Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

ASUHAN KEPERAWATAN KATARAK

DOSEN PENGAMPU : Ns. Rani Lisa Indra, M.Kep.,Sp.Kep.MB


Kelompok 1 :
Siti Mawaddai Marzirah 17031001
Mayang Laorisda 17031008
Restika Zulina 17031042
Dendi Suryandi 17031017
Putri Alawiyah 17031026
Aprijal Yoga Pratama 17031043

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKes HANG TUAH PEKANBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena atas berkat,
rahmat dan hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini kami buat untuk
memenuhi tugas dari dosen. Makalah ini membahas tentang “Asuhan Keperawatan Katarak”.
Semoga dengan makalah yang kami susun ini, kita sebagai mahasiswa dapat menambah dan
memperluas pengetahuan.
Kami mengetahui makalah yang kami susun ini masih sangat jauh dari sempurna,
maka dari itu kami masih mengharapkan kritik dan saran dari ibu selaku dosen pembimbing
kami serta temen-temen sekalian, karena kritik dan saran itu dapat membangun kami dari
yang salah menjadi benar.
Semoga makalah yang kami susun ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita, akhir
kata kami mengucapkan terima kasih.

Pekanbaru, 1 September 2019

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................................... 1
1.2 TUJUAN ........................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI .......................................................................................................... 3
2.2 TANDA DAN GEJALA ................................................................................... 4
2.3 ETIOLOGI ........................................................................................................ 4
2.4 PATOFISIOLOGI ............................................................................................. 5
2.5 PATHWAY ....................................................................................................... 7
2.6 KLASIFIKASI .................................................................................................. 8
2.7 KOMPLIKASI .................................................................................................. 9
2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ..................................................................... 10
2.9 PENATALAKSANAAN .................................................................................. 11
2.10 ASKEP ............................................................................................................ 12
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 19
3.1 KESIMPULAN ................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena
dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan
yang kabur pada retina.
Katarak merupakan penyakit tidak menular yang dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik faktor internal maupun faktor eksternal. Menurut Tritias (2012), Faktor internal yang
mempengaruhi katarak adalah riwayat penyakit seperti: umur, jenis kelamin dan diabetes
melitus. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi katarak yaitu : pekerjaan,
pendidikan, penghasilan, kebiasaan merokok, kebiasaan minum alkohol dan mengunyah
tembakau.
WHO memperkirakan pada tahun 2014 terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia,
dimana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Dengan pertambahan jumlah penduduk
dunia dan peningkatan umur harapan hidup maka jumlah kebutaan akan meningkat paling
sedikit 1 juta orang pertahun (WHO, 2014). Penyakit Katarak merupakan penyakit yang
sudah tersebar luas di seluruh dunia dengan tingkat kecenderungan mengalami
peningkatan dari tahun Setahun. Angka kejadian Katarak di dominasi berada dinegara
miskin dan berkembang, yaitu Asia dan Afrika, dengan besar risiko 10 kali lipat
mengalami kebutaan dibandingkan dengan penduduk dinegara maju, sedangkan risiko
kebutaan dinegara maju hanya sekitar 4 juta orang yang berisiko mengalami kebutaan
dengan penyebab utamanya adalah kemunduran maskular yang berhubungan dengan
faktor Usia, dapat terlihat bahwa negara miskin dan berkembang mengambil andil terbesar
dalam peningkatan kasus kebutaan didunia (Vaughan,2011).Prevalensi kebutaan di
Indonesia mencapai 1,5% dari jumlah penduduk di Indonesia menurut hasil rvey pada
tahun 2014. Berdasarkan angka tersebut, katarak merupakan penyebab utama kebutaan di
Indonesia dengan presentase sebesar 0,78% walaupun katarak umumnya adalah penyakit
usia lanjut, namun 16-20% buta katarak telah dialami oleh penduduk Indonesia pada usia
40-54 tahun. Terjadinya katarak diduga karena proses multi faktor, yang terdiri dari faktor
intrinsik dan faktor ektrinsik. Faktor intrinsik seperti jenis kelamin dan umur sedangkan
faktor ektrinsik seperti diabetes mellitus, kekurangan nutrisi, penggunaan obat, rokok,
alkohol, sinar matahari (Riskesdas, 2013).Tingginya angka kebutaan di Indonesia
menempatkan Indonesia pada urutan pertama di Asia dengan tingkat kebutaan yang
tertinggi, dengan perbandingan angka kebutaan 3 juta orang buta diantara 210 juta
penduduk Indonesia, sedangkan didunia Indonesia menempatkan diri pada posisi kedua
setelah negara-negara di Afrika Tengah dan sekitar Gurun Sahara yang masalah utama
kasus kebutaan disebabkan oleh Katarak.Berdasarkan data survei kesehatan indera
penglihatan tahun 2009-2014 menunjukkan bahwa di Indonesia angka kebutaan mencapai
1,5% penyebab kebutaan di Indonesia adalah katarak yaitu memberikan andil terbesar
0,78% diakibatkan oleh katarak dan akan terus meningkat angka kebutaan karena katarak
kejadiannya diperkirakan 0,1 % atau (sekitar 210.000/ tahun).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan katarak
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa mengetahui tentang definisi katarak
2. Agar mahasiswa mengetahui tentang tanda gejala katarak
3. Agar mahasiswa mengetahui tentang etiologi katarak
4. Agar mahasiswa mengetahui tentang patofisiologi katarak
5. Agar mahasiswa mengetahui tentang pathway katarak
6. Agar mahasiswa mengetahui tentang klasifikasi katarak
7. Agar mahasiswa mengetahui tentang komplikasi katarak
8. Agar mahasiswa mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik katarak
9. Agar mahasiswa mengetahui tentang penatalaksanaan katarak
10. Agar mahasiswa mengetahui tentang ASKEP katarak
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Katarak


Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, bahasa Inggris Cataract, dan
Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah kekeruhan
pada lensa tanpa nyeri yang berangsur – angsur penglihatan kabur akhirnya tidak dapat
menerima cahaya (Barbara C.Long, 1996).
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya.
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa. (Vaughan,2009). Katarak menyebabkan
penglihatan menjadi berkabut/buram. Katarak merupakan keadaan patologik lensa dimana
lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga
pandangan seperti tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan
lensa, sehingga ketajaman penglihatan berkurang (Corwin, 2000).
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau
kapsullensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih
dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi
akibat proses penuaan dapat timbul pada saat kelahiran (katarak congenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid
jangka panjang, penyakit sistemis seperti diabetes mellitus atau hipoparatiroidisme,
pemejanan radiasi, pemajanan yang lama sinar mata hari (sinar ultra violet), atau kelainan
mata lain seperti uveitis anterior. (Brunner & suddart, 2001)
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih dan merupakan suatu
daerah yang berkabut dan keruh didalam lensa. Pada stadium dini pembentukan katarak,
protein dalam serabut-serabut lensa dibawah kapsul mengalami denaturasi. Lebih lanjut
protein tadi berkoagul;asi membentuk daerah keruh menggantikan serabut-serabut protein
lensa yang dalam keadaan normal seharusnya transparan (Sjamsuhidayat. 2004).

2.2 Tanda dan Gejala Katarak


1. Kehilangan pengelihatan secara bertahap dan tidak nyeri.
2. Pengelihatan baca yang buruk.
3. Pandangan seilau yang mengganggu dan pengelihatan buruk pada sinar matahari yang
terang.
4. Pandangan silau yang membutakan akibat lampu sorot mobil pada pengemudi dimalam
hari.
5. Kemungkinan memiliki pengelihatan pada cahaya yang redup dibandingkan dengan
cahaya yang terang.
6. Area putih keabu – abuan dibelakang pupil.

2.3 Etiologi Katarak


Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak bisa mengalami katarak yang
biasanya merupakan penyakit yang diturunkan, peradangan di dalam kehamilan, keadaan
ini disebut sebagai katarak kongenital. Lensa mata mempunyai bagian yang disebut
pembungkus lensa atau kapsul lensa, korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa atau
inti lensa dengan kapsul lensa. Pada anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang pada
orang tua nukleus ini menjadi keras. Katarak dapat mulai dari nukleus, korteks, dan
subkapsularis lensa.
Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan
menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya, sehingga
kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang. Hal ini mulai terlihat pada usia 45
tahun dimana mulai timbul kesukaran melihat dekat (presbiopia). Pada usia 60 tahun
hampir 60% mulai mengalami katarak atau lensa keruh. Katarak biasanya berkembang
pada kedua mata akan tetapi progresivitasnya berbeda. Kadang-kadang penglihatan pada
satu mata nyata berbeda dengan mata yang sebelahnya. Perkembangan katarak untuk
menjadi berat memakan waktu dalam bulan hingga tahun. Berbagai faktor dapat
mengakibatkan tumbuhnya katarak lebih cepat. Faktor lain dapat mempengaruhi
kecepatan berkembangnya kekeruhan lensa sepertidiabetes melitus, obat tertentu, sinar
ultra violet B dari cahay matahari, efek racun dari merokok, dan alkohol, gizi kurang
vitamin E, dan radang menahun di dalam bola mata. Obat tertentu dapat mempercepat
timbulnya katarak seperti betametason, klorokuin, klorpromazin, kortison, ergotamin,
indometasin, medrison, neostigmin, pilokarpin dan beberapa obat lainnya. Penyakit infeksi
tertentu dan penyakit seperti diabetes melitus dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan
lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata (Ilyas, 2006).
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak
berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat
bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat
menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering
berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obatobatan, alkohol,
merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama
(Smeltzer, 2001).

2.4 Patofisiologi Katarak


Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkanhilangnya transparansi,
ditandai dengan adanya perubahan padaserabut halus multiple (zunula) yang memanjang
dari badansilier ke sekitar daerah di luar lensa Misalnya dapa tmenyebabkan penglihatan
mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi.
Sehingga terjadinya pengkabutan pandangan kekeruhan lensa sehingga dapat menghambat
jalannya cahaya ke retina. Hal ini diakibatkan karena protein pada lensa menjadi water
insoluble dan membentuk partikel yang lebih besar. Dimana diketahui dalam struktur
lensa terdapat dua jenis protein yaitu protein yang larut dalam lemak (soluble) dan tidak
larut dalam lemak (insolube) dan pada keadaan normal protein yang larut dalam lemak
lebih tinggi kadarnya dari pada yang larut dalam lemak.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi karena
disertai adanya influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan menjadi tuanya
seseorang maka lensa mataakan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Adapun lensa
akan menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga kemampuan fokus untuk melihat benda
dekat berkurang.
Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa yang
mengakibatkan nukleus lensa terdesak danmengeras (sklerosis nuklear). Pada saat ini
terjadi perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein dengan berat molekul yang
tinggi dan mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa sehingga memantulkan sinar
masuk dan mengurangi transparansi lensa. Perubahan kimia ini juga diikut dengan
pembentukan pigmen pada nuklear lensa. Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening.
Seiring dengan pertambahan usia lensa mata dapat mengalami perubahan warna menjadi
kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan
(pandangan kabur/buram) pada seseorang.
Adapun patofisiologi katarak adalah kompleks dan perlu untuk dipahami. Pada
semua kemungkinan, patogenesisnya adalah multifaktorial yang melibatkan interaksi
kompleks antara proses fisiologis yang bermacam-macam. Sebagaimana lensa
berkembang seiring usia, berat dan ketebalan terus meningkat sedangkan daya akomodasi
terus menurun. Bermacam mekanisme memberikan kontribusi pada hilangnya kejernihan
lensa. Epitelium lensa dipercaya mengalami perubahan seiring dengan pertambahan usia,
secara khusus melalui penurunan densitas epitelial dan differensiasi abberan dari sel-sel
serat lensa. Sekali pun epitel dari lensa katarak mengalami kematian apoptotik yang
rendah di mana menyebabkan penurunan secara nyata pada densitas sel, akumulasi dari
serpihan-serpihan kecil epitelial dapat menyebabkan gangguan pembentukan serat lensa
dan homeostasis dan akhirnya mengakibatkan hilangnya kejernihan lensa. Lebih jauh lagi,
dengan bertambahnya usia lensa, penurunan ratio air dan mungkin metabolit larut air
dengan berat molekul rendah dapat memasuki sel pada nukleus lensa melalui epitelium
dan korteks yang terjadi dengan penurunan transport air, nutrien dan antioksidan.
Kemudian, kerusakan oksidatif pada lensa pada pertambahan usia terjadi yang
mengarahkan pada perkembangan katarak senilis. Berbagai macam studi menunjukkan
peningkatan produk oksidasi (contohnya glutation teroksidasi) dan penurunan vitamin
antioksidan serta enzim superoksida dismutase yang menggaris-bawahi peranan yang
penting dari proses oksidatif pada kataraktogenesis.
Mekanisme lainnya yang terlibat adalah konversi sitoplasmik lensa dengan berat
molekul rendah yang larut air menjadi agregat berat molekul tinggi larut air, fase tak larut
air dan matriks protein membran tak larut air. Hasil perubahan protein menyebabkan
fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks refraksi lensa, menyebarkan jaras-jaras cahaya dan
menurunkan kejernihan. Area lain yang sedang diteliti meliputi peran dari nutrisi pada
perkembangan katarak secara khusus keterlibatan dari glukosa dan mineral serta vitamin
(Corwin, J Elizabeth, 2000).
2.5 PATHWAY KATARAK

Usia lanjut dan Congenital atau cedera mata Penyakit


proses penuaan bisa diturunkan. metabolik(misalnya
DM)

Nukleus mengalami perubahan warna menjadi


Kurang
coklat kekuningan
pengetahuan

Perubahan fisik (perubahan pd serabut halus


Tidak
Kurang
multiple (zunula) yg memanjang dari badan silier
mengenal
terpaparterhadap
kesekitar daerah lensa)
sumber
informasi tentang
informasi Hilangnya tranparansi
prosedur tindakan
lensa
pembedahan
Resiko Cedera
Perubahan kimia dlm protein lensa
CEMAS
Gangguan
koagulasi
penerimaan
sensori/status prosedur invasive
mengabutkan pandangan
organ indera pengangkatan
Terputusnya protein lensa disertai
Menurunnya katarak
influks air kedalam lensa
ketajaman
penglihatan Usia meningkat Resiko tinggi
terhadap infeksi
Penurunan enzim menurun
Gangguan
persepsi sensori- Degenerasi pd lensa
perseptual
penglihatan KATARAK

Nyeri

Post op
2.6 Klasifikasi Katarak
Klasifikasi katarak menurut (Vaughan, 2000) hal 177- 181 terbagi atas :
1. Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satu- satunya
gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
2. Katarak anak- anak
Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Katarak kongenital
Yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak katarak kongenital
yang tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin terdapat faktor genetik, yang
lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau beerkaitan dengan
berbagai sindrom.
b. Katarak didapat
Yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-sebab spesifik.
Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul maupun tembus.
Penyyebab lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat.
3. Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau
trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda
asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang-
kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur lensa.
4. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraokular pada
fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan akhirnya
mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit-penyakit intraokular yang sering berkaitan
dengan pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis
pigmentosa dan pelepasan retina.
5. Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan sistemik berikut: diabetes
mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik, galaktosemia, dan
syndrome Lowe, Werner atau Down.
6. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai akibat
penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu makan).
Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik maupun dalam
bentuk tetes yang dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
7. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatik
yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular
8. Katarak juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda yang mulai terbentuk nya pada
usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit
sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya.
9. Katarak intumesen
Katarak yang terjadi akibat kekeruhan lensa di sertai pembengkakan lensa akibat
lensa degenerative yang menyerap air
10. Katarak immatur
Katarak dengan lensa masih memiliki bagian yang jernih
11. Katarak matur
Katarak dengan lensa sudah seluruhnya keruh
12. Katarak hipermatur
Katarak bagian permukaan lensa yang sudah merembes melalui kapsul lensa dan
bisa menyebabkan peradangan pada struktur mata yang lainnya
13. Katarak kortikal
Katarak kotikal ini biasanya terjadi pada korteks .mulai dengan kekeruhan putih
mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehinnga menggangu penglihatan. Banyak
padapenderita DM

2.7 Komplikasi Katarak


1. Hilangnya vitreous.
Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel vitreous dapat
masuk ke dalam bilik anterior, yang merupakan resikoterjadinya glaucoma atau traksi
pada retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument yang
mengaspirasi dan mengeksisi gel (virektomi). Pemasanagan lensa intraocular sesegera
mungkin tidak bias dilakukan pada kondisi ini.
2. Prolaps iris.
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca operasi dini.
Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi.
Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
3. Endoftalmitis.
Komplikasi infeksi ekstraksi katarak yang serius, namun jarang terjadi.

2.8 Pemeriksaan Diagnostik Katarak


Selain uji mata yang biasa, keratometri dan pemeriksaan lampu slit dan
oftalmoskopis, maka A-scan ultrasound (echography) dan hitung sel endotel sangat
berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan di lakukan
pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien merupakan kandidat yang
baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi Intra Okuler.
1. Kartu nama snellen/mesin telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akvesus atau vitreus
humor, kesalahan refraksi atau penyakit sistem saraf atau penglihatan keretina atau
jalan optik.
2. Lapang penglihatan. Penurnan mungkin disebabkan oleh cairan cerebro vaskuler, massa
tumor pada hipofisis otak, karotis atau patologis arteri serebral, gloukoma.
3. Pengukuran tonografi. Mengkaji tekanan intraokuler (Tekanan Intra Okuler) normalnya
12-25 mmHg.
4. Pemeriksaan oftalmoskopi. Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng
optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma, dilatasi dan pemeriksaan
belahan-lampu memastikan diagnosa katarak.
5. Darah lengkap, laju sedimentasi (Laju Endap Darah), menunjukkan anemia sistemik
atau infeksi.
6. EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid. Dilakukan untuk memastikan
aterosklerosis.
7. Tes toleransi glukosa, menunjukkan adanya atau kontrol diabetes (Marilyn E.
Doenges,2000)
8. Selain uji mata yang biasa, keratometri dan pemeriksaan lampu slit, dan oftalmoskopis,
maka A-scan ultrasound ( Echograpy ) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai
alat diagnostik khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan
hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat untuk dilakukan
fakoemulsifikasi dan implantasi inta okuler (Brunner & Suddarth, 2002)

2.9 Penatalaksanaan Katarak


2.9.1 Penatalaksanaan Medis
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa
sehingga mengganggu pekerjaan sehari hari atau bila telah menimbulkan penyulit, seperti
glaucoma dan uveitis.
1. Pengobatan berupa eksisi seluruh lensa untuk diganti oleh lensa buatan, atau
fragmentasi lensa dengan ultrasound atau laser, diikuti oleh aspirasi fragmen dan
penggantian lensa.
2. Pembedahan diindikasikasikan bagi yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja
atau keamanan.
Macam-macam pembedahan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Ekstraksi katarak intrakapsuler :
Merupakan pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula
dipisahkan, lensa di angkat dengan cryoprobe yang diletakkan secara langsung pada
kapsula lentis.
2. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler :
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98% pembedahan
katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat mata selama pembedahan.
3. Fakoemulsifikasi
Merupakan penemuan terbaru pada ekstraksi ekstrakapsuler cara ini memungkinkan
pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason
frekuensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel kecil
yang lebih pendek dan penurunan insidensi astigmatisme pasca operasi.
4. Pengangkatan lensa
Karena lensa kristalina bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan focus mata,
maka bila lensa di angkat, pasien memerlukan koreksi optikal. Koreksi ini dapat
dilakukan dengan salah satu metode dari 3 metode yaitu:
a. Kaca mata apakia : mampu memberikan pandangan sentral yang baik, namun
pembesaran 25% sampai 30% menyebabkan penurunan dan distorsi pandangan
perifer spasial, membuat benda-benda tampakak jauh lebih dekat dari yang
sebenarnya.
b. Lensa kontak : jauh lebih nyaman dari kaca mata apakia, tidak terjadi pembesaran
yang bermakna (5% sampai 10%), tidak terdapat aberasi sferis, tidak ada
penurunan lapang pandangan dan tak ada kesalahan orientasi spasial.
c. Implan lensa Intraokuler : memberikan alternative bagi lensa apakia yang tebal
dan berat, untuk mengobati penglihatan pasca operasi.
Pengobatan untuk katarak adalah pembedahan yang dilakukan jika penderita tidak
dapat melihat dengan baik dengan bantuan kaca mata untuk melakukan kegiatannya
sehari-hari.
Adapun indikasi operasi :
1. Indikasi Optik
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika penurunan dari tajam
penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu kegiatan sehari-hari, maka
operasi katarak bisa dilakukan.
2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera, bahkan jika
prognosis kembalinya penglihatan kurang baik :
a. Katarak hipermatur
b. Glaukoma sekunder
c. Uveitis sekunder
d. Dislokasi/Subluksasio lensa
e. Benda asing intra-lentikuler
f. Retinopati diabetika
g. Ablasio retina
3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus optikus, namun
kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima, misalnya pada pasien muda,
maka operasi katarak dapat dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam
meskipun pengelihatan tidak akan kembali.
2.9.2 Penatalaksanaan Terapi
Obat tetes mata dapat digunakan sebagai terapi pengobatan. Ini dapat diberikan pada
pasien dengan katarak yang belum begitu parah. Senyawa aktif dalam obat tetes mata
yang bertanggung jawab terhadap penyembuhan penyakit katarak adalah saponin.
Saponin ini memiliki efek meningkatkan aktivitas proteasome yaitu protein yang mampu
mendegenerasi berbagai jenis protein menjadi polipeptida pendek dan asam amino.
Karena aktivitas inilah lapisan protein keluar dari mata berupa cairan kental warna putih
kekuningan. Dan saran untuk mencegah penyakit katarak dianjurkan untuk banyak
mengkonsumsi buah – buahan yang banyak mengandung vitamin C, vitamin A, dan
vitamin E.

2.10 Asuhan Keperawatan


2.10.1 Pengkajian
1. Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,alamat, pekerjaan, status
perkawinan.
2. Riwayat kesehatan : diagnosa medis, keluhan utama,riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga
3. Aktivitas/Istirahat: Gejalanya yaitu Perubahan aktivitas sehubungan dengan gangguan
penglihatan.
4. Makanan/cairan: Gejalanya yaitu Mual muntah (glaukoma akut)
5. Neurosensori : Gejalanya yaitu Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang
menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan
memfokus kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak). Penglihatan
berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan
perifer, fotofobia(glaukoma akut). Dan tandanya ytaitu Tampak kecoklatan atau putih
susu pada pupil (katarak), Pupil menyepit ddan merah/mata keras dengan kornea
berawan (glaukoma darurat),danPeningkatan air mata.
6. Nyeri/Kenyamanan :Gejala yaitu Ketidak nyamanan ringan/mata berair (glaukoma
kronis), Nyeri tiba –tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit
kepala (glaukoma akut).
7. Penyuluhan / Pembelajaran :Gejala yaitu Riwayat keluarga glaukoma, diabetes,
gangguan sistem vaskuler, Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh
peningkatan tekanan vena), dan ketidakseimbangan endokrin, diabetes (glaukoma).
2.10.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan sensori-perseptual : penglihatan b.d gangguan penerimaan sensori
2. Cemas b.d tindakan pembedahan
3. Nyeri b.d luka pasca operasi
4. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d prosedur invasif (bedah pengangkatan katarak).
5. Risiko tinggi terhadap cedera b.d peningkatan TIO, perdarahan intraokuler,
kehilangan vitreous
6. Kurang pengetahuan (Kebutuhan Belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan
b.d tidak mengenal sumber informasi , salah interprestasi informasi, keterbatasan
kognitif

2.10.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Noc Nic
1. Gangguan sensori- Fall prevention behavior 1. Identifikasi kebiasaan
perseptual : Kriteria Hasil : dan faktor-faktor yang
penglihatan b.d a. Penggunaan alat bantu mengakibatkan resiko
gangguan penerimaan dengan benar jatuh
sensori b. Tidak ada penggunaan 2. Kaji riwayat jatuh pada
karpet klien dan keluarga
c. Hindari barang-barang 3. Identifikasi karakteristik
berserakan dilantai lingkungan yang dapat
meningkatkan
terjadinya resiko jatuh
4. Sediakan alat bantu
(tongkat/walker)
5. Ajarkan cara
penggunaan alat bantu
(tongkat/walker)
6. Instruksikan pada klien
untuk meminta bantuan
ketika melakukan
perpindahan jika
diperlukan
7. Ajarkan kepada keuarga
untuk menyediakan
lantai rumah yang tidak
licin
8. Ajarkan pada keluarga
untuk meminimalkan
resiko terjadinya jatuh
pada pasien
2. Cemas b.d tindakan a. Anxiety Control Anxiety Reduction
pembedahan b. Coping (penurunan
Kriteria Hasil : kecemasan)
a. Klien mampu 1. Gunakan pendekatan
mengidentifikasi dan menenangkan
mengungkapkan gejala 2. Nyatakan dengan jelas
cemas harapan terhadap pelaku
b. Mengidentifikasi,mengun pasien
gkapkan dan 3. Jelaskan semua
menunjukkan teknik untuk prosedur dan apa yang
mengontrol cemas dirasakan selama
c. Vital sign dalam batas prosedur
normal 4. Temani pasien untuk
d. Postu tubuh, ekspresi memberikan keamanan
wajah, bahasa tubuh dan dan mengurangi takut
tingkat aktivitas 5. Berikan informasi
menunjukkan faktual mengenai
berkurangnya kecemasan diagnosis, tindakan,
prognosis
6. Dorong keluarga untuk
menemani klien
7. Identifikasi tingkat
kecemasan
8. Bantu pasien mengenal
situasi yang
menimbulkan
kecemasan
9. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,persepsi
3. Nyeri b.d luka pasca a. Pain level Pain Management
operasi b. Pain control 1. Lakukan pengkajian
c. Comfort level nyeri secara
Kriteria Hasil: komprehensif termasuk
a. Mampu mengontrol nyeri lokasi, karakteristik,
b. Mampu mengenali nyeri durasi, frekuensi,
(skala, intensitas, kualitas dan faktor
frekuensi, dan tanda nyeri) presipitasi
c. Menyatakan rasa nyaman 2. Observasi reaksi
setelah nyeri berkurang nonverbal dari
d. Tanda vital dalam rentang ketidaknyamanan
normal 3. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
4. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi,
nonfarmakologi dan
interpersonal
5. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi
6. Tingkatkan istirahat
Analgesic Administration
1. Tentukan
lokasi,karakteristik,
kualitas dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
5. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama
6. Evaluasi efektivitas
analgesik tanda dan
gejala (efek samping)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan
pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat
air terjun.
menjadi kabur atau redup, mata silau yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan
dan susah melihat Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien
melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai
derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif
biasanya meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak
akan tampak dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah
pendangan di malam hari.Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C, Long.(1996). Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta

Brunner dan Suddarth.(2001).Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC : Jakarta

Corwin, J Elizabeth.(2000). “buku saku patofisiologi”. EGC : Jakarta

Hollwich Fritz. 1993. Opthalmology. Jakarta. Binarupa Aksara

Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta. 2014.

Khurana AK. Community Ophthalmology In Comprehensive Ophthalmology. Fourth


Edition. Chapter 8. New Delhi. New Age International Limited Publisher;2014.167-
179.

Mansjoer Arif, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid III. EGC. Jakarta

Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. FKUI

Vaughan et al. 2009. Oftalmologi Umum. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai