OLEH:
Kelas VI F
Novie Legiantari 201010170311295
Fauziah 201010170311303
Tri Yuliana 201010170311
Nur Cholifah 201010170311
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
PENDAHULUAN
Pada perkembangan jaman sekarang ini pertumbuhan perekonomian di Indonesia
semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang semakin
meningkat. Perkembangan ini juga diikuti dengan pertumbuhan pajak yang semakin lama
semakin meningkat, hal ini dibuktikan dengan besarnya kontribusi pajak pada APBN negara.
Pada hakikatnya setiap orang yang berada di Indonesia pasti akan bersinggungan dengan
pajak suatu saat nanti, baik yang berprofesi sebagai kuli bangunan, dokter, dosen, arsitek,
montir, dan lain sebagainya. Hal ini terjadi karena adanya pajak penghasilan yang diterapkan
pada setiap penghasilan penduduk rakyat Indonesia, baik yang berbentuk perseorangan,
Commanditaire Vennootschap (CV) atau Firma (Fa), maupun Perseroan Terbatas (PT).
Akan tetapi jika perhatikan lebih seksama pada penerapan sistem perpajakan, maka
akan terlihat beberapa kelebihan maupun kelemahan dari setiap bentuk usaha. Kita sebagai
pebisnis dapat melakukan tax avoidance (menghindari pembayaran pajak yang seharusnya
tidak perlu dibayarkan/pembayaran pajak secara optimal). Jadi dengan melakukan
pembayaran pajak secara optimal ini menunjukan bahwa pebisnis harus membayarkan pajak
yang seharusnya dia bayarkan dan tidak membayar pajak yang seharusnya bisa dihindari
tanpa melakukan pelanggaran terhadap peraturan pajak.
PEMBAHASAN
Dalam ketentuan umum perpajakan, Wajib Pajak dapat dibagi dua yaitu Wajib Pajak
perorangan dan Wajib Pajak badan. Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada setiap Wajib
Pajak, baik Wajib Pajak perorangan maupun Wajib Pajak badan atas penghasilan yang
diterimanya dalam setahun. Perbedaan utama antara Wajib Pajak perorangan dan Wajib Pajak
badan dalam penghitungan PPh adalah besarnya tarif pajak. Lapisan terendah tarif pajak bagi
perorangan adalah 5% dan lapisan tertinggi bagi perorangan adalah 30% sedangkan bagi
Wajib Pajak Badan tarifnya 28%.
Penghasilan dalam pengertian perpajakan memiliki makna yang sangat luas, yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang dapat dikonsumsi atau menambah kekayaan.
Sehubungan dengan usaha maka penghasilan sebagai tambahan kemampuan ekonomis adalah
laba usaha, yaitu penerimaan bruto dikurangi biaya-biaya, yang dalam perpajakan disebut
dengan penghasilan neto. Dalam menghitung besarnya laba usaha, perpajakan mempunyai
ketentuan mengenai penghasilan yang diperhitungkan dan biaya yang tidak dapat
dikurangkan yang diatur dalam UU PPh.
Laba usaha yang diterima oleh badan usaha maupun perorangan itulah yang akan
dikenai PPh. Namun demikian, bagi Wajib Pajak perorangan, sebelum laba dikenakan pajak
terlebih dahulu dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang besarnya
ditetapkan dan bergantung pada jumlah tanggungan keluarganya.
Sebenarnya, pihak yang memiliki sebuah usaha berbentuk badan adalah juga
perorangan sebagai investor. Hasil yang akan diterima oleh investor sebagai pemilik usaha
merupakan penghasilan kembali yang merupakan Objek PPh bagi perorangan. Namun karena
prinsip usaha adalah “going concern” maka keuntungan dari sebuah badan usaha tidak selalu
langsung dinikmati oleh investor (pemilik) tetapi dapat ditanamkan kembali untuk
memperbesar usaha. Sehingga penghasilan yang diterima oleh perorangan atas investasinya
di badan usaha bisa ditunda sampai keuntungan tersebut dibagikan ke perorangan.
a) Usaha Perorangan
Keuntungan yang diperoleh dari suatu usaha yang dijalankan secara perorangan
seluruhnya akan dinikmati dan masuk ke kantong pribadi perorangan. Keuntungan
tersebut akan dikenai pajak sesuai dengan lapisan tarif pajak perorangan. Jika
keuntungan yang diperoleh di atas Rp500.000.000,00 kelebihannya akan dikenai tarif
tertinggi perpajakan sebesar 30%. Keuntungan usaha berupa selisih penerimaan
dengan biaya dihitung berdasarkan pembukuan yang diselenggarakan oleh
perorangan. Dalam usaha perorangan tidak dikenal adanya pemisahan harta usaha
dengan harta pribadi perorangan, keseluruhannya adalah harta miliknya perorangan.
Namun demikian untuk keperluan penghitungan keuntungan usaha tetap harus
dibedakan antara harta untuk usaha dengan harta bukan untuk usaha, sehingga dapat
dipisahkan biaya penyusutan harta yang berhubungan dengan usaha. Karena tidak
adanya pemisahan antara harta usaha dengan harta pribadi maka dari sudut perpajakan
kewajiban mendaftar NPWP hanya melekat pada diri perorangannya. Begitu pula
dengan kewajiban melaporkan pajaknya.
Pengeluaran-pengeluaran untuk kepentingan pribadi tidak diperkenankan, seperti
biaya gaji pemilik, pengeluaran berupa prive dan sebagainya. Bagi perorangan yang
omzet setahunnya belum melebihi Rp4.800.000.000,00 tidak wajib
menyelenggarakan pembukuan, sehingga keuntungan dihitung dengan menggunakan
norma penghitungan penghasilan neto. Konsekuensi menggunakan norma
penghitungan penghasilan neto adalah tidak pernah diakui adanya kerugian usaha.
b) Persekutuan Komanditer atau Firma
Persekutuan Komanditer (CV) atau Firma pada dasarnya adalah bentuk usaha yang
didirikan oleh dua orang atau lebih yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham.
Atas bentuk usaha tersebut dan bentuk usaha lain yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham mempunyai perlakuan yang sama dari sudut perpajakan.
Sebagai sebuah badan usaha maka CV atau Firma berkewajiban untuk mendaftarkan
NPWP yang terpisah dengan kewajiban para pemiliknya. Keuntungan usaha
merupakan penghasilannya CV atau Firma yang akan dikenai pajak dan dilaporkan
oleh CV atau Firma sebagai Wajib Pajak. Sedangkan penghasilan seorang investor
dari penanaman modal di CV atau Firma adalah penghasilan berupa pembagian laba.
Jika seorang investor juga aktif menjalankan usaha, investor dapat saja menerima
tambahan penghasilan lain berupa gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya.
Dalam ketentuan perpajakan, bergesernya aliran penghasilan dari CV atau Firma
kepada pemilik tidak dianggap sebagai terjadinya aliran penghasilan, sehingga pajak
tidak mengakui adanya pengurangan berupa biaya gaji pemilik di CV atau Firma.
Sebaliknya penerimaan berupa gaji oleh pemilik tidak dianggap sebagai adanya
penghasilan bagi si pemilik. Demikian juga atas pembagian laba yang diterima oleh
pemilik. Pajak memandang bahwa antara anggota atau pemilik dengan CV atau Firma
diperlakukan sebagai satu kesatuan dalam penghitungan PPh atas keuntungan usaha.
Satu kesatuan dalam hal ini adalah tambahan kemampuan ekonomis dari usaha CV
atau Firma hanya akan dikenai PPh satu kali yaitu di CV atau Firma.
Dengan demikian antara CV dengan usaha perorangan memiliki persamaan perlakuan
perpajakan yaitu keuntungan usaha sama-sama diperlakukan sebagai satu kesatuan
dengan penghasilan pemiliknya. Hanya bedanya keuntungan usaha perorangan
dikenai pajak di sisi perorangan sebagai WPOP sedangkan keuntungan usaha CV
dikenai pajak di sisi CV sebagai WP badan.
Keduanya sama-sama tidak diperkenankan memperhitungkan pengurangan biaya
berupa gaji pemilik dan pembagian keuntungannya. Dipandang dari sudut
penghematan pajak, CV memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan usaha
perorangan yaitu dari sisi tarif pajak. Sebagaimana dijelaskan di atas, tarif pajak bagi
CV adalah 28% sedangkan tarif pajak perorangan tertinggi adalah 30%. Dengan
demikian dengan membentuk CV dapat timbul penghematan pajak sebesar 2%.
Dipandang dari sudut penghematan pajak, CV memiliki keunggulan jika
dibandingkan dengan usaha perorangan yaitu dari sisi tarif pajak
c) Usaha Berbentuk Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas (PT) adalah bentuk usaha yang modalnya terdiri atas saham-
saham. Kepada pemilik biasanya diberikan sertifikat atau tanda kepemilikan atas
sahamnya di perusahaan. Saham yang dimiliki tersebut dikenal sebagai surat berharga
(marketable securities) yang dapat diperjualbelikan kepada pihak lain. Keuntungan
yang diperoleh pemegang saham adalah hanya dari pembagian keuntungan atau
dividen saja, meskipun dalam beberapa kasus dan sebenarnya tidak dibenarkan secara
aturan, ada beberapa pemegang saham yang merangkap juga sebagai pengurus yang
ikut aktif menjalankan roda usaha sehingga kepadanya juga diberikan penghasilan
lain berupa gaji.
Perpajakan memandang bahwa antara pemegang saham dengan PT adalah dua Wajib
Pajak yang berbeda dan terpisah. Sehingga jika ada pengalihan kekayaan atau harta
baik berupa sumber daya atau resources dari perusahaan kepada pemilik dianggap
telah terjadi arus mengalirnya penghasilan. Dengan demikian dividen yang diterima
oleh pemegang saham dianggap sebagai penghasilan yang akan dikenai pajak.
Sebaliknya karena dividen itu dihitung dari laba setelah pajak, maka di sisi
perusahaan dividen tersebut tidak berpengaruh terhadap besarnya keuntungan usaha
atau laba usaha yang dikenai pajak. Bisa dikatakan bahwa atas keuntungan atau laba
usaha akan dikenai pajak di PT dan ketika keuntungan atau laba tersebut dibagi
kepada para pemegang saham akan dikenai pajak lagi di pemegang saham
(perorangan).
KESIMPULAN
Pilihan bentuk usaha ternyata berpengaruh terhadap aspek PPh yang akan dihadapi
oleh seorang investor. Kajian dari tiga pilihan apakah usaha perorangan, badan usaha yang
modalnya tidak terbagi atas saham seperti CV atau Firma atau PT ternyata menunjukkan
bahwa pilihan bentuk usaha yang tidak terbagi atas saham memiliki keuntungan pajak
tersendiri. Keuntungan tersebut jika dibandingkan dengan usaha perorangan adalah
pengenaan tarif pajak tertinggi yang lebih rendah dibandingkan tarif pajak tertinggi
perorangan. Jika dibandingkan dengan bentuk PT maka keuntungan CV atau Firma adalah
tidak dikenakannya pajak ganda (double tax) atas pembagian laba atau dividen.
Pembahasan tersebut tentunya hanya memandang dari sudut perpajakan khususnya
PPh dengan kondisi apapun bentuk usaha yang dipilih memberikan hasil yang sama bagi
seorang investor. Secara lebih mendalam tentu pertimbangan pemilihan bentuk usaha
tidaklah sesederhana itu. Banyak aspek lain yang perlu dipertimbangkan, seperti aspek
tanggung jawab pemegang saham, aspek kemudahan akses ke pihak lain seperti bank, dan
lain sebagainya. Namun demikian sudut pandang aspek pajak ini setidaknya dapat dijadikan
sebagai salah satu pertimbangan dalam memilih bentuk usaha.