Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi & Fisiologi


1. Anatomi
Dari segi anatomis, permukaan rongga pleura perbatasan dengan
paru sehingga cairan pleura mudah bergerak dari satu rongga ke
rongga lainnya. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga
kosong di antara kedua pleura, karena biasanya hanya terdapat
sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang
selalu bergerak secara teratur. Setiap saat, jumlah cairan dalam
rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan
kedua pleura. Jika terjadi, maka kelebihan tersebut akan dipompa ke
luar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari
rongga pleura ke mediastinum. Permukaan superior biafragma dan
permukaan lateral pleura parietalis, memerlukan adanya
keseimbangan antara produksi cairan pleura oleh pleura parietalis
dan absorpsi oleh pleura viselaris. Oleh karena itu, rongga pleura di
sebut sebagai ruang potensial, karena ruang ini normalnya begitu
sempit, sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas ( Guyton
dan Hall, 1997).
2. Fisiologi
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura
yang ditimbulkan rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan
jalan nafas akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang
selanjutnya akan memengaruhi pengembangan paru terjadi bila
kerja otot dan tekanan transpulmoner berhasil mengatasi rekoil
elastik (elastic recoil) paru dan dinding dada sehingga terjadi
proses respirasi. Jumlah cairan rongga pleura diatur keseimbangan
starling yang ditimbulkan oleh tekanan pleura dan kapiler,
kemampuan sistem penyaliran limfatik pleura serta keseimbangan
elektrolit. Ketidakseimbangan komponen-komponen gaya ini
menyebabkan penumpunkan cairan sehingga terjadi efusi pleura.
Fisiologi cairan pleura. Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh
kapiler pleura, ruang interstitial paru, saluran limfatik intratoraks,
pembuluh kapiler intratoraks dan rongga peritoneum. Neergard
mengemukakan hipotesis bahwa aliran cairan pleura sepenuhnya
bergantung perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotic kapiler
sistemik dengan kapiler kulmoner. Perpindahan cairan ini
mengikuti hokum starling berikut :

Jv = Kf x ([P kapiler – P pleura] – σ [ π kapiler – π pleura])


Jv : aliran cairan transpleura
Kf : koefisien filtrasi yang merupakan perkalian konduktifitas
hidrolik membran dengan luas permukaan membran
P : tekanan hidrostatik
σ : koefisien kemampuan restriksi membran terhadap migrasi
molekul besar
π : tekanan onkotik

Tekanan hidrostatik pleura parietal sebesar 30 cmH2O dan tekanan


rongga pleura sebesar -5 cmH2O sehingga tekanan hidrostatik
resultan adalah 30 – (-5) = 35 cmH2O. tekanan onkotik plasma 34
cmH2O dan tekanan onkotik pleura 5 cmH2O sehingga tekanan
onkotik resultan 34 - 5 = 29 cmH2O. Gradien tekanan yang
ditimbulkan adalah 35 – 29 = 6 cmH2O sehingga terjadi pergerakan
cairan dari kapiler pleura parietal menuju rongga pleura. Pleura
viseral lebih tebal dibandingkan pleura parietal sehingga koefisien
filtrasi pleura viseral lebih kecil dibandingkan pleura parietal.
Koefisien filtrasi kecil pleura viseral menyebabkan resultan gradien
tekanan terhadap pleura viseral secara skematis bernilai 0
walaupun kapiler pleura viseral identik dengan tekanan vena
pulmoner yaitu 24 cmH2O. Perpindahan cairan dari jaringan
interstitial paru ke rongga pleura dapat terjadi seperti akibat
peningkatan tekanan baji jaringan paru pada edema paru maupun
gagal jantung kongestif.
B. Definisi Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat
penumpukkan cairan (bisa merupakan transudat atau eksudat) dalam
rongga pleura, selain cairan dapat juga terjadi penumpukkan pus atau
darah, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi
sekunder akibat penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi
sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak
tsanpa adanya friksi. Efusi pleura awalnya terlihat sebagai efusi yang
serosantokrom dan bersifat eksudat yang kebanyakan terjadi sebagai
komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus sub pleura yang robek
atau melalui aliran kelenjar getah bening. Cairan efusi sangat sedikit
mengandung kuman tuberkulosis namun terjadi reaksi
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein.

C. Etiologi

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi


menjadi transudat, eksudat, dan hemoragi.

1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif


(gagal jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis
hepatis), sindrom vena kava superior, tumor, dan sindrom Meigs.
2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumomia, tumor, infark
paru, radiasi, dan penyakit kolagen.
3. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark
paru, dan tuberculosis.

Berdasarkan cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi


unilateral dan bilateral. Efusi unilateral tidak mempunyai kaitan yang
spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi efusi bilateral
ditemukan pada penyakit kegagalan jantung kongngestif, sindrom
nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus sistemis, tumor, dan
tuberculosis.
D. Patofisiologi

Normalnya hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura.


Jumlah cairan dirongga pleura, karena adanya tekanan hidrostatis pleura
parietalis sebesar 9 cmH2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila
tekanan osmotic koloid menurun ( misalnya pada penderita
hipoalbuminemia dan pertambahannya permeabilitas kapiler akibat ada
proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat
kegagalan jantung ) dan tekanan negative intrapleura apabila terjadi
atelektasis ( Alsagaf, 1995 ).

Efusi pleura berate terjadi penumpukan sejumlah besar cairan bebas


dalam kavum pleura. Kemungkinan proses akumulasi cairan dirongga
pleura terjadi akibat beberapa proses yang meliputi ( Guyton dan Hall,
1997):

1. Adanya hambatan drainase limfatik dari rongga pleura.


2. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer
menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang
berlebihan kedalam rongga pleura
3. Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma juga memungkinkan
terjadinya transudasi cairan yang berlebihan.
4. Adanya proses infeksi atau setiap infeksi atau setiap penyebab peradangan
apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan
pecahnya membrane kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma
dan cairan ke dalam rongga secara cepat
GAGAL JANTUNG KIRI KARSINOMA
TB PARU
GAGAL GINJAL MEDIASTINUM
PNEUMONIA
GAGAL FUNGSI HATI KARSINOMA PARU

ATELEKTASIS PENINGKATAN TEKANAN PENINGKATAN


HIPOALBUMINEMIA HIDROSTATIK DI PERMEABILITAS KAPILER
INFLAMASI PEMBULUH DARAH PARU

TEKANAN OSMOTIK KOLOID KETIDAKSEIMBANGAN


MENURUN JUMLAH PRODUKSI CAIRAN
↓ DENGAN ABSORPSI YANG
TEKANAN NEGATIF DILAKUKAN PLEURA
INTRAPLEURA VISERALIS
PENINGKATAN PERMEABILITAS
KAPILER

AKUMULASI/PENIMBUNAN
CAIRAN DI KAVUM PLEURA

GANGGUAN VENTILASI (PENGEMBANGAN PARU TIDAK OPTIMAL), GANGGUAN DIFUSI, DISTRIBUSI, DAN TRANSPORTASI
OKSIGEN

SISTEM PERNAPASAN SISTEM SARAF SISTEM SISTEM RESPON


PUSAT PENCERNAAN MUSKULOSKELETAL PSIKOSOSIAL

Pa O2 MENURUN PENURUNAN SUPLAI EFEK PENURUNAN SUPLAI SESAK NAFAS


PCO2 MENINGKAT OKSIGEN KE OTAK HIPERVENTILASI OKSIGEN KEJARINGAN TINDAKAN INVASIF
SESAK NAPAS
PENINGKATAN
PRODUKSI SEKRET
PENURUNAN
IMUNITAS PRODUKSI ASAM PENINGKATAN
HIPOKSIA SEREBAL LAMBUNG METABOLISME KOPING TIDAK
MENINGKAT ANAEROB EFEKTIF
PERISTALATIK
MENURUN
PUSING, MUAL, NYERI PENINGKATAN
DISORIENTASI LAMBUNG PRODUKSI ASAM KECEMASAN
POLA NAFAS TIDAK KONSTIPASI LAKTAT
EFEKTIF
JALAN NAFAS TIDAK
EFEKTIF
RESIKO TERPAPAR RESIKO GANGGUAN KETIDAK KELEMAHAN FISIK
INFEKSI PERFUSI SEREBRAL SEIMBANGAN UMUM
NUTRISI
NYERI LAMBUNG
GANGGUAN
ELIMINASI ALVI INTOLERANSI
AKTIVITAS

E. Manifestasi klinis
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak,
penderita sesak nafas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberculosis), banyak keringat, batuk, banyak riak.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleura yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (roba dan vocal) pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis ellis damoiseu).
5. Ditemukan segitiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis ellis damoiseu. Segitiga grocco-rochfusz. Yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesicular melemah dengan ronki
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

F. Penatalaksaan

Pengelolaan efusi pleura ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar


dan pengosongan cairan (thorakosentesis). Indikasi untuk melakukan
thorakosentesis adalah :

a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan


dalam rongga pleura.
b. Bila terapis spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.

Pengambilan pertama cairan pleura, tidak boleh lebih dari 1000 cc,
karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah
yang banyak dapat menimbulkan edema paru yang ditandai dengan batuk
dan sesak.
Kerugian thorakosentesis adalah :

a. Dapat menyebankan kehilangan protein yang berada dalam cairan


pleura.
b. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c. Dapat terjadi pneumothoraks.

Anda mungkin juga menyukai