Anda di halaman 1dari 17

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Transportasi merupakan pemindahan barang dan manusia dari tempat asal
(dari mana kegiatan pengangkutan dimulai) ke tempat tujuan (kemana kegiatan
pengangkutan diakhiri). Transportasi bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk
mencapai tujuan yang berusaha mengatasi kesenjangan jarak dan waktu. Jasa
transportasi merupakan salah satu faktor masukan (input) dari kegiatan produksi,
perdagangan, pertanian, dan kegiatan ekonomi lainnya. Manusia sangat
membutuhkan transportasi karena untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sangat
beraneka ragam yang umumnya berkaitan dengan produksi barang dan jasa.
Selain itu manfaat transportasi dapat dilihat dari berbagai segi kehidupan
masyarakat, yakni manfaat ekonomi, manfaat sosial, manfaat politis, dan manfaat
kewilayahan. Kemudahan yang dapat diperoleh karena transportasi bagi manusia
adalah mudahnya mengatasi jarak antara sumber daya manusia dengan sumber
daya alam atau barang produksi yang dibutuhkan manusia yang terletak pada
masing-masing geografi. Oleh karenanya kegiatan tersebut perlu diarahkan pada
terwujudnya sistem transportasi yang andal, berkemampuan tinggi dan
diselenggarakan secara terpadu, tertib, aman, lancar, nyaman, efisien dan selamat
dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan,
mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta mendukung pola distribusi.
Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang selalu
dihadapi oleh negara-negara yang telah maju dan juga oleh negara yang sedang
berkembang seperti di Indonesia baik di bidang transportasi perkotaan (urban
transportation) maupun transportasi antar kota (rural transportation). Terciptanya
suatu sistem perangkutan atau perhubungan yang menjamin pergerakan manusia,
kendaraan dan atau barang secara lancar, aman, cepat, murah dan nyaman sudah
merupakan tujuan pembangunan dalam sektor perhubungan.
Pada skala makro, permasalahan transportasi pada dasarnya adalah
terjadinya ketidak efisienan sistem transportasi antara lain disebabkan oleh tidak
adanya integrasi yang baik antara sub-sistemnya. Kebutuhan akan transportasi

 

merupakan kebutuhan turunan (derived demand), dimana pergerakan yang terjadi


merupakan akibat dari adanya pergerakan untuk memenuhi kebutuhan yang
timbul akibat adanya pemisahan lokasi aktivitas. Dengan demikian, sistem
kegiatan (land use) merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perencanaan
transportasi. Pemisahan aktivitas membutuhkan pelayanan jaringan (network)
jalan, yang selanjutnya menimbulkan adanya pergerakan lalu lintas (traffic).
Sistem kegiatan, sistem jaringan dan sistem pergerakan (traffic) merupakan tiga
sub-sistem yang saling terkait yang perlu dikendalikan dan diselaraskan guna
menunjang terciptanya sistem transportasi yang baik.
Munculnya suatu demand baru akan tingkat pelayanan transportasi perlu
diantisipasi agar tercipta keseimbangan suatu sistem supply demand transportasi.
Peningkatan demand jika tidak diantisipasi maka bisa terjadi masalah transportasi
berupa kemacetan. Masalah kemacetan ini dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan suatu kota. Kebutuhan jasa transportasi dari waktu ke waktu terus
meningkat sejalan dengan tuntutan perkembangan pembangunan dan lingkungan
strategis, sehingga kemampuan antisipasi terhadap permintaan jasa transportasi
juga perlu terus dibenahi.
Pada kegiatannya transportasi menjadi salah satu faktor pendukung yang
penting dalam perekonomian, dengan fungsinya sebagai penghubung antar pusat
kegiatan dan antara pusat kegiatan dengan wilayah sekitarnya. Karena itu
keberadaan sistem transportasi dalam kota sangat penting untuk meningkatkan
kinerja perekonomian kota.
Peningkatan pertumbuhan dan perkembangan kota berdampak pada
peningkatan pergerakan yang kemudian meningkatkan kebutuhan akan sarana
perangkutan. Salah satu sarana perangkutan yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat perkotaan adalah sarana angkutan penumpang umum. Sarana ini
digunakan terutama oleh masyarakat perkotaan yang berpenghasilan menengah ke
bawah. Dengan tersedianya sarana angkutan penumpang umum ini secara
memadai, maka kebutuhan pergerakan sebagian besar penduduk kota dapat
terpenuhi.
Dalam konteks sistem transportasi kota, angkutan umum merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari sistem transportasi kota dan merupakan

 

komponen yang perannya sangat signifikan. Dikatakan signifikan karena kondisi


sistem angkutan umum yang buruk akan menyebabkan turunnya efektivitas
maupun efisiensi dari sistem transportasi kota keseluruhan. Alasan utama yang
dapat menjelaskan mengapa peran angkutan umum sangat penting dalam sistem
kota adalah kenyataan bahwa angkutan umum adalah sarana yang dibutuhkan oleh
sebagian besar masyarakat kota, secanggih apapun atau sekaya apapun kota yang
dimaksud. Artinya, tidaklah mungkin sebuah kota dapat hidup tanpa angkutan
umum (LPM ITB, 1997: 1-4).
Namun jika dilihat dari kondisi sistem angkutan umum yang ada di kota-
kota besar negara berkembang, secara objektif dapat diamati bahwa kondisi
angkutan umum yang ada cukup memprihatinkan seperti tingkat pelayanan yang
rendah dan yang kurang manusiawi (tanpa jadwal yang pasti, kecepatan sangat
lambat, berdesakan dan bergelantungan), pola dan sistem pengelolaan manajemen
yang lemah, daya angkut (kapasitas) yang terbatas, tingkat kecelakaan yang relatif
tinggi, dan tingkat aksesibilitas terhadap sistem angkutan umum yang masih
terbatas (LPM ITB, 1997: 1-5).
Kota Bandung dengan jumlah penduduk lebih dari dua juta jiwa dengan
tingkat pendapatan menengah ke bawah yang cukup banyak, sangat membutuhkan
sarana angkutan penumpang umum yang dapat memenuhi kebutuhan
pergerakannya sehari-hari. Oleh sebab itu kondisi sarana angkutan umum ini
memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang kebutuhan mobilitas
masyarakat perkotaan.
Salah satu komponen angkutan umum yang turut berperan dalam
menunjang pergerakan penduduk adalah angkutan umum bis Damri kelas
ekonomi (Non AC). Angkutan umum ini dimaksudkan untuk melayani pergerakan
penduduk dengan tingkat pendapatan menengah ke bawah, dimana golongan ini
membutuhkan adanya suatu jenis angkutan yang murah namun dengan pelayanan
yang memadai. Dengan perannya ini diharapkan angkutan umum dapat
meningkatkan kinerjanya, melalui peningkatan tingkat kepuasan penumpang
berupa kenyamanan, ketepatan waktu, keamanan, jaminan terlayani, efektif dan
efisien, sehingga angkutan umum dapat menjadi pilihan utama bagi sebagian
besar kalangan tersebut. Efektif dan efisien dalam artian kapasitas yang

 

mencukupi (prasarana dan sarana cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan


pengguna jasa), cepat dan lancar (penyelanggaraan layanan angkutan dalam waktu
singkat, dan sesuai jadwal) dengan tetap memperhatikan kelangsungan hidup
usaha layanan jasa angkutan.
Berdasarkan surat Keputusan Walikota Bandung No : 10/85/1978/ maka
Perum Damri mulai beroperasi di Kota Bandung. Pada saat ini jumlah trayek yang
dapat dilayani oleh Perum Damri terdiri dari 6 trayek untuk layanan dalam Kota
Bandung. Trayek tersebut adalah Cicaheum-Cibeureum, Ledeng-Leuwipanjang,
Kiaracondong-Ciroyom, Dipatiukur-Leuwipanjang, Leuwipanjang-Cicaheum, dan
Cibiru-Kebonkalapa, (lihat Gambar 1.1). Total keseluruhan armada yang
beroperasi adalah sebanyak 251 unit armada, yang terdiri dari 166 unit bus
ekonomi dan 85 unit bus AC. Berdasarkan data jumlah penumpang dari Perum bis
Damri pada tahun 2007, jumlah penumpang pada bulan Januari yaitu sebesar
119.062 orang dan pada bulan Juni menjadi 139.409 orang. Terlihat bahwa
peningkatan jumlah penumpang dalam rentan waktu beberapa bulan naik sebesar
14,6 persen.
Kondisi angkutan umum dalam hal ini bis Damri kelas ekonomi (Non
AC), saat ini masih rendah tingkat pelayanannya. Persoalan bis Damri yang
timbul ini disatu sisi diakibatkan oleh perkembangan penduduk. Peningkatan
aktivitas penduduk ini mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan armada bis
Damri kelas ekonomi (Non AC) yang lebih banyak dari jumlah armada yang ada
saat ini. Dampak dari kekurangan armada ini terlihat dari tingkat pengisian
penumpang dalam kendaraan dan menumpuknya calon penumpang di terminal
dan halte/shelter. Dibandingkan dengan jalur lain, trayek Ledeng-Leuwipanjang
(dengan panjang lintasan trayek yaitu 14,5 km) merupakan jalur strategis yang
menghubungkan kawasan Bandung bagian utara dengan bagian selatan dan
berakhir pada dua terminal regional tipe B sebagai pintu gerbang ke luar kota.
Selain itu juga jalur yang dilewatinya melintasi kawasan pusat kota dengan
intensitas kegiatan tinggi seperti kawasan perdagangan, perkantoran, pendidikan,
rekreasi, fasilitas umum dan pemukiman. Dengan kata lain hal inilah yang
menjadi pertimbangan dalam menentukan objek studi (kelas ekonomi/Non AC)
dan wilayah studi (trayek Ledeng-Leuwipanjang).

 

Tingkat pergerakan masyarakat perkotaan, termasuk didalamnya


pergerakan dengan menggunakan angkutan umum sangat fluktuatif dalam sehari.
Pada umumnya kebutuhan terhadap angkutan umum sangat tinggi pada jam-jam
puncak (peak hour), sebaliknya lebih rendah pada jam-jam bukan puncak (off
peak hour). Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari aparat DLLAJ,
karakteristik waktu pergerakan pada hari kerja di Kota Bandung secara umum
dapat dibagi menjadi 3 jam puncak dan 2 jam bukan puncak, yaitu :
¾ 06.00-08.00 jam puncak pagi.
¾ 08.00-11.00 jam bukan puncak pagi.
¾ 11.00-14.00 jam puncak siang.
¾ 14.00-16.00 jam bukan puncak siang.
¾ 16.00-18.00 jam puncak sore.
Sedangkan pada hari libur berdasarkan hasil pengamatan di lapangan
menunjukkan saat-sat jam puncak yang terjadi berbeda dengan hari kerja seperti
jam puncak pagi pada hari libur, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian di
bawah ini :
¾ 06.00-08.00 jam bukan puncak pagi.
¾ 08.00-11.00 jam puncak pagi.
¾ 11.00-12.00 jam bukan puncak siang.
¾ 12.00-14.00 jam puncak siang.
¾ 14.00-16.00 jam bukan puncak sore.
¾ 16.00-18.00 jam puncak sore.
Terkait dengan uraian sebelumnya maka dalam penelitian ini akan
dilakukan kajian mengenai pengoptimalan jumlah armada angkutan umum bis
Damri kelas ekonomi (Non AC) trayek Ledeng-Leuwipanjang yang dilihat dari
fluktuasi jam-jam pergerakan masyarakat perkotaan di Kota Bandung baik pada
hari kerja maupun hari libur. Diharapkan dari kajian ini dapat diketahui jumlah
armada angkutan umum bis Damri optimal yang dihasilkan oleh trayek tersebut
sehingga dengan demikian dapat dijadikan sebagai alat untuk mengendalikan
jumlah armada bis Damri di Kota Bandung khususnya trayek Ledeng-
Leuwipanjang kelas ekonomi (non AC) agar menjadi lebih optimal.

 

1.2 Perumusan Persoalan


Dalam sistem transportasi perkotaan, peran angkutan umum dinegara
berkembang maupun dinegara maju sangatlah penting. Oleh karena itu, sarana
angkutan umum harus dipertahankan keberadaannya. Karena kendaraan umum
merupakan suatu sarana bagi kepentingan masyarakat perkotaan khususnya
masyarakat golongan menengah ke bawah..
Tingginya laju pertumbuhan penduduk Kota Bandung menuntut akan
ketersediaan sarana transportasi guna menunjang kegiatan dan meningkatkan
produktivitas masyarakat. Apabila laju perkembangan dan pertumbuhan penduduk
tidak diimbangi dengan sarana yang memadai maka akan terjadi ketimpangan
terhadap pertumbuhan kota. Besarnya pengaruh yang ditimbulkan oleh peranan
angkutan umum adalah hal yang harus segera diantisipasi guna menghindari
kerugian yang ditimbulkan seperti kemacetan dan menumpuknya penumpang baik
dalam armada maupun diterminal penumpang. Selain itu juga, fluktuasi jumlah
penumpang pada jam-jam tertentu perlu diantisipasi dengan penyediaan armada
yang cukup, baik itu pada jam sibuk maupun pada jam tidak sibuk yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Masalah ini mungkin dapat dicegah dengan segera
mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Bandung sehingga
dampak negatif yang akan terjadi dapat diminimalisir.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan persoalan angkutan
umum bis Damri sebagai berikut :
1. Peningkatan dan fluktuasi jumlah penumpang pada jalur II khususnya kelas
ekonomi menyebabkan jumlah angkutan umum yang beroperasi menjadi
tidak efektif dan efisien yaitu pengalokasian kebutuhan jumlah armada harus
sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat seperti pada jam-jam tertentu
(peak hour dan off peak hour), karena banyaknya jumlah penumpang tidak
diimbangi dengan banyaknya jumlah armada sehingga tingkat pengisian
penumpang menjadi tinggi.
2. Tingginya faktor pengisian penumpang angkutan umum bis Damri kelas
ekonomi pada jalur II di Kota Bandung menyebabkan kerugian bagi
penumpang (users) karena mempengaruhi faktor kenyaman, keamanan dan
efisiensi waktu, seperti menumpuknya penumpang di dalam armada

 

dikarenakan jumlah armada yang tidak mencukupi, dan menumpuknya


penumpang di terminal dan halte-halte dikarenakan jadwal keberangkatan dan
kedatangan kendaraan yang tidak tepat waktu sehingga calon penumpang
tidak tau pasti kapan kendaraan akan datang dan akan berangkat.
Dari rumusan persoalan di atas, dapat diambil suatu pertanyaan ilmiah
dalam menyelesaikan persoalan angkutan umum bis Damri kelas ekonomi (jalur
II) di Kota Bandung, yaitu : Berapa kebutuhan armada yang harus disediakan
agar lebih optimal dikarenakan jumlah penumpang yang terus meningkat
dan bersifat fluktuatif berdasarkan jam sibuk dan jam tidak sibuk baik pada
hari kerja maupun pada hari libur?

1.3 Tujuan dan Sasaran


Tujuan studi ini adalah merumuskan rekomendasi jumlah armada
angkutan umum bis Damri kelas ekonomi di Kota Bandung trayek Ledeng-
Leuwipanjang berdasarkan fluktuasi jam sibuk dan jam tidak sibuk pada hari kerja
maupun hari libur. Sedangkan, dalam merumuskan rekomendasi jumlah armada
angkutan umum bis Damri kelas ekonomi dicapai dengan tiga sasaran sebagai
berikut :
1. Teridentifikasinya load factor (LF) penumpang dilihat dari perbandingan
antara produksi penumpang per segmen dan kapasitas maksimal angkutan
umum berdasarkan jam sibuk (peak hour) dan jam tidak sibuk (off peak hour)
2. Teridentifikasinya load factor break even (LFBE) dilihat dari perbandingan
antara biaya operasi kendaraan (biaya langsung, dan biaya tidak langsung)
dan tarif angkutan umum (pendapatan) guna melihat apakah pihak operator
mengalami kerugian, keuntungan, atau pada kondisi impas.
3. Teridentifikasinya jumlah armada angkutan umum optimal dilihat dari
perbandingan antara load factor pada jam sibuk dan jam tidak sibuk, load
factor break even dan jumlah armada angkutan umum eksisting.

1.4 Ruang Lingkup Studi


Dalam lingkup studi terbagi menjadi dua lingkup studi utama yaitu lingkup
wilayah dan lingkup materi, untuk jelasnya dapat dilihat pada uraian di bawah ini.

 

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah Studi


Wilayah studi merupakan suatu daerah geografis yang didalamnya terletak
semua zona asal dan zona tujuan. Kriteria wilayah studi adalah wilayah yang
berisikan zona internal dan ruas jalan yang dipengaruhi oleh pergerakan lalu lintas
armada. Koridor jalan yang dijadikan sebagai wilayah studi adalah zona lalu-lintas
trayek Ledeng-Leuwipanjang (lihat Gambar 1.1 dan 1.2) baik jalur pergi maupun
jalur pulang dari dan menuju terminal yang merupakan bagian wilayah Kota
Bandung dan termasuk dalam WP Bojonegara dan WP Tegallega. Koridor
lintasan trayek jalur II tersebut dapat dilihat pada Tabel I.1 berikut ini :
Tabel I.1
Koridor Armada Bis Damri Jalur II
Lintasan
Trayek
Pergi Pulang
Terminal Ledeng, jl. Dr. Setia Terminal Leuwipanjang, jl.
Budhi, jl. Suka Wangi, jl. Kopo, jl. Pasirkoja, jl.
Suka,Jadi, jl. Pasir Kaliki, jl. ,Astana Anyar, jl. Gardu Jati,
Pajajaran, jl. Cicendo, jl. Otista, jl. Pasir Kaliki, jl. Pajajaran,
Ledeng-Leuwipanjang jl.,Kebon Jukut, jl. Perintis jl. Dr. Cipto, jl. Dr.
Kemerdekaan, jl. Braga, Gunawan, jl. Dr. Otten, jl.
jl.,Suniaraja, jl. Otista, jl. Peta, Pasteur, jl. Pasir Kaliki, jl.
jl. Leuwipanjang, dan Terminal Suka Jadi, jl. Setia Budhi,
Leuwipanjang. Terminal Ledeng.
Sumber : Perum Damri, 2008

Dari beberapa ruas jalan tersebut di atas, kemudian ditetapkan penentuan


segmen berdasarkan keberadaan shelter/halte eksisting disepanjang lintasan trayek
Ledeng-Leuwipanjang ini. Alasan pembagian lintasan menjadi beberapa segmen
ini baik pada arus pergi maupun arus pulang bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar tingkat pengisian penumpang di atas kendaraan pada koridor tertentu dalam
satu lintasan. Seperti pada koridor atau titik manakah terdapat permintaan
kebutuhan pelayanan armada yang tinggi atau rendah, dikarenakan tidak seluruh
koridor menghasilkan produksi penumpang yang sama besarnya. Tetapi pada
koridor tertentu produksi penumpang bisa tinggi dan bisa rendah. Selain itu juga
pembagian lintasan menjadi beberapa segmen bertujuan untuk mengetahui

 

kantong-kantong produksi penumpang dalam satu lintasan yang dipengaruhi oleh


penggunaan lahan eksisting dan jenis kegiatan masyarakat yang ada di sepanjang
koridor berdasarkan lokasi titik naik turun penumpang armada angkutan umum
bis Damri kelas ekonomi yang masing-masing segmen mempunyai karakteristik
berbeda-beda antara satu dengan lainnya.
Sedangkan yang menjadi asumsi atau pertimbangan dalam pembagian
segmen di sepanjang lintasan trayek Ledeng-Leuwipanjang yaitu disebabkan oleh:
a. Penempatan shelter/halte eksisting yang sudah disediakan oleh Perum Damri
sebagai pihak pengelola.
b. Tipe tata guna lahan untuk masing-masing segmen harus sehomogen
mungkin seperti pendidikan, perdagangan, pemukiman, fasilitas umum,
industri dan sebagainya).
c. Pola pengisian penumpang (lokasi naik turun) yang diperoleh waktu survei
primer.
Untuk arus pergi dari terminal Ledeng menuju terminal Leuwipanjang
dibagi ke dalam 4 segmen. Yaitu R1, R2, R3 dan R4, begitu juga untuk arus
pulang dibagi kedalam 4 segmen, yaitu R5, R6, R7 dan R8. Saat arus pergi untuk
segmen I (R1) meliputi ruas jalan Setiabudhi, Sukawangi, dan Sukajadi. Segmen
II (R2) meliputi ruas jalan Pasir Kaliki, Pajajaran, Cicendo, Otista, Kebon Jukut,
dan Perintis Kemerdekaan. Untuk segmen III (R3) meliputi ruas jalan Braga,
Suniaraja, dan Otista. Sedangkan untuk segmen IV (R4) meliputi jalan Peta dan
Leuwipanjang.
Begitu juga sebaliknya untuk arus pulang dari terminal Leuwipanjang,
segmen V (R5) meliputi jalan Kopo dan Pasir Koja. Segmen VI (R6) meliputi
jalan Astana Anyar, Gardu Jati dan Pasir Kaliki. Segmen VII (R7) meliputi jalan
Pajajaran, Dr Cipto, Dr. Gunawan, Dr Otten, Pasteur dan Pasir Kaliki. Sedangkan
untuk segmen terakhir yaitu R8 meliputi jalan Sukajadi dan Setia Budhi.

 
10 

Gambar 1.1
Peta Wilayah Studi

 
11 

Gambar 1.2
Peta Lintasan Trayek Ledeng-Leuwipanjang

 
12 

1.4.2 Ruang Lingkup Materi


Dalam studi optimalisasi jumlah armada angkutan umum bis Damri kelas
ekonomi (jalur II) di Kota Bandung lingkup materinya akan dijelaskan pada
paragraf di bawah ini. Untuk lebih jelasnya mengenai lingkup materi tersebut
dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
1. Menghitung load factor angkutan umum bisa Damri per segmen.
2. Menghitung load factor break even yang didapat dari biaya operasi kendaraan
(BOK) dan pendapatan.
3. Menentukan jumlah armada angkutan umum bis Damri yang optimal.

1.4.3 Batasan Studi


Studi tentang kebutuhan angkutan umum bis Damri kelas ekonomi di Kota
Bandung, studi kasus trayek Ledeng Leuwipanjang ini memiliki beberapa
keterbatasan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk studi lebih lanjut,
yaitu :
a. Dalam studi ini tidak membahas armada angkutan umum bis Damri kelas AC
(non ekonomi) walaupun berada pada jalur dan trayek yang sama,
b. Studi ini tidak membahas kompetitor moda angkutan umum yang lain seperti
angkot dan bis Damri walaupun bersinggungan (overlap) atau memotong
(crossing) dengan jalur armada bis Damri trayek Ledeng-Leuwipanjang kelas
ekonomi (Non AC).
c. Studi ini tidak membahas biaya operasi kendaraan (BOK) armada bis Damri
kelas ekonomi ukuran sedang yang menjadi rekomendasi dalam peremajaan
armada.

1.5 Metode Penelitian


Dalam metode penelitian terbagi menjadi pendekatan studi, pengumpulan
data, dan teknik analisis yang semuanya terangkum dalam Gambar 1.3 mengenai
kerangka berpikir. Sedangkan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian
dibawah ini.

 
13 

1.5.1 Pendekatan Studi


Pendekatan yang digunakan dalam penelitian studi optimalisasi jumlah
armada angkutan umum bis Damri kelas ekonomi (jalur II) di Kota Bandung
adalah pendekatan sistem, dimana dalam pendekatan ini dilakukan suatu
identifikasi masalah, identifikasi persoalan, identifikasi gejala dan identifikasi
sebab akibat secara terstruktur. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian
studi kebutuhan angkutan umum bis Damri kelas ekonomi (Non AC) pada jalur II
ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode penelitian untuk
membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian secara sistematis, faktual dan
akurat sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar.
Metode deskriptif juga merupakan metode pencarian fakta dengan interpretasi
yang tepat dengan membandingkan fenomena-fenomena tertentu dan mempelajari
norma-norma/standar-standar tertentu pada waktu sekarang ini (Nazir, 1999 : 64).

1.5.2 Pengumpulan Data


Dalam menunjang penelitian, penulis menggunakan teknik pengumpulan
data primer dan teknik pengumpulan data sekunder. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada uraian sebagai berikut :
a. Pengumpulan Data Primer
Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data-data dan informasi dengan
cara langsung meninjau ke lokasi studi. Adapun data yang dibutuhkan adalah
data produksi penumpang angkutan dengan variabel naik turun penumpang
yang dilakukan di dalam armada angkutan umum bis Damri (on bus) per
segmen, data selisih waktu antar armada (time headway) dengan lokasi
pengamatan di terminal Ledeng dan Leuwipanjang, data kecepatan armada
bis Damri serta data titik potensi naik turun penumpang baik pada arus pergi
maupun arus pulang.

b. Pengumpulan Data Sekunder


Dalam hal ini penulis mengumpulkan dan mempelajari data-data dari bahan
tertulis yang didapat dari instansi terkait dan relevan dalam penyusunan

 
14 

laporan seperti Bapeda Kota Bandung, Perum Damri, Dishub, DLLAJ, serta
BPS.

1.5.3 Teknik Analisis


Teknik analisis yang digunakan dalam studi kebutuhan jumlah armada
angkutan umum bis Damri kelas ekonomi adalah sebagai berikut :
1. Load Factor Analysis
Load factor analysis didapat dari hasil perbandingan antara produksi
pelayanan angkutan umum bis Damri per segmen dengan kapasitas maksimal
angkutan umum bis Damri kelas ekonomi. Perhitungan penumpang pada
suatu segmen dirumuskan sebagai berikut :
Pgi = Pg (i - 1) + Pgn - Pgt
Dimana :
Pgi = Jumlah penumpang yang ada pada segmen i.
Pg (i - 1) = Jumlah penumpang yang diangkut pada segmen sebelumnya.
Pgn = Jumlah penumpang yang naik pada segmen i.
Pgt = Jumlah penumpang yang turun pada segmen i.
Sumber : Tamin, 1998: 34
Selanjutnya Load Factor pada suatu segmen dirumuskan seperti pada
formula sebelumnya yaitu :

Dimana :
LFi = Load Factor pada segmen i.
Pgi = Jumlah penumpang yang ada pada segmen i.
C = Kapasitas kendaraan.
Sumber : Tamin, 1998: 34
Sedangkan untuk perhitungan load factor rata-rata (load factor kendaraan
selama satu lintasan), digunakan formula :

Dimana :

 
15 

LF trip = Load Factor rata-rata (sepanjang satu lintasan).

Li = Panjang ruas jalan yang dilintasi pada segmen i.

LFi = Load Factor segmen i.

n = Jumlah segmen.

Sumber : Tamin, 1998: 35

2. Load Factor Break Even Analysis


Untuk mencari nilai load factor break even maka data yang diperlukan adalah
biaya operasi kendaraan (biaya langsung, biaya tidak langsung) dan
pendapatan. Pendapatan dalam studi ini adalah berupa tarif angkutan umum
bis Damri. Setelah diketahui nilai dari biaya operasi kendaraan dan tarif
sebagai pendapatan langkah selanjutnya adalah memasukkan data tersebut ke
dalam bentuk persamaan berikut ini.

Dimana :
LFBE : Load Factor Break Even
F : Biaya Operasi Kendaraan
P : Pendapatan (Tarif Angkutan Umum bis Damri Kelas Ekonomi)
LF Sampel : Load Factor Sampel
Sumber : Tamin, 1998: 36

3. Analisis Jumlah Armada Angkutan Umum


Formulasi untuk menentukan jumlah armada angkutan umum optimal adalah
sebagai berikut :

 
Dimana :
KT : Jumlah armada angkutan umum bis Damri
LF : Load Factor eksisting
LFBE : Load Factor Break Even
∑KO : Jumlah armada angkutan umum bis Damri yang beroperasi
Sumber : Tamin, 1998: 36

 
16 

4. Analisis Statistik Deskriptif


Analisis statistik deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan
pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan
informasi yang bermanfaat. Statistik deskriptif hanya memberikan informasi
mengenai data yang dimiliki dan sama sekali tidak menarik kesimpulan
apapun tentang gugus data induknya yang lebih besar (Sulaiman, 2003:1)

1.6 Sistematika Pembahasan


Untuk mempermudah memahami laporan ini, maka rencana penulisan
laporan ini akan disusun dengan sistematika sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Bagian ini berisi tentang latar belakang, perumusan persoalan,
tujuan dan sasaran, ruang lingkup, metodologi, dan sistematika
laporan.
Bab II Tinjauan Teori
Bagian ini berisi tentang teori-teori, dasar legalitas dan teknik
analisis yang digunakan dalam penyusunan laporan.
Bab III Gambaran Umum
Bagian ini berisi tentang gambaran umum Kota Bandung sebagai
wilayah studi yang terdiri dari kondisi fisik, kependudukan,
penggunaan lahan, arahan kebijakan, serta sistem pelayanan dan
pembiayaan angkutan umum bis Damri kelas ekonomi di Kota
Bandung.
Bab IV Analisis
Bagian ini berisi analisis load factor (faktor pengisian), load factor
break even, perhitungan jumlah armada optimal, serta alokasi
jumlah armada angkutan umum bis Damri kelas ekonomi di Kota
Bandung.
Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi
Bagian ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan rekomendasi
dalam mengoptimalkan jumlah armada angkutan umum bis Damri
kelas ekonomi di Kota Bandung.

 
17 

Gambar 1.3
Kerangka Berpikir
Data Teknik Analisis
Isu Permasalahan 
Pertumbuhan  jumlah  penduduk  Kota  Bandung  yang  terus  • Jumlah Armada Eksisiting   
• Load Factor 
meningkat seiring dengan lajunya aktivitas perjalanan menuntut  • Jumlah Penumpang 
ketersediaan  sarana  transportasi  umum  sebagai  penunjang 
kegiatan masyarakat khususnya golongan menengah ke bawah  • Load Factor Break Even 
• Biaya Operasi Kendaraan (BOK) 
• Pendapatan (Tarif) 

Rumusan Persoalan 
ƒ Peningkatan  dan  fluktuasi  jumlah  penumpang  pada  jalur  II  Alokasi Jumlah Armada
Tinjauan Teoritis dan Dasar Legalitas Armada  
khususnya  kelas  ekonomi  menyebabkan  jumlah  angkutan  • Jumlah  Armada  Maksimum  dan 
umum yang beroperasi menjadi tidak efektif dan efisien.  • Sistem Transportasi :  Optimal 
Minimum 
ƒ Tingginya  faktor  pengisian  penumpang  angkutan  umum  bis  ♦ Prasarana  • Peremajaan Armada ke ukuran  3/4 
Damri  kelas  ekonomi  pada  jalur  II  di  Kota  Bandung  ♦ Sarana 
menyebabkan  kerugian  bagi  penumpang  (users)  karena  ♦ Sistem pengoperasian 
mempengaruhi  faktor  kenyamanan,  keamanan,  dan  efisiensi  • Tinjauan Angkutan Umum : 
waktu.  ♦ Pengertian angkutan umum 
♦ Peran dan fungsi angkutan umum 
♦ Pelayanan angkutan umum 
Tujuan  ♦ Produksi pelayanan angkuatn umum 
Merumuskan  rekomendasi  jumlah  armada  angkutan  umum  bis  ♦ Lintasan rute angkutan umum 
Damri kelas ekonomi di Kota Bandung pada jalur II berdasarkan  ♦ Permintaan transportasi angkutan umum 
jam sibuk dan jam tidak sibuk  • Tinjauan Biaya Angkutan : 
♦ Pengertian Biaya Angkutan 
♦ Biaya Internal 
Sasaran  ♦ Biaya pokok Produksi Angkutan Umum 
♦ Subsidi 
ƒ Teridentifikasinya  LF  penumpang  dilhat  dari  perbandingan  • RTRW Kota Bandung tahun 2004‐2013. 
antara  produksi  penumpang  persegmen  dan  kapasitas  • UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan 
maksimal  angkutan  umum  berdasarkan  jam  sibuk  dan  jam  Angkutan Jalan. 
tidak sibuk  • UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan. 
ƒ  Teridentifikasinya LFBE  dilihat dari perbandingan antara biaya 
• PP No. 34 tahun 2006 tentang Jalan. 
operasi  kendaraan  (biaya  langsung,  biaya  tidak  langsung)  dan 
• Kepdirjenhubdar  No.  SK  687  Tahun  2002 
pendapatan (tarif) angkutan umum guna melihat apakah pihak 
tentang  Pedoman  Teknis  Penyelenggaraan 
operator mengalami kerugian, keuntungan, atau pada kondisi 
Angkutan  Penumpang  Umum  Di  Wilayah 
impas.   
Perkotaan Dalam Trayek Tetap Dan Teratur. 
ƒ  Teridentifikasinya  jumlah  armada  angkutan  umum  optimal 
• Kepmenhub  No.  35  Tahun  2003  tentang 
dilihat dari perbandingan antara LF, LFBE, dan jumlah armada 
Penyelenggaraan  Angkutan  Orang  Di  Jalan 
eksisiting 
Dengan Kendaraan Umum. 

Anda mungkin juga menyukai