Anda di halaman 1dari 115

Data April 06, 2017

Banyak model PTK yang dapat diadopsi dan diimplementasikan di dunia pendidikan. Namun
secara singkat, pada dasarnya PTK terdiri dari 4 (empat) tahapan dasar yang saling terkait
dan berkesinambungan: perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan
(observing), dan refleksi (reflecting). Namun sebelumnya, tahapan ini diawali oleh suatu
Tahapan Pra PTK, yang meliputi identifkasi masalah, analisis masalah, rumusan masalah,
dan rumusan hipotesis tindakan.

Tahapan pra- PTK ini sangat esensial untuk dilaksanakan sebelum suatu rencana tindakan
disusun. Tanpa tahapan ini suatu proses PTK akan kehilangan arah dan arti sebagai suatu
penelitian ilmiah. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan guna menuntut pelaksanaan
tahapan PTK adalah (1) apa yang memprihatinkan dalam proses pembelajaran, (2) mengapa
hal itu terjadi dan apa sebabnya, (3) apa yang dapat dilakukan dan bagaimana caranya
mengatasi keprihatinan tersebut, (4) bukti-bukti apa saja yang dapat dikumpulkan untuk
membantu mencari fakta apa yang terjadi, dan (5) bagaimana cara mengumpulkan bukti-bukti
tersebut. Jadi, tahapan pra- PTK ini sesungguhnya suatu reflektif dari

guru terhadap masalah yang ada dikelasnya. Masalah ini tentunya bukan bersifat individual
pada salah seorang murid saja, namun ebih merupakan masalah umum yang bersifat klasikal,
misalnya kurangnya motivasi belajar di kelas, rendahnya kualitas daya serap klasikal, dan
lain-lain.

Berangkat dari hasil pelaksanaan tahapan Pra -PTK inilah suatu rencana tindakan dibuat
seperti berikut.

1. Perencanaan Tindakan

Berdasarkan pada identifkasi masalah yang dilakukan pada tahap pra PTK, rencana tindakan
disusun untuk menguji secara empiris hipotesis tindakan yang ditentukan. Rencana tindakan
ini mencakup semua langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan pelaksanaan PTK, mulai
dari materi/bahan ajar, rencana pengajaran yang mencakup metode/ teknik mengajar, serta
teknik atau instrumen observasi/ evaluasi, dipersiapkan dengan matang pada tahap
perencanaan ini. Dalam tahap ini perlu juga diperhitungkan segala kendala yang mungkin
timbul pada saat tahap implementasi berlangsung. Dengan melakukan antisipasi lebih dari
diharapkan pelaksanaan PTK dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang
telah ditentukan.

2. Pelaksanaan Tindakan

Tahap ini merupakan implementasi ( pelaksanaan) dari semua rencana yang telah dibuat.
Tahap ini, yang berlangsung di dalam kelas, adalah realisasi dari segala teori pendidikan dan
teknik mengajar yang telah disiapkan sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan guru
tentu saja mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan hasilnya diharapkan berupa
peningkatan efektiftas keterlibatan kolaborator sekedar untuk membantu si peneliti untuk
dapat lebih mempertajam refleksi dan evaluasi yang dia lakukan terhadap apa yang terjadi
dikelasnya sendiri. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori
pembelajaran yang dikuasai dan relevan.

3. Pengamatan Tindakan

Kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Data yang


dikumpulkan pada tahap ini berisi tentang pelaksanaan tindakan dan rencana yang sudah
dibuat, serta dampaknya terhadap proses dan hasil intruksional yang dikumpulkan dengan
alat bantu instrumen pengamatan yang dikembangkan oleh peneliti. Pada tahap ini perlu
mempertimbangkan penggunaan beberapa jenis instrumen ukur penelitian guna kepentingan
triangulasi data. Dalam melaksanakan observasi dan evaluasi, guru tidak harus bekerja
sendiri. Dalam tahap observasi ini guru bisa dibantu oleh pengamat dari luar (sejawat atau
pakar). Dengan kehadiran orang lain dalam penelitian ini, PTK yang dilaksanakan menjadi
bersifat kolaboratif. Hanya saja pengamat luar tidak boleh terlibat terlalu dalam dan
mengintervensi terhadap pengambilan keputusan tindakan yang dilakukan oleh peneliti.
Terdapat empat metode observasi, yaitu : observasi terbuka; observasi terfokus; observasi
terstruktur dan dan observasi sistematis. Beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam
observasi, diantaranya: (a) ada perencanaan antara dosen/guru dengan pengamat; (b) fokus
observasi harus ditetapkan bersama; (c) dosen/guru dan pengamat membangun kriteria
bersama; (d) pengamat memiliki keterampilan mengamati; dan (e) balikan hasil pengamatan
diberikan dengan segera. Adapun keterampilan yang harus dimiliki pengamat diantaranya: (a)
menghindari kecenderungan untuk membuat penafsiran; (b) adanya keterlibatan keterampilan
antar pribadi; (c) merencanakan skedul aktiftas kelas; (d) umpan balik tidak lebih dari 24 jam;
(d) catatan harus teliti dan sistemaris.

4. Refleksi Terhadap Tindakan

Tahapan ini merupakan tahapan untuk memproses data yang didapat saat dilakukan
pengamatan. Data yang didapat kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis,
dan disintesis. Dalam proses pengkajian data ini dimungkinkan untuk melibatkan orang luar
sebagai kolaborator, seperti halnya pada saat observasi. Keterlebatan kolaborator sekedar
untuk membantu peneliti untuk dapat lebih tajam melakukan refleksi dan evaluasi. Dalam
proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori instruksional yang dikuasai dan
relevan dengan tindakan kelas yang dilaksanakan sebelumnya, menjadi bahan pertimbangan
dan perbandingan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang mantap dan sahih. Proses
refleksi ini memegang peran yang sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan PTK.
Dengan suatu refleksi yang tajam dan terpecaya akan didapat suatu masukan yang sangat
berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Refleksi yang tidak tajam
akan memberikan umpan balik yang misleading dan bias, yang pada akhirnya menyebabkan
kegagalan suatu PTK. Tentu saja kadar ketajaman proses refleksi ini ditentukan oleh
kejataman dan keragaman instrumen observasi yang dipakai sebagai upaya riangulasi data.
Observasi yang hanya mengunakan satu instrument saja. Akan menghasilkan data yang
miskin.Adapun untuk memudahkan dalam refleksi bisa juga dimunculkan kelebihan dan
kekurangan setiap tindakan dan ini dijadikan dasar perencanaan siiklus selanjutnya.

Pelaksanaan refleksi diusahakan tidak boleh lebih dari 24 jam artinya begitu selesai observasi
langsung diadakan refleksi bersama kolaborator.

DESAIN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

April 06, 2017

Menurut John Elliot bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah kajian tentang situasi sosial Dengan
maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya (Elliot, 1982). Seluruh prosesnya, telaah,
diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh menciptakan hubungan yang
diperlukan antara evaluasi diri dari perkembangan rofesional. Pendapat yang hampir senada
dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart, yang mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk
refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh peserta–pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan
penalaran dan keadilan praktikpraktik itu dan terhadap situasi tempat dilakukan praktik-praktik
tersebut (Kemmis dan Taggart, 1988).

Menurut Carr dan Kemmis seperti yang dikutip oleh Siswojo ardjodipuro, dikatakan bahwa yang
dimaksud dengan istilah PTK adalah suatu bentuk refleksi diri yang dilakukan oleh para Partisipan
(guru, siswa atau kepala sekolah) dalam situasi-situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk
memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a) praktik-praktik sosial atau pendidikan yang dilakukan
dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai praktik-praktik ini, dan (c) situasi-situasi (dan lembaga-
lembaga) tempat praktik-praktik tersebut dilasanakan (Harjodipuro, 1997).

Lebih lanjut, dijelaskan oleh Harjodipuro bahwa PTK adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki
pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktik
mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut dan agar mau untuk mengubahnya. PTK
bukan sekadar mengajar, PTK mempunyai makna sadar dan kritis terhadap mengajar, dan
menggunakan kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap terhadap proses perubahan
dan perbaikan proses pembelajaran. PTK mendorong guru untuk berani bertindak dan berpikir kritis
dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan bertanggung jawab mengenai
pelaksanaan tugasnya secara profesional.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, jelaslah bahwa dilakukannya PTK adalah dalam rangka guru
bersedia untuk mengintropeksi, bercermin, merefleksi atau mengevalusi dirinya sendiri sehingga
kemampuannya sebagai seorang guru/pengajar diharapkan cukup professional untuk

selanjutnya, diharapkan dari peningkatan kemampuan diri tersebut dapat berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas anak didiknya, baik dalam aspek penalaran; keterampilan, pengetahuan
hubungan sosial maupun aspek-aspek lain yang bermanfaat bagi anak didik untuk menjadi

dewasa.

PEMBELAJARAN PENGAYAAN

April 06, 2017

A. Pengertian Pembelajaran Pengayaan

Pengayaan merupakan suatu kegiatan belajar, dikhususkan bagi peserta didik yang
memiliki kemampuan belajar lebih, misalkan belajar lebih cepat, menyimpan informasi lebih mudah,
keingintahuan lebih tinggi, bepikir mandiri, superior, dan berpikir abstrak, serta memiliki banyak
minat.Secara umum pengayaan dapat diartikan sebagai pengalaman atau kegiatan peserta didik
yang melampaui persyaratan minimal yang ditentukan oleh kurikulum dan tidak semua peserta didik
dapat melakukannya. Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran tambahan dengan tujuan
untuk memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang memiliki kelebihan
sedemikain rupa sehingga mereka dapat mengoptimalkan perkembangan minat, bakat, dan
kecakapannya. Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan berpikir,
kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, eksperimentasi, inovasi, penemuan, keterampilan
seni, keterampilan gerak, dsb. Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta
didik yang memiliki kecerdasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu
mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya.
Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, lazimnya guru
mengadakan penilaian awal untuk mengetahui kemampuan peserta didik terhadap kompetensi atau
materi yang akan dipelajari sebelum pembelajaran dimulai. Kemudian dilaksanakan pembelajaran
dengan menggunakan berbagai strategi seperti ceramah, demonstrasi, pembelajaran
kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi strategi pembelajaran digunakan juga
berbagai media seperti media audio, video, dan audiovisual dalam berbagai format, mulai dari kaset
audio, slide, video, computer multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan pembelajaran atau pada saat
kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian prosesdengan menggunakan
berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan belajar serta seberapa
penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Penilaian proses
juga digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran bila dijumpai hambatan-hambatan.

Pada akhir program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian.
Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar, apakah seorang peserta
didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan kompetensi tertentu. Penilaian akhir program
ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan apakah peserta didik telah mencapai kompetensi
(tingkat penguasaan) minimal atau ketuntasan belajar seperti yang telah dirumuskan pada saat
pembelajaran direncanakan.

Jika ada peserta didik yang lebih mudah dan cepat mencapai penguasaan kompetensi minimal
yang ditetapkan, maka sekolah perlu memberikan perlakuan khusus berupa program pembelajaran
pengayaan. Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran tambahan dengan tujuan untuk
memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang memiliki kelebihan sedemikain
rupa sehingga mereka dapat mengoptimalkan perkembangan minat, bakat, dan kecakapannya.
Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan berpikir, kreativitas,
keterampilan memecahkan masalah, eksperimentasi, inovasi, penemuan, keterampilan seni,
keterampilan gerak, dsb. Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta didik
yang memiliki kecerdasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu mereka
mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya.

B. Jenis Pembelajaran Pengayaan


Terdapat tiga jenis pembelajaran pengayaan, yaitu kegiatan eksploratori, keterampilan proses, dan
pemecahan masalah.

1. Kegiatan eksploratori

Kegiatan eksploratori adalah jenis pembelajaran pengayaan yang bersifat umum yang dirancang
untuk disajikan kepada peserta didik. Sajian dimaksud berupa peristiwa sejarah, buku, tokoh
masyarakat, dsb, yang secara regular tidak tercakup dalam kurikulum.

2. Keterampilan proses

Keterampilan proses adalah jenis pembelajaran pengayaan yang diperlukan oleh peserta didik agar
berhasil dalam melakukan pendalaman dan investigasi terhadap topik yang diminati dalam bentuk
pembelajaran mandiri.

3. Pemecahan masalah

Pemecahan masalah adalah jenis pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik yang memiliki
kemampuan belajar lebih tinggi berupa pemecahan masalah nyata dengan menggunakan
pendekatan pemecahan masalah atau pendekatan investigatif/ penelitian ilmiah.

Pemecahan masalah ditandai dengan:

a. Identifikasi bidang permasalahan yang akan dikerjakan;

b. Penentuan fokus masalah/problem yang akan dipecahkan;

c. Penggunaan berbagai sumber;


d. Pengumpulan data menggunakan teknik yang relevan;

e. Analisis data;

f. Penyimpulan hasil investigasi.

C. Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan

Agar pemberian pengayaan tepat sasaran maka perlu ditempuh langkah-langkah sistematis, yaitu
pertama mengidentifikasi kelebihan kemampuan belajar peserta didik, dan kedua memberikan
perlakuan (treatment) pembelajaran pengayaan.

1. Identifikasi kelebihan kemampuan belajar

a. Tujuan

Tujuan identifikasi kemampuan berlebih peserta didik dimaksudkan untuk mengetahui jenis serta
tingkat kelebihan belajar peserta didik.

b. Kelebihan kemampuan belajar itu antara lain meliputi:

1) Belajar lebih cepat.


Peserta didik yang memiliki kecepatan belajar tinggi ditandai dengan cepatnya penguasaan
kompetensi (SK/KD) mata pelajaran tertentu.

2) Menyimpan informasi lebih mudah

Peserta didik yang memiliki kemampuan menyimpan informasi lebih mudah, akan memiliki banyak
informasi yang tersimpan dalam memori/ ingatannya dan mudah diakses untuk digunakan.

3) Keingintahuan yang tinggi

Banyak bertanya dan menyelidiki merupakan tanda bahwa seorang peserta didik memiliki hasrat
ingin tahu yang tinggi.

4) Berpikir mandiri.

Peserta didik dengan kemampuan berpikir mandiri umumnya lebih menyukai tugas mandiri serta
mempunyai kapasitas sebagai pemimpin.

5) Superior dalam berpikir abstrak.

Peserta didik yang superior dalam berpikir abstrak umumnya menyukai kegiatan pemecahan
masalah.

6) Memiliki banyak minat.

Mudah termotivasi untuk meminati masalah baru dan berpartisipasi dalam banyak kegiatan.
c. Teknik

Teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan berlebih peserta didik dapat
dilakukan antara lain melalui : tes IQ, tes Inventori, wawancara, pengamatan, dsb.

1) Tes IQ (Intelligence Quotient)

Tes IQ adalah tes yang digunakan untuk mengetahui tingkat kecerdasan peserta didik. Dari tes ini
dapat diketahui tingkat kemampuan spasial, interpersonal, musikal, intrapersonal, verbal,
logik/matematik, kinestetik, naturalistik, dsb.

2) Tes inventori

Tes inventori digunakan untuk menemukan dan mengumpulkan data mengenai bakat, minat, hobi,

kebiasaan belajar, dsb.

3) Wawancara

Wawancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali lebih
dalam mengenai program pengayaan yang diminati peserta didik.

4) Pengamatan (observasi)

Pengamatan dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari
pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun tingkat pengayaan yang perlu
diprogramkan untuk peserta didik.
2. Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan

Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan antara lain melalui:

a. Belajar Kelompok

Belajar kelompok dilakukan dengan cara sekelompok peserta didik yang memiliki minat tertentu
diberikan pembelajaran bersama pada jam-jam pelajaran sekolah biasa, sambil menunggu teman-
temannya yang mengikuti pembelajaran remedial karena belum mencapai ketuntasan.

b. Belajar mandiri.

Belajar mandiri dilakukan dengan cara secara mandiri peserta didik belajar mengenai sesuatu yang
diminati.

c. Pembelajaran berbasis tema.

Pembelajaran berbasis tema dilakukan dengan cara memadukan kurikulum di bawah tema besar
sehingga peserta didik dapat mempelajari hubungan antara berbagai disiplin ilmu

d. Pemadatan kurikulum.

Pemadatan kurikulum adalah pemberian pembelajaran hanya untuk kompetensi/materi yang


belum diketahui peserta didik. Dengan demikian tersedia waktu bagi peserta didik untuk
memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara mandiri sesuai dengan
kapasitas maupun kapabilitas masing-masing Pemberian pembelajaran hanya untuk
kompetensi/materi yang belum diketahui peserta didik. Dengan demikian tersedia waktu bagi
peserta didik untuk memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara
mandiri sesuai dengan kapasitas maupun kapabilitas masing-masing. Pembelajaran pengayaan dapat
pula dikaitkan dengan kegiatan tugas terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.

Penilaian hasil belajar kegiatan pengayaan, tentu tidak sama dengan kegiatan pembelajaran
biasa, tetapi cukup dalam bentuk portofolio, dan harus dihargai sebagai nilai tambah (lebih) dari
peserta didik yang normal. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran remedial dan pengayaan pada
akhirnya memberikan kesempatan kepada seluruh peserta didik untuk mencapai dan menguasai

kompetensi sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Bagi peserta didik yang lambat
pemahamannya dapat menguasai kompetensi minimal yang disyaratkan dalam kurikulum.
Sedangkan peserta didik yang cepat pemahamannya mendapatkan kompetensi atau materi yang
lebih yang dapat digunakan dalam mengembangkan kreativitas dan inovasinya dalam belajar.

PROGRAM REMEDIAL

April 03, 2017

1) Hakikat Remedial

Remedial merupakan suatu treatmen atau bantuan untuk mengatasi kesulitan belajar. Berikut
adalah beberapa program assesmen yang bisa dijalankan atau dijadikan acuan dalam melakukan
pengajaran remedial. Yang antara lain dalam bidang berhitung, membaca pemahaman dan menulis.

Remediasi mempunyai padanan remediation dalam bahasa Inggris. Kata ini berakar kata ‘toremedy’
yang bermakna menyembuhkan. Remediasi merujuk pada proses penyembuahan. Remedial
merupakan
kata sifat. Karena itu dalam bahasa Inggris selalu bersama dengan kata benda, misalnya ‘remedial
work’, yaitu pekerjaan penyembuhan, ‘remeDial teaching’ – pengajaran penyembuhan. Dsb. Di
Indonesia, istilah ‘remedial’ sering ditulis berdiri sendiri sebagai kata benda. Mestinya dituliskan
menjadi pengajaran remeial, atau kegiatan remedial dsb. Dalam bagian ini istilah remediasi dan
remedial digunakan bersama-sama, yang merujuk pada suatu proses membantu siswa mengatasi
kesulitan belajar terutama mengatasi miskonsepsimiskonsepsi yang dimiliki. Dalam random House
Webster’s College Dictionary (1991), remediasi diartikan sebagai intended to improve poor skill in
specifed feld.

Remediasi adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk membetulkan kekeliruan yang dilakukan siswa.
Kalau dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran, kegiatan remediasi dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan yang dilaksanakan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang kurang berhasil.
Kekurangberhasilan pembelajaran ini biasanya ditunjukkan oleh ketidakberhasilan siswa dalam
menguasai kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran.

Dari pengertian di atas diketahui bahwa suatu kegiatan pembelajaran dianggap sebagai kegiatan
remediasi apabila kegiatan pembelajaran tersebut ditujukan untuk membantu siswa yang
mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Guru melaksanakan perubahan dalam
kegiatan pembelajarannya sesuai dengan kesulitan yang dihadapi para siswa.

Sifat pokok kegiatan pembelajaran remedial ada tiga yaitu: (1) menyederhanakan konsep yang
komplek (2) menjelaskan konsep yang kabur (3) memperbaiki konsep yang salah tafsir. Beberapa
perlakuan yang

dapat diberikan terhadap sifat pokok remedial tersebut antara lain berupa: penjelasan oleh guru,
pemberian rangkuman, dan advance organizer, pemberian tugas dan lain-lain.

Pokok bahasan yang belum dapat dikuasai peserta didik merupakan kesulitan belajar untuk
mempelajari pokok bahasan berikutnya. Kenyataan ini akan diperburuk kalau pokok bahasan yang
baru yang akan dipelajari memerlukan keterampilan prasyarat, disisi lain pokok bahasan yang
menjadi prasyarat belum tuntas. Kesulitan lain untuk mencapai tingkat ketuntasan belajar anatara
lain: perbedaan individual diantara peserta didik dalam kelas dengan sistem pembelajaran klasikal.

Asumsi yang mendasari pertimbangan metode pembelajaran remedial dengan pendekatan secara
individual terhadap peserta didik yang mengalami kesulita belajar dengan pemberian rangkuman
dan advance organizer adalah: (1) belajar hakekatnya adalah individual (2) pembelajaran klasikal

akan selalu dihadapkan dengan ketidak tuntasan belajar (3) kalau peserta didik yang mengalami
kesulitan belajar dan diberikan pembelajaran kembali secara klasikal seperti pembelajaran utama,
peserta didik akan mengalami kesulitan yang serupa (4) rangkuman dan advance organizer

merupakan strategi pembelajaran untuk memudahkan pemahaman materi.

2) Prosedur Remedial

Dalam melaksanakan kegiatan remedial sebaiknya mengikuti langkahlangkah seperti berikut.

a) Analisis Hasil Diagnosis

Seperti yang telah Anda ketahui, diagnosis kesulitan belajar adalah suatu proses pemeriksaan
terhadap siswa yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar. Melalui kegiatan diagnosis guru
akan mengetahui para siswa yang perlu mendapatkan bantuan. Untuk keperluan kegiatan remedial,
tentu yang menjadi fokus perhatian adalah siswa-siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar
yang ditunjukkan tidak tercapainya kriteria keberhasilan belajar. Apabila kriteria keberhasilan 80 %,
maka siswa yang dianggap berhasil jika mencapai tingkat penguasaan 80 % ke atas, sedangkan siswa
yang mencapai tingkat penguasaannya di bawah 80 % dikategorikan belum berhasil. Mereka inilah
yang perlu mendapatkan remedial. Setelah guru mengetahui siswa-siswa mana yang harus
mendapatkan remedial, informasi selanjutnya yang harus diketahui guru adalah topik atau materi
apa yang belum dikuasai oleh siswa tersebut. Dalam hal ini guru harus melihat kesulitan belajar
siswa secara individual. Hal ini dikarenakan ada kemungkinan masalah yang dihadapi siswa satu
dengan siswa yang lainnnya tidak sama. Padahal setiap siswa harus mendapat perhatian dari guru.

b) Menemukan Penyebab Kesulitan

Sebelum Anda merancang kegiatan remedial, terlebih dahulu harus mengetahui mengapa siswa
mengalami kesulitan dalam menguasai materi pelajaran. Faktor penyebab kesuliatan ini harus
diidentifkasi terlebih dahulu, karena gejala yang sama yang ditunjukkan oleh siswa dapat
ditimbulkan sebab yang berbeda dan faktor penyebab ini akan berpengaruh terhadap pemilihan
jenis kegiatan remedial.

c) Menyusun Rencana Kegiatan Remedial

Setelah diketahui siswa-siswa yang perlu mendapatkan remedial, topik yang belum dikuasai setiap
siswa, serta faktor penyebab kesulitan, langkah selanjutnya adalah menyusun rencana
pembelajaran. Sama halnya pada pembelajaran pada umumnya, komponen-komponen yang harus
direncanakan dalam melaksanakan kegiatan remedial adalah (1) merumuskan indikator hasil belajar,
(2) menentukan materi yang sesuai engan indikator hasil belajar, (3) memilih strategi dan metode
yang sesuai dengan karakteristik siswa, (4) merencanakan waktu yang diperlukan, dan (5)
menentukan jenis, prosedur dan alat penilaian.

d) Melaksanakan Kegiatan Remedial

Setelah kegiatan perencanaan remedial disusun,langkah berikutnya adalah melaksanakan kegiatan


remedial. Sebaiknya pelaksanaan kegiatan remedial dilakukan sesegera mungkin, karena semakin
cepat siswa dibantu mengatasi kesulitan yang dihadapinya, semakin besar kemungkinan siswa
tersebut berhasil dalam belajarnya.

e) Menilai Kegiatan Remedial


Untuk mengetahui berhasil tidaknya kegiatan remedial yang telah dilaksanakan, harus dilakukan
penilaian. Penilaian ini dapat dilakukan dengan cara mengkaji kemajuan belajar siswa.Apabila siswa
mengalami kemauan belajar sesuai yang diharapkan, berarti kegiatan remedial yang direncanakan
dan dilaksanakan cukup efektif membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar. Tetapi, apabila
siswa tidak mengalami kemajuan dalam belajarnya berarti kegiatan remedial yang direncanakan

dan dilaksanakan kurang efektif. Untuk itu guru harus menganalisis setiap komponen pembelajaran.

3) Strategi dan Teknik Remedial

Beberapa teknik dan strategi yang dipergunakan dalam pelaksanaan pembelajaran remedial antara
lain, (1) pemberian tugas/pembelajaran individu (2) diskusi/tanya jawab (3) kerja kelompok (4) tutor
sebaya (5) menggunakan sumber lain. (Ditjen Dikti, 1984; 83).

a) Pemberian Tugas

Dalam pemberian tugas dapat dilakukan dengan berbagai jenis antara lain dengan pemberian
rangkuman baik dilakukan secara individual maupun secara kelompok, pemberian advance organizer
dan yang sejenis. b) Melakukan aktivitas fsik, misal demosntrasi, atau praktek dan diskusi

Ada konsep-konseps yang lebih mudah dipahami lewat aktivitas fIsik

(Dikutip dari buku Materi UKG Bahasa Indonesia 2015 karya Mukh Doyin dan Supriyono)

OGN 2017 SMA/SMK PEMBAHASAN MATERI PEDAGOGIK


PENILAIAN DAN PTK
April 30, 2017

PERANCANGAN, PELAKSANAAN EVALUASI PEMBELAJARAN, DAN


PEMANFAATAN HASIL PENILAIAN PEMBELAJARAN DAN PENELITIAN
TINDAKAN KELAS

Dikutip dari https://www.kesharlindungdikmen.id/, ada enam cakupan materi kompetensi


pedagogik pada Olimpiade Guru Nasional (OGN) 2017

1. Pemahaman peserta didik secara mendalam: prinsip-prinsip perkembangan kognitif peserta


didik, prinsip-prinsip kepribadian peserta didik, dan bekal ajar awal peserta didik.

2. Perancangan pembelajaran, termasuk pemahaman landasan pendidikan untuk kepentingan


pembelajaran: landasan kependidikan, teori belajar dan pembelajaran, strategi pembelajaran
berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta
rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.

3. Pelaksanaan pembelajaran: penataan latar (setting) pembelajaran dan pelaksanaan


pembelajaran yang kondusif.

4. Perancangan dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran: evaluasi (assessment) proses dan hasil
belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode, analisis hasil evaluasi proses dan
hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning), dan
pemanfaatan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran
secara umum.

5. Pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan kompetensi guru:


pengembangan berbagai potensi akademik dan nonakademik peserta didik.

Pada postingan ini akan disajikan Ringkasan Materi Cakupan Materi OGN 2017
Kompetensi Pedagogik nomor 4 yaitu : Perancangan dan pelaksanaan evaluasi
pembelajaran: evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan
dengan berbagai metode, analisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk
menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning), dan pemanfaatan hasil
penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.

KOMPETENSI PEDAGOGIK MERANCANG PENILAIAN PEMBELAJARAN


I. PENGERTIAN EVALUASI, PENGUKURAN, TES, DAN PENILAIAN

Evaluasi (evaluation) adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu
objek (Stufflebeam dan Shinkfield, 1985 dalam Depdiknas, 2004:11). Pada saat melakukan
evaluasi di dalamnya ada kegiatan untuk menentukan nilai suatu program, sehingga ada unsur
keputusan tentang nilai suatu program (value judgement). Dalam melakukan keputusan,
diperlukan data hasil pengukuran dan informasi hasil penilaian selama dan setelah kegiatan
belajar mengajar. Objek evaluasi adalah program yang hasilnya memiliki banyak dimensi,
seperti kemampuan, kreativitas, sikap, minat, keterampilan, dan sebagainya. Oleh karena itu,
dalam kegiatan evaluasi alat ukur yang digunakan juga bervariasi bergantung pada jenis data
yang ingin diperoleh. Berdasarkan uraian tersebut, terdapat istilah pengukuran dan penilaian.
Sebagai bagian dari evaluasi kedua istilah tersebut akan dibahas lebih lanjut agar tidak terjadi
kesalahpahaman konsep.

Pengukuran (measurement) adalah proses penetapan angka terhadap suatu gejala menurut
aturan tertentu (Guilford, 1982 dalam Depdiknas, 2004:9). Safari (1997:3) mengartikan
pengukuran sebagai suatu kegiatan untuk mendapatkan informasi/data secara kuantitatif.
Secara tersirat kedua definisi tersebut menandakan pengukuran merupakan proses pemberian
angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik sejauhmana peserta didik telah mencapai
suatu tingkatan. Pengukuran dapat menggunakan tes dan nontes.

Tes adalah seperangkat pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah. Tes dalam
pembelajaran bahasa dikenal dengan tes bahasa yang sasaran pokoknya adalah tingkat
kompetensi berbahasa peserta didik. Nontes seperangkat pertanyaan atau pernyataan yang
instrumennya berbentuk kuesioner atau inventori.

Penilaian (assessment) merupakan suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk


menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu (Griffin dan Nix, 1991 dalam Depdiknas,
2004:10).

II. TUJUAN, FUNGSI, DAN PRINSIP PENILAIAN

A. Tujuan Penilaian
1. Mengetahui tingkat penguasaan kompetensi dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan
yang sudah dan belum dikuasai seorang/sekelompok peserta didik untuk ditingkatkan dalam
pembelajaran remedial dan program pengayaan.

2. Menetapkan ketuntasan penguasaan kompetensi belajar peserta didik dalam kurun waktu
tertentu, yaitu harian, tengah semester, satu semester, satu tahun, dan masa studi satuan
pendidikan.

3. Menetapkan program perbaikan atau pengayaan berdasarkan tingkat penguasaan


kompetensi bagi mereka yang diidentifikasi sebagai peserta didik yang lambat atau cepat
dalam belajar dan pencapaian hasil belajar.

4. Memperbaiki proses pembelajaran pada pertemuan semester berikutnya.

B. Fungsi Penilaian

1. Menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai suatu kompetensi.

2. Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami
kemampuan dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan
program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan).

3. Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta
didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu pendidik menentukan apakah seseorang
perlu mengikuti remedial atau pengayaan.

4. Sebagai kontrol bagi pendidik dan satuan pendidikan tentang kemajuan perkembangan
peserta didik.

C. Prinsip Penilaian

Prinsip umum dalam Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik sebagai berikut.

1. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang
diukur.

2. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak
dipengaruhi subjektivitas penilai.
3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena
berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status
sosial ekonomi, dan gender.

4. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak
terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.

5. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan
dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.

6. Holistik dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek
kompetensi dan dengan berbagai teknik penilaian yang sesuai dengan kompetensi yang harus
dikuasai peserta didik.

7. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti
langkah-langkah baku.

8. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur,
maupun hasilnya.

9. Edukatif, berarti penilaian dilakukan untuk kepentingan dan kemajuan peserta didik dalam
belajar.

III. PENDEKATAN PENILAIAN

Secara umum ada dua metoda/acuan yang digunakan untuk melihat hasil belajar siswa yaitu
penilaian acuan norma dan penilaian acuan patokan.Apabila kita melakukan pengukuran atau
penilaian berarti kita membandingkan. Dalam penilaian pendidikan ada dua pendekatan yang
digunakan sebagai pembanding, yaitu penilaian acuan norma atau PAN (norm referenced
evaluation) dan penilaian acuan patokanatau PAP (criterion refrenced evaluation).

A. Penilaian Acuan Patokan

Penilaian acuan patokan (Criterion Referenced Evaluation) yang dikenal pula dengan sebutan
standar mutlak, berusaha menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan
membadingkannya dengan patokan yang telah ditetapkan, sebelum hasil tes itu sendiri
diperoleh, dan bahkan sebelum kegiatan pengajaran dilakukan, patokan yang akan
dipergunakan untuk menentukan batas kelulusan itu telah ditetapkan. Kurikulum 2013
menggunakan pendekatan penilaian acuhan patokan yang kemudian dikembangkan dengan
istilah penilaian acuan kriteria (PAK). PAK merupakan penilaian pencapaian kompetensi
yang didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan kriteria
ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan
mempertimbangkan karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya dukung, dan
karakteristik peserta didik.

B. Penilaian Acuan Norma

Penilaian acuah norma/relatif disebut pula norma aktuil atau norma empiris. Norma relatif
adalah suatu norma yang disusun secara relatif berdasarkan distribusi skor yang dicapai oleh
para pengikut dalam suatu tes. Dengan demikian maka skor standar yang dicapai oleh
seseorang yang didasarkan atas norma relatif ini (PAN) mencerminkan status individu di
dalam kelompok.

IV. PENILAIAN SIKAP, PENGETAHUAN, DAN KETERAMPILAN

A. Penilaian Sikap

1. Gradasi/Taksonomi Sikap (Attitude: Krathwohl)

Menerima -> menanggapi->menghargai->menghayati->mengamalkan

Penilaian sikap dilakukan untuk mengetahui kecendrungan perilaku spiritual dan sosial siswa
di dalam dan luar kelas sebagai hasil pendidikan.

2. Teknik dan Instrumen Penilaian Sikap

Teknik Penilaian Bentuk Instrumen Keterangan


Observasi Daftar cek Dilakukan selama proses
Skala penilaian sikap pembelajaran.
Penilaian diri Daftar cek Dilakukan pada akhir semester.
Skala penilaian sikap
Penilaian antar Daftar cek Dilakukan pada akhir semester,
peserta didik Skala penilaian sikap setiap pesesrta didik dinalai oleh 3
siswa.
Jurnal Catatan pendidik berisi Berupa catatan guru tentang
informasi tentang kekuatan kelemahan dan kekuatan peserta
dan kelemahan peserta didik didik yang tidak berkaitan dengan
mata pelajaran.

3. Hasil Pengolahan Nilai Sikap

Hasil penilaian pencapaian sikap dalam bentuk deskripsi.

Deskripsi sikap terdiri atas keberhasilan dan/atau ketercapaian sikap yang diinginkan dan
sikap yang belum tercapai yang memerlukan pembinaan dan pembimbingan.

Deskripsi dalam bentuk kalimat positif, memotivasi dan bahan refleksi

Contoh Deskripsi Sikap

Sikap Spiritual

Selalu bersyukur dan berdoa sebelum melakukan kegiatan serta toleransi yang baik pada
agama yang berbeda; ketaatan beribadah mulai berkembang.

Sikap Sosial

Memiliki sikap santun, disiplin, dan tanggung jawab yang baik, responsif dalam pergaulan;
sikap kepedulian mulai meningkat.

B. Penilaian Pengetahuan

1. Proses Kognitif

a. C1; mengingat (remember), mengingat kembali pengetahuan dari memorinya.

b. C2; memahami (understand), mengkonstruksi makna dari pesan baik secara lisan,
tulisan, dan grafis.
c. C3; menerapkan (apply), penggunaan prosedur dalam situasi yang diberikan atau
situasi baru.

d. C4; menganalisis (analysis), penguraian materi ke dalam bagian-bagian dan bagaimana


bagian-bagian itu saling berhubungan satu sama lain dalam keseluruhan struktur.

e. C5; mengevaluasi (evaluate) membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar.

f. C6; mengkreasi (create) menempatkan elemen-elemen secara bersamaan ke dalam


bentuk modifikasi atau mengorganisasi elemen-elemen ke dalam pola baru (struktur baru).

2. Dimensi Pengetahuan

a. Pengetahuan faktual; pengetahuan terminologi atau pengetahuan detail yang spesifik


dan elemen.

b. Pengetahuan konseptual; pengetahuan yang lebih kompleks berbentuk klasifikasi,


kategori, prinsip dan generalisasi.

c. Pengetahuan prosedural; pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu.

d. Pengetahuan metakognitif; pengetahuan tentang kognisi, merupakan tindakan atas dasar


suatu pemahaman, meliputi kesadaran berpikir dan penetapan keputusan tentang sesuatu.

3. Proses dan Hasil Penilaian Pengetahuan

a. Nilai pengetahuan diperoleh dari hasil penilaian harian selama satu semester, penilaian
tengah semester dan penilaian akhir semester

b. Nilai akhir pencapaian pengetahuan rerata dari hasil pencapaian kompetensi setiap KD
selama satu semester.

c. Nilai pada rapor ditulis dalam bentuk angka skala 0 – 100 dan dilengkapi dengan
deskripsi singkat kompetensi yang menonjol/tertinggi dan terendah berdasarkan pencapaian
KD selama satu semester

d. Deskripsi nilai didasarkan pada nilai tertinggi dan terendah pada capaian KD per
semester
4. Teknik Penilaian Pengetahuan

Teknik Keterangan
Penilaian
Tes tulis Memilih jawaban (pilihan ganda, dua pilihan benar-salah, ya-tidak),
menjodohkan, sebab-akibat.
Mensuplai jawaban (isian atau melengkapi, jawaban singkat atau
pendek, uraian).
Tes Lisan Soal / pertanyaan yang menuntut siswa menjawab secara lisan (formatif
tes)
Penugasan Tugas yang dilakukan secara individu atau kelompok.

C. Penilaian Keterampilan

1. Dimensi Keterampilan

Keterampilan abstrak: K-1 Mengamati, K-2 Menanya, K-3 Mencoba, K-4 Menalar, K-5
Menyaji, K-6 Mencipta

Keterampilan Konkrit:

a. Persepsi (perception): perhatian untuk melakukan suatu gerakan.

b. Kesiapan (set): kesiapan mental dan fisik untuk melakukan suatu gerakan.c. Meniru
(guided response): gerakan secara terbimbing.

d. Membiasakan gerakan (mechanism): gerakan mekanistik

e. Mahir (complex or overt response): gerakan kompleks dan termodifikasi.

f. Menjadi gerakan alami (adaptation): gerakan alami yang diciptakan sendiri atas dasar
gerakan yang sudah dikuasai.

g. Menjadi tindakan orisinal (origination): gerakan baru yang orisinal, sukar ditiru orang
lain, dan menjadi ciri khasnya.
2. Proses dan Hasil Penilaian Keterampilan

a. Hasil penilaian pada setiap KD keterampilan adalah nilai optimal dengan teknik dan
objek KD yang sama.

b. Penilaian KD keterampilan yang dilakukan dengan dua teknik penilaian seperti proyek
dan produk atau praktik dan produk, maka nilai KD dapat dirata-rata.

c. Nilai akhir keterampilan pada setiap mata pelajaran adalah rerata dari semua nilai KD
keterampilan dalam satu semester.

d. Penulisan capaian keterampilan pada rapor menggunakan angka pada skala 0 – 100,
predikat dan deskripsi singkat capaian kompetensi

3. Teknik dan Bentuk Penilaian Keterampilan

Teknik Penilaian Bentuk Instrumen

Unjuk kerja/ kinerja / praktik · Daftar cek, dengan menggunakan daftar cek,
peserta didik mendapat nilai bila kriteria penguasaan
kompetensi tertentu dapat diamati oleh penilai.
· Skala Penilaian (Rating Scale). Penilaian kinerja
yang menggunakan skala penilaian memungkinkan
penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan
kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara
kontinum dimana pilihan kategori nilai lebih dari dua.
Projek · Penilaian projek dilakukan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, sampai pelaporan.
· Untuk menilai setiap tahap perlu disiapkan
kriteria penilaian atau rubrik.
Produk · Daftar cek atau skala penilaian (rubrik)

Portofolio · Daftar cek atau skala penilaian (rubrik)

V. KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)


Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

KKM ditetapkan pada awal tahun pelajaran melalui musyawarah oleh satuan pendidikan
(sekolah) dengan memperhatikan intake (kemampuan rata-rata peserta didik), kompeksitas,
dan kemampuan daya dukung (berorientasi pada sumber belajar).

B. Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal

Kriteria ketuntasan minimal berfungsi:

sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai kompetensi dasar
mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar dapat diketahui ketercapaiannya
berdasarkan KKM yang ditetapkan. Pendidik harus memberikan respon yang tepat terhadap
pencapaian kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau layanan
pengayaan;

2. sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian mata
pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM yang harus dicapai
dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam
mengikuti penilaian agar mencapai nilai melebihi KKM.

3. dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi program
pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi keterlaksanaan dan hasil program
kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan pencapaian KKM sebagai tolok ukur. Oleh karena
itu hasil pencapaian KD berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu dianalisis untuk
mendapatkan informasi tentang peta KD-KD tiap mata pelajaran yang mudah atau sulit, dan
cara perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan sarana prasarana belajar di
sekolah;

4. merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan antara satuan
pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus
dilakukan bersama antara pendidik, peserta didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua.
5. merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran.

Prinsip Penetapan Ketuntasan Minimal Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu


mempertimbangkan beberapa ketentuan sebagai berikut:

Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang dapat dilakukan melalui
metode kualitatif dan atau kuantitatif. Metode kualitatif dapat dilakukan melalui professional
judgement oleh pendidik dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan pengalaman
pendidik mengajar mata pelajaran di sekolahnya. Sedangkan metode kuantitatif dilakukan
dengan rentang angka yang disepakati sesuai dengan penetapan kriteria yang ditentukan;

Penetapan nilai kriteria ketuntasan minimal dilakukan melalui analisis ketuntasan belajar
minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan kompleksitas, daya dukung, dan intake
peserta didik untuk mencapai ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi;

3. Kriteria ketuntasan minimal setiap Kompetensi Dasar (KD) merupakan rata-rata dari
indikator yang terdapat dalam Kompetensi Dasar tersebut. Peserta didik dinyatakan telah
mencapai ketuntasan belajar untuk KD tertentu apabila yang bersangkutan telah mencapai
ketuntasan belajar minimal yang telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut;

4. Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK) merupakan rata-rata KKM
Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SK tersebut;

5. Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari semua KKM-SK yang
terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan
Hasil Belajar (LHB/Rapor) peserta didik;

6. Indikator merupakan acuan/rujukan bagi pendidikuntuk membuat soal-soal ulangan, baik


Ulangan Harian (UH), Ulangan Tengah Semester (UTS) maupun Ulangan Akhir Semester
(UAS).

7. Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya perbedaan nilai
ketuntasan minimal

KOMPETENSI PEDAGOGIK PEMANFAATAN HASIL PENILAIAN


PEMBELAJARAN UNTUK PERBAIKAN KUALITAS PROGRAM
PEMBELAJARAN SECARA UMUM.
I. PROGRAM REMEDIAL

1) Hakikat Remedial

Remedial merupakan suatu treatmen atau bantuan untuk mengatasi kesulitan belajar. Berikut
adalah beberapa program assesmen yang bisa dijalankan atau dijadikan acuan dalam
melakukan pengajaran remedial. Yang antara lain dalam bidang berhitung, membaca
pemahaman dan menulis.

Remediasi mempunyai padanan remediation dalam bahasa Inggris. Kata ini berakar kata
‘toremedy’ yang bermakna menyembuhkan. Remediasi merujuk pada proses penyembuahan.
Remedial merupakan

kata sifat. Karena itu dalam bahasa Inggris selalu bersama dengan kata benda, misalnya
‘remedial work’, yaitu pekerjaan penyembuhan, ‘remeDial teaching’ – pengajaran
penyembuhan. Dsb. Di Indonesia, istilah ‘remedial’ sering ditulis berdiri sendiri sebagai kata
benda. Mestinya dituliskan menjadi pengajaran remeial, atau kegiatan remedial dsb. Dalam
bagian ini istilah remediasi dan remedial digunakan bersama-sama, yang merujuk pada suatu
proses membantu siswa mengatasi kesulitan belajar terutama mengatasi
miskonsepsimiskonsepsi yang dimiliki. Dalam random House Webster’s College Dictionary
(1991), remediasi diartikan sebagai intended to improve poor skill in specifed feld.

Remediasi adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk membetulkan kekeliruan yang dilakukan
siswa. Kalau dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran, kegiatan remediasi dapat diartikan
sebagai suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang
kurang berhasil. Kekurangberhasilan pembelajaran ini biasanya ditunjukkan oleh
ketidakberhasilan siswa dalam menguasai kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran.

Dari pengertian di atas diketahui bahwa suatu kegiatan pembelajaran dianggap sebagai
kegiatan remediasi apabila kegiatan pembelajaran tersebut ditujukan untuk membantu siswa
yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Guru melaksanakan perubahan
dalam kegiatan pembelajarannya sesuai dengan kesulitan yang dihadapi para siswa.
Sifat pokok kegiatan pembelajaran remedial ada tiga yaitu: (1) menyederhanakan konsep
yang komplek (2) menjelaskan konsep yang kabur (3) memperbaiki konsep yang salah tafsir.
Beberapa perlakuan yang

dapat diberikan terhadap sifat pokok remedial tersebut antara lain berupa: penjelasan oleh
guru, pemberian rangkuman, dan advance organizer, pemberian tugas dan lain-lain.

Pokok bahasan yang belum dapat dikuasai peserta didik merupakan kesulitan belajar untuk
mempelajari pokok bahasan berikutnya. Kenyataan ini akan diperburuk kalau pokok bahasan
yang baru yang akan dipelajari memerlukan keterampilan prasyarat, disisi lain pokok bahasan
yang menjadi prasyarat belum tuntas. Kesulitan lain untuk mencapai tingkat ketuntasan
belajar anatara lain: perbedaan individual diantara peserta didik dalam kelas dengan sistem
pembelajaran klasikal.

Asumsi yang mendasari pertimbangan metode pembelajaran remedial dengan pendekatan


secara individual terhadap peserta didik yang mengalami kesulita belajar dengan pemberian
rangkuman dan advance organizer adalah: (1) belajar hakekatnya adalah individual (2)
pembelajaran klasikal akan selalu dihadapkan dengan ketidak tuntasan belajar (3) kalau
peserta didik yang mengalami kesulitan belajar dan diberikan pembelajaran kembali secara
klasikal seperti pembelajaran utama, peserta didik akan mengalami kesulitan yang serupa (4)
rangkuman dan advance organizermerupakan strategi pembelajaran untuk memudahkan
pemahaman materi.

2) Prosedur Remedial

Dalam melaksanakan kegiatan remedial sebaiknya mengikuti langkahlangkah seperti berikut.

a) Analisis Hasil Diagnosis

Seperti yang telah Anda ketahui, diagnosis kesulitan belajar adalah suatu proses pemeriksaan
terhadap siswa yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar. Melalui kegiatan diagnosis
guru akan mengetahui para siswa yang perlu mendapatkan bantuan. Untuk keperluan
kegiatan remedial, tentu yang menjadi fokus perhatian adalah siswa-siswa yang mengalami
kesulitan dalam belajar yang ditunjukkan tidak tercapainya kriteria keberhasilan belajar.
Apabila kriteria keberhasilan 80 %, maka siswa yang dianggap berhasil jika mencapai tingkat
penguasaan 80 % ke atas, sedangkan siswa yang mencapai tingkat penguasaannya di bawah
80 % dikategorikan belum berhasil. Mereka inilah yang perlu mendapatkan remedial. Setelah
guru mengetahui siswa-siswa mana yang harus mendapatkan remedial, informasi selanjutnya
yang harus diketahui guru adalah topik atau materi apa yang belum dikuasai oleh siswa
tersebut. Dalam hal ini guru harus melihat kesulitan belajar siswa secara individual. Hal ini
dikarenakan ada kemungkinan masalah yang dihadapi siswa satu dengan siswa yang lainnnya
tidak sama. Padahal setiap siswa harus mendapat perhatian dari guru.

b) Menemukan Penyebab Kesulitan

Sebelum Anda merancang kegiatan remedial, terlebih dahulu harus mengetahui mengapa
siswa mengalami kesulitan dalam menguasai materi pelajaran. Faktor penyebab kesuliatan ini
harus diidentifkasi terlebih dahulu, karena gejala yang sama yang ditunjukkan oleh siswa
dapat ditimbulkan sebab yang berbeda dan faktor penyebab ini akan berpengaruh terhadap
pemilihan jenis kegiatan remedial.

c) Menyusun Rencana Kegiatan Remedial

Setelah diketahui siswa-siswa yang perlu mendapatkan remedial, topik yang belum dikuasai
setiap siswa, serta faktor penyebab kesulitan, langkah selanjutnya adalah menyusun rencana
pembelajaran. Sama halnya pada pembelajaran pada umumnya, komponen-komponen yang
harus direncanakan dalam melaksanakan kegiatan remedial adalah (1) merumuskan indikator
hasil belajar, (2) menentukan materi yang sesuai engan indikator hasil belajar, (3) memilih
strategi dan metode yang sesuai dengan karakteristik siswa, (4) merencanakan waktu yang
diperlukan, dan (5) menentukan jenis, prosedur dan alat penilaian.

d) Melaksanakan Kegiatan Remedial

Setelah kegiatan perencanaan remedial disusun,langkah berikutnya adalah melaksanakan


kegiatan remedial. Sebaiknya pelaksanaan kegiatan remedial dilakukan sesegera mungkin,
karena semakin cepat siswa dibantu mengatasi kesulitan yang dihadapinya, semakin besar
kemungkinan siswa tersebut berhasil dalam belajarnya.

e) Menilai Kegiatan Remedial


Untuk mengetahui berhasil tidaknya kegiatan remedial yang telah dilaksanakan, harus
dilakukan penilaian. Penilaian ini dapat dilakukan dengan cara mengkaji kemajuan belajar
siswa.Apabila siswa mengalami kemauan belajar sesuai yang diharapkan, berarti kegiatan
remedial yang direncanakan dan dilaksanakan cukup efektif membantu siswa yang
mengalami kesulitan belajar. Tetapi, apabila siswa tidak mengalami kemajuan dalam
belajarnya berarti kegiatan remedial yang direncanakan dan dilaksanakan kurang efektif.
Untuk itu guru harus menganalisis setiap komponen pembelajaran.

3) Strategi dan Teknik Remedial

Beberapa teknik dan strategi yang dipergunakan dalam pelaksanaan pembelajaran remedial
antara lain, (1) pemberian tugas/pembelajaran individu (2) diskusi/tanya jawab (3) kerja
kelompok (4) tutor sebaya (5) menggunakan sumber lain. (Ditjen Dikti, 1984; 83).

a) Pemberian Tugas

Dalam pemberian tugas dapat dilakukan dengan berbagai jenis antara lain dengan pemberian
rangkuman baik dilakukan secara individual maupun secara kelompok, pemberian advance
organizer dan yang sejenis. b) Melakukan aktivitas fsik, misal demosntrasi, atau praktek dan
diskusi

Ada konsep-konseps yang lebih mudah dipahami lewat aktivitas fIsik

II. PEMBELAJARAN PENGAYAAN

A. Pengertian Pembelajaran Pengayaan

Pengayaan merupakan suatu kegiatan belajar, dikhususkan bagi peserta didik yang
memiliki kemampuan belajar lebih, misalkan belajar lebih cepat, menyimpan informasi lebih
mudah, keingintahuan lebih tinggi, bepikir mandiri, superior, dan berpikir abstrak, serta
memiliki banyak minat.Secara umum pengayaan dapat diartikan sebagai pengalaman atau
kegiatan peserta didik yang melampaui persyaratan minimal yang ditentukan oleh kurikulum
dan tidak semua peserta didik dapat melakukannya. Pembelajaran pengayaan merupakan
pembelajaran tambahan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan pembelajaran baru
bagi peserta didik yang memiliki kelebihan sedemikain rupa sehingga mereka dapat
mengoptimalkan perkembangan minat, bakat, dan kecakapannya. Pembelajaran pengayaan
berupaya mengembangkan keterampilan berpikir, kreativitas, keterampilan memecahkan
masalah, eksperimentasi, inovasi, penemuan, keterampilan seni, keterampilan gerak, dsb.
Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta didik yang memiliki
kecerdasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu mereka
mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya.

Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, lazimnya


guru mengadakan penilaian awal untuk mengetahui kemampuan peserta didik terhadap
kompetensi atau materi yang akan dipelajari sebelum pembelajaran dimulai. Kemudian
dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi seperti ceramah,
demonstrasi, pembelajaran kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi strategi
pembelajaran digunakan juga berbagai media seperti media audio, video, dan audiovisual
dalam berbagai format, mulai dari kaset audio, slide, video, computer multimedia, dsb. Di
tengah pelaksanaan pembelajaran atau pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung,
diadakan penilaian prosesdengan menggunakan berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan
untuk mengetahui kemajuan belajar serta seberapa penguasaan peserta didik terhadap
kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Penilaian proses juga digunakan untuk
memperbaiki proses pembelajaran bila dijumpai hambatan-hambatan.

Pada akhir program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan
harian. Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar, apakah
seorang peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan kompetensi tertentu.
Penilaian akhir program ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan apakah peserta didik
telah mencapai kompetensi (tingkat penguasaan) minimal atau ketuntasan belajar seperti yang
telah dirumuskan pada saat pembelajaran direncanakan.

Jika ada peserta didik yang lebih mudah dan cepat mencapai penguasaan kompetensi minimal
yang ditetapkan, maka sekolah perlu memberikan perlakuan khusus berupa program
pembelajaran pengayaan. Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran tambahan
dengan tujuan untuk memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang
memiliki kelebihan sedemikain rupa sehingga mereka dapat mengoptimalkan perkembangan
minat, bakat, dan kecakapannya. Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan
keterampilan berpikir, kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, eksperimentasi,
inovasi, penemuan, keterampilan seni, keterampilan gerak, dsb. Pembelajaran pengayaan
memberikan pelayanan kepada peserta didik yang memiliki kecerdasan lebih dengan
tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu mereka mencapai kapasitas optimal
dalam belajarnya.

B. Jenis Pembelajaran Pengayaan

Terdapat tiga jenis pembelajaran pengayaan, yaitu kegiatan eksploratori, keterampilan proses,
dan pemecahan masalah.

1. Kegiatan eksploratori

Kegiatan eksploratori adalah jenis pembelajaran pengayaan yang bersifat umum yang
dirancang untuk disajikan kepada peserta didik. Sajian dimaksud berupa peristiwa sejarah,
buku, tokoh masyarakat, dsb, yang secara regular tidak tercakup dalam kurikulum.

2. Keterampilan proses

Keterampilan proses adalah jenis pembelajaran pengayaan yang diperlukan oleh peserta didik
agar berhasil dalam melakukan pendalaman dan investigasi terhadap topik yang diminati
dalam bentuk pembelajaran mandiri.

3. Pemecahan masalah

Pemecahan masalah adalah jenis pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik yang
memiliki kemampuan belajar lebih tinggi berupa pemecahan masalah nyata dengan
menggunakan pendekatan pemecahan masalah atau pendekatan investigatif/ penelitian
ilmiah.

Pemecahan masalah ditandai dengan:

a. Identifikasi bidang permasalahan yang akan dikerjakan;

b. Penentuan fokus masalah/problem yang akan dipecahkan;

c. Penggunaan berbagai sumber;

d. Pengumpulan data menggunakan teknik yang relevan;

e. Analisis data;
f. Penyimpulan hasil investigasi.

C. Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan

Agar pemberian pengayaan tepat sasaran maka perlu ditempuh langkah-langkah sistematis,
yaitu pertama mengidentifikasi kelebihan kemampuan belajar peserta didik, dan kedua
memberikan perlakuan (treatment) pembelajaran pengayaan.

1. Identifikasi kelebihan kemampuan belajar

a. Tujuan

Tujuan identifikasi kemampuan berlebih peserta didik dimaksudkan untuk mengetahui jenis
serta tingkat kelebihan belajar peserta didik.

b. Kelebihan kemampuan belajar itu antara lain meliputi:

1) Belajar lebih cepat.

Peserta didik yang memiliki kecepatan belajar tinggi ditandai dengan cepatnya penguasaan
kompetensi (SK/KD) mata pelajaran tertentu.

2) Menyimpan informasi lebih mudah

Peserta didik yang memiliki kemampuan menyimpan informasi lebih mudah, akan memiliki
banyak informasi yang tersimpan dalam memori/ ingatannya dan mudah diakses untuk
digunakan.

3) Keingintahuan yang tinggi

Banyak bertanya dan menyelidiki merupakan tanda bahwa seorang peserta didik memiliki
hasrat ingin tahu yang tinggi.

4) Berpikir mandiri.

Peserta didik dengan kemampuan berpikir mandiri umumnya lebih menyukai tugas mandiri
serta mempunyai kapasitas sebagai pemimpin.
5) Superior dalam berpikir abstrak.

Peserta didik yang superior dalam berpikir abstrak umumnya menyukai kegiatan pemecahan
masalah.

6) Memiliki banyak minat.

Mudah termotivasi untuk meminati masalah baru dan berpartisipasi dalam banyak kegiatan.

c. Teknik

Teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan berlebih peserta didik
dapat dilakukan antara lain melalui : tes IQ, tes Inventori, wawancara, pengamatan, dsb.

1) Tes IQ (Intelligence Quotient)

Tes IQ adalah tes yang digunakan untuk mengetahui tingkat kecerdasan peserta didik. Dari
tes ini dapat diketahui tingkat kemampuan spasial, interpersonal, musikal, intrapersonal,
verbal, logik/matematik, kinestetik, naturalistik, dsb.

2) Tes inventori

Tes inventori digunakan untuk menemukan dan mengumpulkan data mengenai bakat, minat,
hobi, kebiasaan belajar, dsb.

3) Wawancara

Wawancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk
menggali lebih dalam mengenai program pengayaan yang diminati peserta didik.

4) Pengamatan (observasi)

Pengamatan dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari
pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun tingkat pengayaan yang perlu
diprogramkan untuk peserta didik.

2. Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan

Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan antara lain melalui:


a. Belajar Kelompok

Belajar kelompok dilakukan dengan cara sekelompok peserta didik yang memiliki minat
tertentu diberikan pembelajaran bersama pada jam-jam pelajaran sekolah biasa, sambil
menunggu teman-temannya yang mengikuti pembelajaran remedial karena belum mencapai
ketuntasan.

b. Belajar mandiri.

Belajar mandiri dilakukan dengan cara secara mandiri peserta didik belajar mengenai sesuatu
yang diminati.

c. Pembelajaran berbasis tema.

Pembelajaran berbasis tema dilakukan dengan cara memadukan kurikulum di bawah tema
besar sehingga peserta didik dapat mempelajari hubungan antara berbagai disiplin ilmu.

d. Pemadatan kurikulum.

Pemadatan kurikulum adalah pemberian pembelajaran hanya untuk kompetensi/materi yang


belum diketahui peserta didik. Dengan demikian tersedia waktu bagi peserta didik untuk
memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara mandiri sesuai
dengan kapasitas maupun kapabilitas masing-masing Pemberian pembelajaran hanya untuk
kompetensi/materi yang belum diketahui peserta didik. Dengan demikian tersedia waktu bagi
peserta didik untuk memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara
mandiri sesuai dengan kapasitas maupun kapabilitas masing-masing. Pembelajaran
pengayaan dapat pula dikaitkan dengan kegiatan tugas terstruktur dan kegiatan mandiri tidak
terstruktur.

Penilaian hasil belajar kegiatan pengayaan, tentu tidak sama dengan kegiatan pembelajaran
biasa, tetapi cukup dalam bentuk portofolio, dan harus dihargai sebagai nilai tambah (lebih)
dari peserta didik yang normal. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran remedial dan
pengayaan pada akhirnya memberikan kesempatan kepada seluruh peserta didik untuk
mencapai dan menguasai kompetensi sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Bagi
peserta didik yang lambat pemahamannya dapat menguasai kompetensi minimal yang
disyaratkan dalam kurikulum. Sedangkan peserta didik yang cepat pemahamannya
mendapatkan kompetensi atau materi yang lebih yang dapat digunakan dalam
mengembangkan kreativitas dan inovasinya dalam belajar.

III. PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

A. DESAIN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Menurut John Elliot bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah kajian tentang situasi sosial
Dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya (Elliot, 1982). Seluruh
prosesnya, telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh
menciptakan hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dari perkembangan rofesional.
Pendapat yang hampir senada dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart, yang mengatakan
bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh peserta–pesertanya
dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktikpraktik itu dan
terhadap situasi tempat dilakukan praktik-praktik tersebut (Kemmis dan Taggart, 1988).

Menurut Carr dan Kemmis seperti yang dikutip oleh Siswojo ardjodipuro, dikatakan bahwa
yang dimaksud dengan istilah PTK adalah suatu bentuk refleksi diri yang dilakukan oleh
para Partisipan (guru, siswa atau kepala sekolah) dalam situasi-situasi sosial (termasuk
pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a) praktik-praktik sosial atau
pendidikan yang dilakukan dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai praktik-praktik ini,
dan (c) situasi-situasi (dan lembaga-lembaga) tempat praktik-praktik tersebut dilasanakan
(Harjodipuro, 1997).

Lebih lanjut, dijelaskan oleh Harjodipuro bahwa PTK adalah suatu pendekatan untuk
memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan
praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut dan agar mau untuk
mengubahnya. PTK bukan sekadar mengajar, PTK mempunyai makna sadar dan kritis
terhadap mengajar, dan menggunakan kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap
terhadap proses perubahan dan perbaikan proses pembelajaran. PTK mendorong guru untuk
berani bertindak dan berpikir kritis dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka
sendiri, dan bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, jelaslah bahwa dilakukannya PTK adalah dalam


rangka guru bersedia untuk mengintropeksi, bercermin, merefleksi atau mengevalusi dirinya
sendiri sehingga kemampuannya sebagai seorang guru/pengajar diharapkan cukup
professional untuk selanjutnya, diharapkan dari peningkatan kemampuan diri tersebut dapat
berpengaruh terhadap peningkatan kualitas anak didiknya, baik dalam aspek penalaran;
keterampilan, pengetahuan hubungan sosial maupun aspek-aspek lain yang bermanfaat bagi
anak didik untuk menjadi dewasa.

B. TAHAP PELAKSANAAN PTK

Banyak model PTK yang dapat diadopsi dan diimplementasikan di dunia pendidikan. Namun
secara singkat, pada dasarnya PTK terdiri dari 4 (empat) tahapan dasar yang saling terkait
dan berkesinambungan: perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan
(observing), dan refleksi (reflecting). Namun sebelumnya, tahapan ini diawali oleh suatu
Tahapan Pra PTK, yang meliputi identifkasi masalah, analisis masalah, rumusan masalah,
dan rumusan hipotesis tindakan.

Tahapan pra- PTK ini sangat esensial untuk dilaksanakan sebelum suatu rencana tindakan
disusun. Tanpa tahapan ini suatu proses PTK akan kehilangan arah dan arti sebagai suatu
penelitian ilmiah. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan guna menuntut pelaksanaan
tahapan PTK adalah (1) apa yang memprihatinkan dalam proses pembelajaran, (2) mengapa
hal itu terjadi dan apa sebabnya, (3) apa yang dapat dilakukan dan bagaimana caranya
mengatasi keprihatinan tersebut, (4) bukti-bukti apa saja yang dapat dikumpulkan untuk
membantu mencari fakta apa yang terjadi, dan (5) bagaimana cara mengumpulkan bukti-bukti
tersebut. Jadi, tahapan pra- PTK ini sesungguhnya suatu reflektif dari

guru terhadap masalah yang ada dikelasnya. Masalah ini tentunya bukan bersifat individual
pada salah seorang murid saja, namun ebih merupakan masalah umum yang bersifat klasikal,
misalnya kurangnya motivasi belajar di kelas, rendahnya kualitas daya serap klasikal, dan
lain-lain.

Berangkat dari hasil pelaksanaan tahapan Pra -PTK inilah suatu rencana tindakan dibuat
seperti berikut.

1. Perencanaan Tindakan

Berdasarkan pada identifkasi masalah yang dilakukan pada tahap pra PTK, rencana tindakan
disusun untuk menguji secara empiris hipotesis tindakan yang ditentukan. Rencana tindakan
ini mencakup semua langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan pelaksanaan PTK, mulai
dari materi/bahan ajar, rencana pengajaran yang mencakup metode/ teknik mengajar, serta
teknik atau instrumen observasi/ evaluasi, dipersiapkan dengan matang pada tahap
perencanaan ini. Dalam tahap ini perlu juga diperhitungkan segala kendala yang mungkin
timbul pada saat tahap implementasi berlangsung. Dengan melakukan antisipasi lebih dari
diharapkan pelaksanaan PTK dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang
telah ditentukan.

2. Pelaksanaan Tindakan

Tahap ini merupakan implementasi ( pelaksanaan) dari semua rencana yang telah dibuat.
Tahap ini, yang berlangsung di dalam kelas, adalah realisasi dari segala teori pendidikan dan
teknik mengajar yang telah disiapkan sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan guru
tentu saja mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan hasilnya diharapkan berupa
peningkatan efektiftas keterlibatan kolaborator sekedar untuk membantu si peneliti untuk
dapat lebih mempertajam refleksi dan evaluasi yang dia lakukan terhadap apa yang terjadi
dikelasnya sendiri. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori
pembelajaran yang dikuasai dan relevan.

3. Pengamatan Tindakan

Kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Data yang


dikumpulkan pada tahap ini berisi tentang pelaksanaan tindakan dan rencana yang sudah
dibuat, serta dampaknya terhadap proses dan hasil intruksional yang dikumpulkan dengan
alat bantu instrumen pengamatan yang dikembangkan oleh peneliti. Pada tahap ini perlu
mempertimbangkan penggunaan beberapa jenis instrumen ukur penelitian guna kepentingan
triangulasi data. Dalam melaksanakan observasi dan evaluasi, guru tidak harus bekerja
sendiri. Dalam tahap observasi ini guru bisa dibantu oleh pengamat dari luar (sejawat atau
pakar). Dengan kehadiran orang lain dalam penelitian ini, PTK yang dilaksanakan menjadi
bersifat kolaboratif. Hanya saja pengamat luar tidak boleh terlibat terlalu dalam dan
mengintervensi terhadap pengambilan keputusan tindakan yang dilakukan oleh peneliti.
Terdapat empat metode observasi, yaitu : observasi terbuka; observasi terfokus; observasi
terstruktur dan dan observasi sistematis. Beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam
observasi, diantaranya: (a) ada perencanaan antara dosen/guru dengan pengamat; (b) fokus
observasi harus ditetapkan bersama; (c) dosen/guru dan pengamat membangun kriteria
bersama; (d) pengamat memiliki keterampilan mengamati; dan (e) balikan hasil pengamatan
diberikan dengan segera. Adapun keterampilan yang harus dimiliki pengamat diantaranya: (a)
menghindari kecenderungan untuk membuat penafsiran; (b) adanya keterlibatan keterampilan
antar pribadi; (c) merencanakan skedul aktiftas kelas; (d) umpan balik tidak lebih dari 24 jam;
(d) catatan harus teliti dan sistemaris.

4. Refleksi Terhadap Tindakan

Tahapan ini merupakan tahapan untuk memproses data yang didapat saat dilakukan
pengamatan. Data yang didapat kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis,
dan disintesis. Dalam proses pengkajian data ini dimungkinkan untuk melibatkan orang luar
sebagai kolaborator, seperti halnya pada saat observasi. Keterlebatan kolaborator sekedar
untuk membantu peneliti untuk dapat lebih tajam melakukan refleksi dan evaluasi. Dalam
proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori instruksional yang dikuasai dan
relevan dengan tindakan kelas yang dilaksanakan sebelumnya, menjadi bahan pertimbangan
dan perbandingan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang mantap dan sahih. Proses
refleksi ini memegang peran yang sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan PTK.
Dengan suatu refleksi yang tajam dan terpecaya akan didapat suatu masukan yang sangat
berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Refleksi yang tidak tajam
akan memberikan umpan balik yang misleading dan bias, yang pada akhirnya menyebabkan
kegagalan suatu PTK. Tentu saja kadar ketajaman proses refleksi ini ditentukan oleh
kejataman dan keragaman instrumen observasi yang dipakai sebagai upaya riangulasi data.
Observasi yang hanya mengunakan satu instrument saja. Akan menghasilkan data yang
miskin.Adapun untuk memudahkan dalam refleksi bisa juga dimunculkan kelebihan dan
kekurangan setiap tindakan dan ini dijadikan dasar perencanaan siiklus selanjutnya.

Pelaksanaan refleksi diusahakan tidak boleh lebih dari 24 jam artinya begitu selesai observasi
langsung diadakan refleksi bersama kolaborator.

C. PROPOSAL PTK

Proposal atau rancangan penelitian merupakan pedoman yang berisi langkah-langkah yang
akan diikuti oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Proposal penelitian harus dibuat secara
baik dan jelas sehingga mampu menjadi pegangan selama penelitian berlangsung. Secara
umum ada aturan, baik yang bersifat metodologis maupun teknis dalam menyusun proposal.
Aturan-aturan itu pada umumnya bersifat universal, meskipun untuk hal-hal tertentu yang
bersifat teknis ada yang harus disesuaikan dengan kebutuhan lembaga-lembaga tertentu.
Tidak semua proposal penelitian mempunyai format atau komponen yang sama. Para ahli
mengajukan format dan komponen berbeda antara yang satu dengan lainnya. Namun begitu,
terdapat format general yang terdiri dari komponen-komponen pokok suatu proposal
penelitian (William Wiersma, 1986).

Secara umum proposal penelitian antara lain meliputi:

A. Pendahuluan

Bagian ini antara lain berisi: latar belakang masalah, identifkasi masalah, batasan masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

B. Tinjauan pustaka

Bagian ini antara lain berisi: kajian teori, kerangka berpikir penelitian, dan hipotesis
penelitian

C. Prosedur penelitian

Bagian ini antara lain berisi: jenis dan pendekatan penelitian, lokasi dan waktu penelitian,
populasi dan sampel, teknik pengumpulandata, instrumen penelitian, dan teknis analisis data.
Selain komponen-komponen di atas, proposal dilengkapi dengan judul penelitian, daftar
pustaka, jadwal penelitian, dan rancangan pembiayaan penelitian. Sistematika proposal
penelitian terkadang tidak sama antara penelitian satu dengan penelitian lainnya. Hal ini
bergantung pada pemikiran si peneliti, atau kadang telah ditentukan oleh institusi yang
menaungi dan atau membiayai penelitian tersebut.

Salah satu alternatif sistematika proposal penelitian adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Identifkasi Masalah

C. Batasan Masalah
D. Rumusan Masalah

E. Tujuan Penelitian

F. Manfaat Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

B. Kerangka Berfkir

C. Hipotesis

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

B. Waktu dan Tempat Penelitian

C. Desain Penelitian

D. Subjek Penelitian

E. Teknik Pengumpulan Data

F. Instrumen Penelitian

G. Teknis Analisis Data

E. Teknik penulisan proposal penelitian

D. LAPORAN PTK

Melaporkan hasil penelitian tidak sebatas menguraikan temuan kita dalam laporan penelitian.
Ada subbab lain yang amat penting kedudukannya kaitannya dengan pelaporan, yaitu
pembahasan. Jika dalam bagian hasil penelitian kita hanya menguraikan temuan pada
masing-masing siklus, jika perlu pada masing-masing teknik yang digunakan, juga
instrumennya; pada bagian pembahasan kita harus mengaitkan temuan yang satu dan yang
lain, bahkan juga mengaitkan antara temuan dan teori yang digunakan. Bagian ini merupakan
bagian terpenting dalam laporan PTK, karena itu jika dilihat dari jumlah halamannya, bagian
ini memiliki porsi yang paling banyak.

Struktur Laporan Penelitian Tindakan Kelas terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian
utama atau bagian inti, dan bagian akhir. Bagian awal laporan PTK terdiri atas Halaman
Judul, Lembar Pengesahan, Abstrak, Prakata, dan Daftar Isi. Halaman Judul adalah identitas
penelitian yang terdiri atas judul, peneliti, instansi penelitian, dan tahun pembuatan laporan.
Lembar pengesahan berisi identitas peneliti yang disahkan oleh pejabat berwenang. Jika
penelitian dilakukan oleh sekolah, pejabat yang berwenang mengesahkan adalah kepala
sekolah. Jika PTK merupakan hibah dari LPMP, pejabat berwenangnya adalah Kepala
LPMP. Abstrak merupakan intisari yang sangat penting dari hasil penelitian. Abstrak berisi
latar belakang masalah, tujuan penelitian, pelaksanaan penelitian, hasil penelitian, dan saran.
Kata Pengantar (Prakata) antara lain berisi ucapan terima kasih peneliti kepada pihak yang
telah membantunya.

Secara lengkap, berikut disajikan struktur laporan penelitian tindakan kelas.

Tabel Kerangka Laporan PTK

No Bagian Isi
1. Judul Peningkatan Kemampuan Menyusun Teks Cerpen dengan
Pendekatan Kontekstual Elemen Pemodelan pada Siswa Kelas VII
SMP Negeri 1 Semarang
Semester 1 Tahun Pelajaran 2016/2017
2. Awal Halaman Judul
Lembar Pengesahan Hasil Penelitian
Abstrak
Pernyataan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
3. Isi BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
BAB II
LANDASAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Menyusun Teks Cerpen
2.1.1.1 Hakikat Cerpen
2.1.1.2 Tahap Menyusun Teks Cerpen
2.1.2 Hakikat Teknik Pemodelan
2.1.2.1 Pendekatan Kontekstual
2.1.2.2 Teknik Pemodelan sebagai Elemen dari Pendekatan
Kontekstual
2.2 Kerangka Berpikir
2.3 Hipotesis Tindakan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Setting Penelitian
3.2 Subjek Penelitian
3.3 Desain Penelitian
3.4 Indikator Kinerja
3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.6 Instrumen Penelitian
3.6 Validasi Data
3.7 Analisis Data
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil Penelitian
1.1.1 Siklus I
1.1.1.1 Proses Pemberian Tindakan
1.1.1.2 Hasil Tes
1.1.1.3 Hasil Nontes
1.1.2 Siklus II
1.1.2.1 Proses Pemberian Tindakan
1.1.2.2 Hasil Tes
1.1.2.3 Hasil Nontes
1.2 Pembahasan
1.2.1 Kemampuan Menulis Teks Cerpen
1.2.2 Aktivitas Siswa
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
5.2 Saran
4. Bagian Daftar Pustaka
Akhir Lampiran
1) Surat Izin Penelitian
2) Daftar Nilai Prasiklus
3) Daftar Nilai Siklus I
4) Daftar Nilai Siklus II
5) Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus I
6) Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus II
7) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I
8) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II
9) Contoh Teks Cerpen

IV. REFLEKSI PEMBELAJARAN

1. Konsep Refleksi dalam Pembelajaran

Refleksi adalah kegiatan penilaian dalam berbagai bentuk yang dilakukan oleh peserta didik
terhadap proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan oleh pendidik dengan maksud
untuk memperbaiki proses belajar yang dilaksanakan oleh pendidik pada waktu yang akan
datang.
Definisi menurut Reid, 1995 “Reflection is a process of reviewing an experience of practice
in order to describe, analyse, evaluate and so inform learning about practice”. Konsep
tersebut dapat diartikan, bahwa refleksi adalah sebuah proses mereviu pengalaman dengan
cara mendeskripsikan, menganalisis, mengevaluasi pembembelajaran yang telah dilakukan.

2. Prinsip Refleksi dalam Pembelajaran

Refleksi pembelajaran sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan beberapa prinsip berikut,


yakni: (1) Ada kesadaran bersama pendidik dan peserta didik untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran; (2) Penilaian oleh peserta didik dilakukan dengan sangat kritis; (3) Penilaian
dilaksanakan sejak awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran; (4) Hasil penilaian oleh
peserta didik dijadikan masukan oleh pendidik untuk perbaikan pembelajaran.

3. Tujuan dan Sasaran Refleksi dalam Pembelajaran

Tujuan dilakukan refleksi pembelajaran bagi pendidik antara lain: (1) Untuk menganalisis
tingkat keberhasilan proses dan hasil belajar peserta didik; (2) Untuk melakukan evaluasi diri
terhadap proses belajar yang telah dilakukan; (3) untuk mengidentifikasi faktor-faktor
penyebab kegagalan dan pendukung keberhasilan; (4) untuk merancang upaya

optimalisasi proses dan hasil belajar, (5) Untuk memperbaiki dan mengembangkan
pembelajaran sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Refleksi pembelajaran penting
dilakukan dengan tujuan untuk memberikan informasi positif tentang bagaimana cara
meningkatkan kualitas pembelajarannya sekaligus sebagai bahan observasi untuk mengetahui
sejauh mana tujuan pembelajaran itu tercapai. Selain itu refleksi terhadap pembelajaran
bermanfaat bagi peserta didik yakni, untuk mencapai kepuasaan diri peserta didik
memperoleh wadah yang tepat dalam menjalin komunikasi positif dengan pendidik.

4. Teknik-teknik Refleksi dalam Pembelajaran

a. Belajar Jurnal

Pertama adalah belajar jurnal, para siswa diminta untuk membuat jurnal mingguan di mana
mereka merekam dan berkomentar tentang pengalaman mereka sebagai pelajar dalam kelas
tersebut. Dibutuhkan waktu lima menit untuk siswa menulis jurnal tersebut. Pada akhir
pelajaran jurnal tersebut di kumpulkan kepada guru untuk diberi komentar.
b. Belajar Mitra (kelompok atau kerjasama)

Belajar mitra berguna untuk mendiskusikan ide-ide yang dibangkitkan, mengeksplorasi


kepentingan mereka sendiri, bertukar pikiran untuk memberikan komentar satu sama lainnya.

c. Belajar Kontrak

Penggunaan belajar kontrak pada pembelajaran refleksi ada tiga tahap, yaitu sebagai berikut.

1) Sebelum penyusunan sebuah draft awal untuk disampaikan kepada siswa harus fokus pada
pengalaman mereka, kebutuhan mereka belajar dan bagaimana mereka bisa belajar dengan
baik. Dalam dialog dengan siswa, konsepsi pembelajaran ini didiskusikan dan kontrak yang
direvisi dihasilkan.

2) Sebelum penyerahan hasil ahir belajar mereka, siswa diminta dalam kontrak untuk
meninjau pembelajaran mereka dan bagaimana mereka dapat menyampaikannya kepada
orang lain.

3) Jadwal Penilaian diri. Jadwal penilaian diri digunakan sebagai sarana memungkinkan
siswa untuk menyatukan berbagai pembelajaran mereka dalam suatu kelas, untuk
merefleksikan prestasi mereka dan mengkaji implikasinya untuk pembelajaran lebih lanjut.
(Tebow, 2008)

5. Penyusunan Instrumen Refleksi Pembelajaran

Instrumen adalah alat untuk merekam informasi yang akan dikumpulkan. Instrumen
observasi digunakan berdasarkan teknik yang dilakukan. Berikut ini jenis instrumen yang
dapat dikembangkan untuk kegiatan refleksi pembelajaran.

a. Lembar Observasi

Lembar observasi adalah hasil pencatatan terhadap pengamatan fenomena-fenomena yang


diselidiki secara sistematis. Instrumen observasi yang berupa pedoman pengamatan biasa
digunakan dalam observasi sistematis, di mana observer bekerja sesuai dengan pedoman yang
telah dibuat.

b. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara (interview guide) adalah acuan percakapan yang dilaksanakan untuk
memperoleh informasi dari responden. Secara minimal pedoman tersebut memuat rambu-
rambu pertanyaan yang akan ditanyakan pada responden.

c. Lembar Telaah Dokumen

Lembar telaah dokumen adalah instrumen yang yang digunakan untuk mengolah dokumen-
dokumen yang dimiliki. Bentuk instrument dokumentasi terdiri atas dua macam yaitu
pedoman dekomentasi yang memuat garis-garis besar atau kategori yang akan dicari datanya,
dan check list yang memuat daftar variabel yang akan dikumpulan datanya. Perbedaan antara
kedua bentuk instrumen ini terletak pada intensitas gejala yang diteliti.

d. Angket atau Kuisioner

Refleksi kegiatan pembelajaran dapat menggunakan metode angket atau kuisioner. Pada
kegiatan ini, digunakan instrumen sesuai dengan nama metodenya. Bentuk lembaran angket
dapat berupa sejumlah pertanyaan tertulis, tujuannya untuk memperoleh informasi dari
responden tentang apa yang dialami dan diketahui oleh peserta didik.

Sumber Pustaka

Doyin, Mukh dan Supriyono. 2015. Materi UKG Bahasa Indonesia. Semarang: Bandungan
Institute.

Kurniawan, Endang, dkk. 2016. Refleksi Pembelajaran Dan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan

_____________________. 2016. Pemanfaatan Dan Pelaporan Hasil Penilaian. Jakarta:


Direktorat Jenderal GurudanTenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
MEDIA PEMBELAJARAN

March 31, 2017

Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim
ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta
perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

Memahami karakteristik berbagai media pengajaran merupakan kemampuan dasar


yang harus dimiliki seorang pendidik dalam kaitannya dengan keterampilan pemilihan
media pengajaran.

A. kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan media pembelajaran

1. Tujuan

Apa tujuan pembelajaran dan kompetensi yang ingin dicapai? Apakah tujuan itu masuk
kawasan kognitif, afektif, psikomotor atau kombinasi ketiganya? Jenis rangsangan indera apa
yang ditekankan: apakah penglihatan, pendengaran, atau kombinasinya? Jika visual, apakah
perlu gerakan atau cukup visual diam?

Sasaran Didik
Siapakah sasaran didik yang akan menggunakan media? Bagaimana karakteristik mereka,
berapa jumlahnya, bagaimana latar belakang sosialnya, apakah ada yang berkelainan,
bagaimana motivasi dan minat belajarnya? dan seterusnya.

Karakteristik media yang bersangkutan


Bagaimana karakteristik media tersebut? Apa kelebihan dan kelemahannya? Sesuaikah media
yang akan kita pilih itu dengan tujuan yang akan dicapai?

Waktu
Yang dimaksud waktu adalah berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengadakan atau
membuat media yang akan kita pilih, serta berapa lama waktu yang tersedia atau yang kita
miliki.

Biaya
Faktor biaya menjadi kriteria yang harus kita pertimbangkan. Berapa biaya yang kita
perlukan untuk membuat, membeli atau meyewa media tersebut? Dapatkah kita
mengusahakan biaya tersebut/apakah besarnya biaya seimbang dengan tujuan belajar yang
hendak dicapai?

Ketersediaan
Kemudahan dalam memperoleh media juga harus menjadi pertimbangan kita. Adakah media
yang kita butuhkan itu tersedia di sekitar kita, di sekolah atau di pasaran

Konteks penggunaan
Konteks penggunaan maksudnya adalah dalam kondisi dan strategi bagaimana media
tersebut akan digunakan. Misalnya, apakah untuk belajar individual, kelompok kecil,
kelompok besar atau massal?

Mutu Teknis
Kriteria ini terutama untuk memilih/membeli media pembelajaran siap pakai yang telah ada.
Misalnya program audio, video, grafis atau media cetak lain. Bagaimana mutu teknis media
pembelajaran

tersebut, apakah visualnya jelas, menarik dan cocok? Apakah suaranya jelas dan enak
didengar?

B. Jenis Media Pembelajaran

Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi atas:

1) Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya
memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara.

2) Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara.
Jenis media yang tergolong ke dalam media visual adalah: film slide, foto, transparansi,
lukisan, gambar, dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan
sebagainya.

3) Media audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga
mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, misalnya, rekaman video, berbagai ukuran
film, slide suara, dan sebagainya. Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih
menarik sebab mengandung kedua unsur jenis media yang pertama dan kedua.
Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat dibagi ke dalam:

1) Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak,seperti radio dan televisi. Melalui
media ini peserta didik dapat mempelajari hal-hal atau kejadian-kejadian yang aktual secara
serentak tanpa harus menggunakan ruangan khusus.

2) Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu, seperti film slide,
film, video, dan sebagainya.

C. Manfaat media pembelajaran

Secara umum manfaat media pembelajaran menurut Harjanto (1997 : 245) adalah :

1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis (tahu kata – katanya, tetapi
tidak tahu maksudnya)

2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera. Dengan menggunakan media
pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif siswa.

3) Dapat menimbulkan persepsi yang sama terhadap suatu masalah.

4) Selanjutnya menurut Purnamawati dan Eldarni (2001 : 4) yaitu

5) Membuat konkrit konsep yang abstrak, misalnya untuk menjelaskan peredaran darah.

6) Membawa obyek yang berbahaya atau sukar didapat di dalam lingkungan belajar.

7) Manampilkan obyek yang terlalu besar, misalnya pasar, candi.

8) Menampilkan obyek yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang.

9) Memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat.

10) Memungkinkan siswa dapat berinteraksi langsung dengan lingkungannya.

11) Membangkitkan motivasi belajar

12) Memberi kesan perhatian individu untuk seluruh anggota kelompok belajar.
13) Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan
menurut kebutuhan.

14) Menyajikan informasi belajar secara serempak (mengatasi waktu dan ruang)

15) Mengontrol arah maupun kecepatan belajar siswa.

D. Fungsi media pembelajaran adalah sebagai berikut.

1. Fungsi Atensi

Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa
untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang
ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.

2. Fungsi Afektif

Media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks
yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa,
misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras.

3. Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan
bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaiaan tujuan untuk memahami dan
mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.

4. Fungsi Kompensatoris

Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual
yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam
membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.

E. Memanfaatkan TIK dalam Berkomunikasi dan Pengembangan Diri


Berikut ini akan disajikan empat jenis komunikasi di dunia maya yang bisa dilakukan, yaitu
komunikasi menggunakan atau memanfaatkan fasilitas e-mail, milis, chatting dan facebook.

1) e-mail

e-mail yaitu surat elektronik. Surat elektronik adalah surat yang dibuat, dikirim dan
diterima tidak dalam bentuk fsik berupa kertas akan tetapi dalam bentuk data elektronik yang
dibuat, dikirim dan/atau diterima dalam bentuk data yang diolah dan dikirim menggunakan
program aplikasi e-mail dengan memanfaatkan peralatan elektronik computer dan jaringan
internet. Melalui e-mail ini kita bisa saling berkirim surat sebagaimana layaknya saling
berkirim surat biasa, hanya dalam wujud surat yang berbeda, bukan berupa kertas. Beragam
jenis data dan informasi yang bisa dikirim melalui e-mail, yaitu bisa berupa teks atau tulisan,
gambar, suara, dan video.

2) Milis

Milis atau mailing list adalah layanan di dalam Internet yang digunakan untuk berdiskusi
melalui e-mail. Diskusi dalam milis bisa dikelompok-kelompokkan berdasarkan kategori atau
topik dan kelompok tertentu. Misalnya topik tentang pekerjaan, bisnis, pendidikan, hobi dan
lain-lain atau kelompok organisasi guru. Salah satu penyedia mailing list (server) yang paling
terkenal adalah Yahoo!. Untuk bisa melakukan diskusi di milis atau mailing list, kita harus
terdaftar terlebih dahulu di penyedia mailing list, misalnya di Yahoo! Groups. Kalau sudah
terdaftar artinya kita sudah memiliki akses untuk masuk ke dalam kelompok-kelompok
diskusi di mailing list yang sudah ada. Di sini kita bisa mengirim dan menerima pesan e-mail
sesuai dengan tema diskusi tertentu.

3) Chatting

Chatting merupakan kata benda dari kata kerja chat (Inggris) artinya mengobrol. Chatting
dalam dunia Internet artinya program yang tersedia yang digunakan untuk mengobrol atau
berinteraksi via internet. Melalui fasilitas ini, kita bisa bisa mengobrol atau berkomunikasi
dengan siapa pun dan di mana pun di seluruh belahan dunia.

4) Facebook
Facebook merupakan salah satu program aplikasi dunia maya jaringan sosial berbasis
internet, di samping program lainnya. Pencetus dan pengembang aplikasi ini adalah Mark
Zuckerberg. Melalui facebook ini kita bisa berkenalan dengan orang baru, reuni dengan
teman-teman lama, juga bisa digunakan untuk kepentingan tertentu lainnya missal
pendidikan, politik, bisnis dan sebagainya.

OGN 2017 SMA/SMK MATERI PEDAGOGIK: PEMBELAJARAN YANG


KONDUSIF DAN PENGEMBANGAN POTENSI PESERTA DIDIK

April 30, 2017

KONSEP, LANGKAH-LANGKAH, DAN PENERAPAN DALAM PEMBELAJARAN

PENDEKATAN SAINTIFIK, DISCOVERY LEARNING, PROBLEM BASED LEARNING, DAN PROJECT BASED
LEARNING

Dikutip dari https://www.kesharlindungdikmen.id/, ada lima cakupan materi kompetensi pedagogik


pada Olimpiade Guru Nasional (OGN) 2017 sebagai berikut.

1. Pemahaman peserta didik secara mendalam: prinsip-prinsip perkembangan kognitif peserta didik,
prinsip-prinsip kepribadian peserta didik, dan bekal ajar awal peserta didik.

2. Perancangan pembelajaran, termasuk pemahaman landasan pendidikan untuk kepentingan


pembelajaran: landasan kependidikan, teori belajar dan pembelajaran, strategi pembelajaran
berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta
rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.

3. Pelaksanaan pembelajaran: penataan latar (setting) pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran


yang kondusif.
4. Perancangan dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran: evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar
secara berkesinambungan dengan berbagai metode, analisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar
untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning), dan pemanfaatan hasil penilaian
pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.

5. Pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan kompetensi guru: pengembangan


berbagai potensi akademik dan nonakademik peserta didik.

Pada postingan ini akan disajikan Ringkasan Materi Cakupan Materi OGN 2017 Kompetensi
Pedagogik nomor 3 dan 5 yaitu : Pelaksanaan pembelajaran: penataan latar (setting) pembelajaran
dan pelaksanaan pembelajaran yang kondusif dan Pengembangan potensi peserta didik untuk
mengaktualisasikan kompetensi guru: pengembangan berbagai potensi akademik dan nonakademik
peserta didik.

PENGANTAR

Untuk menciptakan pembelajaran yang kondusif dan mengembangkan potensi peserta didik, guru
hendaknya melaksanakan pembelajaran dengan model-model pembelajaran yang menarik,
inovatif, dan efektif.

Berikut ini disajikan model-model pembelajaran yang diharapkan menciptakan pembelajaran


yang kondusif dan mampu mengembangkan berbagai potensi peserta didik.

I. KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK (5M)

A. Esensi Pendekatan Saintifik


Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Pendekatan ilmiah diyakini
sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan
peserta didik.

Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih
mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif
(deductivereasoning).

Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih
mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif
(deductivereasoning).

Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik.
Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik
simpulan secara keseluruhan.

Penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode
ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian
merumuskan simpulan umum.

B. Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Observing (mengamati), Questioning (menanya), Mengumpulkan informasi/ eksperimen,


Mengasosiasikan/ mengolah informasi, Mengkomunikasikan .

1. Mengamati

Kegiatan Belajarnya mengamati: melihat, membaca, mendengar, menyimak (tanpa atau dengan
alat).

Kompetensi yang Dikembangkan: melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi


Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning).
Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media objek secara nyata, peserta
didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam
rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan
tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan
pembelajaran.

Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik, sehingga
proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik
menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran
yang digunakan oleh guru.

Langkah-langkah Mengamati

Menentukan objek apa yang akan diobservasi

Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi

Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder

Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi

Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar
berjalan mudah dan lancar

Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti menggunakan buku
catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.

Jenis-jenis Pengamatan
Observasi biasa (common observation). Peserta didik merupakan subjek yang sepenuhnya
melakukan observasi (complete observer), dan sama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku,
objek, atau situasi yang diamati.

Observasi terkendali (controlled observation). peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri dengan
pelaku, objek, atau situasi yang diamati. Pada observasi terkendali pelaku atau objek yang diamati
ditempatkan pada ruang atau situasi yang dikhususkan.

Observasi partisipatif (participant observation). Pada observasi partisipatif, peserta didik melibatkan
diri secara langsung dengan pelaku atau objek yang diamati. Observasi semacam ini mengharuskan
peserta didik melibatkan diri pada pelaku, komunitas, atau objek yang diamati

2. Menanya

Kegiatan Belajarnya

Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau
pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati dimulai dari
pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik).

Kompetensi yang Dikembangkan

Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk


membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat

Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan
ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia
membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab
pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak
dan pembelajar yang baik.

Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk
memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”,
melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal.
Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri kalimat yang efektif? Bentuk pernyataan, misalnya:
Sebutkan ciri-ciri kalimat efektif!

Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau
pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati. (dimulai dari
pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan hipotetik)

3. Mengumpulkan Informasi/ Eksperimen

Kegiatan Belajarnya: Melakukan eksperimen, Membaca sumber lain selain buku teks, Mengamati
objek/kejadian, Aktivitas Wawancara dengan narasumber

Kompetensi yang Dikembangkan: Mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat


orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui
berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

4. Mengasosiasikan/ Mengolah

Kegiatan Belajarnya

Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan/eksperimen maupun hasil mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi

Kompetensi yang Dikembangkan

Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan
prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan .

5. Mengkomunikasikan
Kegiatan Belajarnya : Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis
secara lisan, tertulis, atau media lainnnya.

Kompetensi yang Dikembangkan: Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir
sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan
berbahasa yang baik dan benar.

CONTOH KEGIATAN PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK (5M)

Kompetensi Dasar : 3. 4 Mengevaluasi teks negoisasi berdasarkan kaidah-kaidah teks


baik melalui lisan maupun tulisan

Topik /Tema : Seni Bernegosiasi dalam Kewirausahaan

Sub Topik/Tema : PemodelanTeks Negosiasi

Tujuan Pembelajaran : Peserta didik dapat mengidentifikasi teks negosiasi

Alokasi Waktu : 2 x 45 menit

Tahapan Pembelajaran Kegiatan

Mengamati 1. Peserta didik membentuk kelompok.


2. Peserta didik membaca teks negosiasi.
3. Peserta didik mencermati uraian yang berkaitan
dengan mengevaluasi teks negosiasi.

Menanya 4. Peserta didik bertanya jawab tentang hal-hal yang


berhubungan dengan struktur dan kaidah teks
negosiasi.

Mengumpulkan informasi 5. Peserta didik mencari dari berbagai sumber informasi


tentang mengevaluasi teks negosiasi.

Mengasosiasikan 6. Peserta didik mendiskusikan tentang struktur dan


kaidah dalam teks negosiasi.
7. Peserta didik menyimpulkan hal-hal terpenting dalam
mengevaluasi teks negosiasi.
8. Peserta didik menuliskan laporan kerja kelompok
tentang mengevaluasi teks negosiasi.
9. Peserta didik mengevaluasi kesesuian struktur dan
kaidah teks negosiasi yang dibuat oleh kelompok lain
10. Peserta didik mengevaluasi kesesuaian isi teks negosiasi
Mengkomunikasikan 11. Peserta didik membacakan hasil kerja kelompok di
depan kelas, peserta didik lain memberikan tan

II. MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)

A. Definisi/Konsep

Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang
terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa
mengorganisasi sendiri.

Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry)
dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery
Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak
diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan
kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru

Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus
dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti
ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.

Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi
seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan
dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun
informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan
bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
B. Keuntungan Model Pembelajaran Penemuan

Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-


proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung
bagaimana cara belajarnya.

Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan
pengertian, ingatan dan transfer.

Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya
sendiri.

Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan
motivasi sendiri.

Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan
bekerja sama dengan yang lainnya.

Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan
gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.

Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran


yang final dan tertentu atau pasti.

Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;

Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru;

Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;


Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;

Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang;

Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya;

Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;

Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar;

Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

C. Kelemahan Model Pembelajaran Penemuan

Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang
pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara
konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.

Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu
yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.

Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan
guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.

Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan


aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang
dikemukakan oleh para siswa tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan
ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

D. Langkah-Langkah Operasional

1. Langkah Persiapan

a. Menentukan tujuan pembelajaran

b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan
sebagainya)

c. Memilih materi pelajaran.

d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh
generalisasi)

e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan


sebagainya untuk dipelajari siswa

f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak,
atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik

g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa

2. Pelaksanaan

a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)


Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan
untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan
pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar
yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.

b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban
sementara atas pertanyaan masalah)

c. Data collection (Pengumpulan Data).

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk
mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek,
wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

d. Data Processing (Pengolahan Data)

Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi
yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.
Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak,
diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada
tingkat kepercayaan tertentu.

e. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data
processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya.

f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat
dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan
prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi

E. Sistem Penilaian

Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes
maupun non tes.

Penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja
siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model pembelajaran
discovery learning dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan
penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa maka pelaksanaan penilaian dapat dilakukan
dengan pengamatan.

MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING

Contoh Tahap Pembelajaran Discovery learning

Satuan Pendidikan: SMA …

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia


Kelas/ Semester : XII/1

Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah

Alokasi Waktu : 2 x 45 menit

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi

KD: Memahami struktur dan kaidah teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi
dalam novel baik melalui lisan maupun tulisan.

Indikator:

1) Menentukan struktur teks cerita sejarah;

2) Menentukan kaidah/ciri-ciri bahasa (fitur bahasa) teks cerita sejarah.

B. Langkah-langkah Pembelajaran

Kegiatan Pembelajaran
Tahapan Pokok

1. Peserta didik menyimak tayangan berbagai peristiwa sejarah dunia.

2. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat


menghadapkansiswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi
A. Pemberian Rangsangan terhadap pemahaman teks hasil observasi cerita sejarah.
(Stimulation) 3. Guru mengarahkan jawaban siswa terhadap pembelajaran yang akan
dilakukan

4. Siswa membaca contoh model teks cerita sejarah berjudul “Sejarah


Hari Buruh.”.
5.

6. Peserta didik mengidentifikasi masalah yang relevan dengan bahan


B. Pernyataan/Identifikasi bacaan diantaranya diarahkan untuk menanyakan fungsi teks cerita
Masalah (Problem Statement) sejarah dan bentuk atau strukturnya,

7. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, siswa memilih dan


merumuskan salah satu di antaranya dalam bentuk hipotesis.

8. Peserta didik membentuk kelompok belajar sesuai arahan guru


dengan mempertimbangkan kemampuan akademik, gender, dan ras (@5
0rang per kelompok).

9. Peserta didik mengidentifikasi siapa, apa, kapan, di mana, mengapa,


C. Pengumpulan Data (Data dan bagaimana peristiwa yang terjadi pada teks cerita sejarah “Hari
Collection) Buruh.”

10. Peserta didik menyusun periode sejarah secara kronologis, sesuai


dengan urutan waktu dari peristiwa sejarah teks “Hari Buruh.”

11. Peserta didik menentukan struktur yang membangun teks “Sejarah


Hari Buruh”

12.
D. Pengolahan Data (Data 13. Peserta didik mengolah informasi yang diperoleh dari hasil kegiatan
Processing) sebelumnya untuk menentukan unsur-unsur atau struktur teks cerita
sejarah.

14. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memverifikasi


E. Pembuktian (Verification)
sehingga dapat menemukan konsep tentang struktur teks cerita sejarah.

15. Peserta didik membuat kesimpulan tentang struktur teks cerita


F. Menarik Kesimpulan sejarah
(Generalization)
16. Peserta didik mempresentasikan.

III. MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)

A. Definisi/Konsep

Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan


masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar.
Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim
untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world)

B. Kelebihan PBL

1. Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik/mahapeserta didik yang belajar
memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau
berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat
diperluas ketika peserta didik/mahapeserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep
diterapkan

2. Dalam situasi PBL, peserta didik/mahapeserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan


ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan

3. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta


didik/mahapeserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan
hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

C. Langkah-langkah Operasional dalam Proses Pembelajaran

1. Konsep Dasar (Basic Concept)

Fasilitator memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diperlukan dalam
pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat masuk dalam atmosfer
pembelajaran dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran

2. Pendefinisian Masalah (Defining the Problem)

Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan peserta didik
melakukan berbagai kegiatan brainstorming dan semua anggota kelompok mengungkapkan
pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul
berbagai macam alternatif pendapat
3. Pembelajaran Mandiri (Self Learning)

Peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi.
Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan,
halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan.

Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) agar peserta didik mencari informasi dan
mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas,
dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan informasi
tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami.

4. Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)

Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah pembelajaran
mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk
mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran
pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara peserrta didik berkumpul sesuai kelompok dan
fasilitatornya.

5. Penilaian (Assessment)

Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan
sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan
pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis,
PR, dokumen, dan laporan.

Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software,
hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian.

D. Contoh Penerapan
Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan
penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta didik, antara lain di sekolah,
keluarga dan masyarakat.

Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar diluar
kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang
dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam
rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembela

E. Tahapan-Tahapan Model PBL

Fase-Fase

Perilaku Guru

Fase 1

Orientasi peserta didik kepada masalah.

Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yg dibutuhkan.

Memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.

Fase 2

Mengorganisasikan peserta didik

Membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
Fase 3

Membimbing penyelidikan individu dan kelompok.

Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Fase 4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
model dan berbagi tugas dengan teman.

Fase 5

Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari /meminta kelompok presentasi hasil
kerja.

F. Sistem Penilaian

Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan
sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan
pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis,
PR, dokumen, dan laporan.

Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software,
hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap
dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan
bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek
tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.

Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat
dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta
didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka
pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi
diri (self-assessment) dan peer-assessment.

Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan
hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard) oleh pebelajar itu
sendiri dalam belajar.

Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap


upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam
kelompoknya

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

Contoh Tahap Pembelajaran Problem Based Learning

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia


Kelas/Semester : XII/1
Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah
Sub Materi : Pemodelan Teks Cerita Sejarah

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi

A.2 Menganalisis teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel baik
melalui lisan maupun tulisan
Indikator:
1) Menelaah kelemahan atau kesalahan struktur teks laporan hasil observasi baik melalui lisan
maupun tulisan
2) Menelaah kelemahan atau kesalahan kaidah teks laporan hasil observasi baik melalui lisan
maupun tulisan.
3) Menelaah kelemahan atau kesalahan isi teks laporan hasil observasi baik melalui lisan maupun
tulisan

B. Langkah-langkah Pembelajaran

Kegiatan Pembelajaran
Tahapan Pokok

1. Peserta didik menyimak tujuan pembelajaran

2. Peserta didik membaca contoh teks cerita sejarah yang kurang baik
A. Orientasi siswa pada
dan menyimak penjelasan terhadap permasalahan tersebut
Masalah
3. Peserta didik memberikan tanggapan dan pendapat terhadap
permasalahan tersebut

B. Mengorganisasi
siswa dalam belajar 4. Peserta didik membentuk kelompok belajar sesuai arahan
guru dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan gender

5. Peserta didik membaca teks cerita sejarah yang tidak baik dengan
C. Membimbing cermat
penyelidikan siswa secara
mandiri atau 6. Peserta didik dengan difasilitasi dan dibimbing guru menelaah dan
kelompok mendiskusikan kelemahan teks cerita sejarah dari segi struktur, kaidah,
dan isi

7. Peserta didik menjawab permasalahan yang telah diidentifikasi,


khususnya mengenai kelemahan struktur, kaidah, dan isi teks cerita
D. Mengembangkan dan
sejarah
menyajikan hasil karya
8. Peserta didik mempresentasikan atau menyajikan laporan
pembahasan hasil temuan atau hasil diskusi dan penarikan kesimpulan di
depan kelas

9. Peserta didik dalam kelompok lain mengevaluasi atau


E. Menganalisis dan
10. Menanggapi
mengevaluasi proses
pemecahan masalah 11. Peserta didik dengan dibimbing guru melakukan simpulan

12. Guru melakukan evaluasi hasil belajar mengenai materi yang telah
dipelajari

IV. MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (PROJECT BASED LEARNING)

A. Definisi/Konsep

Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah metoda pembelajaran yang
menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian,
interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.

Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai
langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan
pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata.

Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang
diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Melalui PjBL, proses
inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing
peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi)
dalam kurikulum.

Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen
utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBL merupakan
investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha
peserta didik.

B. Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek

Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk
melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.

Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.


Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang
kompleks.

Meningkatkan kolaborasi.

Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.

Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.

C. Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek

Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.

Membutuhkan biaya yang cukup banyak

Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana instruktur memegang
peran utama di kelas.

Banyaknya peralatan yang harus disediakan.

Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan
mengalami kesulitan.

Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.

Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik
tidak bisa memahami topik secara keseluruhan
D. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek

1. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question).

Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi
penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan
realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pengajar berusaha agar topik
yang diangkat relevan untuk para peserta didik.

2. Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan demikian
peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang
aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial,
dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan
yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.

3. Menyusun Jadwal (Create a Schedule)

Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan
proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2)
membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang
baru, (4) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan
proyek, dan (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu
cara.

4. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the
Project)

Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama
menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap
proses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar
mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas
yang penting.
5. Menguji Hasil (Assess the Outcome)

Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian stSaudarar, berperan
dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat
pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi
pembelajaran berikutnya.

6. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)

Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas
dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun
kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamanya
selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka
memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan
baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

D. Sistem PenilaianPenilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus
diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari
perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian
proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan
penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara
jelas. Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:

Kemampuan pengelolaan

Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu
pengumpulan data serta penulisan laporan.

Relevansi

Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman


dan keterampilan dalam pembelajaran.
Keaslian

Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan
kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK

Rancangan Pembelajaran Berbasis Projek

A. Identitas Model

Satuan Pendidikan : SMA ……

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas/Semester : XII/1

Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah

Alokasi Waktu : 4 x 45 Menit (2 pertemuan)

B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi

4.2 Memproduksi teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel yang
koheren sesuai dengan karakteristik teks baik secara lisan maupun tulisanmaupun tulisan

Indikator:1) Menentukan langkah-langkah menyusun teks cerita sejarah


2) Menyusun teks cerita sejarah

C. Langkah Pembelajaran

Langkah-langkah
Kegiatan Pembelajaran
Pembelajaran

1. Peserta didik menentukan hari atau peristiwa bersejarah sebagai


A. Penentuan Proyek
topik yang akan dikembangkan menjadi teks cerita bersejarah

2. Peserta didik dibimbing guru mendiskusikan aturan main dan


pemilihan aktivitas yang dapat mendukung pelaksanaan proyek
B. Perancangan 3. Peserta didik mendiskusikan sumber/bahan/alat pendukung
Langkah-langkah pelaksanaan proyek
Penyelesaian Proyek 4. Peserta didik menyimak penjelasan guru mengenai penilaian
dalam kelompok masing masing, peserta didik mendiskusikan dan
perencanaan proyek berupa penentuan fase peristiwa bersejarah

5. Peserta didik membuat time line pemilihan dan penyiapan proyek


6. Peserta didik mendiskusikan deadline untuk menyelesaikan
C. Penyusunan Jadwal proyek menyusun teks cerita sejarah
Pelaksanaan Proyek 7. Peserta didik mendiskusikan dan membuat jadwal atau waktu
pelaksanaan penyelesaian setiap fase persitiwa dalam teks cerita
sejarah yang akan ditulisnya

8. Peserta didik mengidentifikasi dan mencatat hal-hal yang


berkaitan dengan fase peristiwa yang menjadi objek untuk penulisan
D. Penyelesaian proyek teks cerita sejarah
dengan fasilitasi dan 9. Peserta didik mengonsultasikan permasalahan atau kendala dalam
monitoring guru menyelesaikan penulisan teks cerita sejarah
10. Peserta didik memperbaiki hasil tulisan berdasarkan hasil
konsultasi

11. Peserta didik membaca kembali teks cerita sejarah yang sudah
E. Penyusunan Laporan ditulis dan memperbaiki jika masih terjadi kesalahan dengan
dan Presentasi mengacu pada point-point penilaian yang disepekati pada tahap
/Publikasi perencanaan
Hasil Proyek 12. Peserta didik menempelkan teks cerita sejarah yang sudah
dibuatnya di tempat yang sudah disediakan (tempat seperti bentuk
pameran)
13. Peserta didik melakukan kegiatan shopping model,yaitu
mengunjungi, membaca, dan menanggapi teks cerita sejarah
kelompok lain.

14. Peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil


tugas proyek yang sudah dilaksanakan.
F. Evaluasi Proses dan 15. Peserta didik mengemukakan pengalamannya selama
Hasil Proyek menyelesaikan tugas proyek peserta didik mendengarkan umpan
balik terhadap proses yang telah dilaksanakan dan produk yang telah
dihasilkan.

Sumber Pustaka :

Ariani, Farida dkk. 2016. Model Pembelajaran . Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

MENGIDENTIFIKASI MATERI PEMBELAJARAN YANG SESUAI KI-KD

April 12, 2017


A. Kriteria Penyeleksian dan Pemilihan Materi Pembelajaran

1. Sahih (Valid)

Materi yang akan dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji


kebenaran dan kesahihannya. Pengertian ini juga berkaitan dengan keaktualan
materi sehingga materi yang diberikan dalam pembelajaran tidak ketinggalan
jaman dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.

2. Tingkat Kepentingan (Significance)

Dalam memilih materi perlu mempertimbangkan pertanyaan berikut:

a. Bagaimana intensitas tingkat kepentingan materi tersebut sehingga harus


dipelajari?

b. Apakah penting materi tersebut diajarkan pada siswa?

c. Dimana letak kepentingan materi tersebut dan mengapa penting?


Dengan demikian, materi yang dipilih untuk diajarkan tentunya memang yang
benar-benar diperlukan oleh siswa.

3. Kebermanfaatan (utility)

Manfaat harus dilihat dari semua sisi, baik secara akademis maupun
nonakademis. Bermanfaat secara akademis artinya guru harus yakin bahwa
materi yang diajarkan dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan dan
keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan
berikutnya. Bermanfaat secara nonakademis maksudnya bahwa materi yang
diajarkan dapat mengembangkan kecakapan hidup (life skills) dan sikap yang
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari

4. Layak dipelajari (learnability)

Materinya memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya


(tidak terlalu mudah, atau tidak terlalu sulit), maupun aspek kelayakannya
terhadap pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat.

5. Menarik minat (interest)

Materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi siswa
untuk mempelajarinya lebih lanjut. Setiap materi yang diberikan kepada siswa
harus mampu menumbuhkembangkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan
dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.

B. Pola Pengembangan Materi Pembelajaran

Terdapat beberapa pola pengembangan materi pembelajaran yang dapat dipilih


guru, yakni sebagai berikut.

1. Pola kronologis, susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan


waktu.

2. Pola kausal, susunan materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-


akibat.

3. Pola logis, susunan materi pembelajaran yang dimulai dari bagian sederhana
menuju kepada yang kompleks.

4. Pola psikologis, susunan materi pembelajaran yang dimulai dari umum ke


dalam bagian-bagian yang lebih khusus.
5. Pola spiral, susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan
tertentu yang populer dan sederhana; kemudian dikembangkan, diperdalam, dan
diperluas dengan bahan yang lebih kompleks.

6. Pola inquiri atau pemecahan masalah, susunan materi pembelajaran yang


mengarah pada proses penemuan ataupun pemecahan masalah, yang meliputi
langkah-langkah berikut: (a) perumusan masalah, (b) penyusunan hipotesis, (c)
pengumpulan data, (d) pengujian hipotesis, dan (e) perumusan simpulan.

Sumber Pustaka:

Wibowo, Hari, dkk. 2016. Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Pusat


Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa,
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.

FAKTOR PENYEBAB DAN CARA MENGATASI KESULITAN BELAJAR


ANAK

April 14, 2017

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA

A. Pengertian Kesulitan Belajar Siswa

Hamalik (hal: 1983) menyatakan kesulitan belajar dapat diartikan sebagai keadaan di mana
peserta didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut tidak bisa
diabaikan oleh seorang pendidik karena dapat menjadi penghambat tujuan pembelajaran.
Kesulitan belajar tidak hanya disebabkan oleh faKtor intelegensi yang rendah, akan tetapi
bisa disebabkan oleh faktor-faktor nonintelegensi. Oleh karena itu, IQ yang tinggi belum
tentu menjamin keberhasilan belajar. Wood (2007:33) menyatakan kesulitan belajar adalah
suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu
untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan tersebut diakibatkan oleh faktor yang
berasal dari dalam diri peserta didik maupun luar diri peserta didik.
B. Jenis-Jenis Kesulitan Belajar Siswa

Empat jenis kesulitan/gangguan belajar dalam perkembangan seorang anak:

1. Kesulitan belajar akademis, meliputi kesulitan membaca, kesulitan menulis, dan kesulitan
berhitung.

2. Gangguan simbolik, yaitu ketidakmampuan anak untuk dapat memahami suatu obyek
sekalipun ia tidak memiliki kelainan pada organ tubuhnya.

3. Gangguan nonsimbolik, yaitu ketidakmampuan anak untuk memahami isi pelajaran karena ia
mengalami kesulitan untuk mengulang kembali apa yang telah dipelajarinya.

4. Ganguan sosial-emosional, yaitu gangguan yang berasal dari lingkungan dan emosi dalam
diri anak.

C. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa

Penyebab kesulitan belajar antara lain sebagai berikut.

1. Faktor intelektual, yaitu inteligensi yang rendah dan terbatas;

2. Faktor kondisi fisik dan kesehatan, termasuk kondisi kelainan, seperti kurangnya gizi pada ibu
hamil, bayi dan anak, kerusakan susunan dan fungsi otak, dan penyakit persalinan;

3. Faktor sosial,seperti pengaruh teman bermain, pergaulan dan lingkungan sekitar;

4. Faktor keluarga, seperti keadaan keluarga yang tidak baik dan kurangnya dukungan belajar
dari orang tua.

D. Cara Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa

Cara mengatasi mengatasi kesulitan belajar adalah sebagai berikut.


1. tempat duduk siswa

Anak yang mengalami kesulitan pendengaran dan penglihatan hendaknya mengambil posisi
tempat duduk bagian depan.

2. Gangguan kesehatan

Anak yang mengalami gangguan kesehatan sebaiknya diistirahatkan di rumah dengan tetap
memberinya bahan pelajaran dan dibimbing oleh orang tua dan keluarga lainnya.

3. Program remedial

Siswa yang gagal mencapai tujuan pembelajaran akibat gangguan internal, perlu ditolong
dengan melaksanakan program remedial.

4. Bantuan media dan alat peraga

Penggunaan alat peraga pelajaran dan media belajar kiranya cukup membantu siswa yang
mengalami kesulitan menerima materi pelajaran. Misalnya, karena materi pelajaran bersifat
abstrak sehingga sulit dipahami siswa.

5. Suasana belajar menyenangkan

Suasana belajar yang nyaman dan menggembirakan akan membantu siswa yang mengalami
hambatan dalam menerima materi pelajaran.

E. Rancangan Kegiatan Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta Didik

Rancangan mengatasi kesulitan belajar peserta didik dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut.

1. Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui
langkah-langkah sebagai berikut : (1) Identifikasi kasus; Identifikasi kasus merupakan upaya
untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson
dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat
dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar. (2)
Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran
sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan
layanan bimbingan. (3) Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh
keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat
dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar
mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi
informal lainnya. (4) Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang
menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan
cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes
inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan
berbagai tindak lanjutnya. Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini
bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa. (5)
Melakukan analisis sosiometris; dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga
mengalami kesulitan Penyesuaian social

2. Identifikasi Masalah

Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah
yang dihadapi siswa. Dalam konteks proses belajar mengajar, permasalahan siswa dapat
berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c)
behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk.
telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang
disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi
lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri
pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f)
pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan
dan hubungan keluarga; dan (j) waktu senggang.
3. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)

Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem
pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru
pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru
pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian
yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing
sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.

Sumber Pustaka:

Mudini, dkk. 2016. Karakteristik Peserta Didik. Jakarta: Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan

OGN SMA/SMK MATERI KOMPETENSI PEDAGOGIK 2

April 29, 2017

PEMAHAMAN LANDASAN PENDIDIKAN, TEORI BELAJAR, DAN STRATEGI


PEMBELAJARAN

Dikutip dari https://www.kesharlindungdikmen.id/, ada lima (5) cakupan materi kompetensi


pedagogik pada Olimpiade Guru Nasional (OGN) 2017 sebagai berikut.

1. Pemahaman peserta didik secara mendalam: prinsip-prinsip perkembangan kognitif peserta


didik, prinsip-prinsip kepribadian peserta didik, dan bekal ajar awal peserta didik.

2. Perancangan pembelajaran, termasuk pemahaman landasan pendidikan untuk kepentingan


pembelajaran: landasan kependidikan, teori belajar dan pembelajaran, strategi pembelajaran
berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta
rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
3. Pelaksanaan pembelajaran: penataan latar (setting) pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran yang kondusif.

4. Perancangan dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran: evaluasi (assessment) proses dan hasil
belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode, analisis hasil evaluasi proses dan
hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning), dan
pemanfaatan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran
secara umum.

5. Pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan kompetensi guru:


pengembangan berbagai potensi akademik dan nonakademik peserta didik.

Pada postingan ini akan disajikan Ringkasan Materi Cakupan Materi OGN 2017
Kompetensi Pedagogik nomor 2 yaitu : Perancangan pembelajaran, termasuk pemahaman
landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran: landasan kependidikan, teori
belajar dan pembelajaran, strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik,
kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta rancangan pembelajaran
berdasarkan strategi yang dipilih.

I. PENGERTIAN, FUNGSI, DAN PERANAN KURIKULUM

A. Pengertian

Kurikulum adalah suatu rencana pendidikan, yang memberikan pedoman tentang jenis,
lingkup, urutan isi, serta proses pendidikan. Dengan program itu para siswa melakukan
berbagai kegiatan belajar sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku pada
dirinya. Kurikulum sebagai rencana pembelajaran juga diartikan sebagai seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu

B. Fungsi
1. Fungsi penyesuaian

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan peserta didik agar memilki
sifat untuk mampu menyesuaikan dengan llingkungannya, baik lingkungan fisik maupun
sosial.

2. Fungsi pengintegrasian

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh,
dalam hal ini orientasi dan fungsi kurikulum adalah mendidik peserta didik agar memilki
pribadi yang integral. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari
masyarakat.

3. Fungsi perbedaan

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan
individu peserta didik.

4. Fungsi persiapan

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan peserta didik agar mampu
melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jauh, baik dalam memasuki
pendidikan yang lebih tinggi ataupun dalam memasuki kehidupan dalam masyarakat.

5. Fungsi pemilihan

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada peserta
didik dalam memilih programprogram belajar sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

6. Fungsi diagnostic

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan peserta didik
untuk dapat memahami kemampuan dan potensi yang ada dalam dirinya.

C. Peranan

1. Peranan konservatif
Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk
mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan
masa kini kepada anak didik sebagai generasi penerus.

2. Peranan kreatif

Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek lainnya senantiasa terjadi setiap saat.
Kurikulum melakukan kegiatankegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menekankan
bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru. Kurikulum harus dapat
membantu setiap peserta didik dalam mengembangakan potensi dirinya.

3. Peranan kritis dan evaluative

Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilainilai dan budaya yang hidup
dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan
budaya masa lalu kepada peserta didik perlu disesuaikan kondisi yang ada di masa sekarang.

II. LANDASAN DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. Landasan Pengembangan Kurikulum

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya.

2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik,


kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya
dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan.

6. Belajar sepanjang hayat, diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan


pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.


B. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum

1. Ilmiah

Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam kurikulum harus benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Dalam konteks Mata Pelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia, fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang termuat dalam silabus harus benar
dan sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam bidang ilmu tersebut.
Penggunaan istilah, notasi atau lambang untuk menunjuk objek tertentu, hendaknya sesuai
dengan istilah, notasi atau lambang yang umum dan lazim digunakan dalam bahasa dan sastra
Indonesia.

2. Konsisten

Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, serta teknik dan instrumen penilaian.
Dengan prinsip konsistensi ini, pemilihan materi pembelajaran, penetapan strategi dan
pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penggunaan sumber dan media pembelajaran, serta
penetapan teknik dan penyusunan instrumen penilaian semata-mata diarahkan pada
pencapaian kompetensi dasar dalam rangka pencapaian standar kompetensi.

3. Relevan

Pengembangan kurikulum harus memiliki kesesuaian di antara komponen-komponennya,


seperti tujuan, bahan, strategi, dan evaluasi. Pengembangan kurikulum juga harus relevan
dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi, potensi peserta didik, serta tuntutan dan
kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis). Cakupan, kedalaman, tingkat
kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam kurikulum juga harus disesuaikan dengan
tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual siswa.

Prinsip ini mendasari pengembangan kurikulum, baik dalam pemilihan materi pembelajaran,
strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penetapan waktu, strategi penilaian
maupun dalam mempertimbangkan kebutuhan media dan alat pembelajaran.

4. Ketercukupan
Cakupan indikator, materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem
penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar. Dengan prinsip ini, maka
tuntutan kompetensi harus dapat terpenuhi dengan pengembangan materi pelajaran dan
kegiatan pembelajaran yang dikembangkan. Sebagai contoh, jika standar kompetensi dan
kompetensi dasar menuntut kemampuan menganalisis suatu obyek belajar, maka materi
pelajaran, kegiatan pembelajaran, dan teknik serta instrumen penilaian harus secara memadai
mendukung kemampuan itu.

5. Menyeluruh

Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi, baik pengetahuan, sikap,


maupun praktik (psikomotor). Prinsip ini hendaknya dipertimbangkan, baik dalam
mengembangkan materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, maupun penilaiannya.

Kegiatan pembelajaran dalam silabus perlu dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik
memiliki keleluasaan untuk mengembangkan kemampuannya, bukan hanya kemampuan
kognitif saja, melainkan juga dapat mempertajam kemampuan afektif dan psikomotoriknya,
serta dapat secara optimal melatih kecakapan hidup (lifeskill).

6. Fleksibel

Pengembangan kurikulum harus bersifat luwes dalam pelaksanaannya; memungkinkan


terjadinya penyesuaian-penyesuaian dengan perkembangan zaman. Keseluruhan komponen
dalam kurikulum juga mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika
perubahan yang terjadi di sekolah dan kebutuhan masyarakat.

7. Aktual dan Kontekstual

Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian
memerhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan
peristiwa yang terjadi. Banyak fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan
materi dan dapat mendukung kemudahan dalam menguasai kompetensi perlu dimanfaatkan
dalam pengembangan pembelajaran. Di samping itu, penggunaan media dan sumber belajar
berbasis teknologi informasi, seperti komputer dan internet perlu dioptimalkan.
8. Kontinuitas, pengembangan kurikulum harus memerhatikan kesinambungan, antara tingkat
kelas, antara jenjang pendidikan, maupun kontribusi dengan jenis pekerjaan.

III. TEORI BELAJAR

A. Teori Belajar Behaviorisme

Teori belajar tingkah laku (behaviorisme) memandang belajar sebagai hasil dari pembentukan
hubungan antara rangsangan dari luar (stimulus) seperti ‘2 + 2’ dan balasan dari siswa
(response) seperti ‘4’ yang dapat diamati. Semakin sering hubungan (bond) antara
rangsangan dan balasan terjadi, maka akan semakin kuatlah hubungan keduanya (law of
exercise). Para penganut teori belajar tingkah laku ini berpendapat bahwa batu saja akan
berlubang jika ditetesi air terus menerus. Thorndike menyatakan kuat tidaknya hubungan
ditentukan oleh kepuasan maupun ketidakpuasan yang menyertainya (law of effect). Itulah
sebabnya, dua kata kunci menurut para penganutnya selama proses pembelajaran adalah
‘latihan’ dan ‘ganjaran/ penguatan’. Teori ini menitikberatkan pada perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengulangan. Ganjaran atau penguatan pada binatang ditunjukkan dengan
pemberian sesuatu jika ia dapat menyelesaikan tugasnya, sehingga binatang tersebut akan
mengulangi kegiatannya. Para siswa akan sangat senang dan merasa dihargai jika mereka
mendapat hadiah ketika mereka dapat melaksanakan tugas dengan baik, sehingga mereka
akan berusaha untuk melakukan hal yang sama. Namun jika mereka melakukan hal yang
salah maka mereka harus mendapat hukuman agar ia tidak melakukan hal itu lagi. Teori
belajar tingkah laku ini menekankan adanya ganjaran (reward) atau penguatan
(reinforcement). Semakin banyak ganjaran yang diberikan maka respon yang diharapkan dari
siswa akan lebih baik. Selain itu, jika respon siswa di luar yang diinginkan maka diperlukan
adanya konsekuensi hukuman (punishment) sebagai stimulus agar respon yang muncul
berbeda dengan respon yang sudah ada atau, dengan kata lain, agar perilaku siswa sesuai
yang diinginkan. Khusus untuk punishment ini, beberapa tokoh teori tingkah laku, misalnya
Skinner, memiliki perbedaan pendapat, khususnya karena dampak yang kurang baik. Skinner
memberikan alternatif yaitu digunakannya penguatan negatif (negative reinforcement). Pada
masa kini, teori belajar yang dikemukakan penganut psikologi tingkah laku ini cocok
digunakan untuk mengembangkan kemampuan siswa yang berhubungan dengan pencapaian
hasil belajar (pengetahuan) matematika seperti fakta, konsep, prinsip, dan skill
(keterampilan).

B. Teori Belajar Kognitif

1. Psikologi Perkembangan Kognitif Piaget

Menurut Piaget, struktur kognitif atau skemata (schema) adalah suatu organisasi mental
tingkat tinggi yang terbentuk pada saat orang itu berinterkasi dengan lingkungannya. Dua
proses yang sangat penting adalah asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah suatu proses di
mana suatu informasi atau pengalaman baru dapat disesuaikan dengan kerangka kognitif
yang sudah ada di benak siswa; sedangkan akomodasi adalah suatu proses perubahan atau
pengembangan kerangka kognitif yang sudah ada di benak siswa agar sesuai dengan
pengalaman yang baru dialami. Sejalan dengan itu, Ausubel menginginkan proses
pembelajaran di kelas-kelas adalah suatu pembelajaran yang bermakna (meaningful learning)
yaitu suatu pembelajaran di mana pengetahuan atau pengalaman yang baru dapat terkait
dengan pengetahuan lama yang sudah ada di dalam struktur kognitif seseorang. Untuk
membantu terjadinya pembelajaran bermakna, Bruner menyarankan agar proses
pembelajaran melalui tiga tahap, yaitu tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.

Empat tahap perkembangan kognitif siswa menurut Piaget adalah (1) tahap sensori motor (0–
2 tahun), (2) tahap pra-operasional (2–7 tahun), (3) tahap operasional konkret (7–11 tahun),
dan (4) tahap operasional formal (11 tahun ke atas).

Pada tahap sensori motor (0-2 tahun) seorang anak akan belajar untuk menggunakan dan
mengatur kegiatan fsik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap
ini, pemahaman anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh dan alat-alat indera
mereka. Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh
hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indera, sehingga ia belum
mampu untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten. Pada
tahap operasional konkret (7-11 tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan di
sekolah dasar. Di tahap ini, seorang anak dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata
atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari
suatu situasi nyata secara bersamasama (misalnya, antara bentuk dan ukuran). Pada tahap
operasional formal (lebih dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti
menggunakan benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan
kognitif.

2. Belajar Bermakna David P. Ausubel

Teori belajar Ausubel menitikberatkan pada bagaimana seseorang memperoleh


pengetahuannya. Menurut Ausubel terdapat 2 jenis belajar yaitu belajar hafalan (rote-
learning) dan belajar bermakna (meaningfullearning). Jika seorang siswa berkeinginan untuk
mengingat sesuatu tanpa mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain maka baik proses
maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan (rote) dan tidak akan
bermakna (meaningless) sama sekali baginya. Pembelajaran yang mengacu pada ‘belajar
bermakna’ atau ‘meaningful-learning’ adalah pembelajaran di mana pengetahuan atau
pengalaman baru yang akan dipelajari siswa dapat terkait dengan pengetahuan lama yang
sudah dimiliki siswa.

3. Teori Presentasi Bruner

Bruner membagi penyajian proses pembelajaran dalam tiga tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik,
dan simbolik. Pada tahap enaktif, para siswa dituntut untuk mempelajari pengetahuan dengan
menggunakan sesuatu yang “konkret” atau “nyata” yang berarti dapat diamati dengan
menggunakan panca indera. Contohnya, ketika akan membahas geometri ruang di awal
pembelajaran, guru dapat menggunakan alat peraga maupun barang sehari-hari semisal
kaleng, dus, dll. Pada tahap ikonik, yakni setelah mempelajari pengetahuan dengan benda
nyata atau benda konkret, tahap berikutnya adalah tahap ikonik, dimana para siswa
mempelajari suatu pengetahuan dalam bentuk gambar atau diagram sebagai perwujudan dari
kegiatan yang menggunakan benda konkret atau nyata tadi. Pada tahap simbolik para siswa
harus melewati suatu tahap dimana pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk simbol-
simbol abstrak. Dengan kata lain, siswa harus mengalami proses berabstraksi. Berabstraksi
terjadi pada saat seseorang menyadari adanya kesamaan di atara perbedaan-perbedaan yang
ada.

C. Teori Belajar Konstruktivisme

1. Model Penemuan
Bruner berpendapat bahwa belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan
(learning by discovery is learning to discover). Ada dua model penemunaan, yaitu model
penemuan murni dan model penemuan terbimbing. Model penemuan yang dapat
dikembangkan di kelas adalah model penemuan terbimbing di mana para siswa dihadapkan
dengan situasi di mana ia bebas untuk mengumpulkan data, membuat dugaan (hipotesis),
mencoba-coba (trial and error), mencari dan menemukan keteraturan (pola),
menggeneralisasi atau menyusun rumus beserta bentuk umum, membuktikan benar tidaknya
dugaannya itu. Berbeda dengan model penemuan murni di mana mulai dari pemilihan strategi
sampai pada jalan dan hasil penemuan ditentukan para siswa sendiri maka pada penemuan
terbimbing ini, para guru bertindak sebagai penunjuk jalan, ia membantu dan memberi
kemudahan bagi para siswanya sedemikian rupa sehingga mereka dapat mempergunakan
idea, konsep dan ketrampilan yang sudah dia pelajari untuk menemukan pengetahuan yang
baru. Penggunaan serangkaian pertanyaan yang tepat akan sangat membantu siswa untuk
menemukan pengetahuan yang baru berdasar pada pengetahuan lama yang dipunyainya.

2. Model Saintifk

Pendekatan saintifk meliputi lima pengalaman belajar sebagaimana dijelaskan berikut ini.

a. Mengamati (observing) di mana siswa difasilitasi untuk mengamati dengan indra


(membaca, mendengar, menyimak, melihat, menonton, dan sebagainya) dengan atau tanpa
alat.

b. Menanya (questioning) di mana siswa difasilitasi untuk membuat dan mengajukan


pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi tentang informasi yang belum dipahami, informasi
tambahan yang ingin diketahui, atau sebagai klarifkasi.

c. Mengumpulkan informasi/mencoba (experimenting) di mana siswa difasilitasi untuk


mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru bentuk/gerak, melakukan
eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber
melalui angket, wawancara, dan memodifkasi/ menambahi/ mengembangkan.
d. Menalar/mengasosiasi (associating) di mana siswa difasilitasi untuk mengolah informasi
yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, mengasosiasi
atau menghubungkan fenomena/informasi yang terkait dalam rangka menemukan suatu pola,
dan menyimpulkan.

e. Mengomunikasikan (communicating) di mana siswa difasilitasi untuk menyajikan laporan


dalam bentuk bagan, diagram, atau grafk; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan
meliputi proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan.

III. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR

Dalam perencanaan pembelajaran, prinsip-prinsip belajar dapat mengungkap batas-batas


kemungkinan dalam pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran, pengetahuan tentang
teori dan prinsip-prinsip belajar dapat membantu guru dalam memilih tindakan yang tepat.

Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum
yang dapat digunakan sebagai dasar dalam upaya pembelajaran sebagai berikut.

A. Perhatian dan Motivasi

Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian belajar
pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar
(Gage dan Berliner, 1984: 355). Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting

dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan
aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil
(Gage dan Berliner, 1984: 372).

B. Keaktifan

Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya
sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada
orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.

C. Keterlibatan langsung/Berpengalaman
Belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale
dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya
mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung.
Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa yang tidak hanya mengamati secara
langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung
jawab terhadap hasilnya.

D. Pengulangan

Pada teori Psikologi Asosiasi atau Koneksionisme mengungkapkan bahwa belajar ialah
pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-
pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar. Pengulangan dalam belajar
akan melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat,
menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, hingga berpikir yang akan membuat daya-
daya tersebut berkembang.

E. Tantangan

Dalam situasi belajar, siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai. Namun selalu
terdapat hambatan, yaitu mempelajari bahan belajar. Timbullah motif untuk mengatasi
hambatan itu, yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut.

F. Balikan atau Penguatan

Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang
baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan
operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai yang
jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia
terdorong untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif.

G. Perbedaan Individual

Siswa yang merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama
persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan individu ini
berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa
IV. PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, DAN TEKNIK PEMBELAJARAN

Dalam Lampiran 3 Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 (233) pendekatan dimaknai


sebagai cara menyikapi/melihat (a way of viewing); strategi dimaknai sebagai cara mencapai
tujuan dengan sukses (a way of winning the game atau a way of achieving of objectif);
metode dimaknai sebagai cara menangani sesuatu (a way of dealing). Sedangkan teknik
dimaknai sebagai cara memperlakukan sesuatu (a way creating something); dan model
dimaknai sebagai kerangka yang berisikan langkah-langkah/uruturutan kegiatan/sintakmatik
yang secara operasional perlu dilakukan oleh guru dan siswa. Dalam referensi lain dijelaskan
bahwa pendekatan adalah titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran;
metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran;
teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode
secara spesifk; dan model adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai
akhir yang disajikan secara khas oleh guru (bungkus atau bingkai dari penerapan suatu
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran). Pendekatan (approach) merupakan titik tolak
atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Roy Killen (1998) misalnya, mencatat
ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru
(teacher-centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered
approaches) yang digunakan dalam perancangan kurikulum dan pembelajaran saat ini.
Strategi pembelajaran merupakan perencanaan tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam
pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan metode
merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan
nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan sebagai cara
untuk melaksanakan dan merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dalam
mengimplementasikan metode pembelajaran, seorang pendidik perlu menetapkan teknik
atau cara tertentu agar proses pembelajaran berjaan efektif dan efsien, serta taktik atau gaya
individu dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu misalnya dalam
menggunakan ilustrasi atau menggunakan gaya bahasa atau idialek agar materi pembelajaran
mudah dipahami.

VI. KRITERIA PENYELEKSIAN DAN PEMILIHAN MATERI PEMBELAJARAN


1. Sahih (Valid)

Materi yang akan dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan
kesahihannya. Pengertian ini juga berkaitan dengan keaktualan materi sehingga materi yang
diberikan dalam pembelajaran tidak ketinggalan jaman dan memberikan kontribusi untuk
pemahaman ke depan.

2. Tingkat Kepentingan (Significance)

Dalam memilih materi perlu mempertimbangkan pertanyaan berikut:

a. Bagaimana intensitas tingkat kepentingan materi tersebut sehingga harus dipelajari?

b. Apakah penting materi tersebut diajarkan pada siswa?

c. Dimana letak kepentingan materi tersebut dan mengapa penting?

Dengan demikian, materi yang dipilih untuk diajarkan tentunya memang yang benar-benar
diperlukan oleh siswa.

3. Kebermanfaatan (utility)

Manfaat harus dilihat dari semua sisi, baik secara akademis maupun nonakademis.
Bermanfaat secara akademis artinya guru harus yakin bahwa materi yang diajarkan dapat
memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut
pada jenjang pendidikan berikutnya. Bermanfaat secara nonakademis maksudnya bahwa
materi yang diajarkan dapat mengembangkan kecakapan hidup (life skills) dan sikap yang
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari

4. Layak dipelajari (learnability)

Materinya memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu
mudah, atau tidak terlalu sulit), maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan bahan
ajar dan kondisi setempat.

5. Menarik minat (interest)


Materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi siswa untuk
mempelajarinya lebih lanjut. Setiap materi yang diberikan kepada siswa harus mampu
menumbuhkembangkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk
mengembangkan sendiri kemampuan mereka.

B. Pola Pengembangan Materi Pembelajaran

Terdapat beberapa pola pengembangan materi pembelajaran yang dapat dipilih guru, yakni
sebagai berikut.

1. Pola kronologis, susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu.

2. Pola kausal, susunan materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.

3. Pola logis, susunan materi pembelajaran yang dimulai dari bagian sederhana menuju
kepada yang kompleks.

4. Pola psikologis, susunan materi pembelajaran yang dimulai dari umum ke dalam bagian-
bagian yang lebih khusus.

5. Pola spiral, susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu
yang populer dan sederhana; kemudian dikembangkan, diperdalam, dan diperluas dengan
bahan yang lebih kompleks.

6. Pola inquiri atau pemecahan masalah, susunan materi pembelajaran yang mengarah pada
proses penemuan ataupun pemecahan masalah, yang meliputi langkah-langkah berikut: (a)
perumusan masalah, (b) penyusunan hipotesis, (c) pengumpulan data, (d) pengujian hipotesis,
dan (e) perumusan simpulan.

Sumber Pustaka:

Wibowo, Hari, dkk. 2016. Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan.
__________ 2016. Teori Belajar. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik
dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

MATERI LENGKAP OGN 2017 KOMPETENSI PEDAGOGIK

April 28, 2017

PEMAHAMAN PESERTA DIDIK SECARA MENDALAM: PRINSIP-PRINSIP


PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK, PRINSIP-PRINSIP KEPRIBADIAN
PESERTA DIDIK, DAN BEKAL AJAR AWAL PESERTA DIDIK.

Dikutip dari https://www.kesharlindungdikmen.id/, ada lima cakupan materi kompetensi


pedagogik pada Olimpiade Guru Nasional (OGN) 2017 sebagai berikut.

1. Pemahaman peserta didik secara mendalam: prinsip-prinsip perkembangan kognitif peserta


didik, prinsip-prinsip kepribadian peserta didik, dan bekal ajar awal peserta didik.

2. Perancangan pembelajaran, termasuk pemahaman landasan pendidikan untuk kepentingan


pembelajaran: landasan kependidikan, teori belajar dan pembelajaran, strategi pembelajaran
berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta
rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.

3. Pelaksanaan pembelajaran: penataan latar (setting) pembelajaran dan pelaksanaan


pembelajaran yang kondusif.

4. Perancangan dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran: evaluasi (assessment) proses dan hasil
belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode, analisis hasil evaluasi proses dan
hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning), dan
pemanfaatan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran
secara umum.

5. Pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan kompetensi guru:


pengembangan berbagai potensi akademik dan nonakademik peserta didik.
Pada postingan ini akan disajikan Ringkasan Materi Cakupan Materi OGN 2017
Kompetensi Pedagogik nomor 1 yaitu : Pemahaman peserta didik secara mendalam:
prinsip-prinsip perkembangan kognitif peserta didik, prinsip-prinsip kepribadian peserta
didik, dan bekal ajar awal peserta didik.

I. PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK

A. Pengertian

Kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan
semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan
informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah,
dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana
individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai
dan memikirkan lingkungannya. (Desmita, 2009)

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Peserta Didik

Guru harus mengetahui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi peserta didik. Yang sangat
sentral dalam factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif adalah gaya
pengasuhan dan lingkungan. Biasanya gaya pengasuhan lebih diterapkan pada anak-anak.
Pada pengasuhan ini merupakan cika lbakal perkembangan kognitif tersebut, karena ketika
anak diasuh secara tidak sesuai dengan semestinya, ini akan berakibat pada perkembangan
kognitif anak, bahkan pada perkembangan mental anak tersebut. Lingkungan pun sangat
berpengaruh pada perkembangan kognitif, semakin buruk lingkungan maupun pergaulan
seseorang maka kemungkinan pengaruh lingkungan pada perkembangan kognitif anak
semakin besar. (Wibowo, 2016)

C. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Peserta Didik

Empat tahap perkembangan kognitif siswa menurut Piaget adalah sebagai berikut.

1. tahap sensori motor (0–2 tahun)

Pada tahap sensori motor (0-2 tahun) seorang anak akan belajar untuk menggunakan dan
mengatur kegiatan fIsik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap
ini, pemahaman anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh dan alat-alat indera
mereka.

2. tahap pra-operasional (2–7 tahun)

Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal
khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indera, sehingga ia belum mampu untuk
melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten

3. tahap operasional konkret (7–11 tahun)

Pada tahap Operasional konkret (7-11 tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan
di sekolah dasar. Di tahap ini, seorang anak dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi
nyata atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek
dari suatu situasi nyata secara bersamasama (misalnya, antara bentuk dan ukuran).

4. tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun)

Pada tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti
menggunakan benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan
kognitif. (Doyin, 2015)

II. PERKEMBANGAN FISIK PESERTA DIDIK

Kuhlen dan Thompson mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat
aspek, yaitu:

(a) Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik;

(b) Sistem syaraf yang sangat memengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi;

(c) Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti
pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang
sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis;

(d) Struktur fisik/tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi.


Seifert dan Hoffnung (1994) berpendapat perkembangan fisik meliputi perubahan-perubahan
dalam tubuh (seperti : pertumbuhan otak, sistem saraf, organ-organ indrawi, pertambahan
tinggi dan berat, hormon, dan lain-lain), dan perubahan-perubahan dalam cara individu dalam
menggunakan tubuhnya (seperti perkembangan keterampilan motorik dan perkembangan
seksual), serta perubahan dalam kemampuan fisik (seperti penurunan fungsi jantung,
penglihatan, dan sebagainya).

III. PERKEMBANGAN SOSIAL-EMOSIONAL PESERTA DIDIK

Selain perkembangan karakteristik fisik dan kognitif peserta didik, yang tidak kalah penting
adalah perkembangan sosial-emosional peserta didik. Sosio-emosional berasal dari kata sosial
dan emosi. Perkembangan sosial adalah pencapaian kematangan dalam hubungan atau
interaksi sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan
norma-norma kelompok, tradisi dan moral agama. Sedangkan emosi merupakan faktor
dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku
belajar. Emosi dibedakan menjadi dua, yakni emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif
seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat, atau rasa ingin tahu yang tinggi akan
mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar. Emosi
negatif sperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, individu tidak dapat
memusatkan perhatiannya untuk belajar, sehingga kemungkinan besar dia akan mengalami
kegagalan dalam belajarnya. Selain itu, dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata
bahasa Latin ‘movere’ yang berarti ‘menggerakkan, bergerak’. Kemudian ditambah dengan
awalan ‘e-‘ untuk memberi arti ‘bergerak menjauh’. Makna ini menyiratkan kesan bahwa
kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.

Perkembangan sosio-emosional peserta didik termasuk suatu pembahasan yang sangat


penting karena dengan mengetahui perkembangan sosio-emosional peserta didik, para
pendidik dapat mengambil tindakan pada permasalahan peserta didik dengan berbagai
karakteristik dan sifat yang berbeda-beda. Sosio-emosional adalah perubahan yang terjadi
pada diri setiap individu dalam warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku
individu. Dalam pembahasan sosio-emosional ini lebih ditekankan dalam sosioemosional
pada remaja. Pada masa remaja, tingkat karakteristik emosional akan menjadi drastis tingkat
kecepatannya. Gejala-gejala emosional para remaja seperti perasaan sayang, cinta dan benci,
harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai pendidik.
kita harus mengetahui setiap aspek yang berhubungan dengan perubahan tingkah laku dalam
perkembangan remaja, serta memahami aspek atau gejala tersebut sehingga kita bisa
melakukan komunikasi yang baik dengan remaja. Perkembangan emosi remaja merupakan
suatu titik yang mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun sikap kanak-
kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja karena pengaruh didikan orang tua.

Faktor yang sangat memengaruhi perkembangan peserta didik pada usia remaja yaitu didikan
orang tua, lingkungan sekitar tempat tinggal dan perlakuan guru di sekolah. Pengaruh sosio-
emosional yang baik pada remaja terhadap diri sendiri yaitu untuk mengendalikan diri,
memutuskan segala sesuatu dengan baik, serta bisa lebih merencanakan segala hal yang akan
diputuskannya, sedangkan terhadap orang lain, yaitu mampu menjalin kerjasama yang baik,
saling menghargai dan mampu memposisikan diri di lingkungan dengan baik. Agar seorang
peserta didik dapat memiliki kecerdasan emosi dengan baik haruslah dibentuk sejak usia dini,
karena pada saat itu sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan manusia
selanjutnya. Sebab pada usia ini dasar-dasar kepribadian anak telah terbentuk. Jelaslah sudah
betapa pentingnya seorang pendidik memahami perkembangan sosio-emosional peserta
didik, agar dalam proses pembelajaran perkembangan sosio-emosional peserta didik yang
berbeda-beda dapat diatasi dengan baik.

IV. PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK

Seto Mulyadi (2002a) menyatakan tentang Robert Coles yang menggagas tentang kecerdasan
moral yang juga memegang peranan amat penting bagi kesuksesan seseorang dalam
hidupnya. Hal ini ditandai dengan kemampuan seorang anak untuk bisa menghargai dirinya
sendiri maupun diri orang lain, memahami perasaan terdalam orang-orang di sekelilingnya,
mengikuti aturan-aturan yang berlaku, semua ini termasuk merupakan kunci keberhasilan
bagi seorang anak di masa depan. Suasana damai dan penuh kasih sayang dalam keluarga,
contoh-contoh nyata berupa sikap saling menghargai satu sama lain, ketekunan dan keuletan
menghadapi kesulitan, sikap disiplin dan penuh semangat, tidak mudah putus asa, lebih
banyak tersenyum daripada cemberut, semua ini memungkinkan anak mengembangkan
kemampuan yang berhubungan dengan kecerdasan kognitif, kecerdasan emosional maupun
kecerdasan moralnya.

Teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada
penalaran moral dan berkembang secara bertahap yaitu: Penalaran prakovensional,
konvensional, dan pascakonvensional.
1) Tingkat Satu: Penalaran Prakonvesional

Penalaran prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan
moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral,
penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman ekternal.

Contoh dalam dunia pendidikan: Peserta didik mau belajar kalau mendapatkan hadiah uang.

2) Tingkat Dua: Penalaran Konvensional

Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau tingkat menengah dari teori perkembangan
moral Kohlberg. Seorang menaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak
mentaati standar-standar (internal) orang lain, seperti orangtua atau masyarakat.

Contoh: siswa di satu kesempatan mau belajar dengan tekun karena kesadaran sendiri tetapi
tidak mau menaati perintah orang tua yang mengharuskan belajar dari pukul 19.00 sampai
dengan pukul 21.00

3) Tahap Tiga: Penalaran Pascakonvensional

Penalaran pascakonvensional adalah tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral


Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan
pada standar-standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral alternatif, menjajaki

pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.

Contoh : Anak dengan penuh kesadaran menaati tata tertib sekolah baik diawasi atau tidak,
ada sanksi atau tidak.

V. BEKAL AWAL PESERTA DIDIK

Bekal ajar awal peserta didik dapat pula diartikan kemampuan awal (entry behavior)

adalah kemampuan yang yang telah diperoleh peserta didik sebelum dia memperoleh
kemampuan terminal tertentu yang baru. Kemampuan awal menunjukkan status pengetahuan
dan keterampilan peserta didik sekarang untuk menuju ke status yang akan datang yang
diinginkan guru agar tercapai oleh peserta didik. Dengan kemampuan ini dapat ditentukan
darimana pengajaran harus dimulai.

Identifikasi bekal ajar awal peserta didik bertujuan untuk:

1) Memperoleh informasi yang lengkap dan akurat berkenaan dengan kemampuan awal
peserta didik sebelum mengikuti program pembelajaran tertentu;

2) Menyeleksi tuntutan, bakat, minat, kemampuan serta kecendrungan peserrta didik


berkaitan dengan pemilihan program program pembelajaran tertentu yang akan diikuti
mereka; dan

3) Menentukan desain program pembelajaran dan atau pelatihan tertentu yang perlu
dikembangkan sesuai dengan kemampuan awal peserta didik.

Teknik Mengaktifkan Bekal Ajar Awal Peserta Didik

untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik, seorang pendidik dapat melakukan tes
awal (pre-test). Tes yang diberikan dapat berkaitan dengan materi ajar sesuai dengan panduan
kurikulum. Selain itu pendidik dapat melakukan wawancara, observasi, dan memberikan
kuisioner kepada peserta didik atau calon peserta didik, serta guru yang biasa mengampu
pelajaran tersebut. Teknik yang paling tepat untuk mengetahui bekal ajar awal peserta didik
yaitu tes. Teknik tes ini menggunakan tes prasyarat dan tes awal. Sebelum memasuki
pelajaran sebaiknya guru membuat tes prasyarat dan tes awal. Tes prasyarat adalah tes untuk
mengetahui apakah peserta didik telah memiliki pengetahuan keterampilan yang diperlukan
atau di syaratkan untuk mengikuti suatu pelajaran. Sedangkan tes awal adalah tes untuk
mengetahui seberapa jauh siswa telah memiliki pengetahuan atau keterampilan mengenai
pelajaran yang hendak diikuti. Benjamin S. Bloom melalui beberapa eksperimen
membuktikan bahwa “untuk belajar yang bersifat kognitif apabila pengetahuan atau
kecakapan pra syarat ini tidak dipenuhi, maka betapa pun kualitas pembelajaran tinggi, maka
tidak akan menolong untuk memperoleh hasil belajar yang tinggi”. Hasil pretest juga sangat
berguna untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan yang dimiliki dan sebagai
perbandingan dengan hasil yang dicapai setelah mengikuti pelajaran. Jadi kemampuan awal
sangat diperlukan untuk menunjang pemahaman siswa sebelum diberi pengetahuan baru
karena kedua hal tersebut saling berhubung.
VI. MENGIDENTIFIKASI DAN MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA

A. Pengertian Kesulitan Belajar Siswa

Hamalik (hal: 1983) menyatakan kesulitan belajar dapat diartikan sebagai keadaan di mana
peserta didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut tidak bisa
diabaikan oleh seorang pendidik karena dapat menjadi penghambat tujuan pembelajaran.
Kesulitan belajar tidak hanya disebabkan oleh faKtor intelegensi yang rendah, akan tetapi
bisa disebabkan oleh faktor-faktor nonintelegensi. Oleh karena itu, IQ yang tinggi belum
tentu menjamin keberhasilan belajar. Wood (2007:33) menyatakan kesulitan belajar adalah
suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu
untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan tersebut diakibatkan oleh faktor yang
berasal dari dalam diri peserta didik maupun luar diri peserta didik.

B. Jenis-Jenis Kesulitan Belajar Siswa

Empat jenis kesulitan/gangguan belajar dalam perkembangan seorang anak:

1. Kesulitan belajar akademis, meliputi kesulitan membaca, kesulitan menulis, dan


kesulitan berhitung.

2. Gangguan simbolik, yaitu ketidakmampuan anak untuk dapat memahami suatu obyek
sekalipun ia tidak memiliki kelainan pada organ tubuhnya.

3. Gangguan nonsimbolik, yaitu ketidakmampuan anak untuk memahami isi pelajaran


karena ia mengalami kesulitan untuk mengulang kembali apa yang telah dipelajarinya.

4. Ganguan sosial-emosional, yaitu gangguan yang berasal dari lingkungan dan emosi
dalam diri anak.

C. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa

Penyebab kesulitan belajar antara lain sebagai berikut.

1. Faktor intelektual, yaitu inteligensi yang rendah dan terbatas;

2. Faktor kondisi fisik dan kesehatan, termasuk kondisi kelainan, seperti kurangnya gizi pada
ibu hamil, bayi dan anak, kerusakan susunan dan fungsi otak, dan penyakit persalinan;
3. Faktor sosial,seperti pengaruh teman bermain, pergaulan dan lingkungan sekitar;

4. Faktor keluarga, seperti keadaan keluarga yang tidak baik dan kurangnya dukungan belajar
dari orang tua.

D. Cara Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa

Cara mengatasi mengatasi kesulitan belajar adalah sebagai berikut.

1. tempat duduk siswa

Anak yang mengalami kesulitan pendengaran dan penglihatan hendaknya mengambil posisi
tempat duduk bagian depan.

2. Gangguan kesehatan

Anak yang mengalami gangguan kesehatan sebaiknya diistirahatkan di rumah dengan tetap
memberinya bahan pelajaran dan dibimbing oleh orang tua dan keluarga lainnya.

3. Program remedial

Siswa yang gagal mencapai tujuan pembelajaran akibat gangguan internal, perlu ditolong
dengan melaksanakan program remedial.

4. Bantuan media dan alat peraga

Penggunaan alat peraga pelajaran dan media belajar kiranya cukup membantu siswa yang
mengalami kesulitan menerima materi pelajaran. Misalnya, karena materi pelajaran bersifat
abstrak sehingga sulit dipahami siswa.

5. Suasana belajar menyenangkan

Suasana belajar yang nyaman dan menggembirakan akan membantu siswa yang mengalami
hambatan dalam menerima materi pelajaran.

E. Rancangan Kegiatan Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta Didik


Rancangan mengatasi kesulitan belajar peserta didik dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut.

1. Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui
langkah-langkah sebagai berikut : (1) Identifikasi kasus; Identifikasi kasus merupakan upaya
untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson
dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat
dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar. (2)
Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran
sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan
layanan bimbingan. (3) Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh
keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat
dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar
mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi
informal lainnya. (4) Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang
menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan
cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes
inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan
berbagai tindak lanjutnya. Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini
bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa. (5)
Melakukan analisis sosiometris; dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga
mengalami kesulitan Penyesuaian social

2. Identifikasi Masalah

Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah
yang dihadapi siswa. Dalam konteks proses belajar mengajar, permasalahan siswa dapat
berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c)
behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk.
telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang
disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi
lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri
pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f)
pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan
dan hubungan keluarga; dan (j) waktu senggang.

3. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)

Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem
pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru
pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru
pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian
yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing
sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.

SOAL UTN PLPG 2017 PENILAIAN SIKAP, PENGETAHUAN, DAN


KETERAMPILAN

April 24, 2017

1. Ranah kompetensi untuk dimensi sikap pada proses pembelajaran diperoleh melalui aktivitas
berikut:

A. Menerima, menanggapi, menghargai, mengamalkan, dan menghayati.

B. Menerima, menghayati, menghargai, menanggapi, dan mengamalkan.

C. Menerima, menanggapi, menghargai, menghayati, mengamalkan.

D. Menerima, menanggapi, menghayati, menghargai, mengamalkan

2. Penilaian kompetensi sikap dilakukan melalui kegiatan berikut:

A. Observasi, penilaian diri, penilaian sejawat, dan jurnal.

B. Observasi, penilaian diri, jurnal, dan portofolio.

C. Observasi, penilaian sejawat, jurnal, dan portofolio.

D. Observasi, penilaian diri, penilaian sejawat, dan projek.


3. Ranah kompetensi untuk dimensi pengetahuan pada proses pembelajaran diperoleh melalui
aktivitas berikut:

A. Mengingat, memahami, menerapkan, mensintesis, menganalisis, mengkreasi.

B. Mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mengkreasi.

C. Mengingat, memahami, menerapkan, menalar, menganalisis, mengevaluasi.

D. Mengingat, memahami, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, mengkreasi.

4. Penilaian kompetensi pengetahuan dilakukan melalui aktivitas berikut:

A. Penugasan, projek, dan portofolio

B. Penugasan, portofolio, dan tes tulis

C. Tes tulis, tes lisan, dan penugasan

D. Tes tulis, penugasan, dan projek

5. Ranah kompetensi untuk keterampilan pada proses pembelajaran diperoleh melalui aktivitas
berikut:

A. Mengamati, menanya, mencoba, melakukan, menyaji, dan mencipta.

B. Mengamati, memahami, menanya, mencoba, menalar, menyimpulkan.

C. Mengamati, menanya, memahami, menalar, menyaji, dan mencipta.

D. Mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji dan mencipta.

6. Penilaian kompetensi keterampilan dilakukan melalui aktivitas berikut:

A. Tes praktik, projek, produk, dan portofolio

B. Tes lisan, tes tulis, praktik, dan portofolio

C. Tes lisan, tes tulis, tes praktik, dan projek


D. Portofolio, projek, penugasan, dan tes praktek

7. Penilaian yang dilakukan penilaian untuk mengetahui tingkat kemampuan sosialnya peserta
didik, aspek yang perlu diperhatikan adalah ....

A. Mensyukuri anugerah Tuhan, taat menjalankan ibadahnya, dan menghargai anugerah Tuhan,

B. Tanggung jawab, patuh kepada orang tua, dan menyukuri anugerah Tuhan

C. Santun, cinta tanah air demokratis

D. Mensyukuri anugerah Tuhan, cinta tanah air, jujur

8. Projek adalah tugas-tugas belajar yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan dan
pelaporan secara tertulis dan lisan dalam waktu tertentu.

Penilaian projek termasuk kedalam teknik dan bentuk penilaian….

A. Keterampilan

B. Pengetahuan

C. Sikap

D. sikap dan pengetahuan

9. Peserta didik diberi pengetahuan mengenai pembuatan karya ilmiah dan penyusunan teks
laporan hasil observasi.

Aspek-aspek pengetahuan tersebut tergolong pengetahuan….

A. faktual

B. prosedural

C. konseptual

D. Metakognitif
10. Penilaian terhadap pengetahuan tentang peristiwa, lokasi, sumber informasi tergolong
pengetahuan

A. faktual

B. prosedural

C. konseptual

D. Metakognitif

Anda mungkin juga menyukai