Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN HALUSINASI

A. Definisi

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien


mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren : persepsi palsu. (Prabowo,
2014 : 129)

Halusinasi adaah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan


rangsangan internal (pikiran) dan rangsnagan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara.(Kusumawati & Hartono, 2012:102)

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien


mengalamai perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti, 2012: 53)

B. Etiologi

1. Faktor Predisposisi

a. Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan pasien terganggu mislnya rendahnya kontrol dan


kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih rentan terhadap
stress.

b. Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima di ingkungannya sejak bayi akan


merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.

1
c. Faktor Biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress


yang berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan zat
yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress
berkepanjangan menyebabakan teraktivasinya neutransmitter otak.

d. Faktor Psikologi

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus


pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam
nyata menuju alam hayal.

e. Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menunjukkan bahwaanak sehat yang diasuh oleh orang tua


skizofrenia cenderung mengalamai skizofrenia. Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini. (Prabowo, 2014: 132-133)

2. Faktor Presipitasi

a. Biologis

Gangguan dalam momunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur


proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterprestasikan.

b. Stress Lingkungan

Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi terhadap stresosor


lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Sumber Koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menamggapi stress.


(Prabowo, 2014 : 133)

2
d. Perilaku

Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,


perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan nyata dan tidak.

1) Dimensi fisik

Halusianasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti


kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.

2) Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusianasi itu terjadi, isi dari halusinasi
dapat berupa peritah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup
lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

3) Dimensi intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan


halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak
jarang akan mengotrol semua perilaku klien.

4) Dimensi sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan


comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak

3
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh
individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasiberupa ancaman,
dirinya atau orang lain individu cenderung keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interkasi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak
menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya
dan halusinasi tidak berlangsung.

5) Dimensi spiritual

Secara spiritualklien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,


rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama sirkardiannya
terganggu. (Damaiyanti, 2012 : 57-58)

C. Jenis

Haluinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu,


diantaranya:

1. Halusinasi Pendengaran (akustik, audiotorik)

Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara-


suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.

2. Halusinasi Pengihatan (visual)

Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pencaran cahaya,


gambaraan geometrik, gambar kartun dan atau panorama yang luas dan
komplesk. Bayangan bias bisa menyenangkan atau menakutkan.

3. Halusinasi Penghidu (Olfaktori)

Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan adanya bau busuk,
amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadang

4
kadang terhidu bau harum. Biasnya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang
dan dementia.

4. Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)

Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya sara sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.

5. Halusinasi Pengecap (Gustatorik)

Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,


amis, dan menjijikkan.

6. Halusinasi sinestetik

Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti


darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine. (Yosep Iyus, 2007: 130)

7. Halusinasi Viseral

Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.

a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya


sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang
ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom obus parietalis. Misalnya sering
merasa diringa terpecah dua.

b. Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak


sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu yang dialaminya
seperti dalam mimpi. (Damaiyanti, 2012 : 55-56)

D. Rentang Respon

Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu


stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Respon
neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran logis,
persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon

5
maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial. Rentang respon
dapat digambarkan sebagai berikut:

Rentang Respon

1. Respon adaptif

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma social budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut. Respon
adaptif :

a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan

b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan

c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari


pengalaman ahli

d. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran

e. Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan

6
2. Respon psikosossial

Meliputi :

a. Proses piker terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan

b. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indra

c. Emosi berlebih atau berkurang

d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran

e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang


lain.

3. Respon maladapttif

Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah


yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan, ada pun
respon maladaptive antara lain :

a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan


walaupun tidak diyakin ioleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan social.

b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal


yang tidak realita atau tidak ada.

c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.

d. Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak teratur

e. Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negative mengancam. (Damaiyanti,2012: 54)

7
E. Proses Terjadinya Masalah

Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase memiliki
karakteristik yang berdeda yaitu:

1. Fase I

Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah


dan takut serta mencoba berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Di sini pasien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik
sendiri.

2. Fase II

Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas kendali


dan mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumberdipersepsikan.
Disini terjadi peningkatan tandatanda sistem saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan tanda-tanda vital ( denyut jantung, pernapasan, dan
tekanan darah), asyik dengna pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi dengan reaita.

3. Fase III

Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah


pada halusinasi tersebut. Di sini pasien sukar berhubungan dengan orang ain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang ain dan
berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutamajika akan
berhubungan dengan orang lain.

4. Fase IV

Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah


halusinasi. Di sni terjadi perikalu kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi pasien sangan membahayakan. ( Prabowo, 2014:
130-131)

8
F. Tanda dan Gejala

Perilaku paisen yang berkaitan dengan halusinasi adalah


sebagai berikut:

1. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri

2. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan respon verba
lambat

3. Menarik diri dari orang lain,dan berusaha untuk menghindari diri dari orang
lain

4. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata

5. Terjadi peningkatan denyut ajntung, pernapasan dan tekanan darah

6. Perhatian dengan lingkunganyang kurang atau hanya beberapa detik dan


berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.

7. Curiga, bermusuhan,merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya) dan


takut

8. Sulit berhubungan dengan orang lain

9. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung,jengkel dan marah

10. Tidak mampu mengikuti perintah

11. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton. (Prabowo,
2014: 133-134)

G. Akibat

Akibat dari hausinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Ini diakibatkan karena pasien berada di bawah halusinasinya yang
meminta dia untuk melakuka sesuatu hal diluar kesadarannya. ( Prabowo, 2014:
134)

9
H. Mekanisme Koping

1. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari

2. Proyeksi : menjeslaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk


mengaliskan tanggung jawab kepada orang lain

3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimuus internal.
(Prabowo, 2014 :134)

I. Penatalaksanaan

Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga


sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien dinyatakan
boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam
hal merawat pasien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai
pengawas minum obat.

1. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizofrenia yang
menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit.
Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita
psikomotorik yang meningkat.

NAMA GENERIK
KELAS KIMIA DOSIS HARIAN
(DAGANG)
Fenotiazin Asetofenazin (Tidal) 60-120 mg
Klopromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine, Permit) 1-40 mg
Mesoridazin (Serentil) 30-400 mg
Perfenazin (Trialon) 12-64 mg
Prokloperazin (Compazine) 15-150 mg
Promazine (Sparine) 40-1200 mg
Tiodazin (Mellani) 150-800 mg
Trifluopromazine (Stelazine) 2-40 mg
Trifluopromazine (Vesprin) 60-150 mg
Toksanten Kloproktisen (Tarctan) 75-600 mg
Tioktiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Didraindolon Molindone (Moban) 225-225

10
2. Terapi kejang listrik

Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang
dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi,
dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.

3. Psikoterapi dan rehabilitasi

Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena


berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan pasien kembali
kemasyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong pasien
bergaul dengan orang lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya pasien
tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang
baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti
therapy modalitas yang terdiri dari :

a. Terapi aktivitas

1) Terapi music

Focus ; mendengar ; memainkan alat musik ; bernyanyi. Yaitu


menikmati dengan relaksasi music yang disukai pasien.

2) Terapi seni

Focus: untuk mengekspresikan perasaan melalui beberapa pekerjaan


seni.

3) Terapi menari

Focus pada: ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh

4) Terapi relaksasi

Belajar dan praktik relaksasi dalam kelompok

Rasional : untuk koping/perilaku mal adaptif/deskriptif meningkatkan


partisipasi dan kesenangan pasien dalam kehidupan.

11
5) Terapi social

Pasien belajar bersosialisai dengan pasien lain

6) Terapi kelompok

a) Terapi group (kelompok terapeutik)

b) Terapi aktivitas kelompok (adjunctive group activity therapy)

c) TAK Stimulus Persepsi; Halusinasi

Sesi 1 : Mengenal halusinasi

Sesi 2 ; Mengontrol halusinasi dengan menghardik

Sesi 3 ; Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan

Sesi 4 ; Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap

Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat

d) Terapi lingkungan

Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga


(Home Like Atmosphere). (Prabowo,2014: 134-136)

J. Pohon Masalah

12
K. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan sensori persepsi: halusinasi b/d menarik diri

2. Isolasi sosial : menarik diri

3. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

L. Rencana Asuhan Keperawatan

1. SP1

a. Pasien

1) Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien

2) Mengidentifikasi isi halusinasi pasien

3) Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien

4) Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien

5) Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi

6) Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi

7) Mengajarkan pasien menghardik halusinasi

8) Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam


jadwal kegiatan harian

b. Keluarga

1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat


pasien

2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi dan jenis


halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya

3) Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi

13
2. SP2

a. Pasien

1) Mengevaluasika jadwal kegiatan harian pasien

2) Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara


teratur

3) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

b. Keluarga

1) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan


halusinasi

2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien


halusinasi
3. SP3
a. Pasien

1) Mengevaluasikan jadwal kegiatan harian pasien

2) Melatih pasien mengendalikan halusinasi

3) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

b. Keluarga

1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk


minum obat

2) Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Iyus, Y. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT refika Aditama.

Mukhripah Damayanti, Iskandar . (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:


Refika Aditama.

Wijayaningsih, K. s. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa.


Jakarta Timur: TIM.

15
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN PERILAKU


KEKERASAN

A. Definisi

Perilaku kekerasan atau agresif merupakan bentuk perilaku yang bertujuan


untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki
tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu
yang biasanya disebut dengan perasaan marah. (Dermawan dan Rusdi, 2013)

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk


melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka
perilaku kekerasaan dapat dilakukan secara verbal, di arahkan pada diri sendiri,
orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk
yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayar perilaku kekerasan.
(Dermawan dan Rsudi, 2013).

Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat


membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang.
(Fitria, 2010).

B. Tanda dan Gejala

Fitria (2010) mengungkapkan fakta tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:

1. Fisik : mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,


wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.

2. Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan


nada keras, kasar dan ketus

3. Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri/oranglain, merusak


lingkungan, amuk/agresif.

16
4. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan
dan menuntut.

5. Intelektual : mendominasi cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak


jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.

6. Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak


bermoral dan kreativitas terhambat.

7. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.

8. Perhatian : bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan sosial.

C. Rentang Respon

Respon marah berfluktuasi sepanjang respon adaptif dan maladaptive.

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Pasif Perilaku kekerasan

Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk berprilaku pasif, asertif, dan agresif /
prilaku kekerasan.
1. Prilaku asertif merupakan prilaku individu yang mampu menyatakan atau
menggungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau
menyakiti orang lain sehingga prilaku ini dapat menimbulkn kelegaan pada
individu.
2. Prilaku pasif merupakan prilaku individu yang tidak mampu untuk
menggungkapkan perasaan marah yang sedang di alami, dilakukan dengan
tujuan menghindari suatu ancman nyata.
3. Agresif / Prilaku Kekerasan. Merupakan hasil dari kemarahan yang sangat
tinggi atau ketakutan (panik).
Stress, cemas. Harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan
kemarahan yang dapat mengarah pada prilaku kekerasan. Respon rasa marah
dapatdiekspresikan secara eksternal (prilaku kekerasan) maupun internal (depresi
dan penyakit fisik).
Mengekspresikan marah dengan prilaku kontruktif, menggunakan kata-
kata yang dapat dimenggerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain, akan

17
memberikan perasaan lega, menurunkan ketegangan sehingga perasaan marah
dapat teratasi. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan
biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tidak
menyelesaikan masalah, bahakan dapat menimbulkan kemarahan berkepanjangan
dan prilaku dekstruktif.
Prilaku yang tidak asertif seperti menekan perasaan maran dilakukan
individu seperti pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari perasaan marahnya
sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan
rasa bermusuhan yang lama dan suatu saat akan menimbulkan perasaan
dekstruktif yang ditunjukan kepada diri sendiri.
Table 1. perbandingan prilaku Asertif, Pasif dan Agresif

Asertif Pasif Agresif


Isi pembicaraan Positif Negatif, Menyombongkan
Menawarkan diri merendahkan diri, merendahkan
(,,Saya dapat ,,, diri (,,Dapatkah orang lain, (,,Kamu
,,
Saya akan,, ) saya?,,, , selalu,,, ,, Kamu tidak
,
dapatkah pernah,,).
kamu?,,).
Tekanan suara Sedang Cepat, lambat Keras, ngotot
dan menggeluh
Posisi badan Tagap dan santai Menundukan Kaku condong ke
kepala depan
Jarak Mempertahankan Menjaga jarak Siap dengan jarak
jarak yang nyaman. dengan sikap akan menyerang
acuh / orang lain.
mengabaikan
Penampilan Sikap tenang Loyo, tidak Mengancam, posisi
dapat tenang. menyerang
Kontak mata Mempertahankan Sedikit atau Mata melotot dan di
kontak mata sesuai sama sekali pertahankan
dengan hubungan tidak.
yang berlangsung
D. Patofisiologi
Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maldaptif yang ditandai
dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan control,
yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (keliat,

18
1991). Amuk adalah respons marah terhadap adanya stress, rasa cemas, harga diri
rendah, rasa bersalah, putus asa, dan ketidakberdayaan.
Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal. Secara
internal dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan
secara eksternal. Secara internal dapat berupa perilaku destruktif agresif. Respon
marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu (1) mengungkapkan secara
verbal, (2) menekan, dan (3) menantang.
Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan
menggunakan kata-kata yang dapat dimengertidan diterima tanpa menyakiti orang
lainakan memberikan kelegaan pada individu. Apabila perasaan marah
diekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan karena
ia merasa kuat. Cara ini menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat
menimbulkan tingkah laku yang destruktif dan amuk.
E. Manifestasi Klinis
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawah ke
rumah sakit adalah prilaku kekerasan di rumah, klien dengan prilaku kekerasan
sering menunjukan adanya tanda dan gejala adalah:
1. Data Obyektif : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat, sering pula tampak klien memaksakan kehendak, merampas
makanan, memukul jika tidak senang.
2. Data Subyektif : mengeluh perasaan terancam, menggungkapkan perasaan
tidak berguna, menggungkapkan perasaan jengkel, menggungkapkan adanya
keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik, dada sesak, dan bingung.
F. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1. Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ atau HLP).
2. Obat anti depresi, amitriptyline
3. Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
b. Terapi modalitas
c. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga dimana keluarga
membantu mengatasi masalah klien dengan memberikan perhatian:
d. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social
atau aktifitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengendalikan
G. Pohon masalah

Risiko mencederai diri,


orang lain dan lingkungan
(efek)
19
Perilaku Kekerasan
(CP)

Harga diri rendah (etiologi) Defisit perwatan diri

Gaduh gelisah

Koping keluarga tidak Koping individu tidak


efektif efektif

H. Diagnosa Keperawatan

1. Harga diri rendah.


2. Perilaku kekerasan.
3. Koping individu tidak efektif.
4. Perubahan sensori persepsi. : halusinasi
5. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

I. Rencana Tindakan Keperawatan

1. SP1

a. Pasien

1) Mengidentifikasi penyebab PK

2) Mengidentifikasi tanda dan gejala PK

3) Mengidentifikasi PK yang dilakukan

4) Mengidentifikasi akibat PK

5) Melatih mengontrol PK dengan cara fisik (relaksasi nafas dalam dan


pukul bantal)

6) Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian

b. Keluarga

1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat


pasien

20
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala PK dan proses terjadinya PK

3) Menjelaskan cara merawat pasien dengan PK

2. SP2

a. Pasien

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2) Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum obat

3) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

b. Keluarga

1) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan PK

2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien PK

3. SP3

a. Pasien

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2) Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal

3) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

b. Keluarga

1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk


minum obat

2) Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

4. SP3

a. Pasien

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2) Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spiritual

3) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

21
DAFTAR PUSTAKA

April, Tutu. 2012. Sistem Neurobehavior.Jakarta.Salemba Medika


Yusuf, Rizky. 2015. Buku Ajar Keperawatan Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta.Salemba Medika
Anna, Budi. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas.Jakarta.EGC
Kusumawati, Farida. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta. Salemba
Medika.
Yani, Achir. 2012. Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta.EGC
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta. Salemba Medika

22
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN HARGA DIRI


RENDAH

A. MASALAH UTAMA
Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. ( Yosep,2009)
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri sendiri
atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan. ( Towsend,2008)
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. ( Keliat BA,2006)
2. Penyebab
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri
seseorang. Dalam tinjuan life span history klien. Penyebab terjadinya harga diri
rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang
dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal
sering gagal di sekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat
lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya.
( Yosep,2009)
Menurut Stuart & Sundeen (2006), faktor-faktor yang mengakibatkan
harga diri rendah kronik meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi sebagai
berikut :

23
a. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang
tidak realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe peran gender,
tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya
3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan
orangtua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial. (Stuart &
Sundeen, 2006)
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan
bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,kegagalan atau produktivitas
yang menurun. Secara umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat
terjadi secara emosional atau kronik. Secara situasional karena trauma yang
muncul secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi,kecelakaan,perkosaan atau
dipenjara, termasuk dirawat dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah
disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien
sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan
meningkat saat dirawat.( Yosep,2009)
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang
tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system
pendukung kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang
negatif, disfungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal.
(Townsend,2008)
2. Jenis
Harga diri rendah merupakan penilaian individu tentang nilai personal
yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai
dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam
penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan,
dan kegagalan, tetapi merasa sebagai seseorang yang penting dan berharga.

24
Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan
diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya
disertai oleh evaluasi diri yang negatif membenci diri sendiri dan menolak diri
sendiri. Gangguan diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus dioperasi,
kecelakaan,dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada pasien yang
dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena prifasi yang kurang diperhatikan.
Pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan, harapan
akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai. (Makhripah D &
Iskandar, 2012)
b. Kronik
Yaitu perasaan negativ terhadap diri telah berlangsung lama,yaitu sebelum
sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berfikir yang negativ. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negativ terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptive, kondisi ini dapat ditemukan pada
pasien gangguan fisik yang kronis atau pada pasien gangguan jiwa. (Makhripah D
& Iskandar, 2012)
3. Rentang Respon

a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima

25
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang
negatif dari dirinya.(Eko P, 2014)
b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak
mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya yang
negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2) Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak
memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu mempunyai
kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain
secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik
dengan orang lain.(Eko P,2014)
4. Proses terjadinya masalah
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut Herman
(2011) adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,
ideal diri yang tidak realistis. Faktor predisposisi citra tubuh adalah :
1) Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh
2) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh akibat penyakit
3) Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh
4) Proses pengobatan seperti radiasi dan kemoterapi. Faktor predisposisi harga diri
rendah adalah :
a) Penolakan
b) Kurang penghargaan, pola asuh overprotektif, otoriter,tidak konsisten,terlalu
dituruti,terlalu dituntut
c) Persaingan antar saudara
d) Kesalahan dan kegagalan berulang
e) Tidak mampu mencapai standar. Faktor predisposisi gangguan peran adalah :
(1) Stereotipik peran seks

26
(2) Tuntutan peran kerja
(3) Harapan peran kultural. Faktor predisposisi gangguan identitas adalah :
(a) Ketidakpercayaan orang tua
(b) Tekanan dari peer gruup
(c) Perubahan struktur sosial
( Herman,2011)
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian
anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan,
serta menurunnya produktivitas. Harga diri kronis ini dapat terjadi secara
situasional maupun kronik.
1) Trauma adalah masalah spesifik dengan konsep diri dimana situasi yang
membuat individu sulit menyesuaikan diri, khususnya trauma emosi seperti
penganiayaan seksual dan phisikologis pada masa anak-anak atau merasa
terancam atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupannya.
2) Ketegangan peran adalah rasa frustasi saat individu merasa tidak mampu
melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak merasa sesuai
dalam melakukan perannya. Ketegangan peran ini sering dijumpai saat terjadi
konflik peran, keraguan peran dan terlalu banyak peran. Konflik peran terjadi saat
individu menghadapi dua harapan peran yang bertentangan dan tidak dapat
dipenuhi. Keraguan peran terjadi bila individu tidak mengetahui harapan peran
yang spesifik atau bingung tentang peran yang sesui
(a) Trauma peran perkembangan
(b) Perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan
(c) Transisi peran situasi
(d) Perubahan jumlah anggota keluarga baik bertambah atau berkurang
(e) Transisi peran sehat-sakit
(f) Pergeseran konsidi pasien yang menyebabkan kehilangan bagian tubuh,
perubahan bentuk , penampilana dan fungsi tubuh, prosedur medis dan
keperawatan. ( Herman,2011)
3) Perilaku
(a) Citra tubuh

27
Yaitu menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu, menolak
bercermin, tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh, menolak
usaha rehabilitasi, usaha pengobatan ,mandiri yang tidak tepat dan menyangkal
cacat tubuh.
(b) Harga diri rendah diantaranya mengkritrik diri atau orang lain, produkstivitas
menurun, gangguan berhubungan ketengangan peran, pesimis menghadapi hidup,
keluhan fisik, penolakan kemampuan diri, pandangan hidup bertentangan,
distruktif kepada diri, menarik diri secara sosial, khawatir, merasa diri paling
penting, distruksi pada orang lain, merasa tidak mampu, merasa bersalah, mudah
tersinggung/marah, perasaan negatif terhadap tubuh.
(c) Keracunan identitasdiantaranya tidak ada kode moral, kepribadian yang
bertentangan, hubungan interpersonal yang ekploitatif, perasaan hampa, perasaan
mengambang tentang diri, kehancuran gender, tingkat ansietas tinggi, tidak
mampu empati pada orang lain, masalah estimasi
(d) Depersonalisasi meliputi afektif, kehidupan identitas, perasaan terpisah dari
diri, perasaan tidak realistis, rasa terisolasi yang kuat, kurang rasa
berkesinambungan, tidak mampu mencari kesenangan. Perseptual halusinasi
dengar dan lihat, bingung tentang seksualitas diri,sulit membedakan diri dari
orang lain, gangguan citra tubuh, dunia seperti dalam mimpi, kognitif bingung,
disorientasi waktu, gangguan berfikir, gangguan daya ingat, gangguan penilaian,
kepribadian ganda. ( Herman,2011)
5. Tanda dan gejala
Menurut Carpenito dalam keliat (2011) perilaku yang berhubungan dengan
harga diri rendah antara lain :
a. Mengkritik diri sendiri
b. Menarik diri dari hubungan sosial
c. Pandangan hidup yang pesimis
d. Perasaan lemah dan takut
e. Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
f. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
g. Hidup yang berpolarisasi
h. Ketidakmampuan menentukan tujuan

28
i. Merasionalisasi penolakan
j. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
k. Menunjukkan tanda depresi ( sukar tidur dan sukar makan )
Sedangkan menurut Stuart (2006) tanda- tanda klien dengan harga diri
rendah yaitu :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
c. Merendahkan martabat
d. Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
e. Percaya diri kurang
f. Menciderai diri
6. Akibat
Harga diri rendah dapat diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang.
Hal ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan.
Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selajutnya hal ini
menyebutkan penampilan seseorang yang tidak optimal. Harga diri rendah muncul
saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuanya.
Ketika seseorang mengalami harga diri rendah,maka akan berdampak pada orang
tersebut mengisolasi diri dari kelompoknya. Dia akan cenderung menyendiri dan
menarik diri.( Eko P,2014)
Harga diri rendah dapat berisiko terjadi isolasi sosial yaitu menarik diri.
Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada
tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosial.
7. Mekanisme koping
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka panjang pendek
atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanann ego untuk
melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan.
Pertaahanan tersebut mencakup berikut ini :
Jangka pendek :

29
1) Aktivitas yang memberikan pelarian semestara dari krisis identitas diri
( misalnya, konser musik, bekerja keras, menonton tv secara obsesif)
2) Aktivitas yang memberikan identitas pengganti semestara ( misalnya, ikut serta
dalam klub sosial, agama, politik, kelompok, gerakan, atau geng)
3) Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri yang
tidak menentu ( misalnya, olahraga yang kompetitif, prestasi akademik, kontes
untuk mendapatkan popularitas)
Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini :
1) Penutupan identitas : adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang
terdekat tanpa memerhatikan keinginan,aspirasi,atau potensi diri individu
2) Identitas negatif : asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan harapan
yang diterima masyarakat.
Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi, disosiasi,isolasi,
proyeksi, pengalihan ( displacement, berbalik marah terhadap diri sendiri, dan
amuk ).
8. Penatalaksanaan
Terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah dikembnagkan
sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih
manusiawi dari pada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
a. Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya
diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan
generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical). Obat yang termasuk
golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL (psikotropik untuk
menstabilkan senyawa otak), dan Haloperidol (mengobati kondisi gugup). Obat
yang termasuk generasi kedua misalnya, Risperidone (untuk ansietas),
Aripiprazole (untuk antipsikotik).
b. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.

30
c. Terapi Modalitas
Terapi modalitas/ perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrenia yang ditunjukan pada kemampuan dan kekurangan pasien. Teknik
perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan
kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam
komunikasi interpersonal. Terapi kelompok bagi skizofrenia biasnya memusatkan
pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata.( Eko P,2014)
d. Terapi Kejang Listrik (Electro Confulsive Terapi)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmal secara
artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu
atau dua temples. Terapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak
mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4
– 5 joule/detik.
9. Pohon Masalah

10. Diagnosa Keperawatan


a. Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah
b. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu
inefektif

31
11. Rencana Asuhan Keperawatan
Tujuan Intervensi

Tujuan umum : Bina hubungan saling percaya dengan


Pasien memiliki konsep diri yang mengungkapkan prinsip komumikasi
positif terapeutik:
Tujuan khusus :
TUK 1 : 1. Sapa pasien dengan ramah baik
Pasian dapat membina hubungan verbal maupun non verbal
saling percaya dengan perawat 2. Perkenalkan diri dengan sopan
kriteria hasil: 3. Tanyakan nama lengkap pasien dan
setelah…..x interaksi,pasien nama panggilan yang disukai pasien
menunjukkan ekspresi wajah 4. Jelaskan tujuan pertemuan
bersahabat ,menunjukkan rasa 5. Jujur dan menepati janji
senang,ada kontak mata,mau berjabat 6. Tunjukkan sikap empati dan
tangan,mau menyebut nama,mau menerima pasien apa adanya
menjawab salam,pasien mau 7. Beri perhatian kepada pasien dan
duduk,berdampingan dengan perhatikan kebutuhan dasar pasien
perawat,mau mengutarakan masa-lah
yang dihadapi
TUK 2 :
Pasien dapat mengidentifikasi 1. Diskusikan kemampuan aspek positif
kemampuan dan aspek positif yang , keluarga dan lingkungan yang dimiliki
dimiliki pasien
Kriteria hasil: 2. Bersama pasien membuat daftar
Setelah.….x interaksi pasien dapat tentang :
menyebutkan: a. Aspek positif pasien, keluarga, dan
a. Kemampuan yang dimiliki pasien lingkungan
b. Aspek positif keluarga b. Kemampuan yang dimiliki pasien
c. Aspek positif lingkungan 3. Utamakan memberi pujian yang
realistik dan hindarkan penilaian negatif

TUK 3 :
Pasien dapat menilai kemampuan yang 1. Diskusikan dengan pasien
dimiiki untuk digunakan kemampuan yang masih dapat
Kriteria hasil: dilaksanakan dan digunakan selama
sakit
Setelah…..x interaksi pasien dapat 2. Diskusikan kemampuan yang dapat
menyebutkan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya
digunakan
TUK 4 :
Pasien dapat (menetapkan) 1. Rencanakan bersama pasien aktivitas
merencanakan kegiatan sesuai dengan yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan yang dimiliki kemampuan
Kriteria hasil: a. Kegiatan mandiri
b. Kegiatan dengan bantuan

32
Setelah…..x interaksi, pasien mampu c. Kegiatan yang membutuhkan
membuat rencana kegiatan harian bantuan total
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
toleransi kondisi pasien
3. Beri contoh cara pelaksanaan
kegiatan yang boleh pasien lakukan

TUK 5 :
Pasien dapat melakukan kegiatan sesuai 1. Beri kesempatan pada pasien untuk
dengan rencana yang telah dibuat mencoba kegiatan yang telah
Kriteria hasil: direncanakan
Setelah…..x pertemuan,pasien dapat 2. Pantau kegiatan yang dilaksanakan
melakukan kegiatan jadwal yang telah pasien
dibuat 3. Beri pujian atas keberhasilan pasien
4. Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan kegiatan setelah pasien
pulang

TUK 6 :
Pasien dapat memanfaatkan system 1. Beri pendidikan kesehatan pada
pendukung yang ada keluarga tentang cara merawat pasien
Kriteria hasil: dengan harga diri rendah
Setela…..x pertemuan,pasien 2. Bantu keluarga memberikan
dukungan selama pasien dirawat
memanfaatkan system pendukung yang 3. Bantu keluaga menyiapkan
ada di keluarga lingkungan rumah

TUK 7 : Diskusikan dengan pasien dan keluarga


Pasien dapat memanfaatkan obat tentang dosis ,frekuensi dan manfaat
dengan baik obat
Kriteria hasil: 1. Anjurkan pasien meminta sendiri
Setelah….. pertemuan obat pada perawat, dan merasakan
1. Pasien dan keluarga dapat manfaatnya
menyebutkan manfaat,dosis dan efek 2. Anjurkan pasien dengan bertanya
samping obat kepada dokter tentang efek dan efek
2. Pasien dapat mendemonstrasikan samping obat yang dirasakan.
penggunaan obat 3. Diskusikan akibat berhentinya tanpa
3. Pasien termotivasi untuk berbicara konsultasi
dengan perawat apabila dirasakan ada 4. Bantu pasien menggunakan obat
efek samping obat dengan prinsip 5 benar

33
4. Pasien memahami akibat berhentinya
obat
5. Pasien dapat menyebutkan prinip 5
benar penggunaan obat

DAFTAR PUSTAKA

34
Herdman. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Iskandar, M. D. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Keliat. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa : edisi 2. Jakarta: EGC.

Keliat, C. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Yogyakarta: EGC.

Prabowo, E. (2014). Konsep&Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA.


Yogyakarta : Nuhamedika.

Sundeen, S. &. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Townsend. (2008). Nursing Diagnosis in Psuchiatric Nursing a Pocket Guide for


Care Plan Construction. jakarta: EGC.

Sari, Kartika. (2015).Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa.


Jakarta: CV.Trans Info Media

35
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

A. Definisi

Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau


bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba dkk, 2008).
Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan
orang lain (Keliat, 1999).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI,
2000).
Menarik diri adalah reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis. Reaksi fisik yaitu individu pergi atau menghindari sumber stresor.
Misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan
reaksi psikologis individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindaari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin 1993 dikutip Budi
keliat, 2011).

B. Proses Terjadinya Masalah

Pattern of Ineffective coping Lack of Stressor Internal


parenting (koping individu development and External
(Pola Asuhan) tidak efektif) task (Stress Internal
(Gangguan dan Eksternal)
Tugas

36
Perkembangan)
Misal : Misal : Misal : Misal :
Pada anak yang Saat individu Kegagalan Stres terjadi
kelahirannya mengalami menjalani akibat ansietas
tidak kegagalan hubungan intim yang
dikehendaki menyalahkan dengan sesama berkepanjangan
(unwanted orang lain, jenis atau lawan dan terjadi
child) akibat ketidakberdayaan, jenis, tidak bersamaan
kegagalan KB, menyangkal tidak mampu mandiri dengan
hamil diluar mampu dan keterbatasan
nikah, jenis menghadapi menyelesaikan kemampuan
kelamin yang kenyataan dan tugas, bekerja, individu untuk
tidak menarik diri dari bergaul, mengatasinya.
diinginkan, lingkungan, terlalu bersekolah, Ansietas terjadi
bentuk fisik tingginya self menyebabkan akibat berpisah
kurang ideal dan tidak ketergantungan dengan orang
menawan mampu menerima pada orang tua, terdekat,
menyebabkan realitas dengan rendahnya hilangnya
keluarga rasa syukur. ketahanan pekerjaan atau
mengeluarkan terhadap orang yang
komentar- berbagai dicitai.
komentar kegagalan.
negative,
merendahkan,
menyalahkan
anak.

C. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku islasi sosial
a. Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi
sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseorang sehingga mempunyai
masalah respon sosial menaarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga
dapat mempengaruhu terjaadinya menarik diri. Organisasi anggota keluarga
bekerjasama dengan tenaga profesional untuk mengembangkan gambaran yang
lebihh tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga.
Pendekatan kolaboratif dapat memengurangi masalah respon sosial menarik
diri.
b. Faktor biologik
Faktor genetik apat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Genetik
merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak,

37
seperti atropi, pembesara ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan limbik diduga dapat menyebabkanskizofrenia.
c. Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif,
seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena
mengaadopsi norma, perilaku dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki
budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan
faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini (Stuart dan Sundeen, 1998).
d. Faktor presipitasi
Adapun faktor pencetus terdiri dari 4 sumber utama yang dapat menentukan
alam perasaan adalah :
e. Kehilangan ketertaarikan yang nyataatau yang dibayangkan, termasuk
kehilangan cinta seseorang. Fungsi fisik, kedudukan atau harga diri, karena
elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka konsep
persepsi merupakan hal yang sangat penting.
f. Peristiwa besar dalm kehidupan, sering dilaporkan sebagai pendahulu
episode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang
dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah.
g. Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi depresi
terutama pada wanita
h. Perubahan fisiologis diakibatkan oleh obat-obatan berbagai penyakit fisik
seperti infeksi, meoplasma dan gangguan keseimbangan metabolik dapat
mencetus gangguan alam perasaan. (Stuart, 1998)
D. Tanda dan Gejala
Gejala subjektif :
1. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Respon verbal kurang dan sangat singkat
4. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan rang lain
5. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7. Klien merasa tidak berguna
8. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9. Klien merasa ditolak

Gejala obyektif :
1. Klien banyak diam dan tidak mau bicara

38
2. Tidak mengikuti kegiatan
3. Banyak berdiam diri dikamar
4. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
5. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
6. Kontak mata kurang
7. Kurang spontan
8. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
9. Ekspresi wajah kurang berseri
10. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11. Mengisolasi diri
12. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13. Masukan makanan dan minuman terganggu
14. Retensi urine dan feses
15. Aktivitas menurun
16. Kurang energi (tenaga)
17. Rendah diri
18. Postur tubh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi
tidur)

E. Rentang Respon

F. Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologi
2. Electri Convulsive Terapi
Electro confulsive therapy (ETC) atau yang lebih dikenal dengan
elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energi
shock listrik dalam usaha pengobatannya. ETC bertujuan untuk
menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi efek terapi
(therapeutic Clonic Seizure) setidaknya selama 15 detik.
3. Terapi Kelompok

39
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan
sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain
yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapist atau petugas
kesehatan jiwa.
4. Terapi Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek
lingkungan harus mendapatkan perhatian khusus dalam kaitannya untuk
menjaga dan memelihara kesehatan manusia.

G. POHON MASALAH

Perubahan persepsi Gangguan


sensori : halusinasi komunikasi verbal

Kerusakan
CP Isolasi sosial : menarik interaksi sosial
diri

Defisit perawatan
diri
Gangguan konsep diri :
Harga diri rendah

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN Defisit


1. harga diri rendah pengetahuan
2. isolasi sosial : menarik diri
3. perubahan persepsi sensori : halusinasi
Koping individu
4. koping individu in efektif
5. kerusakan interaksi sosialinefektif
6. defisit perawatan diri
7. defisit pengetahuan
8. gangguan komunikasi nonverbal

I. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

40
1. SP1

a. Pasien

1) Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial

2) Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan


orang lain

3) Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan


orang lain

4) Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang

5) Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-


bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian

b. Keluarga

1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat


pasien

2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isos yang dialami pasien


beserta proses terjadinya

3) Menjelaskan cara merawat pasien isos

2. SP2

a. Pasien

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2) Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara


berkenalan dengan satu orang

3) Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan


orang lain sebagai salah satu kegiatan harian

b. Keluarga

41
1) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isos

2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien


isos

3. SP3

a. Pasien

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2) Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara


berkenalan dengan dua orang atau lebih

3) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

b. Keluarga

1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk


minum obat

2) Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

42
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budiana. 2007. “Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN


(BASIC COURSE)”. Jakarta : EGC

H. Yosep, Iyus. 2007. “Buku Ajar Keperawatan Jiwa da Advance Mental Health
Nursing”. Bandung : Refika Aditama

Muhit, Abdul. 2015. “Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi”.


Yogyakarta : Andi

43
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN DEFISIT


PERAWATAN DIRI

A. Definisi

Menurut perry & poter (2009), hygine adalah ilmu kesehatan untuk
memelihara kesehatan manusia karena kondisi fisik atau keadaan emosi klien, di
sebut hygine perorangan. Personal hygine berasal dari bahasa Yunani yang berarti
Personal yang artinya perorangan dan Hygine berarti sehat kebersihan perorangan
adalah suatu tindakan unuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis sesuai kondisi kesehatannya.

Kurangnya perawatan diri pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir, sehingga kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari ketidakmampuan
merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan
eliminasi/toileting (BAK/BAB) secara mandiri. (Keliat,2011)

Defisit Pearawatan Diri adalah gangguan kemampan melakukan aktifitas


yang terdiri dari mandi, berpakaian, makan, toileting, pengabaian diri,atau
kebersihan diri secara mandiri. Keadaan individu mengalami suatu kerusakan
fungsi motorik atau fungsi kognitif, yang menyebabkan penurunan kemampuan
untuk melakukan masin-masing dari kelima aktifitas perawatan diri. (Nanda,
2012)

B. Klasifikasi

1. Kurang perawatan diri : Mandi/kebersihan


Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
2. Kurang perawatan diri: Mengenakan pakaian/berhias
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan
memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.

3. Kurang perawatan diri: Makan

44
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktivitas makan.
4. Kurang perawatan diri: Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri.
C. Etiologi
Menurut Maslim (2001), penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai
berikut:
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran

Menurut (Depkes. 2000), penyebab kurang perawatan diri adalah:

1. Faktor predisposisi
a. Perkembangan : Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis : penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas umum : Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya
dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial : kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya, situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kogniti atau perseptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri. Menurut Depkes (2009) faktor yang
mempengaruhi personal hygiene adalah:
a. Body Image: Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu
tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Status Sosial Ekonomi: Personal hygiene memerlukan alat dan bahan
seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
c. Pengetahuan: Pengetahuan persoanal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya, pada
pasien penderita diabetes melitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.

45
d. Budaya: Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
e. Kebiasaan Seseorang: Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk
tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampo dan lain-
lain.
f. Kondisi fisik atau psikis: Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene:
a. Dampak fisik: Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena
tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik
yang sering terjadi adalah: Gangguan integritas kulit, gangguan membran
mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada
kuku.
b. Dampak psikososial: Masalah sosial yang berhubungan dengan personal
hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan mencintai
dan dicintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi
sosial.
D. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala defisit perawatn diri menurut (Fitria, 2009)
adalah sebagai berikut :
1. Mandi/Hygine
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan, memperoleh
atau mendapatkan sumber air mengatur suhu atau aliran air mandi,
mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan
keluar kamar mandi. Ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki
dan bau, kuku panjang dan kotor.
2. Berpakaian/berdandan
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar palaian.
Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk menggunakan pakaian dalam,
memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik,
melepaskan pakaian, mempertahanakan penampilan pada tingkat yang
memuaskan. Ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak
rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak bercukur, pada wanita
tidak berdandan.
3. Makan

46
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan
makanan, mengunyah makanan, mengambil makanan dari wadah lalu
memasukkannya ke mulut, mencerna makanan menurut cara yang di terima
masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan
yang aman.
4. Toileting (BAK/BAB)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil, dudu atau bangkit dari jamban, memanipulasi
pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah BAK/BAB dengan tepat,
dan menyiram kamar kecil.
Menurut depkes (2000) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan
diri adalah :
1. Fisik
a. Badan bau,pakaian kotor.
b. Rambut dan kulit kotor.
c. Kuku panjang dan kotor.
d. Gigi kotor disertai mulut kotor.
e. Penampilan tidak rapi
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif.
b. Menarik diri, isolasi diri.
c. Merasa tak berdaya,rendah diri dan merasa hina.
3. Sosial
a. Interaksi kurang.
b. Kegiatan kurang.
c. Tidak mampu berpilaku sesuai norma.
d. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi
dan mandi tidak mampu mandiri.
E. Mekanisme Koping Defisit Perawatan Diri
1. Regresi
Kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari
suatu taraf perkembangan yg lebih dini.
2. Penyangkalan (Denial)
Menyatakan ketidaksetujan terhadap realitas dengan mengingikari realitas
tersebut.
Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana dan pranitif
3. Isolasi diri, menarik diri
Sikap mengelompokan orang/keadaan hanya sebagai semuanya baik atau
semuanya buruk, kegagalan untuk memandukan nilai-nilai positif dan
negatif didalam diri sendiri
4. Intelektualisasi

47
Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari
pengalaman yg menggangguperasaanya.
F. Rentang Respon Kognitif
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat
diri sendiri:
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri:
a. Bina hubungan saling percaya
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri:
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan jadwal kegiatan setiap hari
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung:
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien.
G. Penatalaksanaan
Perawatan dini hari. Merupakan perawatan yang dilakukan pada waktu
bangun tidur untuk melakukan tindakan seperti perapian dalam pengambilan
bahan pemeriksaan (urine/feses), memberikan pertolongan, mempersiapkan
pasien dalam melakukan makan pagi dengan melakukan tindakan perawatan diri,
seperti mencuci muka, tangan, dan menjaga kebersihan mulut.
Perawatan pagi hari. Perawatan yang dilakukan setelah makan pagi dengan
melakukan perawatan diri seperti melakukan pertolongan dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi, mandi atau mencuci rambut, melakukan pijatan punggung,
membersihkan mulut, kuku dan rambut, serta merapikan tempat tidur.
Perawatan siang hari. Perawatan yang dilakukan setelah melakukan
berbagai tindakan pengobatan atau pemeriksaan dan setelah makan siang.
Berbagai tindakan perawatan diri yang dapat dilakukan antara lain mencuci muka
dan tangan, membersihkan mulut, merapikan tempat tidur dan melakukan
pemeliharaan kebersihan lingkungan kesehatan klien.
Perawatan menjelang tidur. Perawatan diri yang dilakukan pada saat
menjelang tidur agar klien beristirahat dengan tenang. Berbagai kegiatan yang
dapat dilakukan antara lain pemenuhan kebutuhan eliminasi, mencuci tangan dan
muka, membersihkan mulut sebelum tidur.

48
H. Pohon Masalah

Resiko Tinggi Perilaku


Kekerasan

Gangguan Proses Pikir

Gangguan Alam
Perasaan: Sedih

Isolasi Sosial: Menarik


Diri (efek)

Defisit Perawatan Diri


(core problem)

Gangguan Konsep
Diri: Harga Diri
Rendah
(etiologi)

Koping Individu Tidak


Efektif

I. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit perawatan diri (mandi, makan, berpakaian, BAB/BAK)
2. Resiko perubahan sensori persepsi: halusinasi
3. Isolasi sosial : menarik diri
4. Intoleransi aktifitas
5. Harga diri rendah kronis

J. Rencana Tindakan Keperawatan

49
1. SP1

a. Pasien

1) Menjelaskan pentingnya kebersihan diri

2) Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri

3) Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri

4) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

b. Keluarga

1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat


pasien

2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri dan


jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien beserta proses
terjadinya

3) Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri

2. SP2

a. Pasien

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2) Menjelaskan cara makan yang baik

3) Membantu pasien mempraktekkan cara makan yang baik

4) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

b. Keluarga

1) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan defisit


perawatan diri

2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien


defisit perawatan diri

3. SP3

50
a. Pasien

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2) Menjelaskan cara eliminasi yang baik

3) Membantu pasien mempraktekkan cara eliminasi yang baik dan


memasukkan dalam jadwal

4) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

b. Keluarga

1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk


minum obat

2) Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

4. SP4

a. Pasien

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2) Menjelaskan cara berdandan

3) Membantu pasien mempraktekkan cara berdandan

4) Meganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

DAFTAR PUSTAKA

51
Yosep. 2010. “Keperawatan jiwa.(Edisi Revisi)”. Bandung: Refika Aditama

Wartonah, Tarwoto. 2010. “Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.


Edisi 4”. Jakarta : Salemba Medika

Keliat, B. A, dkk.2011. “Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa”. Jakarta :


Kedokteran EGC

Keliat, Budi Anna dan Akemat, 2009. “Model Praktek Keperawatan Professional
Jiwa”. Jakarta: EGC

52
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH


DIRI

A. Pengertian Bunuh Diri

Bunuh diri merupakan tidakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan (wilson dan knesial. 1988). Bunuh diri merupakan
kedaruratan psikiatri karena pasien berada dalam keadaan stres yang tinggi
dan menggunakan koping yang meladaftif.situasi gawat pada bunuh diri saat
ide bunuh diri timbul secara berulah tanpa rencana yang spesifik atau
percobaan bunuh diri atau rencana spesifik untuk bunuh diri .oleh karena itu,
diperlukan pengetahuan dan keterampilan perawat yang tinggi dalam merawat
pasien dengan tingkah laku bunuh diri, agar pasien tidak melakukan tindakan
bunuh diri.

Menurut stuart dan sundeen (1995) faktor penyebab bunuh diri adalah
perceraian pengangguran, dan isolasi sosial. Sementara menurut Tishiler
(1981)(dikutip oleh leashey san wright, 1987) melalui penelitiannya menyebut
bahwa motivasi remaja melakukan percobaan bunuh diri, yaitu 51% masalah
dengan orang tua, 30% masalah dengan lawan jenis, 30% masalah sekolah,
dan 16% masalah dean saudara.

RENTANG RESPONS PROTEKTIF DIRI

Adaftif Maladaptif

Peningkatan diri Pertumbuhan Perilaku Pencederaan Bunuh diri


pertumbuhan peningkatan destruktif diri
perilaku beresiko diri tak
pencederaan bunuh langsung
diri

53
Gambar 1.1 Rentang Respons Propektif Diri

Keterangan

1. Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan


yakin dan kesadaran diri meningkat

2. Pertumbuhan - peningkatan beresiko yaitu merupakan posisi pada rentang


yang masih normal dialami individu yang mengalami perkembangan
perilaku

3. Perilaku destruktif diri tak langsung yaitu setiap aktifitas yang merusak
kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian seperti
perilaku merusak ,mengebut ,berjudi ,tindakan kriminal ,terlibat dalam
reakreasi yang beresiko tinggi ,penyalahgunaan zat perilaku yang
menyimpang secara social dan perilaku yang menimbulkan stres.

4. Pencederaan diri yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri


yang dilakukan dengan sengaja pencederaan dilakukan terhadap diri
sendiri tanpa bantuan orang lain dan cedera tersebut cukup parah untuk
melukai tubuh bentuk umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai
dan membakar kulit membenturkan kepala atau anggota tubuh melukai
tubuhnya sedikit demi sedikit dan menggigit jari.

5. bunuh diri yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan.

B. Etiologi Perilaku Bunuh Diri

Etiologi bunuh diri yang digolongkan berdasarkan tingkat pertumbuhan


dan perkembangan. Angka bunuh diri meningkat dengan bertambahnya umur,
kurvanya merupakan garis lurus yang mendaki. Pada wanita, kurva ini naik
sampai umur 60 tahun kemudian turun lagi. Anak-anak dibawah umur 15
tahun jarang kali melakukan bunuh diri. Jadi angka bunuh diri berbanding
lurus dengan peningkatan umur, tetapi beberapa peneliti menemukan angka
yang meningkat pada usia muda yaitu antara usia 15-30 tahun.

54
1. Penyebab bunuh diri pada anak: pelarian dan penganiayaan atau
pemerkosaan, situasi keluarga yang kacau, perasaan tidak disayang atau
selalu dikritik, gagal sekolah, takut/dihina di sekolah, kehilangan orang
yang dicintai, dihukum orang lain.

2. Penyebab bunuh diri pada remaja: hubungan interpersonal yang tidak


bermakna, sulit mempertahankan hubungan interpersonal, pelarian dan
penganiayaan fisik atau pemekorsaan, perasaan tidak dimengerti orang
lain, kehilangan orang yang dicintai, keadaan fisik, masalah dengan orang
tua, masalah seksual, depresi.

3. Penyebab bunuh diri pada dewasa awal: self ideal yang terlalu tinggi,
cemas akan tugas akademik yang banyak, kegagalan akademi yang berarti
kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang tua, kompetisi untuk
sukses.

4. Penyebab bunuh diri pada lanjut usia: perubahan status dari mandiri
ketergantungan, penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi,
perasaan tidak berarti di masyarakat, kesepian dan isolasi sosial,
kehilangan ganda (seperti pekerjaan kesehatan pasangan), dan sumber
hidup yang berkurang.

a) Faktor determinan

1) Kebudayaan

Kebudayaan mempengaruhi niat dan tekat seseorang individu


untuk mempengaruhi hidupnya dan merupakan faktor penting yang
mempengaruhi hal bunuh diri disamping kedudukan sosial ekonomi dan
situasi ekstrim yang merugikan.

2) Jenis kelamin

Angka bunuh diri pada wanita lebih besar dari pada pria, disemua
negara dan disepanjang masa. Perbandingan tertinggi didapatkan di
Rhode Island dan New York yaitu 3:1, angka perbandingan terendah di
dapati di Austria 1,3:1.

55
3) Status sosial

Di inggris, amerika, denmark dan italia, angka bunuh diri tertinggi


terdapat status sosial tinggi, misalnya dokter, dokter gigi dan ahli
hukum. Menurut Henderson, 1 dari 50 dokterb di inggris melakukan
bunuh diri dengan overdosis, pada umumnya mereka berumur kurang
dari 50 tahun dan banyak yang menderita ketergantungan obat dan
alkohol.

4) Status perkawinan

Frekuensi bunuh diri lebih kecil pada mereka yang sudah menikah,
terutama mereka yang sudah punya anak, dibandingkan dengan mereka
yang belum berkeluarga, janda atau yang cerai.

5) Gangguan jiwa

Dibagian psikiatri Dr. Soetomo surabaya dalam periode 1965-1968


ditemukan kasus bunuh diri terbagi dalam 6 ancaman bunuh diri, dan
32 percobaan bunuh diri.

C. Proses Terjadinya Perilaku Bunuh Diri

Motivasi Niat Penjabaran Krisis bunuh Tindakan


gagasan diri bunuh dri

Konsep bunuh 1. Jeritan minta tolong


diri 2. Catatan bunuh diri
Hidup atau mati

Setiap upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya


motivasi untuk bunuh diri dengan berbagai alasan berniat
melaksanakan bunuh diri , mengembangkan gagasan sampai akhirnya
melakukan bunuh diri merupakan masalah keperawatan yang harus

56
mendapatkan perhatian serius.sekali pasien berhasil mencoba bunuh
diri maka selesai riwayat pasien untuk itu perlu diperhatikan beberapa
mitos (pendapatan yang salah) tentang bunuh diri.

D. Mitos Tentang Bunuh Diri

1. Mitos: Ancaman bunuh diri hanya cara individu untuk menarik perhatian
dan tidak perlu dianggap serius . Fakta : Semua perilaku bunuh diri harus
dianggap serius.

2. Mitos: Bunuh diri tidak memberi tanda.Fakta:Delapam dari 10 individu


memberi tanda secara verbal atau perilaku sebelum melakukan percobaan
bunuh diri.

3. Mitos : Berbahaya membicarakan pikiran bunuh diri pada pasien.Fakta :


Hal yang paling penting dalam perencanaan keperawatan adalah
pengkajian akurat tentang rencana bunuh diri pasien.

4. Mitos:Kencenderungan bunuh diri adalah keturunan.Fakta : Tidak ada data


hasil riset yang menyokong pendapat ini karena pola perilaku bunuh diri
bersifat individual.

E. Klasifikasi Bunuh Diri

1. Jenis Bunuh Diri

a) Bunuh diri egostik

Akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang buruk.

b) Bunuh diri altruistik

Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan

c) Bunuh diri anomik

57
Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi
individual

a) Pengelompokan Bunuh Diri

a) Isyarat bunuh diri

Isyarat bunuh diri ditunjukan dengan berperilaku secara tidak langsung


ingin bunuh diri misalnya dengan mengatakan tolong jaga anak – anak
karena saya akan pergi jauh atau segala suatu akan lebih baik tanpa
saya pada saat ini pasien sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh
diri pasien umumnya mengukapkan perasaan seperti rasa
bersalah,sedih,marah, Putus asa,tidak berdaya pasien juga
mengukapkan hal-hal negatif. Tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.

b) Ancaman bunuh diri

Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien yang berisi


keingininan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengahkiri dan
persiapan alat untuk melakukan rencana tersebut secara aktif pasien
memikirkan rencana bunuh diri tetapi tidak disertai percobaan bunuh
diri walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba nunuh
diri.pengawasan ketat harus dilakukan kesempatansedikit saja dapat
dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.

c) Percobaan bunuh diri

Percobaan bunuh diri ini adalah tindakan pasien mencederai atau


melukai diri untuk mengakhiri kehudupannya pada kondisi lain pasien
aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri minum racun ,
memotong urat nadi , atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.

F. Respons Protektif-Diri Dan Perilaku Bunuh Diri

Perilaku destruktif –diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah
dapat mengarah kepada kematian perilaku ini dapat diklasifikasi sebagai

58
langsung atau tidak langsung. Perilaku destruktif – diri tidak langsung
meliputi setiap aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individual dan
dapat mengarah kepada kematian individual tersebut tidak menyadari tentang
pontesial terjadi kematianakibat perilakunya ini biasanya lebih lama daripada
perilaku bunuh diri. perilaku destruktif –diri langsung meliputi perilaku
berikut :
1. Merokok
2. Mengebut
3. Berjudi
4. Tindakan kriminal
5. Terlibat dalam aktifitas rekreasi beresiko tinggi
6. Penyalagunaan zat
7. Perilaku yang menyimpang secara sosial
8. Perilaku yang menimbulkan stres
9. Gangguan makan
10. Ketidakpatuhan pada pengobatan medis

Rentang respons proktektif – diri mempunyai peningkatan diri sebagai


respons paling adaptif sedangkan perilaku destruktif – diri tidak langsung
pencederaan diri dan bunuh diri merupakan respons maladaptive

1. Perilaku Ketidakpatuhan
Telah diperkirakan bahwa setengah dari pasien tidak patuh terhadap
rencana pengobatan kesehatan mereka orang yang tidak patuh dengan
aktifitas perawat kesehatan yang dianjurkan umumnya menyadari bahwa
mereka telah memilih untuk tidak memerhatikan diri mereka. Perilaku
paling menonjol yang berhubungan dengan ketidakpatuhan terdapat pada
kotak 13-1
2. Pencederaan diri

Berbagai istilah digunakan untuk menggambarkan perilaku mencederai


diri: aniaya- diri agresi terhadap diri sendiri membahayakan diri cedera yang
membebani diri , dan mutilasi diri. Pencederaan diri dapat didefinisikan
sebagai suatu tindakan membahayakan diri sendiri yang dilakukan dengan
sengaja pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri tanpa bantuan orang lain
dan cedera tersebut meliputi kerusakan jaringan yang cukup parah bentuk
umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit

59
membenturkan kepala dan ekstreminitas, melukai tubuh sedikit demi sedikit,
dan menggit jari.

3. Perilaku bunuh diri


Semua perilaku bunuh diri adalah serius apa pun tujuannya Dalam
pengkajian perilaku bunuh diri lebih ditekankan pada letalitas dari metode
yang mengacam atau digunakan walaupun semua ancaman dan percobaan
bunuh diri harus ditanggapi secara serius perhatian yang lebih waspada
dan saksama ditunjukkan ketikan seseorang merencanakan atau mencoba
bunuh diri dengan cara yang paling mematikan seperti dengan pistol.
Resiko bunuh diri dapat mengakibatkan sebagai berikut:
1. Keputusasaan
2. Menyalahkan diri sendiri
3. Perasaan gagal dan tidak berharga
4. Perasaan tertekan
5. Imsomnia yang menetap
6. Penurunan berat badan
7. Berbicara lamban dan keletihan
8. Menarik diri dari lingkungan sosial
9. Pikiran dan rencana bunuh diri
10. Percobaan atau ancaman verbal

G. Tanda dan Gejala


1. Sedih
2. Marah
3. Putus asa
4. Tidak berdaya
5. Memeberikan isyarat verbal dan non verbal

Perilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi tiga kategori yaitu sebagai
berikut

a. Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal dan non verbal bahwa orang
tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri orang tersebut mungkin
menunjukan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih
lama atau mungkin juga mengomunukasikan secara non verbal melalui
pemberian hadiah merevisi wasiat nya dan sebagainya
b. Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan yang diarahkan pada diri sendiri
yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarahkan pada kematian
jika tidak dicegah.

60
H. Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
terabaikan orang yang melakukan upaya bunuh diridan yang tidak benar –
benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda tersebut tidak di ketahui tepat
pada waktunya.

I. Pemeriksaan Penunjang

1. Koreksi penunjang dari kejadian tentamen suicide akan menentukan


terapi resisitesi dan terapi lanjutan yang akan dilakukan pada klien
dengan tentamen suicide.
2. Pemeriksaan darah lenkap dengan elektrolit akan menunjukkan seberapa
berat shock yang di alami klien
3. Pemeriksaan EKG dan CT Scan bila perlu bila bisa dilakukan, jika di
curigai adanya perubahan jantung dan pendarahan cerebral.
J. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau di kamar
pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah.
Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran
penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan
perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan
kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan
keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi
psikiatri. Tidak adanya hubngan beratnya ganguan badaniah dengan gangguan
psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga
gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi
elektro-konvulsi, obat-obat terutama anti depresan dan psikoterapi.

K. Komplikasi
a. Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan tentamen suicide
tergantung pada jenis dan cara yang dilakukan klien untuk bunuh diri,
namun resiko paling besar dari klien dengan tentamen suicide adalah
berhasilnya klien dalam melakukan tindakan bunuh diri, serta jika gagal
akan meningkatkan kemungkinan klien untuk mengulangi perbuatan
tentamen suicide.
b. Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum zat kimia
atau intoksikasi zat komplikasi yang mungkin muncul adalah diare, pupil

61
pi-poin, reaksi cahaya negatif, sesak anfas, sianosis, edema paru,
inkontenesia urine dan feses, kovulsi, koma, blokade jantung akhirnya
meninggal.
c. Pada klien dengan tentamen suicide yang menyebabkan asfiksia akan
menyebabkan shock yang diakibatkan penurunan perfusi di jaringan
terutama jaringan otak.
d. Pada klien dengan pendarahan akan mengalami shock hipovolemik yang
jika tidak dilakukan resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada
penyebab hemoragik shock, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi
kegagalan multiple organ.

Asuhan Keperawatan Teori

A. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stressor, suber koping yang dimiliki pasien. Setiap
melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat da tanggal dirawat isi
pengkajian meliputi :
a) Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
perkerjaan, alamat, status perkawinan,diagnosa medis
b) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
alamat dan hubungan dengan pasien
c) Keluhan utama
Keluhan gelisah, komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri
dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan
sehari – hari, mengucapkan celaan terhadap diri sendiri, Perasaan gagal
dan tidak berguna, Verbal terselubung ( berbicara tentang kematian,
menanyakan tentang obat dosis mematikan).
d) Faktor predisposisi

62
1. Kegagalan atau adaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres
2. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal atau gagal melakukan hubungan yang berarti.
3. Perasaan marah atau bermusuhan Bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri
4. Cara untuk mengakhiri keputusan.
5. Tangisan minta tolong
e) Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tanda tanda vital (TD , Nadi , suhu pernafasan TB,
BB)dan keluhan fisik yang dialami oleh pasien.

1. Konsep Diri
a. Gambaran diri
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan
terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif
tentangbtubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan
b. Identitas diri
Sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan
c. Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses
menua dan kehilangan
d. Ideal diri
Mengungkapkan keputusasaan karena kondisinya mengungkapan
keinginan yang terlalu tinggi
e. Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,
mencederai diri, dan kurang percaya diri.
2. Status mental
Kontak mata pasien kurang atau tidak dapat mempertahankan kontak
mata, kurang dapat memulai bicara, pasien suka menyendiri dan kurang
mampu berhubungan dengan orang lain adanya perasaan keputusasaan
dan kurang berharga dalam hidup.
3. Mekanisme koping
Pasien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakannya
pada orang orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri).

B. Diagnosa Keperawatan

63
Diagnosa Keperawatan adalah identifikasi atau penilaian pola respons baik
aktual maupun potensial .Masalah keperawatan yang sering muncul yang
dapat disimpulkan dari pengkajian adalah sebagai berikut.
1. Resiko bunuh diri berhubungan dengan gangguan kehidupan keluarga
2. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental.
3. Resiko harga diri rendah situasional berhubungan dengan riwayat
kehilangan.
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Kriteria Hasil
1 Resiko bunuh diri Setelah dilakukan a. Bina hubungan saling percaya
berhubungan tindakan keperawatan dengan klien
selama 2x24 jam b. Jauhkan klien dari benda yang
dengan gangguan dapat membahayakan
diharapkan resiko bunuh
kehidupan diri berkurang dengan (pisau,silet,tali,kaca dll)
keluarga kriteria hasil: c. Awasi klien dengan ketat setiap
saat
a. Pasien mampu
mengendalikan diri
terhadap bunuh diri
b. Pasien
mengungkapkan
keinginan untuk
hidup

2 Isolasisosial b/d Setelah dilakukan Socialization enchacement


perubahan status tindakan keperawatan
mental selama 2x24 jam a. Dorong klien untuk melakukan
aktivitas social dan komunitas
masalah gangguan
b. Fasilitasi dukungan kepada
identitas pribadi dapat
pasien oleh keluarga, teman dan
teratasi dengan kreteria komunitas
hasil : c. Dukung pasien untuk mengubah
1. Klien dapat lingkungan seperti :pergi jalan –
berinteraksi dengan jalan bioskop
orang lain d. Fasilitasi pasien untuk
2. Klien dapat membina berpartisipasi
hubungan saling dalam diskusi dengan grup kecil
percaya e. Gali kekuatan pasien dalam
3. Klien mampu berintraksi sosial
menyebutkan
penyebab menarik
diri
4. Klien dapat
melaksanakan
hubungan sosial
secara bertahap
5. Klien mampu
menjelaskan
perasaannya setelah

64
3. berhubungan sosial.

Manejemen perilaku :
Setelah dilakukan membahayakan diri sendiri
Resiko harga diri tindakan keperawatan
rendah situasional selama 2x24 jam a. Penumbuhan harapan
berhubungan dengan masalah gangguan b. Menejemen alam perasaan
riwayat kehilangan c. Dukungan spritual
identitas pribadi dapat
d. Pencegahan bunuh diri
teratasi dengan kriteria
hasil:

a. Pasien mampu
mengendalikan diri
terhadap bunuh diri
b. Pasien mampu
menahan diri dari
upaya bunuh diri

65
DaftarPustaka
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., danNurhaeni, H. 2007.
KeperawatanKesehaanJiwaKomunitas : CMHN (Basic
Courese).Jakarta : EGC
Maramis, W.F. 2010. CatatanIlmuKedokteranJiwa. Airlangga University
Press : Surabaya
Stuart danLaraia. 2015. Principles and Practice of Psychtiatric Nursing 8th
Edition. St. Louis : Mosby
Suliswati, dkk. 2004. KonsepDasarKeperawatanJiwa.Jakarta : EGC

66
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN WAHAM

A. Definisi

Menurut (Depkes RI, 2000) Waham adalah suatu keyakinan klien yang
tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara
logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah
kehilangan kontrol (Direja, 2011).

Gangguan isi pikir adalah ketidakmampuan individu memproses stimulus


internal dan eksternal secara akurat. Gangguannya adalah berupa waham yaitu
keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan realitas.
Keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budayanya, serta tidak dapat diubah dengan alasan yang logis. Selain itu
keyakinan tersebut diucapkan berulang kali (Kusumawati, 2010).

Gangguan orientasi realitas adalah ketidakmampuan menilai dan


berespons pada realitas. Klien tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan
sehingga muncul perilaku yang sukar untuk dimengerti dan menakutkan.
Gangguan ini biasanya ditemukan pada pasien skizofrenia dan psikotik lain.

Waham merupakan bagian dari gangguan orientasi realita pada isi pikir
dan pasien skizofrenia menggunakan waham untuk memenuhi kebutuhan
psikologisnya yang tidak terpenuhi oleh kenyataan dalam hidupnya. Misalnya :
harga diri, rasa aman, hukuman yang terkait dengan perasaan bersalah atau
perasaan takut mereka tidak dapat mengoreksi dengan alasan atau logika
(Kusumawati, 2010).

67
B. Klasifikasi Waham

Waham dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, menurut


Direja (2011) yaitu :

Jenis Waham Pengertian Perilaku klien


Keyakinan secara
berlebihan bahawa dirinya
memiliki kekuatan khusus “Saya ini pejabat di
atau kelebihan yang berbeda kementrian semarang!”
Waham kebesaran
dengan orang lain, “Saya punya perusahaan
diucapkan berulang-ulang paling besar lho “.
tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan
Keyakinan terhadap suatu
“ Saya adalah tuhan yang
agama secara berlebihan,
bisa menguasai dan
Waham agama diucapkan berulang-ulang
mengendalikan semua
tetapi tidak sesuai dengan
makhluk”.
kenyataan.
Keyakinan seseorang atau
sekelompok orang yang
“ Saya tahu mereka mau
mau merugikan atau
menghancurkan saya,
Waham curiga mencederai dirinya,
karena iri dengan
diucapkan berulang-ulang
kesuksesan saya”.
tetapai tidak sesuai dengan
kenyataan.
Keyakinan seseorang bahwa
tubuh atau sebagian “ Saya menderita kanker”.
tubuhnya terserang Padahal hasil pemeriksaan
Waham somatik
penyakit, diucapkan lab tidak ada sel kanker
berulang-ulang tetapi tidak pada tubuhnya.
sesuai dengan kenyataan.
Keyakinan seseorang bahwa
dirinya sudah meninggal “ ini saya berada di alam
Waham nihlistik dunia, diucapkan berulang kubur ya, semua yang ada
ulang tetapi tidak sesuai disini adalah roh-roh nya”
dengan kenyataan.

68
C. Etiologi

Gangguan orientasi realitas menyebar dalam lima kategori utama fungsi


otak Menurut Kusumawati, (2010) yaitu :

1. Gangguan fungsi kognitif dan persepsi menyebabkan kemampuan menilai dan


menilik terganggu.

2. Gangguan fungsi emosi, motorik, dan sosial mengakibatkan kemampuan


berespons terganggu, tampak dari perilaku nonverbal (ekspresi dan gerakan
tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial).

3. Gangguan realitas umumnya ditemukan pada skizofrenia.

4. Gejala primer skizofrenia (bluer) : 4a + 2a yaitu gangguan asosiasi, efek,


ambivalen, autistik, serta gangguan atensi dan aktivitas.

5. Gejala sekunder: halusinasi, waham, dan gangguan daya ingat.

D. Rentang Respon

69
E. Tanda dan Gejala

Menurut Kusumawati, (2010) yaitu :

1. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)

Cara berfikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk, dan
pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial).

2. Fungsi persepsi

Depersonalisasi dan halusinasi.

3. Fungsi emosi

Afek tumpul kurang respons emosional, afek datar, afek tidak sesuai, reaksi
berlebihan, ambivalen.

4. Fungsi motorik.

Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotipik gerakan yang


diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas,
katatonia.

5. Fungsi sosial kesepian.

Isolasi sosial, menarik diri, dan harga diri rendah.

6. Dalam tatanan keperawatan jiwa respons neurobiologis yang sering muncul


adalah gangguan isi pikir: waham dan PSP: halusinasi.

Tanda dan Gejala Menurut Direja, (2011) pada klien dengan Waham yaitu
terbiasa menolak makan, tidak ada perhatian pada perawatan diri, Ekspresi wajah
sedih dan ketakutan, gerakan tidak terkontrol, mudah tersinggung, isi pembicaraan
tidak sesuai dengan kenyataan dan bukan kenyataan, menghindar dari orang lain,
mendominasi pembicaraan, berbicara kasar, menjalankan kegiatan keagamaan
secara berlebihan.

70
F. Mekanisme Koping

Menurut Direja (2011), Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi


diri sendiri dari pengalaman berhubungan dengan respon neurobioligi :

1. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk


menanggulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energi yang tertinggal
untuk aktivitas hidup sehari-hari

2. Projeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.

3. Menarik diri

G. Pohon Masalah

Resiko tinggi
Perilaku kekerasan mencedarai diri, orang Kerusakan Akiba
lain, dan lingkungan komunikasi verbal t

CP Gangguan proses
pikir : Waham

Gangguan konsep diri :


Harga diri rendah

Gangguan interaksi sosial:


Etiolo
Menarik diri
gi

H. Diagnosa Keperawatan Koping individu


inefektif
1. Gangguan proses pikir: Waham

2. Perilaku kekerasan

3. Gangguan interaksi sosial: menarik diri

4. Gangguan konsep diri: harga diri rendah

5. Resiko tinggi mencederai diri dan orang lain serta lingkungan

I. Rencana Tindakan Keperawatan

71
1. SP1
a. Pasien

1) Membantu orientasi realita

2) Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi

3) Membantu pasien memenuhi kebutuhannya

4) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

b. Keluarga

1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat


pasien

2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala waham dan jenis waham


yang dialami pasien beserta proses terjadinya
2. SP2
a. Pasien

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2) Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara


teratur

3) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

b. Keluarga

1) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan waham

2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien


waham

3. SP3
a. Pasien

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2) Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki

3) Melatih kemampuan yang dimiliki

72
b. Keluarga

1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk


minum obat

2) Mendiskusikan sumber rujukan yang bisa dijngkau keluarga

DAFTAR PUSTAKA

73
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2009. Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta: EGC.
Purba, dkk. 2008. Fundamentalis Of Psychiatric Nursing Edisi 5. St. Louis:
Elsevier
Gun. 2008. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press:
Surabaya.
Kusumawati. 2011. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara.
Direja. 2011. Kedokteran Jiwa. Jakarta. EGC
Anna, Budi. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta. EGC

74

Anda mungkin juga menyukai