SERIAL KASUS
PAULINA TODING
1106142620
SERIAL KASUS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Spesialis Gizi Klinik
PAULINA TODING
1106142620
Laporan Serial Kasus ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik
yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
NPM : 1106142620
Tandatangan :
ii Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Jakarta
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas karuniaNya, sehingga
penyusunan laporan serial kasus ini dapat diselesaikan. Laporan serial kasus yang
berjudul “Tatalaksana Nutrisi pada Pasien Karsinoma Hepatoselular” disusun
sebagai tugas akhir Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi Ilmu
Gizi Klinik di Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Dengan selesainya laporan serial kasus ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Dr. dr. Johana Titus, MS, SpGK sebagai pembimbing akademik dan Sekretaris
Program Studi Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi Ilmu
Gizi Klinik yang dengan sabar, ketekunan dan ketelitian membimbing hingga
selesainya makalah ini.
2. dr. Sri Sukmaniah, MSc, SpGK selaku Ketua Program Studi atas bimbingan
yang telah diberikan sejak awal menjalani pendidikan hingga saat ini.
3. Seluruh Konsulen dan Staff Pengajar di RSCM dan rumah sakit jejaring dalam
membimbing penulis selama menjalani program pendidikan.
4. Kepada semua pasien di seluruh rumah sakit pendidikan yaitu RSCM, RSU
Tangerang, RSAB Harapan Kita dan RS Sumber Waras.
5. Seluruh rekan-rekan dan semua pihak yang turut membantu, mendukung dan
memberikan motivasi selama menjalankan pendidikan
6. Terima kasih tak terhingga kepada kedua orang tua, serta suami terkasih, dr.
Djoni Nurung, SpOG yang selalu memberikan dorongan dan doa selama
penulis mengikuti pendidikan. Kepada anak-anak tercinta Resa dan Priscilla,
yang merupakan motivasi penulis untuk segera menyelesaikan pendidikan ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati semua pihak yang telah membantu
penulis. Semoga makalah ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu gizi
Indonesia
Penulis
iv Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 5 Juli 2014
Yang menyatakan
(Paulina Toding)
v Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
ABSTRAK
vi Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
ABSTRACT
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ii
KATA PENGANTAR iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI v
KARYA ILMIAH vi
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR SINGKATAN xiii
DAFTAR LAMPIRAN xv
1. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 2
1.3. Manfaat 2
2. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1. Anatomi dan Histologi 3
2.2. Fisiologi. 4
2.3. Parameter Biokimia Hati 5
2.4. Karsinoma Hepatoselular (KHS)/ Hepatocellular Carcinoma
(HCC) 7
2.4.1 Definisi dan Epidemiologi 7
2.4.2 Etiologi 8
2.4.3 Manifestasi Klinis 8
2.4.4 Patogenesis KHS 10
2.4.5 Penegakan Diagnosis 13
2.4.6 Patofisiologi Kanker Kaheksia 15
2.4.7 Terapi Pembedahan pada KHS 17
2.4.8 Terapi Nutrisi pada KHS 18
2.4.8.1 Kebutuhan Vitamin, Mineral dan Nutrien Spesifik 19
2.4.8.2 Nutrisi Pada Pasca Bedah 20
2.4.9 Prognosis 21
3. KASUS 23
3.1. Kasus 1. Karsinoma Hepatoselular Segmen 5-6, Child Pugh C,
Unresectable dengan Hipoglikemia Berulang 23
3.2. Kasus 2. Karsinoma Hepatoselular Segmen 3-4 Pro Reseksi,
Hepatitis B, Diabetes Melitus Tipe 2, Berat Badan Lebih
(Riwayat Penurunan Berat Badan 15 kg Selama 8 Bulan),
Hipermetabolisme Sedang 27
3.3 Kasus 3. Karsinoma hepatoselular segmen 5-6 pro reseksi, hepatitis B,
Berat Badan Normal Berisiko Malnutrisi, Hipermetabolisme
Sedang 32
4. PEMBAHASAN 42
5. SIMPULAN DAN SARAN 53
5.1. Simpulan 53
5.2. Saran 54
DAFTAR REFERENSI 55
LAMPIRAN 60
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 87
ix Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
DAFTAR TABEL
x Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
xi Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
Gambar 3.12 Analisis Asupan Pasien Keempat Setelah Operasi 41
xv Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karsinoma hepatoselular (KHS) merupakan salah satu dari lima jenis kanker
terbanyak di dunia, dengan angka harapan hidup dalam lima tahun berkisar 10%.
Menurut penelitian tahun 1985 di Indonesia, KHS merupakan jenis kanker
kesembilan terbanyak, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 2,5 :1 serta
sering terjadi pada usia 40–70an.1
Pada KHS terdapat 50% kasus dengan malnutrisi.2 Berbagai faktor yang
umum terjadi dan berkontribusi bagi terjadinya malnutrisi adalah nausea,
anoreksia, penurunan asupan, keadaan katabolik, dan berulangnya perawatan di
rumah sakit. Keadaan malnutrisi tersebut akan berpengaruh terhadap status klinis
secara umum. 3
Gejala klinis yang dapat timbul sangat beragam, pada KHS dengan
riwayat sirosis terdapat perburukan fungsi hati, asites, perdarahan intra abdomen
akut, ikterik, penurunan berat badan, demam, dan ensefalopati. Pada KHS stadium
lanjut dapat disertai nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, kelemahan, ikterik,
hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, dan anoreksia. 4 Stadium awal
KHS ditandai dengan nodul berukuran <3 cm mempunyai angka harapan hidup
dalam lima tahun 75%, sedangkan pasien pada stadium akhir mempunyai angka
harapan hidup dalam satu tahun <10%.5
Pada KHS dengan sirosis, tatalaksana nutrisi yang adekuat dapat
memperbaiki status gizi pasien. Selain itu pemberian makanan porsi kecil dengan
frekuensi sering termasuk kudapan tinggi karbohidrat dan protein yang
mengandung tinggi kandungan asam amino rantai cabang (AARC) pada tengah
malam dapat memperbaiki imbang nitrogen.6,7,8,9
Terapi nutrisi juga diperlukan pada KHS stadium lanjut, di mana pada
13% kasus terjadi hipoglikemia berulang yang sering disertai muscle wasting, dan
kelemahan, yang merupakan alasan pasien perlu rawat inap. Hipoglikemia juga
merupakan salah satu penyebab kematian pada pasien KHS. Selain itu pada KHS
yang menjalani terapi pembedahan, diperluan terapi nutrisi yang adekuat untuk
1 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
2
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan terapi gizi pada pasien KHS yang mengalami pembedahan reseksi
hati guna menunjang proses penyembuhan, dan pada pasien dengan keadaan
unresectable guna memperbaiki kualitas hidup.
1.3 Manfaat
1. Manfaat untuk pasien:
Mendapat tatalaksana nutrisi yang optimal dan mendapat informasi
mengenai nutrisi yang sesuai dengan penyakitnya.
2. Manfaat bagi peserta program spesialis Ilmu Gizi Klinik:
Dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa pendidikan spesialis,
serta sarana pelatihan dalam menyusun tatalaksana nutrisi pada pasien
KHS.
3. Manfaat untuk institusi:
Hasil serial kasus ini dapat menjadi informasi tambahan dalam menangani
pasien KHS.
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1. Permukaan Hati
Sumber : Daftar referensi no. 12
Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus,
yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus
3 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
4
Hati memiliki dua sumber suplai darah. Dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta hepatika, dan dari aorta melalui arteri hepatika. Sekitar
sepertiga darah yang masuk adalah darah arteri dan duapertiga nya adalah darah
vena berasal dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap
menitnya adalah 1500 ml dan dialirkan melalui vena hepatika kanan dan kiri,
yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior.13 Pada hati normal, rasio
oksigen arteri hepatika dan vena porta adalah 50%:50%, bila terjadi sirosis
berubah menjadi 75%:25%.14
2.2. Fisiologi
Hati merupakan organ utama metabolisme zat dalam tubuh manusia, yang
memiliki fungsi sintesis, sekresi, ekskresi, biotransformasi, fungsi pertahanan dari
makrofag dan berbagai fungsi penting lainnya. Tabel 2.1 berikut menguraikan
beberapa fungsi hati.
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
5
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
6
hati, karena hati terlibat dalam hampir setiap proses metabolisme tubuh dan
memiliki cadangan fungsional yang besar. Pada umumnya dilakukan beberapa
rangkaian pemeriksaan untuk mengetahui fungsi hati. Tes fungsi hati dibagi
dalam tiga kategori menurut mekanisme dasar penyakit hati.13
Kerusakan hepatosit ditandai dengan pelepasan enzim-enzim
hepatocellular, dan peningkatan kadarnya di dalam plasma
Kolestasis ditandai oleh retensi bilirubin konjugasi dan alkalin
phosphatase
Penurunan fungsi hepar ditandai oleh gangguan sintesis dan degradasi
protein, berupa penurunan sintesis albumin dan prothrombin
Tabel 2.2 berikut ini memperlihatkan daftar uji diagnostik dan makna klinisnya
yang sering digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan fungsi hati
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
7
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
8
2.4.2. Etiologi
Karsinoma hepatoselular terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor, melalui
inisiasi, akselerasi, transformasi dan banyak tahapan, peran serta berbagai
onkogen dan gen terkait, serta mutasi multigenetik. Faktor resiko utama terjadinya
KHS adalah infeksi virus (hepatitis B kronis dan C), sirrhosis hepatis, toksik
(alkohol dan aflatoksin), metabolik (diabetes, perlemakan hati nonalkohol/non-
alkoholic fatty liver disease, obesitas, dan hemokromatosis herediter),serta
gangguan imunitas (primary biliary cirrhosis dan autoimmune hepatitis). Di
negara dengan insiden hepatitis B (HBV) dan C (HCV) yang tinggi akan
mempunyai insiden KHS yang cukup tinggi pula.14,16
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
9
pemeriksaan AFP dan sesudah akhir tahun 1980-an, dengan kemajuan teknik
pencitraan medis, meningkatnya taraf hidup dan kesadaran kesehatan masyarakat
maka lewat pemeriksaan kesehatan hepatoma subklinis dapat ditemukan.14
Karsinoma hepatoselular fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang,
dan lanjut, dengan manifestasi utama yang sering ditemukan adalah: nyeri
abdomen kanan atas, terabanya massa di abdomen bagian atas, perut kembung,
anoreksia, cepat letih, penurunan berat badan, demam, ikterus, dan asites.
Karsinoma hepatoselular stadium sedang dan lanjut sering datang berobat karena
kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri
umumnya bersifat tumpul atau menusuk hilang timbul atau terus menerus,
sebagian merasa area hati terbebat kencang, yang disebabkan tumor tumbuh
dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen
bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan ruptur hepatoma.14
Keluhan perut kembung, timbul karena massa tumor sangat besar atau
asites. Anoreksia timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran
gastrointestinal. Letih dan penurunan berat badan dapat disebabkan metabolit dari
tumor ganas dan berkurangnya asupan makanan hingga menjadi kaheksia.
Demam timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi, dan metabolit tumor.
Ikterus tampak sebagai kuningnya sklera dan kulit, umumnya karena gangguan
fungsi hati stadium lanjut, juga dapat karena sumbatan kanker di saluran empedu
atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif. Asites
disertai udem kedua tungkai juga merupakan tanda stadium lanjut.14
Selain itu terdapat juga kecenderungan perdarahan, kulit gatal, dan
manifestasi sirosis, seperti splenomegali, palmar eritema, spider nevi, dan
venodilatasi dinding abdomen. Pada stadium akhir KHS sering timbul metastasis
paru, tulang, dan organ lain. Karsinoma hepatoselular lobus kanan dapat
menyebabkan batas atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan
hepatomegali di bawah arkus kostae tapi tanpa nodul; KHS segmen inferior lobus
kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arkus kostae kanan; hepatoma
lobus kiri bermanifestasi sebagai massa di bawah prosesus sarkoideus atau massa
di bawah arkus kostae kiri.14
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
10
Gambar 2.4. Perkembangan Lesi Seluler Hepatosit
menjadi KHS
Sumber : daftar referensi no. 20
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
11
dikelilingi oleh septa fibrosis. Selain proses di atas, pada waktu periode panjang
yang tipikal dari infeksi (10-40 tahun), genom virus hepatitis dapat berintegrasi ke
dalam kromosom hepatosit. Peristiwa ini menyebabkan ketidakseimbangan
genomik sebagai akibat dari mutasi, delisi, translokasi, dan penyusunan kembali
pada berbagai tempat di mana genom virus secara acak masuk ke dalam DNA
hepatosit. Salah satu produk gen, protein x HVB (Hbx), mengaktifkan transkripsi,
dan pada periode infeksi kronik, produk ini meningkatkan ekspresi gen pengatur
pertumbuhan (growth regulating genes) yang ikut terlibat di dalam transformasi
malignan dari hepatosit. 17,18
Hepatitis virus C menyebabkan kerusakan hati permanen dan KHS melalui
stres oksidatif, resistensi insulin, fibrosis, sirosis hati, dan steatosis. Steatosis dan
stres oksidatif berperan penting dalam kerusakan hati pada infeksi HVC. Stres
oksidatif dan steatosis berperan penting dalam perkembangan infeksi HVC kronis
menjadi KHS. Gen seluler yang terlibat dalam stres oksidatif tersebut termasuk
inducible nitric oxide synthetase (iNOS), cyclooxygenase-2 (COX-2),
prostaglandin E-2 (PGE-2), phospho-akt (p-Akt), dan vascular epidermal growth
factor (VEGF). Beberapa penelitian menunjukkan terjadinya stres oksidatif dan
peroksidasi lipid pada pasien HVC dapat menyebabkan KHS. Peran stres oksidatif
dalam progress hepatitis kronis dan hepatokarsinogenesis lebih besar pada
hepatitis C dibanding hepatitis B atau hepatitis autoimmun.21
Ekspresi COX-2 dalam proses terjadi KHS berkorelasi dengan kadar
iNOS, VEGF, dan p-Akt. Efek karsinogenik COX-2 dan iNOS dapat secara
langsung maupun dengan memproduksi mediator yang meregulasi pertumbuhan
sel. Selain itu COX-2 dapat menginduksi faktor pertumbuhan angiogenesis
melalui VEGF, yang jumlahnya akan meningkat dengan adanya sejumlah
mediator inflamasi lain termasuk NO dan sitokin tertentu, di mana produksi
oksida nitrit yang tinggi, dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang disebabkan
oleh inflamasi. Over expression dari COX-2 mengaktifkan Akt pada KHS melalui
mekanisme p13 kinase-dependent, di mana Akt bertindak sebagai mediator sinyal
yang meregulasi kelangsungan hidup dan proliferasi sel. Ekspresi COX-2 dan
iNOS meningkat signifikan pada KHS yang disebabkan HVC. Temuan ini
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
12
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
13
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
14
oleh karena adanya sirosis hepatis yang disertai dengan meningkatnya tekanan
sistem porta (portal hypertension).15
Berdasarkan gejala klinis, terdapat ikterus (KHS lanjut disertai kegagalan
fungsi hepar), anemia, terabanya masa tumor padat di hipokondrium kanan atau
kiri, dan tanda-tanda sirosis hepatis (asites, caput medussae, spider nevi). Selain
itu terdapat juga tanda-tanda paraneoplastik, antara lain hipoglikemia berulang,
hiperkalsemia, eritrositosis, dan hypertrophic pulmonary osteoarthropathy.15
Pada pemeriksaan laboratorium, secara spesifik tidak diketemukan
kelainan. Pemeriksaan sel-sel darah sering tidak terjadi perubahan. Bila ada
perubahan, yang sering ditemukan adalah yaitu sedikit penurunan kadar
hemoglobin (Hb), dan jumlah lekosit yang sedikit menaik. Kenaikan laju endap
darah bermacam-macam, tergantung dari kerusakan sel hati dan metastase, tetapi
umumnya menaik. Tes biokimia yang perlu dilakukan yaitu tes faal hati,
walaupun sampai saat sekarang belum ada tes fungsi hati yang khas untuk KHS.
Namun demikian, tes fungsi hati yang kadang-kadang dapat membantu
menegakkan diagnosis KHS, antara lain : SGOT, SGPT, dan alkalin fosfatase
yang biasanya terdapat kenaikan kadarnya. Tes fungsi hati yang dapat
memperkuat dugaan kearah KHS, yaitu terdapat peningkatan kadar alfa
fetoprotein (AFP).14,15
Alfa fetoprotein adalah sejenis glikoprotein, disintesis oleh hepatosit dan
sakus vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Pasca partus 2 minggu, AFP
dalam serum hampir lenyap, dalam serum orang normal hanya terdapat sedikit
sekali (< 25 ng/L). Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. Tumor
marker AFP meningkat meskipun tidak pada semua KHS. Dikatakan AFP
meningkat pada 50-90% dari pasien KHS. Adanya kenaikan AFP > 200 ng/mL
pada pasien dengan sirosis dan adanya massa tumor di hepar, harus dicurigai
sebagai KHS. Alkalin fosfatase dapat digunakan baik sebagai skrining, diagnosis,
ataupun monitoring pasca terapi.14
Pada pemeriksaan imaging, sering digunakan ultrasonography (USG),
Computed Tomography (CT- SCAN), Helical CT, MRI, computed tomography
with arterial protography (CTAP) ataupun computed tomography with hepatic
arteriography (CTHA). Pemeriksaan USG merupakan alat sederhana yang dapat
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
15
digunakan untuk mengevaluasi masa tumor di hepar, dan dapat diperkuat dengan
bantuan kontras. Penggunaan CT-SCAN dengan memakai kontras, menunjukkan
tumor yang hipervaskular (pada fase arterial), dan Gambaran washout pada fase
vena. Teknik yang lebih mutakhir dan memiliki ketepatan yang tinggi adalah
CTAP atau CTHA.15
Biopsi dapat dilakukan dengan jarum halus, dengan atau tanpa bantuan
USG, CT SCAN. Biopsi tidak dianjurkan pada massa di hepar yang dicurigai
KHS (operabel). Biopsi jarum (FNA atau core needle biopsy), digunakan untuk
tumor yang non operabel.15
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
16
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
17
Gambar 2.7. Perubahan Metabolik dari Kanker Kaheksia
Sumber : daftar referensi no. 24
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
18
Salah satu teknik untuk melakukan asesmen bagi kandidat pembedahan adalah
melakukan evaluasi fungsi hati menurut Child Pugh-Turcotte system, yaitu
berdasarkan : grading dari encephalopathy, grading asites, kadar bilirubin, dan
kadar albumin. Kandidat yang baik untuk pembedahan adalah jika Child Pugh-
Turcotte system A (skor 5-6), sedangkan Child Pugh-Turcotte system B (skor 7-9)
bukan merupakan kandidat yang baik untuk pembedahan, dan Child Pugh-
Turcotte system C (skor 10-15) merupakan kontraindikasi pembedahan.15
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
19
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
20
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
21
2.4.9. Prognosis
Prognosis pada umumnya buruk, terutama disebabkan oleh karena adanya
penyakit hepar kronis yang mendasari terjadinya keganasan. Hepatoma primer
jika tidak diterapi, survival rata-rata alamiah adalah 4,3 bulan. Kausa kematian
umumnya adalah kegagalan sistemik, perdarahan saluran cerna atas, koma hepatik
dan ruptur hati.15
Faktor yang mempengaruhi prognosis terutama adalah ukuran dan jumlah
terutama, ada tidaknya trombus kanker dan kapsul, derajat sirosis yang menyertai,
metode terapi, dan lain-lain. Data 1465 kasus pasca reseksi radikal hepatoma dari
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
22
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
23
BAB 3
KASUS
23 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
24
SMRS berat badan pasien 71 kg, mengalami penurunan berat badan sebanyak 21
kg (29.58%) sejak sakit.
Pada pemantauan selama sembilan hari, pasien tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, hemodinamik stabil. Pemeriksaan fisik selama
pemantauan menunjukkan konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tak
terpasang nasogastric tube (NGT). Pada pemeriksaan toraks terdapat iga
gambang. Abdomen membuncit, shifting dullness positif. Terdapat asites, lingkar
perut selama pemantauan diameter 99–100 cm. Ekstremitas tak ada edema.
Terdapat muscle wasting dan lemak subkutan yang tipis. Kapasitas fungsional
ambulatory, kekuatan genggam tangan lebih lemah dari pemeriksa.
Pemeriksaan laboratorium selama perawatan menggambarkan pasien tidak
anemia (awal: Hb 14,7 g/dL dan akhir perawatan 15,5 g/dL), kadar fibrinogen
awal meningkat (397,1 mg/dL) dan tidak ada pemeriksaan ulang, kadar D-dimer
300 g/L, peningkatan enzim transaminase pada awal perawatan (SGOT 315
U/L, SGPT 59 U/L) dan pada akhir perawatan terdapat perbaikan (SGOT 50 U/L
dan SGPT 23 U/L), peningkatan -GT 357 U/L pada awal perawatan dan tidak
dilakukan pemeriksaan ulang, peningkatan fosfatase alkali pada awal perawatan
(327 U/L) dan menjadi 86 U/L pada akhir perawatan, kadar albumin awal
perawatan dan akhir perawatan dalam batas normal (4,38 g/dL dan 4, 84 g/dL).
Pada pasien juga terdapat peningkatan kadar bilirubin pada awal perawatan
(bilirubin total 1,67 mg/dL, bilirubin direk 0,85 mg/dL, bilirubin indirek 0,82
mg/dL) dan terdapat perbaikan pada akhir perawatan (bilirubin total 0,5 mg/dL,
bilirubin direk 0,17 mg/dL, bilirubin indirek 0,33 mg/dL). Pemeriksaan biomarker
anti HBc total 0,01 reaktif, AFP hati 400.000 IU/mL. Fungsi ginjal dalam batas
normal, kadar elektrolit dalam batas normal. Pada pasien terdapat hipoglikemia
berulang, dengan kadar glukosa darah sewaktu pada pagi hari 45 mg/dL–63
mg/dL dan membaik dengan pemberian dekstrosa 40% sebanyak 1–2 flacon.
Kadar glukosa darah sewaktu tampak pada Gambar 3.1
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
25
Gambar 3.1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dL) Pasien Pertama Selama Pemantauan
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
26
Gambar 3.2. Analisis Asupan Energi dan Makronutrien Pasien Pertama Sebelum
Sakit, Setelah Sakit SMRS dan 24 Jam Pertama di RS.
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
27
Tn. R, usia 65 tahun, dirawat dengan keluhan utama terdapat benjolan di perut
kanan atas sejak ± 8 bulan sebelum masuk RS (SMRS). Keluhan pertama kali
dirasakan pada awal tahun 2013, berupa rasa sakit perut seperti ditusuk di daerah
kanan atas, sakit dirasakan hilang timbul, disertai mual namun tidak muntah. Pada
perut kanan atas teraba benjolan sebesar kelereng. Pasien berobat ke puskesmas
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
28
dan diberi obat maag, keluhan dirasakan berkurang. Enam bulan kemudian, pasien
kembali merasakan sakit seperti ditusuk di perut kanan atas, disertai mual namun
tidak sampai muntah. Benjolan di perut kanan atas dirasakan semakin membesar,
pasien lalu berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja dan diberi obat
serta dilakukan pemeriksaan CT scan, dikatakan hati membesar dan terdapat
tumor di hati. Pasien mendapat obat, pasien lupa nama obat, setelah minum obat
dirasakan keluhan sakit dan mual berkurang. Dua bulan kemudian, pasien
merasakan benjolan di perut semakin membesar dan kembali terasa nyeri disertai
mual. Pasien lalu berobat ke RSUPNCM di poli bedah. Dilakukan pemeriksaan
laboratorium dan disarankan untuk rawat inap, namun karena tidak tersedianya
kamar, maka pasien menunggu selama dua bulan, sebelum akhirnya dirawat.
Riwayat penyakit jantung dan tekanan darah tinggi tidak ada. Pasien di
diagnosis kencing manis sejak tiga tahun yang lalu, dan minum obat secara teratur
dari puskesmas. Dari riwayat keluarga diketahui ayah pasien menderita kencing
manis dan telah meninggal dunia. Namun tidak ada riwayat tekanan darah tinggi
dan jantung di keluarga.
Berat badan pasien turun kurang lebih 15 kg dibandingkan dengan
sebelum sakit. Pasien mempunyai kebiasaan minum jamu sebanyak dua hingga
tiga bungkus setiap tiga hari, agar tidak mudah sakit. Riwayat merokok dan
minum minuman beralkohol disangkal.
Selama 6 hari pemantauan sebelum operasi hepatektomi, keluhan
subyektif membaik yaitu tidak ada mual, asupan makan meningkat. Setelah
operasi, keluhan hanya nyeri pada luka operasi, asupan makan meningkat
bertahap.
Saat pemeriksaan awal di RS, pasien tampak sakit sedang dengan
kesadaran kompos mentis dan tanda vital stabil. Selama pemantauan sebelum
operasi, pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva tak anemis, sklera tak
ikterik. Pemeriksaan torak tak terdapat iga gambang, jantung dan paru dalam
batas normal, pemeriksaan abdomen tampak datar, bising usus positif normal,
supel, teraba massa pada kuadran kanan atas, lima jari bawah arkus kosta, padat,
tepi tumpul, nyeri tekan positif. Ekstremitas teraba hangat, tak ada edema,
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
29
capillary refill time (CRT) < 2 detik. Kekuatan genggam tangan sama kuat dengan
pemeriksa, kapasitas fungsional ambulatory.
Pemeriksaan fisik setelah operasi didapatkan konjungtiva anemis, sklera
tak ikterik, pada abdomen didapatkan luka operasi pada linea mediana tertutup
kassa, rembesan tak ada, bising usus positif normal, supel, nyeri tekan pada
daerah sekitar luka operasi. Kapasitas fungsional bedridden, kekuatan genggam
tangan sama kuat dengan pemeriksa.
Pemeriksaan laboratorium selama pemantauan sebelum operasi
menunjukkan pasien tidak anemis (Hb 13 g/dL), enzim transaminase normal
(SGOT 31 U/L, SGPT 40 U/L), -GT 64 U/L, fosfatase alkali 71 U/L, albumin
normal (4,24 g/dL), bilirubin normal (bilirubin total 0,49 mg/dL, bilirubin direk
0,22 mg/dL, bilirubin indirek 0,27 mg/dL), fungsi ginjal normal, gula darah
sewaktu 154 mg/dL, kadar elektrolit dalam batas normal. Pemeriksaan biomarker
anti HBc total 0,01 reaktif, AFP 1,8 IU/ml.
Pada hari perawatan ke 6 pasien menjalani operasi hepatektomi segmen 3-
4 dan kolesistektomi. Pasca operasi, pasien dirawat di intensive care unit (ICU)
selama 3 hari, lalu kembali ke bangsal bedah saluran cerna. Hasil laboratorium
pasca bedah hari ke-4 menggambarkan anemia (Hb 11 g/dL), hematokrit 32,1%,
eritrosit 4,17x10^6/µL, peningkatan enzim transaminase (SGOT 67 U/L, SGPT
96 U/L), peningkatan -GT (64 U/L menjadi 256 U/L), peningkatan fosfatase
alkali (71 U/L menjadi 188 U/L). Kadar bilirubin, fungsi ginjal, dan kadar
elektrolit normal.
Sebelum operasi dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu CT-Scan
abdomen atas 3 fase dengan kontras, menyatakan adanya tumor hepar sugestif
maligna lobus kanan hepar, tumor jaringan lunak subkutis dinding abdomen
kanan tengah suspek maligna.
Hasil antropometri didapatkan berat badan (BB) 66 kg, TB 165 cm, IMT
24,2 kg/m2, tergolong berat badan lebih. Analisis asupan sebelum sakit, selama
sakit SMRS dan saat awal pemeriksaan tampak pada Gambar 3.4
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
30
Gambar 3.4. Analisis Asupan Energi dan Makronutrien Pasien Kedua Sebelum
Sakit, Setelah Sakit SMRS dan 24 Jam Pertama di RS.
Pada pasien ini didapatkan KEB berdasarkan Harris-Benedict sebesar 1353 kkal,
sebelum operasi dengan faktor stres 1,4 didapatkan KET 1894 kkal 1900 kkal,
dengan komposisi protein 85 g (17,9% atau setara 1,3 g/kg BB/hari, N:NPC
1:115). Lemak diberikan 25% (53 g) dan karbohidrat 56% (265 g). Pada awal
perawatan diberikan 1500 kkal (sesuai asupan 24 jam), setara 80% KET, dengan
protein 71 g (18,9% setara dengan 1,1 g/kg BB/hari dengan N:NPC 1: 107),
lemak 42 g (25%) dan karbohidrat 56% (210 g). Pemberian serat 95% berupa
karbohidrat kompleks, dengan anjuran serat 20–30 gram/hari dengan 25% berupa
serat larut. Pemberian nutrisi diberikan melalui jalur oral berupa diet padat dan
diet cair, frekuensi pemberian tiga kali makanan utama dan tiga kali kudapan
termasuk satu kali kudapan malam. Gambar 3.5 menggambarkan analisis asupan
selama pemantauan sebelum operasi.
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
31
Gambar 3.5 Analisis Asupan Pasien Kedua Selama Pemantauan Sebelum Operasi
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
32
Gambar 3.6 Analisis Asupan Pasien Kedua Selama Pemantauan Setelah Operasi
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
33
Gambar 3.7 Analisis Asupan Energi dan Makronutrien Pasien Ketiga Sebelum Sakit,
Setelah Sakit dan 24 jam di RS
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
34
10 cm di bawah arcus costa, pada kuadran kanan atas, tepi tumpul, permukaan
berbenjol-benjol, keras, terdapat nyeri tekan. Lien tak teraba membesar. Perkusi
abdomen timpani. Ekstremitas tak ada edema, capillary refill time <2 detik,
muscle wasting tak ada, eritema palmaris tak ada. Kapasitas fungsional kekuatan
genggaman tangan pada pasien sama kuat dengan pemeriksa.
Pemeriksaan antropometri didapatkan BB 48 kg, TB 152 cm, IMT 20,7
kg/m2, termasuk kategori berat badan normal. Hasil pemeriksaan laboratorium
saat awal rawat menggambarkan tidak anemia (Hb 12,4 g/dL), leukosit 7810/ L,
protein total 7,9 g/dL, albumin 4,42 g/dL, globulin 3,48 g/dL, SGOT 35 U/L,
SGPT 9 U/L, bilirubin total 0,46 mg/dL, bilirubin direk 0,18 mg/dL, bilirubin
indirek 0,28 mg/dL. AFP (hati) 121693 IU/mL. Gula darah puasa 83 mg/dL.
Fungsi ginjal normal, elektrolit dalam batas normal. Pemeriksaan marker HbsAg
1840 reaktif, anti HCV non reaktif.
Pemeriksaan penunjang lainnya CT-scan yang dilakukan 3 bulan SMRS
kesan hepatoma. Saat di rawat, dilakukan pemeriksaan CT-scan abdomen 3 fase
kesan tumor hepar multifocal sesuai HCC di segmen 5 dan 6, tidak tampak
trombus di vena porta, tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening, ginjal
normal.
Kebutuhan energi basal pada pasien ini dihitung berdasarkan persamaan
Harris Benedict didapatkan 1185 kkal, dengan faktor stres 1,4 didapatkan KET
sebesar 1659 kkal 1700 kkal. Target pemberian makronutrien adalah protein 1,5
g/kg BB/hari setara dengan 72 g/hari (17% KET dengan N:NPC = 1: 122, lemak
20% KET (38 g) dan karbohidrat 63% KET (268 g). Kebutuhan cairan pada
pasien ini 30–35 ml/kg BB/24 jam atau sebesar 1440–1680 ml/24 jam.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
pasien ini didiagnosis berat badan normal berisiko malnutrisi, hipermetabolisme
sedang, karsinoma hepatoseluler segmen 5 dan 6. Dari analisis asupan 24 jam di
RS, didapatkan asupan 1200 kkal (protein 45g, lemak 33g, karbohidrat 180 g).
Pemberian nutrisi dimulai dengan meningkatkan 20% dari asupan terakhir , yaitu
1440 kkal 1500 kkal, dengan protein 1,5 g/kg BB/hari setara 67 g (18%, N:NPC
= 1:115), lemak 20% setara 33 g, karbohidrat 62% (232 g). Pemberian nutrisi
melalui jalur oral, berupa diet biasa rendah lemak dan diet cair dengan frekuensi
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
35
tiga kali makan besar dan dua kali makan selingan. Analisis asupan selama
pemantauan sebelum operasi tampak pada Gambar 3.8.
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
36
farmadol 3x1 g dan lamidvudin 1x1 tablet. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik dan laboratorium, pasien didiagnosis berat badan normal berisiko malnutrisi,
hipermetabolisme berat, peningkatan enzim transaminase, peningkatan bilirubin
pada karsinoma hepatoseluler pasca reseksi segmen 6,7 dan sebagian segmen 5,
kolesistektomi dan hepatitis B.
Asupan pasca operasi pasien dapat menghabiskan bubur sumsum 2 porsi,
susu 2 porsi dan mendapat nutrisi parenteral mengandung karbohidrat dan protein
sebanyak 500 ml. Total asupan 1060 kkal, protein 33 g (12%), lemak 32,7 g
(28%), karbohidrat 205,3 g (77%). Kebutuhan energi total menggunakan faktor
stres 1,5 sebesar 1777,5 kkal 1800 kkal, dengan protein 1,6 g/kg BB yaitu 77 g
(17%) dan N:NPC = 1:121, lemak 20% (40 g), karbohidrat 284 g. Pemberian
nutrisi dimulai dengan 1400 kkal (setara 80% KET atau 30 kkal/kg BB/hari)
dengan protein 1,3 g/kg BB/hari setara 63 g (18% dengan N:NPC = 1: 114),
lemak 20% (31g), karbohidrat 62% (217 g). Pemberian asupan ditingkatkan
bertahap sesuai toleransi asupan. Analisis asupan selama pasca operasi tampak
pada Gambar 3. 9. Pada hari perawatan ke 10, pasien sudah boleh pulang.
Tn. N usia 67 tahun, dirawat dengan keluhan utama benjolan pada perut kanan
atas yang timbul sejak 6 bulan SMRS. Benjolan dirasakan kecil, di bawah tulang
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
37
iga kanan, kemudian saat pasien kontrol ke dokter dan dilakukan USG dikatakan
terdapat tumor pada hati. Saat itu tidak terdapat keluhan buang air kecil maupun
buang air besar. Pasien lalu dirujuk ke bagian bedah di RSCM, dan dilakukan
biopsy pada tumor. Empat bulan SMRS, pasien menjalani terapi penyuntikan
etanol ke dalam tumor. Tindakan tersebut dijalani pasien selama tiga kali dengan
jarak satu bulan dari tiap penyuntikan. Selama menjalani tindakan tersebut, pasien
merasakan tumor semakin membesar. Pasien juga mengeluh adanya mual
sehingga asupan makan pasien berkurang kira-kira setengah dari biasanya. Selain
itu pada bagian putih mata, tampak kekuningan, buang air kecil tampak
kecoklatan seperti teh, sedangkan buang air besar tak ada keluhan. Pasien lalu
menjalani pemeriksaan USG, dikatakan tumor tetap membesar sehingga harus
menjalani pembedahan. Pasien lalu dirawat di RSUPNCM.
Pada riwayat penyakit dahulu, pasien tidak pernah menderita penyakit
jantung, tekanan darah tinggi, kencing manis ataupun sakit kuning. Riwayat
transfusi disangkal. Riwayat keluarga adanya riwayat sakit tekanan darah tinggi,
penyakit jantung, kencing manis disangkal. Adanya penyakit keganasan
disangkal.
Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak remaja, sebanyak dua
bungkus per hari dan sejak didiagnosis sakit tumor hati, pasien berhenti merokok.
Selama sakit pasien mengeluhkan adanya penurunan berat badan sebanyak 6 kg
dalam waktu kira-kira 5 bulan.
Pemeriksaan fisik saat awal perawatan didapatkan konjungtiva anemis,
sklera ikterik, hidung tak terpasang NGT, pada torak tak ada iga gambang, paru
dan jantung dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen, tampak datar, bising usus
normal, pada palpasi supel, teraba massa lima jari bawah lengkung iga kanan,
padat, tepi tumpul, nyeri tekan tak ada. Ekstremitas tak ada edema, muscle
wasting tak ada, akral hangat, capillary refill time < 2 detik, kapasitas fungsional
ambulatory, kekuatan genggam pasien sama kuat dengan pemeriksa.
Pemeriksaan antropometri didapatkan BB 45 kg, TB 152 cm, IMT 19,4
kg/m2 tergolong berat badan normal. Analisis asupan selama sebelum sakit,
setelah sakit dan awal saat dirawat di RS tampak pada Gambar 3.7
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
38
Gambar 3.10. Analisis Asupan Pasien Keempat Sebelum Sakit, Setelah Sakit dan 24 Jam
di RS
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
39
karbohidrat 62% KET (217 g). Kebutuhan cairan pada pasien ini 25–30 ml/kg
BB/24 jam atau sebesar 1125 – 1350 ml/24 jam.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
pasien ini didiagnosis berat badan normal berisiko malnutrisi, hipermetabolisme
sedang, karsinoma hepatoseluler segmen 6, pro reseksi hepar. Hasil analisis
asupan 24 jam didapatkan asupan 1100 kkal, protein 41 g, lemak 31 g,
karbohidrat 165 g. Pemberian nutrisi setara KET (protein 63 g, lemak 31 g,
karbohidrat 217 g) melalui jalur oral, berupa diet biasa rendah lemak dan diet cair
dengan frekuensi tiga kali makan besar dan dua kali makan selingan. Pemberian
mikronutrien sesuai RDA. Analisis asupan selama pemantauan sebelum operasi
tampak pada Gambar 3.11.
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
40
di linea mediana tertutup kassa, rembesan tidak ada, bising usus normal.
Ekstremitas tak ada edema, akral hangat, capillary refill time < 2 detik. Kapasitas
fungsional bedridden. Hasil laboratorium pasca operasi hari ke 2 didapatkan
anemia (Hb 10,2 g/dL), MCV 77,4 fL, MCH 25,6 pq, MCHC 33,0 g/dL,
leukositosis (15,63 x 10^3/ L, masa protrombin normal, APTT 20,2 detik, SGOT
1173 U/L, SGPT 762 U/L, bilirubin total 3,58 mg/dL, bilirubin direk 3,46 mg/dL,
bilirubin indirek 0,12 mg/dL, albumin 3,0 g/dL. Fungsi ginjal normal, elektrolit
dalam batas normal. Terapi dari sejawat mendapat cefixim 2x200 mg, omeprazole
2x20 mg. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium, pasien
didiagnosis berat badan normal berisiko malnutrisi, hipermetabolisme berat,
peningkatan enzim transaminase, peningkatan bilirubin pada karsinoma
hepatoseluler pasca reseksi hati segmen 6.
Asupan pasca operasi pasien dapat menghabiskan bubur sumsum 1 porsi,
susu 2 porsi dan mendapat nutrisi parenteral mengandung karbohidrat dan protein
sebanyak 500 ml. Total asupan 760 kkal, protein 29 g (15%), lemak 12,7g (15%),
karbohidrat 125,3 g (65%). Kebutuhan energi total dengan faktor stres 1,5 sebesar
1500 kkal, dengan protein 68 g (1,5 g/kg BB, 18%, N:NPC = 1: 112). Pemberian
nutrisi dimulai dengan 1000 kkal (setara KEB atau 22 kkal/kg BB/hari) dengan
protein 1,1 g/kg BB/hari setara 50 g (20% dengan N:NPC = 1: 100), lemak 20%
(22g), karbohidrat 62% (155g). pemberian nutrisi ditingkatkan bertahap sesuai
toleransi asupan. Analisis asupan selama pasca operasi tampak pada Gambar 3.
12. Pada hari perawatan ke 10, pasien sudah boleh pulang.
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
41
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
42
BAB 4
PEMBAHASAN
Serial kasus ini membahas empat kasus pasien dengan karsinoma hepatoselular.
Dari keempat pasien tersebut, satu orang menjalani terapi paliatif, dua orang
menjalani tindakan pembedahan reseksi hati dan kolesistektomi dan satu orang
menjalani tindakan pembedahan reseksi hati tanpa kolesistektomi. Karakteristik
dari empat kasus pasien tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1, dan perbandingan
pemeriksaan laboratorium pasien pada Tabel 4.2.
42 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
43
Pasien kasus serial ini terdiri atas tiga orang laki-laki dan seorang
perempuan. Data epidemiologi menyatakan insiden KHS di daerah yang
mempunyai insiden tinggi, lebih banyak dijumpai penderita laki-laki dengan rasio
8:1, sedangkan di daerah dengan insiden rendah, rasio antara laki-laki dan wanita
hampir sama dapat timbul pada semua golongan usia, dengan rata-rata usia
kejadian adalah 43,7 tahun. Insiden KHS meningkat dengan pertambahan usia dan
prevalensi tertinggi terdapat pada usia > 65 tahun. Mortalitas sebelum usia 30
tahun relatif rendah, setelah usia 30 tahun meningkat tajam.14,15,16
Skrining gizi dilakukan pada empat pasien ini dengan menggunakan
skrining Malnutrition Universal Screening Tool (MUST) modifikasi dan
mendapatkan hasil satu orang dengan nilai 5 dan tiga orang dengan nilai 3.
Metode skrining lain yang juga dapat digunakan adalah Subjective Global
Assessment (SGA), dengan hasil satu orang dengan SGA derajat C (severly
malnourished) dan tiga orang dengan derajat B (moderately malnourished).
Kedua metode skrining tersebut merupakan metode skrining yang sering
digunakan di RS karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik untuk
mengidentifikasi adanya malnutrisi pada pasien. Penggunaan SGA
direkomendasikan oleh European Society Parenteral Enteral Nutrition (ESPEN),
sedangkan penggunaan MUST modifikasi sebagai metode skrining
direkomendasikan oleh American Society Parenteral Enteral Nutrition
(ASPEN).40
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
44
Faktor risiko terjadinya KHS antara lain pada pasien serial kasus ini
adalah DM (pada pasien kedua) dan infeksi virus hepatitis B (pasien kedua dan
ketiga). Selain itu, pada pasien pertama dan keempat terdapat kebiasaan merokok
sebanyak satu hingga dua bungkus perhari selama lebih dari 10 tahun. Kebiasaan
merokok dua bungkus atau lebih perhari selama sepuluh tahun atau lebih
tergolong perokok berat. Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terjadinya
kerusakan hati dan meningkatkan risiko terjadinya KHS pada pasien dengan
penyakit hati kronis. 41,42
Rokok memiliki kandungan bahan kimia antara lain carbazole
yang merupakan tumor accelerator dan gas vinyl chloride yang bersifat
karsinogenik. Terdapat dua mekanisme yang menjelaskan efek rokok terhadap
hati. Efek secara langsung yaitu kandungan bahan kimia pada rokok dapat
menginduksi terjadinya stres oksidatif yang berhubungan dengan peroksidasi
lipid yang kemudian memicu aktivasi sel stellate dan akhirnya terbentuk fibrosis.
Selain itu, rokok dapat meningkatkan produksi sitokin pro-inflamasi (IL-6, IL-1
dan TNF- ) yang terlibat pada perlukaan sel hati.42
Mekanisme kedua adalah melalui efek tidak langsung, yaitu kebiasaan
merokok lebih dari dua bungkus per tahun berhubungan dengan meningkatnya
karboksihemoglobin dan menurunnya kapasitas sel darah merah mengikat
oksigen, yang akan memicu terjadinya hipoksia jaringan, sehingga terbentuk
polisitemia sekunder dan mengakibatkan meningkatnya massa dan turn over sel
darah merah, yang akan meningkatkan tumpukan besi. Selain itu, terjadi pula
absorpsi besi yang meningkat di usus. Keadaan meningkatnya katabolisme besi
dan meningkatnya absorpsi besi akan menyebabkan menumpuknya besi di
makrofag dan sel hati, yang kemudian akan memicu terjadinya stres oksidatif di
hepatosit.42
Faktor risiko lain adalah kebiasaan mengonsumsi jamu dan obat yang
dibeli bebas pada pasien pertama dan kedua. Jamu dan obat-obatan dapat
mengakibatkan kerusakan pada sel hati melalui beberapa mekanisme yaitu
metabolisme obat dan pembentukan metabolit reaktif, covalent binding,
pembentukan reactive oxygen species (ROS), aktivasi jalur transduksi sinyal yang
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
45
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
46
Pada pasien pertama, didapatkan adanya iga gambang dan muscle wasting.
Dengan riwayat turun berat badan sebanyak 21 kg selama satu tahun (29,6%).
Pasien ini didiagnosis kanker kaheksia sesuai dengan kriteria diagnosis untuk
sindroma kanker kaheksia yaitu penurunan BB sedikitnya 5% dalam waktu < 12
bulan atau IMT <20 kg/m2, fatigue dan anoreksia, walaupun tidak didapatkan
anemia dan kadar albumin serum yang rendah, sedangkan kadar C- reactive
protein (CRP) tidak diperiksa.46
Selain adanya iga gambang, pada pasien pertama juga terdapat asites, yang
ditandai dengan lingkar perut yang meningkat dan adanya shifting dullness. Asites
adalah penimbunan cairan abnormal di rongga peritoneum. Terdapat beberapa
teori mengenai patofisiologi asites yaitu underfilling, overfilling dan peripheral
vasodilatation. Mekanisme yang sering digunakan adalah peripheral
vasodilatation yaitu diawali dengan adanya sirosis hati yang mengakibatkan
hipertensi porta, kemudian mengakibatkan vasodilatasi arteriol splangnikus,
terjadi tekanan intrakapiler dan koefisien filtrasi meningkat, pembentukan cairan
limfe lebih besar dari aliran balik sehingga terbentuk asites. Selain itu,
vasodilatasi arteriol splangnikus juga mengakibatkan volume efektif arteri
menurun, kemudian mengaktivasi hormon anti diuretik (ADH) dan renin
angiotensin-aldosterone system (RAAS), mengakibatkan adanya retensi air dan
garam, lalu terbentuk asites. 47 Tatalaksana pasien dengan asites adalah tirah
baring dan diet rendah garam 1,5 sampai 2 gram (60 atau 90 mEq/hari) natrium
dan dikombinasikan dengan diuretik. Asupan cairan harus dibatasi kurang dari
1.000 mL hanya pada pasien dengan hiponatremia dilutional yang nyata (natrium
serum <130 mmol / L dengan adanya asites dan/atau edema). Parasintesis
digunakan pada asites yang sangat besar. 48
Pada pemeriksaan antropometri, untuk pengukuran berat badan digunakan
berat badan timbang, kecuali pada pasien pertama dilakukan pengukuran lingkar
lengan atas (LLA). Nilai LLA pasien kurang dari 20 cm, berdasarkan Ferro-Luzzi
dkk 49 bila LLA laki-laki <23 cm termasuk malnutrisi dan <20 cm termasuk
malnutrisi berat. Menurut Moore dkk50 asites dapat diklasifikasikan menjadi asites
ringan (derajat 1) bila hanya ditemukan pada pemeriksaan USG, asites sedang
(derajat 2) bila terjadi distensi sedang pada abdomen, asites berat (derajat 3) bila
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
47
terjadi distensi abdomen yang sangat jelas. Namun, di Indonesia belum ada
konsensus penilaian status gizi dengan menggunakan IMT pada pasien dengan
asites. Antropometri merupakan metode yang sering digunakan untuk menilai
status gizi pada gagal hati tahap akhir. Penggunaan antropometri yang
direkomendasikan pada keadaan asites dan edema adalah lingkar otot lengan atas
(LOLA), LLA, dan triceps skinfold thickness (TST).51
Hasil laboratorium pada pasien keempat terdapat anemia mikrositik
normokrom, yang ditandai dengan Hb 12,3 g/dL, MCV 75,8 fL dan MCH 25,6
pq, MCHC 33,8 g/dL. Anemia pada pasien dapat disebabkan karena asupan yang
berkurang atau kondisi anemia pada penyakit kronik. Pada kanker, terjadi
peningkatan sitokin pro inflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF)-
menghambat pembentukan hemoglobin. Anemia pada kanker juga dapat terjadi
karena defisiensi relatif dari zat besi karena peningkatan hepsidin yang
menyebabkan zat besi terjebak di dalam makrofag dan tidak dapat diutilisasi.
Hepsidin adalah suatu hormon polipeptida yang berperan dalam regulasi zat besi
dan mengalami upregulasi oleh interleukin (IL)-6.52,53
Pemeriksaan laboratorium pada KHS, dapat menggambarkan adanya
penurunan kadar besi yang diakibatkan karena proses inflamasi atau akibat proses
keganasan. Enzim -GT diproduksi di carcinomatous hepatocyte dan dapat
dideteksi pada biliary pole, kadarnya meningkat pada kolestasis. Peningkatan
transaminase menunjukkan perubahan yang lambat, rasio AST/ALT 1 terdapat
pada sebagian besar kasus acute hepatocellular injury, sedangkan pada rasio >1
terdapat pada alcoholic liver disease (rasio >2), drug–induced liver injury,
keganasan, sirosis atau penyakit hati non-sirosis. 54 Terdapat rujukan lain yang
menyatakan beberapa hasil laboratorium pada KHS, yaitu meningkatnya kadar
SGPT, SGOT, LDH, dan GDH. Rasio SGOT/SGPT >2, rasio -GT/ GOT >12,
(SGPT+SGOT)/GDH <15. 55 Pada pasien serial kasus ini didapatkan rasio >1
(pada pasien pertama didapatkan rasio >2), kecuali pasien kedua, rasio <1.
Kecepatan kapasitas sintesis hati seperti pada kadar albumin dan
kolinesterase) akan menurun secara progresiv. Pada ketiga pasien didapatkan
kadar albumin yang normal, sedangkan pada pasien keempat tidak terdapat data
kadar albumin sebelum operasi. Pada pemeriksaan serologi, kadar AFP yang
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
48
meningkat dapat dideteksi pada regenerasi sel (pada hepatitis akut dan kronis,
sirosis) dan pada KHS kadarnya dapat >20 g/l. Kadarnya akan terus meningkat
dan pada kadar > 100 g/l memberikan kesan kuat adanya KHS. Hanya terdapat
korelasi sedang antara kadar AFP dan ukuran tumor serta lama nya perjalanan
penyakit. Terdapat sekitar 20% kasus KHS dengan hasil negatif palsu pada kadar
AFP, dan kadar AFP akan cenderung turun setelah kemoterapi dengan spesifisitas
76-91% dan sensitivitas 39-64%.55 Peningkatan kadar AFP tampak pada pasien
pertama dan ketiga.
Adanya keadaan kolestasis dengan peningkatan kadar bilirubin dan alkalin
fosfatase, berhubungan dengan meningkatnya komplikasi dan kematian setelah
reseksi hati. Sitzman dan Greene 56 mendapatkan kadar bilirubin total, alkalin
fosfatase kadar albumin dan riwayat adanya sirosis merupakan indikasi adanya
komplikasi setelah tindakan reseksi hati. Setelah dilakukan reseksi hati, serum
bilirubin sering meningkat namun bukan selalu merupakan indikasi adanya
komplikasi pasca operasi.
Pasca dilakukan hepatektomi parsial, akan terjadi peningkatan ringan
hingga sedang pada kadar transaminase. Setelah tindakan ligase arteri hepatica
pada keadaan unresectable, kadar transaminase akan meningkat 5-60 kali dari
normal, di mana kadar alkalin fosfatase dan bilirubin hanya meningkat sedikit,
dan semua parameter ini akan kembali normal dalam waktu satu minggu. Pada
pasien KHS dengan kadar SGPT dan alkalin fosfatase yang tinggi saat sebelum
operasi, mengindikasikan risiko berulangnya kejadian kanker setelah
57
hepatektomi. Pada pasien kedua terjadi peningkatan enzim transaminase,
fosfatase alkali dan -GT.
Pada pasien pertama didapatkan keadaan hipoglikemia berulang, yang
membaik dengan pemberian dekstrose 40%. Hipoglikemia adalah keadaan di
mana kadar gula darah <70 mg/dL. Terdapat dua tipe hipoglikemia pada KHS.
Tipe A terdapat pada stadium terminal, terutama pada tumor yang bertumbuh
dengan cepat ketika hati sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan glukosa untuk
jaringan tumor sendiri dan jaringan lain. Tipe B terdapat pada 5% kasus dan
terdapat pada stadium awal.
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
49
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
50
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
51
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
52
saluran cerna maupun keluhan klinis yang bermakna, penyembuhan luka operasi
juga tampak baik. Toleransi asupan juga adekuat selama pemantauan dilakukan.
Untuk parameter obyektif, walaupun terdapat peningkatan transaminase pasca
operasi, namun dari literatur dikatakan bukan merupakan indikasi adanya
kegagalan operasi. Selama perawatan di RS, keempat pasien juga tidak
mengalami penurunan berat badan. Saat dipulangkan dari RS, keempat pasien ini
sudah berada pada tahap ambulatory, dan diberikan konseling nutrisi dan edukasi.
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
53
BAB 5
5.1 Simpulan
Karsinoma hepatoseluler merupakan salah satu dari lima jenis kanker terbanyak,
dengan insiden lebih banyak pada laki-laki. Keadaan KHS dapat merupakan risiko
tinggi terjadinya malnutrisi pada pasien. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya
malnutrisi pada KHS adalah adanya anoreksia yang disertai kelemahan tubuh,
yang disebabkan oleh dilepaskannya sitokin proinflamasi oleh sel kanker. Pada
beberapa pasien dapat terjadi asites yang semua itu mengakibatkan berkurangnya
asupan makan pasien.
Dengan pemberian terapi gizi yang adekuat dapat membantu tercapainya
keadaan umum pasien yang lebih baik serta mempertahankan status gizi pasien.
Pada pasien yang akan menjalani pembedahan, dukungan nutrisi praoperatif yang
adekuat dan pencapaian asupan kalori total secara bertahap pasca operasi dapat
membantu tercapainya keadaan umum pasien yang lebih baik, serta mendukung
proses penyembuhan luka. Walaupun pada ketiga pasien serial kasus ini tidak
dapat dilaksanakan dukungan nutrisi praoperatif selama 10–14 hari, namun sudah
dapat memberikan manfaat positif pada keadaan umum dan dapat
mempertahankan status gizi pasien. Pemberian nutrien spesifik seperti omega-3
diperlukan guna mencegah muscle wasting dan sebagai anti inflamasi, namun
pada keempat pasien ini tidak dapat diberikan, karena suplementasinya belum
termasuk dalam pendanaan BPJS.
Diperlukan pemantauan secara berkala terhadap terapi gizi yang diberikan,
selain itu diperlukan pula konseling serta edukasi, baik kepada pasien maupun
kepada keluarga mengenai pemberian asupan makanan yang baik selama masa
perawatan dan masa penyembuhan.
Pada pasien KHS yang menjalani tindakan pembedahan, terapi nutrisi
praoperatif yang adekuat dapat membantu hasil pasca operasi yang baik termasuk
proses penyembuhan luka. Sedangkan pada keadaan paliatif, tatalaksana nutrisi
yang adekuat dapat meningkatkan atau mempertahankan kualitas hidup.
53 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
54
5.2 Saran
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
55
DAFTAR REFERENSI
8. Swart GR, Zillikens MC, van Vuure JK, van den Berg JWO. Effect of a
late evening meal on nitrogen balance in patients with cirrhosis of the
liver. BMJ 1989;299:1202-1203
12. Boyer TD, Wright LT, Manns MP. Anatomy of the liver. Dalam :
Hepatology-A textbook of liver disease. 5th edition. Hal. 5. 2006. Saunders,
Elsevier
55
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
56
13. Nelms M, Sucher KP, Lacey K, Roth SL. Disease of the liver, gallbladder,
and exocrine pancreas. Dalam : Nutrition Therapy & Pathophysiology, 2nd
edition. 2010. Hal. 439. Wadsworth, Cengage Learning
15. Manuaba TW, ed. Kanker hati, kandung empedu/sistem biliar, dan
pancreas. Dalam: Panduan penatalaksanaan kanker solid. Perhimpunan
Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) 2010. Hal.254. Sagung Seto
17. Gontar SA. Penatalaksanaan nonbedah dari KHS. Universa medicina, vol
24, no 1. Divisi gastrohepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran USU
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
57
26. Marian M, Russell MK, Shikora SA. Clinical Nutrition for surgical
patients. Jones and Bartlett Publishers. Massachusetts, 2008. P.5, 117-9,
169-86
29. Grant B. Medical nutrition therapy for cancer. Dalam: Mahan LK, Escott-
Stump S, editor. Krause's Food and Nutrition Therapy 12th ed. St. Louis:
Saunders Elsevier; 2008:959-90.
32. Brown JK dkk. American Cancer Society. Nutrition and physical activity
during and after cancer treatment: an American Cancer Society guide for
informed choices. CA cancer J Clin. 2003. 53:268-291
33. Hardman WE. Omega-3 fatty acids to augment cancer therapy. J Nutr
2002;132:3508S-12S.
34. American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN) 2009.
ASPEN Clinical Guidelines: nutrition support therapy during adult
anticancer treatment and in hematopoietic cell transplantation. J
Parenteral Ent Nutr. 33 (5):472-500
37. Hasse JM, Matarese LE. Medical Nutrition Therapy for Liver, Biliary
System, and Exocrine Pancreas Disorders. Dalam Mahan LK, Escott-
stump S. Krause’s Food & Nutrition Therapy. 12th ed. Canada: Saunders
Elsevier. 2008.h.707-738
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
58
42. El- Zayadi AR. Heavy smoking and liver. World J of Gastroenterol 2006,
October 14; 12(38):6098-6101
43. Schjott J. Adverse effects of drugs and toxins on the liver. Diunduh dari
http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/21433.pdf
44. Henkel AS, Buchman AL. Nutritional support in patients with chronic
liver disease. Nat Clin Pract Gastroenterol Hepatol 2006;3(4):202-9
45. Pratt DS, Kaplan MM. Jaundice. In: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Loscalzo J, editor. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 2nd ed. United States of America:
McGraw-Hill, 2008:238-42
46. Donohoe CL, Ryan AM, Reynolds JV. Cancer cachexia: Mechanism and
clinical implications. Hindawi Publishing Corporation Gastroenterology
Research and Practice Volume 2011. Article ID 601434
51.
management of hepatic encephalopathy in end-stage liver failure. J Nutr
Metab 2010
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
59
55. Kuntz E, Kuntz HD. Hepatology textbook and atlas history morphology
biochemistry diagnostics clinic therapy. Germany: Springer; 2008:795-828
59. Briscoe VJ, Davis SN. Hypoglycemia in type 1 and type 2 diabetes:
physiology, pathophysiology and management. Clinical Diabetes. Volume
24, Number 3, 2006 115
60. CMP Medica. MIMS edisi bahasa Indonesia volume 9. Jakarta: PT Info
Master, 2008
61. Daniels L. Good nutrition for good surgery. Clinical and quality of life
outcomes. Australian Prescriber 2003;26(6):136-40
62. Marian M, Russell MK, Shikora SA. Clinical Nutrition for surgical
patients. Jones and Bartlett Publishers. Massachusetts, 2008. P.5, 117-9,
169-86
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
60
Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan penunjang: GDS jam 6.00: 53 mg/dL Pemeriksaan penunjang: KGDH pk. 6.00: 43 mg/dL. pk.
GDS jam 6.00: 45 mg/dL. 8.00: 56 mg/dL, pk. 9.00: 80 mg/dL, pk. 18.00: 231 mg/dL,
pk. 24.00: 85 mg/dL
Analisis asupan 24 jam Analisis asupan 24 jam
Vol E P (g) L (g) KH (g) Vol E P (g) L (g) KH (g) Analisis asupan 24 jam
(ml) (kkal) (ml) (kkal) Vol E (kkal) P (g) L (g) KH (g)
Nasi - 1200 45 33 167 Nasi tim - 1200 45 33 167 (ml)
Putel 4 - 80 20 - - Putel 4 80 20 - - Susu
Susu 125 125 5 1,3 23,9 Susu 250 250 10 2,7 47,8 formula
1x125 ml formula hepar 250 250 10 2,7 47,8
teh manis 200 120 30 hepar 2x125ml
Parenteral 500 100 - - 25 2x125ml Teh 200 120 - - 30
D5% gula pasir 120 LLM
Total 950 1625 70 34,3 246 (teh) 200 - - 30 3x250 ml 750 750 30 23,6 108
(33 (17%) (18,9%) (60,5%) Parenteral 100 Putel 4 - 80 20 - -
kkal/kg 1,4g/kg D 5% 500 - - 25 Parenteral
BB) BB) Total 950 1750 75 35,7 269,8 D 5% 500 100 - - 25
N:NPC: (18,5%) (16,6%) (64,5%) Total 1700 1300 75 25,7 185,8
1: 120 (23%) (17,7%) (57,2%)
Universitas Indonesia
Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair, Bentuk diet: diet cair Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair
parenteral Jalur pemberian: oral, parenteral Jalur pemberian: oral, parenteral
Jalur pemberian: oral,parenteral Frekuensi: 1x250 kkal dan 4x 300 kkal Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan selingan,
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan (asumsi habis 90%) ekstra teh manis malam hari
selingan, ekstra teh manis malam hari ekstra teh manis malam hari
Makronutrien:
Makronutrien: Makronutrien: Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 5
Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium
B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65 mg,
kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65 mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg
mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg Asam folat 1x400 mcg
1,5 mg Asam folat 1x400 mcg
Asam folat 1x400 mcg
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
17 Des 2013, Rabu (Hari ke-5) 18 Des 2013, Kamis (Hari ke-6) 19 Des 2013, Jumat (Hari ke-7)
S Pasien masih mengeluh begah, dapat menghabiskan Dapat menghabiskan lauk dan sayur yang diberikan, Dapat menghabiskan nasi, lauk dan sayur yang
makanan dan susu yang diberikan dari RS. putel 4 butir. sudah mendapat nasi tim. Susu habis 2x diberikan. Keluhan pusing dan lemas pagi hari tak ada.
125 ml. Malam minum teh manis 1 gelas. Tak ada Mengasup biskuit 3 keping. Minum teh manis 2 gelas
pusing pada pagi hari. Tak ada mual, tak ada muntah. dengan gula pasir 3 sendok makan tiap kali minum.
Sudah BAB 1x, konsistensi biasa.
O Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis
TD 120/70 mm Hg, nadi 84 kali/menit, suhu 36,5° TD 120/70 mm Hg, nadi 84 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/80 mm Hg, nadi 84 kali/menit, suhu afebris,
C, pernapasan 20 kali/menit pernapasan 24 kali/menit pernafasan 24 kali/menit
Torak: iga gambang (+) Torak: iga gambang (+) Torak: iga gambang (+)
Abdomen: buncit, terpasang drain parasintesis pada Abdomen: buncit, terpasang drain parasintesis pada Abdomen: buncit, terpasang drain parasintesis pada
regio abdomen kiri, bising usus (+) normal, teraba regio abdomen kiri, bising usus (+) normal, teraba regio abdomen kiri, bising usus (+) normal, teraba
massa di kuadran kanan atas, 15 cm bawah arkus massa di kuadran kanan atas, 15 cm bawah arkus kosta, massa di kuadran kanan atas, 15 cm bawah arkus kosta,
kosta, tepi tumpul, padat berbenjol-benjol, nyeri tepi tumpul, padat berbenjol-benjol, nyeri tekan (-), tepi tumpul, padat berbenjol-benjol, nyeri tekan (-),
tekan (-), shifting dullnes (+). Lingkar perut 99 cm shifting dullnes (+). shifting dullnes (+). Lingkar perut 99 cm
Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik
Kapasitas fungsional: ambulatory Kapasitas fungsional: ambulatory Kapasitas fungsional: ambulatory
Pemeriksaan penunjang:
GDS jam 6.00: 65 mg/dL, jam 11: 70 mg/dL, jam Pemeriksaan penunjang: GDS jam 6.00: 60 mg/dL, Pemeriksaan penunjang: KGDH jam 6.00: 67 mg/dL,
12: 100 mg/dL, jam 18.00: 92 mg/dL jam 12: 70 mg/dL, jam 18: 100 mg/dL, jam 24: 57 Jam 12: 80 mg/dL, jam 18: 110 mg/dL, jam 24: 90
mg/dL mg/dL
Universitas Indonesia
Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair Bentuk diet: diet lunak, diet cair Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair,
Jalur pemberian: oral, parenteral Jalur pemberian: oral, parenteral parenteral
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan Frekuensi: 3x makan besar, 3x selingan Jalur pemberian: oral
selingan, ekstra teh manis malam hari ekstra teh manis malam hari Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan
selingan, ekstra teh manis malam hari
Universitas Indonesia
Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital,
toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari) toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari) toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari)
- Kadar glukosa darah (tiap 6 jam) - Kadar glukosa darah (tiap 6 jam) - Kadar glukosa darah (tiap 6 jam)
- Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi tetap
Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi tetap diberikan sesuai KET. Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi tetap
diberikan sesuai KET. diberikan sesuai KET.
Universitas Indonesia
20 Des 2013, Rabu (Hari ke-8) 21 Des 2013, Kamis (Hari ke-9)
S Dapat menghabiskan nasi dan lauk yang diberikan, tak ada Dapat menghabiskan nasi dan lauk, sayur yang diberikan.
mual, tak ada muntah. Rasa begah berkurang bila cairan Tidak ada mual dan muntah.
dikeluarkan.
O Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis
TD 120/80 mm Hg, nadi 80 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/70 mm Hg, nadi 84 kali/menit, suhu 36,5° C,
pernapasan 20 kali/menit pernapasan 20 kali/menit
Torak: iga gambang (+) Torak: iga gambang (+)
Abdomen: buncit, bising usus (+) normal, teraba massa di Abdomen: buncit, terpasang drain parasintesis pada regio
kuadran kanan atas, 15 cm bawah arkus kosta, tepi tumpul, abdomen kiri, bising usus (+) normal, teraba massa di kuadran
padat berbenjol-benjol, nyeri tekan (-), shifting dullnes (+). kanan atas, 15 cm bawah arkus kosta, tepi tumpul, padat
Lingkar perut 100 cm berbenjol-benjol, nyeri tekan (-), shifting dullnes (+). Lingkar
Ekstremitas: akral hangat, tidak ada edema, CRT <2 detik perut 99 cm
Kapasitas fungsional: ambulatory. Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik
Kapasitas fungsional: ambulatory
Pemeriksaan penunjang:
GDS jam 12: 64 mg/dL, jam 24: 57 mg/dL Pemeriksaan penunjang: GDS jam 6.00: 63 mg/dL, jam 12:
127 mg/dL
Hb 15,5 g/dL, Ht 46,8%, eritrosit 5,53x 10 6/L, laju endap darah
15 mm, PT 10,7 detik/APTT 30,2 detik, SGOT 50 U/L, SGPT
23 U/L, fosfatase alkali 86 U/L, albumin 4,84 g/dL, bilirubin
total 0,50 mg/dL, bilirubin direk 0,17 mg/dL, bilirubin indirek
0,33 mg/dL, ureum 15 mg/dL, kreatinin 0,9 mg/dL, Na/K/Cl:
140/3,93/ 100,8
Universitas Indonesia
Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair
Jalur pemberian: oral Jalur pemberian: oral
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan selingan, Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan selingan
Universitas Indonesia
ekstra teh manis malam hari ekstra teh manis malam hari
Makronutrien: Makronutrien:
Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 5 mcg, Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 5
vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium pantotenat 20 mg, mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium pantotenat
K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65 mg, mangan 1
2 mg, Seng 1,5 mg mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg
Asam folat 1 x400 mcg Asam folat 1x400 mcg
Total 950 2031, 81 49,7 317,8 Total 950 2031, 81 49,7 317,8
5 (16%) (22%) (63%) 5 (16%) (22%) (63%)
1,62 g/kg 1,62 g/kg
BB BB
1: 132 1: 132
Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, toleransi Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, toleransi
asupan, imbang cairan (setiap hari) asupan, imbang cairan (setiap hari)
- Kadar glukosa darah (tiap 6 jam) - Kadar glukosa darah (tiap 6 jam)
Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi tetap diberikan Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi tetap diberikan
sesuai KET. sesuai KET.
Diberikan edukasi untuk asupan nutrisi saat di rumah
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2 ml/24 jam. Diuresis 0,8 ml/kg BB 154 ml/24 jam. Diuresis 0,9 ml/kg BB positif 102 ml/24 jam. Diuresis 0,8 ml/kg BB
Terapi DPJP:
Ultracet 3x1 tab, glikuidon 2x30 mg, Simvastatin
Terapi DPJP: Terapi DPJP: 1 x 10 mg.
Ultracet 3x1 tab, Glikuidon 2x30 mg, Simvastatin Ultracet 3x1 tab, glikuidon 2x30 mg, Simvastatin 1x10
1x10 mg mg
Periksa HbA1C, profil lipid, KGDH
A Berat badan lebih dengan riwayat penurunan berat Berat badan lebih dengan riwayat penurunan berat badan Berat badan lebih dengan riwayat penurunan berat
badan 15 kg selama 7 bulan, hipermetabolisme 15 kg selama 7 bulan, hipermetabolisme sedang, DM 2, badan 15 kg selama 7 bulan, hipermetabolisme
sedang, DM 2, hepatitis B, pada KHS segmen 3-4 hepatitis B, pada KHS segmen 3-4 pro laparotomi sedang, DM 2, hepatitis B, pada KHS segmen 3-4
pro laparotomi pro laparotomi
P KEB 1353 kkal, KET 2029 kkal KEB 1353 kkal, KET 2029 kkal KEB 1353 kkal, KET 2029 kkal
Nutrisi ditingkatkan 20% 1800 kkal, protein 85 g Diberikan nutrisi 1800 kkal, protein 85 g (1,3 g/ kg BB) Diberikan nutrisi sesuai KET (2029 kkal), protein
(1,3 g/ kg BB) N:NPC 1:108, lemak 25% (50 g), KH N:NPC 1:108 91 g (1,4 g/ kg BB) N:NPC 1:114
256 g
Bentuk diet: makanan lunak, diet cair Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair,
Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair Jalur pemberian: oral Jalur pemberian: oral
Jalur pemberian: oral Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan selingan. selingan.
selingan
Makronutrien: Makronutrien:
Makronutrien: Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 5 Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5
Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium mg, B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400
B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65 IU, kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg,
kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg Fe 12 mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2
mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng Asam folat 1 x400mcg mg, Seng 1,5 mg
1,5 mg Asam folat 1 x400 mcg
Asam folat 1 x400 mcg
Universitas Indonesia
Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, toleransi Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital,
toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari), kurva asupan, imbang cairan (setiap hari), kurva gula darah toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari),
gula darah harian harian kurva gula darah harian.
Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi ditingkatkan Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi tetap
ditingkatkan 10 – 20% hingga mencapai KET 10 – 20% hingga mencapai KET diberikan sesuai KET.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Terapi DPJP:
Terapi DPJP: Ultracet 3x1 tab, glikeridon 2x30 mg, Simvastatin 1x10
Ultracet 3x1 tab, glikeridon 2x30 mg, Simvastatin mg
1x10 mg Besok operasi
A Berat badan lebih dengan riwayat penurunan berat Berat badan lebih dengan riwayat penurunan berat badan
badan 15 kg selama 7 bulan, hipermetabolisme 15 kg selama 7 bulan, hipermetabolisme sedang, DM 2,
sedang, DM 2, hepatitis B, pada KHS segmen 3-4 hepatitis B, pada KHS segmen 3-4 pro laparotomi
pro laparotomi
P KEB 1353 kkal, KET 2029 kkal KEB 1353 kkal, KET 2029 kkal
Diberikan nutrisi sesuai KET (2029 kkal), protein 91 Diberikan nutrisi sesuai KET (2029 kkal), protein 91 g
g (1,4 g/ kg BB) N:NPC 1:114 (1,4 g/ kg BB) N:NPC 1:114
Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair, Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair,
Jalur pemberian: oral Jalur pemberian: oral
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan
selingan. selingan.
Makronutrien: Makronutrien:
Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 5
B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium
kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65
mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg, asam
1,5 mg, asam folat 1x400 mcg folat 1x400 mcg
Universitas Indonesia
Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi tetap Evaluasi: pemberian nutrisi disesuaikan keadaan umum
diberikan sesuai KET. dan keadaan klinis pasca operasi.
Universitas Indonesia
Pemantauan pasien III (Ny. S) (Hari ke-3) pre-op (Hari ke-4) pre-op
(Hari ke-2) pre-op
S Tidak nafsu makan. menghabiskan nasi 2 porsi, Dapat menghabiskan nasi 2 ½ porsi, lauk, sayur dan Dapat menghabiskan nasi, lauk, sayur dan susu
menghabiskan lauk, sayur dan susu 1 porsi. Pasien susu yang diberikan. yang diberikan. Tak ada mual. Sudah BAB 1x
memilih nasi tim konsistensi biasa
O Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis
TD 110/80 mm Hg, nadi 84 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/70 mm Hg, nadi 80 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/90 mm Hg, nadi 80 kali/menit, suhu
pernapasan 20 kali/menit pernapasan 18 kali/menit afebris, pernafasan 20 kali/menit
Torak: iga gambang (-) Torak: iga gambang (-) Torak: iga gambang (-)
Abdomen: datar, BU (+) normal, supel, teraba massa Abdomen: datar, BU (+) normal, supel, teraba massa di Abdomen: datar, BU (+) normal, supel, teraba
di kuadran kanan atas, padat, tepi tumpul, nyeri tekan kuadran kanan atas, padat, tepi tumpul, nyeri tekan (-) massa di kuadran kanan atas, padat, tepi tumpul,
(+) Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik nyeri tekan (-)
Ekstremitas: akral hangat, tidak ada edema, CRT <2 Kapasitas fungsional: ambulatory Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik
detik Kapasitas fungsional: ambulatory
Kapasitas fungsional: ambulatory. Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan penunjang: Analisis asupan 24 jam Analisis asupan 24 jam
Vol E P (g) L (g) KH (g) Vol E P (g) L KH (g)
Analisis asupan 24 jam (ml) (kkal) (ml) (kkal) (g)
Vol E P (g) L (g) KH (g) Nasi tim 1300 56,3 33 201 Nasi tim 1500 56,3 33 244
(ml) (kkal) diet hati diet hati
Nasi tim - 1200 50 33 184 Putel 2 Putel 2
Diet hati - - - butir 40 10 - butir 40 10 -
Putel 3 Susu 250 250 10 2,7 47,8 Susu 250 250 10 2,7 47,8
Susu 40 10
formula 250 250 10 2,7 47,8
formula formula
hati Hati Hati
2x125 ml 2x125 2x125
Total 250 1590 76,3 35,7 249 Total 250 1790 76,3 35,7 291,8
Total 19% 20% (63%) 17% 18% (65%)
250 1490 70 35,7 231,8
(31kka (18,8%) (21,5%) (62%)
l/kg 1,4g/kg
BB) BB) Imbang cairan:
N:NPC: Input 1900 ml, output 1800 ml. Imbang cairan
1: 108 Imbang cairan: positif 100 ml/24 jam. Diuresis 0,9 ml/kg BB
Input 2000 ml, output 1800 ml. Imbang cairan positif
Imbang cairan: 200 ml/24 jam. Diuresis 0,9 ml/kg BB
Input 1700 ml, output 1900 ml. Imbang cairan negatif
200 ml/24 jam. Diuresis 0,8 ml/kg BB
Universitas Indonesia
Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair Bentuk diet: makanan lunak, diet cair Bentuk diet: makanan lunak, diet cair
Jalur pemberian: oral Jalur pemberian: oral Jalur pemberian: oral
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan
selingan selingan. selingan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pemantauan pasien III (Ny. S) Pasca operasi H+5 Pasca operasi H+6
(Hari ke-8) pasca operasi H+4
S Tidak nafsu makan, mual bila minum susu sekaligus. Dapat menghabiskan nasi 2 ½ porsi, lauk, sayur dan Dapat menghabiskan nasi, lauk, sayur dan susu
susu yang diberikan. yang diberikan. Tak ada mual. Sudah BAB 1x
konsistensi biasa
O Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis
TD 120/70 mm Hg, nadi 84 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/70 mm Hg, nadi 80 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/90 mm Hg, nadi 80 kali/menit, suhu
pernapasan 20 kali/menit pernapasan 18 kali/menit afebris, pernafasan 20 kali/menit
Torak: iga gambang (-) Torak: iga gambang (-) Torak: iga gambang (-)
Abdomen: datar, BU (+) normal, tampak luka operasi Abdomen: Abdomen: datar, BU (+) normal, tampak Abdomen: datar, BU (+) normal, tampak luka
tertutup verban, rembesan tak ada luka operasi tertutup verban, rembesan tak ada operasi tertutup verban, rembesan tak ada
Ekstremitas: akral hangat, tidak ada edema, CRT <2 Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik
detik Kapasitas fungsional: ambulatory Kapasitas fungsional: ambulatory
Kapasitas fungsional: ambulatory.
Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan penunjang: Analisis asupan 24 jam
Analisis asupan 24 jam Vol E P (g) L (g) KH (g)
Analisis asupan 24 jam Vol E P (g) L (g) KH (g) (ml) (kkal)
Vol E P (g) L (g) KH (g) (ml) (kkal) Nasi tim - 1300 49 29 195
(ml) (kkal) Bubur - 1200 45 27 167 1500 -
Bubur - 600 8 10 80 1500 - asumsi
sumsum - - - asumsi habis 80% - -
Diet cair
habis 80% - -
rendah
Putel 3 60 15
lemak 250 250 10 2,7 47,8
aminoflui 210 210 15 37,5 Putel 2 40 10
d butir
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
A Berat badan normal berisiko malnutrisi, Berat badan normal berisiko malnutrisi, Berat badan normal berisiko malnutrisi,
hipermetabolisme sedang, karsinoma hepatoselular hipermetabolisme sedang, karsinoma hepatoselular hipermetabolisme sedang, karsinoma
segmen 6 pro reseksi segmen 6 pro reseksi hepatoselular segmen 6 pro reseksi
P KEB 987,4 kkal, KET 1400 kkal KEB 987,4 kkal, KET 1400 kkal KEB 987,4 kkal, KET 1400 kkal
Nutrisi diberikan 1500 kkal, protein 63 g (1,4 g/ kg Nutrisi diberikan 1500 kkal, protein 63 g (1,4 g/ kg BB) Nutrisi diberikan 1500 kkal, protein 63 g (1,4 g/
BB) N:NPC 1:114, lemak 20% (31 g), KH 217 g N:NPC 1:114, lemak 20% (31 g), KH 217 g kg BB) N:NPC 1:114, lemak 20% (31 g), KH 217
g
Bentuk diet: makanan biasa rendah lemak, diet cair Bentuk diet: makanan biasa rendah lemak, diet cair
Jalur pemberian: oral Jalur pemberian: oral Bentuk diet: makanan biasa rendah lemak, diet
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan cair
selingan selingan Jalur pemberian: oral
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan
Makronutrien: Makronutrien: selingan
Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 5
B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium Makronutrien:
kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65 Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5
mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg mg, B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400
1,5 mg Asam folat 1 x400 mcg IU, kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg,
Asam folat 1 x400 mcg Fe 12 mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2
mg, Seng 1,5 mg
Asam folat 1 x400 mcg
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Terapi DPJP: Terapi DPJP: Terapi DPJP: Cefiixim 2x200 mg, omeprazole
Cefiixim 2x200 mg, omeprazole 2x20 mg Cefiixim 2x200 mg, omeprazole 2x20 mg 2x20 mg boleh pulang
A Berat badan normal berisiko malnutrisi, Berat badan normal berisiko malnutrisi, Berat badan normal berisiko malnutrisi,
hipermetabolisme berat, pasca reseksi segmen 6 H+4 hipermetabolisme berat, pasca reseksi segmen 6 H+5 hipermetabolisme berat, pasca reseksi segmen 6
H+6
P KEB 987,4 kkal, KET 1500kkal KEB 987,4 kkal, KET 1500 kkal KEB 987,4 kkal, KET 1500 kkal
Nutrisi diberikan 1000 kkal, protein 50 g (1,1g/ kg Nutrisi diberikan 1500 kkal, protein 68 g (1,5g/ kg BB) Nutrisi diberikan 1500 kkal, protein 68 g (1,5g/
BB) N:NPC 1:100, lemak 20% (22 g), KH 155 g N:NPC 1:113, lemak 20% (33 g), KH 232 g kg BB) N:NPC 1:113, lemak 20% (33 g), KH 232
g
Bentuk diet: bubur sumsum, diet cair Bentuk diet: makanan lunak (bubur), diet cair
Jalur pemberian: oral Jalur pemberian: oral Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan Jalur pemberian: oral
selingan selingan Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan
selingan
Makronutrien: Makronutrien:
Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 5 Makronutrien:
B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5
kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65 mg, B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400
mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg IU, kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg,
1,5 mg Asam folat 1 x400 mcg Fe 12 mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2
Asam folat 1 x400 mcg mg, Seng 1,5 mg
Asam folat 1 x400 mcg
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
87 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014