INDUSTRI FARMASI
DISUSUN OLEH :
LAPORAN AKHIR
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui Oleh,
Program Studi Profesi Apoteker
Koordinator,
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di PT. Sanbe Farma Unit 2, Jawa Barat. Pelaksanaan Praktik
Kerja Profesi Apoteker di PT. Sanbe Farma Unit 2 ini berlangsung mulai tanggal 8
April- 18 Mei 2019. Laporan ini merupakan hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker
di PT. Sanbe Farma Unit 2. Laporan ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Andalas
agar setiap calon Apoteker mendapatkan pengetahuan dan gambaran yang jelas
mengenai industri farmasi. Terlaksananya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan baik secara moral, spiritual dan
material dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, disampaikan ucapan
terima kasih kepada :
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI
CPOB adalah bagian dari Manajemen Mutu yang memastikan obat dibuat
dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai
dengan tujuan penggunaan dan persyaratan Izin Edar, Persetujuan Uji Klinik
atau spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu.
Prinsip dasar CPOB adalah:
a) semua proses pembuatan obat ditetapkan secara jelas, dikaji secara
sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu menghasilkan obat
yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang ditetapkan secara
konsisten;
b) tahap kritis dalam proses pembuatan, dan perubahan signifikan dalam proses
divalidasi;
c) tersedia semua fasilitas CPOB yang diperlukan mencakup:
personel terkualifikasi dan terlatih;
bangunan-fasilitas dengan luas yang memadai;
peralatan dan sarana penunjang yang sesuai;
bahan, wadah dan label yang benar;
prosedur dan instruksi yang disetujui sesuai Sistem Mutu Industri
Farmasi; dan
tempat penyimpanan dan transportasi memadai.
d) prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa
jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada
fasilitas yang tersedia;
e) prosedur dan instruksi dilaksanakan dengan benar dan operator diberi
pelatihan untuk menerapkannya;
f) pencatatan dilakukan selama pembuatan baik secara manual dan/atau
dengan alat pencatat yang menunjukkan bahwa semua langkah pembuatan
dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan
bahwa jumlah serta mutu produk sesuai yang diharapkan;
g) setiap penyimpangan signifikan dicatat dengan lengkap, diinvestigasi
dengan tujuan untuk menentukan akar masalah dan pelaksanaan tindakan
korektif dan tindakan pencegahan yang tepat;
h) catatan pembuatan termasuk distribusi obat yang memungkinkan
ketertelusuran riwayat bets, disimpan dalam bentuk yang komprehensif dan
mudah diakses;
i) Cara Distribusi Obat yang Baik memperkecil risiko yang berdampak pada
mutu obat;
j) sistem penarikan bets obat dari peredaran tersedia; dan
k) keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu
diinvestigasi serta tindakan tepat diambil terkait cacat produk dan
pencegahan keberulangan keluhan.
3. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang mencakup pengambilan
sampel, spesifikasi dan pengujian, serta mencakup organisasi, dokumentasi dan
prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan
relevan telah dilakukan. Bahan tidak boleh diluluskan untuk digunakan dan
produk tidak boleh diluluskan untuk dijual atau didistribusi sampai mutunya
dinilai memuaskan.
4. Pengkajian Mutu Produk
Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap
semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk
membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dengan spesifikasi bahan awal,
bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi
perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk
secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan
mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan hendaklah meliputi
paling sedikit:
a. kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk
produk, terutama yang dipasok dari sumber baru; khususnya pengkajian
ketertelusuran rantai pasokan bahan aktif obat;
b. kajian terhadap pengawasan selama-proses kritis dan hasil pengujian
produk jadi;
c. kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan dan investigasi yang dilakukan;
d. kajian terhadap semua penyimpangan atau ketidaksesuaian mutu yang
signifikan, investigasi terkait yang dilakukan dan efektivitas hasil tindakan
korektif dan pencegahan;
e. kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau
metode analisis;
f. kajian terhadap variasi Izin Edar yang diajukan, disetujui atau ditolak
termasuk dokumen registrasi untuk produk ekspor;
g. kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang
tidak diinginkan;
h. kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat
terkait mutu produk, termasuk investigasi yang telah dilakukan;
i. kajian kelayakan tindakan korektif sebelumnya terhadap proses produk
atau peralatan;
j. kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang baru
mendapatkan persetujuan pendaftaran dan variasi persetujuan pendaftaran;
k. status kualifikasi peralatan dan sarana penunjang kritis yang relevan misal
sistem tata udara (HVAC), sistem pengolahan air, gas bertekanan, dan lain-
lain; dan
l. kajian terhadap ketentuan teknis kontrak pembuatan obat sebagaimana
diuraikan dalam Kontrak di Bab 11 Kegiatan Alih Daya untuk memastikan
tetap mutakhir.
2.2.4 Peralatan
4. Pemeliharaan
2.2.5 Produksi
4.4 Produksi
Produksi merupakan rangkaian kegiatan mengubah bahan baku menjadi
obat jadi. PT Sanbe Farma Unit 2 memiliki 2 departemen produksi, yaitu Penisilin
dan Sefalosporin yang memproduksi sediaan steril maupun non steril. Ruang
produksi antara keduanya dipisahkan. Lantai 1 merupakan ruangan untuk
pengemasan dan laboratorium QC Penisilin, lantai 2 untuk produksi Penisilin,
lantai 3 untuk laboratorium QC Sefalosporin, serta lantai 4 untuk produksi dan
pengemasan Sefalosporin. Akses barang dan personil untuk kedua produksi
dipisahkan, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang
antara penisilin dan sefalosporin. Sediaan steril yang diproduksi di PT SANBE
FARMA Unit 2 adalah sediaan injeksi kering, sedangkan sediaan non steril berupa
kapsul, kaplet/tablet dan sirup kering.
Pada produksi penisilin, terdapat satu produk yang diperlakukan khusus
yaitu antibiotik amoksisilin dan asam klavulanat. Bagian ini memiliki ruang
produksi tersendiri karena perlu pengaturan ruangan khusus yaitu suhu dibawah
20ᵒC dan Rh dibawah 20% karena asam klavulanat bersifat higroskopis dan
mudah terurai oleh air dan cahaya. Pembuatan sediaan injeksi steril dilakukan
dengan teknik aseptis. Hal ini dilakukan atas dasar pertimbangan stabilitas zat
aktif yang bersifat termolabil, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan
sterilisasi akhir. Sehingga selama produksi berlangsung suhu ruang, Rh, tekanan
pada ruangan, serta aliran udara selalu dimonitoring agar selalu berada dalam
spesifikasi ruang steril. Departemen produksi melakukan proses produksi sesuai
dengan jadwal mingguan atau weekly production planning (WPS) yang telah
direncanakan bagian Production Planning Control (PPC). No bets yamg
digunakan telah ditetapkan oleh PPC. N o bets terdiri dari gabungan huruf dan
angka yang menandakan bulan, tahun dan sediaan yang diproduksi. Penggunaan
no bets untuk mempermudah penulusuran kembali tahapan produksi, pegawasan
dan distribusi.
a. Alur produksi sediaan steril
Pada pengolahan produk steril pakaian yang digunakan terdiri atas 4 lapisan.
Lapis yang pertama berupa kaos cok lat untuk Sefalosporin dan abu untuk
Penisilin. Kemudian masuk ke ruang ganti memakai baju steril Lapis 1 (piyama,
celana panjang, hair cap, masker), Lapis 2 (baju cover all, booties, sarung tangan,
google), Lapis 3 (baju semi cover all, shoes cover, sarung tangan, masker ).
Produk steril yang diproduksi berupa dry injection. Tahapan pada pengolahan
produk steril sebagai berikut :
1. Persiapan
Barang yang disiapkan sebelum produksi dimulai adalah rubber, vial, alucap
yang digunakan untuk kemasan dry injection. Volume vial untuk Penisilin 10 mL
dan 20 mL, sedangkan untuk Sefalosporin 10 mL, 12 mL, 20 mL, 30 mL dan 100
mL. Rubber dan alucap yang dipakai sudah berada dalam keadaan steril saat
barang diterima dari pemasok. Sterilitas rubber dilakukan dengan menggunakan
sinar gamma (ɣ). Hal ini ditandai dengan label yang terdapat pada kemasan yang
berwarna merah. Warna merah menandakan bahwa barang sudah dalam keadaan
steril. Persiapan yang dilakukan untuk vial yaitu sortir visual dan pencucian
menggunakan purified water, water for injection, dan compress air, setelah dicuci
kemudian di-oven pada suhu 270ºC selama 90 menit.
Air sisa pencucian vial diuji oleh IPC untuk mengetahui konduktifitasnya.
Vial yang sudah steril dikeluarkan dari oven selanjutnya dibawa ke ruang filling
menggunakan Laminar Air Flow (LAF) mobile untuk menjaga sterilitas dari vial.
Bahan baku yang digunakan untuk produksi sediaan steril ditimbang oleh bagian
gudang bahan baku dengan disaksikan oleh pengawas produksi serta personel
IPC. Pada kegiatan ini dilakukan pemastian bahwa identitas serta jumlah bahan
baku yang ditimbang sesuai dengan kebutuhan produksi sediaan yang akan
dilakukan. Untuk sediaan steril bahan baku yang ditimbang bersamaan dengan
kemasan atau berat bruto. Hal ini bertujuan untuk menjaga sterilitas dari bahan
baku. Seluruh proses yang dilakukan didokumentasikan dalam batch record.
Setiap tahapan dalam produksi ada staging/tempat penyimpanan sebelum ke
proses selanjutnya, hal ini dilakukan karena terdapat pengujian terlebih dahulu
oleh IPC atau QC terhadap produk antara sehingga proses produksi selanjutnya
tidak dapat dilakukan secara langsung. Oleh sebab itu memerlukan staging pada
setiap tahapan sampling produk antara dilakukan oleh IPC sesuai dengan
kebutuhan sampel untuk analisa QC.
1) Pengisian
Pengisian dilakukan pada ruang kelas A dengan latar belakang kelas B dan
berada dibawah LAF. Pada pengisian injeksi kering yang mengandung asam
klavulanat ditambahkan juga gas nitrogen yang berfungsi mencegah oksidasi.
Setiap 5 menit sekali operator menyemprotkan alcohol 70% ke lengan, dada, dan
kaki, untuk mencegah kontaminasi dari operator ke produk steril. Hasil pengisian
sediaan injeksi kering dimasukkan ke dalam tong, kemudian diberi label identitas
dan mendokumentasikan dalam batch record. Setiap saluran udara yang
digunakan pada proses filling dry injection terdapat filter, yang berfungsi
mencegah masuknya cemaran partikel yang terdapat di udara.
2) Penyortiran
Sortir untuk produk steril meliputi volume, bintik hitam atau putih, keadaan
kemasan, dan label pada vial. Pemeriksaan yang dilakukan oleh QC meliputi
kadar, penyimpangan, sterilitas, kadar air, pirogen, dan toksisitas. Produksi di cek
satu persatu, jika sortir selesai dan mendapat status released dari QC maka
sediaan injeksi kering dilanjutkan ke proses pengemasan.
b. Alur Produksi Non Steril
1). Persiapan dan Penimbangan
Penimbangan dilakukan oleh bagian gudang yang diawasi oleh bagian
produksi dan dipastikan oleh bagian IPC di ruang penimbangan yang dilengkapi
Laminar Air Flow (LAF). Hal yang perlu diperhatikan sebelum penimbangan
adalah nomor analisa, nama pemasok, ED bahan baku, serta label “RELEASED”
dari QC. Jumlah bahan baku yang ditimbang sesuai dengan jumlah yang tertera
pada batch record. Selesai ditimbang maka dilakukan serah terima ke bagian
produksi dan disimpan di ruang penyimpanan. Penimbangan dilakukan minimal
sehari sebelum proses mixing, dan tanggal pembuatan dihitung dari tanggal
penimbangan, dan dicatat pada batch record. Untuk sediaan dry syrup disiapkan
botol yang telah “RELEASED” QC. Kemudian dicuci dengan PW (purified water)
pada mesin pencuci botol. Titik kritis pada pencucian yaitu penirisan. Penirisan
dilakukan selama 8 jam. Setelah ditiriskan kemudian di-oven pada suhu 150ºC
selama 4.5 jam, didinginkan hingga dingin. Uji kekeringan botol menggunakan
CuSO4, bila berwarna biru maka masih ada air, namun bila berwarna abu-abu
menandakan botol sudah kering.
a) Mixing
Bahan baku yang telah ditimbang dan berada di ruang staging diserahkan
untuk dilanjutkan proses selanjutnya. Sebelum dilakukan proses mixing dilakukan
kembali penimbangan dan pencocokan identitas bahan baku yang digunakan.
Proses mixing bahan baku diawali dengan pengayakan dengan alat granulator.
Hasil ayakan dicampur menggunakan alat drum mixer. Setelah proses mixing
selesai maka agian IPC mengambil sampel dengan titik sampel atas, tengah,
bawah untuk uji homogenitas. Hasil pencampuran disimpan di ruang
penyimpanan hasil pencampuran dengan diberi label identitas. Untuk sediaan
tablet dan kaplet tahapan selanjutnya yaitu
b) Pencetakan
Bahan baku yang telah dicampur siap untuk pencetakan. Metode yang
digunakan untuk pencetakan yaitu granulasi kering, karena zat aktif yang
diproduksi tidak tahan pemanasan dan mudah terhidrolisis dengan adanya air.
Granulasi bertujuan untuk meningkatkan laju alir ruahan sehingga menjamin
keseragaman dosis pada tablet yang dicetak. Perbedaan tablet dan kaplet terdapat
pada bentuk punch and die. Selain itu, pada pembuatan sediaan kaplet terdapat
proses slugging sebelum dicetak. Slugging bertujuan untuk meningkatkan daya
alir. Pada proses pencetakan dilakukan pemeriksaan oleh IPC pada saat awal,
tengah, dan akhir proses. Pengujian yang dilakukan IPC meliputi keseragaman
ukuran, diameter, ketebalan, keseragaman bobot, kekerasan, dan kerapuhan.
Bagian IPC juga mengambil sampling pengujian kadar yang dilakukan di
laboratorium QC. Proses yang dilakukan dan keadaan yang terjadi ditulis pada
batch record.
c) Penyalutan
Penyalutan pada tablet bertujuan melindungi zat aktif sediaan dari proses
degradasi karena lingkungan. Proses penyalutan dilakukan pada suhu ±45ºC
dalam panci penyalut, larutan penyalut akan keluar dengan proses penyemprotan,
dan diambil sampel awal untuk diuji kesesuaian bobot penyalutan setiap 5 menit
setelah itu pengambilan sampel setiap 30 menit. Setelah selesai penyalutan
kemudian didinginkan dan dilihat secara visual hasil penyalutan. Mesin penyalut
yang digunakan terdiri dari cabinet yang terdapat spray gun yang dapat
menyemprotkan larutan penyalut dan exhaust fan yang berfungsi sebagai
penyedot debu. Proses yang berlangsung harus dicatat pada batch record.
Untuk sediaan kapsul, setelah dilakukan mixing tahapan selanjutnya yaitu
pengisisan kapsul. Pengisian kapsul menggunakan mesin automatic capsule
filling. Terdapat dua jenis mekanisme kerja pada mesin pengisi kapsul, yaitu
mekanisme dosator dan tamping. Pada mesin filling dengan prinsip dosator,
injector pada mesin akan mengambil bahan baku dengan pemampatan tunggal,
kemudian dikeluarkan kembali dalam bentuk serbuk. Pada alat fillil kapsul
dilengkapi dengan mesin metal detector yang berfungsi mendeteksi logam
Ferrum (besi), Stainless Steel (baja tahan karat), Brassiere (kuningan) yang
berasal dari serpihan alat. Pengujian kapsul kosong menggunakan alat air curtain
dimana kapsul yang tidak memliki massa akan melayang. Setelah disortir maka
dilakukan penghitungan tiap 1000 kapsul menggunakan alat batch counter dan
dimasukkan ke plastik. Bagian IPC akan menguji keseragaman bobot. Pada
pengisian dry syrup disiapkan PP cap dan botol yang telah dicuci. Sortir awal
sebelum filling dilakukan dengan memeriksa mulut botol, bila ada kerusakan
maka dibuang ke bak. Setelah disortir botol ditempatkan ke alat filling. Alat
filling dry syrup ada dua merek yaitu Jih Cheng dan Kozolli.
Pengujian untuk dry syrup meliputi keseragaman bobot yang dilakukan 30
menit sekali, kekerasan PP cap, dan uji visual. Dicatat dalam batch record, diberi
label identitas, kemudian disimpan pada tempat penyimpanan pengisian dry syrup.
Beberapa botol diambil oleh bagian IPC diserahkan ke QC untuk diuji kadar.
d) Tahap pengemasan
a. Pengemasan primer
Penyetripan sebagai kemasan primer tablet/ kaplet. Proses penyetripan
dilakukan dengan cara merekatkan dua sisi polycello menggunakan jepitan roller
yang dipanaskan hingga lebih kurang 100ᵒC. Bahan penyusun polycello terdiri
atas transparan film, polietilen, alumunium foil, dan sealing layer sehingga
membutuhkan suhu tinggi untuk merekatkan, namun pada alat penyetripan
terdapat matres yang fungsinya menjaga obat tidak menyentuh permukaan roller,
sehingga mengurangi pengaruh panas yang disebabkan oleh roller. Pada proses
penyetripan juga dilakukan printing tanggal kadaluarsa, no bets, dan HET. Suhu
dan kelembaban yang ada dalam ruang penyetripan harus tetap terjaga, hal ini
dipantau oleh pengawas produksi dan IPC. Uji yang dilakukan pada proses
penyetripan yaitu uji kebocoran yang dilakukan oleh IPC. Setelah proses
penyetripan dilakukan sortir (hasil printing, posisi polycello, hasil perekatan)
kemudian disimpan di tempat penyimpanan.
b. Pengemasan sekunder
Proses pengepakan dilakukan dengan cara mengemas produk ke dalam
kemasan sekunder folding box, dan kemasan tersier master box. Pada Penisilin
pengemasan sekunder menggunakan mesin Cartoning untuk dry syrup dan untuk
dry injection, dan ruang pengemasan berada terpisah dari ruang produksi.
4.5 Pemastian Mutu/Quality Assurance (QA)
Quality Assurance (QA) merupakan bagian dari manajemen mutu, yang
memiliki tugas sebagai berikut:
a. Perilisan Produk Jadi
Perilisan obat jadi didasari oleh review terhadap kelengkapan batch record
yang didalamnya termasuk laporan IPC (In Process Control) dan juga laporan QC
berupa analisa terhadap obat. Apabila batch record dan laporan QC telah sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditentukan maka produk tersebut akan diriliskan
oleh QA Manager. Apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian atau penyimpangan
pada saat proses review BR, maka akan dilakukan investigasi dan produk dapat
diriliskan apabila sudah dilakukan penyelesaian terhadap penyimpangan/ketidak
sesuaian yang terjadi. Batch produksi secara garis besar terbagi atas tiga yaitu,
batch normal, batch deviasi, batch validasi. Untuk perilisan batch tersebut terdapat
beberapa pihak yang dapat memberikan status released terhadap produk. Untuk
batch normal maka QA pharmacist dapat meriliskan produk. Sedangkan untuk
batch validasi dan batch deviasi, maka status released berasal dari QA Manager
atau Head Of Quality (HOQ). Setiap hasil produksi yang tidak masuk spesifikasi
(TMS) maka harus membuat Quality Information (QI), yang dibuat maksimal 24
jam setelah ditemukan.
Pada dokumen QI terdapat beberapa isian data berupa nomor QI, tanggal
QI, departemen yang terdampak, diskripsi, risk asessment, Risk Priority dan
kesimpulan . Dalam menganalisis resiko maka terdapat beberapa parameter yaitu
consequeness, probability, detection. Consequeness adalah seberapa berpengaruh
masalah yang terjadi terhadap kualitas produk. Probility adalah seberapa sering
kejadian terulang kembali, sedangkan detection adalah seberapa mudah masalah
tersebut dapat terdeteksi. Setiap parameter memiliki skor 1-3. Perkalian ketiga
faktor merupakan hasil analisis risk manajemen produk tersebut. Jika skor bernilai
1-9 resiko berisifat minor, 10-18 resiko bersifat major serta 19-27 resiko bersifat
kritical. Untuk permasalahan yang bersifat minor, maka perlu di buat dokumen
Corective Analysis Preventive Analysis (CAPA), sedangkan untuk permasalahan
yang bersifat mayor critical maka harus dibuat dokumen Deviation Report (DVR)
terlebih dahulu dan kemudian pembuatan CAPA.
d. Change Control
Change control atau change management merupakan proses sistematis
untuk mengelola kondisi saat ini menuju masa mendatang. Change control terbagi
atas dua level, yaitu :
a. Level satu, merupakan change control yang tidak berpengaruh langsung
terhadap kualitas produk
b. Level dua, merupakan change control yang berpengaruh secara langsung
terhadap kualitas produk.
Alur kegiatan change management diawali dengan meminta change control
number ke departemen QA, mengisi change control form, persetujuan oleh atasan,
ceklist oleh reviewer dan di cek oleh QA Manager serta disirkulasikan kepada
departemen yang dituju. Pada departemen dilakukan implementasi dan dibuktikan
dengan bukti perubahan yang ditanda-tangani oleh atasan dan diserahkan kepada
QA Manager untuk di closing.
e. Keluhan Terhadap Produk (Product Complaint)
Quality Assurance merupakan bagian yang bertanggung jawab dalam
perilisan produk, sehingga keluhan atas produk diatasi oleh QA dan bagian lain
yang terkait dengan keluhan yang didapat. Keluhan terhadap produk dapat dibagi
menjadi dua tipe, yaitu direct complaint dan indirect complaint. Direct complaint
merupakan keluhan yang berkaitan langsung dengan kualitas produk. Sedangkan
indirect complaint merupakan keluhan yang tidak berhubungan langsung dengan
produk. Keluhan produk pada PT.Sanbe Farma dapat bersumber dari marketing
dan distributor atau MDP. Setiap keluhan atas produk Sanbe di upayakan untuk
pengiriman sampel produk yang bermasalah. Keluhan akan disampaikan kepada
departemen Quality Assurance sub bagian penanganan produk kembalian, maka
departemen QA akan mengeluarkan complaint investigation request. Dokumen ini
akan ditujukan kepada departemen terkait untuk dilakukan investigasi terhadap
produk yang bermasalah.
Departemen utama yang akan menerima complaint investigation request
adalah departemen QC. Departemen QC akan melakukan uji spesifikasi terkait
permasalahn produk terhadap produk pertinggal (retained sample). Kedua sampel
akan dibandingkan sesuai dengan parameter-parameter kritis suatu produk.
Setelah departemen QC melakukan pemeriksaan kembali maka dapat disimpulkan
permasalahan yang terjadi pada komplain produk dan pembuatan dokumen
CAPA. Dokumen CAPA diserahkan kepada departemen QA yang nantinya akan
dibuatkan surat balasan terhadap komplain terhdap produk. Komplain terhadap
produk dapat ditutup/closed jika tidak terdapat tanggapan dari pihak pelapor
setelah pengiriman surat balasan lebih dari dua minggu.
f. Recall Product
Recall product adalah penarikan kembali produk yang sudah ada di pasaran
akibat mengalami beberapa permasalahan terkait produk. Secara garis besar recall
product dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu mandatory recall dan voluntary
recall. Mandatory recall adalah penarikan produk yang dilakukan atas perintah
BPOM. Sedangkan voluntary recall adalah penarikan produk secara sukarela oleh
perusahaan akibat adanya permasalahan terhadap produk. Jika terjadi recall
product maka dilakukan pengambilan sampling secara acak pada suatu daerah dan
dilakukan pengujian kembali. Jika hasil pengujian menunjukkan hasil yang
menyimpang, maka produk ditarik kembali. Menurut time line penarikan, recall
product terbagi atas tiga macam yaitu :
a) Kelas I : penarikan yang dilakukan sampai pada tingkat konsumen serta di
muat di media massa. Penarikan dilakukan selama 5 hari kerja.
b) Kelas II: penarikan sampai pada tingkat apotik, penarikan dilakukan selama
14 hari kerja.
c) Kelas III: penarikan pada tingkat distributor, penarikan dilakukan selama 21
hari kerja.
Penarikan secara voluntary dilakukan dengan memberikan surat
pemberitahuan ke BPOM terkait penarikan obat. BPOM akan mengerikan surat
balasan, kemudian baru dilakukan penarikan produk sesuai degan time line
penarikan sesuai kelas. Produk hasil penarikan di simpan di gudang dan di
musnahkan dan industri terkait kembali melaporkan ke BPOM terkait penarikan
obat dan pemusnahan.
g. Basic GMP Training
Basic GMP Training merupakan training mengenai CPOB yang dilakukan
untuk seluruh karyawan baik karyawan baru maupun karyawan lama. Training ini
wajib diikuti oleh seluruh karyawan setiap setahun 1x.
Tujuan dari GMP Training ini yaitu untuk menginformasikan dan juga
mengingatkan apa saja yang harus dilakukan atau pedoman dalam menjaga
kualitas produk tetap terjamin.
Bagian training akan menyusun Training Need Analysis yang dibuat oleh
masing-masing departemen sehingga dapat dibuat training program dan training
schedule. Hal tersebut dilakukan untuk mencocokkan jadwal training GMP
dengan training yang dilakukan oleh masing-masing departemen. Selain itu untuk
mengontrol training yang dilakukan di Sanbe Unit 2.
Untuk mengetahui apakah training yang dilakukan tersebut berpengaruh
dan dipahami oleh peserta training, maka akan dilakukan evaluasi terhadap
peserta training dengan menggunakan beberapa metode diantaranya yaitu tes tulis
dimana dilakukan post test yaitu peserta training akan menjawab pertanyaan yang
diberikan setelah training secara tertulis contohnya dilakukan terhadap terjadinya
perubahan SOP atau training tentang adanya peraturan baru, on the job training
biasanya dilakukan terhadap training yang menjelaskan tantang cara kerja seperti
pengaplikasian alat baru, verbal test assesment evaluasi yang dilakukan secara
verbal atau tanya jawab. Untuk penilaian terhadap para trainer terdapat trainer
evaluation form.
h. Registrasi Obat
Registrasi obat dilaksanakan untuk mendapatkan Nomor Izin Edar (NIE)
dan untuk memastikan produk di pasaran legal sehingga terhindar dari keluhan
obat palsu. Registrasi obat di PT Sanbe dilakukan secara corporate, sehingga di
masing-masing unit bertugas untuk mengumpulkan dokumen dan data untuk
kelengkapan registrasi. Registrasi terbagi menjadi 3 yaitu:
1. Registrasi baru : registrasi yang dilakukan terhadap produk baru yang belum
mendapatkan Nomor Izin Edar (NIE).
2. Registrasi variasi : registrasi yang dilakukan terhadap produk yang sudah
mendapatkan nomor izin edar, tetapi selama masa izin edar produk tersebut
mengalami perubahan.
3. Registrasi ulang : registrasi yang dilakukan terhadap produk yang telah habis
masa izin eadrnya.
4.6 Engineering
Bagian engineering/teknik merupakan bagian yang tidak kalah penting
dalam suatu industri farmasi. Enggineering berfungsi sebagai support system atau
penunjang dalam memproduksi obat dalam suatu industri farmasi. Divisi
engineering terbagi atas beberapa bagian diantaranya HVAC, utility, civil,
engineering complaint, dan engineering warehouse. Masing-Masing bagian di
kepalai oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab terhadap manager
teknik. Masing-masing bagian pada engineer memiliki tugas, wewenang dan
tanggung jawab masing-masing.
a. HVAC
HVAC merupakan singkatan dari heating, ventilating, air conditioning.
HVAC merupakan salah satu sarana penunjang kritis dalam sediaan farmasi.
Tujuan utama dari HVAC adalah perlindungan terhadap produksi (obat),
perlindungan terhadap lingkungan dan perlingdungan tehadap lingkungan. Untuk
dapat mencapai tujuan utama tersebut maka, terdapat beberapa parameter yang
perlu diatur dan di pantau. Parameter-parameter tersebut adalah suhu,
kelembaban, jumlah partikel, volume udara, sirkulasi udara, perbedaan tekanan
dan lainnya. Berdasarkan keperluan jenis sediaan yang diproduksi, sistem HVAC
di PT. Sanbe Farma Unit 2 dibedakan menjadi tiga, yakni untuk area non steril,
area steril dan area khusus untuk produksi Claneksi. Persyaratan untuk masing-
masing ruangan tersebut, antara lain suhu 19-27ºC, RH 45-55% dan tekanan 5-20
Pa untuk ruangan produksi non steril. Ruang produksi steril mempersyaratkan
suhu 17-25 ºC, RH 30-45% dan tekanan sebesar 10-30 Pa. Khusus untuk ruangan
produsi non steril Claneksi mempersyaratkan suhu 15-20 ºC, RH 10-20% dan
tekanan 5-20 Pa. Udara yang akan masuk ke sistem HVAC bersumber dari fresh
air yakni udara dari luar (sebanyak 15-20%), dan return air yakni udara sisa hasil
sirkulasi sistem HVAC sebelumnya (sebanyak 80-85%).
Udara balik dari fresh air maupun return air sebelum masuk ke evaporator
akan melalui pre filter dengan tipe G4 yang memiliki efisiensi 35% dan medium
filter dengan tipe F9 yang memiliki efisiensi 95% untuk menyaring partikel dari
udara. Kemudian udara melalui kisi-kisi pendingin yang disebut cooling coil dan
menghasilkan udara dengan suhu yang lebih dingin (cold air). Untuk area non
steril unit 2, cold air yang dihasilkan melalui volume dumper kemudian akan
disaring lagi menggunakan HEPA filter yang memiliki kapasitas penyaringan
partikel 99,995%. Adapun volume dumper merupakan bagian dari ducting yang
berfungsi untuk mengatur debit udara yang akan didistribusikan ke ruang
produksi. Udara hasil penyaringan tersebut dengan dorongan blower akan
melewati ducting dan masuk ke ruang produksi melalui SAD (Supply Air Diffuser)
di tiap ruangan. Kemudian udara akan tersirkulasi di ruang produksi dan akan
keluar kembali dari ruang produksi sebagai return air melalui RAG (return air
Grille) dan kemudian melalui ducting masuk kembali ke dalam indoor unit dan
bercampur dengan fresh air dan kembali tersirkulasi seperti siklus awal. Udara
yang dikeluarkan seperti udara yang berasal dari airlock, disaring lebih dulu
dengan pre filter kemudian HEPA filter lalu dikeluarkan melalui exhaust fan.
Pada area steril udara yang telah disaring dengan pre filter, medium filter, dan
telah juga didinginkan dalam cooling coil akan dikendalikan dengan volume
dumper didorong oleh blower melalui ducting untuk didistribusikan ke ruang
produksi adapun penyaringan menggunakan HEPA filter dengan efisiensi
99.997% dilakukan di setiap ruangan produksi di ruang steril dan diatasnya
dilengkapi dengan FFU (Fan Filter Unit) yang berfungsi untuk mendistribusikan
udara.
HEPA filter untuk area produksi steril terletak pada SAD masing-masing
ruangan, jadi udara melewati SAD terlebih dahulu, udara yang keluar dari RAG
(Return Air Grille) sebagai return air akan disirkulasi kembali ke siklus awal
masuk ke salah satu indoor unit untuk keperluan pre-cooling dan akan bercampur
dengan fresh air pada indoor unit lainnya untuk kembali melalui siklus seperti
sebelumnya. Untuk monitoring terhadap partikel, hanya dilakukan terhadap ruang
produksi steril atau white area, baik itu kelas A,B, atau C. terdapat instalasi khusus
yang memantau jumlah partikel di ruang produksi tersebut. Monitoring terhadap
suhu dapat dilihat pada display alat pengukur suhu otomatis yang diletakkan pada
setiap ruangan di PT Sanbe Farma pun telah dilengkapi oleh BAS (Building
Automatic System) merupakan sistem yang dapat memonitor sistem HVAC secara
komputer, operator BAS akan memonitor sistem HVAC di setiap ruangan, jika
terdapat ketidaksesuaian maka operator akan menghubungi produksi untuk
mengatur kembali sistem HVAC.
c) Batch on going
Adalah batch produk yang diambil setiap tahun sebanyak satu batch
untuk dilakukan pengujian stabilitas baik uji dipercepat maupun jangka panjang
yang disimpan sesuai dengan klaim penyimpanan masing-masing produk.
Pengujian yang dilakukan yaitu accelerated stability dan long term stability (sama
dengan pengujian pada batch post marketing).
d) Batch deviasi
Adalah batch produk yang diambil jika ada disposisi dari Head of Quality
(HoQ) terkait dengan deviasi yang terjadi selama proses produksi. Pengujian yang
dilakukan yaitu accelerated stability dan long term stability. Jumlah dan lamanya
penyimpanan tergantung disposisi HoQ berdasarkan DVR. Sampling dan
pengujian dilakukan setiap interval 3 bulan untuk uji dipercepat dan 6 bulan untuk
uji jangka panjang.
e) Batch pasca rekonstitusi
Adalah batch produk untuk semua bentuk sediaan Dry Injection dan Dry
Syrup yang ada. Uji ini dilakukan untuk batch on going dalam long term stability
serta dilakukan sesuai dengan klaim stabilitas pasca rekonstitusi untuk masing-
masing produk (XºC±2ºC). Parameter yang diuji diantaranya kondisi fisik, kadar
zat aktif, kadar air dan disolusi.
Bila terdapat perubahan signifikan selama pengujian stabilitas jangka
berlangsung dan setelah 6 bulan dalam uji dipercepat, maka dapat dilakukan
alternatif :
Perubahan petunjuk untuk kondisi penyimpanan
Menambahkan pengujian intermediate yang disimpan pada kondisi
30ºC±2ºC dan RH 75%±5% atau disesuaikan dengan klaim suhu masing-
masing produk (jika klaim produk dibawah suhu 30º pengujian
intermediate disimpan pada kondisi suhu 25ºC±2ºC dan RH 60%±5%),
pengujian intermediate dilakukan dan dievaluasi terhadap kriteria
perubahan signifikan.
Modifikasi pengemas
Jumlah pengambilan sampel untuk sekali pengujian yaitu (1) bentuk
sediaan tablet, kaplet, dan kapsul diambil sebanyak 30 tablet; (2) bentuk sediaan
injeksi diambil sebanyak 10 vial; dan (3) bentuk sediaan sirup kering (DS)
diambil sebanyak 5 botol dan untuk pediatric drops (PD) diambil sebanyak 6
botol.
4.8 Production Planning Inventory Control (PPIC)
PPIC merupakan departemen yang bertanggungjawab atas pengadaan dan
pengendalian bahan baku dan bahan kemas, mengatur rencana pwroduksi dan
suplai obat jadi. Perencanaan produksi yang dilakukan oleh PPIC atas dasar
permintaan marketing. PPIC dibagi menjadi beberapa sub bagian yaitu, Inventory
Control (IC), Production Planning Control (PPC), Gudang Bahan Baku (GBB).
Tugas Production Planning Control (PPC) menyusun jadwal perencanaan
produksi (MPS dan WPS) bertanggungjawab atas penomoran bets, memantau
persediaan produk jadi di gudang obat jadi dari bulan sebelumnya untuk melihat
ppstok yang tersisa, memantau tercapainya perencanaan produksi dan kalkulasi
terhadap pangsa pasar. Bagian PPC merupakan bagian perencanaan dan
pengendalian produksi. Perencanaan yang dilakukan berdasarkan forecast dan MO
(Marketing Order). Forecast merupakan prediksi penjualan yang di rancang oleh
departemen marketing.
Forecast yang dirumuskan setiap triwulan dan dibagi menjadi perbulan.
Untuk memenuhi forecast tersebut maka perencanaan produksi dibuat Montly
Production Schedule (MPS) dan Weekly Production Schedule (WPS). MPS
(Monthly Production Schedule), ditetapkan tiap bulan berdasarkan posisi stok di
akhir bulan berjalan untuk perencanaan bulan selanjutnya. Disepakati bersama
dengan departemen yang bersangkutan. WPS (Weekly Production Schedule)
ditetapkan setiap pekan pada hari Kamis. Pada kenyataannya forecast tidak selalu
100% terdapat kemungkinan penyimpangan 20%. PPC membuat perencanaan
produksi berdasarkan stok yang masih ada di gudang obat jadi. WPS dirapatkan
setiap akhir pekan bersama dengan departemen produksi, QC, QA, validasi,
engineering, perencanaan disetujui maka WPS diedarkan ke plant manager,
departemen produksi, QC, PPIC, engineering untuk ditandatangani. Supervisor
PPC menurunkan perintah produksi (dalam bentuk BR) yang mencantumkan
pengambilan bahan baku, bahan kemas, penimbangan, proses produksi dalam satu
minggu. Penomoran bets dilakukan oleh bagian PPC, pengaturan nomor bets
dilakukan setiap produk yang akan diproduksi. Tanggung jawab penomoran bets,
batas kadaluarsa, diberikan kepada Supervisor PPC bertanggungjawab untuk
mengeluarkan nomor bets pada catatan produksi bets.
Manager PPIC bertanggung jawab dalam meyakinkan bahwa pengeluaran
nomor bets dilaksanakan dengan baik. Tugas bagian Inventory Control (IC)
menyediakan starting material sesuai kebutuhan, koordinasi dengan pihak
gudang dalam pengaturan pemesanan starting material berkaitan dengan kapasitas
gudang, memastikan barang yang dipesan telah close (tidak ada kekurangan
dalam pengiriman), memastikan starting material yang datang ke gudang sesuai
waktu yang telah ditentukan. Bagian IC melakukan analisis pemesanan sesuai
dengan forecast dengan panduan ROP (Re-Order Point). Selain itu, IC juga
mempertimbangkan kapasitas gudang, stok yang ada, leadtime yang diperlukan
pemasok untuk mendatangkan bahan baku maupun bahan kemas. Pada stok dilihat
mencukupi untuk produksi atau tidak, bila cukup maka diberitahukan pada pihak
PPC untuk merencanakan jadwal produksi, bila tidak mencukupi maka akan
membuat PR (purchase requisition). IC melakukan perhitungan stok bahan baku
setiap waktu tertentu untuk memutuskan apakah dibuat PR baru atau tidak.
IC akan melakukan review MPS dan marketing jumlah bahan baku dan
bahan kemas yang dibutuhkan jika starting material tersebut kurang, IC akan
segera follow up ke bagian purchasing untuk mempercepat kedatangan starting
material tersebut. Tugas bagian gudang bahan baku, bersama IC memantau
ketersediaan bahan baku dan bahan kemas, menyesuaikan penempatan bahan
baku sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan (kelembaban, suhu, pencahayaan,
dan kebersihan), melakukan prosedur stock opname, menyiapkan bahan baku dan
bahan kemas yang akan digunakan untuk produksi, memastikan semua transaksi
bahan baku (baik transaksi masuk maupun keluar) tercatat di kartu stok. Bagian
GBB memberi pemberitahuan ke bagian IC bahwa stok digudang sudah dalam
keadaan minimal. Bagian IC akan memberikan BPPB ke bagian purchasing.
Barang yang dipesan oleh bagian purchasing datang ke gudang central dan dicek
oleh bagian penerima barang (surat PO (purchasing order), DO (delivery order),
CoA (certificate of analysis),), bila jumlah barang yang datang kurang dari PO
maka tetap diterima karena SANBE menggunakan sistem partial shipment dan
buat GRN (good receiving note) kemudian diserahkan ke bagian GBB dan
dilakukan penimbangan bruto.
Barang yang datang diberi tanda quarantine, kemudian pengajuan sampling
ke bagian QC, dan akan ditempel label to be sampling. QC akan memeriksa
sampel dilaboratorium untuk memutuskan apakah starting material memenuhi
spesifikasi atau tidak. Setelah disetujui oleh QC maka ditempel label released dan
dapat digunakan. Bila hasilnya reject maka diletakkan pada lemari merah, dan
dilaporkan ke bagian IC. Untuk menjamin kualitas bahan baku dilakukan prosedur
retest dengan ketentuan untuk API (active pharmaceutical ingredient) dilakukan
tiap 6 bulan sekali, untuk excipient dilakukan setiap 2 bulan sekali, gudang
melakukan perhitungan bahan secara fisik dan laporan dilakukan setiap sebulan
sekali/stock opname dengan cara keluarkan data stok yang ada pada komputer dan
kartu stok untuk digunakan sebagai acuan utama. Hitung stok fisik dan cocokkan.
Bila ada selisih maka harus ditelusuri pengeluaran bahan baku. Gudang sentral
bahan kemas berada di Cibodas, sehingga pada saat dikirim di PT Sanbe Farma
Unit 2 telah tercantum tanda”RELEASE”.
Gudang memiliki ruang khusus untuk penyimpanan bahan kemas yang
dilengkapi high security. Bahan kemas yang masuk dalam ruang high security
seperti polycello, folding box, serta brosur. Kemasan tersebut diletakkan ke ruang
khusus karena memiliki identitas khusus seperti hologram dan barcode, sehingga
untuk mencegah pemalsuan diletakkan dalam tempat khusus. Pengeluaran bahan
baku dan bahan kemas PPC mendistribusikan rencana produksi ke bagian gudang,
yang memiliki tugas memastikan ketersediaan bahan baku dan bahan kemas di
gudang satelit, bila tidak mencukupi maka membuat surat PO (production order)
ke gudang sentral, bagian gudang sentral akan memberikan barang sesuai
permintaan dengan sistem pengambilan FEFO (first expired first out) dan FIFO
(first in first out). Bagian gudang menyiapkan bahan baku dan kemas sampai ke
penimbangan. Pada saat penimbangan bagian gudang memastikan ulang no
analisis, pemasok, dan label “RELEASE”. engiriman produk jadi . Bagian gudang
mendapat barang dari bagian produksi, diperiksa ulang label realesed dari QC
kemudian diberikan ke bagian distributor.
Agar dokumen dapat terkontrol dengan baik sesuai dengan CPOB, maka
DCC akan memberikan nomor untuk setiap dokumen yang terdapat pada P.T.
Sanbe Farma Unit 2. Sistem penomoran dokumen pada departemen DCC sebagai
berikut:
Nomor : XXX-YY/AAA/QQ/001
a b c d e
a= Melambangkan departemen
b= Melambangkan section/bagian
c= Melambangkan tempat/lokasi dokumen digunakan
d= Melambangkan tipe dokumen
e= Melambangkan kode unique
4.11 Validasi
Validasi merupakan komponen yang esensial karena melalui validasi dapat
membuktikan dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur,
kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi
maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.
Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa proses yang digunakan dan produk
yang dihasilkan sesuai persyaratan dan mempunyai kualitas yang konsisten.
Kalibrasi adalah suatu tindakan untuk membandingkan suatu alat ukur dengan alat
ukur standar. Langkah-langkah pelaksanaan validasi yaitu :
1. Membuat tim validasi
2. Menyusun Validation Master Plan (VMP)
Pembuatan Rencana Induk Validasi, rancangan ini penting untuk menunjang
keberhasilan proses validasi yang akan dilaksanakan. Dalam rencana ini terdapat
hal-hal yang akan menjadi fokus untuk dilakukan. Rencana induk validasi
mencakup informasi tentang fasilitas, peralatan atau proses yang akan divalidasi,
format dokumen berupa laporan validasi dan jadwal perencanaan pelaksanaan
validasi, acuan dokumen yang digunakan dan struktur organisasi yang
melaksanakan kegiatan validasi tersebut.
3. Pembentukan tim validasi
4. Menyusun Standard Operasional Prosedur
5. Membuat dokumen validasi berupa protokol dan laporan validasi
6. Peni njauan periodik, change control dan revalidasi
Pada PT. Sanbe Farma Unit 2, validasi terbagi menjadi Utility Validation,
Equipment Validation, Cleaning Validation, Process Validation dan, Computer
Validation. Uraian mengenai validasi sebagai berikut :
a. Validasi Utility
Validasi ulitity mencakup validasi pada sarana penunjang, water system,
HVAC (Heating, Ventilation, Air Conditioning), steam, pure steam, nitrogen
system, compress air, mapping gudang.
a) Validasi Water System
Proses validasi pada water system terdiri dari tiga fase:
Fase I: Fase ini dilakukan selama 14 hari dan air dikarantina dan
dilakukan testing pada semua user atau valve atau sampling point, serta
dilakukan tes kimia, fisika, dan mikrobiologi setiap harinya
Fase II: Fase ini dilakukan selama 60 hari dan air sudah boleh digunakan.
Namun air tetap dilakukan tes kimia, fisika dan mikrobiologi selama 60
hari.
Fase III: Fase ini dilakukan selama 1 tahun. Air sudah bisa digunakan
serta tetap dilakukan tes kimia, fisika, dan mikrobiologi selama setiap 1
minggu.
b) Validasi HVAC
Kualifikasi HVAC dilakukan saat ruang produksi tidak digunakan. Metode
validasi HVAC di uji dengan cara challenge. Sebelum pengujian dilakukan,
ruangan dikondisikan seperti akan digunakan untuk produksi (spesifikasi partikel
RH, suhu dan ΔP). Selain itu, harus dilakukan integrity test terlebih dahulu untuk
memastikan filter yang digunakan masih bekerja sesuai fungsinya dan masih
memenuhi spesifikasi. Jika pengujian ingin disertai mikrobiologi, maka
sebelumnya ruangan harus di fogging terlebih dahulu. Setelah semua parameter
telah memenuhi spesifikasi maka challenge dimulai dengan menyemprotkan
pengotor yaitu Poly Alpha Olefin (PAO). Setelah dilakukan challenge, maka
diukur parameter spesifikasi apakah masih masuk spesifikasi atau tidak.
Kualifikasi dilakukan selama tiga hari berturut-turut. Sedangkan untuk ruangan
baru dilakukan kualifikasi 5 hari berturut-turut. Tidak boleh ada satu haripun
parameter yang tidak memenuhi spesifikasi, dan jika terjadi maka harus di
kualifikasi ulang.
c) Validasi Compressed Air
Validasi compressed air dilakukan dengan menguji parameter-parameter
sesuai standar yang dipersyaratkan. Parameter tersebut yaitu:
Oil content ≤ 0,01
Dew point -70°C
Individual point of use
Particle count
Mikrobiologi
Jika parameter yang diuji masih memenuhi spesifikasi, maka compressed air
telah tervalidasi.
d) Mapping Gudang
Pemetaan logger di beberapa titik untuk mengetahui letak monitoring suhu
dan kelembaban paling optimal. Requalification dilakukan setiap tiga tahun sekali
dan dilakukan selama 14 hari. Mapping dilakukan dalam dua kali musim dan
disesuaikan dengan lokasi industri berada. Jika hasil maping sudah keluar maka
dibuatkan rekomendasi penyimpanan logger untuk monitoring suhu dan
kelembapan sesuai hasil maping.
b. Validasi Equipment
Validasi equipment mencakup validasi pada mesin-mesin produksi dan
peralatan laboratorium. Seperti yang dijelaskan dalam CPOB, di Sanbe unit 2
melakukan kualifikasi. Kualifikasi instalasi (KI) dilakukan dengan memverifikasi
yang terdokumentasi pada waktu instalasi dari peralatan telah sesuai dengan
rekomendasi dari pabrik pembuat dan spesifikasi dari rancangan dan sistem yang
telah ditetapkan. Kualifikasi Operasional (KO) dilakukan dengan verifikasi yang
terdokumentasi bahwa peralatan telah beroperasi sesuai dengan spesifikasi dari
pabrik pembuat dan proses yang diinginkan dan sesuai dengan sistem CPOB.
Sedangkan kualifikasi kinerja (KK) merupakan bukti secara tertulis bahwa setiap
tahapan proses maupun proses yang terintegrasi secara menyeluruh yang
dilakukan seperti proses yang sesungguhnya akan menghasilkan produk antara
atau produk akhir yang konsisten sesuai spesifikasi dan persyaratan yang telah
ditetapkan dalam protokol. Aspek-aspek tersebut akan direncanakan terlebih
dahulu, sehingga pada saat proses pelaksanaan dapat terlihat bagaimana
kualifikasi dari barang yang dimaksudkan. Kualifikasi dilakukan untuk
memastikan alat maupun ruangan yang digunakan memenuhi standar atau tidak.
c. Validasi Cleaning
Dilakukan untuk pencegahan cross contamination. Validasi cleaning sangat
penting dilakukan terhadap produk yang diproduksi dengan menggunakan alat
atau mesin yang sama (Undedicated machine). Tujuan validasi cleaning adalah
untuk menjamin bahwa prosedur pembersihan mesin yang digunakan dalam
proses produksi dapat menghilangkan residu zat aktif sehingga tidak ada
kontaminasi dari residu zat aktif produk sebelumnya. Validasi pembersihan
dilakukan dengan cara Bracketing, yaitu pemilihan produk yang paling worst case
yang akan dijadikan model cleaning validation. Pemilihan ini didasarkan kepada
beberapa parameter seperti kelarutan dari zat aktif, toksisitas zat aktif, batch size
produksi, konsentrasi zat warna yang digunakan, konsentrasi zat aktif, frekuensi
produksi, kompleksitas formula dan konsentras gula yang digunakan. Output dari
cleaning validation ini adalah:
Risk Analysis, menentukan bagian mesin yang akan menjadi sampling point
berdasarkan tingkat kesulitan pembersihan dan bagian mesin yang kontak
langsung dengan produk.
Protokol, merupakan acuan selama cleaning validasi berlangsung
Report, mencakup semua hasil cleaning validasi.
d. Validasi Proses
Validasi proses produksi bertujuan untuk :
Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur produksi yang
berlaku dan digunakan dalam proses produksi rutin (batch processing record),
senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara berkelanjutan.
Mengidentifikasi dan mengurangi problem (masalah) yang terjadi selama
proses produksi dan memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang
Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses produksi
Validasi proses terdiri atas tiga jenis yaitu validasi prospektif, validasi
konkuren, dan validasi rettrospektif :
Validasi prospektif
Merupakan validasi proses produksi yang dilakukan untuk produk-produk
baru (belum pernah diproduksi/dipasarkan sebelumnya). Dilakukan setelah proses
Scale Up dan optimalisasi prosedur oleh bagian R&D dilakukan dan bukan pada
skala trial (laboratorium) dan setelah dilakukan finalisasi prosedur produksi
(batch processing record) oleh bagian R&D. Proses validasi dilakukan pada 3
batch pertama secara berurutan berdasarkan protokol validasi yang dirancang
sebelumnya.
Validasi concurrent
Merupakan validasi yang dilakukan pada proses produksi yang sudah/tengah
berjalan, yang mana oleh karena suatu dan lain hal proses produksi produk
tersebut belum dilakukan validasi prospektif. Validasi concurrent dilakukan
terhadap produk rutin yang mengalami perubahan pada parameter kritis yang
dapat mempengaruhi mutu dan spesifikasi produk, seperti perubahan mesin, zat
aktif atau zat tambahan, metoda analisa, perubahan kemasan primer, tahapan
proses produksi. Validasi ini dilakukan pada 3 batch yang berurutan.
Validasi retrospektif
Validasi retrospektif dilakukan terhadap produk-produk yang sudah lama
diproduksi namun belum divalidasi, dilakukan dengan cara penelusuran data
produksi yang sedang berjalan dengan menggunakan data dari batch record.
Validasi dilakukan dengan cara penelusuran data produksi yang sedang berjalan
dengan menggunakan data dari batch record dan dari data QC (lab report). Data
yang dikumpulkan merupakan hasil pengujian terhadap parameter kritis pada
setiap tahap proses produksi. Pada umumnya validasi retrospektif memerlukan
data dari 10-30 batch berurutan untuk menilai konsistensi proses.
Validasi proses dapat dilakukan jika ruangan dan mesin sudah dikualifikasi.
Validasi selama proses tidak dilakukan di semua tahapan proses tetapi dilakukan
kajian resiko tahapan mana yang akan divalidasi. Proses yang memiliki resiko
diantaranya penimbangan, mixing, dan stripping karena berpengaruh sekali
terhadap keseragaman zat aktif yang akan mempengaruhi kadar obat. Selain itu,
untuk validasi proses campaign dilakukan beberapa parameter pengujian sesuai
kajian resiko yang berhubungan dengan proses campaign. Semua batch validasi
proses dimonitor melalui uji stabilitas. Revalidasi dilakukan jika terjadi perubahan
batch size (lebih dari ±25% dari batch sebelumnya), perubahan mesin, perubahan
proses manufacturing, perubahan formula, perubahan bahan kemas primer, dan
perubahan pada fasilitas produksi. Sanbe Unit 2 merupakan salah satu pabrik yang
menggunakan proses aseptis untuk produksi produk steril.
Proses aseptis tersebut harus divalidasi. Menurut CPOB validasi proses steril
dapat dilakukan dengan media fill. Media Fill merupakan simulasi proses aseptis
untuk membuktikan bahwa produk memiliki kualitas dan sterilitas yang konsisten.
Media fill dilakukan seperti proses produksi normal. Simulasi dilakukan dengan
mengganti bahan obat dengan suatu plasebo yaitu media yang dapat
menumbuhkan berbagai mikroorganisme. Ketika proses media fill selesai,
dilakukan inkubasi selama 14 hari yaitu, 7 hari suhu 20-25 °C dan 7 hari
kemudian suhu 30-35 °C. Media fill sebagai validasi awal dilakukan 3 batch
berturut-turut. Kegiatan re-media fill dilakukan tiap 6 bulan. Menurut PICs jumlah
media yang di filling sebaiknya 5000-10000 vial. Namun apabila proses produksi
memiliki batch size <5000, maka jumlah sampel yang di-filling minimal sebanyak
batch produksi. Target hasil media fill menurut PICs yaitu :
Jika filling < 5000 unit: tidak boleh ada satupun kontaminan terdeteksi
Jika filling 5000-10000 unit : Jika ditemukan 1 kontaminan dilakukan
investigasi disertai pertimbangan untuk mengulang media fill. Jika ditemukan
2 kontaminan dilakukan revalidasi dan investigasi
Jika filling > 10000 unit: Jika ditemukan 1 kontaminan dilakukan investigasi.
Jika ditemukan 2 kontaminan dilakukan revalidasi disertai investigasi.
5.1 Kesimpulan
Setelah melaksanankan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT.
Sanbe Farma Unit 2 selama kurang lebih 6 (enam) minggu, beberapa kesimpulan
yang didapatkan yaitu :
1. Penulis telah mendapatkan penjelasan dan melakukan pengamatan secara
langsung tentang industri farmasi, pembuatan sediaan farmasi, sarana dan
prasarana yang dibutuhkan sekaligus maintance yang diperlukan, tugas
dan tanggungjawab kefarmasian di industri farmasi, serta penerapan
aspek CPOB secara langsung di lapangan
2. Profesi apoteker memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu
industri farmasi yaitu menduduki posisi kunci sebagai tenaga profesional
farmasi khususnya pada bagian produksi, pengawasan mutu serta
pemastian mutu.
3. Dari pengamatan yang dilakukan, PT. Sanbe Farma Unit 2 telah
menerapkan aspek-aspek yang ada di dalam CPOB ke dalam seluruh
rangkaian proses baik yang berkaitan langsung dengan produksi maupun
tidak.
4. Dalam pembuatan sediaan farmasi, dibutuhkan pengontrolan kualitas dan
mutu dari obat, mulai dari bahan baku produk jadi sebelum dijual ke
pasaran.
5. Meningkatkan persiapan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja
khususnya industri sebagai tenaga kerja professional
6. Sesuai dengan assestment BPOM melalui kuesioner, PT. Sanbe Farma
Unit 2 termasuk grade atas dalam pemenuhan aspek CPOB.
5.2 Saran
Berdasarkan pengamatan selama pelaksanaan PKPA, penulis ingin
menyarankan beberapa hal demi kemajuan dan perkembangan PT. Sanbe Farma
Unit 2 kedepannya agar lebih baik lagi, menjadi perusahaan farmasi yang
terdepan dalam menghasilkan produk-produk betalaktam yang bermutu tinggi,
aman terhadap lingkungan sehingga mampu menjadi perusahaan farmasi yang
terdepan tidak hanya di Indonesia bahkan mengusai pasar obat Asia. Saran yang
penulis berikan yaitu:
1. Penerapan aspek-aspek CPOB yang telah berjalan baik di PT. Sanbe Farma
Unit 2 hendaklah dipertahankan untuk tetap menjaga kualitas mutu obat
yang dihasilkan.
2. PT. Sanbe Farma Unit 2 agar selalu melakukan meningkatkan kualitas
kerja seta disiplin yang tinggi demi kemajuan dan perkembangan
perusahaan ke depan.
3. Berusaha lebih kooperatif dalam regulasi dan fasilitas dalam
penanggulangan manajemen resiko dan kemajuan sarana dan prasarana.
DAFTAR PUSTAKA
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Pedoman
Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Petunjuk
Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, Jilid I.
Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2018. Pedoman
Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri
Farmasi. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia