Anda di halaman 1dari 6

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

MONITORING PENGOBATAN MDT

A. Pendahuluan
Penyakit kusta merupakan salah satu diantara penyakit menular
yang masih menimbulkan masalah masalah yang cukup komplek baik dari
segi medis maupun ekonomi. Penyakit kusta menyebabkan cacat fisik
yang memberi kontribusi yang besar terhadap stigma sosial di Masyarakat
maupun pada para petugas kesehatan sendiri.
Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara negara yang
sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara itu
dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan,
pendidikan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. Penyakit
kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk
sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya
pengetahuan/ pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan
cacat yang ditimbulkannya. Dengan kemajuan teknologi dibidang promotif,
pencegahan, pengobatan serta pemulihan kesehatan dibidang penyakit
kusta, maka penyakit kusta sudah dapat diatasi dan seharusnya tidak lagi
menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Akan tetapi mengingat kompleksnya masalah penyakit kusta, maka
diperlukan program penanggulangan secara terpadu dan menyeluruh
dalam hal pemberantasan, rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial ekonomi,
Hal ini menyebabkan terlambatnya penemuan penderita oleh karena
penderita malu memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan. Banyak dian
tara mereka berobat ke dukun dan akhirnya timbul cacat karena
keterlambatan pengobatan. Guna mencegah dan mengatasi hal ini maka
diperlukan adanya penanganan/penatalaksanaan yang terpadu dalam hal
pemberantasan, rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial dan
permasyarakatan eks penderita kusta.

Kerangka Acuan Kegiatan Monitoring Pengobatan MDT 1


B. Latar Belakang
Penyakit kusta yang dsebut juga dengan Morbus Hansen yang
merupakan penyakit infeksi kronis oleh bakteri mycobacterium leprae.
Dalam pengobatan kusta di berikan obat kusta yang bernama MDT
(Multidrug therapy) yang merupakan jenis obat yang juga di
rekomendasikan oleh Badan kesehatan Dunia (WHO) untuk menekan
penderita kusta yang semakin meningkat setiap tahun meski yang
beresiko hanya 2 orang terpapar kusta dari 100 orang yang memiliki
sistem pertahanan tubuh yang kuat.
Untuk penderita kusta dengan lesi 2 – 5 (tipe PB), lamanya
pengobatan 6 – 9 bulan, dengan pemberian obat MDT yang merupakan
obat antibiotik yang tergolong dalam jenis rifampisin dan DDS. Untuk
pengobatan kusta Tipe MB (lesi > 6) lamanya pengobatan 12 – 18 bulan
dengan mengkonsumsi obat dengan jenis rifampisin, lamprene dan DDS
selama 28 hari. Penyakit kusta yang terlambat di obati akan
mengakibatkan kecacatan fisik. Oleh karenanya penting pengobatan kusta
di lakukan sejak dini dan pencegahan dengan pemberian vaksinasi untuk
mencegah tubuh dari berbagai resiko penularan kusta.

C. Tujuan Umum Dan Tujuan Khusus


Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan pengobatan penyakit kusta
MDT dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat

Tujuan Khusus
1. Mewujudkan pasien RFT 100 %
2. Menurunkan angka kecacatan atau mencegah bertambahnya cacat
yang sudah ada sebelum pengobatan
3. Memberikan kemudahan pelayanan sebagai bentuk penghargaan
pasien
4. Membunuh kuman kusta, sehingga :

Kerangka Acuan Kegiatan Monitoring Pengobatan MDT 2


- Memutuskan mata rantai penularan
- Menyembuhkan penyakit penderita

D. Kegiatan Pokok Dan Rincian Kegiatan


Secara umum pelaksanaan kegiatan ini adalah melalui
pengobatan MDT mb atau pun MDT PB.

E. Cara Pelaksanaan
Pasien yang di nyatakan positif kusta, kemudian di klasifikasikan
sebagai pasien dengan tipe PB / MB. Regimen pengobatan MDT di
Indonesia sesuai WHO :
1. Pauci Baciler (PB)
Dewasa
Pengobatan bulanan : hari pertama (dosis yang diminum di depan
petugas)
 2 kapsul Rifampisin @300 mg (600 mg)
 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg
Pengobatan harian : hari ke 2-28
 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg
1 blister untuk 1 bulan
Lama pengobatan : 6 blister diminum selama 6-9 bulan
2. Multi Basiler (MB)
Dewasa
Pengobatan bulanan : hari pertama (dosis yang diminum di depan
petugas)
 2 kapsul Rifampisin @300 mg (600 mg)
 3 tablet Lampren @100 mg (300 mg)
 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg
Pengobatan harian : hari ke 2-28
 1 tablet Lamprene 50 mg
 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg
1 blister untuk 1 bulan

Kerangka Acuan Kegiatan Monitoring Pengobatan MDT 3


Lama pengobatan : 12 blister diminum selama 12-18 bulan
3. Dosis MDT menurut umur
Bagi dewasa dan anak usia 10-14 tahun tersedia paket dalam bentuk
blister. Dosis anak disesuaikan dengan berat badan
 Rifampisin : 10 mg/kg BB
 DDS : 2 mg/kg BB
 Clofazimin : 1 mg/kg BB

F. Sasaran
1. Pasien baru yang didiagnosis kusta dan belum pernah
mendapat pengobatan MDT
2. Pasien ulangan, yaitu pasien yang mengalami hal-hal di
bawah ini :
a. Relaps
b. Masuk kembali setelah default ( dapat PB maupun
MB )
c. Pindahan
d. Ganti Klasifikasi / tipe

G. Jadwal Pelaksanaan
Waktu Pelaksanan : Bila ditemukan penderita
Tempat Pelaksanaan : rumah pasien

H. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Dan Pelaporan


Monitoring dan evaluasi pengobatan
1. Setiap petugas harus memonitor tanggal pengambilan obat
2. Apabila penderita terlambat mengambil obat, maka harus
dilakukan pelacakan dalam waktu paling lama 1 bulan
3. RFT dapat dinyatakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan
pemeriksaan laboratorium. Setelah RFT penderita dikeluarkan dari
form monitoring penderita.

Kerangka Acuan Kegiatan Monitoring Pengobatan MDT 4


4. Masa pengamatan : pengamatan setelah RFT dilakukan secara
pasif.
a. Tipe PB selama 2 tahun
b. Tipe MB selama 5 tahun tanpa diperlukan pemeriksaan
laboratorium
5. Penderita PB yang telah mendapat pengobatan 6 dosis (blister)
dalam waktu 6-9 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus pemeriksaan
laboratorium
6. Penderita MB yang telah mendapat pengobatan MDT 12 dosis
(blister) dalam waktu 12-18 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus
pemeriksaan laboratorium.
7. Defaulter
Jika seorang penderita PB tidak mengambil/minum obatnya lebih
dari 3 bulan, maka dinyatakan sebagai default(er) PB. Jika
seorang penderita MB tidak mengambil/minum obatnya lebih dari
6 bulan, maka dinyatakan sebagai default (er) MB.

Tindakan :
1. Dikeluarkan dari monitoring dan register
2. Bila kemudian datang lagi, maka harus dilakukan pemeriksaan klinis
ulang dengan teliti, bila:
a. Ditemukan tanda-tanda klinis yang aktif
 Kemerahan/peninggian dari lesi lama di kulit
 Adanya lesi baru
 Adanya pembesaran saraf yang baru, maka penderita
mendapat pengobatan MDT ulang sesuai klasifikasi.
b. Tidak ada tanda-tanda aktif maka penderita tidak perlu diobati lagi.
Ada kalanya jika penderita yang setelah dinyatakan default
kemudian diobati kembali tetap belum memahami tujuan
pengobatan sehingga ia berhenti atau tidak lagi mengambil
obatnya sampai lebih dari 3 bulan maka dinyatakan default kedua.
Namun untuk default kedua tidak dikeluarkan dari register dan

Kerangka Acuan Kegiatan Monitoring Pengobatan MDT 5


hanya dilanjutkan pengobatan yang tersisa hingga lengkap. Untuk
penderita dengan kebiasaan default diperlukan tindakan dan
penanganan khusus.
c. Dilakukan pencatatan dan pelaporan pada unit kusta atau wasor
kota dalam hal ini dinas kesehatan.

Mengetahui
Kepala UPTD Puskesmas Sri Padang, Penanggung Jawab UKM

Drg. Lili Marliani Eslimawati Marpaung, SKM


NIP.19 NIP.19660610 19880 22 004

Kerangka Acuan Kegiatan Monitoring Pengobatan MDT 6

Anda mungkin juga menyukai