Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Orang-orang Arab pada zaman jahiliyah telah mengenal ibadah haji ini yang
mereka warisi dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan perubahan
disana-sini. Akan tetapi, bentuk umum pelaksanaannya masih tetap ada,
seperti thawaf, sa'i, wukuf, dan melontar jumrah. Hanya saja pelaksanaannya
banyak yang tidak sesuai lagi dengan syariat yang sebenarnya. Untuk itu,
Islam datang dan memperbaiki segi-segi yang salah dan tetap menjalankan
apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk syara' (syariat), sebagaimana yang
diatur dalam al-Qur'an dan sunnah rasul. Latar belakang ibadah haji ini juga
didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh nabi-nabi dalam
agama Islam, terutama nabi Ibrahim (nabinya agama Tauhid). Ritual thawaf
didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh umat-umat sebelum
nabi Ibarahim. Ritual sa'i, yakni berlari antara bukit Shafa dan Marwah
(daerah agak tinggi di sekitar Ka'bah yang sudah menjadi satu kesatuan
Masjid Al Haram, Makkah), juga didasarkan untuk mengenang ritual istri
kedua nabi Ibrahim ketika mencari susu untuk anaknya nabi Ismail.
Sementara wukuf di Arafah adalah ritual untuk mengenang tempat
bertemunya nabi Adam dan Siti Hawa di muka bumi, yaitu asal mula dari
kelahiran seluruh umat manusia.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka penulis dapat
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana cara pelaksanaan ibadah haji?
2. Apa saja larangan dalam melaksanakan ibadah haji ?
3. Apa saja dam(denda) ketika melanggar aturan ibadah haji ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan ibadah haji yang benar
2. Untuk mengetahui larangan dalam melaksanakan ibadah haji
3. Untuk mengetahui jenis dam(denda)

2
PEMBAHASAN

A. Tata Cara Ibadah Haji


1. Ihram
Melaksanakan ihram yang dilakukan sebagai awal haji sambil
mengenakan pakaian ihram setelah didahului dengan mandi dan
berwudhu. Sambil mengucapkan niat untuk memenuhi panggilan Allah,
perjalanan menuju arafah dilaksanakan dengan bacaan talbiyah, yaitu :

Labbaik Allahumma Labbaik, Labbaikala Syarika Laka Labbaik,


Innalhamda Wa Ni’mata Laka Walmulk Laa Syarika Laka.
Artinya ; “Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang
memenuhi panggilan-Mu tidak ada sekutu bagi-Mu, aku dating
memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan
segenap kekuasaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu.”
2. Wukuf di Arafah
Melaksanakan Wukuf pada tanggal 9 Dzulhijjah di Padang Arafah.
Rukun ini dilakukan dari sejak terbenamnya matahari hingga terbitnya
fajar pada pagi hari saat pelaksanaan penyembelihan hewan kurban.
Pelaksanaan wukuf meliputi shalat, dzikir, membaca Al-Qur’an, serta
berdoa.
Sabda Rasulullah Saw,; ‫َعن عبد ا لرحمن بن يعم ان نا سا من ا هل نجد ا تو ا رسو ل‬
‫ا للله صلي ا هلل عليه وسلم و هو وا قف بعر فة فسأ لو ه فا مر منا د يا ينا د ى الحج عر فة من‬
‫ ر و ا ه ا لخمسة‬. ‫جا ء ليلة خمع قبل طلو ع ا لفجر فقد ا د ر ك‬

3
3. Mabit di Muzdalifah
Melaksanakan mabit atau bermalam di Muzdalifah, dari tengah malam
hingga terbitnya fajar. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan meliputi
mengumpulkan batu kerikil sebanyak 7 butir, berdzikir, membaca Al-
Qur’an, berdoa, dan melaksanakan shalat Subuh sebelum melanjutkan
perjalanan ke Mina. Di tempat ini terdapat monumen suci yang dinamakan
masy’ar al haram dimana jamaah haji dapat berdzikir dan memanjatkan
doa.
4. Mabit dan Melempar Jumroh di Mina
Pekerjaan yang dilakukan ketika berada di Mina intinya ada dua, yaitu:
1. Mabit, tanggal 11-12-13 dzulhijjah
2. Melempar jumroh
 Jumroh ‘aqobah pada tanggal 10 dzulhijjah, awal waktunya setelah
lewat tengah malam tanggal 10(malam idul adha), utamanya dilakukan
antara terbit matahari sampai tergelincir.
 Jumroh uula(kubro), jumroh wustho, dan jumroh ‘aqobah pada tanggal
11-12-13 dzulhijjah dan dilakukan secara berurutan, awal waktunya
setelah tergelincir matahari (setiap hari melakukan lemparan jumroh).
Setiap satu kali melempar jumroh adalah 7 kali lemparan dengan 7 buah
batu (kerikil), dan tidak boleh disatukan sekaligus.
Batu-batu yang sudah dipakai melempar, tidak digunakan untuk
lemparan berikutnya.
Pekerjaan lain yang dilakukan di Mina yaitu:
 Memotong hewan kurban dan hewan untuk dam
 Bercukur sebagai tanda tahallul (tahallul awal).

َ َ‫سلَّ َم يَ ْر ِمي ا ْل َج ْم َر ة‬
‫علَى َر ا ِحلَتِ ِه يَ ْو َم ا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ع َْن جا َ بِ ٍر َر اَ يْتُ ا لنَّبِ َّى‬
َ ‫ص َّل ا هلل‬
ِّ ‫س َك ُك ْم فَ ِا‬
ْ ّ‫نى الَ ا َ د ِْر ْى لَعَل‬
‫شى الَ ا َ ُح ُّج بَ ْع َد َح َّجتِ ْى‬ َ ‫لنَّحْ ِر َو يَقُ ْو ُل ِلتا ْ ُخذُ ْو ا‬
ِ َ ‫ع ِنّى َمنا‬
‫هذَا‬

4
5. Thowaf
Thowaf artinya berkeliling. Maksudnya adalah mengelilingi ka’bah
dengan syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat thowaf:
1. Bersih dari hadats besar dan hadats kecil dan dari najis
2. Menutup aurat
3. Thowaf dimulai dari hajar aswad(batu hitam di salah satu sudut
ka’bah)
4. Pundak harus lurus sejajar dengan hajar aswad pada awal dan akhir
thowaf
5. Ka’bah selamanya berada disebelah kiri jadi berkelilingnya ke arah
kiri
6. Thowaf dilakukan di luar ka’bah syadzarwan(bagian dasar ka’bah)
serta di luar hijir ismail
7. Thowaf sebanyak 7 keliling. Artinya setiap satu kali thowaf adalah
7 keliling
8. Langkah dalam thowaf hendaklah murni berupa langkah tidak ada
langkah dengan tujuan lain.
Macam-macam thowaf:
1. Thowaf ifadloh (T. Rukun haji)
2. Thowaf rukun Umroh
3. Thowaf Wada’ (menurut pendapat yang menyatakan sunat)
4. Thowaf sunat
5. Thowaf qudum (thowaf selamat datang)
6. Thowaf Nadzar (thowaf yang di janjikan)
Setiap memasuki Masjidil Harom disunatkan melakukan thowaf
sebagai pengganti sholat tahiyyatul masjid.

5
6. Sa’i
Sa’i artinya berjalan. Maksudnya adalah berjalan antara bukit shofa dan
marwah.
Syarat-syarat sa’i:
1. Dimulai dari shofa dan berakhir di marwah
2. Sa’i dilakukan 7 jalan dengan hitungan yang jelas
3. Sa’i harus dilakukan dengan thowaf
4. Sahnya sa’i tergantung kepada sahnya thowaf
Sa’i umroh di lakukan setelah thowaf umroh dan sa’i haji bisa setelah
thowaf ifadloh atau thowaf qudum.
Orang yang sa’inya menggunakan kursi roda dan sejenisnya, maka
rodanya harus menyentuh anak tangga terbawah bukit shofa, sedangkan
di marwah cukup memasuki bangunannya saja.
Sa’i selalu didahului dengan thowaf, namun tidak berarti setelah thowaf
harus sa’i.
Sunnah-sunnah sa’i
1. Bersih dari hadats dan najis
2. Menutup aurat
3. Naik ke bukit shofa dan marwah sehingga ka’bah bisa terlihat dari
atasnya
4. Berlari-lari kecil (jigrig) diantara dua pal hijau bagi laki-laki yang
mampu
5. Berturut-turut pada setiap jalanan sa’i antara ketujuh jalanan sa’i dan
antara thowaf dan sa’i.
7. Bercukur
Bercukur, yaitu menghilangkan 3 lembar rambut kepala. Caranya bisa
dengan memotong, menggunting, mencabut, memakai obat dan
sebagainya. Ketika bercukur disunatkan.
1. Menghadap qiblat
2. Bedo’a dan membaca dzikir sebelumnya
3. Membaca takbir sebelum dan sesudahnya

6
8. Tartib
Tartib artinya tersusun. Maksudnya, tersusunnya pelaksanaan rukun-
rukun haji sesuai dengan urutan dan aturannya.
Tartib dalam haji ialah
1. Mendahulukan ihrom dan wuquf dari seluruh pekerjaan haji
2. Mendahulukan thowaf dari sa’i.
Dalam pelaksanaannya, masing-masing antata rukun dan wajib haji
tidak diatur harus diselesaikan/didahulukan salah satunya baru
kemudian yang satunya lagi. Tetapi diantara keduanya dijadikan satuan
pekerjaan yang utuh.
9. Tahallul
Tahallul artinya menjadi halal, maksudnya dari semua yang
diharamkan. Dari semua rangkaian kewajiban haji, ada tiga pekerjaan
yang disebut utama. Yaitu melontar jumroh aqobah tanggal 10,
bercukur, dan thowaf ifadloh. Dari mengerjakan ketiga hal tersebut
akan di dapat dua macam/tahapan tahallul.
1. Tahallul awal (pertama), ialah apabila sudah mengerjakan dua hari
yang tiga diatas. Dan setelah tahallul ini, semua larangan ihrom
menjadi halal kecuali jima’ (bersetubuh), muqoddimahnya dan
nikah.
2. Tahallul tsani (kedua), ialah bila sudah menyelesikan ketiga-tiganya.
Dan tahallul ini menghalalkan jima’.
Melaksanakan tahallul atau melepaskan pakaian ihrom sebagai tanda
telah selesainya pelaksanaan amalan haji yang dilakukan dengan
memotong atau mencukur rambut. Setelah itu jamaah dapat memakai
pakaian biasa untuk menuntaskan amalan lainnya. Diantaranya pergi ke
Masjidil Haram di Mekkah untuk melaksanakan thawaf ifadloh atau
mengelilingi ka’bah. Disini disunnahkan mencium Hajar Aswad, batu
hitam yang terdapat di Ka’bah, melaksanakan shalat sunah 2 rakaat di
samping makam Nabi Ibrahim, shalat sunah 2 rakaat di Hijr Ismail,
serta berdoa di Multazam. Setelah itu melaksanakan sa’i atau lari-lari

7
kecil dari Bukit Shafa menuju Bukit Marwa dan diakhiri dengan
tahallul kedua berupa memotong atau mencukur rambut.

B. Beberapa Larangan Ketika Ihram


Hal-hal yang tidak boleh dikerjakan oleh orang yang sedang dalam
ihram haji atau umrah ada yang terlarang hanya laki-laki saja, ada yang
terlarang bagi perempuan saja, dan pula terlarang bagi keduanya (laki-
laki dan perempuan).
1. Yang Dilarang Bagi Laki-Laki
a. Dilarang memakai pakaian yang berjahit, baik jahitan biasa atau
bersulaman, atau diikatkan kedua ujungnya. Yang dimaksud adalah
tidak boleh memakai pakaian yang melingkungi badan (seperti kain
sarung). Yang diperbolehkan ialah kain panjang, kain basahan / handuk.
Boleh juga memakai kain tersebut kalau karena keadaan yang
mendesak, seperti sangat dingin, atau panas, tetapi ia wajib membayar
denda (dam). Ibnu ‘Umar berkata :
‫ب‬
ِ ‫ن الثِ َِّيا‬
َ ‫م ِم‬
ُ ‫ْم ْح ِر‬
ُ ‫س ال‬ َ ‫ل ال َّل ِه صلى هللا عليه وسلم‬
ُ ‫ما َيل َْب‬ َ ‫سو‬ َ َ‫سأ‬
ُ ‫ل َر‬ َ ،ً‫أَ َّن َر ُجلا‬
َ‫م َولا‬
َ ِ‫مائ‬
َ ‫ْع‬
َ ‫ص َولاَ ال‬
َ ‫م‬ ُ ‫ول ال َّل ِه صلى هللا عليه وسلم ” لاَ َتل َْب‬
ُ ‫سوا ال ُْق‬ ُ ‫س‬ُ ‫ل َر‬
َ ‫َف َقا‬
‫س ال ُْخ َّف ْي ِن‬ِ ‫اف إِلاَّ أَ َح ٌد لاَ َي ِج ُد ال َّن ْعل َْي ِن َفل َْيل َْب‬
َ ‫س َولاَ ال ِْخ َف‬
َ ِ‫ت َولاَ ال َْب َران‬
ِ َ‫او يلا‬
ِ ‫س َر‬
َّ ‫ال‬
‫ان‬
ُ ‫س ُه الز َّْع َف َر‬
َّ ‫م‬
َ ‫ش ْي ًئا‬
َ ‫ب‬
ِ ‫ن الثِ َِّيا‬
َ ‫سوا ِم‬
ُ ‫ن ا ْلك َْع َب ْي ِن َولاَ َتل َْب‬
َ ‫ل ِم‬ ْ َ‫ما أ‬
َ ‫س َف‬ َ ‫َول َْي ْق َط ْع ُه‬
‫س‬
ُ ‫َولاَ ال َْو ْر‬
Artinya; “Ada seorang bertanya kepada Rasūlullāh, “Wahai Rasūlullāh,
pakaian apa yang boleh dipakai oleh seorang yang sedang ihram?”.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang uyang ihram
tidak boleh memakai baju Jubah, surban, celana panjang, baranis
(pakaian yang diletakan dibagian pundak dan ada tutup kepalanya) dan
tidak boleh pakai khuf (sepatu) kecuali seseorang yang tidak
mempunyai sandal, kalau tidak punya sandal maka dia boleh memakai
sepatu dengan syarat sepatu tersebut dipotong sampai di bawah mata

8
kaki. Tidak boleh memakai baju yang tercampur dengan minyak wangi
za’faran dan wars.” (HR Bukhāri no 1842 dan Muslim no 1177)

b. Dilarang menutup kepala, kecuali karena suatu keperluan, maka


diperbolehkan, tetapi ia wajib membayar denda (dam). Maka kadaannya
dibangkitkan seperti sewaktu membaca talbiyah itu menunjukkan
bahwa dilarang menutup kepala itu karena ihram.
2. Yang Dilarang Bagi Perempuan
Dilarang menutup muka dan dua telapak tangan, kecuali apabila keadaan
mendesak, maka ia boleh menutup muka dan dua telapak tangnnya , tetapi
diwajibkan membayar fidyah.

3. Yang Dilarang Bagi Keduanya (Laki-Laki Dan Perempuan)


a) Dilarang memakai wangi-wangian, baik pada badan maupun pada
pakaian. Adapun ketinggalan bau wangi-wangian yang dipakai sebelum
ihram hingga masih tetap tinggal sesudahnya , tidak berdosa, bahkan
Rasulullah SAW, apabila hendak ihram, biasanya beliau memakai
wangi-wangian lebih dahulu.
b) Dilarang menghilangkan rambut/bulu badan yang lain, begitu juga
berminyak rambut. Allah berfirman :

‫م‬ْ ‫ان ِم ْن ُك‬


َ َ‫م ْن ك‬َ ‫محِ َّل ُه َف‬
َ ‫ي‬ُ ‫م َحتَّى يَبْ ُل َغ ا ْل َه ْد‬
ْ ‫وس ُك‬
َ ‫َولَا َت ْحل ُِقوا ُر ُء‬
‫ك‬ ُ ‫ص َد َقةٍ أَ ْو ُن‬
ٍ ‫س‬ َ
َ ‫صيَامٍ أ ْو‬ ِ ‫ِديَ ٌة ِم ْن‬ ْ ‫يضا أَ ْو ِبهِ أَ ًذى ِم ْن َرأْسِ هِ َفف‬
ً ‫م ِر‬ َ
“Janganlah kalian mencukur rambut-rambut kalian sampai hewan
hadyu tiba pada tempatnya, barang siapa diantara kalian ada yang sakit
atau gangguan dikepalanya (lalu dia bercukur) maka wajib baginya
membayar fidyah, yaitu puasa 3 (tiga) hari atau sedekah (memberi
makan kepada 6 orang fakir miskin) atau nusuk (menyembelih
kambing).” (QS Al-Baqoroh : 196)
c) Dilarang memotong kuku. Keterangannya dikiaskan pada larangan
menghilangkan rambut. Menghilangkan tiga helai rambut atau tiga
kuku, mewajibkan fidiyah yang cukup dengan syarat pada tempat dan

9
masa yang satu. Mencukur rambut karena udzur seperti sakit
diperbolehkan tetapi wajib membayar fidyah.

‫ك َع ْن‬
ْ ِ‫مس‬ َ ‫اد أَح ُد ُك‬ َ َ
ْ ‫ى َف ْل ُي‬
َ ِِّ‫ضح‬
َ ‫م أ ْن ُي‬ ْ َ َ ‫ل ِذى الْحِ َّجةِ َوأ َر‬
َ َ ‫م هِ لا‬
ْ ‫إِ َذا َرأيْ ُت‬
ِ ‫ش ْع ِر ِه َوأَ ْظ َف‬
‫ار ِه‬ َ
“Jika kalian melihat hilal bulan Dzulhijjah dan seorang diantara kalian
hendak berkurban, maka hendaknya dia tidak mencukur rambutnya dan
tidak memotong kukunya.” (HR Msulim no 1977).
d) Dilarang mengakadkan nikah (menikahkan ,menikah atau menjadi
wakil dalam akad pernikahan). Rujuk tidak dilarang, sebab rujuk itu
berarti mengekalkan pernikahan, bukan akad nikah.

‫ب‬
ُ ‫م َولا َ ُي ْنكَ ُح َولا َ يَ ْخ ُط‬
ُ ‫م ْح ِر‬
ُ ‫لا َ يَ ْنك ُِح ا ْل‬
“Tidak boleh seseorang yang sedang ihram menikah, tidak boleh juga
menikahkan dan tidak boleh juga melamar.” (HR Muslim no 1409).
e) Dilarang bersetubuh dan pendahuluannya. Bersetubuh itu bukan hanya
dilarang, tetapi memfasidkan haji apabila terjadi sebelum mengerjakan
penghalal yang pertama. Dalīlnya Allāh Subhānahu wa Ta’āla
berfirman:

‫ث‬
َ ‫ِيه َّن ا ْل َح َّج َفلَا َر َف‬
ِ ‫ضف‬َ ‫م ْن َف َر‬
َ ‫ات َف‬
ٌ ‫وم‬
َ ‫م ْع ُل‬ ْ َ‫ا ْل َح ُّج أ‬
َ ‫ش ُه ٌر‬
“Sesungguhnya haji itu ada bulan-bulan yang telah diketahui,
barangsiapa yang menetapkan hatinya untuk berhaji pada bulan-bulan
tersebut maka tidak boleh melakukan rafats.” (QS al Baqarah 197).
f) Dilarang berburu dan membunuh binatang darat yang liar dan halal
dimakan. Adapun yang dimakan binatang yang diburu oleh orang lain,
tidak ada halangan bagi orang ihram, asal niat orang yang berburunya
bukan untuk orang ihram.

‫م ُح ُر ٌم‬ َ َ ‫يَا أَيُّ َها ا َّل ِذ‬


ْ ‫صيْ َد َوأ ْن ُت‬
َّ ‫آم ُنوا لَا َت ْق ُت ُلوا ال‬
َ ‫ين‬
“Wahai orang yang beriman, janganlah kalian berburu hewan buruan
darat sementara kalian dalam kondisi ihram.” (QS Al Māidah: 95)

10
C. Tahallul (penghalalan beberapa larangan)
Penghalalan beberapa larangan ada tiga perkara
1. Melontar Jumrah ‘Aqobah pada hari raya.
2. Mencukur atau menggunting rambut.
3. Thowaf yang diiringi dengan sa’i, kalau ia belum sa’i sesudah thawaf
qudum.
Apabila dua perkara diantara tiga perkara tersebut telah dikerjakan,
halallah baginya baginya beberapa larangan brikut ini :
1. Memakai pakaian berjahit.
2. Menutup kepala bagi laki-laki dan menutup muka telapak tangan bagi
perempuan.
3. Memotong kuku.
4. Memakai wangi-wangian,minyak rambut, dan memotongnya kalau ia
belum bercukur.
5. Berburu dan membunuh binatang yang liar.
Maka apabila dikerjakannya satu perkara lagi sesudah dua perkara yang
pertama tadi, hasillah penghalal yang kedua, dinamakan ‘tahallul ke
dua’, dan halallah semua larangan yang belum halal pada tahallul
pertama tadi. Sesudah itu ia wajib meneruskan beberapa pekerjaan haji
yang belum dikerjakannya kalau ada, umpamanya melontar ,sedangkan
ia tidak dalam ihram lagi. Adapun penghalal umrah yaitu sesudaah
selesai dari semua pekerjaannya.

11
D. Beberapa Jenis Dam (Denda)
1. Dam (denda) tamatu’ atau qiran. Artinya, orang yang mengerjakan haji
dan umrah dengan cara tamatu’ atau qiran, ia wajib membayar denda;
dendanya wajib diatur sebagai berikut:
a. Menyembelih seekor kambing yang sah untuk qurban.
b. Kalau tidak sanggup memotong kambing, ia wajib berpuasa 10 hari: 3
hari wajib dikerjakan sewaktu ihram paling lambat sampai Hari Raya
Haji, 7 hari lagi wajib dikerjakan sesudah ia kembali kenegerinya.
2. Dam (denda) karena terkepung (terhambat). Orang yang terhalang
dijalan tidak dapat meneruskan pekerjaan haji atau umrah, baik
terhalang di Tanah Halal atau di Tanah Haram, sedangkan tidak ada
jalan lain, ia hendaknya tahallul dengan menyembelih seekorkambing
ditempatnya terhambat itu, dan mencukur rambut kepalanya.
Menyembelih dan bercukur itu hendaklah dengan niat tahallul
(penghalalan yang halal).
3. Dam (denda) karena mengerjakan salah satu dari beberapa larangan
berikut :
a. Mencukur atau menghilangkan tiga helai rambut atau lebih.
b. Memotong kuku.
c. Mamakai pakaian yang berjahit.
d. Memakai minyak rambut.
e. Mamakai minyak wangi baik pada badan ataupun pada pakaian.
f. Pendahuluan bersetubuh sesudah tahallul utama.
Denda kesalahan tersebut boleh memilih antara tiga perkara:
menyembelih seekor kambing yang sah untuk korban, puasa tiga hari,
atau bersedekah tiga sa’ (9,3 liter) kepada 6 orang miskin.
4. Dam (denda) karena bersetubuh yang membatalkan haji dan umrah
apabila terjadi sebelum tahallul pertama. Denda itu wajib diatur sbagai
berikut: mula-mula wajib menyembelih unta, karna umar telah berfatwa

12
dengan wajibnya unta. Kalau tidak dapat unta, dia wajib memotong
sapi. Kalau tidak ada sapi, menyembelih 7 ekor kambing. Kalu tidak
dapat kambing, hndaklah dihitung harga unta dan dibelikan makanan,
lalu makanan itu disedekahkan kepada fakir miskin ditanah haram.
Kalu tidak dapat makanan, hendaklah puasa. Tiap-tiap ¼ sa’ dari harga
unta tadi, harus puasa 1hari, tempat puasa dimana saja, tetapi
menyembelih unta atau sapi, begitu juga bersdekah mkanan, wajib
dilakukan ditanah haram. Cara tersebut ialah pendapat sebagian ulama’,
beralasan fatwa umar. Ulama’ yang lain berpendapat wajib
menyembelih seekos kambing saja, mereka mengambil alasan hadits
mursal yang diriwayatkan oleh abu Dawud.
5. Dam (denda) membunuh buruan atau binatang liar. Binatang liat ada
yang mempunyai bandingan atau missal dengan binatang yang jinak,
berarti ada binatang jinak yang keadaannya mirip dngan binatang liar
yang terbunuh, dan ada yang tidak. Kalau binatang yang terbunuh itu
mempunyai bandingan, dendanya menymbelih binatang jinak yang
sebanding dengan yang terbunuh. Atau dihitung harganya, dan
sebanyak harga itu dibelikan makanan. Makanan itu disedekahkan
kepada fakir miskin di Tanah Haram. Atau puasa sebanyak harga
binatang tadi, tiap-tiap seperempat sa’ makanan berpuasa 1 hari. Bolh
memilih antara 3 perkara tersbut, tetapi menyembelih atau bersedekah
makanan wajib dilakukan di Tanah Haram, sedangkan puasa boleh
dimana saja.
Kalau binatang yang terbunuh itu tidak ada bandingannya, dendanya
besedekah makanan sebanyak harga binatang yang terbunuh, kepada
fakir miskin di Tanah Haram, atau puasa tiap-tiap ¼ sa’ 1 hari.

13
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Haji berarti bersengaja mendatangi Baitullah (Ka’bah) untuk melakukan
beberapa amal ibadah dengan tata cara yang tertentu dan dilaksanakan
pada waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh
syara’, semata-mata mencari ridho Allah SWT. Melakukan tawaf di
sekelilingnya, bersa’yu antara Shafa dan Marwah dan mencukur atau
menggunting rambut.
2. Untuk dapat menjalankan ibadah haji dan harus memenuhi syarat, rukun
dan wajib haji. Hal-hal yang Membatalkan Haji adalah Jima’, senggama
dan lain-lain yang bisa membatalkan haji,

14
B. Daftar pustaka
Rasjid, Sulaiman. 2014. Fiqh Islam. Yogyakarta: Sinar Baru Algensindo.
Abdul Aziz al-malibari al-fannani, Zainuddin. 2013. Fathul Mu’min.
Bandung: Sinar Baru Algensindo Bandung.

Kartono, Ahmad & Husna, Sarmidi. 2013. Ibadah Haji Perempuan


Menurut Para Ulama Fikih. Jakarta: Siraja Prenada Media Group.

15
16

Anda mungkin juga menyukai