Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

MANAJEMEN KEPERAWATAN

Disusun Oleh:

Kelompok 5

Elvi Mursida Hanim 220110070051


Nurani Nurhasanah 220110070052
Febriani Ekowati 220110070053
Dini Fitriani 220110070054
Ari Christian Kusumah 220110070055
Febi Yulianti 220110070056
Ressa Andriyani Utami 220110070057
Firda Amalia Sofyan 220110070058
Dhytha Pramastuti 220110070059
Dian Anggaeni 220110070060
Nisa Sofia 220110070061
Agni Laili Perdani 220110070062

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
JATINANGOR
2010
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah swt, karena atas rahmat dan
kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini. Makalah ini sebagai
tugas untuk memenuhi kompetensi dan kemampuan mahasiswa dari Mata Kuliah
Manajemen Keperawatan di Semester VII Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Padjadjaran.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Keperawatan pada
khususnya dan masyarakat luar pada umumnya. Penyusun berharap makalah ini dapat
mengembangkan wawasan mahasiswa keperawatan dalan dunia pendidikan Ilmu
Keperawatan.

Tidak pernah penyusun menganggap tulisan ini sempurna karena manusia memang
tidak ada yang sempurna, ibarat sebuah pepatah “tiada gading yang tak retak”. Maka,
biarlah ini menjadi awal dari masukan-masukan yang bermanfaat bagi penyusun nantinya.
Banyak bantuan dalam bentuk riil dan moriil yang penulis terima. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini.

Jatinangor, 29 September 2010

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Seiring dengan adanya proses keperawatan dimana perawat menyediakan jasa


asuhan keperawatan dan kenyamanan pasien, juga terdapat suatu proses manajemen
dimana para manajer perawat bekerja melalui orang lain untuk mencapai tujuan
organisasi keperawatan.

Kesuksesan sebuah manajemen tergantung pada jenis dan kualitas tanggapan yang
berkembang pada para pekerja dimana upaya-upaya manajemen diterapkan. Oleh
karenanya, manajemen keperawatan sangat perlu untuk dipandang dari sudut teori
system secara umum. Manajemen keperawatan digambarkan sebagai rangkaian kejadian
yang saling berhubungan, yang meliputi tenaga, bahan dan informasi.

Manajemen didefinisikan sebagai suatu proses dalam menyelesaikan pekerjaan


melalui orang lain. Maka manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui
anggota dari staff keperawatan untuk memberikan perawatan dan bantuan terhadap
pasien. Tugas manajer keperawatan adalah merencanakan, mengorganisir, memimpin
serta mengontrol keuangan, material dan sumberdaya manusia yang ada untuk
memberikan perawatan seefektif mungkin bagi setiap kelompok pasien dan keluarga
mereka.

Semakin berkembangnya dunia keperawatan, maka semakin diperlukan suati


proses manajemen yang matang pula dalam institusi kesehatan tersebut karena akan
berdampak pada peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.itulah mengapa perlu nya
mempelajari, mendalami dan menerapkan prinsip-prinsip manajemen dalam dunia
keperawatan untuk mencapai suatu tujuan organisasi.
1.2 TUJUAN

Tujuan dari adanya Pola Manajemen dalam suatu institusi kesehatan diantaranya adalah;

1. Untuk membuat persiapan rutin tujuan diantara pekerja di tingkat yang berbeda
dalam hierarki organisasi.

2. Agar perawat memungkinkan membuat keputusan yang berisiko secara objektif.


Keputusan seperti itu dibuat dengan cara mengumpulkan informasi untuk
memperkirakan hasil dari berbagai tindakan, memilih beberapa kemungkinan tujuan
yang diinginkan, mengenal metode yang efektif untuk merealisasikan setiap tujuan
dan akhirnya mengukur hasil metode yang dipilih.

3. Untuk memperluas partisipasi dalam keputusan yang diperlukan sehari-harinya


untuk pengawasan mutu pelayanan.

4. Untuk memperjelas alur pertanggungjawaban.

5. Untuk meminimalisir kemungkinan timbulnya bahaya kesalahan dan kelalaian


proses perawatan.

1.3 RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dari kasus tersebut adalah:

1) Bagaimanakah analisis SWOT dari permasalahan situasi pelayanan tersebut?

2) Berdasarkan deskripsi situasi diatas:

a. Berapakah volume kerjapada ruang perawatan penyakit dalam?

b. Berapakan kapasitas kerja yang seharusnya?

c. Berapa jumlah kebutuhan perawat


3) Dari jumlah perawat yang sudah ada tentukan kebutuhan pelayanan keperawatan
pada pasien sudah akan tertangani? Apabila belum akan tertangani, kebutuhan untuk
pelayanan apa yang harus diidentifikasi?

4) Berkaitan dengan pertanyaan no.2, unsur-unsur apa yang diperlukan untuk


menghitung kebutuhannya?

1.4 MANFAAT

Setiap institusi kesehatan yang memakai Prinsip-prinsip Manajemen sebagai teknik


kepemimpinannya akan lebih menerima manfaat, diantaranya:

1) Terdapat kejelasan mengenai ruang lingkup tanggungjawab, laporan dan perilaku.

2) Sebuah manajeman menghasilkan perencanaan yang lebih efektif di setiap tingkat


hierarki organisasi.

3) Perawat yang sudah terorganisir pekerjaannya akan lebih cepat mencapai tujuan
yang diinginkan.

4) Moral perawat lebih tinggi dalam institusi yang memakai manajemen dibandingkan
dengan institusi yang otokratis karena pekerja sedikit mengalami sedikit kekesalan
yang dibebankan pada diri sendiri dibanding lewat tekanan yang berasal dari luar.

5) Staff yang diatur melalui sasaran lebih mudah dipantau disbanding pekerja dalam
lembaga yang diatur secara tradisional.

1.5 METODE PENULISAN

Metode yang digunakan penulis dalam menyelesaikan tugas ini adalah dengan
menggunakan metode analisis deskripsi dengan pemecahan masalah dari berbagai
sumber referensi, baik itu internet maupun text book.
BAB II
TINJAUAN TEORI
PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA

2.1 PENGERTIAN PERENCANAAN SDM


Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik
yang dimiliki individu, perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan
lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk
memenuhi kepuasannya.
Andrew E. Sikula (1981;145) mengemukakan bahwa: “Perencanaan sumber daya
manusia atau perencanaan tenaga kerja didefinisikan sebagai proses menentukan
kebutuhan tenaga kerja dan berarti mempertemukan kebutuhan tersebut agar
pelaksanaannya berinteraksi dengan rencana organisasi”.
George Milkovich dan Paul C. Nystrom (Dale Yoder, 1981:173) mendefinisikan
bahwa: “Perencanaan tenaga kerja adalah proses peramalan, pengembangan,
pengimplementasian dan pengontrolan yang menjamin perusahaan mempunyai
kesesuaian jumlah pegawai, penempatan pegawai secara benar, waktu yang tepat, yang
secara otomatis lebih bermanfaat”.
Mondy & Noe (1995) mendefinisikan Perencanan SDM sebagai proses yang
secara sistematis mengkaji keadaan sumberdaya manusia untuk memastikan bahwa
jumlah dan kualitas dengan ketrampilan yang tepat, akan tersedia pada saat mereka
dibutuhkan”.
Eric Vetter dalam Jackson & Schuler (1990) dan Schuler & Walker (1990)
mendefinisikan Perencanaan sumber daya manusia (HR Planning) sebagai; proses
manajemen dalam menentukan pergerakan sumber daya manusia organisasi dari
posisinya saat ini menuju posisi yang diinginkan di masa depan.
Perencanaan SDM merupakan proses analisis dan identifikasi tersedianya
kebutuhan akan sumber daya manusia sehingga organisasi tersebut dapat mencapai
tujuannya.perencanaan sumber daya manusia merupakan suatu proses
menterjemahkan strategi bisnis menjadi kebutuhan sumber daya manusia baik
kualitatif maupun kuantitatif melalui tahapan tertentu.
2.2 KOMPONEN-KOMPONEN PERENCANAAN SDM
Terdapat beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan SDM,
yaitu:
1. Tujuan
Perencanaan SDM harus mempunyai tujuan yang berdasarkan kepentingan
individu, organisasi dan kepentingan nasional. Tujuan perencanaan SDM adalah
menghubungkan SDM yang ada untuk kebutuhan perusahaan pada masa yang
akan datang untuk menghindari mismanajemen dan tumpang tindih dalam
pelaksanaan tugas.
Kesimpulannya, PSDM memberikan petunjuk masa depan, menentukan
dimana tenaga kerja diperoleh, kapan tenaga kerja dibutuhkan, dan pelatihan dan
pengembangan jenis apa yang harus dimiliki tenaga kerja. Melalui rencana suksesi,
jenjang karier tenaga kerja dapat disesuaikan dengan kebutuhan perorangan yang
konsisten dengan kebutuhan suatu organisasi.
2. Syarat – syarat perencanaan SDM
a. Harus mengetahui secara jelas masalah yang akan direncanakannya.
b. Harus mampu mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang SDM.
c. Harus mempunyai pengalaman luas tentang analisa pekerjaan, organisasi dan
situasi persediaan SDM.
d. Harus mampu membaca situasi SDM masa kini dan masa mendatang.
e. Mampu memperkirakan peningkatan SDM dan teknologi masa depan.
f. Mengetahui secara luas peraturan dan kebijaksanaan perburuhan pemerintah.

2.3 PROSES PERENCANAAN SDM


1. Strategi SDM
Strategi SDM adalah alat yang digunakan untuk membantu organisasi untuk
mengantisipasi dan mengatur penawaran dan permintaan SDM. Strategi SDM ini
memberikan arah secara keseluruhan mengenai bagaimana kegiatan SDM akan
dikembangkan dan dikelola.
Pengembangan rencana SDM merupakan rencana jangka panjang. Contohnya,
dalam perencanaan SDM suatu organisasi harus mempertimbangkan alokasi orang-
orang pada tugasnya untuk jangka panjang tidak hanya enam bulan kedepan atau
hanya untuk tahun kedepan. Alokasi ini membutuhkan pengetahuan untuk dapat
meramal kemungkinan apa yang akan terjadi kelak seperti perluasan, pengurangan
pengoperasian, dan perubahan teknologi yang dapat mempengaruhi organisasi
tersebut.
Untuk merancang dan mengembangkan perencanaan sumber daya manusia
yang efektif menurut Manzini (1996) terdapat tiga tipe perencanaan yang saling
terkait dan merupakan satu kesatuan sistem perencanaan tunggal, yaitu :
1. Strategic planning yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan
organisasi dalam lingkungan persaingan.
2. Operational planning, yang menunjukkan demand terhadap SDM.
3. Human resources planning, yang digunakan untuk memprediksi kualitas dan
kuantitas kebutuhan sumber daya manusia dalam jangka pendek dan jangka
panjang yang menmggabungkan program pengembangan dan kebijaksanaan
SDM.
Perencanaan sumber daya manusia dengan perencanaan strategik perlu
diintegrasikan untuk memudahkan organisasi melakukan berbagai tindakan yang
diperlukan ,manakala terjadi perubahan dan tuntutan tujuan pengintegrasian
perencanaan sumber daya manusia adalah untuk mengidentifikasi dan
menggabubungkan faktor-faktor perencanaan yang saling terkait, sistematrik, dan
konsisten. Salah satu alasan untuk mengintegrasikan perencanaan sumber daya
manusia dengan perencanaan strategik dan operasional adalah untuk
mengidentifikasi human resources gap antara demand dan supply, dalam rangka
menciptakan proses yang memprediksi demand sumber daya manusia yang muncul
dari perencanaan strategik dan operasional secara kuantitatif dibandingkan dengan
prediksi ketersediaan yang berasal dari program-program SDM. Pemenuhan
kebutuhan sumber daya manusia organisasi di masa depan ditentukan oleh kondisi
faktor lingkungan dan ketidakpastian, diserta tren pergeseran organisasi dewasa
ini. Organisasi dituntut untuk semakin mengandalkan pada speed atau kecepatan,
yaitu mengupayakan yang terbaik dan tercepat dalam memenuhi kebutuhan
tuntutan/pasar (Schuler & Walker, 1990).

2. Prosedur perencanaan SDM


a. Menetapkan secara jelas kualitas dan kuantitas SDM yang dibutuhkan.
b. Mengumpulkan data dan informasi tentang SDM.
c. Mengelompokkan data dan informasi serta menganalisisnya.
d. Menetapkan beberapa alternative.
e. Memilih yang terbaik dari alternative yang ada menjadi rencana.
f. Menginformasikan rencana kepada para karyawan untuk direalisasikan.
3. Metode Perencanaan SDM
Metode PSDM ,dikenal atas metode nonilmiah dan metode ilmiah. Metode
nonilmiah diartikan bahwa perencanaan SDM hanya didasarkan atas pengalaman,
imajinasi, dan perkiraan-perkiraan dari perencanaanya saja. Rencana SDM
semacam ini risikonya cukup besar, misalnya kualitas dan kuantitas tenaga kerja
tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Akibatnya timbul mismanajemen dan
pemborosan yang merugikan perusahaan.
Metode ilmiah diartikan bahwa PSDM dilakukan berdasarkan atas hasil
analisis dari data, informasi, dan peramalan (forecasting) dari perencananya.
Rencana SDM semacam ini risikonya relative kecil karena segala sesuatunya telah
diperhitungkan terlebih dahulu.

2.4 PENGEVALUASIAN RENCANA SDM


Jika perencanaan SDM dilakukan dengan baik, akan diperoleh keuntungan-
keuntungan sebagai berikut: Manajemen puncak memiliki pandangan yang lebih baik
terhadap dimensi SDM atau terhadap keputusan-keputusan bisnisnya.Biaya SDM
menjadi lebih kecil karena manajemen dapat mengantisipasi ketidakseimbangan
sebelum terjadi hal-hal yang dibayangkan sebelumnya yang lebih besar
biayanya.Tersedianya lebih banyak waktu untuk menempatkan yang berbakat karena
kebutuhan dapat diantisipasi dan diketahui sebelum jumlah tenaga kerja yang
sebenarnya dibutuhkan.Adanya kesempatan yang lebih baik untuk melibatkan wanita
dan golongan minoritas didalam rencana masa yang akan datang. Pengembangan para
manajer dapat dilaksanakan dengan lebih baik.

2.5 KENDALA-KENDALA PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA


1. Standar kemampuan SDM
Standar kemampuan SDM yang pasti belum ada, akibatnya informasi
kemampuan SDM hanya berdasarkan ramalan-ramalan (prediksi) saja yang
sifatnya subjektif. Hal ini menjadi kendala yang serius dalam PSDM untuk
menghitung potensi SDM secara pasti.
2. Manusia (SDM) Mahluk Hidup
Manusia sebagai mahluk hidup tidak dapat dikuasai sepenuhnya seperti mesin. Hal
ini menjadi kendala PSDM, karena itu sulit memperhitungkan segala sesuatunya
dalam rencana. Misalnya, ia mampu tapi kurang mau melepaskan kemampuannya.
3. Situasi SDM
Persediaan, mutu, dan penyebaran penduduk yang kurang mendukung kebutuhan
SDM perusahaan. Hal ini menjadi kendala proses PSDM yang baik dan benar.
4. Kebijaksanaan Perburuhan Pemerintah
Kebijaksanaan perburuhan pemerintah, seperti kompensasi, jenis kelamin, WNA,
dan kendala lain dalam PSDM untuk membuat rencana yang baik dan tepat.

2.6 Manajemen Sumber Daya Manusia Rumah Sakit


Ada sebuah model manajemen SDM yang di kenal yaitu model 7P yang merupakan
kependekan dari Perencanaan – Penerimaan – Pengembangan – Pembudayaan –
Pendayagunaan – Pemeliharaan – Pensiun yang keseluruhannya menggambarkan
siklus kegiatan manajemen SDM mulai dari perencanaan SDM sampai karyawan
memasuki masa pensiun.
Penerapan model 7P di rumah sakit meliputi :
1. Perencanaan. Perencanaan merupakan aktivitas proses penetapan apa yang ingin
dicapai dan pengorganisasian sumberdaya untuk mencapainya. Perencanaan
sumber daya manusia meliputi jenis tenaga yang dibutuhkan dan berapa jumlahnya
yang disesuaikan dengan lingkup pelayanan yang akan dilaksanakan. berapa
jumlah dokternya, perawatnya dan tenaga lainnya serta apakah perlu fisioterapis
atau tenaga yang lain tergantung lingkup pelayanannya. Lingkup pelayanan ini
biasanya ditentukan berdasarkan tipe rumah sakitnya. Lingkup pelayanan rumah
rumah sakit (tipe A/B/C/D) mempunyai standar minimal. Misalnya untuk rumah
sakit tipe C minimal pelayanan medisnya adalah 4 besar spesialistik yaitu spesialis
obsgyn, anak, bedah dan dalam. Dengan adanya ketentuan tersebut maka tentu saja
perencanaan SDM di rumah sakit tipe C akan berbeda dengan tipe yang lain.
2. Penerimaan. Penerimaan karyawan merupakan tahap yang sangat kritis dalam
manajemen SDM. Bukan saja karena biaya proses penerimaan karyawan sangat
mahal tetapi merekrut orang yang tidak tepat ibarat menanam benih yang buruk. Ia
akan menghasilkan buah yang dapat merusak tatanan sebuah organisasi secara
keseluruhan. Rumah sakit perupakan sebuah organisasi pelayanan jasa yang sifat
produknya intangible (tidak bisa dilihat) tetapi bisa dirasakan. Dan pelayanan ini
hampir mutlak langsung diberikan oleh karyawan (bukan oleh mesin/atau alat).
Sehingga sikap, perilaku dan karakter karyawan sangat mempengaruhi kualitas
jasa yang diberikan. Oleh karena itu, proses penerimaan SDM rumah sakit harus
memperhatikan sikap, perilaku dan karakter calon karyawan.
3. Pengembangan. Kompetensi SDM tidak terbentuk dengan otomatis. Kompetensi
harus dikembangkan secara terencana sesuai dengan pengembangan usaha agar
menjadi kekuatan untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi. Di rumah sakit
diperlukan karyawan yang selalu meningkat kompetensinya karena tehnologi, ilmu
pengetahuan tentang pelayanan kesehatan berkembang sangat pesat dari waktu
kewaktu. Adanya peralatan baru, metode perawatan yang berubah merupakan
contoh betapa perlunya pengembangan kompetensi. Kegiatan pengembangan
kompetensi ini antara lain pendidikan dan pelatihan, pemagangan di rumah sakit
lain, rotasi, mutasi.
4. Pembudayaan. Budaya perusahaan merupakan pondasi bagi organisasi dan
pijakan bagi pelaku yang ada didalamnya. Budaya organisasi adalah norma-norma
dan nilai-nilai positif yang telah dipilih menjadi pedoman dan ukuran kepatutan
perilaku para anggota organisai. Anggota organisasi boleh pintar secara rasional,
tetapi kalau tidak diimbangi dengan kecerdasan emosional dan kebiasaan positif
maka intelektual semata akan dapat menimbulkan masalah bagi organisasi.
Pembentukan budaya organisasi merupakan salah satu lingkup dalam manajemen
SDM.
5. Pendayagunaan.The right person in the right place merupakan salah satu prinsip
pendayagunaan. Bagaimana kita menempatkan SDM yang ada pada tempat atau
tugas yang sebaik-baiknya sehingga SDM tersebut bisa bekerja secara optimal.
Ada SDM yang mudah bergaul, luwes, sabar tetapi tidak telaten dalam hal
keadministrasian. Mungkin SDM ini cocok di bagian yang melayani publik
daripada bekerja di kantor sebagai administrator. Lingkup pendayagunaan ini
adalah mutasi, promosi, rotasi, perluasan tugas dan tanggung jawab.
6. Pemeliharaan. SDM merupakan manusia yang memiliki hak asasi yang
dilindungi dengan hukum. Sehingga SDM tidak bisa diperlakukan semaunya oleh
perusahaan karena bisa mengancam organisasi bila tidak dikelola dengan baik.
SDM perlu dipelihara dengan cara misalnya pemberian gaji sesuai standar, jamisan
kesehatan, kepastian masa depan, membangun iklim kerja yang kondusif,
memberikan penghargaan atas prestasi dsb.
7. Pensiun. Dengan berjalannya waktu SDM akan memasuki masa pensiun. Rumah
sakit harus menghindari kesan ” habis manis sepah dibuang”, dimana ketika
karyawannya sudah masa pensiun kemudian di keluarkan begitu saja. Karena itu
sepatutnya rumah sakit mempersiapkan karyawannya agar siap memasuki dunia
purna waktu dengan keyakinan. Ada banyak hal yang bisa disiapkan yaitu
pemberikan tunjangan hari tua yang akan diberikan pada saat karyawan pensiun,
pemberikan pelatihan-pelatihan khusus untuk membekali calon purnawirawan.

2.7 MODEL ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL ( MAKP)


Menurut Grant & Massey (1997) dan Marquis & Huston (1998) ada 4 metode
pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus
dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan, yaitu:
1. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Fungsional
Model fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan
keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua.Pada saat itu
karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat
hanya melakukan 1 – 2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di
bangsal. Model ini berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan, perawat
melaksanakan tugas ( tindakan) tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada
(Nursalam, 2002).
2. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia
dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan
tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari
berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat,
dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan
khusus seperti isolasi, intensive care.Metode ini berdasarkan pendekatan holistik
dari filosofi keperawatan.Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan
observasi pada pasien tertentu (Nursalam, 2002).
3. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Primer
Menurut Gillies (1986) perawat yang menggunakan metode keperawatan primer
dalam pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse).
Pada metode keperawatan primer terdapat kontinutas keperawatan dan bersifat
komprehensif serta dapat dipertanggung jawabkan, setiap perawat primer
biasanya mempunyai 4 – 6 klien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama
klien dirawat dirumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk
mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan
keperawatan dan juga akan membuat rencana pulang klien jika diperlukan. Jika
perawat primer sedang tidak bertugas , kelanjutan asuhan akan didelegasikan
kepada perawat lain (associate nurse)
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh
selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk
sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada
kejelasan antara si pembuat rencana asuhan dan pelaksana.Metode primer ini
ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan
perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi
keperawatan selama pasien dirawat.
4. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim
Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana
seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan kelompok klien melalui upaya kooperatif dan
kolaboratif ( Douglas, 1984). Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap
anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan
asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat
yang tinggi sehingga diharapkan mutu asuhan keperawatan meningkat. Menurut
Kron & Gray (1987) pelaksanaan model tim harus berdasarkan konsep berikut:
a. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan tehnik
kepemimpinan.
b. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana keperawatan
terjamin.
c. Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim.
d. Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik
bila didukung oleh kepala ruang.
Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda- beda
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat
ruangan dibagi menjadi 2 – 3 tim/ group yang terdiri dari tenaga professional,
tehnikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu. Dalam
penerapannya ada kelebihan dan kelemahannya yaitu (Nursalam, 2002):
a. Kelebihan :
 Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
 Mendukung pelaksanakaan proses keperawatan.
 Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan
memberi kepuasan kepada anggota tim.
b. Kelemahan :
Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk
melaksanakan pada waktu-waktu sibuk.

2.8 PENGHITUNGAN JUMLAH KETENAGAAN KEPERAWATAN


1. Tentukan terlebih dahulu rata-rata jumlah pasien berdasarkan tingkat
ketergantungannya

a. Asuhan Keperawatan Langsung (Gillies)

 Self care = ¼ x 4 = 1 jam

 Partial care = ¾ x 4 = 3 jam


 Total care = (1-1,5) x 4 = 4-6 jam

 Intensive = 2 x 4 = 8 jam

b. Asuhan tidak langsung (dokumentasi, dll) = Wolfe&Young = 60


menit/klien/hari

c. Pendidikan Kesehatan : 15 menit/hari/klien = 0,25 jam

2. Tentukan rata-rata jumlah pasien perhari = BOR x Tempat Tidur


Hal ini bisa secara langsung pula dilihat dari jumlah pasien berdasarkan hal yang
no 1, jadi tidak perlu repot-repot menghitung kembali rata-rata jumlah pasien.

3. Hitunglah dengan menggunakan formula (misal formula PPNI)

125% pada formula ini diasumsikan karena asuhan keperawatan yang dilakukan
oleh perawat di Indonesia masih berpola pada tindakan yang banyak ke arah
tindakan non keperawatan sehingga perlu ditambahkan jumlahnya, selain itu
diasumsikan bahwa kinerja keperawatan oleh perawat Indonesia masih 75%.

2.9 INDIKATOR PERNILAIAN MUTU ASUHAN KESEHATAN

Mutu asuhan kesehatan sebuah RS akan selalu terkait dengan struktur, proses, dan
outcome system pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji
dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan
tingkat efisiensi RS.Ada beberapa aspek penting yang perlu dikaji jika ingin
membahas indikator mutu pelayanan RS.

1. Aspek Struktur

Struktur adalah semua masukan (input) untuk system pelayanan sebuah RS yang
meliputi tenaga, peralatan,dana,dsb. Ada sebuah asumsi yang mengatakan bahwa
jika struktur system RS tertata dengan baik, akan lebih menjamin mutu
asuhannya. Baik tidakya struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas,
biaya (efisiensi), mutu dari masing-masing komponen struktur.

2. Proses

Proses adalah semua kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnuya yang
mengadakan interaksi secara professional dengan pasiennya. Interaksi ini diukur
antara lain dalam bentuk penilaian tentang penyakit pasien, penegakkan
diagnose, rencana dan tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penanganan
penyakit dan prosedur pengobatan.

Dalam hal ini dianut asumsi bahwa semakin patuh tenaga profesi
menjalankan “standards of a good practice” yang diterima dan diakui akan
semakin tinggi pula mutru asuhan terhadap pasien. Baik tidaknya pelaksanaan
proses pelayanan di rumah sakit dapat diukur dari tiga aspek yaitu, relevan
tidaknya proses itu bagi pasien, efektifitas prosesnya, dan kualitas interkasi
asuhan terhadap pasien.

3. Outcome

Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap
pasien. Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan medis
meliputi :

a. Angka Infeksi Nosokomial : (1-2%)


b. Angka Kematian kasar : (3-4%)
c. Kematian pasca bedah : (1-2%)
d. Kematian ibu melahirkan(MDR) : (1-2%)
e. Kematian bayi baru lahir (IDR) : 20/1000
f. NDR (net death rate diatas 48 jam) : 2.5%
g. ADT (anesthesia death rate) : max 1/5000
h. PODR (Post Operation Death Rate) : 1%
i. POIR (Post Operative Infection Rate) : 1%

Rumus Untuk Menghitung Mutu Pelayanan RS


1. Bed Occupancy Rate (BOR)

Presentase pemakain tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu.Indikator ini
memberikan gambaran tentang tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat
tidur rumah sakit.

Standar nasional BOR=75-85%

Rumus :

2. Average Length of Stay (ALOS)

Rata-rata lamanya perawatan seorang pasien.Indikator ini dapat menggambarkan


tingkat efisiensi manajemen pasien di sebuah rumah sakit, untuk mengukur mutu
pelayanan apabila diagnosis penyakit tertentu dijadikan tracernya (sesuatu yang
perlu diamati lebih lanjut).

Standar nasional ALOS 7-10 hari

Rumus :

3. Bed Turn Over (BTO)

Frekuensi pemakain tempat tidur dalam satu satuan waktu (biasanya pertahun)
tempat tidur RS. Indikator ini akan memberikan gambaran tentang tingkat
pemakain tempat tidur di sebuah RS.

Standar nasional BTO 5-45hari

Rumus :
4. Turn Over Interval (TOI)

Rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati dari saat ke saat sampai terisi
berikutnya.Indikator ini juga memberikan gambaran tentang tingkat efisiensi
penggunaan tempat tidur.

Standar nasional TOI 1-3 hari

Rumus :

5. Net Death Rate (NDR)

Angka kematrian diatas 48jam setelah dirawat di rumah sakit untuk tiap-tiap 100
penderita yang keluar dari RS.

Standar nasional NDR <2,5 %

Rumus :

6. Gross Death Rate (GDR)

Angka kematian umum penderita keluar rumah sakit. Standar nasional GDR
<3%

Rumus :

7. Anasthesia Death Rate (ADR)


Standar nasional ADR 1/5000

Rumus :

8. Post Operation Death Rate

Standar nasional <1%

Rumus :
BAB III

ANALISA KASUS

Deskripsi situasi pelayanan :

Sebuah rumah sakit swasta bernama “X” berkapasitas 250 tempat tidur yang terletak di Kota
Bandung telah berdiri sejak 15 tahun yang lalu, dipimpin oleh seorang direktur utama, ahli
administrasi lulusan Universitas Technology of Sydney (UTS). Rumah sakit (RS) ini
memiliki 12 spesialisasi bidang keilmuan kedokteran, namun belum terakreditasi, dan
memperkerjakan 327 tenaga perawat, 156 non keperawatan (administrasi dan lain-lain), 16
dokter umum, 2 dokter bedah, 1 dokter anesthesia, dan 30 dokter spesialis (berbagai
spesialisasi) terdaftar di RS ini.

Pada lima tahun terakhir, kondisi ketenagaan (SDM) dan pelayanan yang diberikan makin
memprihatinkan, turn over tenaga perawat mencapai 19%, dokter-dokter spesialis banyak
yang pindah ke RS lain. Sedangkan yang masih terdaftar pun hanya bertahan dengan
memperlihatkan kinerja yang buruk, sering datang terlambat atau sangat terlambat dalam
menangani pasien-pasiennya, serta yang paling mencemaskan adalah mereka tidak memiliki
waktu yang cukup untuk mendengarkan keluhan pasien dengan baik. Akibatnya tingkat
hunian (BOR) pada tiga tahun terakhir ini menurun drastis hingga 47%.

Di Ruang Perawatan Penyakit Dalam dewasa, dengan kapasitas 35 tempat tidur. BOR
(Tingkat HUnian) dalam 3 bulan terakhir 75%; sebaran tingkat ketergantungan sebagai
berikut : Tingkat ketergantungan mandiri 30%, ketergantungan sebagian 50%, dan
ketergantungan total 20% dari BOR.

Dalam tahun 2010 jumlah libur hari nasional adalah 16 hari, hari minggu 52, perawat
mendapat hak cuti selama 12 hari kerja pertahun, dan kemungkinan sakit diperhitungkan
sekitar 7 hari dalam satu tahun, dan cuti karena hal lain sekitar 3 hari dan jam kerja
produktif adalah 7 jam selama 6 hari.

Untuk memperbaiki pelayanan kepada pasien, saat ini direncanakan ruangan tersebut akan
dibentuk dalam bentuk model keperawatan profesional yang akan dipilih yaitu metode tim,
fungsional, atau MPKP.

Data ketenagaan yang ada adalah : kualifikasi pendidikan 2 orang perawat ners,, 13 orang
dengan ahli madya keperawatan.
Learning Objective :

1. Analisis SWOT (tambahkan data sendiri secara fiktif)


2. Berdasarkan deskripsi situasi di atas,
 Tentukan volume kerja pada ruang perawatan penyakit dalam
 Tentukan kapasitas kerja
 Tentukan jumlah kebutuhan perawat
3. Dari jumlah perawat yang sudah anda tentukan, apakah kebutuhan pelayanan
keperawatan pada pasien sudah akan tertangani ? Apabila belum akan tertangani,
kebutuhan untuk pelayanan apa yang harus diidentifikasi ?
4. Berkaitan dengan pertanyaan no 2, unsur-unsur apa yang diperlukan untuk
menghitung kebutuhannya.

PEMBAHASAN

1. Analisis SWOT

Critical Success Factors Bobot Peringkat Skor Keterangan


Kekuatan :
1. Kapasitas tempat 4 : 3 =
tidur memadai 1,3
2. Ahli administrasi 2 : 3 =
lulusan UTS 0,6
(pimpinan)
3. Jumlah tenaga 3:3=1
kesehatan yang
cukup:
- 16 dokter umum
- 2 dokter bedah
- 1 dokter anastesi
- 30 dokter
spesialis
Kelemahan :
1. 12 spesialisasi ilmu 3:3=1
kedokteran belum
terakreditasi
2. Kinerja perawat 4:3=1
kurang baik
3. Pendidikan tenaga 5 : 3 =
keperawatan : 1,6
- 2 orang perawat
ners
- 13 orang ahli
madya
keperawatan
Total 1,00
2. Diket : Ruang P.Dalam dewasa
- Kapasitas tempat tidur : 35
- BOR (tingkat hunian) 3 bulan terakhir : 75%
- Sebaran tingkat ketergantungan : Mandiri (Self care) : 30%

Sebagian (Partial care) :


50%

Total (Total care) : 20%

BOR = 75/100 x 35 = 26 orang

- Self care = 30/100 x 26 = 7,8  8 orang


- Partial care = 50/100 x 26 = 13 orang
- Total care = 20/100 x 26 = 5,2  5 orang

Perhitungan Gillies (1989) :

a. Jumlah jam keperawatan yang dibutuhkan klien per hari :


- Keperawatan langsung

Self care = 8 x 2 jam = 16 jam

Partial Care = 13 x 3 jam = 39 jam

Total care = 5 x 6 jam = 30 jam

Ket :

Menurut Minetti Huchinson (1994) kebutuhan perawatan langsung setiap pasien


adalah 4 jam/hari, sedangkan :

- Self care dibutuhkan ½ x 4 jam = 2 jam


- Partial care dibutuhkan ¾ x 4 jam = 3 jam
- Total care dibutuhkan 1-1 ½ x 4 jam = 4-6 jam
- Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam = 8 jam
- Keperawatan tak langsung (dokumentasi, dll) 26 klien = 26 x 1 jam = 26 jam

Ket :

Menurut Wolfe & Young (Gillies, 1989, h 245) = 60 menit/klien/hari


- Penyuluhan kesehatan 26 klien = 26 x 0,25 jam = 6,5 jam

Ket :

Mayerdalam Gillies (1994) = 15 menit/klien/hari

Maka, jumlah jam keperawatan per klien per hari

= 16 jam+39 jam+30 jam+26 jam+6,5 jam/26 klien = 4,5 jam

b. Jumlah kebutuhan tenaga perawat pada ruangan tersebut :

4,5 jam x 26 klien x 365 hari = 22,18  22 orang

(365-90) x 7

Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan di suatu unit atau ruangan harus
ditambah 20% untuk antisipasi kekurangan atau cadangan :

22 orang+20% = 26 orang

c. Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan yang dibutuhkan per hari :

Rata-rata klien/hari x rata-rata jam perawatan/hari = 26 x 4,5 = 16,7  17 orang

Jumlah jam kerja/hari 7

Perhitungan PPNI :

a. Jumlah jam asuhan yang harus diberikan :


- Self care = (8x2)+(8x1)+(8x0,25) = 26 jam
- Partial care = (13x3)+(13x1)+(13x0,25) = 55,25 jam
- Total care = (5x6)+(5x1)+(5x0,25) = 36,25 jam

Jadi total jam asuhan adalah 26 jam+55,25 jam+36,25 jam = 117,5 jam

Rata-rata jam asuhannya adalah 117,25 jam/26 klien = 4,5 jam

b. Jumlah keseluruhan kebutuhan tenaga perawat :

TP = (A x 52 minggu) x 7 hari (TT x BOR) x 125%

41 minggu x 40 jam

Ket :

TP = Tenaga Perawat
A = Rata-rata jam asuhan

TT = Tempat Tidur

125% pada formula ini diasumsikan karena asuhan keperawatan yang dilakukann
oleh perawat di Indonesia masih berpola pada tindakan yang banyak ke arah
tindakan non keperawatan sehingga perlu ditambahkan jumlahnya. Selain itu,
diasumsikan bahwa kinerja perawat oleh perawat Indonesia masih 75%.

TP = 4,5 x 52 x 7 x 26 x 125 % = 32,5  33 orang

41 x 40

3. Kebutuhan pelayanan keperawatan pada pasien belum tertangani. Untuk itu


diperlukan pembagian jumlah perawat per shift.

Perhitungan Gillies (1989) :

a. Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift, yaitu dengan ketentuan
menurut Warstler (dalam Swanburg, 1990, h 71).
- Shift pagi = 47% x 17 = 7,99  8 orang
- Shift sore = 36% x 17 = 6,17  6 orang
- Shift malam = 17% x 17 = 2,89  3 orang
b. Kombinasi jumlah tenaga menurut Intermountain Helath Care Inc :
- S1 keperawatan = 58% x 17 = 9,86  10 orang
- D3 keperawatan = 26 % x 17 = 4,42  4 orang
- SPK = 16% x 17 = 2,72  3 orang

Sedangkan menurut Abdellah dan Levinne :

- Tenaga professional = 55% x 17 = 9,35  9 orang


- Tenaga non-profesional = 45% x 17 = 7,65  8 orang

Perhitungan Douglas (1975) :

Tingkat Ketergantungan Jumlah Kebutuhan Tenaga

Ketergantungan Jumlah Pasien Pagi Sore Malam

Minimal 8 8 x 0,17 = 8 x 0,14 = 8 x 0,10 = 0,8


1,36 1,12
(Self care)

Partial 13 13 x 0,27 = 13 x 0,15 = 13 x 0,7 = 9,1


(Partial care) 3,51 1,95

Total 5 5 x 0,36 = 1,8 5 x 0,30 = 1,5 5 x 0,20 = 1

(Total care)

Jumlah 26 6,67  7 4,57  5 10,9  11

Total tenaga perawat :

Pagi = 7 orang

Sore = 5 orang

Malam = 11 orang +

23 orang

Jumlah tenaga lepas per hari :

86 x 23 = 6,66  7 orang

297

Jadi, jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan untuk bertugas per hari ;

Total tenaga perawat per shift+3 non-keperawatan+tenaga lepas per hari

= 23+3+7

= 33 orang

Pada kenyataannya, jumlah ketenagaan yang ada adalah 2 orang perawat ners dan
13 orang ahli madya. Maka untuk memenuhi kekurangan tenaga diperlukan perekrutan
tenaga keperawatan baru.

4. Unsur – unsur yang diperlukan dalam menghitung kebutuhan perawat :


- Jumlah jam asuhan atau perawatan yang harus diberikan kepada klien.
- Rata-rata jam asuhan atau perawatan per pasien.
- Jumlah hari efektif per tahun dan hari libur per tahun untuk tenaga keperawatan.
- Tingkat hunian (BOR  Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat
tidur) di suatu Rumah Sakit.
- Rata-rata jumlah pasien berdasarkan tingkat kemandirian.

Anda mungkin juga menyukai