KELOMPOK 5 :
1. MUMPUNI WAHYUDIARTI ( 123011801054 )
2. ELVY CAMELIA (123011801023 )
3. NILA RAHMAWATI ( 123011801058 )
4. HENDRA (123011801034 )
Berbeda dengan multifinance sekaliber BCA Finance, Astra Sedaya Finance, FIF,
dan Adira Finance yang membiayai kendaraan roda empat dan sepeda motor. Tak heran,
pembiayaan yang mereka salurkan selalu berkisar puluhan triliun per tahun. Wajarlah,
teman-teman seprofesi SNP Finance itu berinduk usaha pada bank umum.
SNP Finance diketahui menerima fasilitas kredit modal kerja dari 14 bank. Salah
satu dan yang paling besar berasal dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. SNP Finance
sendiri telah 20 tahun menjadi nasabah Bank Mandiri. Namun, pada 2016, perusahaan
mengajukan restrukturisasi kredit.
Saat itu, Bank Mandiri memasukkan SNP Finance dalam kelompok kolektibilitas
2 (kol 2) atau dalam perhatian khusus. Restrukturisasi kredit diperlukan bukan karena
perusahaan menunggak pembayaran, melainkan agar perusahaan bisa mendapat kucuran
dana dari bank lain.
PKPU itu terbit pada 4 Mei 2018, setelah dikabulkan majelis hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat. Dalam PKPU disebutkan total tagihan SNP Finance mencapai
Rp4,07 triliun dari 14 bank sebagai kreditur dengan jaminan Rp2,2 triliun, serta 336
pemegang MTN senilai Rp1,85 triliun.
Pada Desember 2017, menurut Sistem Informasi Debitur (SID) Bank Indonesia
kategori SNP Finance sebetulnya masih ada di kol 1 dengan status lancar. Tapi, Januari
2018, terjadi peralihan dan di bawah kontrol OJK, yakni Sistem Layanan Informasi
Keuangan (SLIK) yang kemudian statusnya berubah menjadi kol 2.
Hal itu berimbas pada timbulnya pertanyaan bank-bank yang mengucurkan dana
mereka ke SNP Finance dan berbuntut pada seretnya aliran kredit dari bank-bank lain. Di
sisi lain, sistem manajemen penagihan di kantor-kantor cabang SNP Finance semakin
lemah.
Gali Lubang Tutup Lubang Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus
Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Besar Daniel Tahi Monang Silitong mengatakan
pengungkapan kasus ini berawal dari laporan Bank Panin pada awal Agustus 2018 lalu.
Menurutnya, SNP Finance mengajukan pinjaman fasilitas kredit modal kerja dan
rekening koran kepada Bank Panin periode Mei 2016 sampai 2017 dengan plafon kepada
debitur sebesar Rp425 miliar.
Salah satu tindakan yang dilakukan oleh SNP Finance untuk mengatasi kredit
macetnya adalah menerbitkan surat utang berbentuk Medium Term Notes (MTN), yang
diperingkat oleh Pefindo, lembaga pemeringkat, berdasarkan laporan keuangan yang
diaudit oleh KAP DeLoitte.
Mengutip siaran pers Pefindo, biro kredit independen tersebut mendapuk SNP
Finance dengan peringkat idA- (single A minus) sejak Desember 2015-November 2017.
Lalu, peringkat itu dinaikkan menjadi idA (single A) pada Maret 2018. Padahal, saat itu,
keuangan SNP Finance mulai bermasalah.
Dua bulan setelahnya, yakni Mei 2018, OJK mengeluarkan sanksi Pembekuan
Kegiatan Usaha (PKU) terhadap SNP Finance melalui Surat Deputi Komisioner
Pengawas IKNB II Nomor S-247/NB.2/2018.
Pefindo pun buru-buru menyematkan peringkat idCCC (triple C) atau credit
watch negative sebelum akhirnya menarik peringkat terhadap SNP Finance. Namun,
sampai berita ini diturunkan, pihak Pefindo belum merespons pertanyaan. Dengan
diberlakukannya PKU, maka SNP Finance dilarang melakukan kegiatan usaha
pembiayaan. Jika mangkir dari hal itu, maka OJK dapat langsung mengenakan sanksi
pencabutan izin usaha.
Tak cuma itu, selama masa sanksi PKU, SNP Finance juga wajib menyampaikan
dan melakukan tindakan korektif. "Dalam jangka waktu 6 bulan sejak PKU, SNP Finance
tidak memenuhi tindakan tersebut, maka dapat dikenakan sanksi pencabutan izin usaha,"
imbuhnya. Dengan kondisi itu, Anto menambahkan, OJK akan terus memonitor
perkembangan kasus SNP Finance, serta memantau tim audit internal bank yang
melakukan investigasi internal dan akan memberikan sanksi jika ada pegawai bank yang
terlibat.
OJK akan terus berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti Kepolisian dan
Kementerian Keuangan untuk penindakan yang diperlukan. OJK juga melarang
penerbitan MTN tanpa seizin OJK dan menyiapkan langkah koordinasi dengan
Kemenkeu berkaitan dengan kerja Kantor Akuntan Publik
Langgar Standar Audit Kemenkeu menyebut dua akuntan publik yang mengaudit
laporan keuangan SNP Finance, yakni Akuntan Publik Marlinna dan Merliyana Syamsul
melanggar standar audit profesional. Mengutip data resmi Pusat Pembinaan Profesi
Keuangan (PPPK), dalam mengaudit SNP Finance tahun buku 2012 - 2016, mereka
belum sepenuhnya menerapkan pengendalian sistem informasi terkait data nasabah dan
akurasi jurnal piutang pembiayaan. Akuntan publik tersebut juga belum menerapkan
pemerolehan bukti audit yang cukup dan tepat atas akun piutang pembiayaan konsumen
dan melaksanakan prosedur memadai terkait proses deteksi risiko kecurangan, serta
respons atas risiko kecurangan.
Selain dua akuntan publik di atas, Kemenkeu juga menyoroti DeLoitte Indonesia.
Mereka diberi sanksi berupa rekomendasi untuk membuat kebijakan dan prosedur dalam
sistem pengendalian mutu akuntan publik terkait ancaman kedekatan anggota tim
perikatan senior.
SBE terakhir kali menerbitkan laporan auditor Independen atas laporan keuangan
SNP untuk tahun buku 2016. Audit tersebut tidak terkait dengan keperluan penerbitan
MTN yang dilakukan SNP pada 2017 dan 2018. SBE juga tidak pernah dimintai
persetujuan maupun diberitahu oleh SNP jika laporan audit atas laporan keuangan SNP
digunakan sebagai rujukan dalam penerbitan Medium Term Notes (MTN).
SNP mencantumkan laporan keuangan yang telah diaudit pada offering circular
mereka tanpa memberitahu Auditor. Padahal, sesuai surat perikatan audit, jika SNP ingin
mencantumkan nama kami dalam dokumen apa pun, harus memberitahu Auditor.
Steve juga menegaskan, audit dilakukan SBE atas laporan keuangan SNP sudah
berdasarkan standar audit yang ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).
"Kami juga memiliki standar pengendalian mutu yang ketat. Sebelum laporan
auditor independen diterbitkan harus melalui penelaahan pengendalian mutu
internal yang ketat yang dilakukan oleh rekan/partner dan manajer yang tidak
terlibat dalam perikatan audit," paparnya.
Lalu dari mana SNP Finance memperoleh dana untuk mencukupi modal
kerja yang dibutuhkan? SNP Finance menghimpun dana melalui pinjaman Bank.
Kredit yang diberikan bank kepada SNP Finance terdiri dari dua jalur, yang
pertama melalui joint financing, dimana beberapa bank bergabung dan
memberikan pinjaman, dan yang kedua adalah secara langsung, dari sebuah bank
kepada SNP Finance. Bank Mandiri tercatat sebagai pemberi pijaman terbesar
kepada SNP Finance. Bank-bank yang memberikan pinjaman tersebut adalah
kreditor, mereka punya kepentingan untuk mengetahui bagaimana dana yang
mereka pinjamakan ke SNP Finance. Apakah dana tersebut dikelola dengan benar,
karena tentunya bank juga mengharapkan keuntungan berupa bunga/interest, dan
pengembalian pokok pinjaman. Dalam hal ini bank bergantung pada informasi
keuangan yang tertuang dalam laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen
SNP Finance. Untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang disusun tersebut
terbebas dari kesalahan atau manipulasi, maka laporan keuangan tersebut diaudit.
SNP Finance menggunakan jasa Kantor Akuntan Publik (KAP) Deloitte Indonesia
yang merupakan salah satu Kantor Akuntan Publik (KAP) asing elit (disebut the
Big Four) untuk mengaudit laporan keuangannya.
Untuk manajemen dari SNP Finance sendiri saat ini kasusnya telah
ditangani oleh Bareskrim Polri. Mereka diduga melanggar pasal berlapis, yaitu
KUHP 362 tentang pemalsuan surat, KUHP 362 tentang penggelapan dan KUHP
378 tentang penipuan. Sementara apa sanksi untuk Deloitte sebagai auditornya?
Sanksi kepada Deloitte diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), melalui
siaran pers tertanggal 1 Oktober 2018, OJK memberikan sanksi kepada Akuntan
Publik (AP) Marlina dan AP Merliyana Syamsul, keduanya dari KAP Satrio Bing
Eni dan rekan (pemegang afiliasi Deloitte di Indonesia), dan juga KAP Satrio
Bing Eny dan rekan sendiri. Sanksi yang diberikan adalah pembatalan hasil audit
terhadap kliennya yaitu SNP Finance dan pelarangan untuk mengaudit sektor
perbankan, pasar modal dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB).
Apa yang menjadi dasar dari OJK untuk pemberian sanksi tersebut?
Bahwa AP Marlinna, AP Merliyana Syamsul dan Deloitte telah melakukan
pelanggaran berat yaitu melanggar POJK Nomor 13/POJK.03/2017 tentang
Penggunaan Jasa Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik. Pertimbangannya
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Telah memberikan opini yang tidak mencerminkan kondisi keuangan
yang sebenarnya
2. Besarnya kerugian terhadap industri jasa keuangan dan masyarakat
yang ditimbulkan atas opini kedua AP tersebut atas Laporan Keuangan
Tahunan Audit (LKTA) SNP Finance
3. Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan
akibat dari kualitas penyajian oleh akuntan publik.
REFERENSI
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180926143029-78-333372/kronologi-snp-finance-
dari-tukang-kredit-ke-tukang-bobol
https://www.cnbcindonesia.com/market/20180802101243-17-26563/ada-apa-dengan-deloitte-
dan-snp-finance-ini-penjelasannya
http://accounting.binus.ac.id/2018/12/03/merunut-kasus-snp-finance-auditor-deloitte-indonesia-
2/