Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PADA An ”R” DENGAN DIAGNOSA MEDIS

TONSILITIS DI RUANG OPERATIE KAMER (OK) DI


RUMAH SAKIT TK. II PELAMONIA
MAKASSAR

MUHAMMAD IQBAL MALIANG


142888

CI. LAHAN CI. INSTITUSI

( ) ( )

AKADEMI KEPERAWATAN ANGING MAMMIRI


PROVINSI SULAWESI SELATAN
MAKASSAR
2017
LAPORAN
PENDAHULUAN
A. Konsep Medis.
1. Definisi.
Tonsilitis adalah suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri berlangsung
sekitar lima hari dengan disertai disfagia dan demam (Brunner dan Suddart,
2010).
Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok
A streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri
jenis lain atau oleh infeksi virus (Engram dan Barbara, 2010).
Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil tonsil (amandel), yang
sangat sering ditemukan, terutama pada anak-anak (Wilkinson, 2011).
2. Klasifikasi.
Adapun macam-macam tonsilitis menurut Brunner dan Suddart (2010)
antara lain :
a. Tonsilitis akut
Disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus viridians,
dan streptococcus piogynes, dapat juga disebabkan oleh virus.
b. Tonsilitis falikularis
Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat
diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus.
Detritus ini terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan
sisa-sisa makanan yang tersangkut.
c. Tonsilitis Lakunaris
Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk)
permukaan tonsil.
d. Tonsilitis Membranosa (Septis Sore Throat)
Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak
tersebut menyerupai membran. Membran ini biasanya mudah diangkat
atau dibuang dan berwarna putih kekuning-kuningan.
e. Tonsilitis Kronik
Tonsillitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan kronik (rokok,
makanan) pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat
dan hygiene mulut yang buruk.
3. Etiologi.
Etiologi menurut Engram dan Barbara (2010) etiologi tonsilitis adalah
sebagai berikut :
a. Streptokokus Beta Hemolitikus.
Streptokokus beta hemolitikus adalah bakteri gram positif yang dapat
berkembang biak ditenggorokan yang sehat dan bisa menyebabkan
infeksi saluran nafas akut.
b. Streptokokus Pyogenesis.
Streptokokus pyogenesis adalah bakteri gram positif bentuk bundar yang
tumbuh dalam rantai panjang dan menyebabkan infeksi streptokokus
group A. Streptokokus Pyogenesis adalah penyebab banyak penyakit
penting pada manusia berkisar dari infeksi khasnya bermula
ditenggorakan dan kulit.
c. Streptokokus Viridans.
Streptokokus viridans adalah kelompok besar bakteri streptokokus
komensal yang baik a-hemolitik, menghasilkan warna hijau pekat agar
darah. Viridans memiliki kemampuan yang unik sintesis dekstran dari
glukosa yang memungkinkan mereka mematuhi agregat fibrin-platelet
dikatup jantung yang rusak.
d. Virus Influenza.
Virus influenza adalah virus RNA dari famili Orthomyxo viridae (virus
influenza). Virus ini ditularkan dengan medium udara melalui bersin
pada manusia gejala umum yang terjadi yaitu demam, sakit tenggorokan,
sakit kepala, hidung tersumbat. Dalam kasus yang buruk influenza juga
dapat menyebabkan terjadinya pneumonia.
4. Patofisiologi.
Tonsilitis menurut Suzzane, Smeltze, dan Brenda (2013) terjadi karena
bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas
akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar
melalui sistem limpa ke tonsil. Adanya bakteri virus patogen pada tonsil
menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil
membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat
mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya
eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan
timbulnya sakit tenggorokan, nyeri menelan, demam tinggi, bau mulut serta
otalgia yaitu nyeri yang menjalar ke telinga.
5. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner dan Sudddarth (2010) gejala tonsillitis berupa nyeri
tenggorokan (yang paling parah jika penderita menelan) nyeri seringkali
dirasakan di telinga (karena tenggorokan dan telinga memiliki persyarafan
yang sama). Adapun gejala lain antara lain :
a. Demam.
b. Tidak enak badan.
c. Sakit kepala.
d. Muntah.
e. Nyeri tenggorokan.
f. Nyeri saat menelan.
g. Sulit menelan.
h. Pembesaran tonsil.
i. Edema faring.
j. Mulut bau.
6. Komplikasi.
Faringitis merupakan komplikasi tonsilitis yang paling banyak didapat.
Demam rematik, nefritis dapat timbul apabila penyebab tonsilitisnya adalah
kuman streptokokus. Komplikasi yang lain dapat berupa (Wilkinsom, 2011) :
a. Abses pertonsil.
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole,
abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya
disebabkan oleh streptococcus group A.
b. Otitis media akut.
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius
(eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah
pada ruptur spontan gendang telinga.
c. Mastoiditis akut.
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke
dalam sel-sel mastoid.
d. Laringitis.
Merupakan proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk
larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa
karena virus, bakter, lingkungan, maupunmkarena alergi.
e. Sinusitis.
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau
lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau
ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa.
f. Rhinitis.
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan
nasopharynx.
7. Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan penunjang menurut Engram dan Barbara (2010) yaitu :
a. Pemeriksaan laboratorium
Tonsillitis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan
laboratorium diperlukan jika dicurigai infeksi GABHS :
1) Kultur tenggorok : pemeriksaan (tanda untuk mendeteksi GAHBS)
2) RADT ( Rapid Antigen Detection Test)
3) Mono spot serum test, CBC Comt serum elektrolit
4) Serum diperiksa untuk penentuan antibody strepptoccocus
b. Pemeriksaan radiologis
1) Pemeriksaan radiologis rutin tidak bermanfaat untuk tonsillitis
2) Pada pasien yang mengalami tonsillitis dengan penyebaran kebagian
leher yang lebih dalam dan memerlukan CT Scan dengan kontras.
8. Penatalaksanaan.
Penatalaksanaan tonsilitis secara umum menurut Wilkinson, 2011 adalah
sebagai berikut:
a. Penatalaksanaan Medis.
1) Antibiotik baik injeksi maupun otot seperti cefotaxim, penisilin,
amoksilin, eritromisin dan lain-lain.
2) Antiperetik untuk menurunkan demam seperti parasetamol,
ibuprofen.
3) Apabila penyakit tonsil sudah kronis harus dilakukan tindakan
operatif (tonsilektomi) karena penyakit tonsilitis yang sudah kronis
akan terjadinya pembesaran pada tonsil sehingga dapat
mengakibatkan sesak nafas karena jalan nafas yang tidak efektif
sehingga harus dilakukan tindakan tonsilektomi.
b. Penatalaksaaan Keperawatan.
1) Memantau tanda-tanda perdarahan
2) Memberikan cairan bila muntah telah reda
3) Mendukung posisi untuk menelan potongan makanan yang besar
(lebih nyaman dari ada kepingan kecil).
4) Hindari pemakaian sedotan (suction dapat menyebabkan
perdarahan).
5) Menawarkan makanan: Es cream, crustard dingin, sup krim, dan jus.
6) Refined sereal dan telur setengah matang biasanya lebih dapat
dinikmati pada pagi hari setelah perdarahan.
7) Hindari jus jeruk, minuman panas, makanan kasar, atau banyak
bumbu selama 1 minggu.
8) Menggunakan ice color (kompres es) bila mau
9) Memberikan analgesic
10) Melaporkan segera tanda-tanda perdarahan.
11) Minum 2-3 liter/hari sampai bau mulut hilang.
12) Hindari latihan berlebihan, batuk, bersin, berdahak dan menyisi
hidung segera selama 1-2 minggu.
9. Pencegahan.
Berikut ini beberapa perawatan dan pengobatan sebagai salah satu upaya
mencegah tonsillitis yaitu (Engram dan Barbara, 2010) :
a. Banyak mengkonsumsi air putih atau mineral. Tubuh memerlukan cairan
dan mineral dari air putih minimal 8-10 gelas per hari atau lebih
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi kesehatan.
b. Jangan minum air dingin, es krim, jenis makanan dan minuman yang
mengandung bahan kimia seperti pemanis buatan, pewarna buatan.
c. Jangan mengkonsumsi secara berlebihan pada jenis makanan yang diolah
dengan menggunakan banyak minyak seperti gorengan.
d. Mengkonsumsi buah dan sayur. Utamakan konsumsi buah dalam bentuk
sari buah atau buah yang sudah di blender agar memudahkan masuk ke
dalam tenggorokan serta mempermudah komponen organ pencernaan
untuk mengurai makanan.
e. Istirahat yang cukup (minimal 8 jam).
f. Berkumur dengan menggunakan air putih hangat yang dicampur sedikit
garam minimal 3-4 kali dalam sehari.
g. Mengkompres leher dengan handuk atau kain yang sudah direndam
dengan air hangat setiap hari.
B. Konsep Proses Keperawatan.
1. Pengkajian.
Fokus pengkajian menurut Wilkinson (2011), yaitu :
a. Wawancara
1) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)
2) Apakah pengobatan adekuat
3) Kapan gejala itu muncul
4) Apakah mempunyai kebiasaan merokok
5) Bagaimana pola makannya
6) Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
b. Pemeriksaan fisik.
Data dasar pengkajian menurut Wilkinson, (2011), yaitu :
1) Intergritas Ego
Gejala : Perasaan takut
Khawatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan keluarga,
kemampuan kerja, dan keuangan.
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
2) Makanan / Cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : Kesulitan menelan, mudah terdesak, inflamasi, kebersihan gigi
buruk.
3) Hygiene
Tanda : Kesulitan menelan
4) Nyeri / Keamanan
Tanda : Gelisah, perilaku berhati-bati
Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke telinga
5) Pernapasan
Gejala : Riwayat merokok / mengunyah tembakau, bekerja dengan
serbuk kayu, debu.
Hasil pemerisaan fisik secara umum di dapat :
1) Pembesaran tonsil dan hiperemis
2) Letargi
3) Kesulitan menelan
4) Demam
5) Nyeri tenggorokan
6) Kebersihan mulut buruk
c. Pemeriksaan diagnostic.
Pemeriksaan usap tenggorok. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan
sebelum memberikan pengobatan, terutama bila keadaan memungkinkan.
Dengan melakukan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui kuman
penyebab dan obat yang masih sensitif terhadapnya. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
2. Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a. Pre operatif
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
2) Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses
inflamasi.
3) Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang tindakan
operasi .
4) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat.
b. Intra operatif
1) Resiko cambustio berhubungan dengan penggunaan electro surgical
unit.
c. Post operatif
1) Resiko cidera berhubungan dengan proses pemindahan pasien.
2) Resiko aspirasi berhubungan dengan perdarahan post op TE.
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penyebaran kuman akibat
invasif pasca operatif.
3. Intervensi Keperawatan.
a. Pre Operatif
1) Diagnosa Keperawatan 1
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan
nyeri berkurang/terkontrol nyaman dengan Kriteria hasil : Nyeri
berkurang.
Intervensi Keperawatan
a) Kaji tingkat/skala nyeri klien.
Rasional : Untuk mengetahui skala nyeri.
b) Monitoring tanda-tanda vital darah dan nadi
Rasional : Mengetahui keadaan umum klien.
c) Berikan tindakan nyaman dan aktivitas hiburan.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan membantu klien
memfokuskan perhatian pada sesuatu disamping diri sendiri/
ketidaknyamanan. Dapat menurunkan kebutuhan dosis analgetik.
d) Selidiki perubahan karakteristik nyeri,periksa mulut, tenggorokan.
Rasional : Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi yang
memerlukan evaluasi lanjutan.
e) Catatan indicator non - verbal respon automatic terhadap nyeri
evaluasi efek samping.
Rasional : Dapat meningkatkan kerjasama dan partisipasi dalam
program pengobatan.
2) Diagnosa Keperawatan 2
Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses
inflamasi.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan
peningkatan suhu tubuh dapat teratasi dengan Kriteria Hasil : Suhu
tubuh normal 36,5C - 37C
Intervensi Keperawatan
a) Pantau suhu pasien.
Rasional : Suhu 38,9C - 41C menunjukan proses infeksius
b) Pantau suhu lingkungan,batasi /tambahan linen tempat tidur sesuai
indikasi.
Rasional : Suhu ruangan harus di ubah untuk mempertahankan
suhu mendekati normal.
c) Berikan Kompres air hangat.
Rasional : Membantu mengurangi suhu tubuh.
d) Berikan antipiretik.
Rasional : Untuk mengurangi suhu tubuh.
3) Diagnosa Keperawatan 3
Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang tindakan
operasi.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam,diharapkan
kecemasan berkurang /hilang dengan Kriteria hasil : Kecemasan
berkurang,monitor intesitas kecemasan.
Intervensi Keperawatan
a) Kaji dan dokumentasi tingkat ketakutan klien.
Rasional : Mengetahui tingkat ketakutan pasien.
b) Jelaskan informasi tentang prosedur, sensasi yang biasanya
dirasakan ketika operasi.
Rasional : Memberikan pemahaman terkait prosedur operasi yang
akan dilaksanakan.
c) Berikan informasi yang actual terkait diagnosis dan tindakan
operasi yang dilakukan.
Rasional : Mengurangi ketakutan pasien.
d) Anjurkan klien untuk rileks dan terlebih dahulu berdoa sebelum
tindakan operasi dimulai.
Rasional : Memberikan kondisi rileks.
e) Monitor tanda- tanda vital.
Rasional : Mengetahui perkembangan tanda- tanda vital pasien.
4) Diagnosa Keperawatan 4
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam, Diharapkan
kebutuhan nutrisi dapat adekuat dengan Kriteria Hasil : Kebutuhan
nutrisi pasien adekuat dan Mampu menghabiskan makanan sesuai
dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
Intervensi Keperawatan
a) Awasi masukan dan berat sesuai indikasi.
Rasional : Memberikan informasi sehubungan dengan kebutuhan
nutrisi dan keefektifan terapi.
b) Auskultasi bunyi usus.
Rasional : Makan hanya dimulai setelah bunyi usus membaik
setelah operasi.
c) Mulai dengan makan kecil dan tingkatkan sesuai toleransi.
Rasional : Kandungan makanan dapat mengakibatkan ketidak
toleransian, memerlukan perubahan pada kecepatan tipe formula.
d) Berikan diet nutrisi seimbang (makanan cair atau halus atau
makanan selang yang sesuai indikasi.
Rasional : Untuk memenuhi nutrisi dalam tubuh.
b. Intra operatif.
1) Diagnosa Keperawatan 1
Resiko cambustio berhubungan dengan penggunaan electro surgical
unit.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam diharapkan
tidak terjadi cambustio dengan Kriteria Hasil : Tidak ada luka bakar
dan operasi berjalan lancar.
Intervensi Keperawatan
a) Pasang plate (isolator switch board).
Rasional : Berfungsi sebagai elektroda kembali (isolator)
b) Cek perlengkapan mesin elektro surgical unit yang akan
digunakan.
Rasional : Memperlancar jalannya operasi.
c) Gunakan tegangan sesuai kebutuhan.
Rasional : Mencegah terjadinya combustion pada jaringan.
c. Post operatif.
1) Diagnosa Keperawatan 1
Resiko cidera berhubungan dengan proses pemindahan pasien.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam diharapkan
tidak terjadi cidera dengan Kriteria Hasil : Tidak ada luka/ cidera.
Intervensi Keperawatan
a) Gunakan pelindung pada bed disebelah kanan dan kiri.
Rasional : Mencegah pasien jatuh dari sebelah kanan- kiri bed.
b) Pindahkan pasien dengan hati- hati.
Rasional : Mengurangi resiko cidera.
c) Siapkan minimal 2 personil saat memindahkan pasien.
Rasional : Mempermudah mobilisasi.
d) Gunakan “easy move”.
Rasional : Mempermudah proses pemindahan pasien.
e) Sejajarkan tempat tidur klien dengan tempat tidur yang akan
ditempati.
Rasional : Meminimalkan resiko cidera.
2) Diagnosa Keperawatan 2
Resiko aspirasi berhubungan dengan perdarahan post op TE.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam diharapkan
tidak terjadi aspirasi dengan Kriteria Hasil : Jalan nafas efektif dan
tidak ada aspirasi.
Intervensi Keperawatan
a) Berikan O2 binasal kanul sesuai kebutuhan.
Rasional : Mempertahankan kebutuhan O2.
b) Gunakan suction secara benar.
Rasional : Menghisap lendir (mempertahankan jalan nafas tanpa
merangsang area post op TE).
c) Posisikan pasien SIM.
Rasional : Mencegah terjadinya aspirasi.
3) Diagnosa Keperawatan 3
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penyebaran kuman akibat
invasif pasca operatif.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
menunjukkan peningkatan penyembuhan luka tepat waktu dengan
Kriteria Hasil : Tanda- tanda infeksi tidak terjadi.
Intervensi Keperawatan
a) Kaji adanya tanda- tanda infeksi.
Rasional : Deteksi dini terjadinya infeksi.
b) Observasi Tanda- Tanda Vital.
Rasional : Mengetahui keadaan umum pasien dan merupakan
tanda adanya infeksi apabila terjadi peradangan.
c) Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotic.
Rasional : Antibiotik dapat mencegah sekaligus membunuh kuman
penyakit untuk berkembang biak.
4. Implementasi Keperawatan.
Menurut NANDA (2012-2014) implementasi yang dilakukan perawat
terdiri dari:
a. Do (melakukan) yang dibagi menjadi dependent interventionis
dilaksanakan dengan mengikuti order dari pemberi perawatan kesehatan
lain dan independent (outonomous) interventions yang dilakukan dengan
nursing orders.
b. Delegate (mendelegasikan) yaitu pelaksanaan order bisa didelegasikan
dengan mencermati tugas dan tanggung jawab komunikasi yang tepat,
adanya supervisi atau pengecekan aktifitas yang didelegasikan.
c. Record (mencatat) yaitu pencatatan biasa dilakukan dengan berbagai
format tergantung dari setiap peminatan antara lain keperawatan anak,
keperawatan maternitas, keperawatan medikal bedah, keperawatan
komunitas, dan keperawatan jiwa.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan suatu aktivitas yang direncanakan, terus
menerus, aktivitas yang disengaja yaitu klien, keluarga, perawat dan petugas
kesehatan lain menentukan kemajuan klien terhadap outcome yang dicapai
dari keefektifan dari rencana asuhan keperawatan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP,
sebagai pola pikir :
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dapat diukur dengan memberikan pasien pertanyaan.
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku pasien pada
saat tindakan dilakukan.
A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang
kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon
pasien yang terdiri dari tindakan lanjut pasien dan tindakan lanjut oleh
perawat.
Pathway
“Tonsilitis”
Streptococcus hemolitikus tipe A

Virus hemolitikus influenza

Reaksi antigen dan antibodi dalam tubuh

Antibodi dalam tubuh tidak dapat melawan antigen kuman

Virus dan bakteri menginfeksi tonsil

Epitel terkikis

Inflamasi tonsil

Nyeri saat menelan Respon inflamasi Pembengkakan tonsil

Anoreksia Rangsang termoregulasi Sumbatan jalan nafas


Hipotalamus dan cerna

Intake tidak adekuat Peningkatan suhu tubuh Tindakan tonsilektomi ( TE ) Cemas

Resiko Kurang Nutrisi Hipertermi


Penggunaan electro
surgical unit tidak
Nyeri tepat

Resiko Cambustio
Proses pemindahan pasien
Operasi Invasif
Pendarahan post op TE
Resiko Cidera
Penyebaran kuman
Resiko Aspirasi

Resiko Tinggi Infeksi


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC

Engram, Barbara. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta:

Salemba Medika

Suzzane C. Smeltze & Brenda G, Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 . Vol 3. Jakarta : EGC

Wilkinson Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA,

intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai