Anda di halaman 1dari 9

Jurnal

Manajemen Kesehatan Indonesia

Volume 01 No.02 Agustus 2013

Analisis Supervisi Fasilitatif Bidan Koordinator Puskesmas terhadap BPM


Terkait Pelayanan Kehamilan dan Persalinan di Kota Semarang

Analysis on Facilitative Supervision of Primary Healthcare Center Coordinator


Midwives to BPM ConcerningPregnancy and Delivery Services in Semarang
City
Dewi Laila Mahligai Putri*, Sri Achadi Nugraheni**, Atik Mawarni**
*
Alumni Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, **Staf Pengajar Program Magister Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro

ABSTRAK
Supervisi fasilitatif bidan koordinator (bikor) puskesmas terhadap bidan praktek mandiri (BPM)
merupakan pembinaan klinis dan manajemen yang dilakukan secara berkesinambungan serta
tepat sasaran. Pelaksanaan supervisi fasilitatif yang dilakukan selama ini belum optimal,
sehingga perlu upaya pengkajian lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pelaksanaan supervisi fasilitatif bidan koordinator puskesmas terhadap BPM terkait pelayanan
kehamilan dan persalinan di Kota Semarang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Analisis data menggunakan metode analisis isi (content analysis). Variabel dalam penelitian ini
meliputi aspek yang dibina (aspek klinis, non klinis, logistik dan manajemen), cara penilaian dan
langkah pelaksanaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa supervisi meliputi semua aspek yang
dibina. Belum semua bikor menggunakan daftar tilik asuhan persalinan. Supervisi aspek klinis
tidak dilakukan dengan pengamatan langsung. Langkah pelaksanaan pra supervisi : belum ada
pelatihan supervisi fasilitatif bagi bikor puskesmas dan buku acuan supervisi fasilitatif tidak
diberikan. Langkah pelaksanaan supervisi belum sesuai acuan, karena sifatnya inspeksi
mendadak. Disarankan kepada Dinas Kesehatan untuk mengadakan pelatihan supervisi fasilitatif
bagi semua bidan koordinator puskesmas. Bagi puskesmas membuat kesepakatan dengan BPM
terkait jadual supervisi fasilitatif.
Kata kunci : Bidan Koordinator, Supervisi Fasilitatif, Pelayanan Kehamilan Persalinan

ABSTRACT
Facilitative supervision of primary healthcare center (puskesmas) coordinator midwife (bikor) to
self-employed practice midwives (BPM) constituted an ongoing and on-target clinical and
managerial supervision. Current implementation of facilitative supervision was not optimum;
therefore, further study was required. Objective of this study was to analyze the implementation
of facilitative supervision of primary healthcare coordinator midwives to BPM concerning
pregnancy and delivery services in Semarang city. A qualitative approach was applied in this
study. Data were analyzed using content analysis method. Study variables were supervised
aspects (clinical, non-clinical, logistic, and managerial aspects), assessment method and
implementation stages. Results of the study showed that supervision had included all supervised
aspects. Not all bikor used delivery care list. Supervision on clinical aspect did not include direct
observation. Pre supervision implementation steps: facilitative supervision training for bikor of
the primary healthcare centers had not been done, reference book for facilitative supervision
had not been distributed. Steps of the implementation of supervision were not performed
according to the guidelines. This was caused by on the spot implementation of supervision.
89
Suggestion for District Health Office is to conduct facilitative supervision for all primary
healthcare centers coordinator midwives. Suggestion for primary healthcare center is to make
agreement with BPM concerning facilitative supervision schedule.
Key Words: Coordinator Midwives, Facilitative Supervision, Pregnancy and Delivery Services

PENDAHULUAN
Saat ini status kesehatan ibu di Indonesia pemberdayaan perempuan, keluarga dan
masih jauh dari harapan, ditandai dengan masyarakat dan 4) meningkatkan sistem
masih tingginya angka kematian ibu (AKI). surveilans, monitoring dan informasi
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan kesehatan serta pembiayaan kesehatan.
Indonesia (SDKI) tahun 2007 AKI di Salah satu upaya yang diperkuat adalah
Indonesia adalah 228/100.000 kelahiran hidup, meningkatkan kemampuan klinis dan
angka tersebut masih jauh dari target manajemen kepada tenaga kesehatan
Millennium Development Goals (MDGs) pada khususnya bidan sebagai ujung tombak
tahun 2015 yaitu 102 per 100.000 kelahiran pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan
hidup. Keluarga Berencana (KB) di masyarakat.
Di Provinsi Jawa Tengah jumlah Untuk itu diperlukan pembinaan melalui
kematian ibu pada tahun 2012 yaitu 116,34 per kegiatan penyeliaan (supervisi) fasilitatif
100.000 KH dengan 675 kasus dan pada secara berkesinambungan dan tepat sasaran
triwulan pertama (sampai Maret) tahun 2013 yang dilaksanakan oleh bidan koordinator
jumlah kematian ibu menunjukkan (Bikor) di Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
kecendrungan peningkatan yang mencapai 174 dan Bikor di Puskesmas.
kasus. Angka kematian ibu di Kota Semarang Dinas Kesehatan Kota Semarang sejak
pada tahun 2012 yaitu 80,06 per 100.000 KH tahun 2010 telah melaksanakan kegiatan
dengan 22 kasus kematian sedangkan sampai supervisi fasilitatif oleh Bikor puskesmas
dengan bulan Mei 2013 AKI menunjukkan terhadap BPM yang diawali dengan sosialisasi
kecendrungan peningkatan dengan jumlah dalam bentuk pemberian daftar tilik yang
kematian ibu sudah mencapai 15 kasus dan digunakan untuk penilaian dalam pelaksanaan
menduduki urutan pertama dari 35 supervisi fasilitatif terhadap BPM kepada 37
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Bikor puskesmas yang ada di wilayah Dinas
Penyebab utama tertinggi adalah Kesehatan. Pelaksanaan supervisi fasilitatif
perdarahan, eklamsia dan Infeksi. Tempat Bikor terhadap BPM sampai saat ini berlum
kejadian semua kasus di Rumah Sakit dengan berjalan dengan baik dan tidak
asal rujukan Rumah Bersalin (RB) 5 orang, berkesinambungan.
Rumah Sakit (RS) 3 orang, Bidan Praktek Studi pendahuluan dengan wawancara
Mandiri (BPM) 3 orang, Dokter Spesialis dua bidan koordinator puskesmas diperoleh
Obstetri dan Ginekologi (DSOG) 1 orang, informasi bahwa supervisi dilaksanakan dua
datang sendiri 2 orang dan Puskesmas 1 orang. kali setahun tergantung ada atau tidak dalam
Beberapa program percepatan penurunan perencanaan anggaran dana Bantuan
AKI telah dilaksanakan melalui strategi Operasional Kesehatan (BOK), sampai saat ini
Making Pregnancy Safer (MPS) yang untuk tahun 2013 supervisi belum
merupakan strategi sektor kesehatan yang dilaksanakan, Bikor puskesmas belum pernah
terfokus, yaitu; 1) meningkatkan cakupan dan mengikuti pelatihan supervisi fasilitatif.
kualitas pelayanan kesehatan, 2) membangun Supervisi fasilitatif adalah suatu proses
kemitraan yang efektif dengan lintas program pengarahan, bantuan dan pelatihan yang
dan lintas sektor serta mitra lain, 3)
90
mendorong peningkatan kinerja dalam kepala puskesmas, bidan praktek mandiri dan
pelayanan yang bermutu. kepala seksi kesehatan ibu.
Hasil yang diharapkan dari supervisi Variabel penelitian ini adalah aspek yang
fasilitatif adalah jaminan terhadap berjalannya dibina, cara penilaian dan pelaksanaan
perbaikan mutu. Klasifikasi kepada dua BPM supervisi fasilitatif. Pengumpulan data
yang di supervisi bahwa supervisi fasilitatif dilakukan dengan wawancara mendalam
masih dilakukan seperti supervisi-supervisi (indepth interview). Pengolahan dan analisis
sebelumnya tidak mendetail, waktunya singkat data dilakukan dengan menggunakan metode
dan hanya mengutamakan ada bukti supervisi content analysis.
dari BPM. Tujuan penelitian ini menganalisis
pelaksanaan supervisi fasilitatif bidan HASIL DAN PEMBAHASAN
koordinator puskesmas terhadap BPM terkait Karakteristik Informan Penelitian
pelayanan kehamilan dan persalinan di Kota Gambaran karakteristik dari informan
Semarang yang meliputi aspek yang dibina, utama dapat dilihat pada Tabel 1. Dapat
cara penilaian dan pelaksanaan supervisi diketahui bahwa pendidikan Bikor paling
fasilitatif. tinggi adalah Diploma IV Kebidanan dan
paling rendah adalah Diploma III Kebidanan.
METODE PENELITIAN Masa kerja informan bervariasi yaitu 2 orang
Jenis penelitian adalah kualitatif. Metode mempunyai masa kerja 14 tahun dan satu orang
sampling yang digunakan adalah purposive. mempunyai masa kerja 7 tahun. Sedangkan
Informan utama adalah bidan koordinator lama menjadi Bikor puskesmas juga bervariasi
puskesmas berjumlah 3 orang dan Informan yaitu paling lama 6 tahun dan 1 informan baru
triangulasi berjumlah 7 orang terdiri dari 2 tahun menjadi Bikor.
Tabel 1 Karakteristik Responden
Kode Masa Kerja
No Umur (Tahun) Pendidikan Masa Kerja
Informan Menjadi Bikor
1 IU 1 36 D-III Kebidanan 7 Thn 5 Thn
2 IU 2 39 D-IV Kebidanan 14 Thn 2 Thn
3 IU 3 40 D-III Kebidanan 14 Thn 6 Thn

Berdasarkan karakteristik diatas, daftar tilik yang diperoleh dari Dinas


diketahui bahwa masa kerja bidan koordinator Kesehatan Kota (DKK) meliputi sarana
sudah sesuai dengan syarat kualifikasi bidan prasarana, obat-obatan, pelayanan, pelatihan
koordinator puskesmas yaitu memiliki masa yang dikuti dan pendukung kegiatan pelayanan
kerja klinis profesi minimal 5 tahun. Tingkat misalnya administrasi. Salah satu contoh
pendidikan profesi bidan koordinator sesuai jawaban informan utama adalah sebagai
dengan Kepmenkes Nomor berikut pada Kotak 1.
369/Menkes/SK/III/2008 tentang standar
Profesi Bidan yaitu lulusan pendidikan Kotak 1
Diploma III kebidanan.
“.... Aspek yang dibina meliputi sarana
prasarana yaitu ketersediaan alat, siap pakai
Analisis Variabel Penelitian atau tidak kemudian dari segi pelayanannya
Aspek yang Dibina baik kehamilan, persalinan dan lainnya, obat-
Aspek yang dibina pada kegiatan obatan, pelatihan yang diikuti kemudian
pendukung-pendukung kegiatan pelayanan
supervisi fasilitatif diperoleh hasil bahwa misalnya administrasi..... Semua sesuai ceklist
semua informan utama menyatakan sesuai yang dari DKK...”..”(IU- 2,3)
91
Hal ini sudah sesuai dengan daftar tilik upaya peningkatan mutu menjadi lebih jelas
supervisi fasilitatif dari Depkes bahwa aspek dan terarah sehingga basis data yang
yang dibina dalam pelaksanaan supervisi dihasilkan dapat menggambarkan tingkat
fasilitatif meliputi aspek non klinis yang kepatuhan terhadap standar pelayanan dan
terdiri dari struktur fisik ruang yaitu luas merupakan ukuran kinerja yang jelas.
kamar, kebersihan, pencahayaan, ventilasi, Menurut Koentjoro bahwa salah satu
listrik dan tempat cuci tangan. Aspek logistik regulasi atau peraturan dalam upaya
terdiri dari perlengkapan dalam ruang, mengurangi variasi proses pelayanan
peralatan, bahan dan obat, aspek klinis terdiri kesehatan adalah dengan melakukan
dari prosedur klinis pelayanan, dan aspek standarisasi. Standar merupakan ukuran atau
manajemen program KIA terdiri dari pedoman yang ditetapkan dan disepakati
pencatatan pelaporan, pelatihan dan bersama dan merupakan tingkat kinerja yang
penyuluhan. diharapkan, standar adalah pedoman yang
Dalam hal ini semua informan utama harus digunakan sebagai petunjuk dalam
hanya memberikan jawaban secara garis menjalankan profesi dengan baik. SOP
besarnya saja. Berdasarkan hasil observasi merupakan tatacara atau tahapan yang
terkait dokumen daftar tilik supervisi fasilitatif dibakukan dan yang harus dilalui untuk
pelayanan kehamilan dan asuhan persalinan menyelesaikan suatu proses kerja tertentu.
yang digunakan oleh informan utama bahwa Berdasarkan hasil wawancara bahwa
semua aspek yang dibina meliputi aspek klinis bentuk pembinaan terkait hasil input maupun
non klinis, logistik dan manajemen program proses pada aspek klinis, non klinis, dan
KIA. Satu dari tiga informan utama tidak logistik diperoleh hasil semua informan utama
menggunakan daftar tilik supervisi fasilitatif menyatakan berupa arahan dan himbauan lisan
asuhan persalinan dengan alasan bahwa daftar untuk mengikuti standar dan yang sudah sesuai
tilik yang diberikan oleh DKK untuk standar diberi pujian supaya dapat
pelayanan ibu hanya pelayanan kehamilan, dipertahankan.
nifas dan KB. Sedangkan untuk pelayanan Belum ada upaya untuk melakukan
kehamilan semua informan utama praktek/peragaan ketrampilan-ketrampilan
menggunakan daftar tilik dalam pelaksanaan yang disupervisikan. Dalam aspek manajemen
supervisi fasilitatif. KIA dilakukan pembinaan terhadap pencatatan
Keberadaan standar dalam pelayanan pelaporan supaya lebih komunikatif sehingga
kesehatan akan memberikan manfaat antara mudah dipahami oleh supervisor maupun
lain akan mengurangi variasi proses, bidan yang disupervisi. Salah satu contoh hasil
merupakan persyaratan profesi, dan dasar wawancara pada Kotak 2 berikut ini.
untuk mengukur mutu. Dengan hasil tersebut
diatas bahwa supervisi fasilitatif yang Kotak 2
dilaksanakan Bikor puskesmas sudah
“Sesuai daftar tilik yang diberikan DKK saja.
menggunakan standar daftar tilik supervisi Karena itu yang jadi patokan standarnya...
fasilitatif hal ini sesuai dengan acuan kalau struktur fisik ruang seperti luas kamar,
supervisi fasilitatif yaitu implementasi kebersihan, pencahayaan, ventilasi, listrik dan
supervisi fasilitatif dimulai dengan tempat cuci tangan (wastafel). Perlengkapan
dalam ruang, manajemen program, dan sarana
mengembangkan daftar tilik sebagai ukuran penyuluhan kalau ada yang kurang atau belum
standar pelayanan KIA dan pembinaan harus sesuai standar diarahkan secara bertahap
dilakukan terhadap seluruh aspek klinis untuk dilengkapi. Sedangkan untuk peralatan,
program KIA dengan demikian membuat bahan dan obat diwajibkan untuk dapat
dipenuhi sesuai standar.” (IU-1)
92
“Yang sesuai standar kita beri penghargaan Pada pelaksanaan supervisi fasilitatif
berupa pujian supaya dapat dipertahankan seharusnya antara supervisor dan petugas yang
sedangkan yang belum sesuai standar kita
tunjukan daftar tilik yang standar supaya BPM
disupervisi dalam hal ini adalah BPM bertemu
bisa melengkapi kekurangannya” (IU-2) dan berdiskusi sehingga Bikor dan BPM
mempunyai pemahaman yang sama akan
tujuan pelaksanaan supervisi fasilitatif yang
Pencatatan dan pelaporan adalah akhirnya mendapatkan solusi dalam upaya
indikator keberhasilan suatu kegiatan. Tanpa peningkatan mutu pelayanan.
ada pencatatan dan pelaporan, maka kegiatan Dengan hasil tersebut diatas bahwa
atau program apapun yang dilaksanakan tidak supervisi fasilitatif yang dilaksanakan Bikor
akan terlihat wujudnya. Dari pencatatan dan puskesmas belum mengacu pada acuan
pelaporan akan menghasilkan data yang supervisi fasilitatif karena pembinaan aspek
berharga dan bernilai bila menggunakan klinis dilakukan tanpa adanya pasien dan tidak
metode yang tepat dan benar. bertemu dengan bidan pemilik BPM.
Terkait kendala aspek yang dibina dalam Supervisi fasilitatif yang dikembangkan
pelayanan kehamilan dan persalinan semua oleh Depkes RI merupakan suatu instrumen
informan utama menyatakan bahwa manajemen yang dapat mengoreksi dan
pembinaan aspek klinis secara langsung sulit mengendalikan proses secara obyektif sebagai
dilaksanakan dengan alasan pada saat turun upaya untuk perbaikan mutu pelayanan.
supervisi tidak ada pasien karena supervisi
disesuaikan dengan jam kerja puskesmas Cara Penilaian
sedangkan pelayanan BPM dilakukan pada Dalam pelaksanaan supervisi fasilitatif
sore hari dalam hal ini dua informan utama ada empat aspek yang dinilai yaitu aspek
menganggap bahwa hal tersebut tidak menjadi klinis, non klinis, logistik dan manajemen
kendala untuk melakukan pembinaan dan satu KIA. Untuk Aspek non klinis, logistik dan
informan utama menganggap hal tersebut manajemen KIA berdasarkan hasil wawancara
merupakan kendala khususnya untuk dengan informan utama diperoleh hasil bahwa
pembinaan klinis. Contoh hasil wawancara semua informan utama menyatakan
pada Kotak 3. penilaiannya dengan observasi langsung saat
turun supervisi dengan berpedoman pada
Kotak 3 daftar tilik yang diperoleh dari DKK kemudian
memberikan tanda rumput (√) pada kolom
” Kalau untuk ini nggak ada masalah walaupun
tidak ada pasien.......”. (IU-1) “ya” atau “tidak” sesuai dengan penilaian
“Paling pada pelayanan klinis karena jarang kondisi yang ada. Sedangkan untuk aspek
pas ada pelayanan waktu supervisi” (IU-2) klinis berdasarkan wawancara dengan bidan
dan pengamatan dokumen pencatatan. Salah
Hal senada juga disampaikan semua satu contoh petikan wawncara dengan
informan triangulasi BPM bahwa selama ini informan utama dapat dilihat pada Kotak 4.
tidak ada kendala walaupun tidak bertemu
langsung dengan bidan pemilik BPM tetapi Kotak 4
Bikor bisa tanya-tanya kepada bidan asisten
yang bekerja di BPM dikarenakan supervisi “Untuk aspek non klinis, aspek logistik dan
aspek manajemen dengan melihat langsung
dilaksanakan pada jam kerja puskesmas
pada saat supervisi kemudian memberikan
sementara pelayanan di BPM dilakukan pada tanda rumput (√) pada kolom “ya” atau
sore hari. “tidak” sesuai dengan penilaian kondisi yang
ada sedangkan aspek klinis kalau pas ada
93
pasien melihat langsung karena kita kesana acuan supervisi fasilitatif, belum ada pelatihan
pagi sesuai jam dinas sementara BPM supervisi fasilitatif bagi bikor puskesmas.
pelayanannya sore karena bidannya bekerja di
RS baik negeri maupun swasta kecuali yang
Seperti petikan wawancara dengan
bidannya sudah pensiun itupun kalau pagi informan utama pada Kotak 5 berikut ini.
pasiennya jarang, paling ta tanya-tanya
asistennya sudah sesuai SOP atau nggak” (IU- Kotak 5
1)
” Paling persiapan yang akan dibawa seperti
Hasil tersebut didukung oleh semua daftar tilik sama surat tugas”(IU-1)
informan triangulasi BPM yang menyatakan
“Pelatihan khusus supervisi fasilitatif belum
cara penilaian aspek non klinis, logistik dan pernah dikuti selama ini yang pernah dikuti
manajemen program KIA dengan observasi hanya pelatihan-pelatihan lain......”(IU-3)
langsung. Sedangkan aspek klinis dengan
wawancara dan pengamatan dokumen Pernyataan informan utama didukung
pencatatan karena BPM pelayanannya sore oleh informan triangulasi kepala puskemas dan
sementara supervisi Bikor puskesmas Kasie Ibu yang menyatakan tidak ada
dilaksanakan pagi atau siang dan sifatnya persiapan khusus bikor hanya membawa surat
inspeksi mendadak. tugas dan daftar tilik sebagai sarana prasarana
Untuk supervisi ketrampilan klinis yang digunakan untuk supervisi fasilitatif. Hal
seharusnya Bikor atau supervisor melakukan senada juga disampaikan oleh informan
pengamatan langsung bidan yang di supervisi triangulasi BPM yang menyatakan tidak ada
pada saat melaksanakan pelayanan KIA persiapan menghadapi supervisi dengan alasan
sehingga supervisor tahu tingkat kepatuhan karena petugas supervisi datangnya sidak.
bidan yang disupervisi. Supervisi adalah Sebelum pelaksanaan supervisi Bikor
melakukan pengamatan secara langsung dan seharusnya mempunyai pemahaman dan
berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang ketrampilan memberikan supervisi fasilitatif
dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian dan menguasai dengan benar pengisian daftar
apabila ditemukan masalah segera diberi tilik supervisi dengan cara mengikuti pelatihan
petunjuk guna mengatasinya. supervisi fasilitatif atau belajar sendiri melalui
Hasil observasi daftar tilik penilaian buku acuan supervisi fasilitatif yang di
aspek klinis pelayanan kehamilan dan terbitkan oleh Depkes RI.
persalinan diperoleh hasil bahwa semua Dengan demikian pelaksanaan supervisi
informan utama menunjukkan nilai aktualnya fasilitatif oleh bikor puskesmas belum
sama dengan nilai harapan artinya BPM sudah mengacu pada acuan supervisi fasilitatif yang
melakukan semua prosedur klinis sesuai dikarenakan belum adanya pelatihan maupun
dengan standar, kecuali 1 Bikor yang tidak buku acuan sebagai pedoman Bikor dalam
menggunakan daftar tilik asuhan persalinan. melaksanakan supervisi fasilitatif. Menurut
Sugiyana dalam Siti Maryam, sosialisasi
Pelaksanaan Pra Supervisi Fasilitatif merupakan aktivitas komunikasi yang
Pada pra supervisi semua informan bertujuan untuk menciptakan perubahan
utama menyatakan bahwa persiapan untuk pengetahuan, sikap mental, dan prilaku
pelaksanaan supervisi fasilitatif yaitu surat khalayak sasaran terhadap ide pembaharuan
tugas dan daftar tilik yang diperoleh dari DKK yang ditawarkan. Namun untuk meningkatkan
sebagai bentuk sosialisasi pada awal akan pengetahuan, sikap dan perilaku maka
dilaksanakan supervisi fasilitatif bikor diperlukan peningkatan sosialisasi.
puskesmas kepada BPM tanpa disertai buku
94
Pelaksanaan Supervisi Fasilitatif dan Kasie Ibu bahwa upaya untuk peningkatan
Berdasarkan hasil wawancara terkait mutu pelayanan dengan berupa himbauan
pelaksanaan supervisi fasilitatif diperoleh hasil kepada BPM untuk meningkatkan kompetensi
bahwa dua informan utama tidak melakukan bidan yang bekerja di BPM tersebut dan
orientasi, kajian mandiri dan verifikasi melalui pembinaan di puskesmas maupun di
terhadap BPM dalam pelaksanaan supervisi DKK.
fasilitatif karena pelaksanaan supervisi Berdasarkan acuan supervisi fasilitatif
sifatnya sidak, hanya satu informan utama dari Depkes bahwa pelaksanaan supervisi
menyatakan melakukan orientasi, kajian fasilitatif diawali dengan orientasi merupakan
mandiri dan verifikasi. Seperti petikan pemahaman konsep, metode, pelaksanaan dan
wawancara pada Kotak 6 : penjelasan daftar tilik kemudian kajian
mandiri yang dilakukan oleh BPM selanjutnya
Kotak 6 verifikasi yang dilakukan bikor terhadap BPM
dengan menggunakan daftar tilik yang telah
“Nggak ada orientasi kita kesana nggak
pernah kasih tau karena kita sendiri ga tau
diisi terlebih dahulu.
kapan punya waktu kalau ada waktu luang Pertemuan bulanan membicarakan hasil
baru kita ke BPM.” (IU-1) verifikasi baik tingkat kepatuhan terhadap
standar maupun item-item yang tidak
Pernyataan diatas didukung oleh mematuhi standar. Terakhir peningkatan mutu
informan triangulasi BPM bahwa dua diantara layanan berdasarkan temuan dari hasil
tiga BPM menyatakan tidak ada orientasi, penilaian daftar tilik dengan membuat
kajian mandiri dan verifikasi karena supervisi perencanaan peningkatan mutu layanan.
yang dilaksanakan puskesmas maupun DKK Berdasarkan hasil wawancara terkait frekwensi
sifatnya sidak. Informan triangulasi kepala kegiatan supervisi fasilitatif diperoleh hasil
puskesmas dan Kasie Ibu menyatakan sama semua informan utama menyatakan rata-rata 2
tidak ada orientasi, kajian mandiri dan kali setahun dengan sumber dana BOK.
verifikasi dalam pelaksanaan supervisi Seperti petikan wawancara pada Kotak 8
fasilitatif oleh bikor puskesmas. berikut ini.
Terkait upaya peningkatan mutu layanan
BPM diperoleh hasil bahwa semua informan Kotak 8
utama menyatakan berupa himbauan untuk
melengkapi peralatan dan pelayanan sesuai ” 2 kali setahun rutin sejak tahun 2011 dan
2012.., sumber dananya dari BOK kalo
standar dan pembinaan melalui pertemuan sekarang belum karena nggak direncanakan di
bersama di puskesmas. Seperti petikan BOK yang diutamakan tujuan MDGs...” (IU-1)
wawancara Kotak 7.
Pernyataan diatas didukung oleh
Kotak 7 informan triangulasi DKK yang menyatakan
bahwa pelaksnaan supervisi fasilitatif yaitu 2
“Yah... kalau untuk BPM nggak ada mbak
paling seperti tadi suruh lengkapi yang blm
kali setahun dengan sumber dana dari BOK.
ada”(IU-1) Pernyataan yang berbeda-beda dari informan
triangulasi BPM dan kepala puskesmas yaitu
“Biasanya pembinaan bersama pada saat diperoleh hasil yang bervariasi yaitu 1 kali
pertemuan BPM di puskesmas”(IU-2)
sebulan, 3 bulan sekali dan 2 kali setahun.
Supervisi harus dilakukan dengan
Pernyataan diatas didukung oleh semua
frekwensi yang berkala. Supervisi yang
informan triangulasi BPM, kepala puskesmas
95
dilakukan hanya sekali bisa dikatakan bukan kepada kepala puskesmas sehingga kegiatan
supervisi yang baik, karena tersebut kurang dianggap prioritas jadi tidak
organisasi/lingkungan selalu berkembang. dimasukan ke rencana kegiatan dana BOK.
Oleh sebab itu agar organisasi selalu dapat Analisis Kesesuaian Pelaksanaan
mengikuti berbagai perkembangan dan Supervisi Fasilitatif Bidan Kordinator
perubahan, perlu dilakukan berbagai Terhadap BPM dengan Acuan Supervisi
penyesuaian. Fasilitaif Bidan Koordinator Puskesmas dari
Supervisi dapat membantu penyesuaian Depkes RI bahwa pelaksanaan supervisi
tersebut yaitu melalui peningkatan fasilitatif sebagian besar masih seperti
pengetahuan dan keterampilan bawahan. Salah supervisi tradisional yaitu belum semua bikor
satu ciri superfisi fasilitatif yaitu upaya melakukan orientasi dan memberi kesempatan
berkesinambungan melalui siklus perbaikan untuk kajian mandiri kepada BPM sehingga
mutu pelayanan yang terarah, terukur dan tidak ada kegiatan verifikasi menggunakan
sistematis.Terkait dengan pelaksanaan daftar tilik yang sama sementara aspek yang
supervisi fasilitatif semua informan utama dibina sesuai dengan daftar tilik yang
menyatakan bahwa pada saat pelaksanaan digunakan untuk supervisi fasilitatif.
supervisi tidak bertemu dengan bidan pemilik Cara penilaian untuk aspek klinis tidak
BPM yang ada hanya asistennya. melihat langsung tapi dengan wawancara dan
Tetapi terkait hal tersebut dua informan pengamatan dokumen pencatatan.
utama menyatakan bahwa tidak ada kendala
dan satu informan utama menyatakan bahwa SIMPULAN
yang menjadi kendala adalah waktu karena Untuk aspek yang dibina dalam supervisi
banyaknya pekerjaan di Puskesmas. fasilitatif semua informan utama melakukan
Seperti petikan wawancara pada Kotak 9. pembinaan pada semua aspek yang meliputi
aspek klinis, non klinis, logistik dan
Kotak 9 manajemen KIA. Bentuk pembinaannya
berupa himbauan lisan untuk aspek klinis, non
Tidak ada ya.. paling ya itu mbak kita tidak
ketemu bidannya yang sering dengan
klinis dan logistik.
asistennya”(IU-1) Dalam aspek manajemen KIA dilakukan
“Dari kita kendalanya waktu soalnya kerjaan pembinaan terhadap pencatatan pelaporan.,
di puskesmas banyak sekali baik di dalam hasil observasi dokumen 1 diantara 3 bikor
maupun diluar gedung dan kita bisanya pada
jam dinas sementara BPM pelayanannya
tidak menggunakan daftar tilik asuhan
sore”(IU-2) persalinan dalam penilaian supervisi fasilitatif.
“Kayaknya nggak ada, biasanya BPM minta Cara penilaian aspek non klinis, logistik dan
lembar balik atau apa yang nggak ada kalau manajemen semua informan utama dengan
memang ada di puskesmas kita berikan”.(IU 3)
observasi langsung dan wawancara.
Aspek klinis dengan wawancara dan
Sedangkan hasil wawancara dengan
pengamatan dokumen pencatatan, tanpa pasien
semua informan triangulasi kepala puskesmas
karena waktu supervisi menyesuaikan jam
dan BMP memberikan pernyataan yang sama
kerja bikor pada pagi hari sedangkan
bahwa tidak ada kendala terkait pelaksanaan
pelayanan di BPM dilaksanakan pada sore
supervisi fasilitatif. Pernyataan berbeda dari
hari. Proses berupa himbauan lisan untuk
informan triangulasi DKK menyatakan bahwa
mengikuti standar dan yang sudah sesuai
yang menjadi kendala adalah dana dan
standar diberi pujian supaya dapat
ketidakmampuan bikor menjelaskan
dipertahankan. Hasil observasi dokumen aspek
pentingnya pelaksanaan supervisi fasilitatif
96
klinis menunjukkan nilai aktualnya sama 4. Dinkes Jateng. Buku Saku Kesehatan
dengan nilai harapan artinya BPM sudah Tahun 2012. Semarang: Dinas Kesehatan
melakukan semua prosedur klinis sesuai Propinsi Jateng, 2012.
dengan standar, kecuali 1 bikor yang tidak 5. Dinkes Kota Semarang. Laporan
menggunakan daftar tilik asuhan persalinan. Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan
Pelaksanaan pra supervisi fasilitatif tidak Ibu dan Anak (PWS-KIA) Seksi Kesehatan
ada persiapan khusus hanya surat tugas dan Ibu, Bidang Kesehatan Keluarga. Kota
daftar tilik. Bikor maupun BPM belum pernah Semarang: DinKes Kota Semarang, 2012.
mengikuti pelatihan atau sosialisasi khusus 6. Dinkes Kota Semarang. Profil Kesehatan.
tentang supervisi fasilitatif bikor hanya Kota Semarang: DinKes Kota Semarang,
diberikan daftar tilik oleh DKK sebagai 2012.
pedoman penilaian saat supervisi tanpa disertai 7. DinKes Kota Semarang. Laporan
buku acuan supervisi fasilitatif. Sedangkan Kematian Ibu Seksi Kesehatan Ibu,
pelaksanaan supervisi fasilitatif, orientasi Bidang Kesehatan Keluarga. Kota
tentang daftar tilik kepada BPM belum Semarang: DinKes Kota Semarang, 2013.
dilakukan oleh semua bikor. 8. Depkes RI. Penyeliaan Fasilitatif
Hal ini mengakibatkan langkah-langkah Program Ibu dan Anak . Jakarta: Depkes
supervisi fasilitatif selanjutnya yaitu kajian RI, 2008.
mandiri oleh BPM dan verifikasi bikor 9. Depkes RI. Pedoman bidan Koordinator.
bersama BPM tidak dilakukan sehingga tindak Jakarta: Depkes RI, 2008.
lanjut supervisi hanya berdasarkan penilain 10. Azwar A. Pengantar Administrasi. PT.
bikor. Supervisi sifatnya sidak dan tidak ada Binarupa Aksara, Jakarta,1996
kesepakatan bersama BPM terkait jadual 11. Kuntjoro T. Regulasi Kesehatan di
pelaksanaannya karena supervisi dilaksanakan Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset, 2007
pada jam kerja puskesmas. Frekuensi 12. Atmoko T. Standar Operasional Prosedur
pelaksanaan supervisi yaitu 2 kali setahun. (SOP) dan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA 13. Sastrohadiwiryo SB. Manajemen Tenaga
1. DepKes RI. Pedoman Pemantauan Kerja Indonesia; Pendekatan Administrasi
Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan dan Operasional. Jakarta: Bukit Aksara,
Anak (PWS-KIA) Jakarta: DepKes RI, 2002
2010. 14. Azwar A. Pengantar Administrasi
2. KemenKes RI. Pedoman Pelaksanaan Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara,
Audit Maternal, Perinatal dan Neonatal 2000.
(AMP) Jakarta: KemenKes RI, 2010. 15. Dadang S. Supervisi profesional.
3. DinKes Jateng. Profil Kesehatan. Jawa Bandung: Alfabeta, 2008
Tengah: Dinas Kesehatan Propinsi Jateng,
2012

97

Anda mungkin juga menyukai