Anda di halaman 1dari 14

Makalah Syirkah

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah 1

Dosesn pembimbing : Shofiatul Jannah, M.HI

Oleh :

Kelompok 13

Robit Haris Sauqi (21801012059)

A. Herly Fanisbet (21701012045)

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

FAKULTAS AGAMA ISLAM

AHWAL AS SYAKSHIYYAH

2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa atas
ridho dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
penuh keyakinan serta usaha maksimal. Semoga dengan terselesaikannya tugas ini dapat
memberi pelajaran positif bagi kita semua.
Selanjutnya penulis juga ucapkan terima kasih kepada ibu dosen Shofiatul Jannah,
M.HI. selaku dosen pembimbing mata kuliah Fiqih Muamalah 1. Yang telah
memberikan tugas Makalah ini kepada kami sehingga dapat memicu motifasi kami
untuk senantiasa belajar lebih giat dan menggali ilmu lebih dalam khususnya mengenai
“Syirkah” sehingga kami dapat menemukan hal-hal baru yang belum kami ketahui.
Terima kasih juga kami sampaikan atas petunjuk yang di berikan sehingga kami
dapat menyelasaikan tugas makalah ini dengan usaha semaksimal mungkin. terima kasih
pula atas dukungan para pihak yang turut membantu terselesaikannya laporan ini, teman-
teman serta semua pihak yang penuh kebaikan dan telah membantu penulis.
Terakhir kali sebagai seorang manusia biasa yang mencoba berusaha sekuat
tenaga dalam penyelesaian makalah ini, tetapi tetap saja tak luput dari sifat manusiawi
yang penuh khilaf dan salah, oleh karena itu segenap saran penulis harapkan dari semua
pihak guna perbaikan tugas-tugas serupa di masa datang.

Malang, 31 oktober 2019

penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i


BAB I ............................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumus Masalah ............................................................................................................... 1
C. Tujuan Makalah ................................................................................................................. 1
BAB II .......................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .......................................................................................................................... 3
A. Definisi Syirkah ............................................................................................................... 3
B. Dasar Hukum Syirkah .................................................................................................... 4
C. Pembagian Syirkah ......................................................................................................... 5
D. Rukun Dan Syarat Syirkah ............................................................................................ 8
E. Berakhirnya Syirkah....................................................................................................... 9
BAB III ....................................................................................................................................... 10
PENUTUP .................................................................................................................................. 10
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 10
B. Saran............................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyaknya umat muslim yang belum mengetahui bagaimana seharusnya
menjalankan syirkah atau perkongsian dalam memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini
yang sesuai dengan tuntunan syari’at. Hal ini menyebabkan kami untuk membuat
sebuah makalah yang berjudul tentang “syirkah” guna untuk memberikan sebuah
pemahaman kepada para pembaca makalah ini. Pada zaman sekarang ini banyak
orang-orang muslim yang menjalankan sistem syirkah atau perkongsian dengan
mengikuti tata cara orang eropa atu barat yang belum tentu sesuai dengan apa yang
diajarkan oleh syari’at.
Secara umum, prinsip syirkah atau bagi hasil dalam perbankan syariah dapat
dilakukan dalam empat akad utama, yaitu al-musyârakah, al-mudhârabah, al-
muzâra’ah dan al-musâqah. Namun dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai al-
musyârakah saja. Sedangkan yang lainnya dalam pembahasan yang lain.
Sungguhpun demikian, prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-
musyârakah dan al-mudhârabah, sedangkan al- muzâra’ah dan al-musâqah di
pergunakan khusus untuk pembiyayaan pertanian oleh beberapa bank islam.
B. Rumus Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dipaparkan beberapa rumusan masalah yang
berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian dari syirkah?
2. Bagaimana landasan hukum tentang adanya syirkah?
3. Apa saja rukun dan syarat dari syirkah?
4. Bagaimanakah macam-macam dari syirkah?
5. Hal-hal apa sajakah yang menyebabkan berakhirnya syirkah?

C. Tujuan Makalah
1. Memberikan informasi tentang pengertian dari syirkah.

2. Untuk mengetahui tentang yang mendasari dari syirkah.

1
3. Memberikan informasi tentang rukun dan syarat dari syirkah.

4. Memberikan informasi tentang macam-macam dari syirkah.

5. Untuk mengetahui hal-hal apa sajakah yang menyebabkan berakhirnya syirkah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Syirkah
Secara etimologi, syirkah ataau perkongsian berarti :
percampuran, yakni bercampurnya salah satu dar dua harta dengan harta
lainnya, tanpa dapat dibedakan antara keduanya
Menurut terminologi, ulama fiqh beragam pendapat dalam mendefinisikan
syirkah, antara lain :
a) Menurut Malikiyah :
Perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan ( tasharruf ) harta yang dimilki
dua orang secara bersama – sama oleh keduanya, yakni keduanya saling mengizinkan
kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing -
masing memiliki hak untuk bertasharruf.

b) Menurut Hanabilah :

Perimpunan adalah hak ( kewenangan ) atau pengolahan harta ( tasharruf ) .

c) Menurut Syafi’iyah :

Ketetapan hak pada sesuatu yang dimilki dua orang atau lebih dengan cara yang
masyhur ( diketahui )

d) Menurut Hanafiyah :

Ungkapan tentang adanya tranaksi ( akad ) antara dua orang yang bersekutu
pada pokok harta dan keuntungan.

Apabila diperhatikan secara seksama, definisi yang terakhir dapat dipandang


paling jelas, karena mengungkapkan hakikat perkongsian, yaitu transaksi ( akad ) .
Adapun pengertian lainnya tampaknya hanya menggambarkan tujuan, pengaruh, dan
hasil perkongsian.

3
B. Dasar Hukum Syirkah
Landasan syirkah ( perseroan ) terdapat dalam Al – Qur’an, Al – Hadits , dan Ijma’,
sebagai berikut :

a) Al – Qur’an ( QS. An – Nisa : 12 )


‫نَ ِم ۢن َبعۡ ِد‬ٞۚ ‫ٱلربُ ُع ِم َّما ت ََر ۡك‬ ُّ ‫ فَلَ ُك ُم‬ٞ‫ فَإِن َكانَ لَ ُه َّن َولَد‬ٞۚٞ‫ف َما ت ََركَ أ َ ۡز َٰ َو ُج ُك ۡم ِإن لَّ ۡم َي ُكن لَّ ُه َّن َولَد‬ ُ ۡ‫۞ولَ ُك ۡم نِص‬ َ
‫د فَلَ ُه َّن ٱلث ُّ ُم ُن‬ٞ َ‫ فَإِن َكانَ لَ ُك ۡم َول‬ٞۚٞ‫ٱلربُ ُع ِم َّما ت ََر ۡكت ُ ۡم إِن لَّ ۡم يَ ُكن لَّ ُك ۡم َولَد‬ ُّ ‫ن َولَ ُه َّن‬ٖٞۚ ‫صينَ بِ َها ٓ أ َ ۡو دَ ۡي‬ ِ ‫صي َّٖة يُو‬ ِ ‫َو‬
‫ت‬ٞ ‫ة َولَ ٓۥهُ أ َ ٌخ أ َ ۡو أ ُ ۡخ‬ٞ َ ‫ث َك َٰلَلَةً أ َ ِو ٱمۡ َرأ‬ َ ‫ل ي‬ٞ ‫صونَ بِ َها ٓ أ َ ۡو دَ ۡي ٖٖۗن َوإِن َكانَ َر ُج‬
ُ ‫ُور‬ ُ ‫صي َّٖة تُو‬ ِ ‫م ِم ۢن بَعۡ ِد َو‬ٞۚ ُ ‫ِم َّما ت ََر ۡكت‬
ٓ ‫ص َٰى بِ َها‬ َ ‫صي َّٖة يُو‬ ِ ‫ث ِم ۢن بَعۡ ِد َو‬ ُ ‫ُس فَإِن َكانُ ٓواْ أ َ ۡكث َ َر ِمن َٰذَلِكَ فَ ُه ۡم‬
ِ ٞۚ ُ‫ش َر َكا ٓ ُء فِي ٱلثُّل‬ ُ ٞۚ ‫سد‬ُّ ‫فَ ِل ُك ِل َٰ َو ِح ٖد ِم ۡن ُه َما ٱل‬
١٢ ‫يم‬ٞ ‫ع ِلي ٌم َح ِل‬ ٖۗ َّ َ‫صي َّٗة ِمن‬
َّ ‫ٱّللِ َو‬
َ ُ‫ٱّلل‬ َ ‫أ َ ۡو دَ ۡي ٍن غ َۡي َر ُم‬
ِ ‫ر َو‬ٞۚ ٖ ٓ ‫ضا‬
12. Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai
anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah
dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari
harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)
sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan
(seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.
Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar
hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan
yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Penyantun.

( QS . Shad : 24 )

4
َ‫ض ِإ ََّّل ٱلَّ ِذين‬ ٍ ۡ‫علَ َٰى بَع‬
َ ‫ض ُه ۡم‬ َ َ‫اج ِۖۦه َو ِإ َّن َكثِ ٗيرا ِمنَ ۡٱل ُخل‬
ُ ۡ‫طا ٓ ِء لَيَ ۡب ِغي بَع‬ ِ ‫س َؤا ِل نَعۡ َجتِكَ ِإلَ َٰى نِ َع‬ ُ ‫ظلَ َمكَ ِب‬
َ ‫قَا َل لَقَ ۡد‬
٢٤ ۩‫َاب‬ ۡ َ‫اودُ أَنَّ َما فَت َ َٰنَّهُ ف‬
َ ‫ٱست َۡغفَ َر َربَّ ۥهُ َوخ ََّر َرا ِك ٗعا َوأَن‬ َ ‫يل َّما ُه ٖۡۗم َو‬
‫ظ َّن دَ ُۥ‬ َّ َٰ ‫ع ِملُواْ ٱل‬
ِ ‫ص ِل َٰ َح‬
ٞ ‫ت َوقَ ِل‬ َ ‫َءا َمنُواْ َو‬
24. Daud berkata: "Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan
meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya
kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim
kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". Dan Daud mengetahui bahwa Kami
mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan
bertaubat.

b) As – Sunnah

Dari Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi SWT berfirman “ Aku adalah
yang ketiga pad dua orang yang bersekutu selama salah seorang dari keduanya tidak
mengkhianati temannya, Aku akan keluar dari persekutuan tersebut apabila salah
seorang mengkhianatinya” ( HR. Abu Dawud dan Hakim dan menyahihkan sanadnya).

Maksudnya, Allah SWT akan menjaga dn menolong dua orang yang bersekutu dan
menurunkan berkah pada pandngan mereka. Jika salah seorang yang bersekutu itu
mengkhianati temannya , Allah SWT akan menghilangkan pertolongan dan
keberkahan tersebut.

c) Al – Ijma’

Umat Islam sepakat bahwa syirkah dibolehkan. Hanya saja, mereka berbeda
pendapat tentang jenisnya.

C. Pembagian Syirkah

Syirkah secara garis besar terbagi atas dua jenis yaitu syirkah hak milik
(syirkah al-amlak) dan syirkah transaksi (syirkah al-uqud). Syirkah hak milik
adalah syirkah terhadap zat barang, seperti syirkah dalam suatu zat barang yang
diwarisi oleh dua orang atau yang menjadi pembelian mereka atau hibah bagi
mereka. Adapun syirkah transaksi adalah syirkah yang objeknya adalah

5
pengembangan hak milik. Syirkah transaksi bisa diklasifikasikan menjadi lima
macam yaitu ‘inan, ‘abdan, mudharabah, wujuh dan mufawadhah.

Berikut ini merupakan penjelasan tentang syirkah- syirkah tersebut diatas :

1. Syirkah ‘Inan

Syirkah ’inân adalah persekutuan modal antara dua pihak untuk


menjalankan usaha. Apabila usahanya memperoleh keuntungan, maka akan dibagi
diantara keduanya. Dalam hal ini tidak menyaratkan adanya kesamaan modal,
tasyarruf dan pembagian keuntungan. Modal salah satu pihak boleh lebih besar
dari pihak lainnya, begitupula dalam hal tanggung jawabnya. Kebolehan kesamaan
pembagian keuntungan seperti halnya kebolehan perbedaannya berdasarkan atas
kesepakatan diantara mereka. Menurut Zuhaily, Syirkah ’inân hukumnya boleh
secara ijma’. Adapun perbedaanya terdapat pada syarat-syaratnya sebagaimana
pada penamaannya.

2. Syirkah Abdan

Syirkah ‘abdan disebut juga dengan syirkah a’mal atau syirkah sana’i.
Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua orang atau lebih dengan masing-masing
pihak hanya menyerahkan kontribusi berupa tenaga atau keahlian tanpa investasi
modal. Umumnya syirkah seperti ini terdapat pada pekerjaan yang membutuhkan
keahlian khusus seperti dokter dan konsultan. Menurut Imam mazhab Hanafi,
Maliki dan Hanbali keahlian yang disertakan tidak harus sama dalam membentuk
suatu syirkah.

3. Syirkah Mudhorobah

Syirkah mudharabah disebut juga dengan qiradh. Syirkah ini terbentuk antara
dua belah pihak dimana pihak pertama menyerahkan keseluruhan modal (shahib
almal) dan pihak kedua adalah orang yang mengelola modal tersebut (mudharib).
Dalam syirkah ini keuntuntungan akan dibagi sesuai proporsi yang telah
disepakati oleh dua belah pihak. Sedangankan kerugian dalam syirkah ini akan di
tanggung oleh pemodal selama itu bukan kelalaian dari pengelola.

6
4. Syirkah Wujuh

Syirkah wujûh yaitu pembelian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
tanpa menggunakan modal melainkan menggantungkan pada kepercayaan dan
keahliannya dalam berdagang. Syirkah antara mereka ialah untuk mencari
keuntungan yaitu syirkah melalui kesepakatan tanpa profesi maupun harta. Menurut
Hanafiyah dan Hanabilah syirkah wujûh hukumnya boleh karena mengerjakan
suatu pekerjaan boleh hukumnya. Masing-masing yang terikat perjanjian boleh
berbeda kepemilikan terhadap sesuatu yang ditransaksikan. Adapun apabila
memperoleh kuntungan, maka akan dibagi diantara keduanya sesuai porsi
(konstribusi) masing-masing dalam kepemilikan. Namun Syafi‟iyah danMalikiyah
membatalkannya, karena suatu syirkah sesungguhnya terkait dengan harta dan
pekerjaan. Ibnu Rusy dalam kitab Bidâyah Al-Mustahid: Nihâyah al-Muqtashid
menyatakan bahwa syirkah wujûh merupakan bentuk jaminan kepada pelaku
usaha yang tidak memiliki modal. Kemudian ia mengutip Imam Malik dan Syafi‟I
yang menyatakan bahwa syirkah harus terkait dengan harta dan pekerjaan. Tanpa
adanya kedua unsur tersebut dalam masalah syirkah dapat menimbulkan gharâr.
Dikatakan demikian karena masingmasing pihak saling bertukar pekerjaan tanpa
adanya pembatasan profesi dan kekhususan pekerjaan.

5. Syirkah Mufawadhoh

Syirkah mufawadhah adalah antara dua syirkah atau pengabungan antara


beberapa syirkah sekaligus. Misalnya seseorang memberikan modal untuk dua
orang insiyur dengan tujuan membangun rumah untuk di jual. Kedua orang insyur
akan bekerja sekaligus akan mendapatkan rumah sebagai keuntungan seperti yang
telah disepakati di awal. Dalam hal ini terdapat pengabungan antara syirkah
‘inan, ‘abdan, mudharabah dan wujuh.

7
D. Rukun Dan Syarat Syirkah
Rukun syirkah adalah sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu berlangsung.
Ada perbedaan terkait dengan rukun syirkah. Menurut ulama Hanafiyah rukun syirkah
hanya ada dua yaitu ijab (ungkapan melakukan penawaran perserikatan) dan kabul
(ungkapan penerimaan perserikatan), istilah ijab dan kabul sering disebut dengan serah
terima. Jika ada yang menambahkan selain ijab dan kabul dalam rukun syirkah seperti
adanya kedua orang yang berakad dan objek akad menurut Hanafiyah itu bukan
termasuk rukun tetapi termasuk syarat. Syarat-syarat yang berhubungan dengan
syirkah menurut Hanafiyah dibagi menjadi empat bagian, sebagai berikut.
1. Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah, baik dengan harta maupun
dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu; a) berkenaan dengan
benda, maka benda yang diakadkan harus dapat diterima sebagai perwakilan, dan b)
berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat
diketahui dua pihak.
2. Semua yang bertalian dengan syirkah mal. Dalam hal ini terdapat dua perkara yang
harus dipenuhi, yaitu; a) bahwa modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari
alat pembayaran (nuqud), seperti junaih, riyal dan rupiah, dan b) benda yang dijadikan
modal ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama maupun berbeda.
3. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadhah, bahwa disyaratkan; a) modal
(harta pokok) harus sama, b) orang yang bersyirkah adalah ahli untuk kafalah, dan c)
orang yang dijadikan objek akad, disyaratkan melakukan syirkah umum, yakni pada
semua macam jual beli atau perdagangan.
4. Adapun syarat yang bertalian dengan syirkah „inan sama dengan syarat syirkah
mufawadhah.
Menurut Malikiyah, syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang
melakukan akad ialah merdeka, baligh, dan pintar (rusyd). Imam Syafi‟i berpendapat
bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkah ‘inan, sedangkan syirkah yang
lainnya batal. Akad syirkah ada kalanya hukumnya shahih ataupun fasid. Syirkah fasid
adalah akad syirkah di mana salah satu syarat yang telah disebutkan tidak dipenuhi,
jika semau syarat sudah terpenuhi maka syirkah dinyatakan shahih

8
E. Berakhirnya Syirkah
Menurut Ahmad Azhar Basyir terdapat enam penyebab utama berakhirnya
syirkah yang telah diakadkan oleh pihak-pihak yang melakukan syirkah, yaitu :
1) Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal dimana jika salah satu pihak
membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnya. Hal ini
disebabkan syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua
belah pihak yang tidak ada kemestian untuk dilaksanakan apabila salah satu pihak
tidak menginginkannya lagi.
2) Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian mengelola
harta) baik karena gila ataupun karena alasan lainnya.
3) Salah satu pihak meninggal dunia. Tetapi apabila anggota syirkah lebih dari dua
orang yang batal hanyalah yang meninggal saja. Syirkah berjalan terus pada
anggota-anggota yang masih hidup. Apabila ahli waris anggota yang meninggal
menghendaki turut serta dalam syirkah tersebut maka dilakukan perjanjian baru
bagi ahli waris yang bersangkutan.
4) Salah satu pihak ditaruh dibawah pengampuan. Pengampuan yang dimaksud di sini
baik karena boros yang terjadi pada waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun
sebab yang lainnya.
5) Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang
menjadi saham syirkah. Pendapat ini dikemukakan oleh Mazhab Maliki, Syafi’i dan
Hambali. Hanafi berpendapat bahwa keadaan bangkrut itu tidak membatalkan
perjanjian yang dilakukan oleh yang bersangkutan.
6) Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama Syirkah. Bila
modal tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga tidak dapat dipisah-
pisahkan lagi yang menanggung resiko adalah para pemilikya sendiri. Apabila harta
lenyap setelah terjadi percampuran yang tidak bisa dipisah-pisahkan lagi menjadi
resiko bersama. Kerusakan yang terjadi setelah dibelanjakan menjadi resiko bersama.
Apabila masih ada sisa harta Syirkahmasih dapat berlangsung dengan kekayaan yang
masih ada.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam bidang usaha atau
modal yang masing-masing dari harta yang melakukan syirkah tersebut berbaur
menjadi satu tanpa ada perbedaan satu dengan yang lainnya yang keuntungan dan
kerugiannya di tanggung bersama sesuai kesepakatan yang telah di laksanakan.
Mengenai landasan hukum tentang syirkah ini terdapat dalam al-qur’an, sunnah dan
ijma.
Adapun rukun syirkah ada dua yaitu, ucapan (sighah) penawaran dan
penerimaan (ijab dan qabul) dan pihak yang berkontrak. Dan mengenai syaratnya ada
tiga yaitu, pertama, ucapan: berakad dianggap sah jika diucapkan secara verbal atau
ditulis. Kontrak musyarakah dicatat dan disaksikan. Kedua, pihak yang berkontrak:
disyaratkan mitra harus kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan
perwakilan. Ketiga, objek kontrak (dana dan kerja): modal yang diberikan harus tunai,
emas, perak atau yang bernilai sama. Para ulama menyepakati hal ini.
Kemudian macam-macam syirkah ada dua macam yakni syirkah milk dan
syirkah ‘uqûd. Adapun yang membatalkan syirkah ada yang secara umum dan ada pula
yang secara khusus, seperti yang telah dijelaskan diatas
B. Saran
Diharapkan kepada pembaca setelah membaca dan memahami makalah ini
agar dapat mengamalkan ilmu yang didapat di makalah ini dan dapat mengamalkan
produk syirkah yang berkonsep Islam ini di kalangan masyarakat dibandingkan
memakai produk kerjasama Non Islami yang mengandung unsur riba, ghoror, dan
maysir.

10
DAFTAR PUSTAKA

Syafei’, Rachmat. Fiqih Muamalah. Bandung: Cv Pustaka Setia, 2001.


Muslich, Ahmad Wardi. Fiqh Muamalat. Edisi 1. Cet. 1. Jakarta: Amzah, 2010.
Nawawi, Ismail. Fikih Muamalah Klasik dan kontemporer. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Cet. 1. Jakarta:
Gema Insani, 2001.
Muhammad. Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syari’ah. Edisi 1. Cet. 1.
Yogyakarta: Bpfe-Yogyakarta, 2005

11

Anda mungkin juga menyukai