Anda di halaman 1dari 14

Konsep Seksualitas Manusia

BAB II
KONSEP TEORI

A. Pengertian
Seksualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan yang
berhubungan dengan alat reproduksi. (Stevens: 1999). Sedangkan menurut WHO dalam
Mardiana (2012) seksualitas adalah suatu aspek inti manusia sepanjang kehidupannya dan
meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual, erotisme, kenikmatan, kemesraan
dan reproduksi.
Seksualitas adalah komponen identitas personal individu yang tidak terpisahkan dan
berkembang dan semakin matang sepanjang kehidupan individu. Seksualitas tidak sama
dengan seks. Seksualitas ialah interaksi faktor-faktor biologis, psikologi personal, dan
lingkungan. Fungsi biologis mengacu pada kemampuan individu untuk memberi dan
menerima kenikmatan dan untuk bereproduksi. Identitas dan konsep diri seksual psikologis
mengacu pada pemahaman dalam diri individu tentang seksualitas seperti citra diri,
identifikasi sebagai pria atau wanita, dan pembelajaran peran-peran maskulin atau feminin.
Nilai atau aturan sosio budaya membantu dalam membentuk individu berhubungan dengan
dunia dan bagaimana mereka memilih berhubungan seksual dengan orang lain. (Bobak:
2004)
2 aspek seksualitas:
1. Seksualitas dalam arti sempit
Dalam arti sempit seks berarti kelamin. Yang termasuk dalam kelamin adalah sebagai
berikut:
a. Alat kelamin itu sendiri
b. Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya alat kelamin
c. Anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan laki-laki dan perempuan
d. Hubungan kelamin
2. Seksualitas dalam arti luas
Segala hal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin antara lain:
a) Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar, genit, dll
b) Perbedaan atribut: pakaian, nama, dll
c) Perbedaan peran. (Mardiana: 2012)
B. Fungsi Seksualitas
1. Kesuburan
Pada beberapa kebudayaan, seorang wanita muda mungkin merasakan adanya keinginan
yang kuat untuk membuktikan kesuburannya bahkan walaupun ia sebenarnya belum
menginginkan anak pada tahap kehidupannya saat itu. Ini adalah macam masyarakat yang
secara tradisional wanita hanya dianggap layak dinikahi apabila ia sanggup membuktikan
kesuburannya.
2. Kenikmatan
Mungkin pendorong primer atau mendasar perilaku seksual adalah kenikmatan atau
kesenangan yang dirasakan yaitu suatu kombinasi kenikmatan sensual dan kenikmatan khas
seksual yang berkaitan dengan orgasme.
3. Mempererat ikatan dan meningkatkan keintiman pasangan
Dalam suatu pertalian seksual yang ekslusif, pasangan melakukan secara bersama-sama hal-
hal yang tidak ingin mereka lakukan dengan orang lain. Ini adalah esensi dari keintiman
seksual. Efektivitas seks dalam memperkuat keintiman tersebut berakar dari risiko psikologis
yang terlibat; secara khusus, resiko ditolak, ditertawakan, mendapati bahwa dirinya tidak
menarik, atau kehilangan kendali dapat memadamkan gairah pasangan.
4. Menegaskan maskulinitas atau feminitas
Sepanjang hidup kita, terutama pada saat-saat identitas gender terancam karena sebab lain
(mis., saat menghadapi perasaan tidak diperlukan atau efek penuaan), kita mungkin
menggunakan seksualitas untuk tujuan ini.
5. Meningkatkan harga diri
Merasa secara seksual bagi orang lain, atau berhasil dalam upaya seksual, secara umum dapat
meningkatkan harga diri.
6. Mencapai kekuasaan atau dominasi dalam hubungan
Kekuasaan (power) seksualitas cenderung dianggap sebagai salah satu aspek maskulinitas,
dengan pria, baik karena alasan sosial maupun fisik, biasanya berada dalam posisi dominan.
Namun, seks dapat digunakan untuk mengendalikan hubungan baik oleh pria dan wanita dan
karenanya sering merupakan aspek penting dalam dinamika hubungan. Kekuasaan tersebut
mungkin dilakukan dengan mengendalikan akses ke interaksi seksual, menentukan bentuk
pertalian seksual yang dilakukan, dan apakah proses menimbulkan efek positif pada harga
diri pasangan. Sementara dapat terus menjadi faktor dalam suatu hubungan yang sudh
berjalan, hal ini juga merupakan aspek yang penting dan menarik dalam perilaku awal masa
“berpacaran”.
7. Mengungkapkan permusuhan
Aspek penting dalam masalah “dominasi” pada interaksi seksual pria-wanita adalah
pemakaian seksualitas untuk mengungkapkan permusuhan. Hal ini paling relevan dalam
masalah perkosaan dan penyerangan seksual. Banyak kasus penyerangan atau pemaksaan
seksual dapat dipandang sebagai perluasan dari dominasi atau kekuasaan, biasanya oleh pria
terhadap wanita. Juga terdapat keadaan-keadaan dengan penyerangan seksual dapat dipahami
sebagai suatu ungkapan kemarahan, baik terhadap wanita itu sendiriatau terhadap wanita itu
sebagai pengganti wanita lain.
8. Mengurangi ansietas atau ketegangan
Menurunnya gairah yang biasanya terjadi setelah orgasme dapat digunakan sebagai cara
untuk mengurangi ansietas atau ketegangan.
9. Pengambilan resiko
Interaksi seksual menimbulkan berbagai risiko, berkisar dari yang relatif ringan, misalnya
ketahuan, sampai serius misalnya hamil atau infeksi menular seksual. Adanya resiko tersebut
menjadi semakin bermakna dan mengganggu dengan terjadinya epidemi HIV dan AIDS.
Bagi sebagian besar orang, kesadaran adanya resiko akan memadamkan respon seksual
sehingga mereka mudah menghindari resiko tersebut. Namun, bagi beberapa individu, gairah
yang berkaitan dengan persepsi resiko malah meningkatkan respons seksual. Untuk individu
yang seperti ini, resiko seksual menjadi salah satu bentuk kesenangan yang dicari.
10. Keuntungan materi
Prostitusi adalah bentuk yang jelas dari aktivitas seksual untuk memperoleh keuntungan dan
hal ini sering merupakan akibat dari kemiskinan. Pernikahan, sampai masa ini masih sering
dilandasi oleh keinginan untuk memperoleh satu bentuk perlindungan dan bukan semata mata
ikatan emosional komitmen untuk hidup bersama.
( Glasier: 2005 )

C. Kesehatan Seksualitas
Kesehatan seksual adalah kemampuan seseorang mencapai kesejahteraan fisik, mental
dan sosial yang terkait dengan seksualitas, hal ini tercermin dari ekspresi yang bebas namun
bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan sosialnya misalnya dalam menjaga
hubungan dengan teman atau pacar dalam batasan yang diperbolehkan oleh norma dalam
masyarakat atau agama. Bukan hanya tidak adanya kecacatan, penyakit atau gangguan
lainnya. Kondisi ini hanya bisa dicapai bila hak seksual individu perempuan dan laki-laki
diakui dan dihormati (BKKBN, 2006).

D. Pertumbuhan Dan Perkembangan Seks Manusia


Pertumbuhan dan perkembangan seks manusia disebut libido. Terdiri dari beberapa
tahap yaitu:
1. Tahap oral: Sampai mencapai umur sekitar 1-2 tahun, tingkat kepuasan seks dengan
menghisap puting susu ibu, dot botol, menghisap jari tangan, Dengan bayi baru dapat tidur
setelah disusui ibu, menghisap botol atau tidur sambil menghisap jarinya. Oleh karena itu
perilaku demikian tidak perlu dilarang.
2. Tahap anal: Kepuasan seks anak didapat melalui rangsangan anus saat buang air besar, antara
umur 3-4 tahun sering duduk lama ditoilet, sehingga kepuasannya tercapai.
3. Tahap falik: Terjadi sekitar umur 4-5 tahun, dengan jalan mempermainkan alat kelaminnya.
4. Tahap laten: Terjadi sekitar umur 6-12 tahun. Tingkah laku seksual seolah-olah terbenam,
karena mungkin lebih banyak bermain, mulai masuk sekolah, dan adanya pekerjaan rumah
dari sekolah, Sehingga anak-anak cepat lelah dan lekas tertidur, untuk siap bangun pagi dan
pergi ke sekolah.
5. Tahap genital: Umur anak sekaitar 12-15 tahun. Tanda seks sekunder mulai berkembang dan
keinginan seks dalam bentuk libido mulia tampak dan terus berlangsung sampai mencapai
usia lanjut. Suara mulai berubah, keinginan dipuja dan memuja mulai muncul, keingian
dicumbu dan mencumbu pun mulai tampak. Saat ini masa yang sangat berbahaya, sehingga
memerlukan perhatian orang tua. Pada wanita telah mulai dating bulan (menstruasi) dan pria
mulai mimpi basah sehingga dapat menyebabkan kehamilan atau hamil bila mereka
melakukan hubungan seksual. Karena kematangan jiwa dan jasmani belum mencapai tingkat
dewasa, sehingga bila terjadi kehamilan yang tidak dihendaki, memberikan dampak kejiwaan
yang sangat menyedihkan. (chandranita :2009)
Berkembangnya seksualitas dan pertalian seksual
1. Remaja
Pada awal masa remaja, sebagian besar seksualitas berkaitan dengan penegasan identitas
gender dan harga diri. Pada saat awitan pubertas terjadi perubahan-perubahan di tubuh yang
berlangsung tanpa dapat diduga sementara perubahan-perubahan hormon menimbulkan
dampak pada reaktivitas emosi.
2. Pasangan dan awal perkawinan
Setelah perkawinan dimulai, tantangannya adalah membangun rasa aman dalam pertalian
seksual yang juga mulai kehilangan pengaruh “pengalaman barunya”. Pada tahap inilah
membangun komunikasi yang baik menjadi sangat penting untuk kelanjutan perkembangan
pertalian seksual. Apabila pasangan tidak mengembangkan cara-cara yang memungkinkan
pasangannya mengetahui apa yang mereka nikmati dan apa yang tidak menyenangkan maka
akan muncul masalah yang seharusnya dapat dihadapi dan dipecahkan.
3. Awal menjadi orang tua
Kehamilan, dan beberapa bulan setelah kelahiran, menimbulkan kebutuhan lebih lanjut akan
penyesuaian seksual. Wanita besar kemungkinannya mengalami penurunan keinginan seksual
dan kapasitas untuk menikmati seks menjelang akhir kehamilnya karena terjadinya
perubahan-perubahan fisik dan mekanis. Periode pascanatal, karena berbagai alasan
merupakan salah satu periode saat munculnya kesulitan-kesulitan seksual yang apabila
pasangan obesitas belum mengembangkan metode-metode yang sesuai untuk mengatasinya,
dapat menimbulkan kesulitan berkepanjangan. Masalah jangka panjang yang paling sering
dalam hali ini adalah hilangnya gairah seksual pihak wanita.
4. Usia paruh baya
Seksualitas pada hubungan yang sudah terjalin lama biasanya menghadapi hambatan yang
berbeda-beda. Pada tahap ini sesuatu yang baru dalam hubungan seksual telah lama hilang.
Bagi banyakorang halini tidak menimbulkan masalah. Mereka telah mengembangkan bentuk
kenyamanan intimasiseksual lain yang tetap menjadi bagian integral dari hubungan mereka.
Tetapi bagi yang lain, kualitas hubungan seksual yang rutin ini akan memakan korban. Pada
keadaan seperti ini stress di tempat kerja misalnya akan mudah menyebabkan kelelahan dan
memadamkan semua antusiasme spontan untuk melakukan aktivitas seksual. Hubungan intim
menjadi jarang dilakukan dan sebagai konsekuensinya dapat timbul ketegangan dalam
hubungan pasangan tersebut.
Pada kelompok yang lebih tua lagi masalah seksual yang kita hadapi terutama adalah masalah
ereksi pada pria dan hilangnya minat seksual pada wanita. Proses penuaan memang
menimbulkan dampak pada seksualitas tetapi tentu tidak selalu negatif. Pasangan pada usia
ini lebih kecil kemungkinannya meminta pertolongan dalam konteks keluarga berencana atau
kesehatan reproduksi.
(Glasier: 2005)

E. Respon Seksualitas
Siklus respon seksual normal terdiri dari empat tahap yang terjadi berturut-turut. “Normal”
pada umumnya mengacu pada panjang siklus masing-masing fase, dan hasil bercinta yang
memuaskan. Empat tahapan siklus respon seksual :
1. Fase kegembiraan adalah tahap pertama, yang dapat berlangsung dari beberapa menit sampai
beberapa jam. Beberapa karakteristik dari fase kegembiraan meliputi:
a. Peningkatan ketegangan otot
b. Peningkatan denyut jantung
c. Perubahan warna kulit
d. Aliran darah ke daerah genital
e. Mulainya pelumasan Vagina
f. Testis membengkak dan skrotum mengencang
2. Fase plateau adalah fase yang meluas ke ambang orgasme. Beberapa perubahan yang terjadi
dalam fase ini meliputi:
a. Fase kegembiraan meningkat
b. Peningkatan pembengkakan dan perubahan warna vagina
c. Klitoris menjadi sangat sensitive
d. Testis naik ke dalam skrotum
e. Adanya peningkatan dalam tingkat pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah
f. Meningkatnya ketegangan otot dan terjadi kejang otot
3. Fase orgasme adalah puncak dari siklus respons seksual, dan merupakan fase terpendek,
hanya berlangsung beberapa detik. Fase ini memiliki karakteristik seperti berikut:
a. Kontraksi otot tak sadar
b. Memuncaknya denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat pernapasan
c. Pada wanita, kontraksi otot vagina menguat dan kontraksi rahim berirama
d. Pada pria, kontraksi otot panggul berirama dengan bantuan kekuatan ejakulasi
e. Perubahan warna kulit ekstrem dapat terjadi di seluruh tubuh
4. Tahap terakhir, yang disebut fase resolusi, adalah ketika tubuh secara perlahan kembali ke
tingkat fisiologis normal. Fase resolusi ditandai dengan relaksasi, keintiman,dan seringkali
kelelahan. Sering kali perempuan tidak memerlukan fase resolusi sebelum kembali ke
aktivitas seksual dan kemudian orgasme, sedangkan laki-laki memerlukan waktu pemulihan
sebelum orgasme selanjutnya. Seiring pertambahan usia laki-laki, panjang dari fase refraktori
akan sering meningkat.
F. Dimensi Seksualitas
Seksualitas memiliki
dimensi-dimensi. Dimensi-
dimensi Seksualitas seperti sosiokultural, dimensi agama dan etik, dimensi psikologis dan
dimensi biologis (Perry & Potter, 2005). Masing-masing dimensi tersebut akan dijelaskan
sebagai berikut:
1. Dimensi Sosiokultural
Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan apakah perilaku
yang diterima di dalam kultur. Keragaman kultural secara global menciptakan variabilitas
yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadapi spectrum tentang keyakinan dan nilai
yang luas. Misalnya termasuk cara dan perilaku yang diperbolehkan selama berpacaran, apa
yang dianggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku
seksual, dengan siapa seseorang menikah dan siapa yang diizinkan untuk menikah.
Setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai dan sikap
seksual, juga dalam membentuk atau menghambat perkembangan dan ekspresi seksual
anggotanya. Setiap kelompok sosial mempunyai aturan dan norma sendiri yang memandu
perilaku anggotanya.
Peraturan ini menjadi bagian integral dari cara berpikir individu dan menggarisbawahi
perilaku seksual, termasuk, misalnya saja, bagaimana seseorang menemukan pasangan
hidupnya, seberapa sering mereka melakukan hubungan seks, dan apa yang mereka lakukan
ketika mereka melakukan hubungan seks.
2. Dimensi Agama dan etik
Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik. Ide tentang
pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan seksualitas membentuk dasar
untuk pembuatan keputusan seksual. Spektrum sikap yang ditunjukan pada seksualitas
direntang dari pandangan tradisional tentang hubungan seks yang hanya dalam perkawinan
sampai sikap yang memperbolehkan individu menentukan apa yang benar bagi dirinya.
Keputusan seksual yang melewati batas kode etik individu dapat mengakibatkan konflik
internal.
3. Dimensi Psikologis
Seksualitas bagaimana pun mengandung perilaku yang dipelajari. Apa yang sesuai dan
dihargai dipelajari sejak dini dalam kehidupan dengan mengamati perilaku orangtua.
Orangtua biasanya mempunyai pengaruh signifikan pertama pada anak-anaknya.
Mereka sering mengajarkan tentang seksualitas melalui komunikasi yang halus dan
nonverbal. Seseorang memandang diri mereka sebagai makhluk seksual berhubungan dengan
apa yang telah orangtua mereka tunjukan kepada mereka tentang tubuh dan tindakan mereka.
Orangtua memperlakukan anak laki-laki dan perempuan secara berbeda berdasarkan jender.
4. Dimensi Biologis
Seksualitas berkaitan dengan pebedaan biologis antara laki-laki dan perempuan yang
ditentukan pada masa konsepsi. Material genetic dalam telur yang telah dibuahi terorganisir
dalam kromosom yang menjadikan perbedaan seksual. Ketika hormone seks mulai
mempengaruhi jaringan janin, genitalia membentuk karakteristik laki-laki dan perempuan.
Hormon mempengaruhi individu kembali saat pubertas, dimana anak perempuan mengalami
menstruasi dan perkembangan karakteristik seks sekunder, dan anak laki-laki mengalami
pembentukan spermatozoa (sperma) yang relatif konstan dan perkembangan karakteristik
seks sekunder.

G. Permasalahan Seksualitas
Adapun penyebab dari masalah seksualitas adalah antara lain:
1. Ketidaktahuan mengenai seks
Lebih dari 70% wanita di Indonesia tidak mengetahui dimana letak klitorisnya sendiri.
Sebuah hal yang sebenarnya sangat penting tetapi tidak diketahui oleh banyak orang.
Masalah ketidaktahuan terhadap seks sudah betul-betul merakyat. Ini berpangkal dari
kurangnya pendidikan seks yang sebagian besar dari antara masyarakat tidak memperolehnya
pada waktu remaja. Tidak jarang, pengetahuan seks itu hanyalah sebatas informasi, bukan
pendidikan. Itu terjadi karena mereka tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah atau
lembaga formal lainnya. Akibatnya, keingintahuan soal seks didapatkannya dari berbagai
media. Untuk itu orang tua hendaknya memberikan pendidikan soal seks kepada anak-
anaknya sejak dini. Salah satunya dengan memisahkan anak-anaknya tidur dalam satu kamar
setelah berusia sepuluh tahun, sekalipun sama-sama perempuan atau laki-laki. Demikian
halnya dengan menghindarkan anak-anaknya mandi bersama keluarga atau juga teman-
temannya.
Orang tua harus menjawab jujur ketika anaknya bertanya soal seks. Jawaban-jawaban
yang diberikan hendaknya mudah dimengerti dan sesuai dengan usia si anak. Karena itulah,
orang tua dituntut membekali dirinya dengan pengetahuan-pengetahuan tentang seks.
Terlebih lagi, perubahan fisik dan emosi anak akan terjadi pada usia 13 – 15 tahun pada pria
dan 12 – 14 tahun pada wanita. Saat itulah yang dinamakan masa pubertas yaitu masa
peralihan dari masa anak-anak menjadi remaja. Pada saat itu pula, mereka mulai tertarik
kepada lawan jenisnya.
2. Kelelahan
Rasa lelah adalah momok yang paling menghantui pasangan pada jaman ini dalam
melakukan hubungan seks. Apalagi dengan meningkatnya tuntutan hidup, sang wanita harus
ikut bekerja di luar rumah demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pada waktu suami istri
pulang dari kerja, mereka akan merasa lelah. Dan pasangan yang sedang lelah jarang
merasakan bahwa hubungan seks menarik minat. Akhirnya mereka memilih untuk tidur.
Kelelahan bisa menyebabkan bertambahnya usaha yang diperlukan untuk memuaskan
kebutuhan lawan jenis dan merupakan beban yang membuat kesal yang akhirnya bisa
memadamkan gairah seks.
3. Konflik
Sebagian pasangan memainkan pola konflik merusak yang berwujud sebagai perang
terbuka atau tidak mau berbicara sama sekali satu sama lain. Konflik menjadi kendala
hubungan emosional mereka. Bahkan ini bisa menggeser proses foreplay. Pasangan dapat
mempertajam perselisihan mereka dengan menghindari seks atau mengeluarkan ungkapan
negatif atau membandingkan dengan orang lain, yang sangat melukai perasaan pasangannya.
Kemarahan dan kecemasan yang tidak terpecahkan bisa menyebabkan sejumlah masalah
seksual antara lain masalah ereksi, hilang gairah atau sengaja menahan diri untuk tidak
bercinta. Perbedaan antara satu orang dan lainnya biasanya tidak baik dan tidak juga buruk.
Jadi haruslah dipandang hanya sebagai perbedaan. Kemarahan, ketegangan atau perasaan
kesal akan selalu menghambat gairah seks.
4. Kebosanan
Seperti halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam, seks bisa dianggap seperti
“kerja malam”. Hubungan seks yang rutin sebelum tidur sering menjadi berlebihan sampai ke
suatu titik yang membosankan. Yang mendasari rasa bosan itu adalah kemarahan yang
disadari atau tidak disadari karena harapan anda tidak terpenuhi. Masalah ini diderita oleh
kebanyakan pasangan yang sudah hidup bersama bertahun-tahun. Sebagian pasangan yang
sudah hidup bersama untuk jangka waktu yang lama merasa kehilangan getaran kenikmatan
yang datang ketika melakukan hubungan seks dengan pasangan yang baru. Orang demikian
melihat rayuan penguat ego, dibandingkan bila bersenggama dengan mitra baru.

H. Membantu Kesulitan Seksual


Kemampuan yang dapat sangat membantu tidak hanya memfasilitasi pasien dalam
mengekspresikan kekhawatiran mereka mengenai kesulitan seksual, tetapi juga dengan
mendengarkan secara empati. Tidak jarang, ini merupakan pertama kali pasien benar-benar
mengutarakan masalah mereka dan mampu melakukannya, makamasalah dan kemungkinan-
kemungkinan penyebabnya lebih mudah dibawa ke dalam perspektif. Pada banyak kasus,
mungkin tidak tersedia informasi mengenai respons seksual normal dan apa yang dapat
diharapkan. Hal ini dapat dengan mudah diperbaiki. Contoh-contoh umum adalah asumsi
bahwa pasangan harus mencapai orgasme bersama-sama atau bahwa pihak wanita harus
mengalami orgasme hanya melalui hubungan per vaginam.
Dengan cara berbicara dengan pasangan,kita dapat membantu mereka untuk lebih
memahami satu sama lain dan mengetahui arti pengalaman seksual bagi masing-masing.
Mendorong pasangan untuk berbicara secara lebih terbuka dan nyaman mengenai perasaan-
perasaan seksual mereka sering merupakan hal yang sangat penting, karena cara tersebut
dapat membuka jalan bagi pasangan untuk menyelesaikan sendiri masalahnya.
( Glasier: 2005 )
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN UNTUK REPRODUKSI DAN SEKSUALITAS

A. Pengkajian
1. Sebelum berinteraksi dengan setiap klien tentang seksualitas dan reproduksi, perawat
haruntang klien atas melakukan pengkajian diri; perilaku dan nilai-nilai personal akan sangat
besar mempengaruhi asuhan keperawatan yang diberikan
2. Riwayat seksual melibatkan pengumpulan informasi tentang klien atau pasangan seperti:
a. Pengalaman aktivitas seksual sebelumnya dan saat ini
b. Pengetahuan seksual dan cara memperolehnya
c. Sikap terhadap seksualitas
d. Masalah-masalah saat ini, bila ada
e. Jumlah pasangan seksual dalam 6 bulan terakhir
f. Riwayat penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual
g. Pengetahuan dan penggunaan praktik seks “yang lebih aman”
h. Riwayat menstruasi dan obstetric
i. Metode kontrol kehamilan yang digunakan
j. Masalah spesifik yang terkait dengan seks dan seksualitas

B. Diagnosis keperawatan
1. Kurang pengetahuan
2. Disfungsi seksual
3. Perubahan fungsi seksual
4. Ansietas

C. Perencanaan dan Identifikasi hasil


1. Klien dan pasangannya akan memiliki pengetahuan tentang reproduksi dan seksualitas
2. Klien dan pasangannya akan mencapai fungsi seksual yang optimal
3. Kecemasan klien dan pasangannya akan dapat diringankan

D. Implementasi
1. Memberikan penyuluhan tentang reproduksi dan seksualitas.
a. Beri klien atau pasangannya informasi spesifik tentang struktur dan fungsi sistem reproduksi
b. Sarankan cara-cara untuk meringankan rasa tidak nyaman pada sistem reproduksi dan cara
mencegah penyakit reproduksi
c. Diskusikan resiko dan kemungkinan efek aktivitas seksual
2. Meningkatkan fungsi seksual yang optimal
a. Rencanakan intervensi untuk menguatkan identitas gender atau perilaku peran
b. Rancang perawatan yang menunjukkan penerimaan terhadap seluruh pilihan gaya hidup yang
sama.
c. Beri informasi tentang cara-cara alternatif ekspresi seksual
d. Diskusikan persepsi dan harapan tentang fungsi seksual
e. Rujuk klien yang memiliki masalah-masalah kompleks pada profesional yang spesialisasinya
masalah seksual.
3. Memberikan dukungan untuk mengatasi ansietas
a. Beri kesempatan pada klien atau pasangannya untuk membahas perasaan-perasaan dan
masalah seksual secara terbuka

E. Evaluasi hasil
1. Klien atau pasangan mengetahui struktur dan fungsi sistem reproduksi dan seksualitas
2. Klien atau pasangan melaporkan pencapaian fungsi seksual yang optimal dan hubungan
seksual yang memuaskan
3. Klien atau pasangan melaporkan ansietas berkurang yang terkait dengan masalah reproduksi
dan seksual.

(Stright: 2004)
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Sedangkan menurut WHO dalam Mardiana (2012) seksualitas adalah suatu aspek inti
manusia sepanjang kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi
seksual, erotisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi. Fungsi dari seksualitas itu sendiri
yaitu sebagai Kesuburan, Kenikmatan, Mempererat ikatan dan meningkatkan keintiman
pasangan, Menegaskan maskulinitas atau feminitas, Meningkatkan harga diri, Mencapai
kekuasaan atau dominasi dalam hubungan, Mengungkapkan permusuhan, Mengurangi
ansietas atau ketegangan, Pengambilan resiko, Keuntungan materi. Seksualitas dipengaruhi
oleh beberapa dimensi yakni dimensi sosiokultural, dimensi agama dan etik, dimensi
psikologis, dan dimensi biologis. Ada banyak permasalahan seksualitas yang antara lain
disebabkan oleh ketidaktahuan mengenai seks, kelelahan, konflik, dan kebosanan.

B. Saran
Masalah seksual merupakan masalah subyektif dan karena diagnosis sering kali
bergantung pada kesadaran orang untuk memeriksakan diri, masalah/gangguan seksual sulit
sekali untuk diidentifikasi, ditangani dan dipantau, terutama jika masalahnya bersifat
psikoseksual, untuk itu sebagai seorang perawat perlu adanya promosi kesehatan seksual
kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui dengan benar konsep seksualitas untuk
meningkatkan kontrol dan meningkatkan kesehatan seksual mereka. Apalagi kepada remaja
yang rentan terlibat dalam perilaku seksual yang beresiko yang menyebabkan infeksi menular
seksual, kehamilan tidak diharapkan, dan kesehatan seksual yang buruk.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, L dkk. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC


Chandranita, Ida Ayu dkk. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC
Glasier, Anna dan Ailsa Gebbie diterjemahkan oleh Brahm U. 2005. Keluarga Berencana Dan
Kesehatan Reproduksi, E/4. Jakarta: EGC
Mardiana. Aktifitas Seksual Pra Lansia dan Lansia yang Berkunjung ke Poliklinik Geriatric RS
Pusat Angkatan Udara dr. Esanawati Antariksa Jakarta Timur tahun 2011. Skripsi. Depok.
FKM UI
Reeder, Sharon J dkk diterjemahkan oleh Yati Afiyanti dkk. 2011. Keperawatan Maternitas:
Kesehatan Wanita, Bayi, & Keluarga. Jakarta: EGC
Stevens, PJM. 1999. Ilmu Keperawatan Jilid 2 Edisi 2. Jakarta: EGC
Stright, Barbara R. 2004. Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC
http://www.psychologymania.com/2012/09/dimensi-seksualitas.html

Anda mungkin juga menyukai