Anda di halaman 1dari 63

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM CERPEN SUATU

TEMPAT DI SUATU MASA


KARYA SOBRI

OLEH :

LARA SOVIA

XI MIPA 1

SEKOLAH MENENGAH ATAS 1 PARIAMAN

Jalan.Prof.M.Yamin SELAMAT No.38.kota Pariaman.

Telepeon : (0751)91623

2018
HALAMAN PENGESAHAN

DISETUJUI

PEMBIMBING UMUM PEMBIMBING KHUSUS

Dra.Dwi Nurini,M.pd Dra.Dwi. Al neli Harun,M.pd

NIP. 1963070219882005 NIP.196307051992032007

MENGETAHUI

KEPALA SEKOLAH

Dra.Jaslidar

NIP.196604061989032005
ABSTRAK

Lara Sovia. 2018. "Analisis Gaya Bahasa Dalam Cerpen "Suatu Tempat Di
Suatu Masa" Karya Sobri. Karya Tulis Ilmiah. Sekolah Menengah Atas Negri 1
Pariaman.

Hal yang melatarbelakangi penulisan karya ilmiah ini adalah banyaknya dari
kalangan pembaca yang tidak memahami makna dari gaya bahasa dan tidak dapat
mengelompokkannya.

Penelitian ini bertujuan agar pembaca dapat makna dari gaya bahasa dan
dapat mengelompokkannya

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif dengan teknik analisis


deskriptif. Instrumen atau alat-alat dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri,
angket, dan wawancara. Dan objek penelitiannya yaitu siswa siswi SMAN
TEKNIS 1 PARIAMAN kelas XI MIPA 1. Pengumpulan data pada penelitian ini
yaitu dengan cara membaca dan memahami seluruh isi cerpen "suatu tempat di
suatu masa" karya sobri, kemudian mengidentifikasi dan mengelompokkan gaya
bahasa yang terdapat di dalamnya dan menganalisis data.

Hasil penelitian menunjukkan penggunaan gaya bahasa dalam cerpen suatu


tempat di suatu masa karya Sobri, lebih diutamakan dari unsur lainnya. Dan
penggunaan gaya bahasa juga dapat mempengaruhi ketertarikan sebuah cerpen,
namun tidak sedikit dari kalangan pembaca yang tidak memahami maknanya
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniakan sehingga karya tulis ilmiah yang berjudul "Analisis Gaya Bahasa
Suatu Tempat Di Suatu Masa Karya Sobri " ini dapat diselesaikan dengan baik.
Karya tulis ilmiah ini diajukan untuk mengikuti ujian kenaikan kelas XI semester
II tahun 2017/2018 di SMAN 1 PARIAMAN.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada:

Dra.Jaslidar, M.M, selaku kepala sekolah SMAN 1 PARIAMAN yang


telah memberi izin untuk melakukan penelitian dalam karya tulis ilmiah
ini.

Dra.Dwi Nurini, M.pd selaku pembimbing umum dalam penulisan karay


tulis ilmiah ini.

Dra.Afneli Harun,M.pd selaku pembimbing khusus dalam penulisan karya


tulis ilmiah ini.

Guru guru SMAN 1 PARIAMAN

Semua rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu atas
segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama proses
penelitian karya tulis ilmiah ini.

Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
bersangkutan. Mungkin karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan agar karya tulis ilmiah
ini lebih baik dari yang diharapkan.

Pariaman,Maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I :

PENDAHULUAN........................................................................................

1.1 Latar

Belakang..........................................................................................
1.2 Rumusan

Masalah.....................................................................................
1.3 Batasan

Masalah.......................................................................................
1.4 Tujuan

Penelitian......................................................................................
1.5 Manfaat

Penelitian....................................................................................

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

...........................................................................

2.1 Pengertian Analisis...................................................................................

2.2 Pengertian Sastra......................................................................................

2.3 Pengertian Karya

Sastra............................................................................

2.4 Pengertian

Cerpen.....................................................................................
2.5 Pengertian Gaya

Bahasa...........................................................................

2.6 Jenis-jenis Gaya Bahasa

...........................................................................

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

................................................................

3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................

3.2 Instrumen Penelitian

................................................................................

3.3 Objek Penelitian

3.4 Teknik Pengumpulan Data

.......................................................................

3.5 Teknik Analisis Data ...............................................................................

BAB IV :

PEMBAHASAN........................................................................................

4.1 Deskripsi Data

..........................................................................................

4.2 Analisis

Data.............................................................................................
4.3 Hasil Pengumpulan Data..........................................................................

BAB V : PENUTUP

..................................................................................................

5.1

Kesimpulan...............................................................................................

5.2 Saran

........................................................................................................

DAFTAR

PUSTAKA.................................................................................................

DAFTAR TABEL

Tabel jenis jenis gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen "suatu tempat di

suatu masa" karya

sobri..................................................................................

PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG

Karya sastra merupakan suatu karangan yang diciptakan dalam bentuk lisan

maupun tulisan dari hasil imajinasi seseorang dan mengandung nilai-nilai

kehidupan.

Secara umum beberapa karya sastra dikenal secara luas salah satunya yaitu

cerpen (cerita pendek). Cerpen adalah karangan singkat yang menceritakan kisah

kehidupan manusia dalam kesehariannya. Menurut Erwan Juara et al (2005:93)

"cerpen merupakan cerita yang disusun secara hemat dan cermat serta berfokus

pada suatu pokok masalah dalam kehidupan tokoh utamanya." Bagus atau

tidaknya sebuah cerpen dapat dipengaruhi oleh penggunaan gaya bahasa. Gaya

bahasa yang baik juga dapat sebagai lambang keindahan berbahasa dalam cerpen.

Pengertian gaya bahasa sendiri adalah pemilihan kata-kata yang tepat dan

menarik oleh penulis dalam memaparkan karangan yang ditulisnya. Pengarang

sebuah cerpen yang baik dapat memainkan kata-kata dalam berbagai gaya,

sehingga pembaca dapat ikut merasakan suasana yang terdapat dalam sebuah

cerita.

Cerpen Suatu Tempat Di Suatu Masa Karya Sobri adalah salah satu cerpen

yang banyak menggunakan gaya bahasa yang indah. Cerita ini seolah-olah hidup

dan dapat dirasakan oleh oleh pembaca, sehingga pembaca menjadi tertarik

mengikuti alur cerita hingga akhir.


Tetapi, saat sekarang ini tidak sedikit dari pembaca yang tidak memahami

makna dan jenis gaya bahasa yang terdapat dalam karya sastra yang dibacanya.

Sehingga pembaca tidak mengerti maksud dan alur dari cerita yang dibacanya.

Penelitian ini mengkaji tentang gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen

suatu tempat di suatu masa karya sobri dikarenakan :

1. Banyaknya dari kalangan pembaca yang tidak memahami makna gaya bahasa

yang terdapat dalam cerpen.

2. Kurangnya pengetahuan pembaca tentang jenis-jenis gaya bahasa

3. Kurangnya kemampuan pembaca dalam mengelompokkan jenis-jenis gaya

bahasa.

Hal-hal di atas menjadi dasar dilakukannya penelitian ini. Penelitian ini

menganalisis gaya bahasa yang terdapat pada cerpen suatu tempat di suatu masa

karya sobri. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca

mengenai gaya bahasa.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi rumusan masalah penelitian ini yaitu "Bagaimana

Gaya Bahasa Yang Terdapat Pada Cerpen Suatu Tempat Di Suatu Masa Karya

Sobri ".

1.3. BATASAN MASALAH

1.3.1. Pengertian analisis


1.3.2. Pengertian sastra

1.3.3. Pengertian karya satra

1.3.4. Pengertian cepen

1.3.5. Pengertian gaya bahasa

1.3.6. Jenis-jenis gaya bahasa dan contoh

1.4. TUJUAN PENELITIAN

1. Agar pembaca dapat memahami makna gaya bahasa yang terdapat dalam

cerpen

2. Untuk menjelaskan kepada pembaca tentang jenis-jenis gaya bahasa

3. Menjelaskan kepada pembaca bagaimana mengelompokkan suatu kalimat ke

dalam jenis gaya bahasa.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Penulis

 Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai cerpen dan gaya bahasa

2. Bagi Pembaca

 Menambah pengetahuan pembaca tentang jenis-jenis gaya bahasa.

3.Bagi Peneliti Selanjutnya

 Sebagai referensi untuk mengadakan penelitian berikutnya


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN ANALISIS

Analisis adalah kegiatan mengamati, memahami, dan mengkaji secara

mendalam mengenai suatu karya untuk memperoleh informasi yang benar-benar

jelas. Analisis adalah tahap yang pertama dalam penerjemahan, termasuk

didalamnya transformasi balik dan analisis komponen yang bertujuan menemukan

inti dari naskah sumber dan mencari pengertian yang sejelas-jelasnya mengenai

makna; tahap persiapan untuk pengalihan (kridalaksana, 1982:12).

2.2 PENGERTIAN SASTRA

Menurut Jakob sumardja dan Saini K.M (dalam Rosdiana 2007:5.3)

menjabarkan bahwa "sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa

pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan dalam bentuk

gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Menurut

Kamus Umum Bahasa Indonesia (2000:524) "Sastra adalah bahasa yang dipakai

dalam kitab-kitab. Menurut Laelasari & Nurlailah (2006:1) "Sastra merupakan

bahasa yang indah yang mengandung hikmah, mempengaruhi perkembangan

jiwa, kepekaan rasa, dan kefasihan lisan". Jadi dapat apa disimpulkan bahwa

sastra pemakaian bahasa yang memiliki keindahan dalam isi dan ungkapannya

yang digunakan dalam suatu tulisan.


2.3 PENGERTIAN DAN KARYA SASTRA

Karya sastra adalah suatu karangan baik berupa lisan maupun tulisan yang

memiliki unsur keindahan dan mengikuti aturan kebahasaan serta bertujuan untuk

memberikan pesan-pesan moral kepada pembaca atau pendengar.

Karya sastra adalah ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif tentang


maksud penulis untuk tujuan estetika. Karya-karya ini sering menceritakan sebuah
kisah, dalam sudut pandang orang ketiga maupun orang pertama, dengan plot dan
melalui penggunaan berbagai perangkat sastra yang terkait dengan waktu mereka.
(Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas : 2017 )
Menurut Laelasari & Nurlailah (2006:136) "Karya sastra merupakan bentuk

komunikasi khas berupa bahasa yang diabaikan pada fungsi estetik ; gambaran

atau cermin keadaan masyarakat, bahkan merupakan cermin jiwa dan pribadi

sastrawan pencipta karya sastra itu sendiri"

2.4 PENGERTIAN CERPEN

Cerpen adalah suatu karya fiksi singkat yang menceritakan tentang masalah

yang dihadapi tokoh dalam cerita dan akhir dari masalah tersebut beserta

penyelesaianya. Menurut Budiman, dkk (2005:93) "cerpen merupakan cerita yang

disusun secara hemat dan cermat serta berfokus pada suatu pokok masalah dalam

kehidupan tokoh utamanya". Menurut kosasih (2007:96) "cerita pendek (cerpen)

merupakan cerita yang menurut wujud atau struktur fisiknya berbentuk pendek".

Menurut Rochman (1999:113) "Secara umum dapat dikatakan bahwa cerpen atau

narasi yang fiktif serta relatif pendek, penceritaan itu harus dilakukan secara

hemat dan ekonomis". Menurut Menurut Surana (2001:68) "Cerpen (cerita


pendek) menceritakan pokok persoalan yang sama dengan roman, yaitu tentang

perikehidupan manusia".

Menurut Laelasari & Nurlailah (2006:4) "Cerpen adalah suatu karangan


pendek yang berbentuk narative atau cerita prosa, yang mengisahkan kehidupan
manusia yang penuh perselisihan, mengharukan atau menggembirakan, dan
mengandung kesan yang sulit dilupakan ; kisah pendek (kurang dari 10.000 kata)
yang memberikan kesan yang dominan, dan memusatkan diri pada satu tokoh atau
pelaku cerita dalam satu situasi tertentu".

2.5 PENGERTIAN GAYA BAHASA

Gaya bahasa sendiri adalah pemilihan kata-kata yang tepat dan menarik

oleh penulis dalam memaparkan karangan yang ditulisnya. Menurut keraf

(1985:113)"Gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran

melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis

(pemakai bahasa)".

Menurut Yadianto (tanpa tahun:141)"Gaya bahasa yaitu kemampuan


seseorang dalam dalam memadukan kata demi kata, memilih perbandingan-
perbandingan yang serasi untuk membentuk karangannya, sehingga orang lain
yang membaca karangannya akan memperoleh sesuatu seperti yang diharapkan
oleh karangan tersebut. Gaya bahasa adalah bagian dari plastik bahasa, terdiri dari
kata-kata perbandingan, sindiran, pertentangan, dan sebagainya".
Menurut Dale,dkk (dalam Tarigan 1985:5) Gaya bahasa adalah bahasa indah
yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta
memperbandingkan suatu benda atau halaman tertentu dengan benda atau hal lain
yang lebih umum. Pendek kata penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah
serta menimbulkan konotasi tertentu.
"Gaya bahasa adalah bermacam cara menyatakan hal atau peristiwa yang

sama" (Surana, 2001:12). " Gaya bahasa adalah cara mempergunakan bahasa
secara imajinatif bukan dalam pengertian yang benar-benar secara

alamiah"(dalam pengajaran gaya bahasa, 1985:5)

2.6 JENIS-JENIS GAYA BAHASA

2.6.1 Gaya bahasa perbandingan

1) Personifikasi

"Gaya bahasa personifikasi yaitu gaya bahasa yang mengumpamakan

benda mati menjadi benda hidup, khususnya diumpamakan seperti

manusia. Contoh: Nyiur melambai, Bulan tersenyum rawan"(Yandianto,

tanpa tahun : 142). Menurut keraf (1985:140) "personifikasi adalah

semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati

atau barang-barang yang tidak bernyawa bertindak seolah-olah sebagai

manusia. Contoh: Matahari baru saja kembali ke peraduannya. Jadi

personifikasi adalah gaya bahasa yang membandingkan benda-benda mati

yang bertindak seolah-olah hidup.

2) Metafora
Menurut keraf (1985:139) "Metafora adalah semacam analogi yang

membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk singkat.

Contoh: Bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cendera mata". Menurut

Yandianto (tanpa tahun:142) " Metafora mengutamakan perbandingan

benda satu dengan benda lain yang memiliki sifat sama atau hampir sama.

Contoh: raja hutan, dewi malam, raja sehari". Jadi metafora adalah majas
yang membandingkan dua buah benda yang memiliki kemiripan sifat yang

diungkapkan dalam 2 kata saja.


3) Asosiasi
Menurut Yadianto (tanpa tahun:142) "Gaya bahasa asosiasi

memperbandingkan suatu benda terhadap benda lain sehingga membawa

asosiasi kepada benda yang diperbandingkan. Contoh: Mukanya merah

membara, jiwanya seteguk karang, hatinya sedih seperti disayat sembilu".

Jadi majas asosiasi adalah majas yang membandingkan dua hal yang

berbeda namun dianggap sama karena memiliki kemiripan sifat.


4) Alegori
Menurut Yandianto (tanpa tahun:143) "Gaya bahasa alegori
memberikan perbandingan terhadap sesuatu kejadian dalam bentuk
beberapa perbandingan tetapi tetapi tergabung dalam satu kesatuan yang
utuh. Contoh: Hidup ini ibarat naik kereta api, bergerak dari stasiun satu
ke stasiun lain, kemudian sampai pada stasiun akhir sebagai akhir dari
hidup kita, yaitu mati".
Menurut Tarigan (1985:24) "Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam

lambang-lambang". Jadi alegori adalah gaya bahasa yang berupa

rangkaian cerita singkat yang menggunakan makna kiasan.


5) Litotes
"Gaya bahasa litotes adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan

sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Contoh: kedudukan saya ini

tidak ada artinya sama sekali. " (keraf, 1985:132). Menurut Yandianto

(tanpa tahun:144) "Litotes adalah gaya bahasa yang mempergunakan kata

yang berlawanan artinya dengan maksud untuk merendahkan diri. Contoh:

besok datanglah ke gubuk kami (maksudnya rumah)". Jadi dapat

disimpulkan bahwa litotes adalah gaya bahasa yang menggambarkan

sesuatu dengan cara merendahkan.


6) Hiperbola
Gaya bahasa Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengungkapkan sesuatu

dengan cara melebih-lebihkan dari kenyataan yang sebenarnya. Menurut

Yandianto (tanpa tahun:143) "Hiperbola adalah gaya bahasa yang

menggantikan kata sederhana menjadi lebih luar biasa kedengarannya.

Contoh: kenaikan harga disebut melangit, suara keras disebut

menggeledek". Menurut keraf (1985:135) "Hiperbola adalah gaya bahasa

yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan

membesarkan sesutu hal. Contoh: kemarahannya sudah menjadi-jadi

hingga hampir-hampir meledak aku".


7) Simbolik
Menurut Surana (2001:15) "Gaya bahasa simbolik adalah gaya bahasa

yang melukiskan sesuatu dengan mempergunakan benda lain sebagai

simbol atau lambang. Misalnya: sampah masyarakat, lambang orang yang

tak berguna dalam pergaulan hidup". Menurut Yandianto (tanpa

tahun,143) "Gaya bahasa simbolik memperbandingkan benda yang

sesungguhnya dengan benda lain sebagai lambang sifatnya". Jadi dari

keterangan diatas gaya bahasa simbolik adalah gaya bahasa yang

melambangkan sifat suatu benda.


8) Alusio
Alusio adalah gaya bahasa yang menggunakan ucapan umum atau sebuah

puisi yang tidak diakhirinya. Hal itu karena pembaca atau pendengar

umumnya sudah mengetahui maksudnya. Contoh: Mengapa selalu

bertanya, sudah gaharu cendana pula (sudah tahu bertanya pula). Menurut

Yandianto (tanpa tahun:145) "Alusio adalah gaya bahasa yang biasanya

memakai ungkapan-unkapan yang umum dipakai di masyarakat, baik


dalam pribahasa ataupun pantun. Contoh: Jangan berlagak kura-kura

dalam perahu". Jadi Gaya bahasa alusio adalah ungkapan - ungkapan yang

sering digunakan oleh masyarakat umum sebagai kiasan.

2.6.2 Gaya bahasa pertentangan

1) Paradoks
Menurut keraf (1985:136) "Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang

mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.

Contoh: ia mati kelaparan ditengah-tengah kekayaannya yang berlimpah-

limpah". Menurut Surana (2001:15) " Paradoks adalah gaya bahasa yang

mengandung pertentangan atau perbandingan yang tampaknya

bertentangan. Misalnya: dia itu orang kaya yang miskin". Jadi paradoks

adalah gaya bahasa pertentangan yang sesuai dengan realita yang ada dan

mengandung makna yang sebenarnya .


2) Antitesis
"Antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparatif atau

perbandingan antara dua antonim (yaitu kata-kata yang mengandung ciri-

ciri semantik yang bertentangan)" Misalnya: Pada saat kami berdukacita

atas kematian paman, mereka menyambutnya dengan kegembiraan tiada

tara"(dalam pengajaran gaya bahasa, 1985:27). Menurut Surana (2001:13)

"Antitesis adalah gaya bahasa yang memakai paduan kata-kata yang

berlawanan makna".
3) Anakhronisme
"Gaya bahasa Anakhronisme menampilkan keterangan yang tidak atau

yang kurang sesuai dengan kenyataan isi karangan tersebut.kenyataan

yang dimaksud adalah kenyataan sejarah. Contoh: Maha putih Gajahmada


akhirnya akhirnya sadarvsetelah helikopternya jatuh di samudra hindia,

padahal saat itu belum ada helikopter" (Yandianto, tanpa tahun:147). Jadi

Gaya bahasa anakharonisme ini adalah gaya bahasa yang ungkapannya

tidak sesuai dengan kenyataan sejarah.


4) Kontradiksi in terminis
Gaya bahasa Kontradiksi in terminis adalah gaya bahasa yang

bertentangan antara kalimat sebelumnya dengan kalimat berikutnya.

Menurut Yandianto (tanpa tahun:147) "Gaya bahasa Kontradiksi in

terminis mempertentangkan ungkapan yang sudah dikemukakan terlebih

dahulu, disangkal oleh ungkapan berikutnya. Contoh: Tak ada yang

berkata-kata, semua diam, kecuali Tuty yang terus mengomel".

2.6.3 Gaya bahasa sindiran

1) Ironi
Menurut keraf (1985:143) "Ironi adalah suatu acuan yang ingin

mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang

terkandung dalam rangkaian kata-katanya dengan maksud menyindir".

Menurut Yandianto (tanpa tahun:148) " Gaya bahasa Ironi adalah gaya

bahasa yang menampilkan kata yang berlawanan artinya, dengan maksud

menyindir. Contoh: "selamat pagi,nak" kata pak guru kepada Amiin yang

baru muncul ke sekolah pada jam 11 siang". Jadi majas Ironi adalah gaya

bahasa yang bermaksud untuk menyindir dima perkataan yang

disampaikan bertolak belakang dengan realita sebenarnya.


2) Sinisme
Menurut keraf (1985:143) "Sinisme diartikan sebagai suatu sindiran yang

berbentuk kebangsaan dan mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan


ketulusan hati. Contoh: Tidak diragukan lagi Andalah orangnya, sehingga

semua kebijaksanaan akan lenyap bersamamu". Menurut Yandianto (tanpa

tahun:148) "Gaya bahasa Sinisme hampir sama dengan Ironi hanya saja

dalam sinisme nada suara atau ungkapannya agak lebih kasar, tujuannya

untuk menyindir. Contoh: senang sekali aku berbicara dengan orang

pengecut seperti kamu". Jadi Sinisme berarti gaya bahasa yang bermaksud

menyindir dengan ungkapan yang agak kasar.


3) Sarkasme
Menurut Surana (2001:13) "Sarkasme adalah gaya bahasa sindiran yang

pedas. Contoh: Otakmu otak udang rupanya". Menurut Yandianto (tanpa

nama:148) " Gaya bahasa sarkasme tidak lagi merupakan sindiran, tetapi

lebih berbentuk luapan emosi orang yang sedang marah. Oleh karenanya

kata yang dipergunakan biasanya kasar dan terdengar tidak sopan.

Misalnya: Peduli apa aku dengan orang dungu macam kau". Menurut

keraf (1985:143) "Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari

Ironi dan Sinisme serta mengandung kepahitan dan celaan yang getir".

Jadi Sarkasme adalah gaya bahasa yang mengungkapkan suatu hal dengan

perkataan yang kasar dan menyakitkan hati seseorang.

2.6.4 Gaya bahasa penegasan

1) Pleonasme
Menurut Surana (2001:13) "Pleonasme ialah gaya bahasa yang

mempergunakan sepatah kata untuk menegaskan yang sebenarnya tak

perlu. Sebab, sifat yang ditegaskan itu sudah terkandung pada kata-kata

sebelumnya. Misalnya: Anak itu mundur kebelakang". Selain itu,


"Pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan), yang

sebenarnya tidak perlu"(dalam pengajaran gaya bahasa,1985:29). Menurut

Yandianto (tanpa tahun:149) "Gaya bahasa Pleonasme yaitu penggunaan

kata yang sama atau senada artinya dalam sekali ucap, sehingga kata-kata

tersebut tampak berlebihan. Contoh: gedung itu hancur berkeping-keping".

Jadi kesimpulannya gaya bahasa Pleonasme adalah gaya bahasa yang

mempertegas sesuatu yang tidak penting, karena tanpa dipertegas pun

orang akan mengerti maksudnya.


2) Repetisi
Menurut Yandianto (tanpa tahun:149) "Repetisi merupakan perulangan

kata beberapa kali dalam satu kalimat. Contoh selagi aku masih bisa

berjalan, selagi aku masih bisa bernafas, selagi aku masih memiliki

segalanya, kamu boleh tinggal bersamaku".


Menurut keraf (1985:127) "Repetisi adalah perulangan bunyi, suku
kata, kata atau atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi
tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Contoh: Atau maukah kau
pergi bersama serangga-serangga tanah, pergi bersama kecoak-kecoak,
pergi bersama mereka yang menyusui tanah, menyusui alam?"
Jadi repetisi adalah pengulangan kata-kata, atau bunyi dari suatu kalimat

yang bertujuan untuk memberikan penekanan pada kalimat tersebut.


3) Paralelisme
Paralelisme adalah gaya bahasa yang mensejajarkan pemakaian kata-kata

dalam kalimat.
Menurut keraf (1985:126) Paralelisme adalah semacam gaya bahasa
yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau
frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal
yang sama. Contoh: Bukan saja perbuatan itu harus dikutuk,tetapi juga
harus diberantas (TIDAK BAIK: Bukan saja perbuatan itu harus dikutuk,
tetapi kita juga harus memberantasnya)".
4) Tautolgi
Gaya bahasa tautologi adalah gaya bahasa yang mengulang kata-kata

yang sama dalam satu kalimat. Menurut Yandianto (tanpa tahun:150)


"Gaya bahasa tautologi adalah gaya bahasa yang mengulang kata-kata

yang sama atau bersunonim beberapa kali dalam satu kalimat. Contoh:

Sudah saya katakan pergi, pergi, dan pergi".


5) Klimaks
Menurut Surana(2001:12) "Klimaks yaitu menyebutkan sifat-sifat yang

maknanya semakin mengeras. Misalnya: Orang-orang itu sedih, sengsara,

merana hidupnya". Menurut keraf (1985:124) "Klimaks adalah semacam

gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali

semakin meningkat kepentingannganya dari gagasan-gagasan sebelumnya.

Contoh: kesengsaraan membuahkan kesabaran, kesabaran pengalaman,

dan kesabaran harapan". Menurut Yadianto (tanpa tahun:150)"Gaya

bahasa klimaks adalah gaya bahasa yang mempergunakan perulangan

ungkapan yang makin lama semakin tinggi maknanya. Jadi Gaya bahasa

klimaks adalah gaya bahasa yang mengurutkan kata-kata yang maknanya

semakin meningkat dalam satu kalimat.


6) Koreksio
Menurut keraf (1985:135) "Koreksio adalah suatu gaya yang berwujud,

mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya.

Contoh: Sudah empat kali saya mengunjungi daerah itu, ah bukan, sudah

lima kali". Menurut Surana (2001:12) "Koreksio ialah gaya bahasa yang

mula-mula dikemukakan yang salah atau kurang baik, kemudian

diperbaiki. Misalnya: Ia memakai baju hijau muda, bukan hijau tua".

Menurut Yandianto (tanpa tahun:koteksio) "Gaya bahasa koreksio yaitu

pembetulan suatu kesalahan baik yang disengaja maupun tidak dengan


tanpa menghapuskan kesalahan tersebut". Jadi Gaya bahasa koreksio

bertujuan untuk memperbaiki kalimat yang salah sebelumnya.


7) Antiklimaks

Menurut Keraf (1985:125) "Antiklimaks diartikan sebagai gaya bahasa

yang menjadi acuan dalam mengurutkan gagasan-gagasan dari yang

terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Contoh: Ketua

pengadilan negri itu adalah seorang yang kaya, pendiam, dan tidak

terkenal namanya. Menurut Surana (2001:12) "Antiklimaks ialah

kebalikan dari klimaks yaitu menyebutkan hal atau sifat yang makin lama

makin rendah atau berkurang sifatnya. Contoh: Sawahnya, rumahnya,

ternaknya, ayam itiknya semua telah habis di jual".Jadi Gaya bahasa

antiklimaks adalah gaya bahasa yang mengurutkan kata-kata yang

maknanya semakin merendah dalam satu kalimat.

8) Asidenton
Menurut Yandianto (tanpa tahun:153) "Asidenton merupakan beberapa

keadaan atau benda dalam satu rangkaian kalimat tanpa mempergunakan

kata penghubung. Contoh: Aku, Tina, Ratih, Brasil semuanya hadir dalam

pertemuan itu". Menurut keraf (1985:131) "Asidenton adalah suatu gaya

yang berupa acuan, yang bersifat padat dan nampak dimana beberapa kata,

frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung.

Contoh: Dan kesesakan, kepedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik

penghabisan orang melepaskan nyawa". Menurut Surana (2001:15)

"Asidenton ialah lukisan suatu kejadian, yang melukiskan orang, benda

berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung. Contoh Pakaian,


pecah belah, buku, pigura, makanan, semuanya dimasukkan ke dalam

lemarunya. Jadi dapat disimpulkan bahwa Asidenton adalah gaya bahasa

yang terdiri dari beberapa frasa berturut-turut tanpa menggunakan kata

penghubung.
9) Polisidenton
Menurut keraf (1985:131) "Polisidenton adalah suatu gaya yang

merupakan kebalikan dari asidenton. Beberapa kata, frasa, atau klausa,

yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung.

Contoh: Dan ke manakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah

dan tak menyerah pada gelap dan dingin yang bakal melontarkan bulu-

bulunya?". Menurut Yandianto (tanpa tahun:154) "Gaya bahasa

Polisidenton merupakan lawan dari gaya bahasa asidenton dan banyak

menggunakan kata hubungan. Contoh: sesudah datang, lalu bergegas ke

dapur, karena perutnya demikian lapar, maka makanlah dia kenyang-

kenyang". Jadi Gaya bahasa Polisidenton sangat bertolak belakang dengan

gaya bahasa asidenton, dimana gaya bahasa Polisidenton menggunakan

banyak kata penghubung dalam kalimatnya

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

"Metodelogi penelitian yaitu Seperangkat metode yang bersifat sistematis dan

terorganisasi dan menginvestasi sebuah topik atau judul penelitian serta untuk

memecahkan masalah yang dirumuskan dalam penelitian tersebut" (Leo 2013:95).

Menurut Raco,dkk (2010:2) " Metode penelitian secara umum dimengerti sebagai
suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan secara bertahap dimulai dengan penentuan

topik, pengumpulan data, dan menganalisis data, sehingga nantinya diperoleh

suatu pemahaman dan pengertian atas topik, gejala atau isu tertentu". Menurut

Achmadi & Narbuko (2012:1) "Metodelogi penelitian adalah cara melakukan

penelitian dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencari suatu

tujuan". Jadi dapat disimpulkan bahwa metodologi penelitian merupakan suatu

proses yang dilakukan dalam penelitian melalui beberapa tahapan untuk

memecahkan masalah yang telah dirumuskan dan tercapainya hasil penelitian.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian kualitatif dengan

menggunakan metode analisis deskriptif. Menurut Cresewel (dalam Raco dkk,

2010:7) "Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan atau penelusuran untuk

mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral". Menurut Leo (2013:100)

"Penelitian kualitatif adalah penelitian yang didasarkan pada pengumpulan,

analisis, dan interpretasi data berbentuk narasi serta visual (bukan angka) untuk

memperoleh pemahaman mendalam dari fenomena tertentu yang diminati".

Sedangkan pengertian penelitian kuantitatif, menurut Raco (2010:13) "Penelitian

kuantitatif merupakan penelitian yang menekankan aspek pengukuran, objektif,

ketepatan secara matematis, dan statistik". Menurut Gay, dkk (dalam Leo

2013:98) "Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang didasarkan pada

pengumpulan dan analisis data berbentuk angka (numerik) untuk menjelaskan,

memprediksi, dan/atau mengontrol fenomena yang diminati".


Menurut Ahmadi & Narbuko (2012:44) Penelitian deskriptif yaitu penelitian

yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang

berdasarkan data-data, jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan

menginterprestasi".

3.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah segala sesuatu baik berupa alat atau bentuk

lainnya yang digunakan dalam proses penelitian seperti untuk memperoleh dan

mengumpulkan data. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri

yang bertindak sebagai perencana, mengumpulkan data, menganalisis dan

menafsirkan data, serta menulis laporan hasil penelitian. Selain instrumen utama

peneliti juga menggunakan instrumen pendukung yaitu berupa angket yang berisi

9 pertanyaan dan dibagikan kepada 10 orang siswa SMAN 1 PARIAMAN dan

format wawancara yang berisi 5 pertanyaan dan melibatkan 5 orang siswa SMAN

1 PARIAMAN.

1) Pertanyaan Angket

Angket

Nama :

Kelas :

Pertanyaan

1. Apakah anda mengetahui apa itu cerpen?


Ya b) Tidak

2. Apakah anda suka membaca cerpen?

Ya b) Tidak

3. Apakah anda mengetahui cerpen "suatu tempat di suatu masa" karya sobri?

Ya b) Tidak

4. Apakah anda pernah membaca cerpen "suatu tempat di suatu masa" karya

sobri?

Ya b) Tidak

5. Apakah menurut anda cerpen "suatu tempat di suatu masa " karya sobri

merupakan cerpen yang menarik?

Ya b) Tidak

6. Apakah anda mengetahui apa itu gaya bahasa?

Ya b ) Tidak

7. Apakah menurut anda di dalam cerpen "suatu tempat di suatu masa" karya sobri

banyak terdapat gaya bahasa?

Ya b) Tidak

8. Apakah menurut anda penggunaan gaya bahasa penting digunakan dalam

cerpen?
Ya b) Tidak

9. Apakah menurut anda penggunaan gaya bahasa berpengaruh terhadap

ketertarikan sebuah cerpen?

Ya b) Tidak

2) Pertanyaan Wawancara

1. Bagaimana kesan anda setelah membaca cerpen "suatu tempat di suatu

masa" karya sobri ?

2. Apakah anda mudah memahami cerpen "suatu tempat di suatu masa"

karya sobri? Mengapa?

3. Apakah anda menyukai cerpen "suatu tempat di suatu masa" karya sobri

ini?

4. Bagaimana tingkat kebisaan anda dalam mengelompokkan suatu kalimat

ke dalam jenis gaya bahasanya?

5. Apakah penggunaan gaya bahasa di dalam cerpen " suatu tempat di suatu

masa" karya sobri membuat anda sulit menafsirkan maknanya?

3.3 Objek Penelitian


Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian yaitu siswa siswi SMAN

1 PARIAMAN kelas XI MIPA 1, yang menjadi sumber untuk memperoleh dan

mengumpulkan data, sehingga diperoleh hasil penelitian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data meliputi langkah-langkah

sebagai berikut :

1) Membaca dan memahami cerpen "suatu tempat di suatu masa" karya sobri

2) Menandai dan mengidentifikasi gaya bahasa yang terdapat pada cerpen

"suatu tempatdi suatu masa" karya sobri

3) Mengelompokkan gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen "suatu tempat

di suatu masa" karya sobri ke dalam sebuah tabel seperti tabel berikut :

No Kalimat Jenis gaya bahasa Makna

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis adalah kegiatan mengamati, memahami, dan mengkaji secara

mendalam mengenai suatu karya untuk memperoleh informasi yang benar-benar

jelas. Analisis adalah tahap yang pertama dalam penerjemahan, termasuk

didalamnya transformasi balik dan analisis komponen yang bertujuan menemukan

inti dari naskah sumber dan mencari pengertian yang sejelas-jelasnya mengenai

makna; tahap persiapan untuk pengalihan (kridalaksana, 1982:12).


Teknik menganalisis data dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut

1) Membaca dan memahami seluruh isi cerpen "suatu tempat di suatu masa"

karya sobri

2) Mengidentifikasi dan mengelompokkan gaya bahasa yang terdapat dalam

cerpen "suatu tempat di suatu masa" karya sobri

3) Menganalisis data yang telah dikelompokkan dalam sebuah tabel

4) Menyimpulkan hasil analisis

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data
SUATU TEMPAT DI SUATU MASA
KARYA SOBRI

Pantai Bangka, November 2003

Hari ini langit tak bersahabat denganku. Sebentar-sebentar mendung

bersekutu dengannya untuk menumpahkan titik-titik jarum hujan dari langit. Aku

harus meyakinkan pikir dan perasaanku untuk menyatakan bahwa titik-titik itu

karunia illahi kepada umat-Nya. Namun bagiku, sepertinya hujan membawa

berita dari Tuhan bahwa aku dan orang-orang di sekitarku telah begitu besar

membawa dosa dalam melintasi hari demi hari karunia-Nya dengan cerita-cerita

tentang keserakahan dan kerakusan.

Entah apa yang membawa pesan dalam hidupku pada detik ini sehingga aku

merasa perlu membagi berita ini kepadamu, Pipitku. Dalam relung jiwaku,

seolah-olah sosokmu meluruh bersama hujan, meluruh bersama titik-titik air yang

telah diturunkan Tuhan ke bumi ini. Sosokmu seakan hadir dalam gelimang hari-

hari tak bersahabat ini. Aku terkadang bertanya, hari-harikah yang tak lagi

bersahabat denganku, atau akulah yang tak lagi bersahabat dengan hari-hari,

entah!

Sahabat teramat setiaku, pernahkah terbayang dalam lintasan benakmu

bahwa kita pernah bersama-sama mencandrai alam pada suatu sore yang basah?

Bahwa kita pernah bersama-sama menguak sedikit rahasia Tuhan ini pada suatu

senja yang hampir luruh bersama kepekatan malam? Ataukah bayang-bayang

gedung menjulang telah membuang semua ingatan itu dalam memori pikirmu?
Aku hanya berhak menebak atas realitas ini, bahwa setidaknya engkau masih

menyimpan pesona itu di lubuk hatimu terdalam. Aku yakin atas keyakinanku itu.

Salahkan aku bila aku yakin?

Sore itu, riak alun laut membasahi ujung kakimu di pinggir pantai. Pantai

yang pada saat itu masih mampu mengabarkan indahnya alam laut kita. Pantai

yang masih mampu melukiskan kayanya air kita. Dengan telunjukmu, engkau

tudingkan pandangan ke arah horison yang kemerah-merahan.

Di balik kaca langit berkabut, kita bercakap-cakap dengan laut.

Mewahanakan sebuah pujian meski langit mungkin tak larut. Dalam bayangan

batas senja, kita mengekor kelepak elang pulang kandang. Kita membawa benih

yakin bahwa cakap-cakap dua anak manusia yang mewartakan alam sebagai

karunia Tuhan.

"Lihat, itulah kekayaan kita. Itulah bekal yang harus kita titipkan kepada

anak cucu kita nanti. Laut yang biru dengan ikan-ikannya yang cantik. Dengan

terumbu Karangnya yang molek, "ucapanmu seolah-olah ingin mendapatkan

pembenaran dariku. Aku mengangguk bukan karena ingin membahagiakanmu di

senja itu. Aku mengangguk karena memang selayaknya aku mengangguk

membenarkan ucapanmu.

"Laut ini adalah rahim ibu kita. Yang memendam tangis untuk nyanyian

seribu suka. Yang memendam derita untuk cerita sejuta bahagia. Yang mengulas

senyum untuk semua harapan tanpa batas,"ucapmu. Lalu engkau membentangkan

kedua tanganmu. Tengadah. Suaramu tertelan angin sore yang menggidikan pori-
pori kita. Suaramu masih terngiang-ngiang sampai ke relung hatiku, sampai hari

ini, sampai detik ini.

Kau alihkan pandangan ke barisan pohon cemara yang berdiri di pinggir

pantai bersahaja itu. "Pulau ini adalah mazmur yang berisi cerita panjang, pulau

ini adalah hati dan torehan jiwa kita. Yang menanggung ribuan luka lekuk sejarah

bangsa, yang meneteskan tangis darah tanpa marah, yang masih membuka tangan

untuk ulurkan maaf, yang masih setia alirkan cinta arif bijaksana. Pulau ini adalah

jiwa ringkih kita.

Senja masih basah. Namun, kita masih berusaha menjadi sahabat pantai

senja. Kita masih menekuri hamparan pasir putih membentang. Masih tak bosan

memandang laut sampai batas cakrawala.

"Aku mencintai laut seperti mencintai diriku sendiri. Akulah orang yang

paling bahagia bila masih bisa menyaksikan lauttetap biru, ikannya tetap cantik,

pantainya masih menguraikan hamparan pasir putih, "ucapmu lagi. Kita begitu

ceria sore itu bersama angin laut yang menawarkan hawa garamnya. Sebentar

kemudian, keindahan laut akan sempurna saat matahari menyelesaikan episode

nya untuk hari itu dan digantikan cantiknya sentuhan rembulan di garis laut yang

membentang.

Pipitku, aku juga masih menyimpan memori saat kuajak engkau ke sebuah

lapangan terbuka sambil menatap hijaunya pepohonan dari kejauhan. Pohon-

pohon itu berdiri tegak kokoh dengan segala keindahan dan ketentramannya.
Siulan dan cerecetan burung-burung silih berganti menghiasi pendengaran kita.

Kita larut bersama alam, larut bersama karunia Tuhan.

"Aku menyukai kupu-kupu,"ucapku. "Kupu-kupu adalah sumber

inspirasi bagiku. "

"Engkau telah mengeksploitasi kupu-kupu secara tidak langsung,

"balasmu. Pandanganmu masih terpaku ke jajaran Pohon-pohonan rimbun.

"Biarlah aku mengeksploitasinya asalkan aku tidak menghianatinya,

"kataku. Kulihat, rambutmu tergerai melambai-lambai ditiup angin perbukitan

yang kering. Kita diam. Namun, kita tidak diam. Pikiran kita disibukkan aktivitas

mencandai angin. Alam hening dalam tawaduknya, berzikir atas karunia Rabbi,

hanya mata batin kita yang tak mampu membingkainya.

"Hidup adalah sebuah proses menuju sebuah keputusan,"ucapmu memecah

kesunyian yang tercipta. Aku mencoba mencerna maksud ucapanmu. Namun

hampa. Kosong. Ketakjubanku akan alam sedikit menodai konsentrasiku atas

kata-katamu.

"Hidup adalah proses memutuskan atas pilihan-pilihan yang tertera dalam

idealita. kita harus mengemas pilihan-pilihan itu dalam sebuah keputusan yang

realistis. Selanjutnya, menjalankan. Terakhir menerima segala konsekuensi atas

pilihan tersebut. Apalagi? "Engkau mengangkat bahu sambil menatapku nanar.

Kulihat ada binar gembira di sudut matamu. Aku yakin kegembiraan itu hadir

juga dalam relung hatimu.


"Aku yakin bahwa Tuhan menciptakan alam atas sebuah hikmah yang

mengiringinya. Tugas kitalah untuk yang mencari dan menggali hikmah itu."Aku

mencoba berfilosofi. Engkau tak berusaha untuk membenarkan atau menafikan

selorohku. Tapi, kuyakin diammu adalah persetujuanmu.

Kita menutup hari ini dengan sebuah kekaguman sekaligus sebuah harapan

akan alam. Sama dengan harapan akan masa depan kita yang cerah.

Telah begitu banyak kita bersenggama dengan alam untuk mengukur betapa

besar Tuhan dan betapa kerdil manusia di hadapannya. Telah begitu banyak kita

menghabiskan hari-hari meretas sebuah keinginan yang bagi kita teramat mulia

walaupun bagi orang lain mungkin terlalu naif.

Aku kembali menulis hari ini tentang tanah dan air ini kepadamu. Ada

segununung keluh kesah yang ingin aku wartakan kepadamu. Aku ingin

merampas sejenak waktumu untuk berbagi duka-duka kepadamu. Membagi

nestapa-nestapa tentang alam kita. Membagi pilu bagi tanah dan air yang tak lagi

indah kepadamu yang jauh disana.

Pipitku, maafkan aku bila perbedaan akhirnyamengkandaskan mimpi indah

tengah malam kita. Dari hati nuraniku dan pasti jua nuranimu membenarkan

bahwa kita tak ada beda. Matamu yang sipit dan mataku yang belok, kulitnya

yang kuning langsat dan kulitku yang sawo matang, bukanlah beda. Hanya

anugerah Tuhan atas kemahakuasaan-Nya. Sekali-sekali bukan beda. Semata-

mata hanya karunia.


Tapi, tidak bagi orang lain bagi mereka. Pada hari itu, mereka telah

memindahkan hukum dan keadilan ke jalan-jalan sambil menebar angkara murka.

Mereka telah membakar kota-kota seperti membakar tumpukan sampah saja.

Fitnah dan benih sengketa dibenihkan dalam rahim ibu bangsa. Atas nama

reformasi, mereka bertindak aniaya.

Engkau terusir, sahabatku. Engkau terusir hanya karena matamu yang sipit

dan kulitmu yang kuning langsat. Engkau terusir hanya karena tiga huruf di awal

kata pribumi: nonpribumi. Engkau terusir hanya karena engkau keturunan Cina!

Mereka menawarkan pilihan yang bukan pilihan, tetapi paksaan. Engkau

meninggalkan pulau ini, tanah ini atau engkau meninggalkan dunia fana ini!

Paksaan yang sulit dibantah.

Engkau menangis! Menangis atas sebuah keterbatasan yang dibebankan ke

pundakmu. Meratap atas sebuah niscaya yang tak kau kehendaki terjadi. Tapi,

bukan hanya engkau yang menangis. Aku menangis! Aku menangis atas sebuah

purbasangka umat manusia yang keluar dari rekan semesta. Kita menangis atas

ketakmampuan manusia membaca beda. Atas ketakmampuan manusia menuai

anugrah dibalik beda.

Engkau terusir dari tanah yang begitu engkau cinta melebihi cinta orang-

orang yang mengaku berkuasa atas tanah ini. Akhirnya, jarak memisahkan

rencana kita. Senja itu, hujan telah merendahkan kita sampai ke batas jumpa. Aku

lihat tanganmu melambai kepadaku, kepada pulau yang telah melahirkanmu,

kepada tanah yang menjadi saksi tangis pertamamu di dunia ini.


Aku terkulai. Bagai daun ditingkap. Merapuh. Selaksa terasa derita.

Mencari relung hati. Memang cinta bukan harus memiliki. Cinta kita kepada

pulau ini. Cinta kita kepada tanah ini. Cinta kita kepada horison laut yang masih

menawarkan senja. Cinta kita sebagai umat manusia. Pupus sudah. Terpenjara

jarak dan angkara murka umat manusia. Tak ada kata dan bicara yang mengakhiri

episode jumpa kita. Semua berakhir diam. Hening seribu bahasa. Kecuali hati dan

jiwa kita.

Burung lincahku, sahabat setiaku. Saat ini, masihkah ada cerita pulau permai

anak bangsa dalam relung jiwamu? Apakah bola matamu masih menyimpan warta

ceria? Ataukah menyimpan duka nestapa? Hari ini ingin kutuangkan beribu tanya.

Hari ini ingin kuserahkan beribu gundah-gulana.

Aku ingin mewartakan duka pohon cemara. Mensyairkan duka terumbu

karang. Memfatawakan nestapa tanah perbukitan gundul. Alam kita dulu, kini tak

lagi cantik. Berikut ribu tangan tanpa asih telah menelanjangi dan

memperkosanya tanpa ampun. Berebut tanpa henti seperti jam yang terus

berputar. Berdesakan menebar jala-jala kehancuran di wajah dan tubuh alam kita.

Sampai ke jasad paling hakiki alam kita.

Laut telah mereka nodai dengan bom, pukat harimau, sianida, dan entah

apalagi yang mampu mereka perbuat. Ikan-ikan yang cantik kini telah kehilangan

kampung halaman dan rumah asri tempatnya bersemi dan menebar benih untuk

persiapan konsumsi umat manusia.


Terumbu karang tidak lagi mampu membagi senyum kepada semua biota

ciptaan illahi. Terbungkus oleh tangan teramat jahat makhluk bernama manusia

serakah. Cairan tinta cuma-cuma telah bercampur hitam pekatnya cemaran

industri. Sebentar lagi, tanah ini hanya menyisakan episode duka Pohon-pohon

cemara. Tak ada lagi berita ceria lahir dari tanah cinta.

Tanah permai nan berseri telah berganti danau tiba-tiba. Eksploitasi

manusia telah menggerogoti perut ibu pertiwi demi materi semata-mata.

Tambang-tambang dibuka untuk menutupi lapar perut anak istri di rumah dan

tunggakan kredit barang-barang rumah tangga. Tanah-tanah diperas setetes demi

setetes demi keserakahan anak manusia. Lihatlah, tanah-tanah menangis dan

menelan mereka dalam korban jiwa. Bacalah wartanya di media-media massa.

Pohon-pohon telah ditebangi dan dicabut sampai akar-akarnya. Berganti

ukiran-ukiran menarik dan material gedung-gedung. Tiap hari, tanpa henti, atas

nama ekonomi manusia memperkosa alam dengan segala keindahannya. Tanpa

hiraukan suara lolongan alam karena telah dikalahkan ruangan mesin pemotong

kayu dan kapak-kapak bermata tajam.

Ikan-ikan cantik dirusak habitatnya. Tanpa berpikir apakah ada yang

tersisa. Bom ikan, racun sianida, atau pukat harimau setiap hari mengeruk perut

ibu pertiwi tanpa belas kasihan dan tanpa rencana masa depan. Terumbu karang

terkulai menangis karena hilang keindahannya. Mati mengenaskan atas ulah

manusia.
Bukit-bukit indah digunduli dan ditelanjangi. Di eksploitasi tanpa henti.

Hamparan pohon-pohon hijau tak lama lagi hanya tinggal cerita anak cucu.

Tinggal dongeng penutup tidur pengganti tambo kancil dan buaya.

Orang-orang telah meneteskan darah hanya karena sengketa sederhana. Di

kampung-kampung, mereka telah memberi warna hidup bukan lagi dengan rasa

cinta. Namun, berganti caci-maki dan senjata. Tak ada lagi jiwa yang

mutmainnah. Semuanya berganti benci dan dendam membara.

Lihatlah, mesjid-mesjid dan gereja telah ditinggalkan manusia dan berlari

ke meja miras dan narkoba. Berpesta dalam peluh kerja dan cara sia-sia. Anak

cucu kita tidak lagi dijejali cita-cita tentang masa depan tetapi dengan isapan

lembut asap ganja dan mariyuana. Bersenggama dengan dosa.

Pesta-pesta adat bukan lagi sarana untuk bermufakat untuk seia-sekata.

Tetapi menjadi ladang pelampiasan dendam kesumat di antara mereka. Lihatlah,

ada budaya yang tercabik-cabik oleh tangan mereka. Berlumuran darah karena

sengketa.

Partai politik dan golongan telah menjadi agama. Karena ideologi beda,

mereka rela menghunus senjata dan mati sia-sia. Lihatlah, bangkai-bangkai

mereka menghiasi media massa. Tak bosan-bosannya ditulis dan diwartakan

untuk disaksikan sebagai pendamping sarapan pagi, pengganti penganan kue

bikinan istri tercinta.

Walaupun masih ada satu dua yang masih setia kepada kebenaran, namun

akhirnya teraliensi dan tersepikan dari realita. Tercabut dan dianggap orang gila.
Dipenjara di rumah-rumah sakit jiwa. Dipasung dalam kungkungan cerita-

cerita fitnah dan adu domba.

Mereka dianggap makhluk aneh dan pahlawan kesiangan. Orang-orang

bermata bening dan berjiwa bersih sebentar lagi akan dimasukkan ke museum dan

menjadi barang bukti. Jangan sekali-kali membantah realita, walaupun sudah

porak-poranda dan penuh cerita nestapa. Digiring ke lorong dakwa dan vonis:

orang-orang yang kontrareformasi dan perubahan, orang-orang yang menentang

arus realita.

Oiii alam, marilah kita menangis! Marilah kita berdemonstrasi, seperti

mereka berdemonstrasi, atas ulah manusia. Marilah kita ingatkan manusia-

manusia lupa dengan bencana. Kirimkan penderitaan kepada hati nurani mereka

melalui banjir-banjir bandangmu. Tenggelamkan keangkuhan mereka dengan

genangan airmu, dengan tanah longsormu. Tapi, aku yakin mereka tak dapat

mencerna tanda dan fatwa. Karena mata dan hati mereka telah buta.

Hai manusia yang masih nemegang amanah, marilah kita satukan barisan

dan perangi mereka dengan cinta dan kasih sayang. Kita yakinkan diri kita bahwa

mereka bertindak seperti itu karena mereka khilaf dan alpa. Kita yakinkan mereka

bahwa pintu taubat masih terbuka. Yakinkan dengan kuasa kita, yakinkan dengan

kata-kata kita, atau yakinkan dengan hati kita, dengan diam kita.

Ya Allah, begitu banyak firman dan perumpamaan-Mu dijejalkan ke hati

dan jiwa umat manusia. Begitu banyak ucapan iqra'-Mu diperdengarkan kepada
mereka. Tapi begitu banyak pula mereka yang lupa atau tak mendengar apa-apa.

Hati dan jiwa mereka telah kering dari nilai-nilai agama.

Pipitku, itulah cerita gundah dari tanah tercinta. Episode syair-syair luka

dalam goresan realita. Hari ini ingin aku bagikan cerita ini kepadamu untuk

mengurangi perihnya tikaman di dadaku. Tikaman telah membuncahkan tangis air

mata. Tikaman kepada alam adalah tikaman kepada jiwa yang masih khusnul

khotimah.

Selama ini, duka ini hanya ku adukan pada pencipta dalam rangkai doa-doa.

Aku hanya punya dia sebagai teman berbagi cerita dan duka nestapa. Salahkan

aku bila membagikan duka ini kepadamu? Marahlah kepadaku bila surat tanpa

cerita bahagia ini waktu dan rutinitas dikau! Marahlah kepadaku bila hatimu

menganggap tanah dan pulau ini telah tiada! Marahlah ! Tumpahkan segala

kemarahannya kepadaku yang gagal mengawal cinta dan cita-cita mulia. Namun,

dari tatap matamu dulu, aku yakin bahwa tangis pulau ini adalah tangis mungkin

jua. Pilu tanah ini pilumu jua. Derita dan nestapa laut ini adalah derita dan nestapa

mungkin jua.

Melalui surat ini, kukirimkan puisi nestapa. Kurindukan kepompong.

Pertapaan sekian abad menghujam tanah tak subur bagi taman bunga bangkai.

Kurindukan daun, ulat ulat memangkasnya. Kupu-kupu tak terbang karena tinggal

sayap-sayapnya, Kurindukan kepompong.


Tanah airku lumpur dan bebatuan. Padang amat luas. Cakrawala dan alang-

alang. Tak ada rumah buat ulat ulat dan kupu-kupu. Tapi selembar hatiku masih

basah. Masih kuat aku mengalirkan darah.

Aku yakin, pulau ini masih rumah cinta kita, cintaku. Dimana jejak dan

napas kita telah kita bentangkan untuk satu anugrah bernama kehidupan. Aku

yakin, pulau ini adalah tanah tua kita, sahabatku. Di mana nama dan pusara akan

kita baringkan untuk tanda istirahat panjang, saratnya perjalanan.

Pulanglah, Pulanglah seperti bangau pulang ke sarangnya. Pulanglah,

seperti air yang jatuh ke pelimbahannya. Pulanglah, karena pulau ini masih rahim

ibu kita. Meskipun air matanya tanpa suara, dan wajahnya lunglai pupus warna.

Tapi didekapannya, anak-anak akan tetap berlarian menangkap ikan-ikan hiasan,

dan memecah bayangan matahari di pendaran riak laut menari pagi. Di luas

samudranya, nelayan akan tetap sederhana, mendayung perahu kayu kembali ke

huma, dan membelah redup senja jingga hingga purna, mengantar hati terbuka ke

tanah keluarga. Pulanglah, bila engkau masih bisa dan mau pulang.

Namun Pipitku, bila engkau tak bisa atau tak mau lagi pulang, berdoalah.

Aku yakin doa yang engkau kirimkan akan sampai ke langit ke tujuh. Ke arsy

Tuhan dan kuyakinkan hatiku bahwa Tuhan akan mendengar doamu. Kuyakinkan

diriku bahwa melalui doa-doa kita Tuhan akan kembali menurunkan burung-

burung apabila dan memerangi manusia-manusia laknat dengan cara dan

rahasianya.
Berdoalah untuk tanah pulau ini. Walaupun doa itu adalah doa kegetiran

umat manusia teraniaya, tapi tawaduknya dan bingkai dengan rasa optimisme

bahwa doamu akan sampai ke haribaan-Nya.

4.2 Analisis Data

GAYA BAHASA YANG TERDAPAT DALAM CERPEN SUATU TEMPAT

DI SUATU MASA

No Kalimat Jenis gaya Makna

bahasa

1 Hari ini langit tak bersahabat Menjelaskan suasana

denganku. Sebentar-sebentar akan terjadi hujan


Personifikasi
mendung bersekutu dengannya

untuk menumpahkan titik-titik

jarum hujan dari langit. (Sobri,

2003:135)

2. Hujan membawa berita dari Tuhan Menggambarkan

bahwa aku dan orang-orang di tentang suasana


Personifikasi
sekitarku telah begitu besar hujan yang lebat dan

membawa dosa dalam melintasi seperti akan terjadi

hari demi hari karunia-Nya dengan bencana alam

cerita-cerita tentang keserakahan

dan kerakusan. (Sobri, 2003:135)

3 Hari ini langit tak bersahabat Menggambarkan

denganku. Sebentar-sebentar tentang akan


mendung bersekutu dengannya Enumarasio terjadinya bencana

untuk menumpahkan titik-titik alam berupa hujan

jarum hujan dari langit. Aku harus besar, bencana ini

meyakinkan pikir dan perasaanku disebabkan oleh

untuk menyatakan bahwa titik-titik keserakahan dan

itu karunia illahi kepada umat-Nya. kerakusan manusia

Namun bagiku, sepertinya hujan

membawa berita dari Tuhan bahwa

aku dan orang-orang di sekitarku

telah begitu besar membawa dosa

dalam melintasi hari demi hari

karunia-Nya dengan cerita-cerita

tentang keserakahan dan kerakusan.

4 Entah angin apa yang membawa Menggambarkan

pesan dalam hidupku pada detik ini keinginan pengarang


Personifikasi
sehingga aku merasa perlu untuk berbagi cerita

membagi berita ini kepadamu, dengan sahabatnya

Pipitku. (Sobri, 2003:135) yamg muncul secara

tiba-tiba

5 Dalam relung jiwaku, seolah-olah Menggambarkan

sosokmu meluruh bersama hujan, sosok sahabat


Repetisi
meluruh bersama titik-titik air yang pengarang yang

telah diturunkan Tuhan ke bumi ini. hilang dalam

(Sobri, 2003:135) pikirannya karena


pengarang terlalu

fokus dengan hujan

besar yang terjadi

6 Aku terkadang bertanya, hari- Pengarang merasa

harikah yang tak lagi bersahabat bingung karena


Mesodiplosis
denganku, atau akulah yang tak lagi cuaca yang setiap

bersahabat dengan hari-hari, entah! saat berubah-ubah

(Sobri, 2003:135) dan dapat

menimbulkan

bencana alam

7 Sahabat teramat setiaku, pernahkah Pengarang berfikir

terbayang dalam lintasan benakmu apakah sahabatnya


Anafora
bahwa kita pernah bersama-sama msih mengingat

mencandrai alam pada suatu sore kenangan-kenangan

yang basah? Bahwa kita pernah yang pernah mereka

bersama-sama menguak sedikit lalui bersama

rahasia Tuhan ini pada suatu senja

yang hampir luruh bersama

kepekatan malam? (Sobri,

2003:135)

8 Ataukah bayang-bayang gedung Pengarang berfikir

menjulang telah membuang semua mungkinkah


Personifikasi
ingatan itu dalam memori pikirmu? sahabatnya telah

(Sobri, 2003:135) melupakan kenangan


mereka karena

tempat tinggal

barunya yang lebih

indah

9 Sore itu, riak alun laut membasahi Menggambarkan

ujung kakimu di pinggir pantai. suasana sore menuju


Enumarasio
Pantai yang pada saat itu masih senja di tepi pantai

mampu mengabarkan indahnya yang sangat indah

alam laut kita. Pantai yang masih

mampu melukiskan kayanya air

kita. Dengan telunjukmu, engkau

tudingkan pandangan ke arah

horison yang kemerah-merahan.

(Sobri, 2003:135)

10 Di balik kaca langit berkabut, kita Pengarang dan

bercakap-cakap dengan laut. (Sobri, sahabatnya bercerita


Personifikasi
2003:135) di tepi pantai

11 Kita membawa benih yakin bahwa Pengarang dan

cakap-cakap dua anak manusia sahabatnya bercerita


Mesodiplosis
yang mewartakan alam sebagai tentang keindahan

karunia Tuhan. (Sobri, 2003:135) alam sebagai karunia

Tuhan

12 Laut ini adalah rahim ibu kita Laut merupakan

(Sobri, 2003:136) sumber kehidupan


Simbolik manusia yang dapat

memenuhi

kebutuhan sehari-

hari

13 Yang memendam derita untuk Maksudnya laut

nyanyian seribu suka. Yang telah menjadi saksi


Anadiplosis
memendam derita untuk cerita cerita-cerita

sejuta bahagia. Yang mengulas pengarang dengan

senyum untuk sebuah harapan sahabatnya

tanpa batas. (Sobri, 2003:136)

14 Suaramu tertelan angin sore yang Personifikasi Suara sahabat

menggidikan pori-pori kita. (Sobri, pengarang kurang

2003:136) terdengar karena ada

angin

15 Sampai hari ini, sampai detik ini. Antiklimaks

(Sobri, 2003:136)

16 Kau alihkan pandangan ke barisan Sahabat pengarang

pohon cemara yang berdiri angkuh menatap barisan


Personifikasi
di pinggir pantai bersahaja itu. pohon cemara yang

(Sobri, 2003:136) tumbuh di sekitar

pantai

17 Yang menanggung ribuan luka Menggambarkan

lekuk sejarah bangsa, yang keadaan pantai yang


Anadiplosis
meneteskan tangis darah tanpa selama ini
marah, yang masih membuka menanggung akibat

tangan untuk ulurkan maaf, yang dari kerakusan umat

masih setia alirkan cinta arif manusia

bijaksana. (Sobri, 2003:136)

18 Yang meneteskan tangis darah Hiperbola Menggambarkan

tanpa marah. (Sobri, 2003:136) suasana laut yang

menyedihkan

19 Sebentar kemudian, keindahan laut Menggambarkan

akan sempurna saat matahari suasana matahari


Enumarasio
menyelesaikan episode nya untuk akan tenggelam

hari itu dan digantikan cantiknya

sentuhan rembulan di garis laut

yang membentang. (Sobri,

2003:136)

20 Rambutmu tergerai melambai- Personifikasi Rambut sahabat

lambai ditiup angin perbukitan pengarang bergerak-

yang kering. (Sobri, 2003:137) gerak karena ditiup

angin

21 Kita diam. Namun kita tidak diam. Pengarang dan

Pikiran kita disibukkan aktivitas sahabatnya berfikir


Antitesis
mencandai angin. (Sobri, sambil menikmati

2003:137) alam

22 Walaupun bagi orang lain mungkin Litotes

terlalu naif (Sobri, 2003:137)


23 Ada segununung keluh kesah yang Pengarang ingin

ingin aku wartakan kepadamu. Aku meminta sedikit


Hiperbola
ingin merampas sejenak waktumu waktu sahabatnya

untuk berbagi duka-duka agar ia dapat

kepadamu. (Sobri, 2003:138) menceritakan keluh

kesahnya

24 Membagi nestapa-nestapatentang Pengarang ingin

alam kita. Membagi pilu bagi tanah menceritakan betapa


Anadiplosis
dan air kita yang tak lagi indah menyediakannya

kepadamu yang jauh disana. alam yang dulu

(Sobri, 2003:138) pernah mereka

nikmati

25 Pipitku, maafkan bila perbedaan Perbedaan antara

akhirnya mengkandaskan mimpi penulis dengan


Hiperbola
indah tengah malam kita. (Sobri, sahabatnya membuat

2003:138) mereka tidak dapat

mencapai mimpi

yang ingin mereka

gapai bersama

26 Pada hari itu, mereka telah Menggambarkan

memindahkan hukum dan keadilan kekacauan yang


Hiperbola
ke jalan-jalan sambil menebar terjadi di kota-kota,

angkara murka. Mereka telah dan kejahatan,

membakar kota-kota seperti perkelahian, dan


membakar tumpukan sampah saja. penganiayaan terjadi

Fitnah dan benih sengketa dimana-mana

dibenihkan dalam rahim ibu

bangsa. Atas nama reformasi,

mereka bertindak aniaya. (Sobri,

2003:138)

27 Mereka menawarkan pilihan yang Antitesis Seseorang

bukan pilihan, tetapi paksaan. memberikan pilihan

(Sobri, 2003:138) kepada sahabat

pengarang tapi ia

tidak diberi

kesempatan untuk

memilih

28 Engkau menangis! Menangis atas Sahabat pengarang

sebuah keterpaksaan yang menangis karena


Tautologi
dibebankan ke pundakmu. (Sobri, terpaksa mengikuti

2003:138) pilihan yang

diberikan kepadanya

29 Aku menangis! Aku menangis atas Pengarang menangis

sebuah purbasangka umat manusia karena perilaku-


Tautologi
yang keluar dari rel semesta. perilaku manusia

(Sobri, 2003:138) yang tidak sesuai

dengan norma-
norma yang berlaku

30 Kita menangis atas ketakmampuan Pengarang dan

manusia membacabeda. Atas sahabatnya


Repetisi
ketakmampuan manusia menuai menangis karena

anugrah dibalik beda. (Sobri, orang lain tidak

2003:138) dapat menghargai

perbedaan yang ada

diantara mereka

31 Akhirnya, jarak memisahkan Personifikasi Pengarang dan

rencana kita. (Sobri, 2003:138) sahabatnya berpisah

32 Aku lihat tanganmu melambai Sahabat pengarang

kepadaku, kepada pulau yang telah melambaikan tangan


Repetisi
melahirkanmu, kepada tanah yang sebagai ungkapan

telah menjadi saksi tangis selamat tinggal

pertamamu di dunia ini. (Sobri, kepada pengarang

2003:138) dan tanah

kelahirannya

33 Aku terkulai bagai daun ditingkap. Asosiasi Pengarang terkulai

Merapuh. (Sobri, 2003:139) lemah

34 Cinta kita kepada pulau ini. Cinta Cinta pengarang

kita kepada tanah air ini. Cinta kita kepada alam dan
Anadiplosis
kepada horison laut yang masih pulaunya telah pupus

menawarkan senja. Cinta kita karena suatu hal

sebagai umat manusia. Pupus


sudah. (Sobri, 2003:139)

35 Tak ada kata dan bicara yang Pengarang dan

mengakhiri episode jumpa kita. sahabatnya berpisah


Kontradiksio
Semua berakhir dengan diam. tanpa ada kata-kata
in terminis
Hening seribu bahasa, kecuali hati perpisahan

dan jiwa kita. (Sobri, 2003:139)

36 Hari ini ingin kutuangkan beribu Pengarang ingin

tanya. Hari ini ingin kucurahkan menceritakan


Hiperbola
beribu gundah-gulana. (Sobri, kebingungan dan

2003:139) kesedihannya

37 Beribu-ribu tangan tanpa asih telah Manusia telah

menelanjangi dan memperkosanya menghancurkan dan


Hiperbola
tanpa ampun. Berebut tanpa henti memusnahkan

seperti jam yang terus berputar. keindahan alam

Berdesakan menebar jala-jala

kehancuran di wajah dan tubuh

alam kita. Sampai ke jasad paling

hakiki alam kita. (Sobri, 2003:139)

38 Terumbu karang tidak mampu lagi Personifikasi Menggambarkan

membagikan senyum kepada semua keindahan terumbu

biota ciptaan illahi. karang yang telah

lenyap

39 Eksploitasi manusia telah Kekejaman manusia

menggerogoti perut ibu pertiwi karena telah


demi materi semata-mata. (Sobri, Hiperbola mengeksploitasi

2003:139) alam tanpa

perimbangan demi

memperoleh uang

banyak

40 Lihatlah, tanah-tanah menangis dan Personifikasi Timbulnya bencana

menelan mereka dalam korban alam dan tanah

jiwa. (Sobri, 2003:140) longsor dan menelan

korban jiwa

41 Tiap hari, tanpa henti, atas nama Manusia tanpa

ekonomi manusia memperkosa berfikir panjang


Hiperbola
alam dengan segala keindahannya. mengeksploitasi

Tanpa hiraukan suara lolongan alam tanpa henti atas

alam karena telah dikalahkan nama ekonomi

ruangan mesin pemotong kayu dan

kapak-kapak bermata tajam. (Sobri,

2003:140)

42 Terumbu karang terkulai menangis Personifikasi Menggambarkan

karena hilang keindahannya. keadaan terumbu

(Sobri, 2003:140) karang yang

menyedihkan karena

tidak indah lagi


43 Lihatlah, adat budaya tercabik- Manusia tidak

cabik oleh tangan mereka. memandang adat dan


Hiperbola
Berlumuran darah karena sengketa. budaya lagi dalam

(Sobri, 2003:140) menyelesaikan

permasalahan ,

sehingga mereka

berkelahi

44 Dipenjarakan di rumah-rumah jiwa. Metafora Orang baik dikekang

Dipasung dalam kungkungan dan difitnah karena

cerita-cerita fitnah dan adu domba. keegoisan manusia

(Sobri, 2003:141)

45 Mereka dianggap makhluk aneh Simbolik Orang baik dianggap

dan pahlawan kesiangan. (Sobri, aneh dan pahlawan

2003:141) kesiangan

46 Oiii alam marilah kita menangis! Keinginan

Marilah kita berdemonstrasi, seperti pengarang untuk


Anadiplosis
mereka berdemonstrasi, atas ulah mengajak alam

manusia. Marilah kita ingatkan untuk

manusia-manusia lupa dengan berdemonstrasi dan

bencana. (Sobri, 2003:141) mengingatkan

manusia serakah,

namun hal itu dirasa

tidak mungkin
terjadi

47 Kita yakinkan diri kita bahwa Keinginan

mereka bertindak seperti itu karena pengarang untuk


Anadiplosis
mereka khilaf dan alpa. Kita meyakinkan manusia

yakinkan mereka bahwa pintu bahwa yang

taubat masih terbuka. Yakinkan dilakukan mereka

dengan kuasa kita, yakinkan adalah salah dan

dengan kata-kata kita, atau pengarang mengajak

yakinkan dengan hati kita, dengan manusia untuk

diam kita. (Sobri, 2003:141) bertaubat asa

kesalahan yang

mereka perbuat

48 Hari ini ingin aku bagikan cerita ini Pengarang ingin

kepadamu untuk mengurangi berbagi cerita


Hiperbola
perihnya tikaman di dadaku. dengan sahabatnya

(Sobri, 2003:141)

49 Hari ini ingin aku bagikan cerita ini Pengarang ingin

kepadamu untuk mengurangi berbagi cerita


Anadiplosis
perihnya tikaman di dadaku. dengan sahabatnya

Tikaman yang telah

membuncahkantangis air mata.

Tikaman kepada alam adalah


tikaman kepada jiwa yang masih

khusnul khotimah . (Sobri,

2003:141)

50 Selama ini, duka ini hanya ku Menggambarkan

adukan pada pencipta dalam bahwa selama ini


Antonomasia
rangkai doa-doa. Aku hanya punya pengarang

dia sebagai teman berbagi cerita menceritakan keluh

dan duka nestapa. (Sobri, kesahnya kepada

2003:141) Tuhan melalui doa-

doa

51 Marahlah kepadaku bila surat tanpa Pengarang

cerita bahagia ini menyita waktu menyampaikan


Anafora
dan rutinitas dikau! Marahlah kepada sahabatnya

kepadaku bila hatimu menganggap bahwa jika surat ini

tanah dan pulau ini telah tiada! menggangu

Marahlah! Tumpahkan segala waktunya,

kemarahanmu kepadaku yang telah sahabatnya boleh

gagal mengawal cinta dan cita-cita menumpahkan

mulia. (Sobri, 2003:142) kemarahannya

kepada pengarang

52 Pertapaan sekian abad menghujam Menggambarkan

tanah tak subur bagi taman bunga keinginan pengarang


Asosiasi
bangkai. (Sobri, 2003:142) yang selama ini

dinantikan akhirnya
terkabul

53 Tanah airku lumpur dan bebatuan. Menggambarkan

Padang amat luas. Cakrawala dan bahwa daerah yang


Litotes
alang-alang. Tapi selembar hatiku di tempati pengarang

masih basah. Masih kuat aku adalah daerah yang

mengalirkan darah. (Sobri, gersang, namun

2003:142) pengarang masih

memiliki keinginan

dan berusaha untuk

menjadikan daerah

tersebut menjadi

segar dan subur

54 Pulanglah, Pulanglah seperti Tautologi Pengarang

bangau pulang ke sarangnya. menyerukan kepada

(Sobri, 2003:142) temannya agar

pulang ke tanah

kelahirannya

55 Pulanglah, Pulanglah seperti Pengarang

bangau pulang ke sarangnya. menyerukan kepada


Anadiplosis
Pulanglah, seperti air yang jatuh ke temannya agar

pelimbahannya. Pulanglah, karena pulang ke tanah

pulau ini masih rahim ibu kita, kelahirannya,


meskipun air matanya tanpa suara. walaupun tempat itu

(Sobri, 2003:142) tidak lagi seindah

dulu

Jadi dapat disimpulkan bahwa di dalam cerpen suatu tempat di suatu masa karya

sobri terdapat berbagai macam gaya bahasa yang indah, baik yang sering kita

temui (hiperbola, personifikasi, metafora, litotes, antitesis), maupun yang jarang

kita temui (Anafora, anadplosis, antonomasia, enumarasio) sehingga pembaca

tertarik membaca cerpen ini.

4.3 Hasil Pengumpulan Data

Hasil Angket

Dari hasil angket yang dibagikan kepada 6 orang siswa kelas XI MIPA 1,

diperoleh data sebagai berikut :

a) 10 orang siswa menjawab mengetahui apa itu cerpen dan 0 orang siswa

yang menjawab tidak mengetahui apa itu cerpen.


b) 9 orang siswa menjawab menyukai cerpen dan 1 siswa yang menjawab

tidak menyukai cerpen


c) 6 orang siswa menjawab mengetahui cerpen "suatu tempat di suatu masa"

karya sobri dan 4 orang siswa lainya menjawab tidak mengetahui cerpen

"suatu tempat di suatu masa" karya sobri .


d) 6 orang siswa menjawab pernah membaca cerpen "suatu tempat di suatu

masa" karya sobri dan 4 orang lainya menjawab tidak pernah membaca

cerpen "suatu tempat di suatu masa" karya sobri.


e) 8 orang siswa menjawab cerpen "suatu tempat di suatu masa" merupakan

cerpen yang menarik dan 2 orang lainnya menjawab cerpen "suatu tempat

di suatu masa" karya sobri merupakan cerpen yang tidak menarik.


f) 10 orang siswa menjawab mengetahui apa itu gaya bahasa dan 0 siswa

yang menjawab tidak mengetahui apa itu gaya bahasa.


g) 9 orang siswa menjawab bahwa di dalam cerpen "suatu tempat di suatu

masa" karya sobri banyak terdapat gaya bahasa dan 1 orang lainya

menjawab di dalam cerpen "suatu tempat di suatu masa" karya sobri tidak

banyak terdapat gaya bahasa.


h) 10 orang siswa menjawab penggunaan gaya bahasa penting digunakan

dalam cerpen dan 0 siswa yang menjawab penggunaan gaya bahasa tidak

penting adalah digunakan dalam cerpen


i) 10 orang siswa menjawab bahwa penggunaan gaya bahasa berpengaruh

terhadap ketertarikan sebuah cerpen dan 0 siswa yang menjawab tidak

bepengaruh terhadap ketertarikan sebuah cerpen.

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa semua siswa mengetahui apa itu

cerpen dan gaya bahasa, dan menurut semua siswa penggunaan gaya bahasa

penting digunakan dalam cerpen dan bepengaruh terhadap ketertarikan sebuah

sebuah cerpen. Dan secara umum, siswa menjawab bahwa di dalam cerpen "suatu

tempat di suatu masa" karya sobri terdapat banyak gaya bahasa.

Hasil Wawancara

Dari 4 orang narasumber yang telah diwawancarai didapatkan hasil wawancara

sebagai berikut :
1.Bagaimana kesan anda setelah membaca cerpen "suatu tempat di suatu masa"

karya sobri ?

Kesimpulan jawaban : 2 orang menjawab cerpen ini bagus dan sangat menarik, 2

orang lainnya menjawab cerpen ini kurang menarik, dan 1 orang lainnya

menjawab biasa saja.

2. Apakah anda mudah memahami cerpen "suatu tempat di suatu masa" karya

sobri? Mengapa?

Kesimpulan jawaban : 2 orang menjawab mudah memahami cerpen ini karena

gaya bahasa yang digunakan tidak terlalu sulit, dan 3 orang lainnya menjawab

kurang memahami cerpen karena banyak menggunakan gaya bahasa yang rumit.

3. Apakah anda menyukai cerpen "suatu tempat di suatu masa" karya sobri ini?

Kesimpulan jawaban : 1 orang menjawab sangat menyukai cerpen ini, 2 orang

lainnya menjawab lumayan menyukai, dan 2 orang lainnya menjawab kurang

menyukai cerpen ini.

4. Bagaimana tingkat kebisaan anda dalam mengelompokkan suatu kalimat ke

dalam jenis gaya bahasanya?

Kesimpulan jawaban : 1 orang menjawab sangat bisa dalam mengelompokkan

jenis-jenis gaya bahasa, 2 orang lainnya memiliki tingkat kebisaan yang

menengah, dan 2 orang lainnya menjawab agak bisa dalam mengelompokkan

jenis-jenis gaya bahasa.


5.Apakah penggunaan gaya bahasa di dalam cerpen " suatu tempat di suatu masa"

karya sobri membuat anda sulit menafsirkan maknanya?

Kesimpulan jawaban : 2 orang menjawab penggunaan gaya bahasa dalam cerpen

suatu tempat di suatu masa tidak membuatnya sulit dalam menafsirkan

maknanya. Dan 3 orang lainnya menjawab penggunaan gaya bahasa membuatnya

sulit menafsirkan makna cerpen.

Dari hasil wawancara diatas dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum

siswa kelas XI MIPA 1 telah bisa dalam mengelompokkan jenis-jenis gaya

bahasa, walaupun tidak terlalu ahli, dan sebagian siswa dapat memahami makna

dari gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen "suatu tempat di suatu masa",

sedangkan sebagian lainnya kurang dapat memahami makna gaya bahasa yang

terdapat dalam cerpen sehingga membuat pembaca kurang memahami maksud

dan alur dari cerpen.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa di

dalam cerpen suatu tempat di suatu masa karya Sobri menggunakan berbagai

jenis gaya bahasa yang indah seperti personifikasi, hiperbola, enumarasio,

repetisi, anafora, mesodiplosis, dll. sehingga membuat cerpen ini menjadi

menarik, namun penggunaan gaya bahasa yang banyak ini juga membuat

pembaca sulit memahami makna dari cerita yang disampaikan, sehingga tidak

sedikit dari pembaca yang tidak mengerti dengan alur cerita.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis dan data yang telah dikumpulkan selama proses

penelitian, peneliti memberi beberapa saran bagi pembaca :

1) Supaya pembaca lebih memahami makna dari gaya bahasa yang terdapat

dalam sebuah cerpen, sebaiknya pembaca lebih banyak mempelajari

tentang gaya bahasa, dan menganalisa maksud dari gaya bahasa yang

disampaikan dalam cerpen.


2) Agar pembaca dapat meningkatkan kemampuan dalam mengelompokkan

suatu kalimat kedalam gaya bahasanya, pembaca harus sering membaca

tentang jenis-jenis gaya bahasa dan sering berlatih dalam

mengelompokkan gaya bahasa

DAFTAR PUSTAKA
Kosasih, Engkos. 2017. Cerdas Berbahasa Indonesia Untuk SMA/MA Kelas XI.

Jakarta : Penerbit Erlangga.

Rochman, Abdul dkk. Mari Mengangkat Martabat Bahasa Kita, Bahasa

Indonesia. Bandung : Grafindo Media Pratama.

Keraf, Gorys. 1985. Diksi Dan Gaya Bahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan

Dan Kebudayaan.

Yandianto. 2000. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Bandung : Penerbit M2S.

Rosdiana, Yusi dkk. 2007. Bahasa Dan Sastra Indonesia Di SD. Tangerang

Selatan : Penerbit Universitas Terbuka

Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta. Penerbit Gramedia

Pustaka Utama

Budiman, Eriyandi. 2005. Cendikia Berbahasa, Bahasa Dan Sastra Indonesia.

Bandung: PT Setia Purna Investasi

Leo, Sutanto. 2013. Kiat Jitu Menulis Skripsi, Tesis, Dan Disertasi. Jakarta:

Penerbit Erlangga

Raco dan Coni R. Setiawan. Metode Penelitian Kualitatif. Cikarang: Penerbit

Grasindo.

Yandianto. Tanpa tahun terbit. Apresiasi Karya sastra Dan Pujangga Indonesia.

Bandung: Penerbit M2S


Surana. 2001. Pengantar Sastra Indonesia. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka

Mandiri.

Achmadi, Abu dan Cholid Narbuko. 2012. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT

Bumi Aksara.

Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung. Penerbit

Angkasa.

Laelasari & Nurlailah. 2006. Kamus Istilah Sastra . Bandung: Penerbit Nuansa

Aulia.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Karya_sastra (diakses tanggal 6 April 2018, pukul

20.00 . WIB )

Anda mungkin juga menyukai