Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lanjut usia (lansia) adalah seseorang dengan usia 65 tahun atau lebih yang
terkadang menimbulkan masalah sosial, tetapi bukanlah suatu penyakit melainkan
suatu proses natural tubuh meliputi terjadinya perubahan deoxyribonucleic acid
(DNA), ketidaknormalan kromosom dan penurunan fungsi organ dalam tubuh.
Lanjut usia (lansia) merupakan kelompok orang yang sedang mengalami suatu
proses perubahan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Menurut WHO,
lansia dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu :

1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45-59 tahun

2. Lansia (ederly) : usia 60-74 tahun

3. Lansia tua (old) : usia 75-90 tahun

4. Usia sangat tua (very old) :

usia di atas 90 tahunSecara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan


berbagai macam masalah, baik masalah secara fisik, biologis, mental maupun
masalah sosial ekonomi (Nies & McEwen, 2007; Tamher & Noorkasiani, 2009).
Menurut Ambarwati (2014) semakin tua umur seseorang, maka akan semakin
menurun kemampuan fisiknya, hal ini dapat mengakibatkan kemunduran pada peran
sosialnya dan juga akan mengakibatkan gangguan dalam hal mencukupi kebutuhan
hidupnya. Meningkatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain
dengan kata lain akan menurunkan tingkat kemandirian lansia tersebut. Maslow
(1962, dikutip oleh Ambarwati 2014) menyebutkan teori tentang hierarki kebutuhan,
tingkatan yang tertinggi (ke-5) adalah kebutuhan aktualisasi diri (need for self
Actualization) yang terkait dengan tingkat kemandirian, kreatifitas, kepercayaan diri
dan mengenal serta memahami potensi diri sendiri. Kemandirian sangat penting
dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia. Dengan pemikiran para lansia, diakui
sebagai individu yang mempunyai karakteristik yang unik. Kemandirian pada lanjut
usia dapat dinilai dari kemampuannya dalam melakukan aktivitas kesehariannya atau

1
yang sering disebut dengan Activity of daily living (ADL), sehingga meminimalkan
morbiditas para lanjut usia. Salah satu ukuran penting pada morbiditas adalah
kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari hari, seperti mandi,
berpakaian, toileting, dan makan. Itulah salah satu yang harus dicapai orang seorang
lansia dari masa muda nya untuk mencapai succesful aging dimana nanti pada masa
lanjut usia, seseorang masih mampu melaksanakan aktifitas secara mandiri. Ketika
tidak dapat melakukan self-care, maka akan menjadi tergantung dengan bantuan
(Dunlop, Hughes, dan Manheim, 1997; Sari, 2013. Melalui makalah ini, penyusun
mencoba untuk menjelaskan tentang kehidupan seksual, pembatasan fisik,
penggunaan obat, dan succesfull aging pada lansia

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kehidupan seksual pada Lansia ?
2. Bagaimana Pembatasan Fisik pada Lansia ?
3. Bagaimana Penggunaan Obat Pada Lansia ?
4. Apa itu Succesful Aging?

C. Tujuan
1. Mengetahui Bagaimana Kehidupan Seksual pada Lansia
2. Mengetahui Bagaimana Pembatasan Fisik Pada Lansia
3. Mengetahui Penggunaan Obat pada Lansia
4. Mengetahui Tentang Succesful Aging

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KEHIDUPAN SEKSUAL PADA LANSIA


1. Seksualitas pada Usia Lanjut
Manusia adalah mahkluk seksual. Seksualitas diartikan sebagai aktivitas,
perasaan, dan sikap yang dihubungkan dengan reproduksi, dan bagaimana
laki-laki dan perempuan berinteraksi dalam berpasangan dan di dalam
kelompok. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa yang sederhana, seksualitas
adalah bagaimana orang merasakan dan mengekspresikan sifat dasar dan ciri-
ciri seksualnya yang khusus. Menurut Masland, Aktivitas seksual adalah
tindakan fisik atau mental yang menstimulasi, merangsang, dan memuaskan
secara jasmaniah. Tindakan itu dilakukan sebagai cara yang penting bagi
seseorang untuk mengeskpresikan perasaan dan daya tarik kepada orang lain
(Masland, 2006). Hubungan seksual dalam perkawinan memang sangat
penting namun bukan segala galanya. Hubungan seksual mempunyai banyak
makna, antara lain:
a. Suami-istri saling memberikan maaf
b. Suami-istri saling mengucapkan terima kasih
c. Suami-istri saling menyatakan cinta
d. Suami-istri saling memperbaharui janji perkawinan
e. Suami-istri saling melepaskan kecemasan dan kemarahannya
f. Suami-istri saling membangun komunikasi
g. Suami-istri saling membuat hidup lebih dihayati
h. Suami-istri saling menegur satu sama lain
i. Suami-istri saling menentramkan
j. Cara untuk meneruskan keturunan
(Tujan, 1994).

Orang yang secara fisik sehat dan merasa sangat normal cenderung
melakukan aktivitas seksual sepanjang hidup mereka, kira-kira mendekati
usia 70-an. Ini berarti tidak ada waktu yang khusus kapan seseorang berhenti

3
melakukan hubungan seks hanya karena beberapa pasangan menonaktifkan
diri dari kegiatan itu (Masland, 2006).
Penyesuaian fisik yang paling sulit dilakukan oleh pria maupun wanita
pada usia madya (40-60 tahun) terdapat pada perubahan-perubahan
kemampuan seksual mereka. Wanita memasuki masa menopause atau
perubahan hidup. Adapun pria mengalami masa klimaterik pria. Terdapat
fakta yang berkembang bahwa perubahan tersebut merupakan bagian yang
normal dari pola kehidupan dan juga diketahui bahwa perubahan-perubahan
psikologis selama usia madya lebih merupakan akibat dari tekanan emosional
dari pada gangguan fisik.

2. Pengaruh Penuaan Terhadap Seksual Pria pada Lanjut Usia


Tingkat puncak timbulnya kegairahan seksual kemungkinan terjadi lebih
cepat pada pria dari pada wanita, semasa remaja atau awal usia dua puluhan.
Pada masa tua tampaknya tidak terdapat perubahan hormon cepat yang sama
pada pria sebagaimana yang terjadi semasa menopause pada wanita. Akan
tetapi, terdapat reduksi secara bertahap dalam jumlah testosteron dengan
meningkatnya usia (Hawton, 1993). Laki-laki tidak kehilangan kemampuan
mereka untuk melakukan hubungan intim pada usia tertentu. Hanya saja,
kemampuan mereka untuk melakukannya secara berulang-ulang atau
mengurangi ereksi dan ejakulasi biasanya mulai berkurang ketika berusia 40
atau 50-an.
Laki-laki tetap subur (mampu memproduksi sperma yang memadai) dan
mampu melakukan hubungan intim sampai usia 60-an. Karena jumlah
sperma laki-laki mulai
berkurang, agak sulit dipercaya bahwa seorang laki-laki di masa lalu pada
usia pertengahan 60an atau memasuki usia 70-an akan berhasil menghamili
seorang perempuan. Memang ada contoh laki-laki menjadi seorang ayah pada
usia 70-an. Sejumlah laki-laki pada usia itu cukup subur, dapat ereksi, dan
dapat ejakulasi. Pada usia berapa pun seorang laki-laki mungkin secara
temporer atau permanen kehilangan kemampuannya untuk melakukan
hubungan intim karena sakit atau menjalani penggobatan yang menganggu

4
kemampuan seksual khususnya kemampuan ereksi penuh. Perubahan dalam
ukuran penis selama ereksi kurang nyata, dan ketegangan ereksi
kemungkinan lebih berkurang dibandingkan ketika berusia lebih muda. Sudut
penis yang sedang berereksi biasanya meningkat. Lebih banyak rangsangan
dibutuhkan sebelum terjadinya ejakulasi, ejakulasi berkurang dan air mani
yang dihasilkan berkurang. Juga kebutuhan ejakulasi tampaknya berkurang
dengan meningkatnya usia. Fase resolusi yang mengikuti ejakulasi menjadi
lebih cepat. Periode penyusutan mungkin lebih lama hingga mencapai
beberapa jam atau bahkan beberapa hari. Sama seperti pada wanita, pengaruh
umum proses menua yang lain, misalnya kegemukan (obesitas), atritis,
penyakit dan pengobatannya juga relevan terhadap pria yang lebih tua
(Masland, 2006).
Klimakterik pada pria sangat berbeda dengan menopause pada wanita.
Klimaterik datang kemudian, biasanya pada usia 60 atau 70 tahunan, dan
berjalan sangat lambat. Dengan datangnya penuaan secara umum pada
seluruh tubuh, terjadi penurunan secara bertahap daya seksual dan reproduksi
pria, yang berhubungan dengan ketidakseimbangan hormonal (Jahja, 2011).
Jika hormon testosteron menurun tajam, maka dorongan seksual terhambat,
fungsi ereksi/ relaksi otot polos vagina juga terhambat. Ini berarti aktivitas
seksual, yang merupakan salah satu aspek dalam ranah hubungan sosial
menjadi terganggu.
Disfungsi seksual pada pria dan usia lanjut dimanisfestasikan dalam
keluhan sebagai berikut :
a. Menurunnya dorongan seksual
b. Memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai ereksi
c. Memerlukan rangsangan langsung pada penis
d. Berkurangnya intensitas ejakulasi
e. Berkurangnya rigiditas penis
f. Periode refrakter menjadi lebih lama

Penyebab disfungsi seksual pada pria usia lanjut ialah berkurangnya


testosteron bebas, berkurangnya metabolisme secara umum, proses

5
degeneratif pada semua organ, dan meningkatnya nilai ambang terhadap
testosteron. Faktor lain yang menghambat fungsi seksual pada usia lanjut
ialah faktor psikis, seperti kejenuhan seksual, hilangnya daya tarik pasangan,
perasaan cemas dan takut gagal melakukan hubungan seksual. Keluhan
seksual usia lanjut menjadi lebih buruk bila terdapat gangguan penyakit atau
gaya hidup yang berkaitan dengan fungsi seksual, antara lain diabetes,
penyakit kardiovaskular, merokok dan alkohol berlebihan (Pangkahila, 2008).
Meskipun begitu, pria sering melaporkan kepuasan seksual yang besar di
samping perubahan tersebut, dan kegiatan seksual tetap dipertahankan oleh
banyak pria hingga usia tua. Sebagai contoh dalam telaah Person di Swedia,
46% dari 166 pria berusia 70 tahun, ditemukan aktif secara seksual, dengan
angka sebesar 52% bagi yang menikah (Masland, 2006).

3. Pengaruh Penuaan Terhadap Seksual Wanita pada Lanjut Usia


Pengaruh utama proses menua pada seksualitas wanita dihubungkan
dengan perubahan pada saat menopause. Faktor penting adalah reduksi yang
menandai sirkulasi estrogen yang ditemukan pada wanita sesudah
menopause. Hormon estrogen penting untuk mempertahankan keadaan
normal vagina dan untuk tanggapan seksual. Selaput lendir vagina sesudah
menopause mengalami penipisan. Di samping itu, terjadi pengurangan
pelumasan selama bangkitnya gairah seksual. Faktor-faktor ini dapat
menyebabkan ketidaknyamanan selama bersenggama. Terdapat beberapa
bukti bahwa jika seorang wanita tetap aktif secara seksual, perubahan tersebut
kurang nyata. Proses menua juga mengakibatkan beberapa penyusutan vagina
dan labia minora. Kepekaan vagina berkurang (Hawton, 1993). Secara umum
pengaruh penuaan fungsi seksual wanita sering dihubungkan dengan
penurunan hormon,seperti berikut ini :
a. Lubrikasi vagina memerlukan waktu lebih lama
b. Pengembangan dinding vagina berkurang pada panjang dan lebarnya
c. Dinding vagina menjadi tipis dan mudah teriritasi
d. Selama hubungan seksual dapat terjadi iritasi pada kandung kemih dan
uretra

6
e. Sekresi vagina berkurang keasamannya, meningkat kemungkinan terjadi
infeksi
f. Penurunan elivasi uterus
g. Atrofi labia mayora dan ukuran klitoris menurun
h. Fase orgasme lebih pendek
i. Fase resolusi muncul lebih cepat
j. Kemampuan multipel orgasme masih baik.

Aktivitas seksual mungkin terbatas karena ketidakmampuan spesifik,


tetapi dorongan seksual, ekspresi cinta, dan perhatian tidak mengalami
penurunan yang sama. Dari pada penurunan fungsi seksual diasumsikan
dengan sakit, lebih baik perhatian difokuskan pada sesuatu yang masih
mungkin dilakukan. Mengembangkan kepercayaan diri dan membentuk
ekspresi seksual yang baru dapat banyak membantu pada lansia yang
mengalami ketidakmampuan seksual.
Atritis dengan deformitas pada sendi, kemungkinan terjadi kontraktur dan
nyeri, kanker dengan nyeri dan komplikasi operasi, kemoterapi dan radiasi,
gangguan neoromuskular yang menyebabkan atrofi otot, tonus yang tidak
normal, dan gerakan yang tidak normal menyebabkan lansia merasa kurang
menarik dan tidak mempunyai daya tarik seksual. Perasaan negatif ini
menghambat pengembangan emosi dan fisik. Beberapa penyakit dihubungkan
dengan daya tahan atau nyeri dapat menyebabkan gangguan seksual dan
aktivitas. Penyakit kronis menyebabkan ketakutan dan menghalangi dorongan
aktivitas seksual. Ketakutan dan persepsi negatif harus diatasi sehingga lansia
dapat menikmati kehidupan/ hubungan seksualnya. Pada beberapa lansia,
kunci utama mempertahankan hubungan seksual secara penuh adalah
kemampuan untuk mengubah pola lama ke pola baru dengan baik
(Pudjiastuti, 2002). Akan tetapi, walaupun pengaruh proses menua sangat
mengganggu seksualitas wanita, penemuan bahwa banyak wanita tetap aktif
secara seksual dan menikmati hubungan seks hingga usia 60 tahun, 70 tahun,
dan bahkan 80 tahun sangat menggembirakan. Sebagai contoh, Persson
(1980) di Swedia menemukan bahwa 16% dari 266 wanita berusia 70 tahun

7
tetap aktif secara seksual. Dalam studi ini, 36% dari 91 wanita yang menikah
masih tetap aktif (Hawton, 1993).

8
B. PEMBATASAN FISIK PADA LANSIA
Menurut Titus, ketua umum lembaga lanjut usia indonesia, dalam kompas 3
desember 2008, lansia adalah warga yang berusia diatas 60 tahun. Pada tahun
2020 jumlah lansia diproyeksikan mencapai sekitar 30 juta jiwa atau 11,5 % dari
total populasi. Saat ini di indonesia terdapat sekitar 18 juta jiwa lansia. Jumlah ini
merupakan 7,8% dari total populasi. Sebanyak 25% lansia menderita penyakit
degeneratif dan hidup tergantung pada orang lain. Sekitar 99% diantaranya
mengkonsumsi obat dan sebagian besar menghabiskan hidupnya dengan
beristirahat, tanpa berbuat apa-apa.
Saat ini secara ekonomi biaya tahunan untuk perawatan kesehatan lansia cukup
tinggi. Biaya ini semakin meningkat apabila usia harapan hidup bertambah.
Olahraga lebih murah biayanya bila dibandingkan dengan biaya pengobatan
lansia. Lanjut usia sering dikaitkan dengan usia yang sudah tidak produktif,
bahkan diasumsikan menjadi beban bagi yang berusia produktif. Hal ini terjadi
karena pada lansia secara fisiologis terjadi kemunduran fungsi-fungsi dalam tubuh
yang menyebabkan lansia rentan terkena gangguan kesehatan. Namun demikian,
masih banyak lansia yang kurang aktif secara fisik. Beberapa hal yang diduga
menjadi penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan tentang manfaat aktivitas
fisik, seberapa banyak dan apa jenis aktivitas fisik yang harus dilakukan, terlalu
sibuk sehingga tidak mempunyai waktu untuk melakukan olahraga, serta
kurangnya dukungan dari lingkungan sosial.
Pengetahuan tentang pola hidup sehat dapat mencegah timbulnya berbagai
penyakit. Bagi lansia yang menderita gangguan penyakit, penerapan pola hidup
sehat sesuai dengan jenis penyakitnya akan sangat membantu mengontrol
penyakit yang diderita, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup
mereka. Agar tetap aktif sampai tua, sejak muda seseorang perlu menerapkan
kemudian mempertahankan pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan
yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas fisik/olahraga secara benar dan
teratur dan tidak merokok.

9
1. Perubahan-perubahan Fisik pada Lansia

Banyak perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia, diantaranya


perubahan komposisi tubuh, otot, tulang dan sendi, sistem kardiovaskular,
respirasi, dan kognisi. Distribusi lemak berubah dengan bertambahnya usia.
Laki-laki dengan bertambahnya usia akan mengakumulasi lemak terutama di
sekitar batang tubuh (truncus) dan di sekitar organ-organ dalam, sedangkan
wanita terutama di sekitar organ-organ dalam. Penelitian pada atlet senior
menunjukkan bahwa mereka mempunyai kadar lemak lebih rendah
dibandingkan dengan non-atlet, namun apabila dibandingkan dengan atlet
muda mempunyai kadar lemak 5-10% lebih tinggi (Wojtek, 2000).
Pada Lansia, ada penurunan massa otot, perubahan distribusi darah ke otot,
penurunan PH dalam sel otot, otot menjadi lebih kaku, dan ada penurunan
kekuatan otot. Olahraga dapat meningkatkan kekuatan otot, massa otot, perfusi
otot, dan kecepatan konduksi saraf ke otot.
Pada usia 90-an, 32% wanita dan 17% laki-laki mengalami patah tulang
panggul dan 12-20% meninggal karena komplikasi. Massa tulang menurun
10% dari massa puncak tulang pada usia 65 tahun dan 20% pada usia 80 tahun.
Pada wanita, kehilangan massa tulang lebih tinggi, kira-kira 15-20% pada usia
65 tahun dan 30% pada usia 80 tahun. Lakil-laki kehilangan massa tulang
sekitar 1% per tahun sesudah usia 50 tahun, sedangkan wanita mulai
kehilangan massa tulang pada usia 30-an, dengan laju penurunan 2-3% per
tahun sesudah menopause. Tulang, sendi, dan otot saling terkait. Jika sendi
tidak dapat digerakkan sesuai dengan ROM-nya maka gerakan menjadi terbatas
sehingga fleksibilitas menjadi komponen esensial dari program latihan bagi
Lansia. Jika suatu sendi tidak digunakan, maka otot yang melintasi sendi akan
memendek dan mengurangi ROM. Latihan fleksibilitas dapat meningkatkan
kekuatan tendon dan ligamen, mempertahankan kekuatan otot yang melintasi
sendi, mengurangi nyeri pada kasus osteoartritis sehingga ROM bisa
dipertahankan.

Perubahan pada sistem kardiovaskular ditandai dengan adanya perubahan


anatomi di jantung dan pembuluh darah, menurunnya denyut nadi maksimal,
meningkatnya tekanan darah, hipotensi postural, perubahan dalam pemulihan

10
denyut nadi sesudah aktivitas fisik, menurunnya jumlah darah yang dipompa
dalam tiap denyutan, dan perubahan dalam darah (sel darah merah,
hemoglobin). Olahraga disebutkan dapat menurunkan tekanan darah pada
hipertensi, meningkatkan stroke volume (jumlah darah yang dikeluarkan
jantung dalam satu kali denyutan), meningkatkan produksi sel darah merah,
menurunkan LDL dan menaikkan HDL, dan mempercepat pemulihan setelah
aktivitas fisik.
Beberapa kondisi Lansia yang terkait dengan fungsi paru diantaranya
meningkatnya infeksi saluran nafas atas, berkurangnya luas permukaan paru
(75m2 pada usia 20 tahun menjadi 50-60 m2 pada usia 80 tahun, berkurangnya
elastisitas paru, perubahan volume paru, dan kemungkinan terjadi penyakit
paru obstruktif menahun yang dapat memperpendek nafas, batuk, lendir yang
berlebihan, dan rendahnya toleransi terhadap latihan fisik. Olahraga dikatakan
dapat mencegah osteoporosis pada tulang dada, memperbaiki kondisi otot-otot
pernafasan, dan meningkatkan sistem imun, sedangkan kerusakan jaringan paru
tampaknya merupakan proses yang ireversibel.
Fungsi kognitif akan menurun dengan bertambahnya usia. Olahraga
dihipotesiskan dapat memperbaiki fungsi kognitif dengan cara meningkatkan
aliran darah ke otak dan meningkatkan pembentukan neurotransmiter otak.
Sementara dalam hal emosi, Lansia berisiko untuk mengalami depresi dan
menurunnya kemampuan dalam menghadapi stres. Depresi dapat timbul karena
menurunnya status kesehatan, kehilangan kemampuan fisik, kehilangan
pasangan hidup, tidak mempunyai pekerjaan, uang, ketakutan hidup sendiri,
dan lain sebagainya. Olahraga dapat memperbaiki mood, meningkatkan
kemampuan menghadapi stres, menurunkan angka depresi melalui interaksi
sosial saat olahraga.
Lansia juga mengalami kendala pengaturan keseimbangan karena
menurunnya persepsi terhadap kedalaman, menurunnya penglihatan perifer,
menurunnya kemampuan untuk mendeteksi informasi spatial. Kondisi ini
berakibat meningkatnya risiko jatuh pada Lansia. Olahraga yang ditujukan
untuk memperbaiki keseimbangan sangat bermanfaat, misalnya Tai Chi, dansa.

11
2. Manfaat Olahraga pada Lansia

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang membutuhkan energi untuk
mengerjakannya, seperti berjalan, menari, mengasuh cucu, dan lain sebagainya.
Aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan gerakan tubuh
berulang-ulang serta ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani disebut
olahraga (Farizati, 2002). Manfaat olahraga pada Lansia antara lain dapat
memperpanjang usia, menyehatkan jantung, otot, dan tulang, membuat Lansia
lebih mandiri, mencegah obesitas, mengurangi kecemasan dan depresi, dan
memperoleh kepercayaan diri yang lebih tinggi.
Olahraga dikatakan dapat memperbaiki komposisi tubuh, seperti lemak
tubuh, kesehatan tulang, massa otot, dan meningkatkan daya tahan, massa otot
dan kekuatan otot, serta fleksibilitas sehingga lansia lebih sehat dan bugar dan
risiko jatuh berkurang.. Olahraga dikatakan juga dapat menurunkan risiko
penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit jantung. Secara umum
dikatakan bahwa olahraga pada lansia dapat menunjang kesehatan, yaitu
dengan meningkatkan nafsu makan, membuat kualitas tidur lebih baik, dan
mengurangi kebutuhan terhadap obat-obatan.
Selain itu, olahraga atau aktivitas fisik bermanfaat secara fisiologis, psikologis
maupun sosial. Menurut Nina (2007), secara fisiologis, olahraga dapat
meningkatkan kapasitas aerobik, kekuatan, fleksibilitas, dan keseimbangan.
Secara psikologis, olahraga dapat meningkatkan mood, mengurangi risiko
pikun, dan mencegah depresi. Secara sosial, olahraga dapat mengurangi
ketergantungan pada orang lain, mendapat banyak teman, dan meningkatkan
produktivitas.

3. Jenis Aktivitas Fisik pada Lansia

Aktivitas fisik yang bermanfaat untuk kesehatan Lansia sebaiknya


memenuhi kriteria FITT (frequency, intensity, time, type). Frekuensi adalah
seberapa sering aktivitas dilakukan, berapa hari dalam satu minggu. Intensitas
adalah seberapa keras suatu aktivitas dilakukan. Biasanya diklasifikasikan
menjadi intensitas rendah, sedang, dan tinggi. Waktu mengacu pada durasi,

12
seberapa lama suatu aktivitas dilakukan dalam satu pertemuan, sedangkan jenis
aktivitas adalah jenis-jenis aktivitas fisik yang dilakukan.
Jenis-jenis aktivitas fisik pada Lansia menurut Kathy (2002), meliputi
latihan aerobik, penguatan otot (muscle strengthening)), fleksibilitas, dan
latihan keseimbangan. Seberapa banyak suatu latihan dilakukan tergantung dari
tujuan setia individu, apakah untuk kemandirian, kesehatan, kebugaran, atau
untuk perbaikan kinerja (performance).
a. Latihan Aerobik

Lansia direkomendasikan melakukan aktivitas fisik setidaknya


selama 30 menit pada intensitas sedang hampir setiap hari dalam
seminggu. Berpartisipasi dalam aktivitas seperti berjalan, berkebun,
melakukan pekerjaan rumah, dan naik turun tangga dapat mencapai
tujuan yang diinginkan.

Lansia dengan usia lebih dari 65 tahun disarankan melakukan


olahraga yang tidak terlalu membebani tulang, seperti berjalan, latihan
dalam air, bersepeda statis, dan dilakukan dengan cara yang
menyenangkan. Bagi Lansia yang tidak terlatih harus mulai dengan
intensitas rendah dan peningkatan dilakukan secara individual
berdasarkan toleransi terhadap latihan fisik. Olahraga yang bersifat
aerobik adalah olahraga yang membuat jantung dan paru bekerja lebih
keras untuk memenuhi meningkatnya kebutuhan oksigen, misalnya
berjalan, berenang, bersepeda, dan lain-lain. Latihan fisik dilakukan
sekurangnya 30 menit dengan intensitas sedang, 5 hari dalam seminggu
atau 20 menit dengan intensitas tinggi, 3 hari dalam seminggu, atau
kombinasi 20 menit intensitas tinggi 2 hari dalam seminggu dan 30 menit
dengan intensitas sedang 2 hari dalam seminggu.

b. Latihan Penguatan Otot

Bagi Lansia disarankan untuk menambah latihan penguatan otot


disamping latihan aerobik. Kebugaran otot memungkinkan melakukan
kegiatan sehari-hari secara mandiri. Latihan fisik untuk penguatan otot

13
adalah aktivitas yang memperkuat dan menyokong otot dan jaringan ikat.
Latihan dirancang supaya otot mampu membentuk kekuatan untuk
mengerakkan atau menahan beban, misalnya aktivitas yang melawan
gravitasi seperti gerakan berdiri dari kursi, ditahan beberapa detik,
berulang-ulang atau aktivitas dengan tahanan tertentu misalnya latihan
dengan tali elastik. Latihan penguatan otot dilakukan setidaknya 2 hari
dalam seminggu dengan istirahat diantara sesi untuk masing-masing
kelompok otot. Intensitas untuk membentuk kekuatan otot menggunakan
tahanan atau beban dengan 10-12 repetisi untuk masing-masing latihan.
Intensitas latihan meningkat seiring dengan meningkatnya kemampuan
individu. Jumlah repetisi harus ditingkatkan sebelum beban ditambah.
Waktu yang dibutuhkan adalah satu set latihan dengan 10-15 repetisi.
c. Latihan Fleksibilitas dan Keseimbangan
Latihan fleksibilitas adalah aktivitas untuk membantu
mempertahankan kisaran gerak sendi (ROM), yang diperlukan untuk
melakukan aktivitas fisik dan tugas sehari-hari secara teratur. Latihan
fleksibilitas disarankan dilakukan pada hari- hari dilakukannya latihan
aerobik dan penguatan otot atau 2-3 hari per minggu. Latihan dengan
melibatkan peregangan otot dan sendi. Intensitas latihan dilakukan dengan
memperhatikan rasa tidak nyaman atau nyeri. Peregangan dilakukan 3-4
kali, untuk masing-masing tarikan dipertahankan 10-30 detik. Peregangan
dilakukan terutama pada kelompok otot-otot besar, dimulai dari otot-otot
kecil. Contoh: latihan Yoga. Sedangkan Latihan keseimbangan dilakukan
untuk membantu mencegah Lansia jatuh. Latihan keseimbangan
dilkakukan setidaknya 3 hari dalam seminggu. Sebagian besar

aktivitas dilakukan pada intensitas rendah. Kegiatan berjalan, Tai Chi, dan
latihan penguatan otot memperlihatkan perbaikan keseimbangan pada
Lansia.
Program latihan untuk Lansia meliputi latihan daya tahan jantung
paru (aerobik), kekuatan (strenght), fleksibilitas, dan keseimbangan
dengan cara progresif dan menyenangkan. Latihan melibatkan kelompok
otot utama dengan gerakan seoptimal mungkin pada ROM yang bebas

14
dari nyeri. Pembebanan pada tulang, perbaikan postur, melatih gerakan-
gerakan fungsional akan meningkatkan kekuatan, fleksibilitas, dan
keseimbangan.
Olahraga dilakukan dengan cara menyenangkan disertai berbagai
modifikasi, termasuk mengkombinasikan beberapa aktivitas sekaligus.
Kombinasi berjalan yang bersifat rekreasi dan senam di air dengan
intensitas yang menantang namun tetap nyaman dilakukan, kombinasi
latihan spesifik untuk memperbaiki kekuatan dan fleksibilitas (latihan
beban, circuit training, latihan dengan musik, menari) bisa dilakukan.
Kombinasi latihan kekuatan, keseimbangan dan fleksibilitas bisa
dilakukan dengan menggunakan alat bola. Latihan difokuskan pada
teknik yang menstabilkan dan meningkatkan kekuatan, keseimbangan
dan fleksibilitas, selain itu juga mengintegrasikan tubuh dan pikiran serta
melibatkan teknik pernafasan, konsentrasi dan kontrol gerakan.
Bagi Lansia yang lemah secara fisik, aktivitas yang dilakukan
dikaitkan dengan kegiatan sehari-hari dan mempertahankan kemandirian,
misalnya teknik mengangkat beban yang benar, berjalan, cara menjaga
postur yang benar, dan sebagainya.

15
C. PENGGUNAAN OBAT PADA LANSIA
Penduduk dengan usia di atas 65 tahun hanya merupakan sebagian
kecil dari populasi penduduk di Indonesia, yaitu 4,3% tetapi jumlahnya terus
meningkat dan mereka merupakan pengguna obat yang paling utama.
Timbulnya penyakit yang menetap, seperti : arthritis, penyakit
kardiovaskuler, penyakit parkinson dan diabetes, akan meningkat dengan
bertambahnya usia. Penyakit-penyakit tersebut biasanya ditangani dengan
penggunaan
terapi obat. Oleh karena itu, pasien lanjut usia memerlukan lebih banyak obat,
terutama bagi mereka yang menderita bermacam-macam penyakit yang
menetap. Perubahan dalam penatalaksanaan obat seringkali terjadi akibat
faktor-faktor farmakokinetik dan farmakodinamik yang terkait dengan
bertambahnya usia. Banyaknya obat yang diresepkan untuk pasien lanjut usia
akan menimbulkan banyak masalah termasuk polifarmasi, peresepan
yang tidak tepat dan juga kepatuhan.
Lanjut usia membawa perubahan dalam struktur dan fungsi tubuh
yang dapat mengubah kerja obat secara signifikan. Sistem pencernaan yang
rusak dapat memengaruhi absorpsi obat. Kapasitas hati dan ginjal yang
berkurang untuk metabolisasi dan mengeliminasi obat, dapat mengakibatkan
akumulasi obat dalam tubuh sampai ke tingkat toksis. Dengan mengganggu
kemampuan tubuh untuk mempertahankan suatu “keadaan mantap” (Steady
State) (homeostasis), proses penuaan dapat meningkatkan sensitivitas banyak
jaringan terhadap kerja obat-obatan. Dengan demikian mengubah dengan
sangat daya responsif sistem saraf dan sistem sirkulasi terhadap dosis baku
obat. Jika penuaan menyebabkan kemunduran pengertian, ingatan,
penglihatan, atau koordinasi fisik, orang dengan kemunduran demikian,
penggunaan obat dapat tidak selalu aman dan efektif. Reaksi merugikan
terhadap obat, tiga kali lebih sering dalam populasi orang yang lebih tua.
Suatu respons obat yang tidak dikehendaki dapat membuat seseorang usia
lanjut yang berfungsi serta berdiri sendiri dan kesehatannya pada tingkat
batas (marginal), dapat menjadi bingung, tidak mampu atau tidak berdaya.
Dalam berbagai alasan ini, pengobatan dengan obat untuk lanjut usia harus

16
selalu disertai pertimbangan yang sangat hatihati terhadap kesehatan dan
toleransi individu, seleksi obat, dan jadwal dosis serta kemungkinan
kebutuhan untuk bantuan dalam pengobatan rutin.
Pada tahun 2000, orang berusia 65 tahun atau lebih mencakup 12,4%
(35 juta) dari populasi total AS. Peningkatan jumlah orang tua bukan hanya
disebabkan oleh tingginya tingkat kelahiran setelah PD2, namun juga karena
penurunan tingkat kematian, dan secara umum karena kesehatan lansia yang
lebih baik. Penurunan dari kematian dini dan kesehatan lansia yang lebih baik
terjadi karena beberapa alasan :
1. Tindakan kesehatan masyarakat terhadap semua kelompok umur
(contohnya imunisasi, perawatan sebelum melahirkan)
2. Perkembangan pada obat dan prosedur medis
3. Peningkatan gaya hidup sehat
4. Perbaikan pada lingkungan hidup masyarakat
Hal yang lebih relevan saat ini bagi para penyedia pelayanan kesehatan
adalah harapan hidup pada usia 65 tahun. Bersamaan dengan perubahan pada
harapan hidup lansia di masa depan, akan terjadi juga perubahan komposisi
ras/etnis. Tujuan penting dari perawatan terhadap lansia adalah untuk
menjaga kemandirian dan mencegah perlunya perawatan di rumah sakit
selama mungkin. Hilangnya fungsi atau ketidakmampuan merupakan jalur
umum dari kebanyakan masalah klinis pada lansia, terutama usia lebih dari 75
tahun. Pada tahun 2000, 28,6% dari lansia dilaporkan mengalami
ketidakmampuan secara fisik (contoh berjalan, menaiki tangga, menjangkau,
mengangkat dan membawa sesuatu), dan 9,5% dilaporkan tidak mampu
melakukan perawatan diri dan aktivitas dasar kehidupan sehari-hari (contoh:
memakai baju, mandi, bergerak dalam rumah, makan, pergi ke toilet dan
merawat diri). Ketidakmampuan meningkat seiring meningkatnya umur dan
lebih tinggi pada orang yang pernah di rawat di RS. Sekitar 80% mengalami
masalah pergerakan, dan 65% sulit mengatur aktivitas pencernaannya.
Suatu kondisi kronis, didefenisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan yang tidak dapat disembuhkan, seringkali merupakan penyebab
ketidakmampuan pada lansia. Populasi lansia jika dibandingkan dengan yang

17
lebih muda lebih mudah terpengaruh kondisi kronis karena beberapa factor
seperti :
 Tipe kondisi kronik yang terdapat pada lansia lebih dapat
menyebabkan ketidakmampuan (contoh: artritis, penyakit
jantung).
 Kondisi menjadi lebih parah seiring bertambahnya usia.
 Beberapa kondisi lebih mungkin terjadi.

Penuaan Manusia Dan Perubahan Dalam Farmakokinetika Dan


Farmakodinamika Obat

Terdapat penurunan fungsi yang progresif pada berbagai system organ


dengan bertambahnya umur.

Tabel 93.1 perubahan fisiologis dengan bertambahnya umur

Sistem Organ Manifestasi


Komposisi Cairan tubuh total
Tubuh
Lean body mass
Peningkatan lemak tubuh
Penurunan albumin serum
Peningkatan al-glikoprotein (oleh beberapa kondisi
penyakit)
kardiovaskular Penurunan sensitivitas miokardial terhadap stimulasi
beta adrenergik
Aktivitas baroreseptor
Penurunan Cardiak output
Peningkatan resistensi perifer total
System saraf Penurunan bobot dan volume otak
Pusat Perubahan dari beberapa aspek kognitif
Endokrin Atrofi kelenjar tiroid dengan bertambahnya umur.

18
Peningkatan insiden DM, penyakit tiroid menopause
Gastrointestinal Peningkatan pH saluran cerna
Penurunan aliran darah GI
Pengosongan lambung yang tertunda
Transit intestinal yang diperlambat
Genitourinari Atropi vagina karena penurunan estrogen
Hipertropi prostat karena perubahan hormone
Androgen
Perubahan karena umur dapat memberi
kecenderungan incontinence
Sistem imun Penurunan imunitas yang diperantarai sel
Hati Penurunan ukuran hati
Penurunan aliran darah hati
Mulut Perubahan pertumbuhan gigi
Penurunan kemampuan untuk merasakan manis, pahit,
dan asam
Pulmonari Penurunan kekuatan otot respirasi
Penurunan pemenuhan dinding dada
Penurunan permukaan alveoli total
Penurunan kapasitas vital
Penurunan pernapasan maksimal
Renal Penurunan laju filtrasi glomerulus
Penurunan aliran darah renal
Peningkatan fraksi filtrasi
Penurunan fungsi sekresi tubular
Penurunan massa ginjal
Indera Penurunan akomodasi dari lensa mata,
menyebabkan rabun dekat
Presbycusis (kehilangan ketajaman pendengaran)
Penurunan kecepatan konduksi
Rangka Kehilangan massa tulang (osteopenia)

19
Kulit/ rambut Kekeringan kulit, keriput, perubahan pigmentasi,
penipisan epithelial, kehilangan ketebalan dermal
Penurunan jumlah folikel rambut
Penurunan melanosit di kuncup rambut

20
D. SUCCESFUL AGING
1. Pengertian
a. Aging
Aging atau penuaan bukan hanya proses menjadi tua. Penuaan adalah
apa yang membuat “tua tidak sebaik baru” dan ketika laju kegagalan
meningkat bersamaan dengan peningkatan usia, orang menjadi sakit,
lemah, dan kadang sekarat (Gavrilov, 2004). Aging atau penuaan secara
praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologik dari usia
kronologik. Aging tidak dapat dihindarkan dan berjalan dengan kecepatan
berbeda, tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan dan gaya
hidup, sehingga aging dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung
kesehatan masing-masing individu (Fowler, 2003).
b. Definisi aging
Definisi aging menurut A4M (American Academy of Anti-Aging
Medicine) adalah kelemahan dan kegagalan fisik-mental yang
berhubungan dengan aging normal disebabkan oleh disfungsi fisiologik,
dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat
(Klatz, 2003). Webster’s New World Dictionary mendefinisikan aging
sebagai proses menjadi tua atau menunjukkan tanda-tanda menjadi tua.
Kenyataannya aging dapat
c. Definisi Succesful Aging
Menurut Suardiman (2011) successful aging adalah suatu kondisi
dimana seorang lansia tidak hanya berumur panjang tetapi juga umur
panjang dalam kondisi sehat, sehingga memungkinkan untuk
melakukankegiatan secara mandiri, tetap berguna dan memberikan
manfaat bagikeluarga dan kehidupan sosial. Kondisi demikian sering
disebut sebagaiharapan hidup untuk tetap aktif. Sebaliknya orang tidak
menghendakiumur panjang, apabila umur panjang ini dilalui dalam
keadaansakit.
Winn (dalam Hamidah dan Aryani, 2012) mendefinisikan
successfulaging adalah menggambarkan seseorang merasakan kondisinya
terbebas dari penurunan kesehatan fisik, kognitif dan sosial namun mereka

21
tetap memperhatikan faktor-faktor penentu successful aging yang tidak
terkontrol yang dapat mempengaruhi successful aging secara signifikan.
Dorris (dalam Hamidah dan Aryani, 2012) mengatakan bahwa
successful aging adalah kondisi yang tidak ada penyakit, artinya secara
fisik sehat, aman secara finansial, hidupnya masih produktif, mandiri
dalam hidupnya, mampu berpikir optimis dan positif dan masih aktif
dengan orang lain yang dapat memberikan makna dan dukungan secara
sosial dan psikologis dalam hidupnya. Secara lebih mendasar dapat
dikatakan bahwa successful aging adalah kondisi yang seimbang antara
aspek lingkungan, emosi, spiritual, sosial, fisik, psikologis dan budaya.

2. Aspek-aspek Successful Aging


Lawton (dalam Weiner, 2003) memaparkan successful aging dalam 4
(empat) aspek yaitu meliputi :
a. Functional well
Functional well disini didefinisikan sebagai keadaan lansia yang
masih memiliki fungsi baik fungsi fisik, psikis maupun kognitif
yang masih tetap terjaga dan mampu bekerja dengan optimal di
dalamnya temasuk juga kemungkinan tercegah dari berbagai
penyakit, kapasitas fungsional fisik dan kognitif yang tinggi dan
terlibat aktif dalam kehidupan.

b. Psychological well-being.
Kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia,
mempunyai kepuasaan hidup dan tidak ada gejala-gejala depresi.
c. Selection optimatization compensation
Model SOC merupakan model pengembangan yang
mendefinisikan proses universal regulasi perkembangan. Proses
ini bervariasi fenotipe biasanya, tergantung pada konteks sosio-
historis dan budaya, domain fungsi (misalnya, hubungan sosial
fungsi kognitif), serta pada tingkat analisis (misalnya, masyarakat,
kelompok, atau tingkat individu). Mengambil perspektif aksi-

22
teoretis, seleksi, optimasi, dan kompensasi mengacu pada proses
pengaturan, mengejar, dan memelihara tujuan pribadi.
d. Primary and Secondary Control
Dalam semua kegiatan yang relevan untuk kelangsungan hidup
dan prokreasi, seperti mencari makan, bersaing dengan saingan,
atau menarik pasangan, organisme berjuang untuk kontrol dalam
hal mewujudkan hasil yang diinginkan dan mencegah yang tidak
diinginkan. Kecenderungan motivasi paling mendasar dan
universal berhubungan dengan dasar ini berusaha untuk
mengendalikan lingkungan, atau dalam istilah yang lebih spesifik,
untuk menghasilkan konsistensi antara perilaku dan peristiwa di
lingkungan.Hal ini disebut sebagai primary control. Sedangkan
secondary control merujuk kepada kemampuan seseorang untuk
mengatur keadaan mental, emosi dan
motivasi.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi successful aging
menurut Budiarti (2010) terjadinya penuaan yang sukses (successful
aging) karena terdapat beberapa faktor yang saling berkaitan, antara
lain:
a. Faktor fisik dan kesehatan
Pola hidup yang sehat akan membuat keadaan fisik dan kesehatan
lanjut usia tetap terjaga. Pola hidup sehat yang dimaksud yaitu
mengontrol pola makan, seperti menghindari makanan yang
menyebabkan penyakit, mengkonsumsi nutrisi dan vitamin bagi
kesehatan tubuh, rutin melakukan check-up kesehatan serta aktif
dalam melakukan kegiatan olah raga untuk menjaga kesehatan
fisik.
b. Faktor aktivitas
Lanjut usia mampu memanfaatkan waktu luang mereka dengan
melakukan aktivitas-aktivitas yang disenangi seperti aktif di
kegiatan lingkungan, membantu anak-anak belajar mengaji

23
ataupun menjadi guru les akan membuat lanjut usia merasa masih
berguna baik untuk dirinya maupun orang lain.
c. Faktor psikologis
Sikap-sikap positif pada lanjut usia seperti menyadari akan segala
kekurangan yang ada dalam dirinya, mampu menghadapi
sertamenyelesaikan per-masalahan pada dirinya serta tercapainya
tujuan dan memaknai hidup dengan baik akan membuat lanjut usia
menjalani usia senjanya dengan perasaan optimis.
d. Faktor sosial
Dengan adanya dukungan baik dari keluarga maupun lingkungan
kepada lanjut usia untuk tetap melakukan segala kegiatan di
lingkungannya akan membuat lanjut usia merasa diakui atau
dihargai.
e. Faktor religiusitas
Rutinitas yang dilakukan lanjut usia untuk menjalankan ibadah
serta mengikuti kegiatan keagamaan merupakan salah satu bentuk
adanya keyakinan yang kuat akan campur tangan Tuhan atas apa
yang diperolehnya dalam menjalani hidup.

4. Indikator Successful Aging

Successful aging menurut Jones dan Rose (2005) dapat dilihat dari beberapa
indikator yaitu “autonomy (independence), financial and social status, sense of
meaningful purpose in life, and self actualization” atau otonomi (kemandirian),
keuangan dan status sosial, kebermaknaan hidup dan aktualisasi diri.
a. Autonomy (independence) atau kemandirian
Autonomi (independence) dapat diartikan sebagai otonomi atau kebebasan
(Echols & Shadily, 2007). Otonomi dapat berarti hak atau wewenang
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan
peraturan yang berlaku (Depdikbud, 1996). Jadi dapat disimpulkan
bahwa autonomy (independence) dapat berarti kebebasan untuk mengatur
sendiri daerah/wilayah sesuai dengan peraturan yang berlaku atau dapat
disebut sebagai kemandirian. Menurut Suardiman (2011) yang membahas

24
tentang kemandirian para lanjut usia, mandiri mengandung artian bahwa
dalam menjalani hajat hidup keseharian, lanjut usia tidak bergantung
kepada orang lain. Mandiri dapat dilihat dari berbagai macam sudut, antara
lain:
1) Mandiri dalam arti ekonomik, merupakan kemadirian dari segi
ekonomi, dimana lanjut usia tidak memiliki ketergantungan keuangan
pada orang lain, sekaligus memiliki pendapatan yang dapat menjamin
kehidupannya. Misalnya, pensiun, tabungan hari tua, dan lain
sebagainya.
2) Mandiri ditinjau dari kemampuannya untuk melakukan kegiatan sehari-
hari(Actifities of Daily Life-ADL), meliputi; lanjut usia mandiri
sepenuhnya, mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, dengan
bantuan tidak langsung, lanjut usia dengan bantuan badan sosial, lanjut
usia di panti wredha, lanjut usia yang di rawat di rumah sakit, dan lanjut
usia dengan gangguan mental (Depkes. RI II).

3) Mandiri berdasarkan aspek kepribadian, yaitu kemampuan mengatasi


masalah, penuh ketekunan, memperoleh kepuasan dari usahanya serta
berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain
(Hutherington). Lindgren (1974) melanjutkan bahwa individu mandiri
adalah individu yang memiliki keteguhan hati tentang dirinya dan siapa
yang bertanggung jawab atas perilakunya sendiri. Dalam hal ini,
keinginan lanjut usia untuk bebas mandiri untuk tetap bertempat tinggal
di rumah sendiri daripada mengikuti anaknya, dapat menjadi suatu
gambaran dari makna mandiri yang disebutkan oleh Lindgren.
4) Mandiri menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
1998 pasal 1 dan 3. Kemampuan untuk mandiri hanya dilakukan oleh
lanjut usia yang potensial, yaitu lanjut usia yang masih mampu
melakukan pekerjaan dan menghasilkan barang atau jasa.

Berdasarkan keempat kriteria tersebut, lanjut usia dapat dikatakan mandiri


ketika dapat memenuhi minimal satu dari keempat macam sudut tersebut,

25
yaitu mengikuti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
1998 pasal 1 dan 3. Hal itu dikarenakan Negara Indonesia memiliki
program pemberdayaan lanjut usia dalam bidang ketenagakerjaan, sebagai
penunjang kemandirian lanjut usia, baik dari aspek ekonomis, pemenuhan
kebutuhan psikologi, sosial, budaya dan kesehatan (Komisi Nasional
Lanjut Usia, 2010).

b. Financial and social status atau finansial dan status sosial


Financial bagi lanjut usia bukanlah salah satu kewajiban di dalam masanya.
Namun, ideal dari masa usia lanjut terhadap keuangan adalah suatu masa dimana
masa tersebut tidak direpotkan oleh urusan mencari uang, tetapi masa menikmati
jerih payahnya bekerja pada waktu muda, sehingga hidup tenang, sejahtera dan
bahagia (Suardiman, 2011). Keuangan hanya sebagai penjaga agar mereka tetap
mandiri (Hurlock,2004).
Status sosial bagi lanjut usia terutama lanjut usia pada masyarakat Jawa adalah
lanjut usia yang menjadi pepundhen dan sesepuh. Pepundhen merupakan
julukan untuk lanjut usia sebagai seseorang yang dipundhipundhi, ditempatkan
pada tempat yang tinggi, dihormati. Budaya jawa juga memberi status yang
tinggi pada orang tua atau usia lanjut yang berperan aktif dan biasa disebut
dengan sesepuh.Diharapkan lanjut usia dapat berperan sebagai penasihat yang
arif bijaksana, pemandu kegiatan keagamaan, pemelihara tradisi serta menjadi
teladan bagi generasi muda (Suardiman, 2011).

c. Sense of meaningful purpose in life atau kebermaknaan hidup


Meaningful purpose in life dapat berarti kebermaknaan hidup. Teori mengenai
kebermaknaan hidup dibahas oleh Viktor Frankl yang dikenal sebagai
logoterapi. Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan
berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak
dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Bila hal itu berhasil
dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan
pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (happiness) (Bastaman,
2007).

26
Lanjut usia yang hidupnya bermakna dapat dideskripsikan sebagai orang-orang
yang menerima dan bersikap positif terhadap ketuaannya serta menjalaninya
dengan tenang. Dia selalu berusaha meningkatkan iman dan takwanya kepada
Tuhan. Ia mampu hidup mandiri dan tidak terlalu tergantung pada keluarga,
apalagi membebaninya. Hubungan dengan pasangan tetap rukun, demikan juga
terhadap anak-anak dan kerabat dekatnya. Ia juga memiliki teman dan sahabat
serta lingkungan di luar keluarga tempat berkomunikasi dan bergaul. Kondisi
kesehatan terjaga dengan baik, sama halnya dengan kesejahteraannya. Lanjut
usia bermakna juga dihormati dan menjadi panutan dalam keluarga dan
lingkungannya, ia berusaha membagi pengalamannya yang bermanfaat. Lanjut
usia juga memiliki harapan dirinya akan menjadi lebih baik dan bersedia
memperbaiki diri. Hasratnya adalah menjadi orang yang berguna dan
memberikan manfaat sebanyak-banyaknya pada lingkungan sekitarnya
(Bastaman, 2007).
d. Self Actualization atau aktualisasi diri
Pencetus dari teori aktualisasi diri ini adalah Maslow. Menurutnya, aktualisasi
diri hanyalah terdapat pada orang-orang dengan usia lanjut dan cenderung
dipandang sebagai suatu keadaan puncak atau keadaan akhir. Aktualisasi diri
merupakan suatu tujuan jangka panjang, bukan sebagai suatu proses dinamis
yang terus aktif sepanjang hidup, serta lebih sebagai Ada daripada Menjadi. Hal
itu dikarenakan proses aktualisasi merupakan perkembangan atau penemuan jati
diri dan mekarnya potensi yang ada atau yang terpendam (Goble, 2010).

Ciri-ciri umum individu dengan manusia yang mengaktualisasikan dirinya antara lain
:
1) Kemampuan untuk melihat hidup secara jernih, yaitu melihat hidup apa adanya
bukan menurutkan keinginan mereka. Tidak bersikap emosional, lebih objektif
terhadap hasil pengamatan.
2) Memiliki ketegasan mengenai yang benar dan yang salah di dalam berbagai
macam aspek kehidupan, sehingga mampu menembus dan melihat realitas yang
tersembunyi.

27
3) Memiliki sifat rendah hati, mampu mendengarkan orang lain dengan sabar, mau
mengakui bahwa mereka tidak tahu segalanya dan bahwa orang lain akan
mengajari mereka sesuatu.
4) Memiliki persepsi yang jauh dari hasrat-hasrat, kecemasan, ketakutan, harapan,
optimisme palsu atau pesimisme/B-cognition (Being-cognition), yang diiringi
dengan penuh keyakinan.
5) Membaktikan diri pada tugas atau kewajiban tertentu.
6) Memiliki kreatifitas yaitu fleksibilitas, spontanitas, keberanian, berani berbuat
kesalahan, keterbukaan dan kerendahan hati (terbuka terhadap gagasan baru).
7) Kadar konflik dalam diri yang rendah, tidak berperang melawan dirinya sendiri,
pribadi menyatu. Artinya memiliki lebih banyak energi untuk hal-hal yang lebih
produktif. Ia melakukan kesalahan, namun kesalahan itu diterimanya dengan
lapang hati
8) Mandiri: tidak terlalu merisaukan kehormatan, prestise, maupun hadiah
penghargaan (kemerdekaan psikologis), tegas dalam menegakkan prinsip dasar
(Goble, 2010).

Selanjutnya, the more self-actualized and transendenct an individual becomes, the


wisher he or she also becomes. Self-actualization is defined as finding self fulfillment
and realizing one’s potential. Transendence is defined as helping others find self-
fulfillment and realize the potential. Dalam arti lain, seseorang akan menjadi semakin
bijak apabila menjadi lebih beraktualisasi diri dan transenden.

Aktualisasi diri dapat diartikan sebagai menemukan pemenuhan diri dan memahami
potensi seseorang. Transenden dapat didefinisikan sebagai membantu orang lain
menemukan pemenuhan dirinya dan memahami potensi yang mereka miliki (Jones
& Rose, 2005)
Berdasarkan beberapa macam indikator diatas, dapat disimpulkan bahwa lanjut
usia dengan successful aging dilihat dari empat indikator yaitu autonomy
(independence), financial and social status, sense of meaningful purpose in
life, dan self actualization.Dalam arti lain dapat bermakna otonomi (kebebasan),
financial dan status social, kebermaknaan hidup dan aktualisasi diri.

28
5. Cara Mencapai Succesful Aging

Dalam jurnal yang berjudul “The Journal of Active Aging”, menjelaskan bahwa
ada sepuluh cara yang dapat dilakukan lansia untuk mencapai successful aging :

 Gunakan atau hilangkan. Lansia mungkin sudah mempunyai banyak


kemampuan dan ketrampilan dalam hidupnya, akan tetapi kemampuan atau
ketrampilan itu akan merosot jika tidak digunakan atau tidak dipraktekkan
lagi.

 Tetap melakukan aktivitas. Tetap beraktivitas, misalnya melakukan aktivitas


jalan-jalan selama 30 menit.

 Selalu menggunakan atau mengaktifkan otak. Saluran neural otak tersebut


masih akan berfungsi baik jika lansia tetap belajar dan mengembangkan
saluran-saluran neural baru di otak mereka selama hidup mereka.

 Tetap terkoneksi. Lansia adalah mahluk sosial dan tetap membutuhkan


interaksi dengan orang lain.

 Jangan merasa sudah tidak berguna. Lansia harus tetap kreatif dan
mempunyai keterikatan yang positif dengan kehidupannya, sehingga masih
dapat memberikan kontribusinya pada masyarakat.

 Berhati-hati dengan ancaman. Sebagian dari lansia mempunyai resiko besar


terhadap penyakit tertentu. Dengan mengidentifikasi resiko dapat
menurunkan ancaman.

 Makan makanan yang sehat. Seperti mesin, tubuh manusia membutuhkan


makanan. Bahkan bisa ditambahkan pula, minum multivitamin, akan tetapi
dengan dikonsultasikan ke dokter terlebih dahulu.

 Tetap berelasi dengan anak. Mereka akan lebih bermakna apabila lansia
masih tetap bisa melakukan interaksi atau komunikasi dengan anak-anak atau
cucu-cucu mereka.

29
 Merasa dibutuhkan. Ada banyak kesempatan untuk melakukan aktivitas di
dalam masyarakat. Dengan beraktivitas, lansia bisa merasakan bahwa
hidupnya masih bisa berguna.

 Tertawa. Humor dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan melindungi


diri dari penyakit. Humor juga dapat membuat perjalanan hidup lebih
menyenangkan.

30
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

 Aktivitas seksual adalah tindakan fisik atau mental yang menstimulasi,


merangsang, dan memuaskan secara jasmaniah. Tindakan itu dilakukan sebagai
cara yang penting bagi seseorang untuk mengeskpresikan perasaan dan daya
tarik kepada orang lain (Masland, 2006).
 Disfungsi seksual pada pria dan usia lanjut dimanisfestasikan dalam keluhan
sebagai berikut : Menurunnya dorongan seksual, Memerlukan waktu lebih lama
untuk mencapai ereksi, Memerlukan rangsangan langsung pada penis,
Berkurangnya intensitas ejakulasi, Berkurangnya rigiditas penis, Periode
refrakter menjadi lebih lama
 Kepekaan vagina berkurang (Hawton, 1993). Secara umum pengaruh penuaan
fungsi seksual wanita sering dihubungkan dengan penurunan hormon,seperti
berikut ini : Lubrikasi vagina memerlukan waktu lebih lama, Pengembangan
dinding vagina berkurang pada panjang dan lebarnya, Dinding vagina menjadi
tipis dan mudah teriritasi, Selama hubungan seksual dapat terjadi iritasi pada
kandung kemih dan uretra, Sekresi vagina berkurang keasamannya, meningkat
kemungkinan terjadi infeksi, Penurunan elivasi uterus, Atrofi labia mayora dan
ukuran klitoris menurun, Fase orgasme lebih pendek, Fase resolusi muncul lebih
cepat, Kemampuan multipel orgasme masih baik.
 Banyak perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia, diantaranya perubahan
komposisi tubuh, otot, tulang dan sendi, sistem kardiovaskular, respirasi, dan
kognisi.
 Jenis latihan fisik pada lansia diantaranya aerobik, penguatan otot, dan latihan
fleksibilitas dan keseimbangan
 Penuaan manusia mempengaruhi perubahan dalam farmakokinetika dan
farmakodinamika obat
 Successful aging adalah suatu kondisi dimana seorang lansia tidak hanya
berumur panjang tetapi juga umur panjang dalam kondisi sehat, sehingga
memungkinkan untuk melakukankegiatan secara mandiri, tetap berguna dan
memberikan manfaat bagikeluarga dan kehidupan sosial

31
 Aspek aspek succesful aging diantaranya : functional well, psichologycal well-
being, selection optimatizationcompenastion, dan primary and secondary contol
 Faktor faktor yang mempengaruhi successful aging diantaranya ; Faktor fisik
dan kesehatan, faktor aktifitas, faktor psikologis, faktor sosial, dan faktor
regiliusitas
 Indikator succesful aging diantaranya ; kemandirian, finansial dan status sosial,
kebermaknaan hidup, dan aktualisasi diri

B. SARAN

Kita harus memahami bagaimana tentang akehidupan seksual pada lansia,


memahami juga bagaimana sebaiknya aktifitas fisik yang baik untuk lansia demi
menjaga kesehatan di masa tua. Selain itu, lansia sebagai pengguna obat terbanyak
harus faham bagaimana obat itu berpengaruh terhadapa proses penuaan yang terjadi
pada dirinya. Dan yang terakhir, kita harus berusaha untuk mencapai yang
namanaya succesful aging di masa tua nanti.

32

Anda mungkin juga menyukai