Anda di halaman 1dari 12

MANAJEMEN KASUS OBSTETRI

KETUBAN PECAH PREMATUR

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Di Stase

Obstetri – Ginekologi RSUD Dr. Soedono Madiun

Disusun oleh :
Alifan Haqi (11711087)
Pembimbing :
dr. Suwardi, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
RSUD DR. SOEDONO MADIUN
2016

MANAJEMEN KASUS

KETUBAN PECAH PREMATUR

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Di Stase


Obstetri – Ginekologi RSUD Dr. Soedono Madiun

Oleh :

Alifan Haqi (11711087)

Telah dipresentasikan tanggal :

Dokter Pembimbing DM RSUD Dr. Soedono Madiun

dr. Suwardi, Sp.OG Alifan Haqi

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEDONO


SMF OBSTETRI – GINEKOLOGI
Jl. Dr. Soetomo 59. Telp 0351 464326 pswt. 150

LAPORAN KASUS
No. Rekam Medis : 6568723
IDENTITAS
 Nama pasien : Ny. Ulfa Sufiani umur : 26 tahun
 Nama suami : Tn. Sugeng umur : 26 tahun
 Agama : Islam
 Pendidikan istri : SLTA Pendidikan suami : SLTP
 Pekerjaan istri : IRT Pekerjaan suami : dagang
 Lama menikah : 1 tahun
 Alamat : Ds. Banjasari wetan RT 15/5 Dagangan Madiun
 Telepon :085235648987
MASUK dan KELUAR RS
 Masuk : 03 – 12 – 2015 jam 05.25
 Keluar : 05 – 12 – 2015 jam 14.00
ANAMNESIS
 Keluhan utama : Kenceng-kenceng, keluar cairan bening dan keluar darah
dari jalan lahir.
 Riwayat penyakit sekarang :
 Pasien rujukan BPM Meriyawidarti dengan GI P0-0 37/38 minggu + KPP 10
jam. Pasien merasa kenceng-kenceng sejak (3/12/16, 18.30), ketuban pecah
(2/12/16, 03.30), keluar darah (3/12/16, 02.00).
 Riwayat haid :
HPHT : 17 – 03 – 2016
TP : 24 – 12 – 2016
 Usia kehamilan 37/38 minggu
 Riwayat pernikahan :
Status : Menikah
Banyak : 1 kali
Usia kawin : 25 tahun
Lama kawin : 1 tahun
 Riwayat kontrasepsi sebelum hamil : ( - )
 Riwayat Perawatan Antenatal :
Sp.OG  (-)
BPM Meriyawidarti 9 kali  terakhir 03 – 12 – 2016
 Riwayat persalinan yang lalu :

No. A/P/I/Ab/H BBL Cara Penolong L/P Umur H/M


Lahir
1. Hamil ini

 Riwayat penyakit dahulu : asma (-), hipertensi (-), jantung (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
Vital sign:
TD : 100/70 mmHg RR : 20x/menit
N : 84x/menit t : 36,4 0C
Kepala leher : Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspneu (-)
Cardiologi : S1S2 tunggal reguler, bising (-)
Respirasi : SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, BU (+)
Ekstremitas : Akral HKM, oedem (-)
Pemeriksaan Status Fisik Obstetri
• TFU : 28 cm
• TBJ : (28-12) x 155 : 2500 gr
• Letak : Kepala
• DJJ : (+) 12-11-12
• HIS : (±)

• Pemeriksaan Leopold
I : Bagian fundus uterus teraba bokong
II : Punggung kiri
III : Bagian bawah uterus teraba kepala
IV : Kepala bayi belum masuk pintu atas panggul

Pemeriksaan Dalam :
 Pembukaan : 1 cm
 Efficement : 25%
 Ketuban : (-)
 Presentasi : Kepala
 Denominator : SS mell
 Hodge :I
 UPD : Normal
Pemeriksaan penunjang :
NST Kamar Bersalin RSSM tanggal 3 Desember 2016
150/ 5-10/reaktif  Normal NST
USG tanggal 3-12-16
BPD = 92,8 mm~35/36mg
HC = 320 mm~33/34mg
AC = 323,8 mm~36/37mg
FL =71 mm ~ 36/37mg
EFW 2789
DIAGNOSIS
GIP0-0 37/38 minggu THIU + letkep + KPP < 24 jam + TBJ 2500 gram
PLANNING / TERAPI
 NST
 USG
 Pemeriksaan laboratorium darah lengkap
 Inj. Cefotaxim 3 x 1 gr
 Pro terminasi OD
 Observasi tanda-tanda inpartu
 Bila inpartu pro expectative pervaginam
 Monitoring keluhan/VS/His/Djj

FOLLOW UP
3 Desember 2016 pukul 09.30
Subjective : kenceng-kenceng (+), gerak anak (+) baik
Objective :
 Status Umum : Baik, Compos Mentis, GCS 456, A/I/C/D : -/-/-/-
Vital sign :
o TD : 120/70 mmHg
o Temp (Ax) : 36,9 ºC
o Nadi : 88 x/menit
o RR : 20 x/menit
 Status obstetri
 His (+)
 Djj 12 11 12
 VT Ѳ 3 cm/50%/ket (-)/kepala/ssmell/UPD N/HI
Assessement : GIP0-0 37/38 minggu THIU + letkep + KPP < 24 jam + TBJ 2500 gram
Planning :
 Injeksi cefotaxim sesuai jadwal
 Mulai dilakukan drip oxytocin dari 8 tpm
 Observasi CHPB
 Observasi tanga-tanda inpartu

03 Desember 2016 pukul 12.30


Subjective : Ibu ingin mengejan
Objective :
 Status Umum : Baik, Compos Mentis, GCS 456, A/I/C/D : -/-/-/-
Vital sign :
o TD : 130/90 mmHg
o Temp (Ax) : 36,8 ºC
o Nadi : 88 x/menit
o RR : 20 x/menit
 Status obstetri
 His (+)
 Djj 12 11 12
 VT Ѳ lengkap/ kepala/ssmell/UPD N/HIII
Assessement : GIP0-0 37/38 minggu THIU + letkep + KPP < 24 jam + TBJ 2500 gram

Planning :
 Ibu dipimpin mengejan

03 Desember 2016 pukul 12.45


Lahir bayi SptB perempuan/2600 gr/48 cm/8-9
Plasenta dilahirkan dengan MAK III

03 Desember 2016 pukul 14.45


Subjective : Nyeri luka jahit jalan lahir, skala II
Objective :
 Status Umum : Baik, Compos Mentis, GCS 456, A/I/C/D : -/-/-/-
Vital sign :
o TD : 120/80 mmHg
o Temp (Ax) : 36,6 ºC
o Nadi : 80 x/menit
o RR : 20 x/menit
 Status obstetri
 TFU setinggi pusat
 Kontraksi uteri (+) baik
 Vulvo/vagina : fluksus (+) sedikit, fluor (-)

Assessement : P1-1 PP SptB 2 jam + Hemodinamika baik

Planning :
 Pindah ruang nifas
 Diet TKTP
 Asam mefenamat 3x500mg
 SF 2x1
 Monitoring keluhan/Vital sign/Fluxus/kontraksi uterus

KETUBAN PECAH PREMATUR (KPP)


A. Definisi
Ketuban pecah merupakan hal yang secara normal dapat terjadi dalam proses
persalinan. Ketuban pecah dini atau yang biasa disebut ketuban pecah prematur
adalah suatu keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan (Prawirohardjo,
2008).
Caughey et al. (2008) menyebutkan bahwa ketuban pecah prematur atau
Premature Rupture of Membranes (PROM) merupakan rupturnya selaput ketuban
fetal sebelum onset persalinan yang dapat terjadi bahkan pada usia 42 minggu. Untuk
alasan ini PROM dapat juga disebut prelabor ROM karena dapat juga terjadi pada
kehamilan < 37 minggu (prematur).
B. Etiologi
Sebuah penelitian terhadap selaput ketuban pada tingkat histologi
menyebutkan bahwa jaringan ikat pada selaput ketuban mengalami penebalan,
penipisan lapisan sitotrofoblas dan desidua, dan gangguan koneksi antara amnion dan
korion. Hal ini merupakan perubahan fisiologis yang terjadi pada penipisan serviks
pada persiapan persalinan pada kehamilan yang aterm. Rupturnya selaput ketuban ini
juga merupakan suatu hasil dari lemahnya selaput ketuban pada regio serviks dalam
yang pada akhirnya akan menjadi predisposisi pecahnya selaput ketuban pada regio
tersebut (Caughey et al, 2008).
Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang
terjadi dalam kolagen matriks ekstra seluler amnion, korion, dan apoptosis membran
janin (Prawirohardjo, 2008). Pada tingkat seluler rupturnya selaput ketuban
merupakan hasil dari releasenya fosfolipase, eicosanoid (khususnya prostaglandin E2),
sitokin, elastase, matriks metalprotein, dan prostase lain yang dapat terstimuli karena
suatu respon fisiologis mapun patologis (Caughey et al, 2008).
C. Faktor resiko
Cunningham (2005) menyebutkan bahwa faktor resiko terjadinya KPP adalah
riwayat ketuban pecah prematur sebelumnya, infeksi cairan amnion, janin ganda, dan
solusio plasenta.
Secara lengkap mengenai faktor resiko terjadinya KPP dapat dibedakan
menjadi 3, yaitu faktor resiko yang berasal dari ibu atau maternal, faktor
uteroplasenta, dan faktor dari fetal (Caughey et al, 2008).
1. Faktor maternal :

KPP berulang

Perdarahan antepartum pervaginam

Terapi steroid dalam jangka lama

Gangguan kolagen pada vaskular (pada Eshlers-Danlos syndrome,
SLE)

Trauma langsung pada abdomen

Persalinan prematur

Merokok

Anemia

BMI < 19,8 kg/m2

Defisiensi nutrisi

Rendahnya status sosioekonomi

Belum menikah
2. Faktor uteroplasenta
 Anomali uteri
 Insufisiensi serviks
 Overdistensi uteri (polihidramnion, multiple pregnancy)
 Korioamionitis
3. Faktor fetal
 Multiple pregnancy
D. Patofisiologi
Selaput ketuban akan sangat kuat pada kehamilan muda karena terdapat
keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Namun saat dekat
dengan persalinan, keseimbangan MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi
proteolitik. Pada trimester ketiga, selaput ketuban mudah pecah karena selaput
ketuban mengalami kelemahan akibat adanya pembesaran uterus, kontraksi rahim,
dan adanya gerakan janin.
KPP berkaitan dengan perubahan proses biokimia pada kolagen matriks ekstra
seluler amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Degradasi kolagen yang terjadi
dimediasi oleh MMP. MMP akan dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan
inhibitor protease.
Perubahan biokimia terus terjadi pada ketuban pada trimester akhir. Perubahan
biokimia tersebut antara lain prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang pada
akhirnya akan merangsang matriks degradating system.
Sekitar 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami KPP, dimana
pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal yang fisiologis. Pecahnya
ketuban pada kehamilan prematur terjadi pada 1% kehamilan. Selain disebabkan oleh
faktor eksternal, misalnya infeksiyang menjalar dari vagina, KPP prematur juga dapat
terjadi pada hidramnion, inkompetensi serviks, dan solusio plasenta.
E. Komplikasi
Salah satu fungsi selaput ketuban adalah sebagai barier terhadap infeksi. Jika
selaput keuban pecah, baik ibu maupun janin juga beresiko untuk mengalami infeksi
dan komplikasi lainnya (Caughey et al, 2008).
Menurut Prawirohardjo (2008) komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu dengan
ketuban pecah dini berdasarkan usia kehamilan. Komplikasi yang terjadi kembali lagi
pada fungsi dari cairan ketuban itu sendiri, dimana jika ketuban pecah sebelum
waktunya, maka fungsinya tak lagi dapat dipertahankan dan dapat terjadi infeksi
maternal, infeksi neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat,
deformitas janin, meningkatnya insiden seksio caesaria, atau gagalnya persalinan
normal.
Secara lengkap Caughey et al. (2008) membagi komplikasi yang dapat terjadi
menjadi 3, yaitu komplikasi neonatus dan komplikasi maternal. Komplikasi yang
dapat mengganggu kesejahteraan neonatus berkaitan dengan saat pecahnya ketuban
dengan usia kehamilan. Respiratory Distress Syndrom (RDS) dapat terjadi pada 10%-
40% pada KPP pada kehamilan prematur yang dapat menyebabkan kematian pada
neonatus 40%-70%. Infeksi intra amnion juga merupakan komplikasi yang dapat
terjadi pada neonatus jika ketuban pecah sebelum waktunya.
Komplikasi maternal juga ditakutkan mengganggu kesejahteraan ibu jika
ketuban pecah sebelum waktunya. Infeksi tak hanya dapat terjadi pada janin, namun
ibu juga dapat beresiko terkena infeksi intra amnion. Endometriosis post partum,
chorioamnionitis, oligohidramnion yang hebat, serta meningkatnya dilakukan secsio
caesaria karena kebanyakan terjadi malpresentasi janin.
F. Diagnosis
KPP merupakan diagnosa klinis dimana terdapat keluarnya cairan dari kanalis
servikalis (Mochtar, 2002). Jika pasien datang dengan keluhan keluarnya cairan
pervaginam, maka kita perlu melakukan anmnesis lagi untuk memastikan apakah
benar cairan yang keluar tersebut adalah ketuban.
Diagnosis KPP dapat ditegakkan dari 3 gejala klinis, yaitu terlihat genangan
air pada fornix posterior, nitrazin test positif, dan pemeriksaan secara mikroskopis
dengan mengambil discharge dari cervicovaginal (Caughey et al, 2008).
Perlu ketelitian dalam menegakkan diagnosis KPP, untuk itu penegakan
diagnosis dimulai dari anamnesis sampai dengan pemeriksaan penunjang sangat
diperlukan. Beriku adalah runtutan dalam menegakkan diagnosis KPP:
1. Anamnesa
Saat pasien datang, baik datang sendiri atau dirujuk, keluhan yang
sering adalah keluar cairan dari jalan lahir, baik hanya dirasa basah
(merembes) ataupun mengalir banyak. Harus ditanyakan atau dipastikan
lagi apakah cairan yang dimaksud pasien adalah benar cairan atau hanya
lendir. Kemampuan anamnesis yang baik dapat mengarahkan diagnosis
KPP.
1. Inspeksi
Jika ketuban masih terus keluar, dengan inspeksi akan mudah
didapatkan adanya cairan yang keluar melalui vagina terutama jika
ketuban baru pecah.
2. Inspekulo
Pemeriksaan menggunakan spekulum bertujuan untuk memudahkan
kita melihat orifisium uteri eksternum. Jika benar KPP maka akan terlihat
genangan air pada fornix posterior (Caughey et al, 2008).
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam pada pasien KPP bertujuan untuk mengetahui
apakah selaput ketuban masih intak atau tidak yang akan dikonfirmasi
dengan meletakkan kertas lakmus (nitrazine test) pada sisa air yang
terdapat pada sarung tangan.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa yaitu warna,
konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali
air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil
pH : 4-5, dengan kertas lakmus tidak berubah warna, tetap kuning.
Dilakukan uji kertas lakmus test. Jika kertas lakmus berwarna biru
menunjukkan air ketuban (alkalis dengan pH air ketuban 7-7,5), kertas
lakmus berwarna merah (asam) menunjukkan urine. Pada pemeriksaan
kertas lakmus juga bisa didapatkan false positif seperti bahan yang
tercampur dengan sperma maupun darah karena mempunyai pH alkalis.
b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPP terlihat jumlah cairan ketuban yang
sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPP cukup banyak macam dan caranya,
namun pada umumnya KPP sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan
pemeriksaan sederhana.
G. Diagnosis Banding
Anamnesis yang benar dapat membantu seorang dokter dalam menegakkan
suatu diagnosis. Dalam hal ini pasien akan datang dengan keluhan keluar cairan dari
jalan lahir. Keluhan tersebut dapat saja rancu karena beberapa keadaan tertentu dapat
menunjukkan keluhan yang hampir sama. Pada KPP diagnosis banding yang mungkin
adalah inkontinensia urin, discharge vagina, dan mukus serviks tanda adanya
impending labor (Caughey et al, 2008).
H. Penatalaksanaan
Dalam menentukan penatalaksanaan KPP, diagnosis haruslah dipastikan.
Penegakan diagnosis KPP seperti yang sudah dijelaskan di atas. Penegakan diagnosis
KPP mulai dari anamnesis sampai dengan pemeriksaan penunjang. Setelah diagnosis
KPP dapat ditegakkan, penentuan usia kehamilan haruslah dipastikan. Penentuan usia
kehamilan berkaitan dengan penatalaksanaan yang akan diberikan, apakah kehamilan
tersebut dapat dipertahankan atau justru harus dilakukan terminasi. Tak kalah harus
dievaluasi adalah apakah terdapat infeksi maternal maupun infeksi pada janin, serta
apakah pasien dalam keadaan inpartu atau tidak, serta adakah ditemukan kegawatan
janin (Prawirohardjo, 2008).
Penatalaksaan KPP dengan usia kehamilan yang masih prematur,
penatalaksaan harus komprehensif tidak dalam persalinan serta tidak ada infeksi dan
gawat janin, penatalaksaan akan berdasarkan usia kehamilan. Penentuan
penatalaksanaan KPP berdasarkan usia kehamilan dibagi menjadi 3, yaitu < 32
minggu, 32-37 minggu, dan > 37 minggu (Prawirohardjo, 2008).
Pasien KPP dengan usia kehamilan < 32 minggu dan usia kehamilan 32-37
minggu penatalaksanaan secara konservatif. Pasien dengan usia kehamilan < 32
minggu sampai dengan 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau
sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32-37 minggu dan belum
inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda
adanya infeksi dan kesejahteraan janin. Jika hal tersebut sudah diberikan, terminasi
akan dilakukan pada usia kehamilan 37 minggu. Sedangkan pada pasien KPP dengan
usia 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, pasien akan diberikan tokolitik,
dexametason, dan induksi sesudah 24 jam. Pada usia kehamilan 32-37 minggu namun
terdapat tanda-tanda infeksi, berikan antibiotik. Evaluasi tanda-tanda infeksi dengan
mengevaluasi suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin. Usia kehamilan > 37
minggu, dilakukan induksi dengan oksitosin, jika induksi persalinan gagal, dilakukan
seksio sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 25μg-50μg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali. Jika terdapat tanda-tanda infeksi, diberikan antibiotik dosis tinggi
dan persalinan diakhiri. Pasien dengan usia kehamilan > 37 minggu penilaian skor
pelvik akan sangat membantu, jika pelvik skor < 5, lakukan pematangan serviks,
kemudian inveksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
Sedangkan bila didapatkan pelvik skor > 5, induksi persalinan.
I. Prognosis
KPP dengan usia kehamilan prematur merupakan penyebab terbesar terjadinya
morbiditas dan mortalitas perinatal. Hal ini berkaitan dengan 20% - 30% dari semua
kelahiran prematur, dan prognosisnya berkaitan dengan usia kehamilan (Caughey et
al, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C., Wenstrom, K.D.,
2005. Obstetri Williams, Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Prawirohardjo, S., 2008. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan ketiga, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai