-1 : 12.50M X 320M

PEDESTRIAN SIDE WALK PEDESTRIAN SIDE WALK


PLAN TM-B4 SISINGAMANGARAJA STAGE
1

2
1 : 100
1st

ROAD WAY

CROSS SECTION 1-1 (EXISTING)


TRANS JAKARTA

1 : 50
WORKING AREA
TRANS JAKARTA

ROAD WAY

Construction Actives
ROAD WAY
ROAD WAY

Temporary retaining wall (Sheet Piling)


CROSS SECTION 2-2 (CONSTRUCTION)

Temporary steel piling for supporting deck


1 : 50

Decking work
SHEET PILE H - PILE SHEET PILE

Stage-2 STA 9+370


3
STA 9+690

PEDESTRIAN SIDE WALK PEDESTRIAN SIDE WALK


ROAD WAY
ROAD WAY
ROAD WAY
STAGE-1
TRANS JAKARTA
TRANS JAKARTA
ROAD WAY
CL

STAGE-2
CONSTRUCTION AREA STAGE-2 : 12.50M X 320M

ROAD WAY
ROAD WAY

STRIGHT STRIGHT STRIGHT STRIGHT


3
M C M C

CURVE R=75 URVE R=75 M CURVE R=75 URVE R=75 M


STA 8+820 STA 9+340
PLAN TM-B5 JALAN SUDIRMAN STAGE

WORKING AREA
1 : 100
2nd

CROSS SECTION 3-3 (CONSTRUCTION)

1 : 50

Construction Actives
SHEET PILE H - PILE SHEET PILE

Temporary retaining wall (Sheet Piling)


Decking work

Stage-3 STA 9+370 4 STA 9+690

PEDESTRIAN SIDE WALK PEDESTRIAN SIDE WALK

ROAD WAY ROAD WAY


ROAD WAY ROAD WAY
ROAD WAY
TRANS JAKARTA

CL
ROAD WAY CL
CONSTRUCTION AREA STAGE-3 : 10.50M X 320M

TRANS JAKARTA
ROAD WAY ROAD WAY
ROAD WAY ROAD WAY
ROAD WAY ROAD WAY

STRIGHT STRIGHT STRIGHT STRIGHT


CURVE R=150 M CURVE R=150 M

CURVE R=150 M CURVE R=150 M


STA 8+820 4 STA 9+340
PLAN TM-B5 JALAN SUDIRMAN STAGE

1 : 100
3nd
WORKING AREA

CROSS SECTION 4-4 (CONSTRUCTION)

1 : 50 Construction Actives
Excavation

SHEET PILE H - PILE SHEET PILE


Proping

Structural work
Gambar 2.17 Kondisi Jalan selama Konstruksi pada Stasiun
Sisingamangaraja

bagian transisi terletak di Jl Sisingamangaraja. Untuk


mendapatkan lokasi untuk bekerja pada bagian transisi selama
konstruksi dan mengakomodasi fasilitas MRT pada masa
pengoperasian, salah satu jalur masing-masing akan ditutup baik
selama masa konstruksi dan operasional.

Transition Section
J L. P A K U B U W O N O I V
JL. HANGTUA

Sisingamangaraja Sta Viaduct Section


JL. HANGTUAH III

. SISINGAMANGARAJA

ISINGAMA
JL. RADEN PATAH II

NG AJA

Rigid Frame

Existing Condition Completed Condition

Existing Condition Completed Condition

Section 1 - 1

Section 1 - 1

Existing Condition Complet


ed
Conditio
n
Existing Condition Completed Condition
Section 2 - 2
Section 2 -2

Gambar 2.18 Contoh Kondisi Jalan SelamaSK


ecotionns2tr- u2 ksi bagian Transisi pada Jl Sisingamangaraja

1) Pembangunan Struktur Layang dan Stasiun Layang


Struktur layang (jembatan) akan dibangun dari Stasiun Lebak Bulus sampai ke struktur Transisi
di Jl. Sisingamangaraja. Struktur layang hanya terutama box PC girder type dengan pier
tunggal. Ketinggian PC girder setidaknya minimal 5,1 m untuk menyediakan ruang yang cukup
bagi kelancaran lalu lintas kendaraan di bawah struktur ini. Lebar PC girder ini akan 9,4 m
untuk mengakomodasi jalur rel ganda. Pier pendukung tunggal umumnya terletak di tengah
jalan dengan bentuk 2 m x 2,5 m persegi panjang dengan sudut dibulatkan dan jarak antar span
sepanajng 30 m.
Box-Type PC-Girder U-Type PC-Girder
2000 600

R.L
R.L

600
9550~

(5100~ )
VARIOUS

22000
2500 7000 7000 2500 850

3000

8900~ 22000

※Rectangular Pier
VARIOUS 2500 7000 3000 7000
(7450~
2500

Gambar 2.19 Bagian yang Khas – tipe PC Girder dan Gambarnya


※Rectangular Pier
Sejumlah tujuh stasiun layang akan dibangun di atas jalan yang ada tanpa mengubah arus lalu
lintas saat ini. Jenis struktur hibrida telah dipilih, yang memberikan citra yang lebih luas untuk
penumpang maupun pengendara. Seperti disebutkan di atas, 5,1 m akan memberikan clearance
yang cukup tinggi untuk memungkinkan sebagian besar jenis kendaraan melewatinya. Lebar
dan tinggi platform stasiun tipe khas adalah 22 m dan 15 m masing-masing. Diperkirakan
volume limbah padat konstruksi akibat pembangunan struktur layang dan stasiun adalah ±
100.000 m3 / hari.
Karena struktur layang dan stasiun yang terletak di jalan utama daerah yang sibuk Jakarta Pusat,
itu tidak dapat dihindari untuk membuat kemacetan lalu lintas karena keterbatasan arus lalu
lintas. Pekerjaan diawal yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta dan perusahaan utilitas
akan menjadi faktor kunci, yang memungkinkan Kontraktor untuk melaksanakan kegiatan
konstruksi dengan lancar. Terutama, JL Fatmawati bekerja Pelebaran 22 m harus diselesaikan
sebelum Kontraktor memulai karya mereka. pekerjaan pelebaran jalan ini rasa untuk mencakup
tidak hanya pelebaran jalan tapi relokasi utilitas seperti kabel listrik, kabel telekomunikasi,
lampu jalan, listrik air, selokan air hujan dan sebagainya.
Kegiatan konstruksi utama dan urutannya digambarkan dibawah ini. Setiap aktivitas bisa
menciptakan gangguan tertentu untuk arus lalu lintas dan pejalan kaki serta tempat tinggal yang
berdekatan. Metodologi konstruksi akan dikembangkan dengan pertimbangan untuk
meminimalkan dampak lingkungan dan sosial. Pembangunan stasiun lebih rumit daripada
konstruksi jembatan, yang berarti semakin lama waktu pembangunan dan Pengaturan Lalu
Lintas lebih sering dibutuhkan. Secara umum, jumlah jalur lalu lintas akan dipertahankan selama
konstruksi siang hari, tetapi pada waktu malam hari, jalur lalu lintas akan dikurangi untuk
mendapatkan daerah kerja yang cukup luas yang memungkinkan peralatan konstruksi untuk
dioperasikan dengan aman. Kegiatan konstruksi dan tahapannya adalah sebagai berikut:
a) Pekerjaan Persiapan (Pekerjaan di lokasi proyek)
Untuk menghapus pembagi jalan (sabuk hijau), memotong trotoar (penyempitan lebar jalan
setapak), relokasi lampu jalan, petunjuk di jalan dan relokasi pohon, relokasi utilitas, relokasi
pemberhentian bis dan lain-lain.
jalur lalu lintas yang sudah ada akan dipertahankan pada siang hari dan rem pneumatik,
excavator dan alat angkat akan menciptakan tingkat tertentu kebisingan dan getaran. Kontraktor
akan menggunakan metode yang tepat untuk mengurangi gangguan tersebut.
Jalur lalu lintas yang sudah ada akan dipertahankan pada siang hari dan rem pneumatik,
excavator dan alat angkat akan menghasilkan tingkat kebisingan dan getaran tertentu.
Kontraktor akan menggunakan metode yang tepat untuk mengurangi gangguan tersebut.
b) Pekerjaan Pondasi
Pekerjaan pondasi pile dilakukan dengan metode untuk mengurangi getaran atau kebisingan.
Metode Driven Pile tidak akan diadopsi di daerah pemukiman kecuali diperoleh izin khusus dari
otoritas yang terkait. Metode Bored Pile adalah metode alternatif yang sedikit memberikan
dampak getaran dan kebisingan. Namun, sangat hati-hati untuk tumpahan lumpur galian harus
diambil untuk menjaga kebersihan jalan berdekatan bersih. Pengaturan Lalu Lintas akan serupa
seperti yang disebutkan di atas.
c) Pekerjaan Pile cap and Pier
Pekerjaan ini memerlukan daerah kerja yang lebih luas daripada pekerjaan pondasi. Pekerjaan
ini diutamakan untuk dilakukan di malam hari karena untuk mendapatkan daerah kerja yang
cukup luas dapat diperoleh dengan menutup salah satu jalur lalu lintas.
d) Konstruksi Kepala Pier
Daerah kerja yang sama akan digunakan pada saat melakukan pekerjaan pier. Oleh karena itu,
pekerjaan yang besar akan dilakukan pada waktu malam. Kegiatan utama dari pekerjaan adalah
pengaturan tiang besi (rebar) dan pekerjaan pembetonan. Jika pekerjaan pembetonan dilakukan,
kebisingan dari pompa beton dan getaran akan mengganggu daerah perumahan sekitarnya.
e) Pemasangan PC girder
PC girder akan dipasang pada waktu malam dengan erection girder khusus. Satu jalur dari
masing-masing jalan akan ditutup untuk menampung truk besar yang membawa 30 ton PC
girder. Lalu lintas normal akan dipertahankan pada waktu siang hari, namun, perlakuan khusus
akan dibutuhkan karena PC girder belum akan diposisikan untuk pier.
Gambar 2.20 Pemasangan PC Girder

f) Pekerjaan Parapet dan Pekerjaan Jalur


Setelah PC griders diatur, semua pekerjaan berikut, seperti pemasangan parapet, track bed
concrete, U-trough, dll akan dilakukan pada PC grider. Oleh karena itu, gangguan lalu lintas
akan sangat sedikit, dan hanya terjadi bila materi atau peralatan diangkat yang dilakukan pada
malam hari.
Kegiatan konstruksi dan urutan di atas diutamakan untuk struktur layang. Urutan dan metode
akan diterapkan untuk pembangunan stasiun. Namun, pembangunan stasiun memerlukan
pengalihan lalu lintas lebih banyak dan waktu yang lebih lama seperti yang disebutkan di atas
karena struktur bangunan yang rumit.

6) Pembangunan Fasilitas Penunjang


Pembangunan fasilitas pendukung meliputi pembangunan sarana dan prasarana terdiri dari
penyediaan fasilitas transmisi listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), sinyal dan sistem
telekomunikasi untuk pengendalian dan komunikasi kereta. Sistem tenaga daya penarik adalah
DC 1500 V seperti yang terlihat pada gambar 2.14. Tenaga listrik untuk stasiun penumpang dan
daya penarik sub-stasiun akan dipasok dari sub-stasiun penerima 20 kV dan menurunkan ke
tegangan rendah.

Receiving Sub-Station (RSS) akan diletakan diatas tanah berlokasi di tengah dari rencana rute
MRT. Traction Sub-Station (TSS) akan ditempatkan di Lebak Bulus, Ciputat Raya dan stasiun
Sisingamangaraja. TSS akan mengubah tenaga listrik dari 20 Kv AC ke DC 1500 V dan
mendistribusikan arus DC untuk kereta api melalui kecepatan tinggi pemutus sirkuit DC dan
Overhead Contact System.

Di setiap stasiun, terdapat ruang listrik dan ruang-sinyal telekomunikasi yang ditempatkan di
dalam gedung stasiun. switchboard tegangan rendah akan mendistribusikan tenaga listrik untuk
lampu, ventilasi, AC, pompa, peralatan komunikasi, eskalator, dan lift, dll Uninterruptible
Power Supply (UPS) sistem juga akan diberikan untuk komunikasi, Supervisory Control and
Data Acquisition

SCADA), Platform Screen Door (PSD), keamanan dan sistem keamanan yang tidak
boleh terganggu.

Overhead Contact Line (OCl) akan mendistribusikan daya penarik untuk kereta. OCl dalam
bagian layang adalah auto yang kencangkan pada Simple Catenary System (SCS).
Sinyal terdiri dari Automatic Train Operation (ATO), Automatic Train Protection (ATP),
Programmed Route Control (RRC) dan Operation Control Center (OCC). Sistem sinyal akan
menyediakan fungsi untuk saling mencegah terjadinya perjalanan pada rute yang berlawanan.
Stasiun terminal peralatan sinyal akan dirancang untuk menjamin keamanan.

Sistem komunikasi mencakup komponen jaringan telepon, sistem alamat publik, sistem Closed
Circuit Television (CCTV), Radio, sistem Jam, sehingga informasi penumpang dan sistem
transmisi data dapat dilakukan dengan cepat dan secara simultan.

7) Pengangkutan Material Buangan


Selama pembangunan bagian layang, diperkirakan akan menghasilkan tanah galian dari
penggalian untuk konstruksi pile dan pondasi untuk struktur. Tabel di bawah menunjukkan
volume penggalian tanah untuk pembangunan bagian layang dan depo. Volume galian tanah
untuk pembangunan layang diperkirakan sebanyak 84.600 m3.
Tabel 2.27 Jumlah Tanah Galian di Bagian Layang dan Daerah Depo
Bagian Jumlah Piles Jumlah Tanah Jumlah Piers Jumlah Tanah
Galian Galian (m3)
Bagian Layang 1.272 30.000 561 84.600
Daerah Depo 393 9.300 46 6.900
Total 1.665 39.300 607 91.500
Sumber: Kajian Basic Design oleh JMEC, 2010.

Menggali tanah akan diangkut ke daerah pembuangan. Ada tiga nominasi tempat pembuangan
saat ini seperti yang tercantum di bawah ini (lihat Gambar 2.32 dalam Bagian b.3 untuk
informasi lebih lanjut). Namun, tempat tersebut belum tetap. Penentuan akhir dari daerah
pembuangan akan dilakukan berdasarkan usulan kontraktor dan persetujuan proponen selama
tahap konstruksi, dengan memperhatikan kelengkapan dokumen lingkungannya.
 Daerah Ring Road bagian Barat (dekat Tangerang), Provinsi Banten,
 Pantai Indah kapuk, Jakarta Utara,
 Halim Perdana kusuma, Jakarta Selatan.
Jumlah truk untuk transportasi tanah galian total keseluruhan diperkirakan sebanyak 27.202 truk
termasuk bagian depo dengan asumsi kapasitas Dump Truck adalah 5 m3. Jumlah harian truk
yang akan digunakan untuk transportasi tanah galian diperkirakan sebanyak 260 truk termasuk
untuk konstruksi bagian depo (Lihat Tabel 2.32 dalam Bagian b.3 untuk informasi lebih lanjut).
Diperkirakan volume limbah padat domestik akibat pekerja adalah 1 m3 / hari dengan asumsi
jumlah pekerja adalah 1.009 pekerja
8) Kebutuhan Air Dalam Kegiatan Konstruksi
Jumlah kebutuhan air yang digunakan untuk kegiatan konstruksi dan domestik karyawan/
pekerja proyek dapat dilihat pada Gambar 2.21. Air yang digunakan untuk kegiatan konstruksi
99 %, sedangkan 1 % akan dialirkan ke drainase sekitarnya.
Sedangkan untuk kebutuhan domestik para pekerja, dengan asumsi 1 orang pekerja akan
membutuhkan air (buang air kecil dan besar) 0,05 m3 dengan jumlah sebanyak 1.009 orang
mencapai 50,45 m3. Air buangan atau limbah yang dihasilkan dari kegiatan domestik para
pekerja/ karyawan akan di tampung si STP Portable dan akan dikelola oleh pihak ketiga.

Loss

99 %

Konstruksi Drainase
1%

10 m3/hr

Tangki

Domestik

STP Portable Pihak Ketiga

1009 orang x 0,050 m3 / hr

Gambar 2.21 Neraca Air Dalam Kegiatan Konstruksi pada Segmen Layang

a.1. Pembangunan Segmen Bawah Tanah MRT Jakarta Ruas Sisingamangaraja – Bundaran HI

Bagian bawah tanah akan dibangun sepanjang 5,42 km, dimulai dari utara setelah stasiun
Sisingamangaraga di Jl. Sisingamangaraja sampai Stasiun Bundaran HI di Jl. MH Thamrin (ujung
utara lokasi proyek).

Secara umum, tipologi lingkungan di sepanjang bagian bawah tanah merupakan daerah ekslusif,
penuh dengan bangunan tinggi dan pencakar langit, didominasi oleh kegiatan seperti lalu lintas yang
padat, pusat bisnis, perdagangan terpadu, pelayanan hotel berbintang, pelayanan pemerintah
(beberapa dari mereka adalah organisasi internasional seperti Kantor PBB, Kedutaan Besar). Di
lokasi ini juga ada fasilitas olahraga nasional/internasional; Gelora Bung Karno.

1) Perekrutan Tenaga Kerja


Secara keseluruhan perekrutan tenaga kerja untuk Proyek ditampilkan pada tabel 2.20 di bagian
b.1. Jumlah tenaga kerja termasuk staf dan tenaga kerja diperkirakan sekitar. 4.230 yang terdiri
dari staf

dan tenaga kerja terdiri dari 1.127 staff dan 3.103 buruh. Di antara total tenaga kerja, jumlah
tenaga kerja asing adalah 243 terdiri dari 240 staf dan 3 (tenaga ahli konstruksi), persentase
jumlahnya adalah 5,7% dari seluruh tenaga kerja. Sebagai catatan bahwa jumlah ini belum pasti
tetapi akan putuskan oleh Proponen dan Kontraktor pada saat dimulainya tahap konstruksi.

Mengenai tenaga kerja untuk pembangunan bagian bawah tanah, akan terdiri dari staf dan
tenaga kerja seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Sebanyak 1,674 tenaga kerja akan
dialokasikan untuk bagian pembangunan yang terdiri dari 450 staf dan 1,224 buruh. Di
antaranya tenaga kerja, 96 orang atau sekitar 5.7% adalah tenaga kerja asing (ahli, teknisi, dll).

Tabel 2.28 Perekrutan Tenaga Kerja untuk Pembangunan Bagian Bawah Tanah
untuk Pekerjaan Sipil
Kategori Proponen Konsultan Kontraktor Sub-total Total
Asing - 18 78 96
1) Staff 450
Lokal 33 48 273 354
2) Buruh Lokal - - 1.224 1.224 1.224
Asing 0 16 78 96
Total 1.674
Lokal 33 48 1.497 1.578

Sumber: Kajian Basic Design oleh JMEC, 2010.

2) Mobilisasi Alat berat


Alat berat yang akan dimobilisasikan untuk pembangunan bagian bawah tanah adalah mesin
dan kendaraan untuk transportasi, pekerjaan konstruksi termasuk pembuat terowongan,
penggalian, menumpuk, mengangkat, dll, seperti yang ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.
Perlu dicatat bahwa rencana mobilisasi alat berat belum tetap tapi tentatif pada saat ini.
Penentuan akhir ini akan dilakukan oleh Kontraktor dengan mempertimbangkan Undang-
undang no 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (pasal 19) dan Peraturan
Pemerintah RI no.43/1993 tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan (pasal 11).

Transportasi alat berat selain kendaraan akan dilakukan dengan menggunakan dump trucks dan
atau trailer. Pemilihan rute transportasi akan dibuat dengan hati-hati dengan mempertimbangkan
arus dan volume lalu lintas. Sebagian besar kasus, kegiatan transportasi akan dilakukan pada
malam hari untuk menghindari puncak kepadatan arus lalu lintas di jalan utama.
Tabel 2.29 Rencana Mobilisasi Peralatan Berat untuk Bagian Bawah Tanah
No. Jenis Alat Berat Spesifikasi Jumlah
1 Wheel loader 1.3 m3 6
3
2 Backhoe 0.4 m 12
3 Bulldozer 160 HP 12
4 Dump truck 8 – 10 ton 60
5 Truck crane 35 ton 9
6 Unick truck - 6
7 Vibratory hammer 30 kW 6
8 Pile augering machine Diameter: 0.6-0.8m 6
9 Clamshell 0.5 m3 6
10 Air compressor 3.5 m3/min. 6

11 Diaphragm wall t =1.2m, kedalaman=36m 12


machine
12 Generator 100 kVA 6
13 Concrete pump truck 60 m3/hr 6
14 Agitator truck 5 m3 18
15 Tire roller 8 – 12 ton 6
16 Asphalt finisher 5 ton 3
17 Tunnel Boring Diameter: 6.8m 3
Machine
Sumber: Kajian Basic Design oleh JMEC, 2010.

3) Mobilisasi Material dan Bahan Konstruksi


Keseluruhan bahan konstruksi yang dibutuhkan untuk proyek adalah untuk pembangunan
daerah depo, bagian layang dan bagian bawah tanah. Mengenai bahan bangunan untuk
konstruksi hanya bagian bawah tanah, bahan berikut akan dimobilisasi. Namun survei kuantitas
belum selesai dilakukan.
 Cement,
 Iron/Steel,
 Shield Segment Block,
 Box Girder,
 Train rail,
 Sleepers
 Backfill m,
 Instrumen Mekanik dan Listrik, dll.

Kegiatan pengadaan bahan konstruksi akan menghasilkan peluang bisnis untuk sektor bisnis
konstruksi di Indonesia. Di sisi lain, aktivitas transportasi material ke lokasi pembangunan dapat
menyebabkan dampak peningkatan kemacetan lalu lintas. Transportasi bahan konstruksi pada
dasarnya akan dilakukan dengan menggunakan dump truck dan/atau trailer di malam hari untuk
menghindari jam puncak arus lalu lintas di jalan utama. Pemilihan rute transportasi akan dibuat
dengan hati-hati dengan mempertimbangkan arus lalu lintas dan volume selama tahap konstruksi
oleh kontraktor, dengan perkiraan volume oli bekas akibat pemeliharaan alat-alat berat adalah ±
1.520 liter selama konstruksi, dengan asumsi setiap 2000 jam kerja menghasilkan 30 liter oli bekas.

4) Penyiapan Lahan dan Relokasi Utilitas Umum


Pada awal pembangunan bagian bawah tanah, persiapan lokasi diperlukan, termasuk kegiatan
berikut ini:
1. Penebangan pohon yang ada sejumlah 358 pohon akan dilakukan. Kompensasi untuk
menebang pohon yang ada akan dilakukan oleh kontraktor, tentang prosedur persyaratan
untuk mengganti pohon yang ditebang dengan garis tengah minimal 10 cm mengacu
kepada Surat Keputusan Kepala Badan Pertamanan Propinsi DKI Jakarta No 09 Tahun
2002.
2. Pemasangan pagar sepanjang batas proyek dan pembersihan lokasi untuk kegiatan
konstruksi,
3. Menghancurkan dan/atau relokasi yang ada fasilitas utilitas umum di lokasi konstruksi
bawah tanah, termasuk yang berikut :
- Senayan Station: utilitas umum seperti kabel listrik, pipia pasokan air, kabel
telekomunikasi dan saluran pembuangan limbah akan direlokasi walaupun lokasi PD
PAM harus di jelaskan diawal.
- Istora Station: Utilitas umum seperti kabel listrik, pipa pasokan air, kabel telekomunikasi
dan saluran pembuangan limbah akan direlokasi.
- Bendungan Hilir Station: Pipa air baku dari waduk jatiluruh sepanjang Jl. Kh. Mas
Mansyur dan pipa PAL akan direlokasi sebagai pekerjaan diawal sebelum
pembangunan MRT.
- Setiabudi Station: Pipa PAL yang melintasi posisi stasiun box akan dipindahkan
sebagai pekerjaan di awal.
- Dukuh Atas Station: kabel telekomunikasi, pipa gas dan pipa pasokan air PAM akan
direlokasi. Gardu PLN yang mendistribusikan 20 kV daya listrik akan direlokasi.
Papan reklame akan dihilangkan.
- Bundaran HI Station: Utilitas dan fasilitas yang ada seperti pipa pasokan air PAM,
kabel telekomunikasi, dll, akan direlokasi.
4. Koordinasi dengan pemilik utilitas umum dan instansi terkait akan diadakan
5. Survei tambahan atau survey tes pit akan dilakukan oleh pemilik fasilitas utilitas atau
kontraktor diperlukan.
6. Transjakarta sementara akan dipindahkan ke median terdekat sepanjang bagian bawah
tanah pada tahap konstruksi.
Jadi, mengenai utilitas dan fasilitas publik yang ada, prosedur yang diperlukan dan relokasi /
restorasi akan dijamin seperti yang disebutkan di atas sehingga dampak negatif seperti mal-
fungsi utilitas dan ketidaknyamanan pada kegiatan bisnis dan sehari-hari hidup dapat
diminimalkan.

5) Pengaturan Lalu Lintas


a. Kebijakan Dasar Pengaturan Lalu Lintas
Pengaturan Lalu Lintas selama melakukan pekerjaan konstruksi adalah salah satu masalah
penting pada proyek ini dalam hal pertimbangan lingkungan. Kebijakan dasar untuk Pengaturan
Lalu Lintas pada arus lalu lintas seperti berikut ini :
 Untuk mengurangi dampak negative pekerjaan konstruksi pada arus lalu lintas,
 Untuk mengamankan jalan dari kemacetan di jam kerja dengan menyesuaikan jam kerja,
 Untuk mengurangi kebutuhan lahan yang disebabkan oleh kegiatan untuk Pengaturan
Lalu Lintas.
Manajemen lalu lintas akan dilakukan dengan menggunakan metode konstruksi pengendalian
oleh penyesuaian area kerja dan waktu kerja, jalur jalan dan pengalihan jalur lalu lintas ke jalan
lain, dll manajemen lalu lintas akan dilakukan dalam pertimbangan geometri jalan, metode
konstruksi dengan jalan dan lokasi.

b. Pengaturan Lalu Lintas di Jl. Sudirman


Banyak stasiun bawah tanah berlokasi dibawah JL Sudirman. Gambar dibawah ini
menunjukkan kondisi jalan saat ini pada stasiun Setiabudi yang menyempit di sepanjang Jl
Sudirman.

Stasiun bawah tanah akan dibangun dengan metode Cut and Cover dan daerah konstruksi
diperlukan di Jl. Sudirman. Daerah konstruksi untuk stasiun bawah tanah akan diperoleh
dengan menghilangkan daerah hijau dan deck sementara akan dipasang untuk dapat
mempertahankan jumlah jalur lalu lintas yang ada. Oleh karena itu, pengurangan jalur jalan
tidak akan dibutuhkan di seluruh Jl. Sudirman.

CARRIAGE WAY CARRIAGE WAY MEDIAN CARRIAGE WAY CARRIAGE WAY


SIDEWALK SEPARATOR TRANS TRANS SEPARATOR SIDEWALK
JAKARTA JAKARTA

Gambar 2.22 Kondisi Jalan Saat Ini di Jl. Sudirman

Urutan konstruksi di Stasiun Setiabudi dijelaskan sebagai berikut. Tahapan konstruksi di sebuah
stasiun bawah tanah secara umum dibagi menjadi dua bagian.

Langkah-1 (Gambar 2.23):


1) Halte Setiabudi akan direlokasi diluar daerah proyek dan jembatan penyebrangan akan
dibangun ulang.
2) Diperkirakan 16 m luas daerah kerja akan diperoleh dengan mengurangi trotoar dan
menghilangkan daerah hijau.
3) Pemasangan dinding diaphragm dan pile sementara
4) Mengatur lempengan penutup pada permukaan tanah untuk pengalihan lalu lintas berikutnya.

Langkah-2 (Gambar 2.24):


1) Diperkirakan 24m luas daerah kerja akan diperoleh dengan mengurangi trotoar dan
menghilangkan jalur hijau pada sisi lainnya.
2) Pemasangan dinding diaphragm dan pile sementara pada sisi lainnya.
3) Mengatur lempengan penutup untuk jalur lalu lintas dan pekerjaan di dek.
A
CURVE R~100 M
STRIGHT CURVE R=100 M
STRIGHT
STRIGHT CURVE R~100 M
CURVE R=100 M
STRIGHT PEDESTRIAN SIDE
PEDESTRIAN WALK
SIDE WALK

GREEN BELT GREEN BELT

CONSTRUCTION AREA STAGE-1 : 15.99M X 265M

GREEN BELT GR
TRAN EE
TRANS S N
JAKARTA BE
JAKA
LT
RTA
TRAN
S
JAKA
RTA

GREEN BELT

CROSS SECTION A-A (EXISTING)


PEDESTRIAN
SIDE WALK

CURVE R=150 M
STRIGHT
CURVE R=150 M
STRIGHT
DE WALK
PE
D
ES STRIGHT CURVE R=150 M
T STRIGHT CURVE R=150 M
RI
A
A
N
SI

CARRIAGE WAY CA M CA CARRIAGE WAY


RRI E RRI
AG D AG
E I E
WA A WA
Y N Y

SI SE T T SE SIDEWAL
CROSS D PA R R PA
SECTION A-A A A
E RA N N RA
(STAGE-1) W TO S S TO
A R JA JA R
L K K
A A
K R R
T T
A A
Gambar 2.23 Pengaturan Lalu Lintas dan Tahapan Pembangunan di Jl. Sudirman (langkah-1)

A
STRIGHT STRIGHT STRIGHT STRIGHT
CURVE R=150 M CURVE R=150 M

CURVE R=150 M CURVE R=150 M


PEDESTRIAN SIDE WALK

PEDESTRIAN SIDE WALK

GREEN BELT GREEN BELT


TRANS JAKARTA
TRANS JAKARTA

GREEN BELT GREEN BELT

CONSTRUCTION AREA STAGE-2 : 24.280M X 265M

GREEN BELT GREEN BELT

PEDESTRIAN SIDE WALK PEDESTRIAN SIDE WALK

STRIGHT STRIGHT STRIGHT STRIGHT


CURVE R=150 M CURVE R=150 M CURVE R=150 M CURVE R=150 M
A

CROSS SECTION A-A (STAGE-2)

Gambar 2.24 Pengaturan Lalu Lintas dan Tahapan Pembangunan di Jl. Sudirman (langkah-2)
Gambar dibawah ini menunjukkan perbandingan kondisi saat ini dengan kondisi
setelah

Kondisi Saat Ini

CARRIAGE WAY CARRIAGE WAY MEDIAN CARRIAGE WAY CARRIAGE WAY


SIDEWALK SEPARATOR TRANS TRANS SEPARATOR SIDEWALK
JAKARTA JAKARTA

CARRIAGE WAY CARRIAGE WAY MEDIAN CARRIAGE WAY CARRIAGE WAY


SIDEWALK SEPARATOR TRANS TRANS SEPARATOR SIDEWALK
JAKARTA JAKARTA

Kondisi Saat Selesai

CARRIAGE WAY CARRIAGE WAY MEDIAN CARRIAGE WAY CARRIAGE WAY


SIDEWALK SEPARATOR SEPARATOR SIDEWALK

CARRIAGE WAY CARRIAGE WAY MEDIAN CARRIAGE WAY CARRIAGE WAY


SIDEWALK SEPARATOR SEPARATOR SIDEWALK

pembangunan pada stasiun setiabudi di Jl. Sudirman.

Gambar 2.25 Kondisi Jalan di Stasiun Setiabudi


6) Pembuatan Terowongan
a. Bagian membujur untuk pembangunan terowongan
Gambar dibawah ini menunjukkan gambar membujur untuk bagian bawah tanah, dan gambar
dasar sebagai berikut:
 Panjang Bagian Bawah Tanah: 5.445 m,
 Panjang terowongan: 3.962 m,
 Jumlah stasiun bawah tanah: 6 (dari stasiun Senayan sampai stasiunbundaran HI.)
Lebak Bulus
Bagian Layang Bagian BawahTanah

Bunderan HI

Senayan Istora Bendungan H. Setiabudi Dukuh Atas Bundaran HI


Transition SC

SCBD Crossing Semanggi Kali Casablanc Crossing Banjir JABOTAB Crossing Statue &
Young Man Statue Monorail Road Canal EK River Faountain
Underpass River Flyover Krukut a Flyover

Railway
Transition SC Senayan Istora Bendungan H. Setiabudi Dukuh Atas Bundaran HI

615 m 321
705 m 220 m
m 230 m 590531
m m 250
441 m
m 1035 m 230 m 545 m 230 m

Gambar 2.26 Bagian Membujur Bawah Tanah

b. Pemilihan Metode Konstruksi


Metode konstruksi bagian bawah tanah MRT Jakarta termasuk beberapa alternatif seperti berikut:
 Tehnik Compressed air tunneling (dengan kunci dekompreser),
 Pre-grounting pada sepanjang rute terowongan,
 Metode Closed type shield tuneling (slurry pressure balanced shield, earth balanced shield),
 Metode Open type shield tunneling,
 Cut and Cover.

Di Proyek MRT Jakarta, metode closed type shield tunneling akan diadopsi dengan
mempertimbangkan kondisi tanah (tanah relatif lunak) dan kelembaban tanah (yang
mengandung banyak air tanah) untuk tunnel boring antara stasiun bawah tanah. Adapun
pembangunan stasiun bawah tanah, metode cut and cover akan digunakan (lihat bagian berikut)
c. Metode Pembangunan
Konstruksi terowongan dibuat dengan menggunakan Shield Machine (Tunnel Boring Machine)
seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah :

Excavation soil is moved out from shaft. Shield Machine


Shield Machine
Excavation Soil

Shaft

Shield Tunnel

Gambar 2.27 Shield Tunneling

Konstruksi terowongan dibuat dengan menggunakan Shield Machine (Tunnel Boring Machine)
yang diperlihatkan pada gambar di bawah:

 Diameter dalam: 6,050 mm,


 Diameter luar: 6,650 mm,
 Ketebalan lapisan: 300 mm.

a. Single Track Double Tube (STDT) b. Tunnel Diameter

Gambar 2.28 Bagian Terowongan

Pembuatan terowongan akan dilakukan pada tiga (3) lokasi peluncuran poros TBM seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.29.
Bendungan Hilir Setiabudi Sta. Dukuh Atas Sta. Bunderan HI Sta.

Arriving Shaf t
Pass & Pass through L
La unching Sh aft

aunching Shaft

: Launching Shaft : Arriving Shaft

Gambar 2.29 Lokasi Peluncuran Poros TBM


a. Lokasi Kerja
Diperlukan untuk mengamankan daerah kerja untuk pekerjaan terowongan TBM. Gambar di
bawah ini menunjukkan gambar yang khas untuk lokasi kerja. Dalam hal ini, lokasi kerja sekitar
3.500 m2 dibutuhkan untuk meluncurkan TBM di lokasi stasiun bawah tanah.

Gambar 2.30 Daerah Kerja TBM Tunneling

Pada pekerjaan pembangunan terowongan, akan menghasilkan tanah galian, yang akan
dipindahkan dari lokasi konstruksi, diangkut ke dan dibuang ke daerah pembuangan.
Volume pembuangan tanah galian diperkirakan sekitar 824.900 m3.

Selama pembangunan stasiun bawah tanah, metode dewatering mungkin dapat diterapkan untuk
mengamankan kegiatan penggalian dan keselamatan buruh. Metode dewatering akan diusulkan
oleh Kontraktor yang akan dipilih untuk Proyek. Pada saat ini, metode dewatering sumur atau
sump pit akan diadopsi mengingat kondisi tanah untuk kategori tanah dan permeabilitas hidrolik
tanah. Sumur resapan juga akan dipasang di luar daerah box stasiun bawah tanah dalam rangka
meminimalisasi penarikan air tanah di luar area box stasiun serta penurunan tanah.

Ground settlement dapat diminimalisir dengan penerapan metode dinding diafragma yang keras
untuk pembangunan tembok penahan stasiun bawah tanah. Pemantauan Ground Settlement
harus dilakukan oleh kontraktor pada tahap konstruksi bagian bawah tanah karena banyak
bangunan disepanjang koridor MRT.
7) Pembangunan Stasiun Bawah Tanah
Metode Cut and Cover yang akan digunakan untuk membangun stasiun bawah tanah. Gambar
dibawah ini menunjukkan metode cut and cover.

It excavate from the The structure is constructed after The above area of
ground while supporting structure is filled the excavation was finished. and
the retaining wall by the surface is restored after
strut. construction of structure.

Gambar 2.31 Metode Cut and Cover

Ada dua metode konstruksi untuk metode cut and cover: pertama metode Bottom-up dan
lainnya adalah metode Top-down.

Pada proyek ini, metode Top-down akan digunakan karena alasan berikut ini :
 Ada bangunan dekat lokasi kerja bawah tanah dan tingkat keamanan yang tinggi diperlukan,
 Tekanan tanah untuk mempertahankan dinding pada daerah stasiun cukup tinggi karena
besarnya skala pekerjaan penggalian,
 Ada resiko banjir pada lokasi stasiun bawah tanah.
Metode Top-down lebih sesuai untuk digunakan pada kondisi ini dari pada metode Bottom-up.

MRT Jakarta memiliki enam stasiun bawah tanah. Lebar dan panjang box stasiun bawah tanah
masing-masing diperkirakan 20 m dan 230 m, walaupun demikian itu tergantung dari stasiun
dan perkiraan jumlah penumpang. Lantai stasiun secara umum mempunyai luas 12 m. Prakiraan
volume limbah padat konstruksi akibat pembangunan struktur bawah tanah dan stasiun
adalah ±
250.000 m3 / hari.

Sehubungan dengan dinding penahan dari box stasiun, ada tiga metode konstruksi: yaitu, 1)
Sheet Pile, 2) Soil Mixing Wall dan 3) Diaphragm Wall.

1) Sheet Pile
Metode ini adalah metode termurah dibandingkan dengan metode lainnya. Tetapi itu dapat
digunakan hanya untuk dinding penahan yang pendek, contohnya, secara umum kurang dari 15
m.

2) Soil Mixing Wall


Metode ini lebih murah dibandingkan dengan metode Diaphragm Wall, tapi kebutuhan luasan
metode ini lebih lebar dari pada metode Diaphragm Wall. Disamping itu, ini tidak dapat
digabungkan dengan struktur permanen.
3) Diaphragm Wall
Metode ini yang paling mahal namun paling sesuai untuk digunakan untuk digabungkan dengan
struktur permanen. Besaran Diaphragm Wall dapat digunakan pada tempat yang sempit.
Diantara ketiga metode, Diaphragm Wall akan digunakan di proyek karena alasan-alasan
dibawah ini:
 Metode Sheet Pile tidak dapat digunakan karena kedalaman dari box stasiun cukup dalam,
paling tidak 18 m dari permukaan tanah.
 Metode Soil Mixing Wall tidak dapat digabungkan dengan struktur bangunan stasiun yang
permanen seperti box stasiun.
 Diperlukan untuk membuat lokasi konstruksi yang kecil untuk dapat meminimalkan
dampak terhadap arus lalu lintas. Metode Diaphragm Wall dapat meminimalkan lebar lokasi
konstruksi.

8) Konstruksi Fasilitas Penunjang


Pembangunan fasilitas pendukung meliputi pembangunan sarana dan prasarana terdiri dari
penyediaan fasilitas transmisi listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), sinyal dan sistem
telekomunikasi untuk pengendalian dan komunikasi kereta. Sistem tenaga daya penarik adalah
DC 1500 V seperti yang terlihat pada gambar 2.14. Tenaga listrik untuk stasiun penumpang dan
daya penarik sub-stasiun akan dipasok dari sub-stasiun penerima 20 kV dan menurunkan ke
tegangan rendah dan juga generator diesel untuk keadaan darurat.

Receiving Sub-Station (RSS) akan diletakan diatas tanah berlokasi di tengah dari rencana rute MRT.

Traction Sub-Station (TSS) akan ditempatkan di stasiun Dukuh Atas. TSS akan mengubah
tenaga listrik dari 20 kV AC ke DC 1500 V dan mendistribusikan arus DC untuk kereta api
melalui kecepatan tinggi pemutus sirkuit DC dan Overhead Contact System.

Di setiap stasiun, terdapat ruang listrik dan ruang-sinyal telekomunikasi yang ditempatkan di
dalam gedung stasiun. switchboard tegangan rendah akan mendistribusikan tenaga listrik untuk
lampu, ventilasi, AC, pompa, peralatan komunikasi, eskalator, dan lift, dll Uninterruptible
Power Supply (UPS) sistem juga akan diberikan untuk komunikasi, Supervisory Control and
Data Acquisition (SCADA), Platform Screen Door (PSD), keamanan dan sistem keamanan
yang tidak boleh terganggu.

Overhead Contact Line (OCl) akan mendistribusikan daya penarik untuk kereta. OCl dalam
bagian layang adalah auto yang kencangkan pada Simple Catenary System (SCS).
Sinyal terdiri dari Automatic Train Operation (ATO), Automatic Train Protection (ATP),
Programmed Route Control (RRC) dan Operation Control Center (OCC). Sistem sinyal akan
menyediakan fungsi untuk saling mencegah terjadinya rute yang bertentangan. Stasiun terminal
peralatan sinyal akan dirancang untuk menjamin keamanan.

Sistem komunikasi mencakup komponen jaringan telepon, sistem alamat publik, sistem Closed
Circuit Television (CCTV), Radio, sistem Jam, sehingga informasi penumpang dan sistem
transmisi data dapat dilakukan dengan cepat dan secara simultan.
Sistem Ventilasi terdiri dari kipas ventilasi terowongan yang terletak di ujung stasiun, impulse
fans, draft relief shaft, dampers (peredam) dan peralatan pengendalian. Sistem akan dibuat untuk
mencegah panas dan kelembaban yang masuk dari luar, dan untuk pembuangan panas yang
dihasilkan dari kereta-berjalan adalah dengan kipas ventilasi terowongan. Dalam kondisi normal,
udara di dalam terowongan, yang menyebabkan panas dengan kegiatan piston kereta api, bisa
diganti dengan udara segar yang masuk melalui draft relief shaft. Pada situasi padat dapat
menyebabkan kenaikan suhu, kipas ventilasi terowongan akan beroperasi untuk memfasilitasi
ventilasi dan melepaskan panas dari kereta di bagian terowongan (Gambar 2.32 dan 2.33).

9) Pengangkutan Material Buangan


Selama pembangunan bagian layang, diperkirakan akan menghasilkan tanah galian dari
penggalian tanah untuk stasiun bawah tanah dan terowongan oleh Tunnel Boring Machine. Tabel
di bawah menunjukkan volume penggalian tanah untuk pembangunan bagian bawah tanah.
Volume galian tanah untuk pembangunan layang diperkirakan sebanyak 824.913 m3

Tabel 2.30 Volume tanah Galian di Bagian Bawah Tanah


TBM exca.
Sectio Chainag Length Widt Dept Volum soil take- Peak
n e h h e Volume/day
out place
(m) (m) (m) (m3) (m3 (m3
) )
9km +55
Transition 615 1 2.225 17,78 770
9k +67 3 9
m 0
Shield 322 23,38
Tunnel 9k +99 8
m 2
Senayan 230 20.3 14.5 67,70 770
Station 10k +22 1
m 2
Shield 590 42,85
Tunnel 10k +81 4
770
Istora Station m 2 250 20.3 15.5 78,66 66,242
650
11k +62 3
Shield m 1035 75,17
Tunnel 12k +97 6
Bendungan Hilir m 230 19.3 15.5 68,80 770
Station 12k +32 5
m 7
Shield 545 39,58
Tunnel 12k +87 5
m 2 770
Setiabudi 230 20.3 15.5 72,37 114,761 650
Station 13k +10 0
Shield m 2 705 51,20
Tunnel 13k +80 7
m 7
Dukuh Atas 220 21.4 21.4 100,7 770
Station 14k +27 51
m
Shield 659 47,86
Tunnel 14k +68 6
m 6 770
Scissors 161 20.3 15.5 50,65 99,072 650
Crossing Box 14k +84 9
Bunderan HI m 7 280 20.3 15.5 88,10 770
15k +12
Station m 7 2
Total 587 607 824,91
0 2 3

Tanah galian akan diangkut ke daerah pembuangan. Ada tiga nominasi tempat pembuangan saat
ini seperti yang tercantum di bawah ini (Gambar 2.32). Namun, tempat tersebut belum tetap.
Penentuan akhir dari daerah pembuangan akan dilakukan berdasarkan usulan kontraktor dan
persetujuan pemrakarsa selama tahap konstruksi, dengan memperhatikan kelengkapan dokumen
lingkungannya.
Jumlah truk untuk transportasi tanah galian total keseluruhan diperkirakan sebanyak seperti yang
tertera pada tabel dibawah. Keseluruhan jumlah truk yang dibutuhkan untuk memindahkan
tanah galian pada tahap konstruksi bagian bawah tanah adalah 168.949 truk terdiri dari jumlah
yang dihasilkan oleh pembangunan stasiun bawah tanah 111.400 truk dan terowongan sebesar
57.549 truk.

Jumlah truk untuk transportasi tanah galian per hari diperkirakan sebanyak 1.250 truk dan
masing-masing 405 truk. Total keseluruhan dari jumlah truk harian termasuk bagian layang
adalah
1.510 truk. Sesuai dengan hal ini, perlu dicatat bahwa pekerjaa penggalian stasiun bawah tanah
dan terowongan bukan merupakan pekerjaan paralel, dan karena itu, jumlah truk sehari-hari
pada saat puncak merupakan ringkasan dari 1.250 truk/hari (bawah tanah dan 260 truk/hari
untuk bagian layang. Diperkirakan volume limbah padat domestik akibat kegiatan pekerja
adalah 1,6 m3 / hari dengan asumsi jumlah pekerja adalah 1.674 pekerja
Western Ring road area ( dekat Pantai Indah kapuk lokasi
Tangerang ) lokasi disposal dengan disposal dengan kapasitas
kapasitas 522,000 m2, 7,830,0000 6,000,000 m2, 210,000,000 M3.
m3.

Daerah konstruksi

Halim Perdana kusuma lokasi


disposal dengan kapasitas 522,000
m2, 6,264,,000 m3.

Gambar 2.34 Lokasi Pembuangan Tanah Galian dan Rencana Transportasi.

Tabel 2.31 Jumlah Dump Truck yang di Butuhkan untuk Membawa Tanah Galian

Total Jumlah Dump Total Jumlah Remark


Truck Dump Truck/ s
Hari
Stasiun bawah tanah, dll 111.400 truk 1.250 truk / Hari 6 stasiun, Bagian
Transisi.
Terowongan 57.549 truk 405 truk / Hari 12 Terowongan (Panjang
: 7.711m)
Bagian Layang dan 27.202 truk 260 truk / Hari 10 tempat kerja paralel
Daerah Depo
Total Seluruhnya 196.151 truk 1.510 truk / Hari Stasiun Bawah Tanah &
(pada waktu padat) stasiun Layang
*) Pekerjaan galian untuk stasiun bawah tanah dan terowongan bukan
merupakan pekerjaan parallel Sumber: Kajian Design Dasar oleh JMEC,
2010.

10) Kebutuhan Air Dalam Kegiatan Konstruksi


Jumlah kebutuhan air yang digunakan untuk kegiatan konstruksi dan domestik karyawan/
pekerja proyek dapat dilihat pada Gambar 2.35. Air yang digunakan untuk kegiatan konstruksi
99 %, sedangkan 1 % akan dialirkan ke drainase sekitarnya.
Sedangkan untuk kebutuhan domestik para pekerja, dengan asumsi 1 orang pekerja akan
membutuhkan air (buang air kecil dan besar) 0,05 m3 dengan jumlah sebanyak 1.674 orang
mencapai 83,70 m3. Air buangan atau limbah yang dihasilkan dari kegiatan domestik para
pekerja/ karyawan akan di tampung si STP Portable dan akan dikelola oleh pihak ketiga.

Loss

99 %

Konstruksi Drainase
1%

10 m3/hr

Tangki

Domestik

STP Portable Pihak Ketiga

1674 orang x 0,050 m3 / hr

Gambar 2.35 Neraca Air Dalam Kegiatan Konstruksi pada Bawah Tanah

c) Operasional MRT Jakarta


Kegiatan dalam tahap operasi, meliputi sistem operasional MRT Jakarta dan kegiatan pemeliharaan
adalah sebagai berikut:

1) Sistem Operasional MRT Jakarta Lebak Bulus – Bundaran HI


Operasional MRT Jakarta Lebak Bulus - Bundaran HI akan dikelola oleh Badan Usaha Milik
Negara (PT. MRT Jakarta), yang akan dipersiapkan / dibentuk antara Departemen Perhubungan
dan Pemerintah DKI Jakarta, juga melibatkan (ditawarkan) Perusahaan Swasta, dengan jumlah
karyawan diperkirakan 650 karyawan.

MRT Jakarta akan dioperasikan selama 19 jam sehari (dari 05:00 ke 24:00) dengan frekuensi
perjalanan setiap 5 - 10 menit. Jam puncak diperkirakan akan menjadi sekitar 4,0 jam (waktu
pagi: 7:00-9:00; waktu malam 17:00-19:00). Setiap rangkaian kereta terdiri dari 6 kereta:
masing-masing
memiliki kapasitas maksimum 942 penumpang baik duduk dan berdiri, dan mampu membawa
22.608 penumpang per jam untuk dua arah, dengan waktu tempuh selama 26 menit antara
Lebak Bulus dan Bundaran HI dengan kecepatan maksimum 100 km/jam pada bagian layang
dan 80 km/jam pada bagian bawah tanah.

Dengan frekuensi perjalanan setiap 5 - 10 menit, MRT Jakarta Lebak Bulus - Bundaran HI akan
dapat menampung 202.100 penumpang per hari pada tahun 2017, dan akan terus meningkat
menjadi 395.500 penumpang per hari di tahun 2020.

Dalam pengoperasian MRT, dikombinasikan dengan sistem transportasi massa lainnya seperti
sistem Kereta Api Jabodetabek, Trans Jakarta rute II dan III, Mono Rail dan sistem tansportasi
konvensional lainnya seperti bis antar-kota dan bis dalam kota, masalah transportasi di wilayah
DKI Jakarta mulai harus dikelola dengan baik, dan oleh karena itu diharapkan kemacetan lalu
lintas akan dapat dikurangi.

Perkiraan volume limbah padat domestik yang dihasilkan oleh penumpang dan karyawan/
petugas operasional MRT pada tahun 2017 adalah :
202.100 penumpang / hari x 0,3 liter = 60.630 liter atau setara dengan 60,60
m3/hari. 650 karyawan x 0,3 liter = 3.840 liter atau 3,8 m3/hari
Sehingga volume limbah padat yang dihasilkan dari penumpang dan karyawan mencapai 64,40
m3/hari.

Perkiraan volume limbah padat domestik yang dihasilkan oleh penumpang dan karyawan/
petugas operasional MRT pada tahun 2020 adalah :
395.500 penumpang / hari x 0,3 liter = 118.650 liter atau setara dengan 118,70
m3/hari. 650 karyawan x 0,3 liter = 3.840 liter atau 3,8 m3/hari
Sehingga volume limbah padat yang dihasilkan dari penumpang dan karyawan mencapai
122,50 m3/hari, dan akan dilakukan pemilahan sampah domestik (organik dan an organik) di
TPS dan diangkut secara rutin oleh Dinas Kebersihan atau pihak ketiga.

2) Perhitungan Kebutuhan Air Operasional MRT Jakarta


Perhitungan kebutuhan air operasional MRT Jakarta dibedakan kedalam 3 lokasi, yaitu ;
operasional depo, operasional segmen layang, dan operasional segmen bawah tanah.

a) Operasional Depo
Untuk operasional depo diperlukan kebutuhan air 68,9 m3/hari, air ini akan digunakan untuk
antara lain untuk operasional bengkel dan mencuci rangkaian kereta. Adapun sumber air baku
ini akan diambil dari PDAM dengan cara menggunakan pompa dan ditampung dalam tower.
Air hasil pencucian ini akan diolah dalam instalasi pengolahan air limbah (IPAL = “Waste
Water Treatment Plan”) untuk dapat digunakan kembali mencuci rangkaian kereta.

IPAL yang akan disediakan di Depo akan menyesuaikan pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta
No. 122 tahun 2005 tentang Pengolahan Air Limbah Domestik di Wilayah Provinsi DKI
Jakarta.
Pada kegiatan operasional depo, jumlah kebutuhan air yang dibutuhkan untuk kegiatan
pencucian gerbong, kebutuhan karyawan, siram tanam dan kebersihan mencapai 93,9 m3.
Kebutuhan air yang paling besar adalah untuk pencucian gerbong sebesar 68,9 m3 , dimana air
hasil pencucian
ini akan didaur ulang melalui IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang telah
direncanakan, dengan sistem „Biotechnology Filtering‟ seperti terlihat pada Gambar 2.33.

Tabel 2.32 Jumlah Kebutuhan Air Dalam Kegiatan Operasional di Depo (harian)

N Kegiatan Perhitungan Jumlah (m3) Dialirkan


o
1 Pencucian Gerbong Kebutuhan pencucian 68,9 IPAL pencucian
. Keterangan : gerbong
masing-masing gerbong
@ 0,7 m3 x 96 gerbong Automatic Body
Washer : 20,1
Washing Deck :
27,4
Filter Washing :
2,3
Bogie/part Washing
:
19,1
2 Kebutuhan 0,05 m3/orang/ hari/ x 15 IPAL domestik
. Karyawan Depo 300 orang
3 Siram Tanaman 0,0001 m3/m2 x 76.072 8 Menyerap dan
. m2 evaporasi
4 Kebersihan 0,0001 m3/m2 x 18.327 2 Menyerap dan
m2 evaporasi
TOTAL 93,9

Sumber : Hasil Perhitungan, 2010

Pada Tabel 2.32, terlihat jumlah kebutuhan air yang digunakan untuk kegiatan/ aktivitas
operasional di depo Lebak Bulus. Kebutuhan air untuk pencucian gerbong adalah 0,7 m3/
gerbong dimana gerbong yang akan dicuci adalah 96 gerbong, dengan penggunaan untuk
Automatic Body Washer mencapai 20,1 m3, Washing Deck mencapai 27,4 m3, Filter Washing
mencapai 2,3 m3 dan Bogie/ part Washing mencapai 19,1 m3. Sehingga total kebutuhan air
untuk pencucian gerbong mencapai 68,9 m3.

Perkiraan kebutuhan air untuk karyawan Depo adalah 15 m3, dengan asumsi kebutuhannya
adalah 0,05 m3/ orang/ hari, dengan jumlah karyawan di depo mencapai 300 orang. Hasil
limbah cair domestik karyawan depo akan masuk kedalam STP (Sewage Treatment Plant).

Perkiraan kebutuhan air untuk siram tanaman adalah 8 m3, dengan asumsi kebutuhannya adalah
0,0001 m3/ m2, sedangkan luas daerah yang akan disiram adalah 76.072 m2, air hasil siraman ini
akan langsung diserap oleh tanaman dan tanah serta akan mengalami evaporasi (penguapan).

Perkiraan kebutuhan air untuk kegiatan kebersihan adalah 2 m3, dengan asumsi kebutuhannya
adalah 0,0001 m3/ m2, sedangkan luas daerah yang akan dibersihkan adalah 18.327 m2, air hasil
kebersihan ini akan langsung ke saluran drainase dan sebagian akan terevaporasi (penguapan).
20.1
tangki Automatic
20.1

27.4 Washing Deck 68,9 Unit Recycling


IPAL
68,9 Pencucian
23 Filter Washing
48,8

19,1 Bogie/Part
tangki
Washing
7 Drainase
15 Kebutuhan domestik 15
93,9 G STP
karyawan Depo
2
PDAM Unit Recycling

8 2 8
Kebersihan
4 Menyerap/menguap
2 2
Siram Tanaman

Keterangan : Satuan dalam m3/hari

Gambar 2.36 Neraca Air di Depo Lebak Bulus

b) Segmen Layang
Pada kegiatan operasional MRT J, terutama pada masing-masing stasiun layang jumlah
kebutuhan air yang dibutuhkan hanya untuk penumpang dan karyawan, kegiatan kebersihan di
stasiun serta untuk kegiatan siram tanaman. Jumlah karyawan mencapai 175 orang, dengan
asumsi air yang dibutuhkan mencapai 0,05 m3/orang/hari, sehingga kebutuhan air untuk
karyawan adalah 8,75 m3 , pada tabel 2.33, terlihat kebutuhan air untuk kegiatan di stasiun
layang.

Sedangkan perkiraan jumlah penumpang pada tahun 2017 adalah 130.954 orang dan pada tahun
2020 adalah 191.315 orang, dengan asumsi kebutuhan air adalah 0,001 m3, sehingga kebutuhan
air untuk penumpang pada tahun 2017 adalah 130 m3 dan tahun 2020 paling besar adalah 191
m3 .

Tabel 2.33 Jumlah Kebutuhan Air Dalam Kegiatan Operasional di Segmen Layang

N Kegiatan Perhitungan Jumlah Dialirkan


o (m3)
1 Kebutuhan 0,05 m3/orang/ hari/ x 175 8,75 IPAL
. Karyawan orang
Kebutuhan Tahun 2017 : IP
Penumpang 0,001 m3/orang/hari x 13
130.954 orang 0 A
Tahun 2020 :
0,001 m3/orang/hari x 19 L
191.315 orang 1
IP
A
L
2 Kebersihan 0,005 m3/m2 x 77.000 m2 385 Menyerap dan
. evaporasi
3 Siram Tanaman 0,005 m3/m2 x 2.500 m2 12,5 Menyerap dan
. evaporasi
TOTAL 2017 : 536,25
2020 : 598,25

Kebutuhan masing – masing halte tahun 2017 :


536,25 / 7 halte = 76,6 m3 Kebutuhan masing –
masing halte tahun 2020 : 598,25 / 7 halte = 85,5 m3
Sumber : Hasil Perhitungan, 2010

Pada Gambar 2.37 dan Gambar 2.38, terlihat bahwa air hasil dari kegiatan operasional di stasiun
layang, khususnya kebutuhan domestik penumpang dan kebutuhan domestik karyawan akan
melalui STP dulu, sebelum akhirnya ke saluran drainase.

18,57 18,57
Unit Recycling
Kebutuhan Domestik
Penumpang

Tangki
19,82
Recycling

15 Drainase
PDAM 76,6 GWT 1, Kebutuhan domestik 1,25 STP
25 karyawan
1
5
15

Kebersihan
55
menyerap/menguap
25
Siram Tanaman
1,8
18
Keterangan : Satuan dalam m3/hari

Gambar 2.37 Neraca Air Segmen Layang Tahun 2017

Unit Recycling
27,3 Kebutuhan Domestik 27,3
Penumpang

Tangki 28,55

Recycling
Drainase
15
85,5 GWT 1,25 Kebutuhan domestik 1,25
PDAM STP
karyawan
15
15

55 Kebersihan
menyerap/menguap
25

1,8 Siram Tanaman 18

Keterangan :Satuan dalam m3/hari

Gambar 2.38 Neraca Air Segmen Layang Tahun 2020


b) Segmen Bawah Tanah
Pada kegiatan operasional MRT Jakarta, terutama pada masing-masing stasiun bawah tanah jumlah
kebutuhan air yang dibutuhkan hanya untuk penumpang dan karyawan, kegiatan kebersihan di
stasiun serta untuk kegiatan siram tanaman. Jumlah karyawan mencapai 175 orang, dengan asumsi
air yang dibutuhkan mencapai 0,05 m3/orang/hari, sehingga kebutuhan air untuk karyawan adalah
8,75 m3 , pada tabel 2.34, terlihat kebutuhan air untuk kegiatan di stasiun bawah tanah.

Sedangkan perkiraan jumlah penumpang pada tahun 2017 adalah 112.246 orang dan pada tahun
2020 adalah 163.984 orang, dengan asumsi kebutuhan air adalah 0,001 m3, sehingga kebutuhan air
untuk penumpang pada tahun 2017 adalah 112 m3 dan tahun 2020 paling besar adalah 163 m3 .

Tabel 2.34 Jumlah Kebutuhan Air Dalam Kegiatan Operasional di Segmen Bawah
Tanah

No Kegiatan Perhitungan Jumlah Dialirkan


(m3)
1. Kebutuhan 0,05 m3/orang/ hari/ x 175 8,75 IPAL
Karyawan orang

57
Kebutuhan Tahun 2017 :
IPAL IPAL
Penumpang 0,001 m3/orang/hari x 112.246 112
orang
Tahun 2020 : 163
0,001 m3/orang/hari x 163.984
orang
2. Kebersihan 0,005 m3/m2 x 77.000 m2 385 Menyerap dan
evaporasi
TOTAL 2017 : 505,75
2020 : 556,75
Kebutuhan masing – masing halte tahun 2017 : 505,75 / 6 halte = 84,3 m3 Kebutuhan masing –
masing halte tahun 2020 : 556,75 / 6 halte = 92,8 m3 Sumber : Hasil Perhitungan, 2010

Pada Gambar 2.39 dan Gambar 2.40, terlihat bahwa air hasil dari kegiatan operasional di stasiun
bawah tanah, khususnya kebutuhan domestik penumpang dan kebutuhan domestik karyawan akan
melalui STP dulu, sebelum akhirnya ke saluran drainase.

Unit Recycling
18,67 Kebutuhan Domestik 18,67

Penumpang
Tangki 20,14
Recyclin
PDAM Drainase
19,16
84,3 GWT 1,47 Kebutuhan domestik 1,47
STP
karyawan
15
19,16

64,16 Kebersihan

30 Menyerap

Keterangan : Satuan dalam m3/hari

Gambar 2.39 Neraca Air Segmen Bawah Tanah Tahun 2017

58
Unit
27,17
Kebutuhan Domestik 27,17
Penumpang

Tangki 28,64
Recycling
PDAM Drainase
19,16
84,3 1,47 1,47
GWT Kebutuhan domestik STP
karyawan 15
19,16

64,16 Kebersihan

30 Menyerap

Keterangan :Satuan dalam m3/hari

Gambar 2.40 Neraca Air Segmen Bawah Tanah Tahun 2020


3) Pengelolaan Fasilitas dan Utilitas MRT Jakarta
Fasilitas dan Utilitas MRT Jakarta dikelola sesuai dengan standar yang berlaku untuk menjamin
keamanan dan kenyamanan pengguna MRT Jakarta, termasuk yang berikut::
a) Sistem pendistribusian tenaga listrik, terdiri dari 1) distribusi listrik: system tiga tahap
20 kV, 2) Traction Sub-Station (TSS): diletakkan di empat tempat yaitu di daerah Lebak Bulus,
daerah Ciputat Raya, Satsiun Sisingamangaraja dan stasiun Dukuh Atas, dan 3) Receiving Sub-
Station (RSS): diletakkan pada satu lokasi ditengah-tengah lokasi dari rencana rute MRT,
b) Overhead Contact Line (OCL): Simple Catenary System (SCS),
c) Sistem Sinyal: baik sinyal pengendalian ketera otomatis dengan system pengendalian
kereta yang terpusat (CTC), atau Pengamanan kereta otomatis (ATP) / system program
pengendalian rute (PRC),
d) Sistem Telekommunikasi: diantara system yang diperuntukkan untuk umum dan
CCTV,
e) Sistem Kebersihan dan Tiket pada setiap stasiun, dan
f) Kegiatan dan business lainnya disetiap stasiun.

4) Pengelolaan Depo Lebak Bulus


Perawatan dan perbaikan Kereta Api Listrik di Depo lebak Bulus akan dilakukan menurut standar
perawatan yang sesuai seperti:
(i) Perawatan ringan, baik untuk harian (membersihkan), mingguan (pencucian dan
inspeksi sebelum keberangkatan), atau triwulan (inspeksi regular);
(ii) Perawatan berat, seperti inspeksi utama (4 kali per tahun), overhaul (8 kali per tahun)
dan wheel scraping profiling (setiap 13.000 km operasi).

Pencucian kereta dilakukan setiap 6 hari dalam mencuci peralatan (Instalasi pencucian) sebelum
masuk ke tempan penyimpanan setiap malam, dan pembersihan kereta dari sampah domestik
dilakukan secara manual. Suku cadang, oli, sabun, dan air bersih diperlukan untuk kegiatan di atas
dan baik disimpan di dalam gudang penyimpanan sebelum digunakan.
59
Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan yang diperkirakan mengandung sabun dengan volume
sebesar 120 m3/hari. Ini akan diproses di IPAL sebelum dibuang ke saluran drainase kota yang
terletak di sisi barat stasiun. Sementara itu, mengenai limbah padat dari sampah penumpang,
sementara akan dikumpulkan di depo, dibuang atau digunakan kembali akan dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Beberapa kegiatan penting seperti dibawah ini:

 Pengelola
Pengoperasian MRT Jakarta akan dikelola oleh PT. MRT Jakarta, merupakan suatu BUMN yang
dibentuk bersama antara Departemen Perhubungan dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan
melibatkan (ditawarkan) Badan Usaha Swasta.

 Operasi Kereta
MRT Jakarta akan beroperasi selama 19 jam per hari (jam 05.00-24.00) dengan frekuensi perjalanan
setiap 5-10 menit. Jam puncak diperkirakan sekitar 4,5 jam (pagi hari : jam 6.30- 8.30; sore hari jam
16.00-18.30). Setiap rangkaian keretanya terdiri dari 6 kereta, masing-maing mempunyai kapasitas
maksimal 942 penumpang (duduk dan berdiri), akan mampu mengangkut penumpang sebanyak
21.478 orang per jam untuk setiap arah. Waktu tempuh antara Lebak Bulus ke Bundaran HI selama
23 menit, dengan kecepatan maksimum 100 km/jam. Jumlah keseluruhan kereta yang akan
dioperasikan adalah sebanyak 14 set rangkaian kereta MRT Jakarta setiap harinya, dan 2 unit
merupakan rangkaian cadangan.

Sistem kontrol/pengendalian perjalanan kereta dilakukan secara terpusat dari Pusat Operasi
(Operation Control Center-OCC) yang berada di Depo Lebak Bulus, sehingga fungsi stasiun
difokuskan untuk pelayanan penumpang. Guna mendukung sistem pengendalian secara terpusat
tersebut, maka sistem persinyalan (signaling system) terdiri dari ATO (Automatic Train Operation),
ATP (Automatic Train Protection), ATS (Automatic Train Stop), OCC (Operation Control Center),
serta menyediakan fungsi interlocking untuk mencegah terjadinya perebutan lintasan (conflict
route). Terminal station signaling equipment akan dirancang untuk menjamin jadwal pemeliharaan.
Sistem komunikasi mencakup komponen jaringan telepon, public address system, CCTV system,
radio, dan central lock system, sehingga informasi penumpang dan sistem transmisi data dapat
dilakukan secara cepat dan simultan.

 Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan sesuai dengan ketentuan standar yang berlaku, guna menjamin keamanan
dan kenyamanan para pengguna jasa MRT Jakarta. Kegiatan pemeliharaan dilakukan terhadap
prasarana dan sarana MRT Jakarta.

Pemeliharaan terhadap komponen prasarana MRT Jakarta (fasilitas Depo, fasilitas jalur/ lintasan
MRT Jakarta, bangunan stasiun, fasilitas signaling, listrik, dan sistem komunikasi) dilakukan secara
rutin (harian, mingguan, bulanan, tahunan) melalui kegiatan inspeksi, perawatan, perbaikan,

60
penggantian, dan rehabilitasi. Sementara pemeliharaan terhadap komponen sarana MRT Jakarta
(kereta/rollingstock) dilakukan di Depo Lebak Bulus, antara lain meliputi :
 Perawatan ringan, seperti : harian (sweeping), mingguan (wash cleaning and pre-
departure inspection), maupun tiga bulanan (regular inspection);
 Perawatan berat, seperti : prime inspection (4 tahunan), overhaul (8 tahunan), dan
wheel scraping (setelah beroperasi setiap 130.000 Km).

Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan pemeliharaan tersebut, akan diolah terlebih dahulu di
kolam pengolah limbah (IPAL) sebelum dibuang ke saluran drainase kota yang berada di sebelah
barat Depo. Sedangkan limbah padat, baik dari kegiatan Depo maupun kereta (sampah dari kereta,
diharapkan jumlahnya sedikit, karena adanya ketentuan dilarang membuang sampah di dalam
kereta), akan ditampung sementara di TPS yang berada di Depo dan kemudian dibuang ke TPA
melalui kerjasama dengan Dinas Kebersihan DKI Jakarta, atau sebagian dapat dimanfaatkan
kembali sesuai dengan ketentuan yang berlaku (UU RI No.18 Tahun 2008 tentang pengelolaan
sampah).

c. Tahap Operasi

Kegiatan dalam tahap operasi, meliputi sistem operasional MRT Jakarta dan kegiatan
pemeliharaan adalah sebagai berikut:
1. Sistem Operasional MRT Jakarta Lebak Bulus – Bundaran HI
Operasional MRT Jakarta Lebak Bulus - Bundaran HI akan dikelola oleh Badan
Usaha Milik Negara (PT. MRT Jakarta), yang akan dipersiapkan / dibentuk antara
Departemen Perhubungan dan Pemerintah DKI Jakarta, juga melibatkan (ditawarkan)
Perusahaan Swasta, dengan jumlah karyawan diperkirakan 650 karyawan.
MRT Jakarta akan dioperasikan selama 19 jam sehari (dari 05:00 ke 24:00) dengan
frekuensi perjalanan setiap 5 - 10 menit. Jam puncak diperkirakan akan menjadi sekitar
4,0 jam (waktu pagi: 7:00-9:00; waktu malam 17:00-19:00). Setiap rangkaian kereta
terdiri dari 6 kereta: masing-masing memiliki kapasitas maksimum 942 penumpang
baik duduk dan berdiri, dan mampu membawa 22.608 penumpang per jam untuk dua
arah, dengan waktu tempuh selama 26 menit antara Lebak Bulus dan Bundaran HI
dengan kecepatan maksimum 100 km/jam pada bagian layang dan 80 km/jam pada
bagian bawah tanah.
Dengan frekuensi perjalanan setiap 5 - 10 menit, MRT Jakarta Lebak Bulus -
Bundaran HI akan dapat menampung 202.100 penumpang per hari pada tahun 2017,
dan akan terus meningkat menjadi 395.500 penumpang per hari di tahun 2020.
Dalam pengoperasian MRT, dikombinasikan dengan sistem transportasi massa
lainnya seperti sistem Kereta Api Jabodetabek, Trans Jakarta rute II dan III, Mono Rail
dan sistem tansportasi konvensional lainnya seperti bis antar-kota dan bis dalam kota,
masalah transportasi di wilayah DKI Jakarta mulai harus dikelola dengan baik, dan oleh
karena itu diharapkan kemacetan lalu lintas akan dapat dikurangi.

61
Perkiraan volume limbah padat domestik yang dihasilkan oleh penumpang dan
karyawan/ petugas operasional MRT pada tahun 2017 adalah : 202.100 penumpang /
hari x 0,3 liter = 60.630 liter atau setara dengan 60,60 m3/hari. 650 karyawan x 0,3 liter
= 3.840 liter atau 3,8 m3/hari Sehingga volume limbah padat yang dihasilkan dari
penumpang dan karyawan mencapai 64,40 m3/hari.
Perkiraan volume limbah padat domestik yang dihasilkan oleh penumpang dan
karyawan/ petugas operasional MRT pada tahun 2020 adalah : 395.500 penumpang /
hari x 0,3 liter = 118.650 liter atau setara dengan 118,70 m3/hari. 650 karyawan x 0,3
liter = 3.840 liter atau 3,8 m3/hari Sehingga volume limbah padat yang dihasilkan dari
penumpang dan karyawan mencapai 122,50 m3/hari, dan akan dilakukan pemilahan
sampah domestik (organik dan an organik) di TPS dan diangkut secara rutin oleh Dinas
Kebersihan atau pihak ketiga.
2. Kegiatan Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan sesuai dengan ketentuan standar yang berlaku, guna
menjamin keamanan dan kenyamanan para pengguna jasa MRT Jakarta. Kegiatan
pemeliharaan dilakukan terhadap prasarana dan sarana MRT Jakarta.
Pemeliharaan terhadap komponen prasarana MRT Jakarta (fasilitas Depo, fasilitas
jalur/lintasan MRT Jakarta, bangunan stasiun, fasilitas signaling, listrik, dan sistem
komunikasi) dilakukan secara rutin (harian, mingguan, bulanan, tahunan) melalui
kegiatan inspeksi, perawatan, perbaikan, penggantian, dan rehabilitasi. Sementara
pemeliharaan terhadap komponen sarana MRT Jakarta (kereta/rollingstock) dilakukan
di Depo Lebak Bulus, antara lain meliputi :
 Perawatan ringan, seperti : harian (sweeping), mingguan (wash cleaning and
pre-departure inspection), maupun tiga bulanan (regular inspection);
 Perawatan berat, seperti : prime inspection (4 tahunan), overhaul (8 tahunan), dan
wheel scraping (setelah beroperasi setiap 130.000 Km).

Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan pemeliharaan tersebut, akan diolah
terlebih dahulu di kolam pengolah limbah (IPAL) sebelum dibuang ke saluran drainase
kota yang berada di sebelah barat Depo. Sedangkan limbah padat, baik dari kegiatan
Depo maupun kereta (sampah dari kereta, diharapkan jumlahnya sedikit, karena adanya
ketentuan dilarang membuang sampah di dalam kereta), akan ditampung sementara di
TPS yang berada di Depo dan kemudian dibuang ke TPA melalui kerjasama dengan
Dinas Kebersihan DKI Jakarta, atau sebagian dapat dimanfaatkan kembali sesuai
dengan ketentuan yang berlaku (UU RI No.18 Tahun 2008 tentang pengelolaan
sampah).

2.2 Keterkaitan MRT Jakarta dengan Kegiatan Lainnya


Berbagai kegiatan Proyek: konstruksi MRT Jakarta, Lebak Bulus - Bundaran HI
(Tahap I) akan membawa dampak terhadap sarana transportasi lainnya di Jakarta dan
wilayah tetangganya. Beberapa kegiatan penting adalah sebagai berikut:
1. Terminal Bis Lebak Bulus
Depo akan dibangun pada “at grade” di terminal bis Lebak Bulus dan tanah akan
ditinggikan sampai 1-5 m lebih tinggi dari kondisi sekarang. Terminal bus yang ada

62
akan dibangun di atas daerah depo ini dan gedung perkantoran baru dan/atau bangunan
tempat tinggal dapat dibangun pada tahap selanjutnya. Deck slab akan dibangun atas
halaman depo pada saat yang sama dengan pembangunan depo jika rencana di atas
diselesaikan oleh DKI. Pada tahap ini, tidak ada keputusan tetap yang dibuat.
Selama masa konstruksi depo, terminal bis Lebak Bulus akan ditutup dan fungsi
dari terminal bis sementara akan dipindahkan ke terminal bis Kampung Rambutan di
bagian Jakarta Timur. Sehubungan dengan hal ini, angkutan bis dalam kota akan tetap
berada di Lebak Bulus bahkan selama waktu konstruksi, meskipun kegiatan
pengelolaannya secara rinci/ rencana relokasi tidak dapat diputuskan pada saat proses
pembuatan review AMDAL.

2. Terminal Bis Blok M


Terminal Bis untuk transportasi kota (bis kota dan metromini) yang melayani rute
transportasi dari Kebayoran Baru ke beberapa daerah di Jakarta. MRT Jakarta akan
melalui daerah Blok M dan stasiun Blok M akan dibangun juga. Oleh karena itu,
stasiun MRT Blok M dan Terminal Bis Blok M akan saling mendukung satu sama lain
untuk meningkatkan kelancaran lalu lintas untuk penumpang di perkotaan.

3. Trans Jakarta Busway


Sebagian dari jalur MRT Jakarta, yaitu bagian Blok M - Bundaran HI, akan
dibangun di sepanjang koridor yang sama dengan jalur Busway Trans Jakarta. Selama
tahap konstruksi, pembangunan bagian layang dan stasiun MRT Jakarta dari Blok M ke
stasiun Sisingamangaraja, dan bahwa bentuk stasiun bawah tanah di sebelah utara
stasiun Sisingamangaraja sampai stasiun Bundaran HI akan membawa dampak negatif
yang mengganggu kelancaran operasional Busway.

4. Stasiun Kereta Api Sudirman


Didaerah Dukuh Atas di Jl. Sudirman, jalur MRT Jakarta akan berpotongan dengan
jalur stasiun kereta api Dukuh Atas yang ada (Mangarai - Tanah Abang) di PT. KAI.
Dekat stasiun kereta api ini, Stasiun MRT Dukuh Atas akan dibangun, sehingga
penumpang dapat berpindah dari satu sarana transportasi ke sarana transportasi lainnya.
Ini adalah dampak positif bagi kelancaran perjalanan pengguna kedua alat transportasi
ini.

5. Monorail
Jalur MRT Jakarta juga bersinggungan dengan jalur monorail, baik pada jalur
hijau/biru. Pada persimpangan, masing-masing alat transportasi tersebut memiliki
stasiun yang berdekatan, sehingga pengguna sarana transportasi tersebut dapat dengan
mudah berpindah dari sarana transportasi yang satu ke sarana transportasi yang lainnya.
 Persimpangan Jalur MRT dengan garis hijau Monorail di dua tempat yakni stasiun
Istora (Jl. Sudirman) dan Stasiun Sudirman (Dukuh Atas dekat Stasiun MRT).
 Persimpangan jalur MRT dengan jalur biru monorail berlokasi didekat stasiun
MRT Bendungan Hilir.

63
BAB III
SPESIFIKASI UNDANG-UNDANG

Rencana Kegiatan Klasifikasi Undang-Undang Lingkungan


Pra Konstruksi UU RI No. 23 Thn 1997 tentang Perlindungan
UU. Umum
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang
UU. Khusus
Keterbukaan Informasi Publik.
Undang-undang No. 23 tahun 2007 tentang
Perkeretapian.
Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 76
Tahun 2001 tentang Pedoman Operasional
Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan
Informasi Dalam Proses AMDAL.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan (BAPEDAL) No. 08
1. Survey dan tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat
Sosialisasi dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Keputusan Kepala Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan (BAPEDAL) No.KEP-
124/12/Tahun 1997 tentang Panduan Kajian
Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Studi
AMDAL.
Keputusan Kepala BAPEDAL
No.299/BAPEDAL/11/1996 tentang Pedoman
Teknis Kajian Aspek Sosial dalam
Penyusunan AMDAL.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
UU. Khusus Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.


18 Tahun 2008 tentang Penguasaan
Perencanaan/ Peruntukan Bidang Tanah untuk
Pelaksanaan Pembangunan Bagi Kepentingan
2. Pembebasan Lahan Umum Trace Jalur Mass Rapid Transit
Koridor Lebak Bulus-Dukuh Atas Kota
Administrasi Jakarta Selatan.
Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 72
Tahun 2001 tentang Ketentuan Pengawasan
Pelaksanaan Membangun.
Undang-undang No.26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang.
Undang-Undang No. 51 Tahun 1960 tentang
3. Proses Perizinan UU. Khusus Larangan Pemakaian Tanah tanpa Izin yang
Berhak atau Kuasanya.
Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 tentang
Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-

64
benda yang ada di Atasnya.
Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No.
122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Air
Limbah Domestik di Provinsi DKI Jakarta.
Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2003 tentang
Penyelenggaraan Pertambangan Umum,
Minyak dan Gas Bumi Serta
Ketenagalistrikan.
Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2003 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kereta Api,
Sungai dan Danau serta Penyeberangan di
Propinsi DKI Jakarta.
Konstruksi UU RI No. 23 Thn 1997 tentang Perlindungan
UU. Umum
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang
UU. Khusus
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999
tentang Pengelolaan Limbah B3.
Peraturan pemerintah No. 27 Tahun 1999
tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.
74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun.
Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004
tentang Penatagunaan Tanah.
Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang
Pengelolaan Sumberdaya Air.
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
1. Konstruksi Depo
Pemerintahan Daerah.
Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah.
Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006
tentang Jalan.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 45 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana
Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup
(RPL).
Keputusan Kepala BAPEDAL No. KEP-
01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Teknis Penyimpanan dan
Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1993
UU. Khusus
tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan.
2. Bagian Layang
Undang-undang No. 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan.

65
Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1993
tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan.
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
Undang-undang No.29 tahun 2007 tentang
Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai
Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.
26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional.
Keputusan Presiden RI No. 55 Tahun 1993
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Peraturan Menteri Kesehatan
No.416/MENKES/PER/IX/1990 tentang
Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Bersih.
Keputusan Menteri Perhubungan No.KM 69
Tahun 1993 tentang Penyelengaraan
Angkutan Barang di Jalan.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku
Tingkat Kebisingan.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. KEP-45/MENLH/II/1997 tentang Indeks
Standar Pencemar Udara.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-
51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika di Tempat Kerja.
Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 72
Tahun 2001 tentang Ketentuan Pengawasan
Pelaksanaan Membangun.
No. SK 726/AJ.307/DRJD/2004 tentang
Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan
Alat Berat Di Jalan.
Peraturan Daerah No. 06 Tahun 1999 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Provinsi DKI Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
UU. Khusus
No.43 tahun 2008 tentang Air Tanah.
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
Undang-undang No. 30 Tahun 2009 tentang
3. Bagian Bawah Tanah Ketenagalistrikan.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. Kep-49/MENLH/11/1996 tentang Baku
Tingkat Getaran.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-
51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas

66
Faktor Fisika di Tempat Kerja.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku
Tingkat Kebisingan.
Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No.
68 Tahun 2005 tentang Perubahan Keputusan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 115 tahun
2001 tentang Pembuatan Sumur Resapan.
Operasional UU RI No. 23 Thn 1997 tentang Perlindungan
UU. Umum
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang
UU. Khusus Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
No.88 Tahun 2010 Perubahan Pergub 75
Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang
Merokok.
1. System Operasional Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2007
tentang Ketertiban Umum.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No.72 tahun 2009 tentang Lalulintas dan
Angkutan KA.
Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor
1041 Tahun 2000 tentang Baku Mutu Udara
Emisi Kendaraan Bermotor di provinsi DKI
Jakarta.
Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No.
UU. Khusus 122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Air
Limbah Domestik di Provinsi DKI Jakarta.
Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah.
Undang-undang No.29 tahun 2007 tentang
Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai
Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
2. Pemeliharaan
Keputusan Kepala Dinas Pertamanan Propinsi
DKI Jakarta No. 09 Tahun 2002 tentang
Keharusan Penduduk untuk Menanam Pohon
dan Tanaman Hias serta Prosedur Persyaratan
untuk Mengganti Pohon yang Ditebang
dengan Garis Tengah Minimal 10 cm.
Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 73 Tahun
2008 tentang Penghematan Energi dan Air.

67
68

Anda mungkin juga menyukai