a. Visi kepemimpinan
Keberadaan PMII tidak terlepas pada konteks dan proses kebangsaan (kerakyatan). Dalam
perjalanannya tren visi kepemimpinan ini juga akan disesuaikan dengan perubahan yang terjadi
baik di internal organisasi maupun di eksternal organisasi. Proses kesejarahan ini juga yang akan
mematangkan visi kepemimpinan. Karena disetiap kondisi baik makro maupun mikro dari bangsa
ini mau tidak mau PMII memberikan kontribusi untuk kepentingan bersama (rakyat). Pada posisi
inilah PMII sebagai bagian dari nation-state seyogyanya menata diri guna menunjukkan peran
kesejarahan dengan mengukuhkan kembali komitmen dan keberpihakan, penegakkan demokrasi
dan penguatan masyarakat civil society yang telah dipancangkan sebelumnya. Sementara para
pemimpin bangsa belum menunjukkan kenegarawannya hingga membawa bangsa ini keluar dari
krisis. Yang juga berarti tugas PMII belumlah usai.
Dengan demikian PMII sebagai komunitas mahasiswa harus mampu memposisikan diri sebagai
perekat bagi semua komponen kebangsaan yang ada, tanpa pretensi melebihkan suatu
kelompok dengan kelompok yang lainnya upaya yang dilakukan PMII untuk merangkul semua
pihak (kelompok) di masyarakat perlu mendapatkan perhatian yang lebih bermakna. Artinya
bahwa upaya tersebut diperluas spektrum dan jangkauannya di masyarakat. Komunikasi dialogis
seluruh komponen kebngsaan inilah bentuk penghargaan yang harus kita selamatkan pada
pluralitas kebangsaan. Dan disinilah ide besar kepemimpinan PMII akan diuji.
b. Basis ideologi
PMII sebagai organisasi pergerakan perlu adanya penguatan ideologi yang menjadi ruh
gerakan, kemudian juga agar gerakan yang dilakukan lebih bermakna. Penguatan dan pencarian
terus menerus sebagaimana yang menjadi watak PMII sebagai organisasi intelektual dan massa,
harus dilakukan sepanjang masa, sesuai dengan tuntutan zaman agar ideologi yang dibangun
tidak menghalangi gerakan PMII. Karena kita ketahui bahwa ada bermacam-macam sifat dari
ideologi baik itu yang bersifat merintangi, maupun yang membantu atau mengarahkan. Ideologi
bersifat merintangi karena ide yang dijadikan pedoman telah menjadi sistem yang menjadi
perilaku dan yang mempertahnkan tatanan yang ada. Sehingga ia menjadi kekuatan yang
mengendalikan daya pikir, tata bicara, dan tata tindak. Oleh karena itu mau tidak mau ideologi itu
menjadi sumber petaka dari sebuah organisasi. Kemudian ideologi sebagai pengarah gerakan
adalah untuk memaksakan perubahan agar mengikuti perubahan tertentu dari logika ideologi.
Bayanga masa depan yang dibangun sebuah ideologi akan mengarahkan jalannya gerakan
perubahan dalam masyarakat. Walau ideologi seperti ini akan menjadi pemikiran utopis yang
tidak sesuai dengan realitas yang terjadi dan cenderung meledakkan tatanan ikatan yang ada,
namun sangat efektif membangun kesadaran bersama.
Ideologi dilihat pada sasarannya sebagai suatu cara berfikir yang menjelaskan
kepentingan dan pandangan istimewa suatu kumpulan sosial tertentu. Ideologi selalu dipengaruhi
oleh sosio-ekonomi sesuatu masyarakat. Kemudian ideologi juga timbul karena kehendak nurani
manusia untuk membentuk peraturan intelektual di dalam masyarakat. Dalam suatu ideologi akan
diwarnai oleh hasil pemikiran mereka yang melahirkannya tentang realitas masyarakat dimasa
lalu dan tentang visi dimasa yang akan datang. Pengertian dan analisa mereka tentang nilai dasar
keadilan sosial, umpamanya, tentunya amat berkaitan dengan dengan suasana dan kondisi
masyarakat yang mungkin sekali sudah amat jauh berbeda. Oleh sebab itu, pengertian dan
analisa tentang keadilan sosial tidak sesuai, lagi dan mungkin tidak bersentuhan sama sekali
dengan realita yang baru. Penegrtian masyarakat tentang nilai-nilai dasar itu yang lambat laun
menjerumuskannya menjadi tidak bermakna sama sekali. Kalau maknanya sudah hilang
masyarakat tidak akan mempedulikannya lagi, bahkan akan memandang dan meperlakukannya
secara sisnis. Sehingga diperlukan keluesan atau fleksibilitas di dalam suatu ideologi untuk
membuka jalan pada generasi muda yang nantinya akan melahirkan interprestasi-interprestasi
baru yang akan digunakan sesuai dengan zamannya.
c. Kaderisasi
Dalam perspektif kaderisasi PMII mencoba manjadikan proses ini menjadi jawaban yang
nyata terhadap tujuan yang dingikan dengan terlebih dahulu memproduksi kader-kader yang
berkualitas tentunya. Hal ini sangat penting sebelum melakukan proses distribusi dan perebutan.
Mengingat kekuatan yang akan dibangun haruslah lebih besar dengan kekuatan lain (lawan) atau
minimal sebanding sebelum melakukan pendistribusian kader dan melakukan usaha perebutan.
Kuantitas belum cukup untuk melakukan usaha tadi, oleh karena itu mutlak diperlukan upaya
terus-menerus untuk memproduksi kader seraya melakukan perbaikan kualitas kader, baik
dibidang umum maupun bidang fakultatif. Banyak kader kemudian tidak respek terhadap
persoalan yang menjadi wilayah garapan organisasi, dengan membiarkan atau bahkan keluar
dari PMII. Ini menunjukkan bahwa sistem organisasi tersebut tidak berjalan dengan maksimal
sehingga mangalami kemandekan.
Citra diri Ulul Albab yang idealkan PMII kiranya akan sirna juga seiring dengan
melemahnya manajement organisasi tersebut. Individu-individu yang membentuk komunitas
dipersatukan oleh konstruksi ideal seorang manusia. Secara ideologis PMII merumuskannya
sebagai Ulul Albab yang diartikan sebagai seseorang yang haus akan ilmu pengetahuan, tetap
taat beribadah, dan terus melakukan upaya taransformasi-taransformasi di tengah-tengah
masyarakat. Ulul Albab itu yang dalam bahasa pergerakan sebagai kader pelopor (vanguardist),
asal usulnya berasal dari khasanah bahasa politik. Yang pertama kali diperkenalkan oleh Lenin
tahun 1980-an. Kader pelopor (vanguardist) menghendaki sosok kader yang berkesadaran
historis-primordial atas relasi Tuhan-Manusia-Alam, Berjiwa optimis transendental atas
kemampuan pribadi dalam mengatasi semua persoalan kehidupan, berpikir dealektis-struktural
dalam melihat berbagai peristiwa sosial kemasyarakatan, bersikap kritis proporsional
menghadapi berbagai perbedaan dan berperan di masyarakat yang transformatif kultural.