Anda di halaman 1dari 47

Laporan Kasus

Diare Akut dan Dehidrasi Ringan Sedang

Pembimbing: dr. Rina Rahardiani, Sp.A

Nama: Libry Selviana

NIM: 030.11.166

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak

RS TNI AL Mintohardjo

Periode 30 April – 07 Juli 2018

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti


Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSAL MINTOHARDJO

Dokter Pembimbing : dr. Rina Rahardiani, Sp.A Tanda tangan :


Nama Mahasiswa : Libry Selviana
NIM : 030.11.166

I. IDENTITAS
PASIEN
Nama : An. M.F Suku Bangsa : Sunda
Umur : 7 tahun Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki – laki Pendidikan : SD
Alamat : Jl. Palmerah Selatan, Kel. Glora, Kec. Tanah Abang

ORANG TUA/ WALI


AYAH
Nama : Tn. M.I Agama : Islam
Tgl lahir (Umur) : 34 tahun Pendidikan : SLTA
Suku Bangsa : Betawi Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Jl. Palmerah Selatan, Kel. Glora, Kec. Tanah Abang
Gaji : Rp. > 2.500.000/bulan

IBU
Nama : Ny. L Agama : Islam
Umur : 34 tahun Pendidikan : SMP
Suku bangsa : Sunda Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan dengan orang tua : anak kandung/angkat/tiri/asuh

2
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dari ibu pasien, pada tanggal 09 Mei 2018 pukul 13.00 WIB

KELUHAN UTAMA
BAB cair sejak 2 hari SMRS

KELUHAN TAMBAHAN
Demam sejak 2 hari SMRS
Mual dan muntah sejak 2 hari SMRS
Nafsu makan menurun sejak 2 hari SMRS

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT


BAB cair disertai ampas dialami sejak 2 hari SMRS, frekuensi lebih dari 10 kali, volume
sebanyak ± 100 ml sekali BAB. Tidak terdapat bau busuk. Anak tidak perlu mengejan
saat BAB. Tidak terdapat darah. Tidak ada nyeri pada anus. Anak lebih rewel dari pada
biasanya dan lebih sering haus. Terdapat demam yang naik turun sejak 2 hari SMRS,
belum pernah di ukur suhunya dan belum meminum obat penurun panas. Terdapat mual
dan muntah sejak 2 hari SMRS, muntah setiap makan dengan isi muntahan yaitu yang
dimakan dengan frekuensi lebih dari 5 kali, volume ± 100 ml sekali muntah. BAK kurang
dan warna terlihat lebih pekat. Nafsu makan menurun sejak 2 hari SMRS. BB turun ± 1 kg
dari biasanya.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


KEHAMILAN
Perawatan Antenatal Rutin memeriksa kehamilan ke bidan
Penyakit Kehamilan Tidak ada penyakit selama kehamilan

3
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

KELAHIRAN
Tempat Kelahiran RS Bakti Mulia

Penolong Persalinan Dokter spesialis kandungan

Cara Persalinan Sectio caesarea

Masa Gestasi Cukup bulan (39 minggu)

Riwayat kelahiran Berat Badan : 3200 gram


Panjang Badan Lahir : 54 cm
Lingkar kepala : ibu pasien tidak ingat
Langsung menangis/tidak langsung menangis
APGAR score : ibu pasien tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada

RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
Psikomotor
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 5 bulan
Berdiri : 7 bulan
Berjalan : 12 bulan
Bicara : 12 bulan
Baca dan tulis : 5 tahun
Perkembangan pubertas : belum ada tanda pubertas
Gangguan Perkembangan : tidak ada
Kesan Perkembangan : tidak terdapat gangguan perkembangan, tumbuh kembang
pasien sesuai usia

RIWAYAT IMUNISASI

4
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)


BCG 1 bulan - - - - - -
DPT/ DT 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - - -
Polio 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - -
Campak 9 bulan - - - - - -
Hepatitis B 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - -
MMR - - - - - - -
TIPA - - - - - - -
Kesan : Imunisasi dasar pasien lengkap dan sesuai jadwal.

RIWAYAT MAKANAN
BUAH/
Umur (Bulan) ASI/ PASI BUBUR SUSU NASI TIM
BISKUIT
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
4–6 ASI - - -
6–8 ASI + PASI V V -
8-10 ASI + PASI V V v
10-12 ASI + PASI V V v
Kesan :
Pasien mendapat ASI eksklusif sampai usia 6 bulan, berikutnya diikuti PASI secara bertahap.

JENIS MAKANAN FREKUENSI DAN JUMLAHNYA


Nasi/ pengganti 3 – 4 x / hari
Sayur 2 – 3 x / hari
Daging 2 – 3 x / minggu
Telur 4 – 5 x / minggu
Ikan 4 – 5 x / minggu
Tahu 3 – 4 x / minggu
Tempe 3 – 4 x / minggu
Susu (merek/ takaran) Tidak minum susu formula

5
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Kesan : Makanan cukup baik dan bervariasi.

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA


PENYAKIT UMUR PENYAKIT KETERANGAN
Diare 8 bulan Morbili -
Otitis - Parotitis -
Radang Paru - Demam Berdarah 2 tahun
Tuberculosis - Demam Tifoid -
Kejang - Cacingan -
Ginjal - Alergi -
Jantung - Kecelakaan 2 tahun
Darah
- Operasi -
(thalassemia)
Difteri - Herpes di ketiak -

RIWAYAT KELUARGA
Corak Produksi
Mati
(Umur) Sex Hidup Lahir Mati Abortus Keterangan
(sebab)
7 tahun Laki – laki V - - - Pasien

DATA KELUARGA
AYAH/ WALI IBU/ WALI
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 25 tahun 25 tahun
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada
Keadaan kesehatan/
Sehat Sehat
penyakit bila ada

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

6
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Riwayat hipertensi (-), kencing manis (-), asma (-)

Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga lain/ orang serumah


Tidak ada keluhan serupa pada anggota keluarga/orang serumah

DATA PERUMAHAN
Kepemilikan rumah: rumah orang tua
Keadaan rumah:
Rumah berukuran 100m2 1 lantai dengan 3 kamar tidur, ruang tamu, 1 kamar mandi, dan dapur.
Dihuni oleh 5 anggota keluarga. Sirkulasi udara di dalam rumah cukup baik, cahaya matahari
yang masuk ke dalam rumah cukup. Untuk mandi dan mencuci memakai air PAM. Untuk
minum dan memasak memakai air galon isi ulang. Jarak septic tank ke rumah tidak diketahui.
Rumah dibersihkan tiap hari. Kamar mandi dibersihkan 2 minggu sekali. Sampah rumah tangga
dibuang setiap hari.

Keadaan lingkungan:
Rumah berada di lingkungan yang cukup padat penduduk, tidak dekat dengan jalan raya.
Kebersihan lingkungan cukup baik. Hanya ada sedikit pohon. Aliran got terbuka, lancar tidak
tersumbat. Tempat pembuangan sampah jauh dari rumah.

Kesan: Kondisi rumah baik.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal : Kamis 10 Mei 2018
Pukul : 14.00 WIB
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum : tampak sakit sedang, rewel
Kesadaran : compos mentis
Vital sign :

7
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Nadi : 117 x/menit


Suhu : 36,60C
RR : 22 x/menit
Data Antropometri : BB : 26 kg TB : 125 cm
Lingkar kepala : 52 cm
Status Gizi menurut kurva NCHS tinggi badan dibandingkan berat badan
 BB/U
(26/23) x 100% = 113%
kesan gizi : gizi baik

PEMERIKSAAN SISTEMATIS
KEPALA
Bentuk dan ukuran : Normocephali
Rambut dan kulit kepala : Rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Mata tampak cekung, konjungtiva kemerahan, kornea jernih, sklera putih, pupil bulat
isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
Telinga : Normotia, liang telinga lapang, membran timpani kanan dan kiri intak
Hidung : Normosepti
Bibir : Warna kemerahan, mukosa kering
Mulut : Oral Hygiene baik, mukosa mulut tampak basah
Gigi-geligi : Gigi geligi tumbuh baik
Lidah : lidah tampak bersih dan basah
Tonsil : T1-T1, tenang
Faring : tidak hiperemis, arkus faring simetris, uvula di tengah

LEHER :
Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening maupun kelenjar tiroid

THORAKS
Dinding thoraks
I : Bentuk datar, simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis
PARU

8
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

I : Pergerakan dada simetris kanan dan kiri, tidak ada bagian yang tertinggal, tidak ada retraksi
P : Vocal fremitus sama kuat di kedua lapang paru
P: Sonor di seluruh lapang paru
Batas paru kanan-hepar : Linea midclavikularis dextra setinggi ICS VI
Batas paru kiri-gaster: Linea axilaris anterior sinistra setinggi ICS VII
A: Suara nafas vesikuler, tidak terdapat wheezing dan ronki pada kedua lapang paru

JANTUNG
I : Ictus cordis tak terlihat
P : Ictus cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS V
P : Batas kanan jantung pada linea parasternalis dextra setinggi ICS III, IV, V
Batas kiri jantung pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS V
Batas atas jantung pada linea parasternalis sinistra setinggi ICS II
A: Bunyi jantung I-II reguler, tidak terdapat murmur dan gallop

ABDOMEN
I : bentuk datar, simetris
A : bising usus meningkat
P : lemas, turgor kulit lambat, hepar dan lien tidak teraba
P: Timpani pada seluruh kuadran abdomen

ANUS
Tidak terdapat kelainan

GENITAL
Jenis kelamin laki – laki, tidak terdapat kelainan

ANGGOTA GERAK
Akral hangat pada keempat ekstremitas

9
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

KULIT
Warna kulit sawo matang, terlihat kering

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Refleks fisiologis : Biceps +/+ , Triceps +/+ , Patella +/+ , Achilles +/+
Refleks patologis : Babinsky -/- , Chaddok -/- , Tanda rangsang meningeal (-)

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM (10/05/2018)

HEMATOLOGI
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 16,6 g/dL 10,7 – 14,7
Eritrosit 6,54 juta/uL 4,2 – 5,4
Leukosit 17,200 /uL 5,000 – 10,000
Trombosit 645,000 /uL 150,000 – 450,000
Hematokrit 48 % 35 – 43
Laju Endap Darah 37 mm/jam <10
HITUNG JENIS
Basofil 0 % 0–1
Eosinophil 2 % 0–5
Netrofil batang 0 % 2–6
Netrofil segmen 81 % 50 – 70
Limfosit 12 % 20 – 40
Monosit 5 % 2–8
V. RINGKASAN
BAB cair dialami sejak 2 hari SMRS dengan ampas, frekuensi lebih dari10x/hari, volume
sebanyak ± 100 ml. Anak tidak perlu megejan saat BAB. Anak lebih rewel dari pada biasanya
dan lebih sering haus. Nafsu makan menurun.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan KU tampak sakit sedang, dan rewel. kesadaran compos
mentis. Nadi: 117x/menit regular, isi cukup, pernafasan: 22x/menit, suhu: 36,6oC. berdasarkan
data antropometri didapatkan kesan gizi baik. Pada status generalisata didapatkan mata cekung,
mukosa mulut kering, turgor kulit lambat, serta bising usus meningkat.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis (17,200 /uL), trombositosis (645.000
/uL), peningkatan hematokrit (48%), peningkatan LED (37 mm/jam), penurunan netrofil batang
(0%) dan peningkatan netrofil segmen (81%).

VI. DIAGNOSIS KERJA

10
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

 Diare Akut
 Dehidrasi ringan sedang

VII. DIAGNOSIS BANDING


-

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Kadar Elektrolit
 Tinja (Makroskopis dan Mikroskopis)
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

X. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
 Infus Ringer Laktat 40 tpm/4 jam pertama  20tpm (maintenance)
 Zink 1x1
 Probiokid 1x1
 Kotrimoksazol 2x1
 Vometa 3x ½ cth
 Gentamicin 2x40mg
Non Medikamentosa :
 Mandi
 Rawat inap, tirah baring
 Edukasi untuk banyak mengkonsumsi air
 Edukasi diet cukup gizi

XI. RESUME TINDAK LANJUT


Pasien anak usia 7 tahun BB: 26 kg PB: 125 cm dengan diagnosis diare akut dan dehidrasi
ringan sedang. Masuk ke bangsal anak RSAL 09 Mei 2018 di rawat di ruangan. Perawatan
hari pertama pasien mengeluh BAB cair lebih dari 10x cair dan berampas, demam, mual,

11
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

muntah dan nafsu makan menurun. Dilakukan perawatan dengan infus Ringer Laktat 40tpm
dalam 4 jam pertama kemudian dilanjutkan 20tpm, zink 1x1, probiokid 1x1 dan kotrimoksazol
2x1, vometa 3x ½. Perawatan hari ke-2 BAB mulai berkurang yaitu sebanyak 8x, nafsu makan
mulai meningkat. Terapi dilanjutkan, ditambah dengan gentamicin 2x40mg, donperidon 3x1
dan imodivin 2x1. Perawatan hari ke-3 BAB berkurang menjadi 2x. Terapi dilanjutkan. Pada
hari ke-4 tidak ada keluhan, pasien dibolehkan pulang dengan terapi pulang zink 1x1,
probiokid 1x1, kotrimoksazol 2x1 dan paracetamol 3x1

12
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

LEMBAR FOLLOW-UP
Tanggal
S O A P
Perawatan
BAB cair dan KU : TSS  Diare Akut  Kaen 3B 50 tpm hingga 3
berampas sebanyak 8x. Kes : CM, rewel  Dehidrasi sedang
jam, dilanjutkan 10 tpm
mual(+), muntah(+) N : 95x/menit  Zink 1x1
10/05/2018 S : 36,6 C  Probiokid 1x1
R : 22x/menit  Sanprima camp 2x ½ tab
Mata : cekung  Cefotaxime 2x500mg
Abdomen : turgor kembali
lambat, BU meningkat
BAB 2x lembek dan KU : TSS  Diare Akut  Kaen 3B 10 tpm
kuning kecoklatan. Kes : CM  Dehidrasi sedang
 Zink 1x1
11/05/2018 Nafsu makan N : 98x/menit  Probiokid 1x1
meningkat. S : 36,4 C  Sanprima 2 x ½ tab
R : 22x/menit
 Cefotaxime 2x500mg
Mata : tidak cekung
Abdomen : turgor kembali cepat,
BU meningkat

13
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Tanggal
S O A P
Perawatan
Tidak ada keluhan. KU : TSS  Diare Akut  Boleh pulang
Kes : CM  Dehidrasi sedang
 Obat pulang :
N : 98x/menit - Zink 1x1
12/05/2018 S : 36,6 C - Probiokid 1x1
- Sanprima 2 x ½ tab
R : 22x/menit - Paracetamol 3x1
Mata : tidak cekung
Abdomen : turgor kembali cepat

14
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

ANALISA KASUS

An. M.F, laki-laki, usia 7 tahun, dengan diare akut dan dehidrasi ringan
sedang. Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. BAB cair dialami sejak 2 hari SMRS disertai
ampas, frekuensi >10x/hari, volume sebanyak ± 100 ml, berwarna kecoklatan. Anak
lebih rewel dari pada biasanya dan sering merasa haus. Tidak ada bau busuk atau
amis. BAK kurang dengan warna terlihat lebih pekat.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan KU tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis. Nadi meningkat: 132x/menit regular, isi cukup, pernafasan:
28x/menit, suhu meningkat: 37,4oC. Berdasarkan data antropometri didapatkan
kesan gizi baik. Pada status generalisata didapatkan mata cekung, mukosa mulut
kering, turgor lambat, serta bising usus meningkat.
Diare akut merupakan BAB dengan konsistensi tinja lebih cair dari biasanya
bisa disertai lendir/darah dengan frekuensi lebih dari 3x/hari dan berlangsung
kurang dari 14 hari. Sedangkan dehidrasi ringan sedang ditegakkan karena pada
pasien terdapat lebih dari 2 tanda dehidrasi ringan – sedang, yaitu: gelisah/rewel,
mata cekung, ingin minum terus/kehausan, mukosa mulut kering, urin sedikit dan
lebih pekat serta turgor kulit menurun.
Pada kasus ini diduga adanya infeksi mikroorganisme yang masuk ke dalam
traktus digestivus dan merusak lapisan mikrovili serta epitel usus. Mikrovili
merupakan tempat untuk enzim-enzim pencernaan seperti disakaridase (laktase)
untuk menempel dan mencerna zat-zat makanan. Kerusakan pada mikrovili dan
epitel usus akan menghambat kerja enzim-enzim pencernaan tersebut sehingga akan
menyebabkan kegagalan absorbsi terhadap makanan yang mengandung laktase.
Pemeriksaan anjuran lain yaitu pemeriksaan kadar elektrolit dan analisa feses
secara makroskopis dan mikroskopis. Makroskopis terdiri dari: warna, bau,
konsistensi, volume, lendir dan darah. Sedangkan pemeriksaan mikroskopis terdiri
dari: sel epitel, lekosit dan makrofag, darah samar (benzidine test). Ini juga dapat
bertujuan untuk mencari mikroorganisme penyebab yang menyebabakan pasien
mengalami diare serta mencari kemungkinan terjadinya perdarahan mikroskopis
yang secara makroskopis tidak terlihat.

15
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Dari pemeriksaan fisik didapatkan. Hal ini didukung oleh pemeriksaan


laboratorium yaitu didapatkan penurunan hemoglobin (10,3 gr/dl) dan hematokrit
(33%) namun tidak signifikan. Didapatkan leukositosis (21,600 /uL) yang
mengarah pada terjadinya infeksi bakteri. Didapatkan pula tanda adanya infeksi
bakteri yang lain seperti penurunan netrofil batang (0%) dan netrofil segmen (31%)
serta peningkatan limfosit (57%) dan monosit (12%).
Pada pasien diberikan penatalaksanaan yaitu rawat inap. Perawatan hari
pertama pasien mengeluh BAB cair 10x berlendir, demam, hidung tersumbat dan
nafsu makan menurun. Dilakukan perawatan dengan infus Kaen 3B 50 tpm hingga 3
jam kemudian dilajutkan 10 tpm, diberikan pula cefotaxime 2 x 500 mg, zink 1x1,
probiokid 1x1 dan sanprima 2 x ½ tablet. Perawatan hari ke-2 BAB mulai lembek
sebanyak 3x, nafsu makan mulai meningkat. Terapi dilanjutkan. Perawatan hari ke-3
tidak ada keluhan, pasien dibolehkan pulang dengan terapi pulang zink 1x1,
probiokid 1x1, sanprima 2 x ½ tablet dan paracetamol syrup 3x1cth.
Tatalaksana pemberian cairan pada pasien dengan dehidrasi ringan – sedang
pada anak usia 3 – 10 tahun adalah 70 ml/kgBB untuk 3 jam pertama dalam 50 tpm
dan dilanjutkan dengan pemberian cairan rumatan 105ml/kgBB/24 jam dalam 10
tpm.
Pemberian zink berpengaruh terhadap : 1) memperbaiki sel mukosa yang rusak, 2)
meningkatkan sekresi enzim pencernaan, 3) membantu proses metabolism dan
pertumbuhan, 4) meningkatkan system kekebalan baik humoral maupun seluler, 5)
menghambat pertumbuhan bakteri. Zink diberikan selama 10 hari. Zink dapat
mengurangi lama dan berat diare juga mencegah berulangnya diare. Probiokid
diberikan sebagai suplemen untuk menjaga kesehatan pencernaan yang merupakan
kombinasi dari probiotik dan prebiotik yang membantu meningkatkan perlindungan
terhadap bakteri dan menyeimbangkan mikroflora yang penting bagi pertahanan
tubuh. Pada pasien diberikan sanprima 2 x ½ tablet sehari. Sanprima terdiri dari
cotrimoxazole yang merupakan antibiotik kombinasi trimethoprim dan
sulfamethoxazole. Pasien diberikan cefotaxime 2 x 500 mg untuk gejala infeksi.
Pencegahan terhadap diare yaitu meningkatkan higiene individu yang
kurang. Salah satunya dengan mencuci tangan saat sebelum makan, sesudah BAB,
sebelum memegang bayi, sesudah menceboki anak dan sebelum menyiapkan

16
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

makanan (5 Waktu Penting Cuci Tangan Pakai Sabun). Anjurkan pasien untuk
imunisasi tambahan yaitu rotavirus, mengingat diare pada anak banyak disebabkan
oleh rotavirus.

17
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

TINJAUAN PUSTAKA

I. Diare Akut

I.1 Definisi

Diare akut adalah buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja, dengan
frekuensi lebih dari tiga kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24 jam dan berlangsung
kurang dari 14 hari.1

I.2 Epidemiologi

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang, termasuk di


Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya
karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Berdasarkan
Riskesdas 2007, sebanyak 42% kematian bayi disebabkan oleh diare, untuk golongan 1-4
tahun, kematian akibat diare mencapai 25.5%. 2

I.3 Cara Penularan dan Faktor Risiko

Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita
atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat.
Singkatnya, dapat dikatakan melalui "4F" yakni finger (jari), flies (lalat), fluid (cairan), dan
field (lingkungan). 3

A. Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:


1) Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4- 6 bulan pertama kehidupan bayi
2) Tidak memadainya penyediaan air bersih
3) Pencemaran air oleh tinja
4) Kurangnya sarana kebersihan (MCK)
5) Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
6) Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis
7) Gizi buruk
8) Imunodefisiensi
9) Berkurangnya asam lambung
10) Menurunnya motilitas usus
11) Menderita campak dalam 4 minggu terakhir

18
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

12) Faktor genetik 4

B. Faktor lainnya :
a) Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibody
ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang
pada saat bayi mulai merangkak.
b) Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius.
c) Faktor musim
Daerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat
terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan
diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
d) Epidemic dan pandemic 3

I.4 Etiologi

Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan oleh gastroenteritis,
keracunan makanan karena antibiotika dan infeksi sistemik. Etiologi diare pada 25 tahun
yang lalu sebagian besar belum diketahui, akan tetapi kini, telah lebih dari 80% penyebabnya
diketahui. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme
yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi5.

Penyebab utama oleh virus yang terutama ialah Rotavirus (40 – 60%) sedangkan virus
lainya ialah virus Norwalk, Astrovirus, Cacivirus, Coronavirus, Minirotavirus. Bakteri yang
dapat menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophilia, Bacillus cereus, Compylobacter
jejuni, Clostridium defficile,Clostridium perfringens, E coli, Pleisiomonas, Shigelloides,
Salmonella spp, staphylococus aureus, vibrio cholerae dan Yersinia enterocolitica, Sedangkan
penyebab diare oleh parasit adalah Balantidium coli, Capillaria phiplippinensis,

19
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Cryptosporodium, Entamoba hystolitica, Giardia lambdia, Isospora billi, Fasiolopsis buski,


Sarcocystis suihominis, Strongiloides stercorlis, dan trichuris trichiura. 4, 5

Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak yaitu
Rotavirus, Escherichia coli, Shigella, Campylobacter jejuni, dan Cryptosporidium.

A) Rotavirus.
Rotavirus pertama kali ditemukan oleh Bishop (1973) di Australia pada biopsi
duodenum penderita diare dengan menggunakan mikroskop elektron. Ternyata kemudian
Rotavirus ditemukan di seluruh dunia sebagai penyebab diare akut yang paling sering,
terutama pada bayi dan anak usia 6-24 bulan. Di Indonesia, berdasarkan penelitian di
beberapa Rumah Sakit di Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung berkisar 40-60% diare akut
disebabkan oleh Rotavirus.
Akibat infeksi Rotavirus ini pada usus terjadi kerusakan sel epitel mukosa usus,
infeksi sel-sel radang pada lamina propia, pemendekan jonjot usus, pembengkakan
mitokondria, dan bentuk mikrovili (brush border) yang tidak teratur. Sebagai akibat dari
semua ini adalah terjadinya gangguan absorpsi cairan/elektrolit pada usus halus dan juga
akan terjadi gangguan pencernaan (digesti) dari makanan terutama karbohidrat karena
defisiensi enzim disakaridase akibat kerusakan epitel mukosa usus tadi.
B) Escherichia coli.
E. coli menyebabkan sekitar 25% diare di negara berkembang dan juga
merupakan penyebab diare kedua setelah Rotavirus pada bayi dan anak. Pada saat ini
telah dikenal 5 golongan E.coli yang dapat menyebabkan diare, yaitu ETEC
(Enterotoksigenik Escherichia coli), EPEC (Enteropathogenic Eschericia coli), EIEC
(Enteroinvasive Eschericia coli), EAEC (Enteroadherent Escherichia coli), dan EHEC
(Enterohemorrhagic Escherichia coli).2

ETEC merupakan penyebab utama diare dehidrasi di negara berkembang.


Transmisinya melalui makanan (makanan sapihan/makanan pendamping), dan minuman
yang telah terkontaminasi. Pada ETEC dikenal 2 faktor virulen, yaitu 1) faktor kolonisasi,
yang menyebabkan ETEC dapat melekat pada sel epitel usus halus (enterosit) dan 2)
enterotoksin. Gen untuk faktor kolonisasi dan enterotoksin terdapat dalam plasmid, yang
dapat ditransmisikan ke bakteri E.coli lain. Terdapat 2 macam toksin yang dihasilkan oleh
ETEC, yaitu toksin yang tidak tahan panas (heat labile toxin = LT) dan toksin yang tahan
panas (heat stable toxin = ST). Toksin LT menyebabkan diare dengan jalan merangsang

20
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

aktivitas enzim adenil siklase seperti halnya toksin kolera sehingga akan meningkatkan
akumulasi cAMP, sedangkan toksin ST melalui enzim guanil siklase yang akan
meningkatkan akumulasi cGMP. Baik cAMP maupun cGMP akan menyebabkan
perangsangan sekresi cairan ke lumen usus sehingga terjadi diare. Bakteri ETEC dapat
menghasilkan LT saja, ST saja atau kedua-duanya. ETEC tidak menyebabkan kerusakan
rambut getar (mikrovili) atau menembus mukosa usus halus (invasif). Diare biasanya
berlangsung terbatas antara 3-5 hari, tetapi dapat juga lebih lama (menetap, persisten).2
EPEC. EPEC dapat menyebabkan diare berair disertai muntah dan panas pada
bayi dan anak dibawah usia 2 tahun. Di dalam usus, bakteri ini membentuk koloni
melekat pada mukosa usus, akan tetapi tidak mampu menembus dinding usus.
Melekatnya bakteri ini pada mukosa usus karena adanya plasmid. Bakteri ini cepat
berkembang biak dengan membentuk toksin yang melekat erat pada mukosa usus
sehingga timbul diare pada bayi dan sering menimbulkan prolong diarrhea terutama bagi
mereka yang tidak minum ASI.
EIEC. EIEC biasanya apatogen, tetapi sering pula menyebabkan letusan kecil
(KLB) diare karena keracunan makanan (food borne). Secara biokimiawi dan serologis
bakteri ini menyerupai Shigella spp., dapat menembus mukosa usus halus, berkembang
biak di dalam kolonosit (sel epitel kolon) dan menyebabkan disentri basiler. Dalam tinja
penderita, sering ditemukan eritrosit dan leukosit.2
EAEC. EAEC merupakan golongan E.coli yang mampu melekat dengan kuat
pada mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologis. Diduga bakteri ini
mengeluarkan sitotoksin, dapat menyebabkan diare berair sampai lebih dari 7 hari
(prolonged diarrhea).2
EHEC. EHEC merupakan E.coli serotipe 0157 : H7, yang dikenal dapat
menyebabkan kolitis hemoragik. Transmisinya melalui makanan, berupa daging yang
dimasak kurang matang. Diarenya disertai sakit perut hebat (kolik, kram) tanpa atau
disertai sedikit panas, diare cair disertai darah. EHEC menghasilkan sitotoksin yang dapat
menyebabkan edem dan perdarahan usus besar.2
C) Shigella spp.
Infeksi Shigella pada manusia dapat menyebabkan keadaan mulai dari
asimptomatik sampai dengan disentri hebat disertai dengan demam, kejang-kejang,
toksis, tenesmus ani, dan tinja yang berlendir dan darah. Golongan Shigella yang sering
menyerang manusia di daerah tropis adalah Shigella dysentri, Shigella flexnori,
sedangkan Shigella sonnei lebih sering terjadi di daerah sub tropis.2

21
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Patogenesis terjadinya diare oleh Shigella spp. Ini adalah karena kemampuannya
mengadakan invasi ke epitel sel mukosa usus. Disini dia berkembang biak dan
mengeluarkan leksotoksin yang bersifat merusak sel (sitotoksin). Daerah yang sering
diserang adalah bagian terminal dari ileum dan kolon. Akibat invasi dari bakteri ini
terjadi infiltrasi sel-sel PMN dan kerusakan sel epitel mukosa sehingga timbul ulkus
kecil-kecil di daerah invasi yang menyebabkan sel-sel darah merah, plasma protein, sel
darah putih, masuk ke dalam lumen usus dan akhirnya keluar bersama tinja.2

D) Campylobacter jejuni.

C. jejuni merupakan penyebab 5-10% diare di dunia. Di Indonesia prevalensinya


sekitar 5,3%. Selain diare yang disertai dengan lendir dan darah, juga terdapat gejala sakit
perut disekitar pusat, yang kemudian menjalar ke kanan bawah dan rasa nyerinya
menetap di tempat tersebut (seperti pada apendisitis akut). C. jejuni mengeluarkan 2
macam toksin yaitu sitotoksin dan toksin LT.2

Tempat infeksi yang paling sering dari C. jejuni ini adalah jejenum, ileum, dan
colon. Terdapat kelainan pada mukosa usus, peradangan, edema, pembesaran kelenjar
limfe mesenterium dan adanya cairan bebas di cavum peritonei. Jonjot usus halus
ditemukan memendek dan melebar tetapi tidak konsisten. Ileum mengalami nekrosis
hemoragik karena invasi bakteri ke dinding usus sehingga pada tinja dapat ditemukan
adanya darah dan sel-sel radang.2

E) Cryptosporodium.
Cryptosporodium pada saat ini sedang populer dan dianggap sebagai penyebab
diare terbanyak yang disebabkan oleh parasit. Dahulu dikenal hanya patogen pada
binatang saja. Cryptosporodium merupakan golongan coccidium, sering menyebabkan
diare pada manusia yang menderita imunodefisiensi, misalnya pada penderita AIDS. Di
negara berkembang Cryptosporodium merupakan 4-11% penyebab diare pada anak.
Penularan melalui oro-fekal dan biasanya diare bersifat akut. Mulainya karena terjadi
kerusakan mukosa usus oleh perlekatan parasit pada mikrovilus enterosit, sehingga
terjadi gangguan absorpsi makanan.
Sebuah studi tentang maslah diare akut yang terjadi karena infeksi pada anak di
bawah 3 tahun di Cina, India, Meksiko, Myanmar, Burma dan Pakistan, hanya tiga agen
infektif yang secara konsisten atau secara pokok ditemukan meningkat pada anak

22
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

penderita diare. Agen ini adalah Rotavirus,Shigella spp dan E. Coli enterotoksigenik
Rotavirus jelas merupakan penyebab diare akut yang paling sering diidentifikasi pada
anak dalam komunitas tropis dan iklim sedang.6 Diare dapat disebabkan oleh alergi atau
intoleransi makanan tertentu seperti susu, produk susu, makanan asing terdapat individu
tertentu yang pedas atau tidak sesuai kondisi usus dapat pula disebabkan oleh keracunan
makanan dan bahan-bahan kimia. Beberapa macam obat, terutama antibiotika dapat juga
menjadi penyebab diare. Antibiotika akan menekan flora normal usus sehingga organisme
yang tidak biasa atau yang kebal antibiotika akan berkembang bebas. 5,6 Di samping itu
sifat farmakokinetik dari obat itu sendiri juga memegang peranan penting. Diare juga
berhubungan dengan penyakit lain misalnya malaria, schistosomiasis, campak atau pada
infeksi sistemik lainnya misalnya, pneumonia, radang tenggorokan, dan otitis media.5,6

I.5 Patofisiologi / Patogenesis

1.5.1 Patogenesis

Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau sekresi.
Terdapat beberapa pembagian diare:

1. Pembagian diare menurut etiologi

2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan gangguan sekresi

3. Pembagian diare menurut lamanya diare:

a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari

b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi

c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi

Patogenesis:

23
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

1.5.2 Patofisiologi

Secara umum, diare disebabkan karena 2 hal, yaitu gangguan pada proses absorbsi atau
pada proses sekresi. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di
kolon lebih besar daripada kapasitas absorbsi. Terdapat gangguan pada usus halus atau kolon
yang mengakibatkan terjadinya penurunan pada proses absorpsi atau peningkatan proses
sekresi. Diare juga dapat terjadi akibat gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.2

Diare akibat gangguan absorpsi atau diare osmotik dapat disebabkan karena: a) Konsumsi
magnesium hidroksida, sehingga menurunkan fungsi absorpsi usus; b) Defisiensi sukrase-
isomaltase; c) Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus
halus bagian proksimal akan bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat
adanya perbedaan tekanan osmotik antara lumen usus dan darah, maka pada segmen jejunum
yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen jejunum, dan air akan terkumpul di
dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal.2

Diare akibat malabsorpsi umum biasanya disebabkan akibat kerusakan sel (yang secara
normal akan menyerap Na dan air) dapat disebabkan oleh infeksi virus atau kuman, seperti

24
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Dapat juga disebabkan akibat inflamatory bowel
disease idiopatik, toksin, atau obat-obatan tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang
menyebabkan malabsorpsi usus halus adalah atrofi villi.2

Diare akibat gangguan sekresi atau diare sekretorik dapat terjadi karena hiperplasia
kripta, luminal secretagogues, dan blood-borne secretagogeus. Hiperplasia kripta umumnya
akan menyebabkan atrofi villi. Pada luminal secretagogues, sekresi lumen dipengaruhi oleh
enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam
empedu bentuk dihidroxyl, serta asam lemak rantai panjang. Pada blood-borne
secretagogeus, diare umumnya disebabkan karena enterotoksin E. Coli atau Cholera.2

Diare akibat gangguan peristaltik disebabkan karena adanya perubahan motilitas usus
yang akan berpengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas,
keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri
tumbuh berlebihan yang pada akhirnya dapat menuebabkan diare. Diare akibat
hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas
pada kasus kolon iritable pada bayi.2

Diare akibat inflamasi dapat terjadi akibat hilangnya sel-sel epitel dan kerusakan tight
junction, sehingga menyebabkan air, elektrolit, mukus dan protein menumpuk di dalam
lumen. Biasanya diare akibat inflamasi berkaitan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik
dan diare sekretorik. Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight
junction, menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade
inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis
dan fungsi absorpsi dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J dkk. 2003
menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terlerak pada perubahan
barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellular
cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh dari salah satu atau kedua hal tersebut
akan menyebabkan terjadinya hipersekresi klorida yang akan diikuti oleh natrium dan air.2

Diare yang terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan
IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan. Reaksi
tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada
Coeliac diseasedan protein loss enteropaties. Mediator-mediator kimia hasil dari respon imun

25
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan jaringan,


merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.2

I.6 Manifestasi Klinis

Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologic.

A. Gejala gastrointestinal berupa :


Diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung
pada penyebabnya.
B. Gejala neurologic dari infeksi usus bisa berupa :
paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat), hipotoni dan
kelemahan otot (C. botulinum).

Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai
dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi dapat diklasifikasikan
berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit. Dehidrasi ringan bila penurunan
berat badan kurang dari 5%, dehidrasi sedang bila penurunan berat badan antara 5%-10% dan
dehidrasi berat bila penurunan lebih dari 10%.4

Derajat Dehidrasi
Gejala & Mata Mulut/ Rasa Haus Kulit BB Estimasi
Keadaan
Tanda Lidah % def.

Umum cairan
Tanpa Baik, Sadar Normal Basah Minum Turgor <5 50 %
Dehidrasi Normal, Tidak baik
Haus
Dehidrasi Gelisah Cekung Kering Tampak Turgor 5– 50–100
Ringan Rewel Kehausan lambat 10 %
-Sedang
Dehidrasi Letargik, Sangat Sangat Sulit, tidak Turgor >10 >100 %
Berat Kesadaran cekung kering bisa minum sangat
Menurun dan lambat
kering

Sumber: Sandhu 20018

26
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

I.7 Diagnosis

1.7.1 Anamnesis

Cara mendiagnosis pasien diare adalah dengan menentukan tiga hal berikut: 1)
Persistensinya; 2) Etiologi; 3) Derajat dehidrasi. Hal-hal ini dapat diketahui melalui
anamnesa yang terperinci.1

Untuk menentukan persistensinya, perlu ditanyakan kepada orang tua pasien, sudah
berapa lama pasien menderita diare. Apakah sudah lebih dari 14 hari atau belum, sehingga
nantinya dapat ditentukan apakah diare pada pasien termasuk diare akut atau diare persisten.
Hal ini berkaitan dengan tatalaksana diare yang berkaitan dengan penyulit ataupun
komplikasi dari diare tersebut.1

Untuk menentukan etiologi, diagnosis klinis diare akut berdarah hanya berdasarkan
adanya darah yang dapat dilihat secara kasat mata pada tinja. Hal ini dapat ditanyakan pada
orang tua pasien maupun dilihat sendiri oleh dokter. Pada beberapa episode Shigellosis, diare
pada awalnya lebih cair dan menjadi berdarah setelah 1-2 hari. Diare cair ini dapat sangat
berat dan menimbulkan dehidrasi. Seringkali disertai demam, nyeri perut, nyeri pada rektum,
dan tenesmus.1

Untuk menentukan derajat dehidrasi dapat dilakukan dengan anamnesis yang teliti,
terutama pada asupan peroral, frekuensi miksi/urin, frekuensi serta volume tinja dan muntah
yang keluar. Tanyakan juga apakah pasien sudah pernah periksa dan apakah pasien
mengkonsumsi obat tertentu sebelumnya.1

27
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

1.7.2 Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa hal-hal sebagai berikut: berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-
tanda untama dehidrasi seperti kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen, serta tanda-
tanda tambahan lainnya seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau tidak,
ada atau tidaknya air mata, keadaan bibir, mukosa dan lidah. 2,3,4 Karena seringnya defekasi,
anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama makin asam akibat banyaknya asam laktat
yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus.3

Pernapasan yang cepat dan dalam merupakan indikasi adanya asidosis metabolik. Bising
usus yang lemah atau tidak ada dapat ditemukan pada keadaan hipokalemi. Dilakukan juga
pemeriksaan pada ekstremitas berupa capillary refill untuk menentukan derajat dehidrasi
yang terjadi.

Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan:

a. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003

Simptom Minimal atau tanpa Dehidrasi Ringan- Dehidrasi Berat,


dehidrasi, Sedang, Kehilangan Kehilangan BB > 9%
Kehilangan BB <3% BB 3%-9%
Kesadaran Baik Normal, lelah, Apatis, letargi, tidak
gelisah, irritable sadar
Denyut jantung Normal Normal-meningkat Takikardia,
bradikardia pada
kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal-melemah Lemah, kecil, tak
teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,
sianotik
Kencing Normal Berkurang minimal

28
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

b. Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan MTBS (Managemen Terpadu Balita Sakit)

Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda DEHIDRASI BERAT


berikut :
Letargis atau tidak sadar.
Mata cekung
Tidak bisa minum atau malas minum.
Cubitan kulit perut kembalinya lambat.
Terdapat dua atau lebih dari tanda-tada DEHIDRASI RINGAN/SEDANG
berikut:
Gelisah, rewel/marah.
Mata cekung.
Haus, minum dengan lahap.
Cubitan kulit di perut kembalinya lambat.
Tidak cukup tanda-tanda untuk TANPA DEHIDRASI
diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau
ringan/sedang.

c. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995

Penilaian A B C
Lihat :
Keadaan umum Baik, sadar. *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai atau
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan
kering.

29
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Air mata Ada Tidak ada Sangat kering


Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, tidak *Haus, ingin minum *Malas minum atau
haus banyak tidak bisa minum
Periksa :
Turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
lambat
Hasil pemeriksaan : Tanpa dehidrasi Dengan dehidrasi Dehidrasi berat bila
ringan-sedang bila ada1 tanda *
ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih
ditambah 1 atau lebih tanda lain.
tanda lain
Terapi : Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C

1.7.3 Laboratorium
1. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan saat diare akut:
a. Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur
dan tes kepekaan terhadap antibiotika
b. Urin: urin lengkap, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika
c. Tinja

2. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare
meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan.
a. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa, atau disebabkan oleh infeksi di luar saluran
gastrointestinal.
b. Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebakan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli, dan T. trichiura.

Tes laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen

30
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Tes Laboratorium Organisme diduga/identifikasi

Mikroskopik: lekosit pada tinja Invasif atau bakteri yang memproduksi


sitotoksin

Trophozoit, kista, oocysts, spora G. lamblia, E. histolytika,


Cryptosporidium, I. belli, Cyclospora

Rhabditiform lava Strongyloides

Spiral atau basil gram (-) berbentuk S Campylobacter jejuni

Kultur tinja: Standard E. coli, Shigella, Salmonella,


Camphylobacter jejuni

Kultur tinja: Spesial Y. enterocolitica, V. cholera, V.


parahaemolyticus, C. difficile, E.coli,
O157:H7

Enzym immunoassay atau latex Rotavirus, G. lamblia, enteric


aglutinasi adenovirus, C. difficile

Serotyping E. coli, O 157 : H7, EHEC, EPEC

Latex aglutinasi setelah broth Salmonella, Shigella


enrichment

Test yang dilakukan di laboratorium Bakteri yang memproduksi toksin,


riset EIEC, EAEC, PCR untuk genus virulen

3. Pemeriksaan mikroskopik
Untuk mencari adanya leukosit dapat memberikan informasi tentang penyebab
diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja
diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon.
Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasive
atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni,
EIEC, C.difficile, Y. enterolytica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan

31
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosut yang ditemukan pada umumnya adalah


leukosit PMN, kecuali pada S. typhii leukosit mononuklear. Tidak semua penderita
kolitis terdapat leukosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E. hystolitica
pada umumnya leukosit pada tinja minimal. Parasit yang menyebabkan diare pada
umumnya tidak memproduksi leukosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak
diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parait kecuali terdapat riwayat
baru saja bepergian ke daerah resiko tinggi, kultur tinja negative untuk
enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised.

I.8 Penatalaksanaan

1.8.1 Terapi Cairan

Departemen menetapkan Lima pilar pilar penatalaksanaan diarebagi semua kasus diare
pada anak balita baik yang dirawat d rumah maupun di rumah saikt:

1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru


2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua

1. Rehidrasi denga oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah
Diare karena virus tersebut tidak menyebakan kekurangan elektrolit seberat pada
disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat
osmolaritas yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas
plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.

Berikut ini adalah tatalaksana rehidrasi sesuai dengan derajat dehidrasi :

1. Tatalaksana Rehidrasi pada Pasien Diare Tanpa Dehidrasi :

RENCANA TERAPI A
UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH
(Pencegahan Dehidrasi)
GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJARI IBU :
- Teruskan mengobati anak diare di rumah.
- Berikan terapi awal bila terkena diare.
MENERANGKAN EMPAT CARA TERAPI DIARE DI RUMAH

32
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

1. BERIKAN ANAK LEBIH BANYAK CAIRAN DARIPADA BIASANYA UNTUK


MENCEGAH DEHIDRASI
- Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit, makanan yang cair
(seperti sup, air tajin) dan kalau tidak ada air matang gunakan larutan oralit untuk anak,
seperti dijelaskan di bawah ( Catatan : jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum
makan makanan padat, lebih baik diberi oralit dan air matang daripada makanan cair.
- Berikan larutan ini sebanyak anak mau, berikan jumlah larutan oralit seperti di bawah.
- Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.

2. BERI TABLET ZINC


- Dosis zinc untuk anak-anak :
Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari.
Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari.
- Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anak telah sembuh dari
diare.
- Cara pemberian tablet zinc :
Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI atau oralit. Untuk
anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan di dalam air matang
atau oralit.

3. BERI ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI


- Teruskan ASI.
- Bila anak tidak mendapatkan ASI, berikan susu yang biasa diberikan. Untuk anak
kurang dari 6 bulan atau belum mendapat makanan padat, dapat diberikan susu.
- Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat :
 Berikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan, sayur, daging
atau ikan. Tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur setiap porsi.
 Berikan sari buah atau pisang halus untuk menambahkan kalium.
 Berikan makanan yang segar. Masak dan haluskan atau tumbuk makanan
dengan baik.
 Bujuklah anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari.
 Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan porsi makanan
tambahan setiap hari selama 2 minggu.

4. BAWA ANAK KEPADA PETUGAS KESEHATAN BILA ANAK TIDAK MEMBAIK


DALAM 3 HARI ATAU MENDERITA SEBAGAI BERIKUT:
- Buang air besar lebih sering.

33
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

- Muntah terus-menerus.
- Rasa haus yang nyata.
- Makan atau minum sedikit.
- Demam.
- Tinja berdarah.

5. ANAK HARUS DIBERI ORALIT DI RUMAH APABILA :


- Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C.
- Tidak dapat kembali ke petugas kesehatan bila diare memburuk.
- Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang datang ke petugas
kesehatan merupakan kebijakan pemerintah.

2. Tatalaksana Rehidrasi pada Pasien Diare dengan Dehidrasi Ringan-Sedang

RENCANA TERAPI B
UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH
( Pengobatan dehidrasi ringan-sedang)
Pada dehidrasi rinngan-sedang, Cairan Rehidrasi Oral diberikan dengan pemantauan yang dilakukan
di Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 4-6 jam. Ukur jumlah rehidrasi oral yang akan diberikan selama
4 jam pertama.
Umur Lebih dari 4 4-12 bulan 12 bulan-2 tahun 2-5 tahun
bulan
Berat badan < 6 Kg 6 - < 10 Kg 10 - < 12 Kg 12-19 Kg
Dalam ml 200-400 400-700 700-900 900-1400

Jika anak minta minum lagi, berikan.


- Tunjukkan kepada orang tua bagaimana cara memberikan rehidrasi oral
 Berikan minum sedikit demi sedikit.
 Jika anak muntah, tunggu 10 menit lalu lanjutkan kembali rehidrasi oral pelan-
pelan.
 Lanjutkan ASI kapanpun anak meminta.
- Setelah 4 jam :
 Nilai ulang derajat dehidrasi anak.
 Tentukan tatalaksana yang tepat untuk melanjutkan terapi.
 Mulai beri makan anak di klinik.

34
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

- Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B


 Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah.
 Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam Rencana
Terapi A.
 Jelaskan 4 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah.

Berikut ini adalah komposisi dari Oralit Baru yang direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF
untuk diare akut non-kolera pada anak:

Oralit Baru Osmolaritas Rendah Mmol/Liter


Natrium 75
Klorida 65
Glucose, anhydrous 75
Kalium 20
Sitrat 10
Total Osmolalitas 245

Ketentuan pemberian oralit formula baru

a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru


b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk persediaan 24 jam
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan:
1) Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB
2) Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100-200ml tiap BAB
d) Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus
dibuang.

35
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

3. Tatalaksana Rehidrasi pada Pasien Diare dengan Dehidrasi Berat

RENCANA TERAPI C
UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH
(Penderita dengan dehidrasi berat)
Ikuti arah anak panah. Bila jawaban dari pertanyaan adalah YA, teruskan ke kanan. Bila TIDAK,
teruskan ke bawah.
- Beri cairan IV segera. Bila penderita bisa
minum, beri oralit ketika cairan IV dimulai.
Apakah saudara
Beri 100ml/KgBB cairan RL (NaCl atau
dapat
YA
Ringer Asetat jika tidak tersedia RL) sebagai
menggunakan
berikut :
cairan IV Bayi < 1 tahun : pemberian pertama 30
secepatnya ml/Kg dalam 1 jam. Kemudian 70ml/Kg
dalam 5 jam.
Anak 1-5 tahun : : pemberian pertama 30
ml/Kg dalam 30 menit. Kemudian 70ml/Kg
T
dalam 2 1/2jam.
I - Ulang jika denyut nadi masih lemah atau
tidak teraba.
D - Nilali kembali dalam 1-2 jam -> rehidrasi
belum tercapai -> percepat tetesan.
A
- Berikan oralit (5 mg/KgBB/jam) bila
K penderita bisa minum.
- Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), nilai
kembali. Pilih rencana terapi.

Apakah terdapat terapi Kirim penderita untuk terapi IV.


IV terdekat (dalam 30 YA Bila penderita dapat minum, sediakan oralit dan
menit)? tunjukkan cara memberikan nya selama perjalanan.

TIDAK

36
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Apakah saudara dapat


Mulai rehidrasi mulu dengan oralit
menggunakan pipa nasogastrik
YA melalui pipa nasogatrik atas mulut.
untuk dehidrasi?
Berikan 20ml/Kg/jam selama 6 jam.
(total 120ml/Kg).

Nilai tiap 1-2 jam :


TIDAK Bila muntah atau perut kembung,
berikan cairan pelan-pelan.

Bila rehidrasi tak tercapai setelah 3 jam,


rujuk untuk mendapat terapi IV.
Segera rujuk anak untuk
rehidrasi melalui nasogatrik atau Setelah 6 jam, nilai kembali dan pilih
IV rencana terapi

Catatan :

Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk memastikan bahwa
ibu dapat menhaga pengembalian cairan yang hilang dengan memberi oralit.

Bila umur anak di atas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah saudara, pikirkan
kemungkinan kolera dan berikan antibiotik yang tepat secara oral setelah anak sadar.

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturur-turut


Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Pemberian zinc yang
dilakukan di awal masa diare selam 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan
morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada
pasien anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang
dikeluarkan.

3. ASI dan makanan tetap diteruskan


Sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat untuk
mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisis yang hilang. Pada diare

37
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase
kesembuhan.
4. Antibiotik jangan diberikan
Kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera. Pemberian antibiotic
yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan megganggu
keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan
diare sulit disembuhkan.
5. Nasihat pada ibu atau pengasuh
Kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit,
sangat halus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.

Dalam merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan
terapi:
a. Terapi cairan dan elektrolit
b. Terapi diet
c. Terapi non spesifik dengan antidiare
d. Terapi spesifik dengan antimikroba

Terapi Cairan dan Pemberian Makanan ada Diare tanpa Penyulit

Dehidrasi Rehidrasi Cairan Pencegahan Makan Minum


Waktu Dehidrasi

38
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Tanpa dehidrasi - - 10-20 cc/kgBB / ASI diteruskan.


tiap BAB, Oralit Susu formula
diteruskan
dengan
mengurangi
makanan berserat,
ekstra 1 porsi

Ringan-sedang 3 jam 75 cc (½ gelas) Idem Dapat

oralit/kgBB atau ad ditangguhkan


libitum sampai sampai anak
tanda-tanda menjadi segar
dehidrasi hilang

Berat 3 jam IVFD RL 30cc/kg BB Idem Idem


7½ tetes/kgBB/menit,
Oralit ad libitum
segera setelah

Koreksi cairan melalui NGD (Nasogastrik Drip) adalah:

a. Nadi masih dapat diraba dan masih dapat dihitung


b. Tidak ada meteorismus
c. Tidak ada penyulit yang mengharuskan kita memakai cairan IV
d. Dikatakan gagal jika dalam 1 jam pertama muntah dan diare terlalu banyak atau syok
bertambah berat.

Pengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi efektif
diare akut.6 Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang
sebagai persentasi kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya
sebagai baku emas.8

Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral. Pemberian secara oral
dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat menggunakan pipa nasogastrik,
walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang. Bila diare profus dengan pengeluaran air tinja

39
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

yang banyak ( > 100 ml/kgBB/hari ) atau muntah hebat (severe vomiting) sehingga penderita
tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violent meteorism) sehingga
upaya rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral
walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan
gangguan sirkulasi5. Keuntungan upaya terapi oral karena murah dan dapat diberikan
dimana-mana. AAP merekomendasikan cairan rehidrasi oral (ORS) untuk rehidrasi dengan
kadar natrium berkisar antara 75-90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan
natrium antara 40-60mEq/L 8 Anak yang diare dan tidak lagi dehidrasi harus dilanjutkan
segera pemberian makanannya sesuai umur6.

A. Dehidrasi Ringan – Sedang


Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral
sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena
sebanyak : 75 ml/kg bb/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat
minum sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2
jam pada anak . Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan
sebanyak 10ml/kgbb setiap diare atau muntah.5
Secara ringkas kelompok Ahli gastroenterologi dunia memberikan 9 pilar yang perlu
diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu2 :
1. Menggunakan CRO ( Cairan rehidrasi oral )
2. Cairan hipotonik
3. Rehidrasi oral cepat 3 – 4 jam
4. Realiminasi cepat dengan makanan normal
5. Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus
6. Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan
7. ASI diteruskan
8. Suplemen dnegan CRO ( CRO rumatan )
9. Anti diare tidak diperlukan

B. Dehidrasi Berat
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak dan
menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh ( somnolen-koma, pernafasan Kussmaul,
gangguan dinamik sirkulasi ) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral.
Penggantian cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut 3,4,5 :
1. Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam
2. Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2-1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2-2½ jam
Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita akan
kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya menyangkut waktu yang

40
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya . Segala
kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera dapat dipenuhi. Itulah
sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar penderita bila
memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman sebagai biasanya bahkan pada
dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum
tetap dapat dilanjutkan.7
C. Pemilihan jenis cairan
Cairan Parenteral dibutuhkan terutama untuk dehidrasi berat dengan atau tanpa syok,
sehingga dapat mengembalikan dengan cepat volume darahnya, serta memperbaiki renjatan
hipovolemiknya. Cairan Ringer Laktat (RL) adalah cairan yang banyak diperdagangkan dan
mengandung konsentrasi natrium yang tepat serta cukup laktat yang akan dimetabolisme
menjadi bikarbonat. Namun demikian kosentrasi kaliumnya rendah dan tidak mengandung
glukosa untuk mencegah hipoglikemia. Cairan NaCL dengan atau tanpa dekstrosa dapat
dipakai, tetapi tidak mengandung elektrolit yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup. Jenis
cairan parenteral yang saat ini beredar dan dapat memenuhi kebutuhan sebagai cairan
pengganti diare dengan dehidrasi adalah Ka-EN 3B.16 Sejumlah cairan rehidrasi oral dengan
osmolaliti 210 – 268 mmol/1 dengan Na berkisar 50 – 75 mEg/L, memperlihatkan efikasi
pada diare anak dengan kolera atau tanpa kolera.3

Komposisi cairan Parenteral dan Oral :


Osmolalitas Glukosa Na+ CI- K+ Basa
(mOsm/L) (g/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L)
NaCl 0,9 % 308 - 154 154 - -
NaCl 0,45 428 50 77 77 - -
%+D5
NaCl 253 50 38,5 38,5 - -
0,225%+D5
Riger Laktat 273 - 130 109 4 Laktat 28
Ka-En 3B 290 27 50 50 20 Laktat 20
Ka-En 3B 264 38 30 28 8 Laktat 10
Standard 311 111 90 80 20 Citrat 10
WHO-ORS
Reduced 245 70 75 65 20 Citrat 10
osmalarity
WHO-ORS

41
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

EPSGAN 213 60 60 70 20 Citrat 3


recommend
ation

42
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Komposisi elektrolit pada diare akut :

Macam Komposisi rata-rata elektrolit


mmol/L
Na K Cl HCO3
Diare Kolera 140 13 104 44
Dewasa
Diare Kolera Balita 101 27 92 32
Diare Non Kolera 56 26 55 14
Balita

Sumber : Ditjen PPM dan PLP,19999

1.8.2 Terapi Medikamentosa

Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, karena sebagian besar diare infeksi
disebabkan oleh rotavirus yang bersifat self limited dan tidak dapat dibunuh oleh antibiotik. 1,2
Pemberian antibiotik dilakukan atas indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera.1,2,4

Pada disentri diberikan antibiotika oral selama 5 hari yang masih sensitif terhadap
Shigella menurut pola kuman setempat. Dahulu semua kasus disentri pada tahap awal diberi
antibiotika kotrimoksazol dengan dosis 5-8mg/KgBB/hari. Namun saat ini telah banyak
strain Shigella yang resisten terhadap amplisilin, amoksisilin, mentronidazol,tetrasiklin,
golongan aminoglikosida, kloramfenikol, sulfonamid, dan kotromoksazol sehingga WHO
tidak merekomendasikan penggunaan obat tersebut. Obat pilihan untuk pengobatan disentri
berdasarkan WHO 2005 adalah golongan Quinolon seperti siprofloksasin dengan dosis 30-
50mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Pemantauan dilakukan setelah 2 hari
pengobatan, dilihat apakah ada perbaikan tanda-tanda seperti tidak adanya demam, diare
berkurang, darah dalam feses berkurang dan peningkatan nafsu makan. Jika tidak ada
perbaikan, maka amati adanya penyulit, hentikan pemberian antibiotik sebelumnya dan
berikan antibiotik yang sensitif terhadap Shigella berdasarkan area.1

A. Antibiotika pada diare

Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif

43
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Kolera Tetracycline Erythromycin

12,5 mg/kgBB 12,5 mg/kgBB

4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari

Shigella dysentery Ciprofloxacin Pivmecillinam

15 mg/kgBB 20 mg/kgBB

2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 5 hari

Ceftriaxone

50-100 mg/kgBB

1x sehari IM selama 2-5 hari

Amoebiasis Metronidazole

10 mg/kgBB

3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus


berat)

Giardiasis Metronidazole

10 mg/kgBB

3x sehari selama 5 hari

B. Menanggulangi Penyakit Penyerta


Anak yang menderita diare mungkin juga disertai dengan penyakit lain. Sehingga dalam
menangani diarenya juga perlu diperhatikan penyakit penyerta yang ada. Beberapa penyakit
penyerta yang sering terjadi bersamaan dengan diare antara lain : infeksi saluran nafas,
infeksi susunan saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi sistemik lain (sepsis,campak ),
kurang gizi, penyakit jantung dan penyakit ginjal 8.

44
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

I.9 Komplikasi

Ganguan elektrolit

A. Hipernatremia
B. Hiponatremia
C. Hiperkalemia
D. Hipokalemia

I.10 Pencegahan

1) Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare kuman-kuman pathogen penyebab


diare umumnya disebarkan secara fekal-oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare
perlu difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif,
meliputi:

A. Pemberian ASI yang benar


B. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
C. Penggunaan air bersih yang cukup
D. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan
sebelum makan
E. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga
F. Membuang tinja bayi yang benar

2) Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host)


Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat
mengurangi resiko diare, antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan dalam jumlah
yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak
c. Imunisasi campak9

I.11 Prognosis

45
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan
mortalitas yang minimal. Penderita dipulangkan apabila ibu sudah dapat/sanggup
membuat/memberikan oralit kepada anak dengan cukup walaupun diare masih berlangsung
dan diare bermasalah atau dengan penyakit penyerta sudah diketahui dan diobati.

DAFTAR PUSTAKA

1. Juffire M, Mulyani NS. Modul Pelatihan Diare. UKK GastroHepatologi IDAI.2009.


2. Subagyo B, Santoso NB, 2012, Diare Akut, dalam Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi, ed 1. Jilid 1,Badan Penerbit IDAI, Jakarta, hal 87-119.
3. Suraatmaja S. 2007, Diare Akut, dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak, ed 2,
Sagung Seto, Jakarta, hal1-24.
4. Pudjiadi A.H dkk, 2009, Diare Akut, dalam Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jilid 1. Badan Penerbit IDAI, Jakarta, hal 58-62.

5. Departemen kesehatan RI Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta 2002

46
Status Pasien Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL MTH

6. Dwipoerwantoro PG.Pengembangan rehidrasi perenteral pada tatalaksana diare akut


dalam kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI Juli 2003

7. Sinuhaji AB Peranan obat antidiare pada tatalaksana diare akut dalam kumpulan makalah
Kongres Nasional II BKGAI juli 2003

8. Suharyono.Terapi nutrisi diare Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan ilmu Kesehatan


Anak ke XXXI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1994

9. Ditjen PPM&PLP Depkes RI.Tatalaksana Kasus Diare. Depkes RI 1999 ; 31

47

Anda mungkin juga menyukai