Anda di halaman 1dari 104

UNIVERSITAS INDONESIA

TATALAKSANA NUTRISI PADA


PASIEN KARSINOMA HEPATOSELULAR

SERIAL KASUS

PAULINA TODING
1106142620

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK
JAKARTA
JULI 2014

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

TATALAKSANA NUTRISI PADA


PASIEN KARSINOMA HEPATOSELULAR

SERIAL KASUS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Spesialis Gizi Klinik

PAULINA TODING
1106142620

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK
JAKARTA
JULI 2014

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Laporan Serial Kasus ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik
yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Paulina Toding

NPM : 1106142620

Tandatangan :

Tanggal : 5 Juli 2014

ii Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN

Serial Kasus ini diajukan oleh :


Nama : Paulina Toding
NPM : 1106142620
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi
Ilmu Gizi Klinik
Judul Serial Kasus : Tatalaksana Nutrisi pada Pasien Karsinoma Hepatoselular

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis Gizi Klinik
pada Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi Ilmu Gizi Klinik,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. dr. Johana Titus, MS, SpGK (.………..………….)

Penguji 1 : dr. Victor Tambunan, MS, SpGK (.………..………….)

Penguji 2 : Dr. dr. Meilani Kumala, MS, SpGK (….…..…………….)

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 5 Juli 2014

iii Universitas Indonesia


Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas karuniaNya, sehingga
penyusunan laporan serial kasus ini dapat diselesaikan. Laporan serial kasus yang
berjudul “Tatalaksana Nutrisi pada Pasien Karsinoma Hepatoselular” disusun
sebagai tugas akhir Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi Ilmu
Gizi Klinik di Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Dengan selesainya laporan serial kasus ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Dr. dr. Johana Titus, MS, SpGK sebagai pembimbing akademik dan Sekretaris
Program Studi Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi Ilmu
Gizi Klinik yang dengan sabar, ketekunan dan ketelitian membimbing hingga
selesainya makalah ini.
2. dr. Sri Sukmaniah, MSc, SpGK selaku Ketua Program Studi atas bimbingan
yang telah diberikan sejak awal menjalani pendidikan hingga saat ini.
3. Seluruh Konsulen dan Staff Pengajar di RSCM dan rumah sakit jejaring dalam
membimbing penulis selama menjalani program pendidikan.
4. Kepada semua pasien di seluruh rumah sakit pendidikan yaitu RSCM, RSU
Tangerang, RSAB Harapan Kita dan RS Sumber Waras.
5. Seluruh rekan-rekan dan semua pihak yang turut membantu, mendukung dan
memberikan motivasi selama menjalankan pendidikan
6. Terima kasih tak terhingga kepada kedua orang tua, serta suami terkasih, dr.
Djoni Nurung, SpOG yang selalu memberikan dorongan dan doa selama
penulis mengikuti pendidikan. Kepada anak-anak tercinta Resa dan Priscilla,
yang merupakan motivasi penulis untuk segera menyelesaikan pendidikan ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati semua pihak yang telah membantu
penulis. Semoga makalah ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu gizi
Indonesia

Jakarta, 5 Juli 2014

Penulis

iv Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini :

Nama : Paulina Toding


NPM : 1106142620
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi Ilmu Gizi
Klinik
Fakultas : Kedokteran
Jenis Karya : Laporan Serial Kasus
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KARSINOMA
HEPATOSELULAR
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat
dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 5 Juli 2014
Yang menyatakan

(Paulina Toding)

v Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
ABSTRAK

Nama : Paulina Toding


Program Studi : Ilmu Gizi Klinik Program Pendidikan Dokter Spesialis-1
Judul : Tatalaksana Nutrisi pada Pasien Karsinoma Hepatoselular
Pembimbing : Dr. dr. Johana Titus, MS, SpGK

Malnutrisi sering pada karsinoma hepatoselular (KHS), diakibatkan oleh


anoreksia, penurunan asupan serta keadaan katabolik. Serial kasus bertujuan
memberikan terapi gizi guna proses penyembuhan dan memperbaiki kualitas
hidup.
Empat orang pasien berusia 42–67 tahun, dengan KHS, penurunan berat
badan 14,3–29,6% selama dua bulan hingga satu tahun. Tiga orang pro reseksi
dan satu orang mendapat terapi paliatif dengan kanker kaheksia.
Pemberian nutrisi disesuaikan keadaan klinis. Kebutuhan kalori
berdasarkan Harris-Benedict. Sebelum pembedahan kebutuhan kalori total
tercapai Setelah pembedahan, toleransi asupan baik, nutrisi ditingkatkan bertahap.
Saat pulang keadaan umum stabil, kapasitas fungsional membaik, luka operasi
baik.

Kata kunci: malnutrisi, kanker, terapi gizi

vi Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
ABSTRACT

Name : Paulina Toding


Study Programe : Clinical Nutrition Specialist, Faculty of Medicine,
Universitas Indonesia.
Title : Nutritional Management of Patients With Hepatocellular
Carcinoma
Counsellor : Dr. dr. Johana Titus, MS,SpGK

Malnutrition is common in hepatocellular carcinoma (HCC), caused by anorexia,


decreased intake and catabolic state. The aim of this case series provide nutrition
therapy to support the healing process and to improve quality of life.
Patients were four people, age between 42–67 years, with HCC, weight
loss 14,3–29,6 % for two months to one year. Three people with pro resection and
one person had palliative therapy and cachexia cancer.
Nutrition was given according to clinical state. Calorie requirement was
based on Harris-Benedict. Total calorie needs was achieved prior to surgery, and
good tolerance intake after surgery, nutrition enhanced gradually. Patients
discharge from hospital with stable general condition, improved functional
capacity, and good surgical wound healing.

Keywords: malnutrition, cancer, nutrition therapy

vii Universitas Indonesia


Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ii
KATA PENGANTAR iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI v
KARYA ILMIAH vi
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR SINGKATAN xiii
DAFTAR LAMPIRAN xv
1. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 2
1.3. Manfaat 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1. Anatomi dan Histologi 3
2.2. Fisiologi. 4
2.3. Parameter Biokimia Hati 5
2.4. Karsinoma Hepatoselular (KHS)/ Hepatocellular Carcinoma
(HCC) 7
2.4.1 Definisi dan Epidemiologi 7
2.4.2 Etiologi 8
2.4.3 Manifestasi Klinis 8
2.4.4 Patogenesis KHS 10
2.4.5 Penegakan Diagnosis 13
2.4.6 Patofisiologi Kanker Kaheksia 15
2.4.7 Terapi Pembedahan pada KHS 17
2.4.8 Terapi Nutrisi pada KHS 18
2.4.8.1 Kebutuhan Vitamin, Mineral dan Nutrien Spesifik 19
2.4.8.2 Nutrisi Pada Pasca Bedah 20
2.4.9 Prognosis 21

3. KASUS 23
3.1. Kasus 1. Karsinoma Hepatoselular Segmen 5-6, Child Pugh C,
Unresectable dengan Hipoglikemia Berulang 23
3.2. Kasus 2. Karsinoma Hepatoselular Segmen 3-4 Pro Reseksi,
Hepatitis B, Diabetes Melitus Tipe 2, Berat Badan Lebih
(Riwayat Penurunan Berat Badan 15 kg Selama 8 Bulan),
Hipermetabolisme Sedang 27
3.3 Kasus 3. Karsinoma hepatoselular segmen 5-6 pro reseksi, hepatitis B,
Berat Badan Normal Berisiko Malnutrisi, Hipermetabolisme
Sedang 32

viii Universitas Indonesia


Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
3.4 Kasus 4. Karsinoma Hepatoselular Segmen 6 Pasca Percutaneous
Etanol Injection (PEI), Berat Badan Normal Berisiko
Malnutrisi, Hipermetabolisme Sedang 36

4. PEMBAHASAN 42
5. SIMPULAN DAN SARAN 53
5.1. Simpulan 53
5.2. Saran 54

DAFTAR REFERENSI 55
LAMPIRAN 60
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 87

ix Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Beberapa Fungsi Hati 5

Tabel 2.2 Tes Fungsi Biokimia Hati 6

Tabel 2.3 Peran Mikronutrien Dalam Proses Penyembuhan Luka 21

Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Serial Kasus 42

Tabel 4.2 Perbandingan Pemeriksaan Laboratorium


Pasien Serial Kasus 42

x Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Permukaan Hati 3

Gambar 2.2 Penampang Sebuah Lobulus Hati 4

Gambar 2.3 Insiden KHS di Seluruh Dunia per 100.000 Penduduk 8

Gambar 2.4 Perkembangan Lesi Seluler Hepatosit menjadi KHS 10

Gambar 2.5 Kemungkinan Mekasnisme Obesitas, DM dan NAFLD


pada KHS 13

Gambar 2.6 Klasifikasi Kaheksia dan Prekaheksia 16

Gambar 2.7 Perubahan Metabolik dari Kanker Kaheksia 17

Gambar 3.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dL) Pasien Pertama


Selama Pemantauan 25

Gambar 3.2 Analisis Asupan Energi dan Makronutrien Pasien Pertama


Sebelum Sakit, Setelah Sakit SMRS dan
24 Jam Pertama di RS 26

Gambar 3.3 Analisis Asupan Pasien Pertama Selama Pemantauan 27

Gambar 3.4 Analisis Asupan Energi dan Makronutrien Pasien Kedua


Sebelum Sakit, Setelah Sakit SMRS
dan 24 Jam Pertama di RS 30

Gambar 3.5 Analisis Asupan Pasien Kedua Selama Pemantauan


Sebelum Operasi 31

Gambar 3.6 Analisis Asupan Pasien Kedua Selama Pemantauan


Setelah Operasi 32

Gambar 3.7 Analisis Asupan Energi dan Makronutrien Pasien Ketiga


Sebelum Sakit, Setelah Sakit SMRS dan 24 Jam Pertama
di RS 33

Gambar 3.8 Analisis Asupan Pasien Ketiga Sebelum Operasi 35

Gambar 3.9 Analisis Asupan Pasien Ketiga Setelah Operasi 36

Gambar 3.10 Analisis Asupan Energi dan Pasien Keempat


Sebelum Sakit, Setelah Sakit dan 24 Jam di RS 38

Gambar 3.11 Analisis Asupan Pasien Keempat Sebelum Operasi 39

xi Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
Gambar 3.12 Analisis Asupan Pasien Keempat Setelah Operasi 41

xii Universitas Indonesia


Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
DAFTAR SINGKATAN

AARC : asam amino rantai cabang


ADH : hormon anti diuretik
AFP : alfa fetoprotein
AKG : angka kecukupan gizi
ALP : fosfatase alkalin
ASPEN : American Society for Parenteral and Enteral Nutrition
CACS : cancer anorexia-cachexia syndrome
COX-2 : cycloaxygenase-2
CRP : C-reactive protein
CTAP : computed tomography with arterial protography
CTHA : computed tomography with hepatic arteriography
DHA : docosahexaenoic acid
EPA : eicosapentaenoic acid
ESPEN : European Society for Parenteral and Enteral Nutrition
FLR : future liver remnant
IGF-I : insulin-like growth factor I
IGF-II : insulin-like growth factor II
iNOS : inducible nitric oxide synthase
KEB : kebutuhan energi basal
KET : kebutuhan energi total
KHS : Karsinoma Hepatoselular
LCT : long chain triacyglycerol
LLA : lingkar lengan atas
MAOs : mono-amine oxidases
MCT : medium chain triacyglycerol
MUST : Malnutrition Universal Screening Tool
NAFLD : nonalcoholic fatty liver disease
NASH : nonalcoholic steatohepatitis
NGT : nasogastric tube
p-Akt : phospho-akt

xiii Universitas Indonesia


Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
PEI : percutaneous ethanol injection
PGE-2 : prostaglandin E-2
PPI : proton pump inhibitor
RAAS :renin-angiotensin-aldosterone system
RDI : Recommended Dietary Allowances
RES : reticuloendothelial system
ROS : reactive oxygen species
SGA : Subjective Global Assessment
SGOT : serum glutamic oxaloacetic transaminase
SGPT : serum glutamic pyruvic transaminase
THFA : 5-methyl tetrahydrofolic acid
TNF-α :tumor necrosis factor
TST : triceps skinfold thickness
USG : ultrasonography
VEGF : vascular epidermal growth factor

xiv Universitas Indonesia


Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN

Pemantauan pasien pertama 60


Pemantauan pasien kedua 69
Pemantauan pasien ketiga 78
Pemantauan pasien keempat 84

xv Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Karsinoma hepatoselular (KHS) merupakan salah satu dari lima jenis kanker
terbanyak di dunia, dengan angka harapan hidup dalam lima tahun berkisar 10%.
Menurut penelitian tahun 1985 di Indonesia, KHS merupakan jenis kanker
kesembilan terbanyak, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 2,5 :1 serta
sering terjadi pada usia 40–70an.1
Pada KHS terdapat 50% kasus dengan malnutrisi.2 Berbagai faktor yang
umum terjadi dan berkontribusi bagi terjadinya malnutrisi adalah nausea,
anoreksia, penurunan asupan, keadaan katabolik, dan berulangnya perawatan di
rumah sakit. Keadaan malnutrisi tersebut akan berpengaruh terhadap status klinis
secara umum. 3
Gejala klinis yang dapat timbul sangat beragam, pada KHS dengan
riwayat sirosis terdapat perburukan fungsi hati, asites, perdarahan intra abdomen
akut, ikterik, penurunan berat badan, demam, dan ensefalopati. Pada KHS stadium
lanjut dapat disertai nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, kelemahan, ikterik,
hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, dan anoreksia. 4 Stadium awal
KHS ditandai dengan nodul berukuran <3 cm mempunyai angka harapan hidup
dalam lima tahun 75%, sedangkan pasien pada stadium akhir mempunyai angka
harapan hidup dalam satu tahun <10%.5
Pada KHS dengan sirosis, tatalaksana nutrisi yang adekuat dapat
memperbaiki status gizi pasien. Selain itu pemberian makanan porsi kecil dengan
frekuensi sering termasuk kudapan tinggi karbohidrat dan protein yang
mengandung tinggi kandungan asam amino rantai cabang (AARC) pada tengah
malam dapat memperbaiki imbang nitrogen.6,7,8,9
Terapi nutrisi juga diperlukan pada KHS stadium lanjut, di mana pada
13% kasus terjadi hipoglikemia berulang yang sering disertai muscle wasting, dan
kelemahan, yang merupakan alasan pasien perlu rawat inap. Hipoglikemia juga
merupakan salah satu penyebab kematian pada pasien KHS. Selain itu pada KHS
yang menjalani terapi pembedahan, diperluan terapi nutrisi yang adekuat untuk

1 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
2

mencapai penyembuhan luka yang optimal. 10 , 11


Serial kasus ini dibuat untuk
mengetahui peran terapi nutrisi pada pasien KHS, baik yang mengalami
pembedahan reseksi hati maupun pada keadaan unresectable.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan terapi gizi pada pasien KHS yang mengalami pembedahan reseksi
hati guna menunjang proses penyembuhan, dan pada pasien dengan keadaan
unresectable guna memperbaiki kualitas hidup.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui patofisiologi perkembangan malnutrisi pada KHS.
2. Mengetahui peran nutrisi dalam mencegah terjadinya keadaan malnutrisi
yang lebih berat pada KHS.
3. Mengetahui kebutuhan makro dan mikro nutrient pada KHS
4. Mengetahui tatalaksana nutrisi dan tahapan pemberian nutrisi pada KHS

1.3 Manfaat
1. Manfaat untuk pasien:
Mendapat tatalaksana nutrisi yang optimal dan mendapat informasi
mengenai nutrisi yang sesuai dengan penyakitnya.
2. Manfaat bagi peserta program spesialis Ilmu Gizi Klinik:
Dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa pendidikan spesialis,
serta sarana pelatihan dalam menyusun tatalaksana nutrisi pada pasien
KHS.
3. Manfaat untuk institusi:
Hasil serial kasus ini dapat menjadi informasi tambahan dalam menangani
pasien KHS.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Histologi


Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1500 gram, atau
2% berat badan orang dewasa normal. Hati berada di abdomen, kuadran kanan
atas, dibagian bawah lengkung diafragma kanan dan sebagian lengkung diafragma
kiri. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang intekostal V kanan dan batas
bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Bagian bawah hati
berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pankreas, dan
usus.12
Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan. Lobus kiri
dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis.
Permukaan hati diliputi oleh peritoneum visceralis, kecuali daerah kecil pada
permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma (Gambar 2.1).12


Gambar 2.1. Permukaan Hati
Sumber : Daftar referensi no. 12

Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus,
yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus

3 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
4

merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati


berbentuk kubus, tersusun radial, mengelilingi vena sentralis yang mengalirkan
darah dari lobulus. Hati manusia memiliki maksimal 100.000 lobulus. Di antara
lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai sinusoid, yang
merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika (Gambar 2.2).13

Gambar 2.2. Penampang Sebuah Lobulus Hati


Sumber : daftar referensi no. 13

Hati memiliki dua sumber suplai darah. Dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta hepatika, dan dari aorta melalui arteri hepatika. Sekitar
sepertiga darah yang masuk adalah darah arteri dan duapertiga nya adalah darah
vena berasal dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap
menitnya adalah 1500 ml dan dialirkan melalui vena hepatika kanan dan kiri,
yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior.13 Pada hati normal, rasio
oksigen arteri hepatika dan vena porta adalah 50%:50%, bila terjadi sirosis
berubah menjadi 75%:25%.14

2.2. Fisiologi
Hati merupakan organ utama metabolisme zat dalam tubuh manusia, yang
memiliki fungsi sintesis, sekresi, ekskresi, biotransformasi, fungsi pertahanan dari
makrofag dan berbagai fungsi penting lainnya. Tabel 2.1 berikut menguraikan
beberapa fungsi hati.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
5

Tabel 2.1. Beberapa Fungsi hati


Fungsi Metabolik
Metabolisme Glikogenesis, glukoneogenesis, oksidasi di siklus Krebs,
karbohidrat glikogenolisis, dan glikolisis
Metabolisme Lipogenesis, lipolisis, ketogenesis, esterifikasi asam lemak, oksidasi
lemak asam lemak, sintesis/degradasi/esterifikasi/ekskresi kolesterol,
pembentukan lipoprotein
Metabolisme Sintesis protein serum, protrombin, globin dari hemoglobin,
protein apoferritin, nukleoprotein dan serum mukoprotein, degradasi protein
menjadi peptida dan asam amino, sintesis urea
Metabolisme Sintesis alkali fosfatase, MAOs, asetilkolin esterase, kolestrol esterase,
enzim beta-glukuronidase, SGOT, SGPT
Metabolisme Pembentukan asetil Ko-A dari asam pantotenat, mengaktifkan vitamin
vitamin dan D (nonaktif) menjadi vitamin D aktif (25-OH D3), pembentukan
mineral THFA, metilasi niasin, fosforilasi piridoksin (B6), defosforilasi
thiamin (B1), formasi koenzim B12.
Metabolisme Garam empedu berfungsi untuk pencernaan dan absorpsi lemak, serta
garam vitamin larut lemak. Bilirubin (pigmen empedu) merupakan hasil
empedu akhir metabolisme pemecahan eritrosit. Proses konjugasi berlangsung
dalam hati dan diekskresi ke dalam kandung empedu. Transformasi
kolestrol 7-hidroksikolesterol asam kolik dan asam
senodeoksikolat
Metabolisme Oksidasi heme biliverdin bilirubin. Bilirubin ditransport ke hati,
heme dirubah menjadi bilirubin diglukoronid, kemudian diekskresi dalam
bentuk empedu
Metabolisme Hati menginaktifkan dan mensekresi aldosteron, glukokortikoid,
steroid estrogen, progesteron, dan testosteron
Penyimpanan Menyimpan glikogen, lemak, asam lemak, dan vitamin larut lemak
(A,D,E,K). Menyimpan mineral tembaga dan besi
Fungsi lain Konjugasi, detoksifikasi dan degradasi, aktivitas RES, regulasi cairan
dan natrium, hematopoiesis pada fetus
MAOs: mono-amine oxidases, SGOT: serum glutamic oxaloacetic transaminase, SGPT: serum
glutamic pyruvic transaminase, THFA: 5-methyl tetrahydrofolic acid, RES: reticuloendothelial
system
Sumber: daftar referensi no 13

Hati memiliki daya kompensasi yang sangat besar, sehingga manifestasi


gangguan fungsi hati, seperti gangguan fungsi sekresi getah empedu, gangguan
sintesis albumin, faktor koagulasi, fungsi detoksifikasi, dan lain-lain akan timbul
setelah terjadi kerusakan yang sangat luas dan berat.14

2.3. Parameter Biokimia Hati


Pemeriksaan tes fungsi hati dibutuhkan untuk diagnostik, mengestimasi tingkat
keparahan penyakit, menilai prognosis, dan untuk mengevaluasi respon terapi.
Tidak ada satu pemeriksaan atau tindakan yang mampu mengukur fungsi total

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
6

hati, karena hati terlibat dalam hampir setiap proses metabolisme tubuh dan
memiliki cadangan fungsional yang besar. Pada umumnya dilakukan beberapa
rangkaian pemeriksaan untuk mengetahui fungsi hati. Tes fungsi hati dibagi
dalam tiga kategori menurut mekanisme dasar penyakit hati.13
Kerusakan hepatosit ditandai dengan pelepasan enzim-enzim
hepatocellular, dan peningkatan kadarnya di dalam plasma
Kolestasis ditandai oleh retensi bilirubin konjugasi dan alkalin
phosphatase
Penurunan fungsi hepar ditandai oleh gangguan sintesis dan degradasi
protein, berupa penurunan sintesis albumin dan prothrombin
Tabel 2.2 berikut ini memperlihatkan daftar uji diagnostik dan makna klinisnya
yang sering digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan fungsi hati

Tabel 2.2. Tes Fungsi Biokimia Hati


Petanda Nilai normal Interpretasi
Bilirubin direk 0,1-0,3 mg/dL Meningkat bila terjadi gangguan ekskresi
bilirubin terkonjugasi
Bilirubin indirek 0,2-0,7 mg/dL Meningkat pada keadaan hemolisis dan
sindroma gilbert
SGPT/ALT 5-35 IU/L Meningkat (>100x) pada kerusakan
hepatoseluler, dan spesifik untuk kerusakan
sel hati dibanding AST
SGOT/AST 5-40 IU/L Rasio SGPT/SGOT >2, menunjukkan
kecendrungan penyakit hepatitis alkoholik
5-50 IU/L Diproduksi oleh hati, ginjal, pankreas,
saluran cerna, limpa, paru, otak, dan prostat.
Meningkat pada akut kolesistitis, kolestasis
atau obstruksi biliaris, diabetes dan akut
pankreatitis
Fosfatase alkali 30-130 IU/L Diproduksi oleh hati, tulang, ginjal, saluran
(ALP) cerna, sel tumor, dan plasenta dan diekskresi
melalui empedu. Meningkat pada kondisi
kolestasis intrahepatik atau obstruksi
ekstrahepatik.
Albumin 3,5 - 4,5 g/L Menurun pada penyakit hati kronis, dan
untuk menilai tingkat keparahan
Waktu prothrombin 9,5–13,5 detik Fungsi sintesis hati, sangat sensitif terhadap
defisiensi faktor pembekuan, defisiensi
vitamin K akan mempunyai efek dalam
memperpanjang waktu protrombin
Laktat dehidrogenase 240-534 IU/L LDH adalah enzim intrasel yang terutama
(LDH) berada di jantung, hati, dan jaringan tulang;
yang dilepaskan dari jaringan yang rusak

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
7

(nekrosis); meningkat pada kerusakan sel


hati dan infark miokardium
Sumber dari daftar referensi no. 13

2.4. Karsinoma Hepatoselular (KHS) / Hepatocellular carcinoma (HCC)


2.4.1. Definisi dan Epidemiologi
Kanker hati primer (hepatoma primer) secara histologis dibagi 3 jenis : karsinoma
hepatoselular, karsinoma kolangioselular, dan karsinoma campuran. Karsinoma
hepatoselular merupakan tipe yang paling sering dijumpai, berasal dari sel-sel
hati (hepatosit), dan bukan dari metastase organ yang lain. Karsinoma
kolangioselular berasal dari epitel saluran empedu intrahepatik, sedangkan
karsinoma campuran mencakup dua komponen, yaitu karsinoma hepatoselular
dan karsinoma kolangioselular.15,16
Karsinoma hepatoselular merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia,
dengan insiden yang meningkat dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan catatan
WHO (2008), KHS menyebabkan 600.000 kematian pertahunnya pada tahun
2004. Karsinoma hepatoselular menempati urutan kelima dari kanker yang paling
banyak dijumpai di seluruh dunia, dengan 500.000 kasus baru setiap tahunnya,
dan merupakan penyebab kematian ketiga karena kanker setelah kanker paru dan
lambung.16 Insiden KHS memiliki karakteristik distribusi geografis yang
menonjol, relatif tinggi di wilayah Asia, Pasifik Barat dan Afrika Tenggara, serta
relatif rendah di Amerika, Eropa, dan Oseania.14
Di beberapa negara terutama di Asia Timur, memiliki insiden yang sangat
tinggi (>20 kasus per 100.000 penduduk). Di Mongolia terdapat 99 kasus/100.000
penduduk, 49 kasus/100.000 penduduk di Korea, 29 kasus/100.000 panduduk di
Jepang, dan 35 kasus/100.000 penduduk di Cina. Wilayah di daerah Afrika yang
juga menjadi perhatian adalah Gambia, Guinea, Mali, dan Mozambik. Daerah
dengan resiko cukup tinggi (11-20 kasus/100.000 penduduk) meliputi Italia,
Spanyol, dan negara-negara Amerika Latin. Daerah dengan resiko menengah (5-
10 kasus/100.000 penduduk terdapat di Perancis, Inggris, dan Jerman. Sedangkan
daerah dengan insiden relatif rendah (<5 kasus/100.000 penduduk meliputi
Amerika Serikat, Kanada, dan Skandinavia (Gambar 2.3). Penyakit ini dapat
timbul pada semua golongan usia, dengan rata-rata usia kejadian adalah 43,7

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
8

tahun. Insiden KHS meningkat dengan pertambahan usia, prevalensi tertinggi


terdapat pada usia >65 tahun. Mortalitas sebelum usia 30 tahun relatif rendah,
setelah usia 30 tahun meningkat tajam. Di daerah yang mempunyai insiden tinggi,
lebih banyak dijumpai penderita laki-laki dengan rasio 8:1, sedangkan di daerah
dengan insiden rendah, rasio antara laki-laki dan wanita hampir sama. 14,15

Gambar 2.3. Insiden KHS di Seluruh Dunia per 100.000 Penduduk


Sumber: daftar referensi no. 16

2.4.2. Etiologi
Karsinoma hepatoselular terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor, melalui
inisiasi, akselerasi, transformasi dan banyak tahapan, peran serta berbagai
onkogen dan gen terkait, serta mutasi multigenetik. Faktor resiko utama terjadinya
KHS adalah infeksi virus (hepatitis B kronis dan C), sirrhosis hepatis, toksik
(alkohol dan aflatoksin), metabolik (diabetes, perlemakan hati nonalkohol/non-
alkoholic fatty liver disease, obesitas, dan hemokromatosis herediter),serta
gangguan imunitas (primary biliary cirrhosis dan autoimmune hepatitis). Di
negara dengan insiden hepatitis B (HBV) dan C (HCV) yang tinggi akan
mempunyai insiden KHS yang cukup tinggi pula.14,16

2.4.3. Manifestasi Klinis


Pada stadium dini (fase subklinis), pasien belum memperlihatkan gejala yang
khas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan alfa fetoprotein (AFP) dan teknik
pencitraan. Sebelum awal tahun 1970-an, KHS subklinis sulit ditemukan. Pada
akhir tahun 1970-an dan awal 1980-an, KHS dapat ditemukan melalui

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
9

pemeriksaan AFP dan sesudah akhir tahun 1980-an, dengan kemajuan teknik
pencitraan medis, meningkatnya taraf hidup dan kesadaran kesehatan masyarakat
maka lewat pemeriksaan kesehatan hepatoma subklinis dapat ditemukan.14
Karsinoma hepatoselular fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang,
dan lanjut, dengan manifestasi utama yang sering ditemukan adalah: nyeri
abdomen kanan atas, terabanya massa di abdomen bagian atas, perut kembung,
anoreksia, cepat letih, penurunan berat badan, demam, ikterus, dan asites.
Karsinoma hepatoselular stadium sedang dan lanjut sering datang berobat karena
kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri
umumnya bersifat tumpul atau menusuk hilang timbul atau terus menerus,
sebagian merasa area hati terbebat kencang, yang disebabkan tumor tumbuh
dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen
bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan ruptur hepatoma.14
Keluhan perut kembung, timbul karena massa tumor sangat besar atau
asites. Anoreksia timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran
gastrointestinal. Letih dan penurunan berat badan dapat disebabkan metabolit dari
tumor ganas dan berkurangnya asupan makanan hingga menjadi kaheksia.
Demam timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi, dan metabolit tumor.
Ikterus tampak sebagai kuningnya sklera dan kulit, umumnya karena gangguan
fungsi hati stadium lanjut, juga dapat karena sumbatan kanker di saluran empedu
atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif. Asites
disertai udem kedua tungkai juga merupakan tanda stadium lanjut.14
Selain itu terdapat juga kecenderungan perdarahan, kulit gatal, dan
manifestasi sirosis, seperti splenomegali, palmar eritema, spider nevi, dan
venodilatasi dinding abdomen. Pada stadium akhir KHS sering timbul metastasis
paru, tulang, dan organ lain. Karsinoma hepatoselular lobus kanan dapat
menyebabkan batas atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan
hepatomegali di bawah arkus kostae tapi tanpa nodul; KHS segmen inferior lobus
kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arkus kostae kanan; hepatoma
lobus kiri bermanifestasi sebagai massa di bawah prosesus sarkoideus atau massa
di bawah arkus kostae kiri.14

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
10

2.4.4. Patogenesis KHS


Hampir semua tumor di hati berawal dari lesi kronik hepatosit, inflamasi, dan
meningkatnya laju perubahan hepatosit. Respons regeneratif yang terjadi dan
adanya fibrosis menyebabkan timbulnya sirosis, yang kemudian diikuti oleh
mutasi pada hepatosit dan berkembang menjadi KHS. Hepatitis virus B (HVB),
hepatitis virus C (HVC), & agen sitotoksik lain (misal aflatoksin) mungkin
terlibat di dalam berbagai tahapan proses onkogenik ini.17,18,19
Hepatokarsinogenesis pada manusia terjadi lebih dari 30 tahun setelah
mengalami infeksi kronis dengan HVB atau HVC. Infeksi persisten dengan virus
tersebut menimbulkan inflamasi, meningkatkan perubahan sel, dan menyebabkan
sirosis. Sirosis dan KHS sering terjadi pada infeksi kronis HVB dan HVC. Kasus
KHS meningkat seiring dengan meningkatnya angka kejadian hepatitis kronis dan
sirosis, khususnya dari hepatosit displastik. Lesi jaringan yang biasanya
mendahului terjadinya KHS (pada hepatitis kronis dan sirosis mengandung fokus
perubahan fenotip dan displastik hepatosit), menghasilkan suatu perubahan
genomik yang berkembang selama proses hepatokarsinogenesis (Gambar 2.4).20


Gambar 2.4. Perkembangan Lesi Seluler Hepatosit
menjadi KHS
Sumber : daftar referensi no. 20

Sirosis didahului oleh beberapa perubahan patologis yang reversibel,


termasuk steatosis dan inflamasi; baru kemudian timbul suatu fibrosis yang
irreversibel dan regenerasi nodul. Lesi noduler diklasifikasikan sebagai
regeneratif dan displastik atau neoplastik (Gambar 2.4). Nodul regeneratif
merupakan parenkim hati yang membesar sebagai respons terhadap nekrosis dan

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
11

dikelilingi oleh septa fibrosis. Selain proses di atas, pada waktu periode panjang
yang tipikal dari infeksi (10-40 tahun), genom virus hepatitis dapat berintegrasi ke
dalam kromosom hepatosit. Peristiwa ini menyebabkan ketidakseimbangan
genomik sebagai akibat dari mutasi, delisi, translokasi, dan penyusunan kembali
pada berbagai tempat di mana genom virus secara acak masuk ke dalam DNA
hepatosit. Salah satu produk gen, protein x HVB (Hbx), mengaktifkan transkripsi,
dan pada periode infeksi kronik, produk ini meningkatkan ekspresi gen pengatur
pertumbuhan (growth regulating genes) yang ikut terlibat di dalam transformasi
malignan dari hepatosit. 17,18
Hepatitis virus C menyebabkan kerusakan hati permanen dan KHS melalui
stres oksidatif, resistensi insulin, fibrosis, sirosis hati, dan steatosis. Steatosis dan
stres oksidatif berperan penting dalam kerusakan hati pada infeksi HVC. Stres
oksidatif dan steatosis berperan penting dalam perkembangan infeksi HVC kronis
menjadi KHS. Gen seluler yang terlibat dalam stres oksidatif tersebut termasuk
inducible nitric oxide synthetase (iNOS), cyclooxygenase-2 (COX-2),
prostaglandin E-2 (PGE-2), phospho-akt (p-Akt), dan vascular epidermal growth
factor (VEGF). Beberapa penelitian menunjukkan terjadinya stres oksidatif dan
peroksidasi lipid pada pasien HVC dapat menyebabkan KHS. Peran stres oksidatif
dalam progress hepatitis kronis dan hepatokarsinogenesis lebih besar pada
hepatitis C dibanding hepatitis B atau hepatitis autoimmun.21
Ekspresi COX-2 dalam proses terjadi KHS berkorelasi dengan kadar
iNOS, VEGF, dan p-Akt. Efek karsinogenik COX-2 dan iNOS dapat secara
langsung maupun dengan memproduksi mediator yang meregulasi pertumbuhan
sel. Selain itu COX-2 dapat menginduksi faktor pertumbuhan angiogenesis
melalui VEGF, yang jumlahnya akan meningkat dengan adanya sejumlah
mediator inflamasi lain termasuk NO dan sitokin tertentu, di mana produksi
oksida nitrit yang tinggi, dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang disebabkan
oleh inflamasi. Over expression dari COX-2 mengaktifkan Akt pada KHS melalui
mekanisme p13 kinase-dependent, di mana Akt bertindak sebagai mediator sinyal
yang meregulasi kelangsungan hidup dan proliferasi sel. Ekspresi COX-2 dan
iNOS meningkat signifikan pada KHS yang disebabkan HVC. Temuan ini

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
12

menunjukkan bahwa ekspresi iNOS dan COX-2 berperan penting dalam


prognosis KHS dengan HVC positif. 21
Selain infeksi hepatitis B dan C, diabetes melitus (DM) dikatakan juga
merupakan faktor risiko terjadinya KHS, walau mekanisme pasti belum jelas.
Diabetes melitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya nonalcoholic fatty
liver disease (NAFLD), termasuk bentuk yang paling berat, yaitu nonalcoholic
steatohepatitis (NASH), yang dapat menyebabkan fibrosis hati, sirosis, dan
berakhir menjadi KHS. Namun, penyakit hati tahap akhir itu sendiri dapat
menyebabkan intoleransi glukosa dan DM. Pasien sirosis yang mengalami
toleransi glukosa mencapai 96%, dan 30% nya memperlihatkan DM secara
klinis.22
Keadaan NAFLD berkaitan dengan tingginya prevalensi obesitas dan DM,
dan merupakan penyebab potensial dari penyakit hati yang berat, termasuk
fibrosis hati, sirosis, dan KHS. Berdasarkan hal tersebut, maka beberapa peneliti
berpendapat bahwa DM dapat meningkatkan resiko KHS melalui mekanisme
tertentu. Obesitas menimbulkan resistensi insulin dan steatosis, karena pelepasan
mediator inflamasi dalam sel Kupffer, yang kemudian meningkatkan produksi
sitokin termasuk interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-8 (IL-8), yang kemudian
menjadi steatohepatitis.22
Selain itu, NASH mengakibatkan beberapa karakteristik histologis yang
khas yaitu inflamasi parenkim, nekrosis hepatosit, dan degenerasi balon hepatosit.
Oleh karena itu, diabetes dan obesitas dapat menyebabkan inflamasi hepatik, yang
menimbulkan stres oksidatif dan peroksidasi lipid dari fosfolipid pada hepatosit
dan membran intraseluler, sehingga terjadi cedera hepatosit, nekrosis, dan
kemudian KHS (Gambar 2.5).22

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
13

Gambar 2.5: Kemungkinan Mekanisme Obesitas, DM dan NAFLD pada KHS


Sumber referensi no. 22

Konsumsi alkohol yang berlebihan, sekitar 40g–60g perhari selama lebih


dari lima tahun, merupakan risiko terjadinya sirosis hati dan risikonya meningkat
empat kali lipat pada pasien dengan infeksi hepatitis C. Terdapat beberapa
mekanisme terjadinya kerusakan hati pada pasien dengan hepatitis C yang
mengonsumsi alkohol berlebihan, yaitu efek inhibisi regenerasi hati oleh etanol,
menekan fungsi imun melalui penekanan fungsi sel dendrit oleh etanol dengan
cara menstimulasi produksi IL-12 dan IL-10, selain itu etanol juga menghambat
respon antiviral dari interferon alfa. Etanol juga menginduksi kerusakan
mitokondria pada sel hati sehingga meningkatkan produksi ROS. Mekanisme lain
yaitu alkohol dapat meningkatkan simpanan besi di hati, keadaan tersebut
berhubungan dengan progresivitas penyakit pada hepatitis C.23

2.4.5. Penegakan diagnosis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan imaging, dan biopsi. Pada anamnesis,
akan didapat beberapa hal yang menjurus kepada KHS. Antara lain : adanya
faktor resiko penderita hepatitis B atau C, atau alkoholisme; penurunan berat
badan yang bermakna; nyeri pada hipokondrium kanan atau nyeri pada pundak
kanan atau kiri (referred pain), badan lemah, dan perut yang membesar secara
progressif. Kemudian terdapat juga perdarahan lambung, hematochezia, atau
melena yang akhir-akhir ini tidak langsung disebabkan oleh tumor hepar, tetapi

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
14

oleh karena adanya sirosis hepatis yang disertai dengan meningkatnya tekanan
sistem porta (portal hypertension).15
Berdasarkan gejala klinis, terdapat ikterus (KHS lanjut disertai kegagalan
fungsi hepar), anemia, terabanya masa tumor padat di hipokondrium kanan atau
kiri, dan tanda-tanda sirosis hepatis (asites, caput medussae, spider nevi). Selain
itu terdapat juga tanda-tanda paraneoplastik, antara lain hipoglikemia berulang,
hiperkalsemia, eritrositosis, dan hypertrophic pulmonary osteoarthropathy.15
Pada pemeriksaan laboratorium, secara spesifik tidak diketemukan
kelainan. Pemeriksaan sel-sel darah sering tidak terjadi perubahan. Bila ada
perubahan, yang sering ditemukan adalah yaitu sedikit penurunan kadar
hemoglobin (Hb), dan jumlah lekosit yang sedikit menaik. Kenaikan laju endap
darah bermacam-macam, tergantung dari kerusakan sel hati dan metastase, tetapi
umumnya menaik. Tes biokimia yang perlu dilakukan yaitu tes faal hati,
walaupun sampai saat sekarang belum ada tes fungsi hati yang khas untuk KHS.
Namun demikian, tes fungsi hati yang kadang-kadang dapat membantu
menegakkan diagnosis KHS, antara lain : SGOT, SGPT, dan alkalin fosfatase
yang biasanya terdapat kenaikan kadarnya. Tes fungsi hati yang dapat
memperkuat dugaan kearah KHS, yaitu terdapat peningkatan kadar alfa
fetoprotein (AFP).14,15
Alfa fetoprotein adalah sejenis glikoprotein, disintesis oleh hepatosit dan
sakus vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Pasca partus 2 minggu, AFP
dalam serum hampir lenyap, dalam serum orang normal hanya terdapat sedikit
sekali (< 25 ng/L). Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. Tumor
marker AFP meningkat meskipun tidak pada semua KHS. Dikatakan AFP
meningkat pada 50-90% dari pasien KHS. Adanya kenaikan AFP > 200 ng/mL
pada pasien dengan sirosis dan adanya massa tumor di hepar, harus dicurigai
sebagai KHS. Alkalin fosfatase dapat digunakan baik sebagai skrining, diagnosis,
ataupun monitoring pasca terapi.14
Pada pemeriksaan imaging, sering digunakan ultrasonography (USG),
Computed Tomography (CT- SCAN), Helical CT, MRI, computed tomography
with arterial protography (CTAP) ataupun computed tomography with hepatic
arteriography (CTHA). Pemeriksaan USG merupakan alat sederhana yang dapat

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
15

digunakan untuk mengevaluasi masa tumor di hepar, dan dapat diperkuat dengan
bantuan kontras. Penggunaan CT-SCAN dengan memakai kontras, menunjukkan
tumor yang hipervaskular (pada fase arterial), dan Gambaran washout pada fase
vena. Teknik yang lebih mutakhir dan memiliki ketepatan yang tinggi adalah
CTAP atau CTHA.15
Biopsi dapat dilakukan dengan jarum halus, dengan atau tanpa bantuan
USG, CT SCAN. Biopsi tidak dianjurkan pada massa di hepar yang dicurigai
KHS (operabel). Biopsi jarum (FNA atau core needle biopsy), digunakan untuk
tumor yang non operabel.15

2.4.6. Patofisiologi kanker kaheksia


Kanker kaheksia adalah sindroma multifaktorial yang mencakup penurunan berat
badan ringan sampai berat dengan penurunan signifikan dari lemak tubuh dan
massa bebas lemak. Kanker kaheksia dikenal juga dengan cancer anorexia-
cachexia syndrome (CACS). Kaheksia ditandai dengan adanya penurunan berat
badan tanpa disadari, kehilangan massa lemak dan massa bebas lemak,
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari hari, dan perubahan metabolik
dari protein, lemak, dan karbohidrat. Perubahan metabolisme ketiga makronutrien,
dapat mempengaruhi status gizi dan status kesehatan pasien berupa kualitas hidup,
morbiditas, dan mortalitas.24
Wasting yang disebabkan oleh kanker, berbeda signifikan dari starvasi.
Pada kanker, wasting yang terjadi menimbulkan penurunan berat badan dan masa
bebas lemak yang mendalam, sedangkan pada starvasi masa bebas lemak
umumnya dipertahankan. Telah dilaporkan bahwa, 50% pasien kanker mengalami
kehilangan berat badan, dengan sepertiganya kehilangan lebih dari 5% dari berat
badan aslinya, dan sebanyak 20% kematian akibat kaheksia.25 Kaheksia kanker
memiliki tiga fase, yaitu prekaheksia, moderat kaheksia, dan kaheksia lanjut
(Gambar 2.6).24

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
16

Gambar 2.6. Klasifikasi Kaheksia dan Prekaheksia


Sumber : daftar referensi no. 24

Perubahan metabolik yang terjadi sebagian disebabkan peningkatan kadar


CRP, fibrinogen, leukosit, dan sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6, TNF alfa).
Mediator kimia yang terlibat dalam kaheksia, termasuk sitokin, hormon,
neurotransmitter, serotonin, interleukin, interferon, prostaglandins, TNF-alfa,
neuropeptide Y, bradikinin, dan glutamat (Gambar 2.7).24

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
17


Gambar 2.7. Perubahan Metabolik dari Kanker Kaheksia
Sumber : daftar referensi no. 24

2.4.7. Terapi Pembedahan pada KHS


Terapi pembedahan (hepatectomy) merupakan terapi yang diharapkan dapat
memberikan harapan hidup yang panjang, jika tumor ditemukan pada stadium
dini. Indikasi pembedahan adalah pada tumor sampai dengan 5 cm dengan safety
margin 1 cm, dan pada lokasi yang aman, dengan perdarahan yang pada
umumnya dapat terkontrol. Pada tumor dengan diameter 5 cm atau lebih, secara
teknis perdarahan lebih banyak dan mempunyai rekurensi lokal yang lebih
tinggi. 15
Salah satu pertimbangan untuk melakukan reseksi hepar adalah fungsi
hepar dan volume hepar yang tersisa untuk berfungsi kembali. Pada hepar yang
sehat maka future liver remnant (FLR) 20% atau lebih dianggap cukup, oleh
karena kemampuan hepar sehat untuk regenerasi adalah sangat baik. Sebaliknya
pada hepar yang tidak baik fungsinya oleh karena adanya penyakit kronis yang
mendasari, maka sebagai panduan FLR adalah 40% atau lebih.15
Pertimbangan lain dalam melakukan pembedahan adalah faktor
komorbiditas, seperti adanya sirosis hepatis, dan fungsi hati secara keseluruhan.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
18

Salah satu teknik untuk melakukan asesmen bagi kandidat pembedahan adalah
melakukan evaluasi fungsi hati menurut Child Pugh-Turcotte system, yaitu
berdasarkan : grading dari encephalopathy, grading asites, kadar bilirubin, dan
kadar albumin. Kandidat yang baik untuk pembedahan adalah jika Child Pugh-
Turcotte system A (skor 5-6), sedangkan Child Pugh-Turcotte system B (skor 7-9)
bukan merupakan kandidat yang baik untuk pembedahan, dan Child Pugh-
Turcotte system C (skor 10-15) merupakan kontraindikasi pembedahan.15

2.4.8. Terapi nutrisi pada KHS


Belum banyak teori yang menjelaskan terapi gizi pada KHS, sehingga pemberian
terapi gizi seperti pada keadaan kanker secara umum. Pada KHS, dapat dilakukan
tindakan reseksi hati, transplantasi atau tidak dapat dilakukan tindakan
pembedahan, sehingga diberikan terapi paliatif. Tujuan terapi gizi pada pasien
kanker antara lain untuk mempertahankan atau memperbaiki status nutrisi,
mempertahankan atau meningkatkan berat badan, memberikan asupan zat gizi
makro dan mikro yang adekuat, mencegah gejala klinis yang berhubungan dengan
pengobatan, serta mempertahankan atau meningkatkan kapasitas fungsional serta
kualitas hidup pasien.26
Berdasarkan rekomendasi European Society for Parenteral and Enteral
Nutrition (ESPEN), terapi nutrisi sebaiknya diberikan pada pasien dengan kondisi
malnutrisi, serta yang tidak dapat makan selama lebih atau sama dengan 7 hari,
serta tidak dapat mempertahankan asupan per oral >60% dari yang
direkomendasikan selama lebih dari 10 hari. Terapi nutrisi perioperatif selama
10–14 hari sebelum pembedahan mayor akan bermanfaat untuk diberikan pada
pasien dengan risiko terjadinya malnutrisi berat. Selain itu pemberian nutrisi
parenteral dapat dipertimbangkan pada pasien yang membutuhkan dukungan
terapi nutrisi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya (<60% KET)
melalui nutrisi enteral.27
Untuk menentukan terapi nutrisi ini tidak mudah, menurut ESPEN,
kalorimeter indirek adalah gold standard method untuk menghitung kebutuhan
energi pada pasien kanker, namun kalori indirek tidak selalu tersedia. Jika tidak
tersedia, dapat menggunakan perhitungan dengan metode Harris-Benedict.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
19

Kebutuhan kalori pada pasien karsinoma meningkat sesuai dengan stres


metabolisme berat yaitu sebesar 150–200% kebutuhan basal. Perhitungan
kebutuhan juga dapat menggunakan rule of thumb, kebutuhan energi total pada
pasien non obese (berdasar berat badan aktual), maka pada pasien ambulatory
sebesar 30–35 kkal/kgBB/hari, dan pada pasien bedridden 20–25
kkal/kgBB/hari. Rekomendasi lain kebutuhan energi pada pasien kanker adalah 25
–35 kkal/kgBB.26,27,28
Kebutuhan protein berdasarkan berat badan aktual yaitu sebesar 1,2–1,6
g/kg BB/hari pada pasien kanker dengan hiperkatabolisme, bahkan dapat
mencapai 1,5–2,5 g/ kg BB/hari pada pasien kanker dengan stres metabolisme
berat. Rekomendasi lainnya adalah asupan protein minimal 1 g/kgBB/hari dengan
target mencapai 1,2–2 g/kgBB/hari. Asupan protein sebaiknya 25% dari
kebutuhan berasal dari AARC, yang diperlukan untuk memperbaiki balans
nitrogen pada pasien kanker dan untuk memperbaiki metabolisme protein pada
otot rangka. Pemberian AARC juga dapat menurunkan anoreksia terkait dengan
kanker kaheksia, sehingga dapat meningkatkan asupan gizi. Mekanisme kerja
dalam menurunkan anoreksia adalah berkompetisi dengan triptofan yang
merupakan prekursor serotonin sehingga dapat memblokade aktivitas serotonin di
hipotalamus. Peningkatan serotonin yang terjadi pada pasien kanker dapat
menghambat neuropeptide Y (NPY) yang bersifat oreksigenik.26,27,29
Kebutuhan lemak sebesar 20–30% total energi pasien, dan tidak ada
ketentuan restriksi lemak pada pasien kanker, karena lemak merupakan sumber
yang penting untuk memenuhi kebutuhan energi, pelarut vitamin A, D, E, K, dan
untuk memenuhi kebutuhan lemak esensial. Jika terdapat malabsorpsi lemak,
maka dapat dipertimbangkan pemberian medium chain triacylglycerol (MCT)
dengan perbandingan long chain triacylglycerol (LCT) : MCT = 50:50.30

2.4.8.1. Kebutuhan Vitamin, Mineral dan Nutrien Spesifik.


Vitamin dan mineral
Pemberian suplemen vitamin sebagai antioksidan masih kontroversial. American
cancer society lebih menyarankan pemberian antioksidan melalui bahan makanan
sumber dan bukan dari suplemen. Namun, ketika asupan tidak adekuat atau

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
20

diduga terdapat kehilangan mikronutrien, pemberian suplemen multivitamin


mineral dapat dipertimbangkan. 31, 32 Rekomendasi adalah sebesar 100% dietary
reference intake (DRI). Asupan nutrisi 1500–2000 kkal/hari umumnya telah
memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral harian.29
Nutrien spesifik
Suplementasi asam lemak omega 3 dapat membantu menstabilkan berat badan
penderita kanker dan yang mengalami penurunan berat badan yang progresif dan
tanpa disadari. Selain itu pemberian asam lemak omega-3 yaitu eicosapentaenoic
acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) dapat berkompetisi dengan asam
arakhidonat yang merupakan prekursor berbagai mediator inflamasi sehingga
pemberian asam lemak omega-3 dapat menurunkan inflamasi pada pasien.33 Dosis
yang direkomendasikan adalah 2 g EPA/hari, berupa suplemen atau nutrisi yang
diperkaya EPA.34
EPA dapat meningkatkan nafsu makan dan berat badan, meningkatkan
kualitas hidup, dan menurunkan morbiditas pasca operasi. Pemberian nutrisi yang
diperkaya EPA memiliki toleransi yang lebih baik dibanding kapsul minyak ikan.
Dua gram EPA dapat diperoleh dari beberapa sumber: 8–11 kapsul minyak ikan
(180 mg EPA/kapsul); dan 300–400 g minyak ikan (8–10 ekor ikan kembung
atau ikan tenggiri). Contoh dari minyak ikan yang banyak mengandung omega 3
(EPA dan DHA) termasuk: mackerel (ikan kembung, tenggiri) mengandung 1450
mg omega 3/55 g, salmon mengandung 930 mg omega 3/55 g.35

2.4.8.2 Nutrisi pada Pasca Bedah


Menurut ESPEN, nutrisi parenteral pasca operasi bermanfaat pada pasien dengan
komplikasi pasca operasi yang tidak mampu menerima dan menyerap jumlah
yang cukup dari makanan oral/enteral selama minimal 7 hari. Kombinasi nutrisi
enteral dan parenteral harus dipertimbangkan pada pasien yang >60% dari
kebutuhan energi tidak dapat dipenuhi melalui jalur enteral atau oral.36
Kebutuhan energi berdasar rekomendasi ESPEN untuk pasien pasca
pembedahan, yaitu 25 kkal/kgBB ideal, dan pada pasien dengan stres
metabolisme berat seperti pada karsinoma, sebesar 30 kkal/kgBB ideal/hari. Rasio
makronutrien yang disarankan untuk perbandingan protein:lemak:glukosa

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
21

diharapkan mencapai 20:30:50% kebutuhan energi total (KET), atau asupan


lemak sebesar 20–30% KET.36
Selain reseksi hati, dapat dilakukan transplantasi. Pemberian nutrisi pasca
transplantasi adalah kalori basal ditambah 15–30% atau sebesar 35–40 kkal/kg
BB/hari, protein 1,2–1,75 g/kg BB/hari, lemak 20–30% dari total kalori,
karbohidrat 70% dari total kalori. Tidak dilakukan pembatasan cairan, pemberian
multivitamin dan mineral sesuai DRI.37,38
Pasca pembedahan membutuhkan suplai dari beberapa vitamin dan
mineral guna penyembuhan luka.39 Fungsi fisiologis dan dosis mikronutrien yang
dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka dapat dilihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Peran Mikronutrien dalam Proses Penyembuhan Luka


Mikronutrien Dosis Fungsi fisiologis
Vitamin A 10.000 IU Mempertahankan integrasi epitel dermis
Vitamin B6 10–15 mg Sintesis jaringan penghubung
Vitamin C 500–2000 mg Sintesis kolagen, hidroksilasi prokolagen,
mempertahankan ikatan jaringan
penghubung
Asam folat 0,4–10 mg Sintesis jaringan penghubung
Seng 4–10 mg Sintesis kolagen, hidroksilasi prokolagen,
mempertahankan ikatan jaringan
penghubung

Tembaga 1–2 mg Sintesis kolagen, hidroksilasi prokolagen,


dan mempertahankan ikatan jaringan
penghubung, serta angiogenesis daerah luka
Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi no. 39

2.4.9. Prognosis
Prognosis pada umumnya buruk, terutama disebabkan oleh karena adanya
penyakit hepar kronis yang mendasari terjadinya keganasan. Hepatoma primer
jika tidak diterapi, survival rata-rata alamiah adalah 4,3 bulan. Kausa kematian
umumnya adalah kegagalan sistemik, perdarahan saluran cerna atas, koma hepatik
dan ruptur hati.15
Faktor yang mempengaruhi prognosis terutama adalah ukuran dan jumlah
terutama, ada tidaknya trombus kanker dan kapsul, derajat sirosis yang menyertai,
metode terapi, dan lain-lain. Data 1465 kasus pasca reseksi radikal hepatoma dari

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
22

Shanghai menunjukkan survival 5 tahun 51,2%; data dari Guangzhou pasca


hepatektomi survival 5 tahun 37,6%, untuk hepatoma <5 cm survival 57,3%.15

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
23

BAB 3
KASUS

3.1 Kasus 1. Karsinoma Hepatoselular Segmen 5-6, Child Pough C,


unresectable dengan Hipoglikemia Berulang.

Tn. M, laki-laki berusia 43 tahun, dirawat dengan keluhan utama terdapat


benjolan di perut kanan atas sejak dua tahun sebelum masuk rumah sakit (SMRS),
disertai perut yang semakin membuncit. Sejak dua tahun SMRS pasien mengeluh
sering terasa kembung, pucat dan lemas. Tidak terdapat demam, mual atau
muntah. Pasien menduga sakit lambung, lalu membeli obat bebas. Tiga bulan
kemudian, keluhan kembung semakin berat, teraba benjolan di perut kanan atas
disertai nyeri yang tidak menjalar, nafsu makan berkurang, badan terasa lemas.
Tidak ada kelainan pada buang air kecil dan buang air besar. Pasien lalu berobat
ke dokter dan dikatakan ada gangguan hati, pasien dirujuk ke Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Cengkareng dan dilakukan pemeriksaan USG, dinyatakan
terdapat tumor di hati. Dari RSUD Cengkareng, pasien dirujuk ke RSUPNCM.
Satu tahun SMRS pasien berobat ke poli hepatologi di bagian penyakit
dalam, mendapat obat hepamer dan vitamin, dikatakan untuk kontrol satu bulan
kemudian. Saat kontrol, perut pasien mulai membuncit, benjolan teraba semakin
membesar. Pasien disarankan rawat inap, namun ruangan dikatakan penuh,
sehingga pasien menunggu sekitar satu tahun sebelum akhirnya dirawat.
Pada riwayat penyakit dahulu, adanya riwayat sakit jantung, kencing
manis, tekanan darah tinggi dan sakit kuning disangkal. Dalam keluarga juga
tidak terdapat riwayat sakit jantung, kencing manis, tekanan darah tinggi dan sakit
serupa.
Dari riwayat makan pasien diketahui satu tahun SMRS jumlah asupan
makanan sudah menurun sehingga asupan pasien hanya setengah dari jumlah
asupan sebelum sakit karena tidak nafsu makan. Pasien mempunyai kebiasaan
merokok 1–2 bungkus perhari selama sekitar 20 tahun, minum obat bebas
sebanyak 3x2 tablet karena merasa sering masuk angin. Tidak ada kebiasaan
minum minuman beralkohol maupun jamu. Sebelum sakit sekitar satu tahun

23 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
24

SMRS berat badan pasien 71 kg, mengalami penurunan berat badan sebanyak 21
kg (29.58%) sejak sakit.
Pada pemantauan selama sembilan hari, pasien tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, hemodinamik stabil. Pemeriksaan fisik selama
pemantauan menunjukkan konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tak
terpasang nasogastric tube (NGT). Pada pemeriksaan toraks terdapat iga
gambang. Abdomen membuncit, shifting dullness positif. Terdapat asites, lingkar
perut selama pemantauan diameter 99–100 cm. Ekstremitas tak ada edema.
Terdapat muscle wasting dan lemak subkutan yang tipis. Kapasitas fungsional
ambulatory, kekuatan genggam tangan lebih lemah dari pemeriksa.
Pemeriksaan laboratorium selama perawatan menggambarkan pasien tidak
anemia (awal: Hb 14,7 g/dL dan akhir perawatan 15,5 g/dL), kadar fibrinogen
awal meningkat (397,1 mg/dL) dan tidak ada pemeriksaan ulang, kadar D-dimer
300 g/L, peningkatan enzim transaminase pada awal perawatan (SGOT 315
U/L, SGPT 59 U/L) dan pada akhir perawatan terdapat perbaikan (SGOT 50 U/L
dan SGPT 23 U/L), peningkatan -GT 357 U/L pada awal perawatan dan tidak
dilakukan pemeriksaan ulang, peningkatan fosfatase alkali pada awal perawatan
(327 U/L) dan menjadi 86 U/L pada akhir perawatan, kadar albumin awal
perawatan dan akhir perawatan dalam batas normal (4,38 g/dL dan 4, 84 g/dL).
Pada pasien juga terdapat peningkatan kadar bilirubin pada awal perawatan
(bilirubin total 1,67 mg/dL, bilirubin direk 0,85 mg/dL, bilirubin indirek 0,82
mg/dL) dan terdapat perbaikan pada akhir perawatan (bilirubin total 0,5 mg/dL,
bilirubin direk 0,17 mg/dL, bilirubin indirek 0,33 mg/dL). Pemeriksaan biomarker
anti HBc total 0,01 reaktif, AFP hati 400.000 IU/mL. Fungsi ginjal dalam batas
normal, kadar elektrolit dalam batas normal. Pada pasien terdapat hipoglikemia
berulang, dengan kadar glukosa darah sewaktu pada pagi hari 45 mg/dL–63
mg/dL dan membaik dengan pemberian dekstrosa 40% sebanyak 1–2 flacon.
Kadar glukosa darah sewaktu tampak pada Gambar 3.1

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
25

Gambar 3.1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dL) Pasien Pertama Selama Pemantauan

Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu pemeriksaan USG abdomen


sebelum dirawat menyatakan terdapat massa lobus kanan hepar berukuran 9,12 x
10,6 cm sesuai dengan karsinoma hepatoselular. Saat dirawat dilakukan
pemeriksaan CT- scan abdomen atas 3 fase dengan kontras menyatakan massa
lobus kanan hepar sugestif hepatoma, tidak tampak trombus vena porta maupun
tanda-tanda hipertensi portal, organ intraabdomen lain tervisualisasi baik.
Pemeriksaan foto toraks saat masuk rawat menunjukkan tidak ada kelainan pada
jantung dan paru.
Pemeriksaan antropometri menggunakan lingkar lengan atas (LLA) karena
terdapat asites. Nilai LLA pada pasien 20 cm, tinggi badan (TB) 166 cm,
didapatkan berat badan perkiraan 50 kg, dan indeks massa tubuh (IMT) 18,14
kg/m2. Berdasarkan nilai IMT ini pasien dikategorikan malnutrisi ringan.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang maka
pasien ini didiagnosis sindroma kanker kaheksia, hipoglikemia berulang,
peningkatan enzim transaminase, peningkatan bilirubin, hipermetabolisme
sedang, karsinoma hepatoseluler segmen 5-6, skor Child-Pugh C, unresectable.
Analisis asupan sebelum masuk RS, setelah sakit dan saat pemeriksaan
awal tampak pada Gambar 3.2

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
26

Gambar 3.2. Analisis Asupan Energi dan Makronutrien Pasien Pertama Sebelum
Sakit, Setelah Sakit SMRS dan 24 Jam Pertama di RS.

Dari persamaan Harris-Benedict didapatkan kebutuhan energi basal


(KEB) 1289 kkal 1300 kkal dan kebutuhan energi total (KET) dengan faktor
stres 1,4 didapatkan hasil 1820 kkal 1900 kkal. Komposisi yang akan diberikan
protein 80 g/hari setara dengan 1,6 g/kg BB/hari (17%), dengan kandungan asam
amino rantai cabang (AARC) 30%, lemak 25% (53 g), karbohidrat 58% (276 g).
Pada awal pemantauan, pemberian nutrisi dimulai dengan 1700 kkal
dengan komposisi protein 75 g (18%) 1,5 g/kg BB/hari dengan N:NPC = 1:117,
lemak 20% (38 g) dan karbohidrat 60% (255 g). Pemberian makanan dilakukan
melalui jalur oral dengan bentuk makanan padat dan makanan cair komersial
formula diet hati sebanyak 2x125 kkal, serta jalur parenteral. Pada pasien
diberikan 1 porsi diet cair saat tengah malam dengan gula 30 g. Kebutuhan cairan
pada pasien 30–40 ml/kg BB/hari, diberikan cairan dengan balans seimbang.
Pasien direncanakan dilakukan drainase asites guna mengeluarkan cairan asites
sebanyak 1000 ml/hari. Setiap hari dilakukan evaluasi toleransi asupan, analisis
asupan. Pemberian nutrisi ditingkatkan 10–20% setiap 1–2 hari hingga mencapai
KET. Asupan selama pemantauan terlihat pada Gambar 3.3

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
27

Gambar 3.3 Analisis Asupan Pasien Pertama Selama Pemantauan

Pasien diusulkan mendapat multivitamin dan multimineral yang sesuai


dengan Recommended Dietary Allowances (RDI). Terapi yang didapat dari
sejawat adalah tindakan drainase asites 1000 ml/ hari dan pemberian dekstrose
40% 1–2 flacon sesuai kadar gula darah.
Pada pasien ini dilakukan monitoring klinis, tanda vital, laboratorium,
analisis asupan dan toleransi asupan. Pasien pulang pada hari perawatan ke-9,
dengan asupan sesuai KET, kapasitas fungsional membaik, dan diberikan
perawatan paliatif.

3.2 Kasus 2. Karsinoma Hepatoselular Segmen 3–4 Pro Reseksi, Hepatitis
B, Diabetes Melitus Tipe 2, Berat Badan Lebih (Riwayat Penurunan Berat
Badan 15 kg selama 8 Bulan), Hipermetabolisme Sedang.

Tn. R, usia 65 tahun, dirawat dengan keluhan utama terdapat benjolan di perut
kanan atas sejak ± 8 bulan sebelum masuk RS (SMRS). Keluhan pertama kali
dirasakan pada awal tahun 2013, berupa rasa sakit perut seperti ditusuk di daerah
kanan atas, sakit dirasakan hilang timbul, disertai mual namun tidak muntah. Pada
perut kanan atas teraba benjolan sebesar kelereng. Pasien berobat ke puskesmas

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
28

dan diberi obat maag, keluhan dirasakan berkurang. Enam bulan kemudian, pasien
kembali merasakan sakit seperti ditusuk di perut kanan atas, disertai mual namun
tidak sampai muntah. Benjolan di perut kanan atas dirasakan semakin membesar,
pasien lalu berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja dan diberi obat
serta dilakukan pemeriksaan CT scan, dikatakan hati membesar dan terdapat
tumor di hati. Pasien mendapat obat, pasien lupa nama obat, setelah minum obat
dirasakan keluhan sakit dan mual berkurang. Dua bulan kemudian, pasien
merasakan benjolan di perut semakin membesar dan kembali terasa nyeri disertai
mual. Pasien lalu berobat ke RSUPNCM di poli bedah. Dilakukan pemeriksaan
laboratorium dan disarankan untuk rawat inap, namun karena tidak tersedianya
kamar, maka pasien menunggu selama dua bulan, sebelum akhirnya dirawat.
Riwayat penyakit jantung dan tekanan darah tinggi tidak ada. Pasien di
diagnosis kencing manis sejak tiga tahun yang lalu, dan minum obat secara teratur
dari puskesmas. Dari riwayat keluarga diketahui ayah pasien menderita kencing
manis dan telah meninggal dunia. Namun tidak ada riwayat tekanan darah tinggi
dan jantung di keluarga.
Berat badan pasien turun kurang lebih 15 kg dibandingkan dengan
sebelum sakit. Pasien mempunyai kebiasaan minum jamu sebanyak dua hingga
tiga bungkus setiap tiga hari, agar tidak mudah sakit. Riwayat merokok dan
minum minuman beralkohol disangkal.
Selama 6 hari pemantauan sebelum operasi hepatektomi, keluhan
subyektif membaik yaitu tidak ada mual, asupan makan meningkat. Setelah
operasi, keluhan hanya nyeri pada luka operasi, asupan makan meningkat
bertahap.
Saat pemeriksaan awal di RS, pasien tampak sakit sedang dengan
kesadaran kompos mentis dan tanda vital stabil. Selama pemantauan sebelum
operasi, pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva tak anemis, sklera tak
ikterik. Pemeriksaan torak tak terdapat iga gambang, jantung dan paru dalam
batas normal, pemeriksaan abdomen tampak datar, bising usus positif normal,
supel, teraba massa pada kuadran kanan atas, lima jari bawah arkus kosta, padat,
tepi tumpul, nyeri tekan positif. Ekstremitas teraba hangat, tak ada edema,

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
29

capillary refill time (CRT) < 2 detik. Kekuatan genggam tangan sama kuat dengan
pemeriksa, kapasitas fungsional ambulatory.
Pemeriksaan fisik setelah operasi didapatkan konjungtiva anemis, sklera
tak ikterik, pada abdomen didapatkan luka operasi pada linea mediana tertutup
kassa, rembesan tak ada, bising usus positif normal, supel, nyeri tekan pada
daerah sekitar luka operasi. Kapasitas fungsional bedridden, kekuatan genggam
tangan sama kuat dengan pemeriksa.
Pemeriksaan laboratorium selama pemantauan sebelum operasi
menunjukkan pasien tidak anemis (Hb 13 g/dL), enzim transaminase normal
(SGOT 31 U/L, SGPT 40 U/L), -GT 64 U/L, fosfatase alkali 71 U/L, albumin
normal (4,24 g/dL), bilirubin normal (bilirubin total 0,49 mg/dL, bilirubin direk
0,22 mg/dL, bilirubin indirek 0,27 mg/dL), fungsi ginjal normal, gula darah
sewaktu 154 mg/dL, kadar elektrolit dalam batas normal. Pemeriksaan biomarker
anti HBc total 0,01 reaktif, AFP 1,8 IU/ml.
Pada hari perawatan ke 6 pasien menjalani operasi hepatektomi segmen 3-
4 dan kolesistektomi. Pasca operasi, pasien dirawat di intensive care unit (ICU)
selama 3 hari, lalu kembali ke bangsal bedah saluran cerna. Hasil laboratorium
pasca bedah hari ke-4 menggambarkan anemia (Hb 11 g/dL), hematokrit 32,1%,
eritrosit 4,17x10^6/µL, peningkatan enzim transaminase (SGOT 67 U/L, SGPT
96 U/L), peningkatan -GT (64 U/L menjadi 256 U/L), peningkatan fosfatase
alkali (71 U/L menjadi 188 U/L). Kadar bilirubin, fungsi ginjal, dan kadar
elektrolit normal.
Sebelum operasi dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu CT-Scan
abdomen atas 3 fase dengan kontras, menyatakan adanya tumor hepar sugestif
maligna lobus kanan hepar, tumor jaringan lunak subkutis dinding abdomen
kanan tengah suspek maligna.
Hasil antropometri didapatkan berat badan (BB) 66 kg, TB 165 cm, IMT
24,2 kg/m2, tergolong berat badan lebih. Analisis asupan sebelum sakit, selama
sakit SMRS dan saat awal pemeriksaan tampak pada Gambar 3.4

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
30

Gambar 3.4. Analisis Asupan Energi dan Makronutrien Pasien Kedua Sebelum
Sakit, Setelah Sakit SMRS dan 24 Jam Pertama di RS.

Pada pasien ini didapatkan KEB berdasarkan Harris-Benedict sebesar 1353 kkal,
sebelum operasi dengan faktor stres 1,4 didapatkan KET 1894 kkal 1900 kkal,
dengan komposisi protein 85 g (17,9% atau setara 1,3 g/kg BB/hari, N:NPC
1:115). Lemak diberikan 25% (53 g) dan karbohidrat 56% (265 g). Pada awal
perawatan diberikan 1500 kkal (sesuai asupan 24 jam), setara 80% KET, dengan
protein 71 g (18,9% setara dengan 1,1 g/kg BB/hari dengan N:NPC 1: 107),
lemak 42 g (25%) dan karbohidrat 56% (210 g). Pemberian serat 95% berupa
karbohidrat kompleks, dengan anjuran serat 20–30 gram/hari dengan 25% berupa
serat larut. Pemberian nutrisi diberikan melalui jalur oral berupa diet padat dan
diet cair, frekuensi pemberian tiga kali makanan utama dan tiga kali kudapan
termasuk satu kali kudapan malam. Gambar 3.5 menggambarkan analisis asupan
selama pemantauan sebelum operasi.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
31

Gambar 3.5 Analisis Asupan Pasien Kedua Selama Pemantauan Sebelum Operasi

Pasien diberikan multivitamin dan multimineral sesuai dengan RDA.


Setelah operasi, diagnosis pasien adalah berat badan lebih, gangguan fungsi hati
pasca kolesistektomi dan reseksi hati segmen 3-4 et causa karsinoma
hepatoseluler. Kebutuhan energi total menggunakan faktor stres 1,5 didapatkan
2029 kkal 2000 kkal, dengan protein 98 g (19,6%) setara 1,5 g/kg BB, N:NPC =
1:102, lemak 20% (44 g), karbohidrat 60% (300 g) . Asupan nutrisi pasca operasi
sebesar 900 kkal, dengan protein 26 g, lemak 16,4 g dan karbohidrat 117,2g.
Pemberian nutrisi dimulai sesuai KEB, dan ditingkatkan 10–20% setiap hari
sesuai toleransi asupan. Analisis asupan selama pemantauan sebelum operasi
tampak pada Gambar 3.6

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
32

Gambar 3.6 Analisis Asupan Pasien Kedua Selama Pemantauan Setelah Operasi

Pasien mendapat terapi dari sejawat berupa Farmadol 3x1 g, Omeprazole


2x40 mg, Ondansentron 3x4 mg, obat hipoglikemi oral (OHO) Glikuidon 2x30
mg, dan Simvastatin 1x10 mg. Selama perawatan dilakukan monitoring klinis,
tanda vital, laboratorium, analisis asupan. Pasien pulang pada hari ke-8 pasca
operasi, dengan keadaan umum baik, kondisi klinis stabil, toleransi asupan baik,
walau belum mencapai KET.

3.3 Kasus 3. Karsinoma Hepatoselular Segmen 5 dan 6 Pro Reseksi, Hepatitis


B, Berat Badan Normal Berisiko Malnutrisi, Hipermetabolisme Sedang.
Ny S, usia 42 tahun, dirawat dengan keluhan utama benjolan di perut kanan atas
sejak satu tahun SMRS. Awalnya benjolan dirasakan kecil di bawah tulang iga
kanan, kemudian benjolan semakin membesar sampai teraba kurang lebih 10 jari
dibawah tulang iga kanan. Keluhan disertai nyeri yang hilang timbul pada perut
kanan atas. Pasien juga sering merasa lemas dan mudah lelah. Keluhan tidak
disertai demam yang naik turun. Keluhan juga tidak disertai dengan mata kuning,
buang air besar seperti dempul dan buang air kecil seperti teh. Riwayat mendapat
transfusi darah sebelumnya tidak ada.
Setahun SMRS, pasien mulai merasakan adanya benjolan di bawah tulang
iga kanan sejak satu bulan setelah melahirkan anak ketiga. Lalu pasien kontrol ke

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
33

dokter kandungan. Dokter kandungan mengatakan di perut kanan atas pasien


terdapat Gambaran hitam dan benjolan pada USG. Pasien kemudian dirujuk ke
dokter bedah untuk dilakukan CT- Scan, tetapi pasien tidak mau memeriksakan
dirinya.
Empat bulan SMRS pasien mulai memeriksakan dirinya kembali ke
Rumah Sakit Margono, dan dilakukan pemeriksaan CT scan dan USG. Hasilnya
terdapat benjolan di hati, pasien dirujuk ke RSCM, dan dilakukan CT Scan 3
dimensi dengan hasil yang sama, kemudian pasien dianjurkan untuk operasi.
Pasien menunggu selama empat bulan sebelum mendapat kamar rawat inap.
Pada riwayat penyakit dahulu, pasien tidak pernah menderita sakit kuning,
tekanan darah tinggi, jantung atau kencing manis. Riwayat keluarga adanya
tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis, keganasan disangkal.
Berat badan pasien turun sebanyak 8 kg selama dua bulan karena pasien merasa
tidak nafsu makan. Analisis asupan selama sebelum sakit, setelah sakit dan awal
saat dirawat di RS tampak pada Gambar 3.7

Gambar 3.7 Analisis Asupan Energi dan Makronutrien Pasien Ketiga Sebelum Sakit,
Setelah Sakit dan 24 jam di RS

Pemeriksaan fisik saat awal perawatan didapat konjungtiva tidak anemis,


sklera tidak ikterik, hidung tak terpasang NGT, torak tak terdapat iga gambang,
jantung dan paru dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen tampak datar,
bising usus positif normal, pada palpasi abdomen supel, teraba pembesaran hati

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
34

10 cm di bawah arcus costa, pada kuadran kanan atas, tepi tumpul, permukaan
berbenjol-benjol, keras, terdapat nyeri tekan. Lien tak teraba membesar. Perkusi
abdomen timpani. Ekstremitas tak ada edema, capillary refill time <2 detik,
muscle wasting tak ada, eritema palmaris tak ada. Kapasitas fungsional kekuatan
genggaman tangan pada pasien sama kuat dengan pemeriksa.
Pemeriksaan antropometri didapatkan BB 48 kg, TB 152 cm, IMT 20,7
kg/m2, termasuk kategori berat badan normal. Hasil pemeriksaan laboratorium
saat awal rawat menggambarkan tidak anemia (Hb 12,4 g/dL), leukosit 7810/ L,
protein total 7,9 g/dL, albumin 4,42 g/dL, globulin 3,48 g/dL, SGOT 35 U/L,
SGPT 9 U/L, bilirubin total 0,46 mg/dL, bilirubin direk 0,18 mg/dL, bilirubin
indirek 0,28 mg/dL. AFP (hati) 121693 IU/mL. Gula darah puasa 83 mg/dL.
Fungsi ginjal normal, elektrolit dalam batas normal. Pemeriksaan marker HbsAg
1840 reaktif, anti HCV non reaktif.
Pemeriksaan penunjang lainnya CT-scan yang dilakukan 3 bulan SMRS
kesan hepatoma. Saat di rawat, dilakukan pemeriksaan CT-scan abdomen 3 fase
kesan tumor hepar multifocal sesuai HCC di segmen 5 dan 6, tidak tampak
trombus di vena porta, tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening, ginjal
normal.
Kebutuhan energi basal pada pasien ini dihitung berdasarkan persamaan
Harris Benedict didapatkan 1185 kkal, dengan faktor stres 1,4 didapatkan KET
sebesar 1659 kkal 1700 kkal. Target pemberian makronutrien adalah protein 1,5
g/kg BB/hari setara dengan 72 g/hari (17% KET dengan N:NPC = 1: 122, lemak
20% KET (38 g) dan karbohidrat 63% KET (268 g). Kebutuhan cairan pada
pasien ini 30–35 ml/kg BB/24 jam atau sebesar 1440–1680 ml/24 jam.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
pasien ini didiagnosis berat badan normal berisiko malnutrisi, hipermetabolisme
sedang, karsinoma hepatoseluler segmen 5 dan 6. Dari analisis asupan 24 jam di
RS, didapatkan asupan 1200 kkal (protein 45g, lemak 33g, karbohidrat 180 g).
Pemberian nutrisi dimulai dengan meningkatkan 20% dari asupan terakhir , yaitu
1440 kkal 1500 kkal, dengan protein 1,5 g/kg BB/hari setara 67 g (18%, N:NPC
= 1:115), lemak 20% setara 33 g, karbohidrat 62% (232 g). Pemberian nutrisi
melalui jalur oral, berupa diet biasa rendah lemak dan diet cair dengan frekuensi

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
35

tiga kali makan besar dan dua kali makan selingan. Analisis asupan selama
pemantauan sebelum operasi tampak pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Analisis Asupan Energi Pasien ketiga


Sebelum Operasi

Pada hari perawatan ke 4, pasien menjalani operasi reseksi hati segmen 6,


7 dengan sebagian segmen 5, dan kolesistektomi. Pasca operasi, pasien dirawat di
ICU selama tiga hari, kemudian kembali dirawat di bangsal bedah saluran cerna.
Pasca bedah pasien mengeluh nyeri pada luka operasi dan mual. Keadaan umum
tampak sakit sedang, hemodinamik stabil. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
konjugtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, hidung tak terpasang NGT,
pemeriksaan torak didapatkan jantung dan paru dalam batas normal, abdomen
tampak datar, tampak luka operasi di linea mediana tertutup kassa, rembesan tidak
ada, bising usus normal. Ekstremitas tak ada edema, akral hangat, capillary refill
time < 2 detik. Kapasitas fungsional bedridden. Hasil laboratorium pasca operasi
hari ke 2 didapatkan tidak anemia (Hb 13,1 g/dL), leukositosis (22,27 x 10^3/ L,
masa protrombin meningkat (13 detik) dengan APTT normal, SGOT 313 U/L,
SGPT 169 U/L, albumin 3,92 g/dL, bilirubin total 1,41 mg/dL, bilirubin direk
0,63 mg/dL, bilirubin indirek 0,78 mg/dL. Fungsi ginjal normal, elektrolit dalam
batas normal. Terapi dari sejawat mendapat amikasin 1x1g, omeprazole 2x40 mg,

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
36

farmadol 3x1 g dan lamidvudin 1x1 tablet. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik dan laboratorium, pasien didiagnosis berat badan normal berisiko malnutrisi,
hipermetabolisme berat, peningkatan enzim transaminase, peningkatan bilirubin
pada karsinoma hepatoseluler pasca reseksi segmen 6,7 dan sebagian segmen 5,
kolesistektomi dan hepatitis B.
Asupan pasca operasi pasien dapat menghabiskan bubur sumsum 2 porsi,
susu 2 porsi dan mendapat nutrisi parenteral mengandung karbohidrat dan protein
sebanyak 500 ml. Total asupan 1060 kkal, protein 33 g (12%), lemak 32,7 g
(28%), karbohidrat 205,3 g (77%). Kebutuhan energi total menggunakan faktor
stres 1,5 sebesar 1777,5 kkal 1800 kkal, dengan protein 1,6 g/kg BB yaitu 77 g
(17%) dan N:NPC = 1:121, lemak 20% (40 g), karbohidrat 284 g. Pemberian
nutrisi dimulai dengan 1400 kkal (setara 80% KET atau 30 kkal/kg BB/hari)
dengan protein 1,3 g/kg BB/hari setara 63 g (18% dengan N:NPC = 1: 114),
lemak 20% (31g), karbohidrat 62% (217 g). Pemberian asupan ditingkatkan
bertahap sesuai toleransi asupan. Analisis asupan selama pasca operasi tampak
pada Gambar 3. 9. Pada hari perawatan ke 10, pasien sudah boleh pulang.

Gambar 3.9. Analisis Asupan Pasien Ketiga Setelah Operasi

3.4 Kasus 4. Karsinoma Hepatoselular Segmen 6 Pasca Percutaneous Ethanol


Injection (PEI), Berat Badan Normal Berisiko Malnutrisi,
Hipermetabolisme Sedang.

Tn. N usia 67 tahun, dirawat dengan keluhan utama benjolan pada perut kanan
atas yang timbul sejak 6 bulan SMRS. Benjolan dirasakan kecil, di bawah tulang

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
37

iga kanan, kemudian saat pasien kontrol ke dokter dan dilakukan USG dikatakan
terdapat tumor pada hati. Saat itu tidak terdapat keluhan buang air kecil maupun
buang air besar. Pasien lalu dirujuk ke bagian bedah di RSCM, dan dilakukan
biopsy pada tumor. Empat bulan SMRS, pasien menjalani terapi penyuntikan
etanol ke dalam tumor. Tindakan tersebut dijalani pasien selama tiga kali dengan
jarak satu bulan dari tiap penyuntikan. Selama menjalani tindakan tersebut, pasien
merasakan tumor semakin membesar. Pasien juga mengeluh adanya mual
sehingga asupan makan pasien berkurang kira-kira setengah dari biasanya. Selain
itu pada bagian putih mata, tampak kekuningan, buang air kecil tampak
kecoklatan seperti teh, sedangkan buang air besar tak ada keluhan. Pasien lalu
menjalani pemeriksaan USG, dikatakan tumor tetap membesar sehingga harus
menjalani pembedahan. Pasien lalu dirawat di RSUPNCM.
Pada riwayat penyakit dahulu, pasien tidak pernah menderita penyakit
jantung, tekanan darah tinggi, kencing manis ataupun sakit kuning. Riwayat
transfusi disangkal. Riwayat keluarga adanya riwayat sakit tekanan darah tinggi,
penyakit jantung, kencing manis disangkal. Adanya penyakit keganasan
disangkal.
Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak remaja, sebanyak dua
bungkus per hari dan sejak didiagnosis sakit tumor hati, pasien berhenti merokok.
Selama sakit pasien mengeluhkan adanya penurunan berat badan sebanyak 6 kg
dalam waktu kira-kira 5 bulan.
Pemeriksaan fisik saat awal perawatan didapatkan konjungtiva anemis,
sklera ikterik, hidung tak terpasang NGT, pada torak tak ada iga gambang, paru
dan jantung dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen, tampak datar, bising usus
normal, pada palpasi supel, teraba massa lima jari bawah lengkung iga kanan,
padat, tepi tumpul, nyeri tekan tak ada. Ekstremitas tak ada edema, muscle
wasting tak ada, akral hangat, capillary refill time < 2 detik, kapasitas fungsional
ambulatory, kekuatan genggam pasien sama kuat dengan pemeriksa.
Pemeriksaan antropometri didapatkan BB 45 kg, TB 152 cm, IMT 19,4
kg/m2 tergolong berat badan normal. Analisis asupan selama sebelum sakit,
setelah sakit dan awal saat dirawat di RS tampak pada Gambar 3.7

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
38

Gambar 3.10. Analisis Asupan Pasien Keempat Sebelum Sakit, Setelah Sakit dan 24 Jam
di RS

Hasil pemeriksaan laboratorium saat awal rawat menggambarkan anemia


(Hb 12,3 g/dL), MCV 75,8 fL, MCH 25,6 pq, MCHC 33,8 g/dL, leukosit
10.530/ L. SGOT 33 U/L, SGPT 25 U/L, bilirubin total 3,40 mg/dL, bilirubin
direk 3,05 mg/dL, bilirubin indirek 0,35 mg/dL. Glukosa sewaktu 69 mg/dL.
Fungsi ginjal normal, elektrolit dalam batas normal. Pemeriksaan kolinesterase
8150 U/L, fosfatase alkali 78 U/L, AFP (hati) 3,4 IU/mL. Pemeriksaan anti HCV
0,40 non reaktif, HBsAg 0,360 non reaktif dan anti HBs 188,9 reaktif.
Pemeriksaan penunjang lainnya hasil CT-scan abdomen setelah tindakan
PEI didapatkan hasil hepatoma pasca PEI, massa segmen 6 hepar membesar.
Pemeriksaan MRI didapatkan hepatoma pasca PEI, terdapat nodul di lobus kanan
hepar ukuran 4,2 x 4,7 x 3,64. Tidak tampak lesi lain di hepar. Biopsi histologi
Gambaran sesuai dengan karsinoma sel hati grade 1. Hasil pemeriksaan patologi
anatomi hepatocellular carcinoma grade II, moderated differentiated, sebagian
tumor memperlihatkan tipe clear cell. Jaringan hati non sirotik. Bekas sayatan
bebas tumor.
Kebutuhan energi basal pada pasien ini dihitung berdasarkan persamaan
Harris Benedict didapatkan 987,4 kkal, dengan faktor stres 1,4 didapatkan KET
sebesar 1382 kkal 1400 kkal, dengan protein 1,4 g/kg BB/hari setara dengan 63
g/hari (18% KET dengan N:NPC = 1: 114, lemak 20% KET (31 g) dan

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
39

karbohidrat 62% KET (217 g). Kebutuhan cairan pada pasien ini 25–30 ml/kg
BB/24 jam atau sebesar 1125 – 1350 ml/24 jam.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
pasien ini didiagnosis berat badan normal berisiko malnutrisi, hipermetabolisme
sedang, karsinoma hepatoseluler segmen 6, pro reseksi hepar. Hasil analisis
asupan 24 jam didapatkan asupan 1100 kkal, protein 41 g, lemak 31 g,
karbohidrat 165 g. Pemberian nutrisi setara KET (protein 63 g, lemak 31 g,
karbohidrat 217 g) melalui jalur oral, berupa diet biasa rendah lemak dan diet cair
dengan frekuensi tiga kali makan besar dan dua kali makan selingan. Pemberian
mikronutrien sesuai RDA. Analisis asupan selama pemantauan sebelum operasi
tampak pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11 Analisis Asupan Pasien Keempat


Sebelum Operasi

Setelah perawatan hari ke-4, pasien menjalani operasi reseksi segmen 6.


Pasca operasi pasien dirawat di ICU selama tiga hari, kemudian kembali ke
bangsal bedah saluran cerna. Pasca operasi, pasien dirawat di ICU selama tiga
hari, kemudian kembali dirawat di bangsal bedah saluran cerna. Pasca bedah
pasien mengeluh nyeri pada luka operasi dan mual. Keadaan umum tampak sakit
sedang, hemodinamik stabil. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjugtiva tidak
anemis, sklera ikterik, hidung tak terpasang NGT, pemeriksaan torak didapatkan
jantung dan paru dalam batas normal, abdomen tampak datar, tampak luka operasi

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
40

di linea mediana tertutup kassa, rembesan tidak ada, bising usus normal.
Ekstremitas tak ada edema, akral hangat, capillary refill time < 2 detik. Kapasitas
fungsional bedridden. Hasil laboratorium pasca operasi hari ke 2 didapatkan
anemia (Hb 10,2 g/dL), MCV 77,4 fL, MCH 25,6 pq, MCHC 33,0 g/dL,
leukositosis (15,63 x 10^3/ L, masa protrombin normal, APTT 20,2 detik, SGOT
1173 U/L, SGPT 762 U/L, bilirubin total 3,58 mg/dL, bilirubin direk 3,46 mg/dL,
bilirubin indirek 0,12 mg/dL, albumin 3,0 g/dL. Fungsi ginjal normal, elektrolit
dalam batas normal. Terapi dari sejawat mendapat cefixim 2x200 mg, omeprazole
2x20 mg. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium, pasien
didiagnosis berat badan normal berisiko malnutrisi, hipermetabolisme berat,
peningkatan enzim transaminase, peningkatan bilirubin pada karsinoma
hepatoseluler pasca reseksi hati segmen 6.
Asupan pasca operasi pasien dapat menghabiskan bubur sumsum 1 porsi,
susu 2 porsi dan mendapat nutrisi parenteral mengandung karbohidrat dan protein
sebanyak 500 ml. Total asupan 760 kkal, protein 29 g (15%), lemak 12,7g (15%),
karbohidrat 125,3 g (65%). Kebutuhan energi total dengan faktor stres 1,5 sebesar
1500 kkal, dengan protein 68 g (1,5 g/kg BB, 18%, N:NPC = 1: 112). Pemberian
nutrisi dimulai dengan 1000 kkal (setara KEB atau 22 kkal/kg BB/hari) dengan
protein 1,1 g/kg BB/hari setara 50 g (20% dengan N:NPC = 1: 100), lemak 20%
(22g), karbohidrat 62% (155g). pemberian nutrisi ditingkatkan bertahap sesuai
toleransi asupan. Analisis asupan selama pasca operasi tampak pada Gambar 3.
12. Pada hari perawatan ke 10, pasien sudah boleh pulang.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
41

Gambar 3.12 Analisis Asupan Energi dan Makronutrien Pasien Keempat


Setelah Operasi

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
42

BAB 4
PEMBAHASAN

Serial kasus ini membahas empat kasus pasien dengan karsinoma hepatoselular.
Dari keempat pasien tersebut, satu orang menjalani terapi paliatif, dua orang
menjalani tindakan pembedahan reseksi hati dan kolesistektomi dan satu orang
menjalani tindakan pembedahan reseksi hati tanpa kolesistektomi. Karakteristik
dari empat kasus pasien tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1, dan perbandingan
pemeriksaan laboratorium pasien pada Tabel 4.2.

Tabel 4.1. Karakteristik Pasien Serial Kasus


No Variable Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 Kasus 4
1. Jenis Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki
kelamin
2. Usia 43 tahun 65 tahun 42 tahun 67 tahun
3. TB 166 cm 165 cm 152 cm 152 cm
4. BB 50 kg 66 kg 48 kg 45 kg
(Lila 20 cm)
5. IMT 18,14 kg/m2 24,2 kg/m2 20,7 kg/m2 19,4 kg/m2
6. Penurunan 21 kg/ 1 tahun 15 kg/ 8 bulan 8 kg/ 2 bulan 6kg/5 bulan
BB (29,6%) (18,5%) (14,3%) (18%)
7. Diagnosis KHS segmen KHS segmen KHS segmen KHS segmen
5-6, dengan 3-4 pro 5-6 pro 6, pasca PEI,
hipoglikemia reseksi, DM 2, reseksi, pro reseksi
berulang hepatitis B hepatitis B
8. Skor Child- C A A A
Pough
9. Masa rawat 9 hari 9 hari 10 hari 10 hari
di RS
KHS: karsinoma hepatoseluler, DM: diabetes mellitus, PEI: percutaneous ethanol injection

Tabel 4.2. Perbandingan Pemeriksaan Laboratorium Pasien Serial Kasus


Pemeriksaan Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 Kasus 4 Nilai normal
( ) ( ) ( ) ( )

Hb (g/dL) 14,7 13 12,4 12,3 : 12,0 – 15,0


: 13,0 – 16,0

SGOT (U/L) 315 31 35 33 : <27


(AST) : <33

SGPT (U/L) 59 40 9 25 : <34


(ALT) : < 50

42 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
43

Bilirubin total 1,67 0,49 0,46 3,40 < 1,00


(mg/dL)
Bilirubin 0,85 0,22 0,18 3,05 <0,30
direk (mg/dL)
Bilirubin 0,82 0,27 0,28 0,35 0,1-0,7
indirek
(mg/dL)
Albumin 4,38 4,24 4,42 3,0 3,4-4,8
(g/dL) (pasca
operasi)
AFP (IU/mL) 400.000 1,8 121693 3,4 5,8

-GT 357 - - - < 61


Fosfatase 327 71 78 78 < 119
alkali U/L)

Pasien kasus serial ini terdiri atas tiga orang laki-laki dan seorang
perempuan. Data epidemiologi menyatakan insiden KHS di daerah yang
mempunyai insiden tinggi, lebih banyak dijumpai penderita laki-laki dengan rasio
8:1, sedangkan di daerah dengan insiden rendah, rasio antara laki-laki dan wanita
hampir sama dapat timbul pada semua golongan usia, dengan rata-rata usia
kejadian adalah 43,7 tahun. Insiden KHS meningkat dengan pertambahan usia dan
prevalensi tertinggi terdapat pada usia > 65 tahun. Mortalitas sebelum usia 30
tahun relatif rendah, setelah usia 30 tahun meningkat tajam.14,15,16
Skrining gizi dilakukan pada empat pasien ini dengan menggunakan
skrining Malnutrition Universal Screening Tool (MUST) modifikasi dan
mendapatkan hasil satu orang dengan nilai 5 dan tiga orang dengan nilai 3.
Metode skrining lain yang juga dapat digunakan adalah Subjective Global
Assessment (SGA), dengan hasil satu orang dengan SGA derajat C (severly
malnourished) dan tiga orang dengan derajat B (moderately malnourished).
Kedua metode skrining tersebut merupakan metode skrining yang sering
digunakan di RS karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik untuk
mengidentifikasi adanya malnutrisi pada pasien. Penggunaan SGA
direkomendasikan oleh European Society Parenteral Enteral Nutrition (ESPEN),
sedangkan penggunaan MUST modifikasi sebagai metode skrining
direkomendasikan oleh American Society Parenteral Enteral Nutrition
(ASPEN).40

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
44

Faktor risiko terjadinya KHS antara lain pada pasien serial kasus ini
adalah DM (pada pasien kedua) dan infeksi virus hepatitis B (pasien kedua dan
ketiga). Selain itu, pada pasien pertama dan keempat terdapat kebiasaan merokok
sebanyak satu hingga dua bungkus perhari selama lebih dari 10 tahun. Kebiasaan
merokok dua bungkus atau lebih perhari selama sepuluh tahun atau lebih
tergolong perokok berat. Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terjadinya
kerusakan hati dan meningkatkan risiko terjadinya KHS pada pasien dengan
penyakit hati kronis. 41,42
Rokok memiliki kandungan bahan kimia antara lain carbazole
yang merupakan tumor accelerator dan gas vinyl chloride yang bersifat
karsinogenik. Terdapat dua mekanisme yang menjelaskan efek rokok terhadap
hati. Efek secara langsung yaitu kandungan bahan kimia pada rokok dapat
menginduksi terjadinya stres oksidatif yang berhubungan dengan peroksidasi
lipid yang kemudian memicu aktivasi sel stellate dan akhirnya terbentuk fibrosis.
Selain itu, rokok dapat meningkatkan produksi sitokin pro-inflamasi (IL-6, IL-1
dan TNF- ) yang terlibat pada perlukaan sel hati.42
Mekanisme kedua adalah melalui efek tidak langsung, yaitu kebiasaan
merokok lebih dari dua bungkus per tahun berhubungan dengan meningkatnya
karboksihemoglobin dan menurunnya kapasitas sel darah merah mengikat
oksigen, yang akan memicu terjadinya hipoksia jaringan, sehingga terbentuk
polisitemia sekunder dan mengakibatkan meningkatnya massa dan turn over sel
darah merah, yang akan meningkatkan tumpukan besi. Selain itu, terjadi pula
absorpsi besi yang meningkat di usus. Keadaan meningkatnya katabolisme besi
dan meningkatnya absorpsi besi akan menyebabkan menumpuknya besi di
makrofag dan sel hati, yang kemudian akan memicu terjadinya stres oksidatif di
hepatosit.42
Faktor risiko lain adalah kebiasaan mengonsumsi jamu dan obat yang
dibeli bebas pada pasien pertama dan kedua. Jamu dan obat-obatan dapat
mengakibatkan kerusakan pada sel hati melalui beberapa mekanisme yaitu
metabolisme obat dan pembentukan metabolit reaktif, covalent binding,
pembentukan reactive oxygen species (ROS), aktivasi jalur transduksi sinyal yang

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
45

kemudian memodulasi kematian atau survival sel dan melalui kerusakan


mitokondria. 43
Keluhan utama pada keempat pasien adalah adanya benjolan pada perut
kanan atas, hal tersebut sesuai dengan manifestasi utama yang sering ditemukan
pada KHS, yaitu nyeri abdomen kanan atas, terabanya massa di abdomen bagian
atas, perut kembung, anoreksia, cepat letih, penurunan berat badan, demam,
ikterus, dan asites.14 Selain itu terdapat keluhan penurunan nafsu makan pada
keempat pasien. Penurunan nafsu makan dapat disebabkan oleh adanya
kelemahan tubuh, maupun akibat dilepasnya sitokin pro-inflamasi pada keadaan
kanker.13, 44 Pada pasien pertama, terdapat keadaan asites (lingkar perut yang
membesar), dapat terjadi kompresi mekanik yang menyebabkan rasa cepat
kenyang dan berkurangnya nafsu makan. Setelah pada pasien dilakukan
parasintesis, maka keluhan membaik dan pasien dapat menghabiskan asupan
sesuai dengan KET.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan adanya ikterik pada pasien keempat.
Ikterus (jaundice) merupakan warna kekuningan pada kulit, membran mukosa dan
beberapa cairan tubuh yang disebabkan oleh akumulasi empedu atau bilirubin.
Ikterus berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu prehepatik,
intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab ikterus prehepatik adalah hemolisis dan
resorpsi hematoma, yang tampak sebagai peningkatan bilirubin indirek. Pada
kelainan intrahepatik, peningkatan bilirubin disebabkan oleh alkohol, infeksi
hepatitis, reaksi obat dan penyakit autoimun. Kelainan ekstrahepatik yang
menyebabkan ikterus adalah pembentukan batu empedu, infeksi saluran empedu,
pankreatitis dan keganasan. Ikterus dapat terlihat secara klinis pada sklera pada
umumnya bila kadar bilirubin meningkat lebih dari 51 mol/L (3,0 mg/dL) .
warna ikterus dapat membantu membedakan kelainan ekstrahepatik dan
intrahepatik, di mana pada kelainan ekstrahepatik akan didapati warna kuning
kehijauan sedangkan pada intrahepatik terdapat warna kekuningan. 45 Dari
pemeriksaan fisik warna ikterus kekuningan, hasil laboratorium terdapat
peningkatan bilirubin total serta bilirubin direk, pemeriksaan penanda hepatitis
anti HBs reaktif, maka disimpulkan terjadi ikterus intrahepatik.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
46

Pada pasien pertama, didapatkan adanya iga gambang dan muscle wasting.
Dengan riwayat turun berat badan sebanyak 21 kg selama satu tahun (29,6%).
Pasien ini didiagnosis kanker kaheksia sesuai dengan kriteria diagnosis untuk
sindroma kanker kaheksia yaitu penurunan BB sedikitnya 5% dalam waktu < 12
bulan atau IMT <20 kg/m2, fatigue dan anoreksia, walaupun tidak didapatkan
anemia dan kadar albumin serum yang rendah, sedangkan kadar C- reactive
protein (CRP) tidak diperiksa.46
Selain adanya iga gambang, pada pasien pertama juga terdapat asites, yang
ditandai dengan lingkar perut yang meningkat dan adanya shifting dullness. Asites
adalah penimbunan cairan abnormal di rongga peritoneum. Terdapat beberapa
teori mengenai patofisiologi asites yaitu underfilling, overfilling dan peripheral
vasodilatation. Mekanisme yang sering digunakan adalah peripheral
vasodilatation yaitu diawali dengan adanya sirosis hati yang mengakibatkan
hipertensi porta, kemudian mengakibatkan vasodilatasi arteriol splangnikus,
terjadi tekanan intrakapiler dan koefisien filtrasi meningkat, pembentukan cairan
limfe lebih besar dari aliran balik sehingga terbentuk asites. Selain itu,
vasodilatasi arteriol splangnikus juga mengakibatkan volume efektif arteri
menurun, kemudian mengaktivasi hormon anti diuretik (ADH) dan renin
angiotensin-aldosterone system (RAAS), mengakibatkan adanya retensi air dan
garam, lalu terbentuk asites. 47 Tatalaksana pasien dengan asites adalah tirah
baring dan diet rendah garam 1,5 sampai 2 gram (60 atau 90 mEq/hari) natrium
dan dikombinasikan dengan diuretik. Asupan cairan harus dibatasi kurang dari
1.000 mL hanya pada pasien dengan hiponatremia dilutional yang nyata (natrium
serum <130 mmol / L dengan adanya asites dan/atau edema). Parasintesis
digunakan pada asites yang sangat besar. 48
Pada pemeriksaan antropometri, untuk pengukuran berat badan digunakan
berat badan timbang, kecuali pada pasien pertama dilakukan pengukuran lingkar
lengan atas (LLA). Nilai LLA pasien kurang dari 20 cm, berdasarkan Ferro-Luzzi
dkk 49 bila LLA laki-laki <23 cm termasuk malnutrisi dan <20 cm termasuk
malnutrisi berat. Menurut Moore dkk50 asites dapat diklasifikasikan menjadi asites
ringan (derajat 1) bila hanya ditemukan pada pemeriksaan USG, asites sedang
(derajat 2) bila terjadi distensi sedang pada abdomen, asites berat (derajat 3) bila

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
47

terjadi distensi abdomen yang sangat jelas. Namun, di Indonesia belum ada
konsensus penilaian status gizi dengan menggunakan IMT pada pasien dengan
asites. Antropometri merupakan metode yang sering digunakan untuk menilai
status gizi pada gagal hati tahap akhir. Penggunaan antropometri yang
direkomendasikan pada keadaan asites dan edema adalah lingkar otot lengan atas
(LOLA), LLA, dan triceps skinfold thickness (TST).51
Hasil laboratorium pada pasien keempat terdapat anemia mikrositik
normokrom, yang ditandai dengan Hb 12,3 g/dL, MCV 75,8 fL dan MCH 25,6
pq, MCHC 33,8 g/dL. Anemia pada pasien dapat disebabkan karena asupan yang
berkurang atau kondisi anemia pada penyakit kronik. Pada kanker, terjadi
peningkatan sitokin pro inflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF)-
menghambat pembentukan hemoglobin. Anemia pada kanker juga dapat terjadi
karena defisiensi relatif dari zat besi karena peningkatan hepsidin yang
menyebabkan zat besi terjebak di dalam makrofag dan tidak dapat diutilisasi.
Hepsidin adalah suatu hormon polipeptida yang berperan dalam regulasi zat besi
dan mengalami upregulasi oleh interleukin (IL)-6.52,53
Pemeriksaan laboratorium pada KHS, dapat menggambarkan adanya
penurunan kadar besi yang diakibatkan karena proses inflamasi atau akibat proses
keganasan. Enzim -GT diproduksi di carcinomatous hepatocyte dan dapat
dideteksi pada biliary pole, kadarnya meningkat pada kolestasis. Peningkatan
transaminase menunjukkan perubahan yang lambat, rasio AST/ALT 1 terdapat
pada sebagian besar kasus acute hepatocellular injury, sedangkan pada rasio >1
terdapat pada alcoholic liver disease (rasio >2), drug–induced liver injury,
keganasan, sirosis atau penyakit hati non-sirosis. 54 Terdapat rujukan lain yang
menyatakan beberapa hasil laboratorium pada KHS, yaitu meningkatnya kadar
SGPT, SGOT, LDH, dan GDH. Rasio SGOT/SGPT >2, rasio -GT/ GOT >12,
(SGPT+SGOT)/GDH <15. 55 Pada pasien serial kasus ini didapatkan rasio >1
(pada pasien pertama didapatkan rasio >2), kecuali pasien kedua, rasio <1.
Kecepatan kapasitas sintesis hati seperti pada kadar albumin dan
kolinesterase) akan menurun secara progresiv. Pada ketiga pasien didapatkan
kadar albumin yang normal, sedangkan pada pasien keempat tidak terdapat data
kadar albumin sebelum operasi. Pada pemeriksaan serologi, kadar AFP yang

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
48

meningkat dapat dideteksi pada regenerasi sel (pada hepatitis akut dan kronis,
sirosis) dan pada KHS kadarnya dapat >20 g/l. Kadarnya akan terus meningkat
dan pada kadar > 100 g/l memberikan kesan kuat adanya KHS. Hanya terdapat
korelasi sedang antara kadar AFP dan ukuran tumor serta lama nya perjalanan
penyakit. Terdapat sekitar 20% kasus KHS dengan hasil negatif palsu pada kadar
AFP, dan kadar AFP akan cenderung turun setelah kemoterapi dengan spesifisitas
76-91% dan sensitivitas 39-64%.55 Peningkatan kadar AFP tampak pada pasien
pertama dan ketiga.
Adanya keadaan kolestasis dengan peningkatan kadar bilirubin dan alkalin
fosfatase, berhubungan dengan meningkatnya komplikasi dan kematian setelah
reseksi hati. Sitzman dan Greene 56 mendapatkan kadar bilirubin total, alkalin
fosfatase kadar albumin dan riwayat adanya sirosis merupakan indikasi adanya
komplikasi setelah tindakan reseksi hati. Setelah dilakukan reseksi hati, serum
bilirubin sering meningkat namun bukan selalu merupakan indikasi adanya
komplikasi pasca operasi.
Pasca dilakukan hepatektomi parsial, akan terjadi peningkatan ringan
hingga sedang pada kadar transaminase. Setelah tindakan ligase arteri hepatica
pada keadaan unresectable, kadar transaminase akan meningkat 5-60 kali dari
normal, di mana kadar alkalin fosfatase dan bilirubin hanya meningkat sedikit,
dan semua parameter ini akan kembali normal dalam waktu satu minggu. Pada
pasien KHS dengan kadar SGPT dan alkalin fosfatase yang tinggi saat sebelum
operasi, mengindikasikan risiko berulangnya kejadian kanker setelah
57
hepatektomi. Pada pasien kedua terjadi peningkatan enzim transaminase,
fosfatase alkali dan -GT.
Pada pasien pertama didapatkan keadaan hipoglikemia berulang, yang
membaik dengan pemberian dekstrose 40%. Hipoglikemia adalah keadaan di
mana kadar gula darah <70 mg/dL. Terdapat dua tipe hipoglikemia pada KHS.
Tipe A terdapat pada stadium terminal, terutama pada tumor yang bertumbuh
dengan cepat ketika hati sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan glukosa untuk
jaringan tumor sendiri dan jaringan lain. Tipe B terdapat pada 5% kasus dan
terdapat pada stadium awal.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
49

Pada KHS, hipoglikemia terjadi karena produksi insulin-like growth factor II


(IGF-II) yang berlebihan, terutama dalam bentuk “big IGF-II” yang tidak
berikatan dengan protein dan lebih mudah berikatan dengan jaringan, sehingga
menyebabkan hipoglikemia. Kadar plasma insulin C, C-peptide dan proinsulin
tetap rendah selama hipoglikemia, hal ini berbeda dengan insulinoma. Konsentrasi
growth hormone dan IGF-I akan berkurang sebagai mekanisme umpan balik yang
dimediasi oleh IGF-II. Pemeriksaan tes stimulasi glukagon merupakan
pemeriksaan yang sederhana dan cepat dalam menentukan etiologi hipoglikemia.
Respon yang baik terhadap glukosa terdapat pada kasus insulinoma. Pasien
pertama dari hasil pemeriksaan fisik, terdapat asites, tergolong Child-Pugh C
maka termasuk tipe A.58
Terapi pada hipoglikemia adalah pemberian karbohidrat sederhana.
Terdapat “rule of 15” yaitu pemberian 15 gram karbohidrat sederhana (gel gula,
soda yang mengandung gula, tablet gula) dapat meningkatkan kadar glukosa
darah 50 mg/dl dalam 15 menit, dan bila jadwal pemberian makan berikutnya
lebih dari satu jam, maka disarankan untuk pemberian karbohidrat kompleks
dalam porsi kecil. 59 Pada pasien ini diberikan dekstrosa 40% sebanyak 1–2 flacon
sesuai kadar gula darah (1 flacon setara 10 gram dekstrosa).
Terapi dari sejawat pada pasien kedua adalah Farmadol 3x1 g,
Omeprazole 2x40 mg, Ondansentron 3x4 mg, Glikuidon 2x30 mg dan
Simvastatin 1x10 mg. Pada pasien ketiga diberikan Amikasin 1x1 g, Omeprazole
2x40 mg, Farmadol 3x1 g, Lamivudin 1x1 tablet, sedangkan pada pasien keempat
mendapat Cefixim 2x200 mg dan Omeprazole 2x20 mg.
Omeprazole termasuk dalam golongan obat proton pump inhibitor (PPI)
bekerja menurunkan produksi asam lambung. Adanya makanan dapat
menurunkan absorpsi omeprazole sehingga dianjurkan mengkonsumsi obat
tersebut dalam keadaan perut kosong atau 30 menit sebelum makan. Penggunaan
obat golongan PPI jangka panjang juga dapat menyebabkan defisiensi beberapa
nutrien yang memerlukan asam lambung dalam pencernaanya, misalnya protein
dan vitamin B12.60
Glikuidon adalah obat DM golongan sulfonylurea yang bekerja
merangsang sekresi insulin, sehingga efektif bila sel beta pancreas masih baik.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
50

Pemberiannya bersama makan pagi, maksimal pemberian 2x 39 mg (saat makan).


Efek samping pada saluran cerna dan sakit kepala. Gejala hematologik termasuk
trombositopenia, agranulositosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang.
Selain itu glikuidon dapat menyebabkan hipoglikemia bila pemberian dosis tidak
tepat dan pada keadaan gangguan hati atau ginjal.
Pasien juga mendapatkan Tramadol, yang mempunyai pengaruh terhadap
nutrien yaitu deplesi asam folat, vitamin K dan C, deplesi vitamin B1, kalsium,
beta karoten, dan seng.61
Pada ketiga pasien ini (pasien kedua hingga keempat) menjalani tindakan
pembedahan dengan adanya kanker yang mendasari. Tujuan dari intervensi nutrisi
yang diberikan pada pasien kanker antara lain untuk mempertahankan atau
meningkatkan BB, memberikan asupan zat gizi makro dan mikro yang adekuat,
mencegah terjadinya gejala klinis yang berkaitan dengan pengobatan serta
mempertahankan atau meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup
pasien.62
Pada pasien serial kasus ini pemberian nutrisi perioperatif sebelum operasi
hanya sekitar empat hari, dikarenakan jadwal operasi dari dokter penanggung
jawab pelayanan (DPJP), dan pasien telah dapat mencapai KET sebelum tindakan
operasi. Kebutuhan energi pada ke-4 pasien serial kasus ini menggunakan rumus
Harris-Benedict dengan faktor stres sebesar 1,4 sebelum operasi dan faktor stres
1,5 setelah operasi, hal ini sesuai dengan rekomendasi ESPEN yang menyatakan
faktor stres yang dianjurkan adalah 1,1–1,6 pada pasien dengan karsinoma yang
mengalami pembedahan, sepsis atau transplantasi stem sel. Perhitungan
kebutuhan energi tersebut menggunakan berat badan aktual pada pasien pertama,
ketiga dan keempat, sedangkan pada pasien kedua menggunakan berat badan ideal
karena termasuk kategori berat badan lebih. Dari literatur dinyatakan pemberian
energi sebesar 25 – 45 kg BB/hari direkomendasikan pada pasien bedah.63 Pada
keempat pasien ini perhitungan KET berada dalam nilai 29–38 kkal/kg BB/hari.
Target KET sebelum tindakan bedah telah tercapai pada ketiga pasien. Pada
periode pasca bedah, asupan ditingkatkan bertahap karena toleransi asupan baik.
Pemberian makronutrien pada pasien ini sesuai dengan rekomendasi dari
ESPEN, yaitu pemberian protein 1,2 – 1,6 g/kg BB/hari, dengan asupan glukosa

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
51

(karbohidrat) sedikitnya 20 g/kg BB/hari, dan lemak sesuai dengan kebutuhan


sehari-hari.63 Pada pasien kedua dan ketiga, menjalani pembedahan
kolesistektomi. Pasca tindakan pembedahan pembuangan kandung empedu,
asupan per oral kembali normal bersama dengan kembalinya bising usus, dan
pemberian diet dapat ditingkatkan sesuai toleransi asupan pasien. Pada keadaan
tidak terdapat kandung empedu, maka empedu disekresikan langsung oleh hati
menuju usus, sementara itu traktus biliaris akan mengalami dilatasi membentuk
“stimulated pouch”, yang dengan seiring berjalannya waktu dapat kembali
menyimpan empedu seperti kondisi yang sama dengan kandung empedu asli.37
Pemberian MCT pada pasien tersebut tidak dapat dilaksanakan karena pemberian
MCT belum dimasukkan dalam pendanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS). Demikian pula untuk asupan omega 3, hanya dari bahan makanan
sumber, sehingga belum mencukupi kebutuhan pada pasien kanker, namun
penambahan asupan omega 3 berupa suplementasi tidak dapat diberikan di RS
karena belum termasuk dalam pendanaan BPJS.
Pada keempat pasien ini diberikan protein 1,3–1,5 g/kg BB/hari. Untuk
pemenuhan AARC, didapat dari bahan makanan sumber yaitu putih telur.
Pemberian vitamin dan mineral diberikan sesuai 100% angka kecukupan gizi
(AKG), serta diutamakan dari bahan makanan sumber. Suplementasi yang
diberikan adalah Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 5 mcg,
vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150
mcg, Fe 12 mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg serta asam
folat 1x400 mcg, guna proses penyembuhan luka.
Selama pemantauan, keempat pasien menunjukkan perbaikan baik secara
subyektif maupun obyektif. Pada parameter subyektif, pada pasien pertama
keluhan keringat dingin dan pusing pada pagi hari yang berkurang setelah
mengasup minuman dengan karbohidrat simplek (gula) sebanyak tiga sendok
makan setiap tengah malam, walaupun hipoglikemia masih terjadi. Pasien juga
dapat mengasup nutrisi yang diberikan hingga mencapai KET, dan kapasitas
fungsional pasien dalam hal ini kekuatan genggam tangan juga membaik.
Sedangkan pada ketiga pasien yang menjalani operasi juga membaik, di
mana secara subyektif tidak didapatkan keluhan yang berkaitan dengan fungsi

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
52

saluran cerna maupun keluhan klinis yang bermakna, penyembuhan luka operasi
juga tampak baik. Toleransi asupan juga adekuat selama pemantauan dilakukan.
Untuk parameter obyektif, walaupun terdapat peningkatan transaminase pasca
operasi, namun dari literatur dikatakan bukan merupakan indikasi adanya
kegagalan operasi. Selama perawatan di RS, keempat pasien juga tidak
mengalami penurunan berat badan. Saat dipulangkan dari RS, keempat pasien ini
sudah berada pada tahap ambulatory, dan diberikan konseling nutrisi dan edukasi.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
53

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Karsinoma hepatoseluler merupakan salah satu dari lima jenis kanker terbanyak,
dengan insiden lebih banyak pada laki-laki. Keadaan KHS dapat merupakan risiko
tinggi terjadinya malnutrisi pada pasien. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya
malnutrisi pada KHS adalah adanya anoreksia yang disertai kelemahan tubuh,
yang disebabkan oleh dilepaskannya sitokin proinflamasi oleh sel kanker. Pada
beberapa pasien dapat terjadi asites yang semua itu mengakibatkan berkurangnya
asupan makan pasien.
Dengan pemberian terapi gizi yang adekuat dapat membantu tercapainya
keadaan umum pasien yang lebih baik serta mempertahankan status gizi pasien.
Pada pasien yang akan menjalani pembedahan, dukungan nutrisi praoperatif yang
adekuat dan pencapaian asupan kalori total secara bertahap pasca operasi dapat
membantu tercapainya keadaan umum pasien yang lebih baik, serta mendukung
proses penyembuhan luka. Walaupun pada ketiga pasien serial kasus ini tidak
dapat dilaksanakan dukungan nutrisi praoperatif selama 10–14 hari, namun sudah
dapat memberikan manfaat positif pada keadaan umum dan dapat
mempertahankan status gizi pasien. Pemberian nutrien spesifik seperti omega-3
diperlukan guna mencegah muscle wasting dan sebagai anti inflamasi, namun
pada keempat pasien ini tidak dapat diberikan, karena suplementasinya belum
termasuk dalam pendanaan BPJS.
Diperlukan pemantauan secara berkala terhadap terapi gizi yang diberikan,
selain itu diperlukan pula konseling serta edukasi, baik kepada pasien maupun
kepada keluarga mengenai pemberian asupan makanan yang baik selama masa
perawatan dan masa penyembuhan.
Pada pasien KHS yang menjalani tindakan pembedahan, terapi nutrisi
praoperatif yang adekuat dapat membantu hasil pasca operasi yang baik termasuk
proses penyembuhan luka. Sedangkan pada keadaan paliatif, tatalaksana nutrisi
yang adekuat dapat meningkatkan atau mempertahankan kualitas hidup.

53 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
54

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan pada serial kasus ini


1. Perlu disusun clinical pathway mengenai terapi gizi pada KHS
2. Edukasi bagi pasien dan keluarga yang lebih intensif baik di RS maupun di
masyarakat, guna menghindari adanya kebiasaan-kebiasaan yang dapat memicu
terjadinya KHS.
3. Diperlukan pembuatan standar operasional prosedur pelayanan untuk pasien
KHS yaitu: pemberian MCT dan suplementasi omega-3, sehingga dapat masuk
dalam pendanaan BPJS

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
55

DAFTAR REFERENSI

1. Marwoto W, Diana S, Roostini ES. Epidemiology of liver cancer in


Indonesia. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 1985 Des; 16: 607-
8

2. Wang Y, Lo G, Lai K, Cheng J, Lin C, Hsu P. Increased serum


concentrations of tumor necrosis factor- are associated with disease
progression and malnutrition in hepatocellular carcinoma. J Chin Med
Assoc 2003;66:592-7

3. Krenitsky J. Nutrition for Patients with Hepatic Failure, dalam Nutrition


issues in gastroenterology series 6 oleh Parrish CR. Practical
Gastroenterology, 2003 hal 27-42

4. Ferenci P, Fried M, Labrecque D, Ferenci P, Fried M, Labrecque D,


Sherman M, Omata M. Hepatocellular carcinoma (HCC): a global
perspective. World Gastroenterology Organisation Global Guideline.
November 2009,p. 5

5. El-Serag HB, Marrero JA, Rudolph L, Reddy KR. Diagnosis and


treatment of hepatocellular carcinoma. Gastroenterology 2008;134:1752-
1763

6. Bories PN, Campillo B. One-month regular oral nutrition in alcoholic


cirrhotic patients. Changes of nutritional status, hepatic function and
serum lipid pattern. Br J Nutr 1994;72:937-946

7. Nielsen K, Kondrup J, Martinsen L, et al. Long-term oral refeeding of


patients with cirrhosis of the liver. Br J Nutr 1995;74:557-567

8. Swart GR, Zillikens MC, van Vuure JK, van den Berg JWO. Effect of a
late evening meal on nitrogen balance in patients with cirrhosis of the
liver. BMJ 1989;299:1202-1203

9. Nakaya Y, Okita K, Suzuki K, Moriwaki H, Kato A, Miwa Y, et al.


BCAA enriched snack improves nutritional state of cirrhosis. Nutrition
2007; 23:113-120

10. Yeung RTT. Hypoglycaemia in hepatocellular carcinoma: a review.


HKMJ 1997;3:297-301

11. Befeler AS, Bisceqlie. AM. Hepatocellular carcinoma: diagnosis and


treatment. Gastroenterology 2002;122:1609-1619

12. Boyer TD, Wright LT, Manns MP. Anatomy of the liver. Dalam :
Hepatology-A textbook of liver disease. 5th edition. Hal. 5. 2006. Saunders,
Elsevier

55
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
56

13. Nelms M, Sucher KP, Lacey K, Roth SL. Disease of the liver, gallbladder,
and exocrine pancreas. Dalam : Nutrition Therapy & Pathophysiology, 2nd
edition. 2010. Hal. 439. Wadsworth, Cengage Learning

14. Desen W, Japaries W. Karsinoma Hati Primer. Buku Ajar Onkologi


Klinis, edisi 2. 2011. Hal.412-413. FK-UI

15. Manuaba TW, ed. Kanker hati, kandung empedu/sistem biliar, dan
pancreas. Dalam: Panduan penatalaksanaan kanker solid. Perhimpunan
Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) 2010. Hal.254. Sagung Seto

16. Taylor SD, Robinson. Hepatocellular carcinoma: epidemiology, risk


factors and pathogenesis. World J Gastroenterol 2008 July 21;14(27)

17. Gontar SA. Penatalaksanaan nonbedah dari KHS. Universa medicina, vol
24, no 1. Divisi gastrohepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran USU

18. Kamel IR, Bluemke DA. Imaging evaluation of hepatocellular carcinoma.


J Vasc Interv Radiol 2002;13:S73-S83.

19. Wu CG, Salvay DM, Forgues M, Valerie K, Farnsworth J, Markin RS, et


al. Distinctive gene expression profiles associated with Hepatitis B virus x
protein. Oncogene 2001; 20:3674-82.

20. Thorgeirsson SS, Grisham JW. Molecular pathogenesis of human


hepatocellular carcinoma. Nature genetics, vol 31, 2002.

21. Jahan S, Ashfag U, Qasim M, Khaliq S, Salem MJ. Hepatitis C virus to


hepatocellular carcinoma. Infectious agents and cancer 2012, 7:2.

22. Chun G, Shu-Kun Y. Diabetes mellitus: a "true" independent risk factor


for hepatocellular carcinoma? Review Article. Hepatobiliary Pancreat Dis
Int 2009; 8: 465-473. Beijing, China

23. Ghannad MS, Mohammadi A, Kazemian H. New Insights Into the


Relationships Among Alcohol Comsumption, Hepatocellular Carcinoma
and Hepatitis C Virus Infection. Avicenna J Clin Meicrob Infec. 2014
May;1(1):e19212

24. Cohen DA. Neoplastic Disease. Dalam:Nelms M, Sucher KP, Lacey K,


Roth SL, editor. Nutrition Therapy and Pathophysiology, 2nd ed.
Wadsworth: Cengage Learning, 2010: Hal 702-734

25. Marian M, Roberts S. Cancer cachexia. Dalam : Clinical Nutrition for


Oncology Patients. 2010. Jones and Bartlett Publishers

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
57

26. Marian M, Russell MK, Shikora SA. Clinical Nutrition for surgical
patients. Jones and Bartlett Publishers. Massachusetts, 2008. P.5, 117-9,
169-86

27. Weimann A, Braga M, Harsanyl L, Laviano A, Ljungqvist O, Soeters P,


dkk. ESPEN guidelines on enteral nutrition: Surgery including organ
transplantation. Clinical Nutrition 2006;25:224-44

28. Arends J, Bodoky G, Bozetti F, Kearon F, Muscaritolli M, Salga G, et al.


ESPEN guidelines on Parenteral Nutrition: Surgery. Clinical Nutrition.
2009;28:378-386

29. Grant B. Medical nutrition therapy for cancer. Dalam: Mahan LK, Escott-
Stump S, editor. Krause's Food and Nutrition Therapy 12th ed. St. Louis:
Saunders Elsevier; 2008:959-90.

30. Goedheart A. Nutrition Support in Cancer Patients. European


Pharmacotherapy. 2003; 1-4

31. American Cancer Society. Antioxidants and cancer. 2005

32. Brown JK dkk. American Cancer Society. Nutrition and physical activity
during and after cancer treatment: an American Cancer Society guide for
informed choices. CA cancer J Clin. 2003. 53:268-291

33. Hardman WE. Omega-3 fatty acids to augment cancer therapy. J Nutr
2002;132:3508S-12S.

34. American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN) 2009.
ASPEN Clinical Guidelines: nutrition support therapy during adult
anticancer treatment and in hematopoietic cell transplantation. J
Parenteral Ent Nutr. 33 (5):472-500

35. Dietician Association of Australia (DAA).2006. Evidenced based practice


guidelines for the nutritional management of cancer cachexia. Nutrition &
dietetics. 63(Suppl.2):S1-S40

36. Braga M, Ljungqvist O, Soeters P, Fearon K, Weimann A, Bozetti F.


ESPEN guidelines on Parenteral Nutrition: Surgery. Clinical Nutrition.
2009:28:378-386

37. Hasse JM, Matarese LE. Medical Nutrition Therapy for Liver, Biliary
System, and Exocrine Pancreas Disorders. Dalam Mahan LK, Escott-
stump S. Krause’s Food & Nutrition Therapy. 12th ed. Canada: Saunders
Elsevier. 2008.h.707-738

38. Plauth M, Cabre E, Riggio O, Camilo MA, Pirlich M, et al. ESPEN


guidelines on Enteral Nutrition: Liver disease. Clin nutr 2006;25:285-294

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
58

39. Stroble A, Zanker K, Hahn A. Nutrition in oncology: The case of


micronutrients (Review). Oncology Reports 2010;24:815-28

40. Norman K, Pichard C, Loehs H, Pirlich M. Prognostic impact of disease-


related malnutrition. Clinical Nutrition 2008;27:5-15

41. Pelucchi C, Gallus S, Garavello W, Bosetti C, La Vecchia C. Cancer risk


associated with alcohol and tobacco use: focus on upper aero-digestive
tract and liver. Healthy Risk. Vol. 29, No. 3, 2006

42. El- Zayadi AR. Heavy smoking and liver. World J of Gastroenterol 2006,
October 14; 12(38):6098-6101

43. Schjott J. Adverse effects of drugs and toxins on the liver. Diunduh dari
http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/21433.pdf

44. Henkel AS, Buchman AL. Nutritional support in patients with chronic
liver disease. Nat Clin Pract Gastroenterol Hepatol 2006;3(4):202-9

45. Pratt DS, Kaplan MM. Jaundice. In: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Loscalzo J, editor. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 2nd ed. United States of America:
McGraw-Hill, 2008:238-42

46. Donohoe CL, Ryan AM, Reynolds JV. Cancer cachexia: Mechanism and
clinical implications. Hindawi Publishing Corporation Gastroenterology
Research and Practice Volume 2011. Article ID 601434

47. Hirlan. Asites. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,


Setiati S. editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta:
InternaPublishing, 2009: 674-680

48. Bataller R, Gines P. Cirrhosis of the liver. 4 Gastro BC Decker Inc.,


www.samim.com, 2008

49. Ferro-Luzzi A, James WPT. Adult malnutrition : simple assessment


techniques for use in emergencies. Br J Nutr 1996;75:3-10

50. Moore KP, Aithal GP. Guidelines on the management of ascites in


cirrhosis. Gut 2006;55(Suppl VI):vi1–vi12

51.
management of hepatic encephalopathy in end-stage liver failure. J Nutr
Metab 2010

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
59

52. Dicato M, Plawny L, Diederich M. Anemia in cancer. Annals of Oncology


2010;21:vii167-72.

53. Adamson JW. The anemia of inflammation/malignancy: mechanism and


management. ASH Education Book 2008;2008:159-65.

54. Liver function test in primary care. Diunduh dari


http://www.bpac.org.nz/resources/campaign/lft/bpac_lfts_poem_pf.pdf

55. Kuntz E, Kuntz HD. Hepatology textbook and atlas history morphology
biochemistry diagnostics clinic therapy. Germany: Springer; 2008:795-828

56. Sizman JV, Greene PS: Perioperaive predictors morbidity following


hepatic resection for neoplasm: a multivariate analysis of a single surgeon
experience with 105 patients. Ann Surg 1994;219:13-17

57. Zimmermann H, Reichen J.Hepatectomy: preoperative analysis of hepatic


function and postoperative liver failure. Dig Surg 1998;15:1-11

58. Jayaprasad N, Anees T, Bijin T. severe hypoglycemia due to poorly


differentiated hepatocellular carcinoma. JAPI • VOL. 54 • MAY 2006

59. Briscoe VJ, Davis SN. Hypoglycemia in type 1 and type 2 diabetes:
physiology, pathophysiology and management. Clinical Diabetes. Volume
24, Number 3, 2006 115

60. CMP Medica. MIMS edisi bahasa Indonesia volume 9. Jakarta: PT Info
Master, 2008

61. Daniels L. Good nutrition for good surgery. Clinical and quality of life
outcomes. Australian Prescriber 2003;26(6):136-40

62. Marian M, Russell MK, Shikora SA. Clinical Nutrition for surgical
patients. Jones and Bartlett Publishers. Massachusetts, 2008. P.5, 117-9,
169-86

63. Salvino RM, Dechleec S, Seidner DL. Perioperative nutrition support:


Who and how. Cleveland Clinic Journal of Medicine 2004;71:345-51

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
60

Pemantauan Pasien 1 (Tn. M)


13 Des 2013, Sabtu (Hari ke-2) 15 Des 2013, Senin (Hari ke-3) 16 Des 2013, Selasa (Hari ke-4)
S Dapat menghabiskan nasi 2 ½ porsi, menghabiskan Dapat menghabiskan lauk dan sayur yang diberikan, Puasa sejak jam 2 malam, untuk persiapan CT- Scan.
lauk yang diberikan, putih telur 4 butir, tak ada mual, nasi habis 2 ½ porsi, putel 4 butir. Belum mendapat Menghabiskan susu 2x125 ml dan 3x 250 ml, lebih suka
tak ada muntah. Pasien memilih nasi tim. nasi tim. Susu habis 2x 125 ml. Malam minum teh nasi tim. Menghabiskan putel 4 butir. Malam minum teh
manis 1 gelas. Tak ada pusing pada pagi hari. Tak ada manis 1 gelas. Tidak ada pusing pagi hari.
mual, tak ada muntah. Sudah BAB 1x, konsistensi
biasa.
O Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis
TD 120/90 mm Hg, nadi 88 kali/menit, suhu 36,5° TD 110/70 mm Hg, nadi 84 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/80 mm Hg, nadi 86 kali/menit, suhu afebris,
C, pernapasan 20 kali/menit pernapasan 20 kali/menit pernafasan 24 kali/menit
Torak: iga gambang (+) Torak: iga gambang (+) Torak: iga gambang (+)
Abdomen: buncit, bising usus (+) normal, teraba Abdomen: buncit, terpasang drain parasintesis pada Abdomen: buncit, terpasang drain parasintesis pada regio
massa di kuadran kanan atas, 15 cm bawah arkus regio abdomen kiri, bising usus (+) normal, teraba abdomen kiri, bising usus (+) normal, teraba massa di
kosta, tepi tumpul, padat berbenjol-benjol, nyeri massa di kuadran kanan atas, 15 cm bawah arkus kosta, kuadran kanan atas, 15 cm bawah arkus kosta, tepi tumpul,
tekan (-), shifting dullnes (+). Lingkar perut 100 cm tepi tumpul, padat berbenjol-benjol, nyeri tekan (-), padat berbenjol-benjol, nyeri tekan (-), shifting dullnes (+).
Ekstremitas: akral hangat, tidak ada edema, CRT <2 shifting dullnes (+). Lingkar perut 99 cm Lingkar perut 99 cm
detik Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik
Kapasitas fungsional: ambulatory. Kapasitas fungsional: ambulatory Kapasitas fungsional: ambulatory

Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan penunjang: GDS jam 6.00: 53 mg/dL Pemeriksaan penunjang: KGDH pk. 6.00: 43 mg/dL. pk.
GDS jam 6.00: 45 mg/dL. 8.00: 56 mg/dL, pk. 9.00: 80 mg/dL, pk. 18.00: 231 mg/dL,
pk. 24.00: 85 mg/dL
Analisis asupan 24 jam Analisis asupan 24 jam
Vol E P (g) L (g) KH (g) Vol E P (g) L (g) KH (g) Analisis asupan 24 jam
(ml) (kkal) (ml) (kkal) Vol E (kkal) P (g) L (g) KH (g)
Nasi - 1200 45 33 167 Nasi tim - 1200 45 33 167 (ml)
Putel 4 - 80 20 - - Putel 4 80 20 - - Susu
Susu 125 125 5 1,3 23,9 Susu 250 250 10 2,7 47,8 formula
1x125 ml formula hepar 250 250 10 2,7 47,8
teh manis 200 120 30 hepar 2x125ml
Parenteral 500 100 - - 25 2x125ml Teh 200 120 - - 30
D5% gula pasir 120 LLM
Total 950 1625 70 34,3 246 (teh) 200 - - 30 3x250 ml 750 750 30 23,6 108
(33 (17%) (18,9%) (60,5%) Parenteral 100 Putel 4 - 80 20 - -
kkal/kg 1,4g/kg D 5% 500 - - 25 Parenteral
BB) BB) Total 950 1750 75 35,7 269,8 D 5% 500 100 - - 25
N:NPC: (18,5%) (16,6%) (64,5%) Total 1700 1300 75 25,7 185,8
1: 120 (23%) (17,7%) (57,2%)

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


61

Imbang cairan: Imbang cairan:


Input 2000 ml, output 2500 ml. Imbang cairan Input 2200 ml, output 2580 ml. Imbang cairan negatif
negatif 500 ml/24 jam. Diuresis 1 ml/kg BB/jam 380 ml/24 jam. Diuresis 0,9 ml/kg BB Imbang cairan:
Input 2700 ml, output 2580 ml. Imbang cairan positif 120
Terapi DPJP: Terapi DPJP: ml/24 jam. Diuresis 0,9 ml/kg BB
Pro drainasi asites Gentamycin 160 mg iv single dose
Pro USG guided biopsi Bila GDS <50: bolus Dekstrose 40% 2 flacon Terapi DPJP:
Bila GDS <50: bolus Dekstrose 40% 2 flacon Bila GDS 50–100: bolus Dekstrose 40% 1 flacon Gentamycin 160 mg iv single dose
Bila GDS 50–100: bolus Dekstrose 40% 1 flacon Pro CT-Scan abdomen Bila GDS <50: bolus Dekstrose 40% 2 flacon
Drainase asites 1000 ml/hari Drainase asites 1000 ml/hari Bila GDS 50–100: bolus Dekstrose 40% 1 flacon
Drainase asites 1000 ml/hari
A Sindrom kanker kaheksia, hipermetabolisme sedang, Sindrom kanker kaheksia, hipermetabolisme sedang, Sindrom kanker kaheksia, hipermetabolisme sedang,
hipoglikemia berulang, karsinoma hepatoseluler hipoglikemia berulang, karsinoma hepatoseluler hipoglikemia berulang, karsinoma hepatoseluler segmen 5–
segmen 5–6 Child Pugh C. segmen 5–6 Child Pugh C. 6 Child Pugh C.
P KEB 1293 kkal, KET 1950 kkal KEB 1293 kkal, KET 1950 kkal KEB 1293 kkal, KET 1950 kkal
Diberikan nutrisi 1900 kkal, protein 80 gram (1,6 g/ Diberikan nutrisi 1600 kkal, protein 70 gram (1,4 g/ kg Diberikan nutrisi 1900 kkal, protein 80 gram (1,6 g/ kg
kg BB) N:NPC 1:123 BB) N:NPC 1:119 BB) N:NPC 1:123

Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair, Bentuk diet: diet cair Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair
parenteral Jalur pemberian: oral, parenteral Jalur pemberian: oral, parenteral
Jalur pemberian: oral,parenteral Frekuensi: 1x250 kkal dan 4x 300 kkal Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan selingan,
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan (asumsi habis 90%) ekstra teh manis malam hari
selingan, ekstra teh manis malam hari ekstra teh manis malam hari
Makronutrien:
Makronutrien: Makronutrien: Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 5
Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium
B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65 mg,
kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65 mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg
mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg Asam folat 1x400 mcg
1,5 mg Asam folat 1x400 mcg
Asam folat 1x400 mcg

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


62

Preskripsi diet: Preskripsi diet: Vol E P (g) L (g) KH (g)


Vol E P (g) L (g) KH Vol E P (g) L (g) KH (ml) (kkal)
(ml) (kkal) (g) (ml) (kkal) (g) Nasi tim - 1300 49 36 195
Nasi tim - 1300 49 36 195 Hepatosol 250 250 10 2,7 47,8 (1500 -
(1500 2x125 ml asumsi habis
asumsi - LLM 1000 1000 39,8 31,4 144 80%) 80 20 - -
habis 80 20 - - 4x 300 ml Putel 4 butir
80%) (habis Minyak 5
Putel 4 90%) kelapa 41,5
butir putel 4 - 80 20 - - Susu 250 250 10 2,7 47,8
Minyak 5 41,5 - 5 - butir formula
kelapa Teh manis 200 180 - - 30 Diet hati
Susu 250 250 10 2,7 47,8 Minyak 41,5 2x125 ml
formula kelapa 5 5 Teh manis 200 120 - - 30
Diet hati Dekstrose 500 100 - - 25 (gula 3 sdm)
2x125 ml 5% Dekstrose 500 100 - - 25
Teh Total 1955 1651,5 69,8 39,1 261,8 5%
manis 200 120 - - 30 17,3% (21%) (65%) Total 950 1891,5 79 43,7 297,8
(gula 3 (1,4g/kg 17% (20,7%) (63%)
sdm) BB) (1,6
Dekstrose 500 100 - - 25 1: 123 g/kg
5% BB)
Total 955 1891 79 43,7 297,8 1:
16,7% (20,7%) (63%) 126
(1,6 Preskripsi diet
g/kg
BB)
1: 125
Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, toleransi
toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari) toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari) asupan, imbang cairan (setiap hari)
- Kadar glukosa darah (tiap 6 jam) - Kadar glukosa darah (tiap 6 jam) - Kadar glukosa darah (tiap 6 jam)
- Saran: cek kadar fosfat dan magnesium
Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi tetap Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi tetap
diberikan sesuai KET. diberikan sesuai KET. Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi tetap diberikan
sesuai KET.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


63

17 Des 2013, Rabu (Hari ke-5) 18 Des 2013, Kamis (Hari ke-6) 19 Des 2013, Jumat (Hari ke-7)
S Pasien masih mengeluh begah, dapat menghabiskan Dapat menghabiskan lauk dan sayur yang diberikan, Dapat menghabiskan nasi, lauk dan sayur yang
makanan dan susu yang diberikan dari RS. putel 4 butir. sudah mendapat nasi tim. Susu habis 2x diberikan. Keluhan pusing dan lemas pagi hari tak ada.
125 ml. Malam minum teh manis 1 gelas. Tak ada Mengasup biskuit 3 keping. Minum teh manis 2 gelas
pusing pada pagi hari. Tak ada mual, tak ada muntah. dengan gula pasir 3 sendok makan tiap kali minum.
Sudah BAB 1x, konsistensi biasa.
O Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis
TD 120/70 mm Hg, nadi 84 kali/menit, suhu 36,5° TD 120/70 mm Hg, nadi 84 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/80 mm Hg, nadi 84 kali/menit, suhu afebris,
C, pernapasan 20 kali/menit pernapasan 24 kali/menit pernafasan 24 kali/menit
Torak: iga gambang (+) Torak: iga gambang (+) Torak: iga gambang (+)
Abdomen: buncit, terpasang drain parasintesis pada Abdomen: buncit, terpasang drain parasintesis pada Abdomen: buncit, terpasang drain parasintesis pada
regio abdomen kiri, bising usus (+) normal, teraba regio abdomen kiri, bising usus (+) normal, teraba regio abdomen kiri, bising usus (+) normal, teraba
massa di kuadran kanan atas, 15 cm bawah arkus massa di kuadran kanan atas, 15 cm bawah arkus kosta, massa di kuadran kanan atas, 15 cm bawah arkus kosta,
kosta, tepi tumpul, padat berbenjol-benjol, nyeri tepi tumpul, padat berbenjol-benjol, nyeri tekan (-), tepi tumpul, padat berbenjol-benjol, nyeri tekan (-),
tekan (-), shifting dullnes (+). Lingkar perut 99 cm shifting dullnes (+). shifting dullnes (+). Lingkar perut 99 cm
Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik
Kapasitas fungsional: ambulatory Kapasitas fungsional: ambulatory Kapasitas fungsional: ambulatory
Pemeriksaan penunjang:
GDS jam 6.00: 65 mg/dL, jam 11: 70 mg/dL, jam Pemeriksaan penunjang: GDS jam 6.00: 60 mg/dL, Pemeriksaan penunjang: KGDH jam 6.00: 67 mg/dL,
12: 100 mg/dL, jam 18.00: 92 mg/dL jam 12: 70 mg/dL, jam 18: 100 mg/dL, jam 24: 57 Jam 12: 80 mg/dL, jam 18: 110 mg/dL, jam 24: 90
mg/dL mg/dL

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


64

Analisis asupan 24 jam Analisis asupan 24 jam Analisis asupan 24 jam


Vol E P (g) L (g) KH (g) Vol E P (g) L (g) KH (g)
(ml) (kkal) (ml) (kkal) Vol E P (g) L (g) KH (g)
Nasi - 1300 45 39 167 Nasi tim - 1200 44 33,3 142 (ml) (kkal)
Putel 4 - 80 20 - - Putel 4 80 20 - - Nasi tim - 1300 48,75 36 195
Susu 250 250 10 2,7 47,8 Susu 250 250 10 2,7 47,8 Putel 4 80 20 - -
2x125 ml formula Susu 250 250 10 2,7 47,8
Parenteral 2000 400 hepar formula
D5% - - 25 2x125ml hepar
Total 2250 2030 gula pasir 2x125ml
75 41,7 239,8 (teh) 200 120 - - 30 gula pasir
(18,4%) (23%) (58,8%) Parenteral (teh) 400 240 - - 60
1,5g/kg D 5% 500 100 - - 25 biskuit 3 140 1 6 21
BB) Total 950 1750 74 36 244,8 keping
N:NPC: (16,9 %) (18,5%) (64,5%) Parenteral 500 100 - - 25
1: 111 D 5%
Total 1150 2110 79,75 44,7 348,8
(15,1%) (19%) (66,1%)
Imbang cairan: Imbang cairan:
Input 3450 ml, output 2580 ml. Imbang cairan Input 2750 ml, output 2580 ml. Imbang cairan positif Imbang cairan:
positif 870 ml/24 jam. Diuresis 0,9 ml/kg BB/jam 170 ml/24 jam. Diuresis 0,9 ml/kg BB/jam Input 2350 ml, output 2550 ml. Imbang cairan negatif
Terapi DPJP: 200 ml/24 jam. Diuresis 1 ml/kg BB/jam
Terapi DPJP: Bila GDS <50: bolus Dekstrose 40% 2 flacon
Drainasi asites Drainase asites 1000 ml/hari Bila GDS 50–100: bolus Dekstrose 40% 1 flacon Terapi DPJP:
Bila GDS <50: bolus Dekstrose 40% 2 flacon Drainase asites 1000 ml/hari Bila GDS <50: bolus Dekstrose 40% 2 flacon
Bila GDS 50–100: bolus Dekstrose 40% 1 flacon Bila GDS 50–100: bolus Dekstrose 40% 1 flacon
Drainase asites 1000 ml/hari
A Sindrom kanker kaheksia, hipermetabolisme sedang, Sindrom kanker kaheksia, hipermetabolisme sedang, Sindrom kanker kaheksia, hipermetabolisme sedang,
hipoglikemia berulang, karsinoma hepatoseluler hipoglikemia berulang, karsinoma hepatoseluler hipoglikemia berulang, karsinoma hepatoseluler
segmen 5–6 Child Pugh C. segmen 5–6 Child Pugh C. segmen 5–6 Child Pugh C.
P KEB 1293 kkal, KET 1950 kkal KEB 1293 kkal, KET 1950 kkal KEB 1293 kkal, KET 1950 kkal
Diberikan nutrisi 1900 kkal, protein 80 gram (1,6 g/ Diberikan nutrisi 1900 kkal, protein 80 gram (1,6 g/ kg Diberikan nutrisi 1900 kkal, protein 80 gram (1,6 g/ kg
kg BB) N:NPC 1:123 BB) N:NPC 1:123 BB) N:NPC 1:123

Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair Bentuk diet: diet lunak, diet cair Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair,
Jalur pemberian: oral, parenteral Jalur pemberian: oral, parenteral parenteral
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan Frekuensi: 3x makan besar, 3x selingan Jalur pemberian: oral
selingan, ekstra teh manis malam hari ekstra teh manis malam hari Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan
selingan, ekstra teh manis malam hari

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


65

Makronutrien: Makronutrien: Makronutrien:


Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12
B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium
kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65 pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65
mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg
1,5 mg Asam folat 1x400mcg Asam folat 1x400 mcg
Asam folat 1x400 mcg
Preskripsi diet: Preskripsi diet
Preskripsi diet: Vol E P (g) L (g) KH Vol E P (g) L (g) KH
Vol E P (g) L (g) KH (ml) (kkal) (g) (ml) (kkal) (g)
(ml) (kkal) (g) Nasi tim - 1300 49 36 195 Nasi tim - 1300 49 36 195
Nasi tim - 1300 49 36 195 (1500 asumsi (1500 asumsi
(1500 habis 80%) - habis 80%) -
asumsi habis - Putel 4 butir 80 20 - - Putel 4 butir 80 20 - -
80%) 80 20 - - Minyak Minyak
Putel 4 butir kelapa kelapa
Minyak
kelapa 5 41,5 - 5 - 5 41,5 - 5 -
5 41,5 - 5 - Susu formula 250 250 10 2,7 47,8 Susu formula 250 250 10 2,7 47,8
Susu 250 250 10 2,7 47,8 Diet hati Diet hati
formula 2x125 ml 2x125 ml
Diet hati Teh manis Teh manis
2x125 ml (gula 3 sdm) 200 (gula 3 sdm) 200
Teh manis 200 Dekstrose 5% 120 - - 30 Dekstrose 5% 120 - - 30
(gula 3 sdm) 120 - - 30 500 500
Dekstrose 500
5% 100 - - 25 100 - - 25
100 - - 25
Total 955 1891 79 43,7 297,8 Total 955 1891 79 43,7 297,8
Total 955 1891 79 43,7 297,8 16,7% (20,7%) (63%) 16,7% (20,7%) (63%)
16,7% (20,7%) (63%) (1,6 (1,6
(1,6 g/kg g/kg
g/kg BB) BB)
BB) 1: 125 1: 125
1: 125

Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital,
toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari) toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari) toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari)
- Kadar glukosa darah (tiap 6 jam) - Kadar glukosa darah (tiap 6 jam) - Kadar glukosa darah (tiap 6 jam)
- Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi tetap
Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi tetap diberikan sesuai KET. Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi tetap
diberikan sesuai KET. diberikan sesuai KET.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


66

20 Des 2013, Rabu (Hari ke-8) 21 Des 2013, Kamis (Hari ke-9)
S Dapat menghabiskan nasi dan lauk yang diberikan, tak ada Dapat menghabiskan nasi dan lauk, sayur yang diberikan.
mual, tak ada muntah. Rasa begah berkurang bila cairan Tidak ada mual dan muntah.
dikeluarkan.
O Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis
TD 120/80 mm Hg, nadi 80 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/70 mm Hg, nadi 84 kali/menit, suhu 36,5° C,
pernapasan 20 kali/menit pernapasan 20 kali/menit
Torak: iga gambang (+) Torak: iga gambang (+)
Abdomen: buncit, bising usus (+) normal, teraba massa di Abdomen: buncit, terpasang drain parasintesis pada regio
kuadran kanan atas, 15 cm bawah arkus kosta, tepi tumpul, abdomen kiri, bising usus (+) normal, teraba massa di kuadran
padat berbenjol-benjol, nyeri tekan (-), shifting dullnes (+). kanan atas, 15 cm bawah arkus kosta, tepi tumpul, padat
Lingkar perut 100 cm berbenjol-benjol, nyeri tekan (-), shifting dullnes (+). Lingkar
Ekstremitas: akral hangat, tidak ada edema, CRT <2 detik perut 99 cm
Kapasitas fungsional: ambulatory. Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik
Kapasitas fungsional: ambulatory
Pemeriksaan penunjang:
GDS jam 12: 64 mg/dL, jam 24: 57 mg/dL Pemeriksaan penunjang: GDS jam 6.00: 63 mg/dL, jam 12:
127 mg/dL
Hb 15,5 g/dL, Ht 46,8%, eritrosit 5,53x 10 6/L, laju endap darah
15 mm, PT 10,7 detik/APTT 30,2 detik, SGOT 50 U/L, SGPT
23 U/L, fosfatase alkali 86 U/L, albumin 4,84 g/dL, bilirubin
total 0,50 mg/dL, bilirubin direk 0,17 mg/dL, bilirubin indirek
0,33 mg/dL, ureum 15 mg/dL, kreatinin 0,9 mg/dL, Na/K/Cl:
140/3,93/ 100,8

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


67

Analisis asupan 24 jam Analisis asupan 24 jam


Vol E P (g) L (g) KH (g) Vol E P (g) L (g) KH (g)
(ml) (kkal) (ml) (kkal)
Nasi tim - 1300 48,75 36 195 Nasi tim - 1300 48,75 36 195
Putel 4 80 20 - - Putel 4 80 20 - -
Susu 250 250 10 2,7 47,8 Susu 250 250 10 2,7 47,8
formula formula
hepar hepar
2x125ml 2x125ml
gula pasir gula pasir
(teh) 200 120 - - 30 (teh) 400 240 - - 60
biskuit 3 140 1 6 21 biskuit 3 140 1 6 21
keping keping
Parenteral 500 100 - - 25
D 5% Total 650 2010 79,75 44,7 323,8
TOTAL 950 1990 79,75 44,7 378,8 (15,8%) (20%) (64,4%)
(16%) (20,2%) (67,9%)

Imbang cairan: Imbang cairan:


Input 2450 ml, output 2460 ml. Imbang cairan negatif 10 ml/24 Input 2150 ml, output 2460 ml. Imbang cairan negatif 310
jam. Diuresis 0,8 ml/kg BB ml/24 jam. Diuresis 0,8 ml/kg BB

Terapi DPJP: Terapi DPJP:


Drainase asites 1000 ml/hari Bila GDS <50: bolus Dekstrose 40% 2 flacon
Pro USG guided biopsi Bila GDS 50–100: bolus Dekstrose 40% 1 flacon
Bila GDS <50: bolus Dekstrose 40% 2 flacon Boleh pulang, drainase asites di rumah, 1000 ml/ hari
Bila GDS 50–100: bolus Dekstrose 40% 1 flacon
A Sindrom kanker kaheksia, hipermetabolisme sedang, Sindrom kanker kaheksia, hipermetabolisme sedang,
hipoglikemia berulang, karsinoma hepatoseluler segmen 5–6 hipoglikemia berulang, karsinoma hepatoseluler segmen 5–6
Child Pugh C. Child Pugh C.
P KEB 1293 kkal, KET 1950 kkal KEB 1293 kkal, KET 1950 kkal
Diberikan nutrisi 1900 kkal, protein 80 gram (1,6 g/ kg BB) Diberikan nutrisi 1900 kkal, protein 80 gram (1,6 g/ kg BB)
N:NPC 1:123 N:NPC 1:123

Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair
Jalur pemberian: oral Jalur pemberian: oral
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan selingan, Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan selingan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


68

ekstra teh manis malam hari ekstra teh manis malam hari

Makronutrien: Makronutrien:
Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 5 mcg, Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 5
vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium pantotenat 20 mg, mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium pantotenat
K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65 mg, mangan 1
2 mg, Seng 1,5 mg mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg
Asam folat 1 x400 mcg Asam folat 1x400 mcg

Preskripsi diet: Preskripsi diet:


Vol E P (g) L (g) KH Vol E P (g) L (g) KH
(ml) (kkal) (g) (ml) (kkal) (g)
Nasi tim - 1500 56 42 225 Nasi tim - 1500 56 42 225
(1500 asumsi - (1500 asumsi -
habis 100 %) habis 100 %)
Putel 3 butir 60 15 - - Putel 3 butir 60 15 - -
Minyak kelapa 41,5 5 Minyak kelapa 41,5 5
Susu formula 250 250 10 2,7 47,8 Susu formula 250 250 10 2,7 47,8
Diet hati Diet hati
2x125 ml 2x125 ml
Teh manis Teh manis
(gula 3 sdm) 180 - - 45 (gula 3 sdm) 180 - - 45

Total 950 2031, 81 49,7 317,8 Total 950 2031, 81 49,7 317,8
5 (16%) (22%) (63%) 5 (16%) (22%) (63%)
1,62 g/kg 1,62 g/kg
BB BB
1: 132 1: 132
Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, toleransi Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, toleransi
asupan, imbang cairan (setiap hari) asupan, imbang cairan (setiap hari)
- Kadar glukosa darah (tiap 6 jam) - Kadar glukosa darah (tiap 6 jam)

Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi tetap diberikan Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi tetap diberikan
sesuai KET. sesuai KET.
Diberikan edukasi untuk asupan nutrisi saat di rumah

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


69

Pemantauan pasien II (Tn. R) (Hari ke-3) pre-op (Hari ke-4) pre-op


(Hari ke-2) pre-op
S Tidak nafsu makan. menghabiskan nasi 3x1/2 porsi, Dapat menghabiskan nasi 3x1/2 porsi, lauk, sayur dan Dapat menghabiskan nasi, lauk, sayur dan susu
menghabiskan lauk, sayur dan susu 1 porsi. Pasien susu yang diberikan. Sudah BAB, 1x, konsistensi biasa. yang diberikan. Tak ada mual.
memilih nasi tim
O Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis
TD 110/80 mm Hg, nadi 88 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/80 mm Hg, nadi 84 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/90 mm Hg, nadi 80 kali/menit, suhu
pernapasan 20 kali/menit pernapasan 18 kali/menit afebris, pernafasan 20 kali/menit
Torak: iga gambang (-) Torak: iga gambang (-) Torak: iga gambang (-)
Abdomen: datar, BU (+) normal, supel, teraba massa Abdomen: datar, BU (+) normal, supel, teraba massa di Abdomen: datar, BU (+) normal, supel, teraba
di kuadran kanan atas, padat, tepi tumpul, nyeri tekan kuadran kanan atas, padat, tepi tumpul, nyeri tekan (-) massa di kuadran kanan atas, padat, tepi tumpul,
(+) Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik nyeri tekan (-)
Ekstremitas: akral hangat, tidak ada edema, CRT <2 Kapasitas fungsional: ambulatory Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik
detik Kapasitas fungsional: ambulatory
Kapasitas fungsional: ambulatory. Pemeriksaan penunjang:
KGDH jam 6: 160 mg/dL, jam 16: 126 mg/dL Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan penunjang: KGDH jam 6: 141 mg/dL, jam 11: 155 mg/dL,
KGDH jam 6: 100 mg/dL, jam 11: 150 mg/dL Analisis asupan 24 jam jam 16: 95 mg/dL
Vol E P (g) L (g) KH (g) Analisis asupan 24 jam
Analisis asupan 24 jam (ml) (kkal)
Nasi tim - 1200 50 33 184
Vol E P (g) L (g) KH (g) Vol E P (g) L (g) KH (g)
Diet hati - - -
(ml) (kkal) (ml) (kkal)
Putel 3
Nasi tim - 1200 50 33 184 Nasi tim - 1500 56,3 33 244
Susu 60 15
Diet hati - - - diet hati
formula 200 200 8 6,4 27,2
Putel 3
DM
Susu 60 15 Putel 4 80 20 - -
1x200 ml
formula 200 200 8 6,4 27,2 butir
DM Susu 200 200 8 6,4 27,2
Total
1x200 ml formula
200 1460 73 39,4 211,2
DM
(22,4 (20%) (24,3%) (57,8%)
Total 2x200 ml
kkal/kg 1,1g/kg
200 1460 73 39,4 211,2 Total 200 1780 84,3 39,4 271,2
BB) BB)
(22,4 (20%) (24,3%) (57,8%) 18,9% 19,9 (60,9%)
N:NPC:
kkal/kg 1,1g/kg (1,3g/kg %
1: 100
BB) BB) BB)
N:NPC: 1: 107
1: 100

Imbang cairan: Imbang cairan: Imbang cairan:


Input 1700 ml, output 1702 ml. Imbang cairan negatif Input 1900 ml, output 2054 ml. Imbang cairan negatif Input 2000 ml, output 1898 ml. Imbang cairan

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


70

2 ml/24 jam. Diuresis 0,8 ml/kg BB 154 ml/24 jam. Diuresis 0,9 ml/kg BB positif 102 ml/24 jam. Diuresis 0,8 ml/kg BB

Terapi DPJP:
Ultracet 3x1 tab, glikuidon 2x30 mg, Simvastatin
Terapi DPJP: Terapi DPJP: 1 x 10 mg.
Ultracet 3x1 tab, Glikuidon 2x30 mg, Simvastatin Ultracet 3x1 tab, glikuidon 2x30 mg, Simvastatin 1x10
1x10 mg mg
Periksa HbA1C, profil lipid, KGDH

A Berat badan lebih dengan riwayat penurunan berat Berat badan lebih dengan riwayat penurunan berat badan Berat badan lebih dengan riwayat penurunan berat
badan 15 kg selama 7 bulan, hipermetabolisme 15 kg selama 7 bulan, hipermetabolisme sedang, DM 2, badan 15 kg selama 7 bulan, hipermetabolisme
sedang, DM 2, hepatitis B, pada KHS segmen 3-4 hepatitis B, pada KHS segmen 3-4 pro laparotomi sedang, DM 2, hepatitis B, pada KHS segmen 3-4
pro laparotomi pro laparotomi
P KEB 1353 kkal, KET 2029 kkal KEB 1353 kkal, KET 2029 kkal KEB 1353 kkal, KET 2029 kkal
Nutrisi ditingkatkan 20%  1800 kkal, protein 85 g Diberikan nutrisi 1800 kkal, protein 85 g (1,3 g/ kg BB) Diberikan nutrisi sesuai KET (2029 kkal), protein
(1,3 g/ kg BB) N:NPC 1:108, lemak 25% (50 g), KH N:NPC 1:108 91 g (1,4 g/ kg BB) N:NPC 1:114
256 g
Bentuk diet: makanan lunak, diet cair Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair,
Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair Jalur pemberian: oral Jalur pemberian: oral
Jalur pemberian: oral Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan selingan. selingan.
selingan
Makronutrien: Makronutrien:
Makronutrien: Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 5 Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5
Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium mg, B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400
B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65 IU, kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg,
kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg Fe 12 mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2
mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng Asam folat 1 x400mcg mg, Seng 1,5 mg
1,5 mg Asam folat 1 x400 mcg
Asam folat 1 x400 mcg

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


71

Preskripsi diet: Preskripsi diet: Preskripsi diet


Vol E P (g) L (g) KH (g) Vol E P (g) L (g) KH (g) Vol E P (g) L (g) KH (g)
(ml) (kkal) (ml) (kkal) (ml) (kkal
Nasi tim - 1500 56,3 33 244 Nasi tim - 1500 56,3 33 244 )
Nasi - 1700 63,8 38 276
diet hati - diet hati -
tim diet -
(1500 (1500 hati
asumsi - - asumsi - - (1700 - -
habis habis asumsi
100%) 100%) habis
Putel 4 80 20 Putel 4 80 20 100%) 80 20
butir butir Putel 4
Susu 200 200 8 6,4 27,2 Susu 200 200 8 6,4 27,2 butir
Susu 200 200 8 6,4 27,2
formula formula
formula
DM DM DM
2x200 ml 2x200 ml 2x200
Total 200 1780 84,3 39,4 271,2 Total 200 1780 84,3 39,4 271,2 ml
18,9% 19,9% (60,9%) 18,9% 19,9% (60,9%) Total 200 1980 91,8 44,4 303,2
(1,3g/ (1,3g/ 18,5% 20% (61,2%)
kg kg (1,4g/kg
BB) BB) BB)
1: 110
1: 107 1: 107

Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, toleransi Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital,
toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari), kurva asupan, imbang cairan (setiap hari), kurva gula darah toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari),
gula darah harian harian kurva gula darah harian.
Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi ditingkatkan Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi tetap
ditingkatkan 10 – 20% hingga mencapai KET 10 – 20% hingga mencapai KET diberikan sesuai KET.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


72

(Hari ke-5) pre-op (Hari ke-6) pre-op


S Tidak ada keluhan, asupan makanan baik. Tak ada keluhan, asupan makanan baik
Menghabiskan nasi 2 ½ porsi, lauk dan sayur habis. Sudah BAB 1x, warna dan konsistensi biasa
Susu habis 1 porsi
O Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis
TD 110/80 mm Hg, nadi 84 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/80 mm Hg, nadi 80 kali/menit, suhu 36,5° C,
pernapasan 18 kali/menit pernapasan 18 kali/menit
Torak: iga gambang (-) Torak: iga gambang (-)
Abdomen: datar, BU (+) normal, supel, teraba massa Abdomen: datar, BU (+) normal, supel, teraba massa di
di kuadran kanan atas, padat, tepi tumpul, nyeri tekan kuadran kanan atas, padat, tepi tumpul, nyeri tekan (-)
(-) Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik
Ekstremitas: akral hangat, tidak ada edema, CRT <2 Kapasitas fungsional: ambulatory
detik
Kapasitas fungsional: ambulatory. Pemeriksaan penunjang:
KGHD jam 6: 110 mg/dL
Pemeriksaan penunjang:
KGHD jam 6: 123 mg/dL, jam 11: 150 mg/dL, jam Analisis asupan 24 jam
16: 168 mg/dL Vol E P (g) L (g) KH (g)
Analisis asupan 24 jam (ml) (kkal
)
Vol E P (g) L (g) KH (g)
Nasi - 1700 63,8 38 276
(ml) (kkal
tim diet -
)
hati
Nasi - 1700 63,8 38 276
Putel 4 80 20 - -
tim diet -
butir
hati
Susu 200 200 8 6,4 27,2
Putel 4 80 20 - -
formula
butir
DM
Susu 200 200 8 6,4 27,2
2x200
formula
ml
DM
Total 200 1980 91,8 44,4 303,2
2x200
18,5% 20% (61,2%)
ml
(1,4g/kg
Total 200 1980 91,8 44,4 303,2
BB)
18,5% 20% (61,2%)
1: 110
(1,4g/kg
BB)
1: 110
Imbang cairan:
Imbang cairan: Input 2200 ml, output 2210 ml. Imbang cairan negatif 10
Input 2000 ml, output 2054 ml. Imbang cairan negatif ml/24 jam. Diuresis 1 ml/kg BB
54 ml/24 jam. Diuresis 0,9 ml/kg BB

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


73

Terapi DPJP:
Terapi DPJP: Ultracet 3x1 tab, glikeridon 2x30 mg, Simvastatin 1x10
Ultracet 3x1 tab, glikeridon 2x30 mg, Simvastatin mg
1x10 mg Besok operasi
A Berat badan lebih dengan riwayat penurunan berat Berat badan lebih dengan riwayat penurunan berat badan
badan 15 kg selama 7 bulan, hipermetabolisme 15 kg selama 7 bulan, hipermetabolisme sedang, DM 2,
sedang, DM 2, hepatitis B, pada KHS segmen 3-4 hepatitis B, pada KHS segmen 3-4 pro laparotomi
pro laparotomi
P KEB 1353 kkal, KET 2029 kkal KEB 1353 kkal, KET 2029 kkal
Diberikan nutrisi sesuai KET (2029 kkal), protein 91 Diberikan nutrisi sesuai KET (2029 kkal), protein 91 g
g (1,4 g/ kg BB) N:NPC 1:114 (1,4 g/ kg BB) N:NPC 1:114

Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair, Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair,
Jalur pemberian: oral Jalur pemberian: oral
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan
selingan. selingan.

Makronutrien: Makronutrien:
Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 5
B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium
kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65
mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg, asam
1,5 mg, asam folat 1x400 mcg folat 1x400 mcg

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


74

Preskripsi diet: Preskripsi diet:


Vol E P (g) L (g) KH (g) Vol E (kkal) P (g) L (g) KH (g)
(ml) (kkal (ml)
) Nasi tim - 1700 63,8 38 276
Nasi - 1700 63,8 38 276 diet hati -
tim diet - (1700
hati asumsi - -
(1700 - - habis 100%)
asumsi Putel 4 butir
habis 80 20
100%) 80 20 Susu 200 200 8 6,4 27,2
Putel 4 formula
butir DM 2x200
Susu 200 200 8 6,4 27,2 ml
formula Total 200 1980 91,8 44,4 303,2
DM 18,5% 20% (61,2%)
2x200 (1,4g/kg
ml BB)
Total 200 1980 91,8 44,4 303,2 1: 110
18,5% 20% (61,2%)
Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, toleransi
toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari) asupan, imbang cairan (setiap hari)

Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi tetap Evaluasi: pemberian nutrisi disesuaikan keadaan umum
diberikan sesuai KET. dan keadaan klinis pasca operasi.

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


75

Pemantauan pasien III (Ny. S) (Hari ke-3) pre-op (Hari ke-4) pre-op
(Hari ke-2) pre-op
S Tidak nafsu makan. menghabiskan nasi 2 porsi, Dapat menghabiskan nasi 2 ½ porsi, lauk, sayur dan Dapat menghabiskan nasi, lauk, sayur dan susu
menghabiskan lauk, sayur dan susu 1 porsi. Pasien susu yang diberikan. yang diberikan. Tak ada mual. Sudah BAB 1x
memilih nasi tim konsistensi biasa
O Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis
TD 110/80 mm Hg, nadi 84 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/70 mm Hg, nadi 80 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/90 mm Hg, nadi 80 kali/menit, suhu
pernapasan 20 kali/menit pernapasan 18 kali/menit afebris, pernafasan 20 kali/menit
Torak: iga gambang (-) Torak: iga gambang (-) Torak: iga gambang (-)
Abdomen: datar, BU (+) normal, supel, teraba massa Abdomen: datar, BU (+) normal, supel, teraba massa di Abdomen: datar, BU (+) normal, supel, teraba
di kuadran kanan atas, padat, tepi tumpul, nyeri tekan kuadran kanan atas, padat, tepi tumpul, nyeri tekan (-) massa di kuadran kanan atas, padat, tepi tumpul,
(+) Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik nyeri tekan (-)
Ekstremitas: akral hangat, tidak ada edema, CRT <2 Kapasitas fungsional: ambulatory Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik
detik Kapasitas fungsional: ambulatory
Kapasitas fungsional: ambulatory. Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan penunjang: Analisis asupan 24 jam Analisis asupan 24 jam
Vol E P (g) L (g) KH (g) Vol E P (g) L KH (g)
Analisis asupan 24 jam (ml) (kkal) (ml) (kkal) (g)
Vol E P (g) L (g) KH (g) Nasi tim 1300 56,3 33 201 Nasi tim 1500 56,3 33 244
(ml) (kkal) diet hati diet hati
Nasi tim - 1200 50 33 184 Putel 2 Putel 2
Diet hati - - - butir 40 10 - butir 40 10 -
Putel 3 Susu 250 250 10 2,7 47,8 Susu 250 250 10 2,7 47,8
Susu 40 10
formula 250 250 10 2,7 47,8
formula formula
hati Hati Hati
2x125 ml 2x125 2x125
Total 250 1590 76,3 35,7 249 Total 250 1790 76,3 35,7 291,8
Total 19% 20% (63%) 17% 18% (65%)
250 1490 70 35,7 231,8
(31kka (18,8%) (21,5%) (62%)
l/kg 1,4g/kg
BB) BB) Imbang cairan:
N:NPC: Input 1900 ml, output 1800 ml. Imbang cairan
1: 108 Imbang cairan: positif 100 ml/24 jam. Diuresis 0,9 ml/kg BB
Input 2000 ml, output 1800 ml. Imbang cairan positif
Imbang cairan: 200 ml/24 jam. Diuresis 0,9 ml/kg BB
Input 1700 ml, output 1900 ml. Imbang cairan negatif
200 ml/24 jam. Diuresis 0,8 ml/kg BB

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


76

Terapi DPJP: Terapi DPJP: Terapi DPJP:  operasi


Lamivudin 1x1 tablet Lamivudin 1x1 tablet Lamivudin 1x1 tablet
A Berat badan normal berisiko malnutrisi, Berat badan normal berisiko malnutrisi, Berat badan normal berisiko malnutrisi,
hipermetabolisme sedang, karsinoma hepatoselular hipermetabolisme sedang, karsinoma hepatoselular hipermetabolisme sedang, karsinoma
segmen 5 dan 6 pro reseksi, hepatitis B segmen 5 dan 6 pro reseksi, hepatitis B hepatoselular segmen 5 dan 6 pro reseksi,
hepatitis B
P KEB 1185 kkal, KET 1750 kkal KEB 1185 kkal, KET 1750 kkal KEB 1185 kkal, KET 1750 kkal
Nutrisi diberikan 1500 kkal, protein 67 g (1,5 g/ kg Nutrisi diberikan sesuai KET (1700 kkal, protein 72 g, Nutrisi diberikan sesuai KET (1700 kkal, protein
BB) N:NPC 1:122, lemak 20% (33 g), KH 232 g lemak 38 g, Karbohidrat 268 g) 72 g, lemak 38 g, Karbohidrat 268 g)

Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair Bentuk diet: makanan lunak, diet cair Bentuk diet: makanan lunak, diet cair
Jalur pemberian: oral Jalur pemberian: oral Jalur pemberian: oral
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan
selingan selingan. selingan.

Makronutrien: Makronutrien: Makronutrien:


Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 5 Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5
B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium mg, B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400
kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65 IU, kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg,
mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg Fe 12 mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2
1,5 mg Asam folat 1 x400mcg mg, Seng 1,5 mg
Asam folat 1 x400 mcg Asam folat 1 x400mcg

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


77

Preskripsi diet: Preskripsi diet: Preskripsi diet:


Vol E P (g) L (g) KH (g) Vol E P (g) L (g) KH (g) Vol E P (g) L (g) KH (g)
(ml) (kkal) (ml) (kkal) (ml) (kkal)
Nasi tim - 1200 45 27 167 Nasi tim - 1500 56,3 33 244 Nasi tim - 1500 56,3 33 244
diet hati - diet hati - diet hati -
(1500 (1500 (1500
asumsi - - asumsi - - asumsi - -
habis habis habis
80%) 100%) 100%)
Putel 2 40 10 Putel 20 5 Putel 20 5
butir 1butir 1butir
Minyak Minyak Minyak
kelapa 41,5 5 kelapa 41,5 5 kelapa 41,5 5
Susu 250 250 10 2,7 47,8 Susu 250 250 10 2,7 47,8 Susu 250 250 10 2,7 47,8
formula formula formula
Hati Hati Hati
2x125 2x125 2x125
Total 250 1490 65 29,7 215 Total 250 1811 71,3 40,7 291,8 Total 250 1811 71,3 40,7 291,8
17% 20% (56%) 16% 20% (64%) 16% 20% (64%)
(1,48g (1,48g (1,48g
/kg /kg /kg
BB) BB) BB)
1:118 1: 133 1: 133
Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, toleransi Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital,
toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari), kurva asupan, imbang cairan (setiap hari), kurva gula darah toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari),
gula darah harian harian kurva gula darah harian.
Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi dilanjutkan Evaluasi: pemberian nutrisi akan dievaluasi
ditingkatkan 10 – 20% hingga mencapai KET sesuai keadaan klinis setelah operasi

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


78

Pemantauan pasien III (Ny. S) Pasca operasi H+5 Pasca operasi H+6
(Hari ke-8) pasca operasi H+4
S Tidak nafsu makan, mual bila minum susu sekaligus. Dapat menghabiskan nasi 2 ½ porsi, lauk, sayur dan Dapat menghabiskan nasi, lauk, sayur dan susu
susu yang diberikan. yang diberikan. Tak ada mual. Sudah BAB 1x
konsistensi biasa
O Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis
TD 120/70 mm Hg, nadi 84 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/70 mm Hg, nadi 80 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/90 mm Hg, nadi 80 kali/menit, suhu
pernapasan 20 kali/menit pernapasan 18 kali/menit afebris, pernafasan 20 kali/menit
Torak: iga gambang (-) Torak: iga gambang (-) Torak: iga gambang (-)
Abdomen: datar, BU (+) normal, tampak luka operasi Abdomen: Abdomen: datar, BU (+) normal, tampak Abdomen: datar, BU (+) normal, tampak luka
tertutup verban, rembesan tak ada luka operasi tertutup verban, rembesan tak ada operasi tertutup verban, rembesan tak ada
Ekstremitas: akral hangat, tidak ada edema, CRT <2 Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik
detik Kapasitas fungsional: ambulatory Kapasitas fungsional: ambulatory
Kapasitas fungsional: ambulatory.
Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan penunjang: Analisis asupan 24 jam
Analisis asupan 24 jam Vol E P (g) L (g) KH (g)
Analisis asupan 24 jam Vol E P (g) L (g) KH (g) (ml) (kkal)
Vol E P (g) L (g) KH (g) (ml) (kkal) Nasi tim - 1300 49 29 195
(ml) (kkal) Bubur - 1200 45 27 167 1500 -
Bubur - 600 8 10 80 1500 - asumsi
sumsum - - - asumsi habis 80% - -
Diet cair
habis 80% - -
rendah
Putel 3 60 15
lemak 250 250 10 2,7 47,8
aminoflui 210 210 15 37,5 Putel 2 40 10
d butir

Total 1060 63 31 165,3 Susu 250 250 10 2,7 47,8


Susu 250 250 10 2,7 47,8 formula
formula Hati
Hati 2x125
2x125 Total 250 1610 74 31,7 243
Total 250 1490 55 29,7 243 18% 18% (63%)
(1,6g/
kg
BB)
1:111

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


79

Imbang cairan: Imbang cairan: Imbang cairan:


Input 2200ml, output 2450 ml. Imbang cairan negatif Input 1450 ml, output 1700 ml. Imbang cairan negatif Input 1900 ml, output 1800 ml. Imbang cairan
250 ml/24 jam. 250 ml/24 jam. Diuresis 0,9 ml/kg BB positif 100 ml/24 jam. Diuresis 0,9 ml/kg BB

Terapi DPJP: Terapi DPJP: Terapi DPJP:  boleh pulang


Lamivudin 1x1 tablet Lamivudin 1x1 tablet Lamivudin 1x1 tablet
A Berat badan normal berisiko malnutrisi, Berat badan normal berisiko malnutrisi, Berat badan normal berisiko malnutrisi,
hipermetabolisme berat, pasca reseksi segmen 5, 6, 7 hipermetabolisme berat, pasca reseksi segmen 5, 6, 7 hipermetabolisme berat, pasca reseksi segmen 5,
H+4 H+5 6, 7 H+6
P KEB 1185 kkal, KET 1800 kkal KEB 1185 kkal, KET 1800 kkal KEB 1185 kkal, KET 1800 kkal
Nutrisi diberikan 1500 kkal, protein 65 g (1,5 g/ kg Nutrisi diberikan 1700 kkal, protein 77 g (1,6g/ kg BB) Nutrisi diberikan 1700 kkal, protein 77 g (1,6g/
BB) N:NPC 1:122, lemak 20% (35 g), KH 232 g N:NPC 1:113, lemak 20% (38 g), KH 263,5 g kg BB) N:NPC 1:113, lemak 20% (38 g), KH
263,5 g
Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair
Jalur pemberian: oral Jalur pemberian: oral Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan Jalur pemberian: oral
selingan selingan Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan
selingan
Makronutrien: Makronutrien:
Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 5 Makronutrien:
B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5
kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65 mg, B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400
mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg IU, kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg,
1,5 mg Asam folat 1 x400 mcg Fe 12 mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2
Asam folat 1 x400 mcg mg, Seng 1,5 mg
Asam folat 1 x400 mcg

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


80

Preskripsi diet: Preskripsi diet: Preskripsi diet:


Vol E P (g) L (g) KH (g) Vol E P (g) L (g) KH (g) Vol E P (g) L (g) KH (g)
(ml) (kkal) (ml) (kkal) (ml) (kkal)
Bubur - 1200 45 27 167 Nasi tim - 1300 49 29 195 Nasi tim - 1300 49 29 195
1500 - 1500 - 1500 -
asumsi asumsi asumsi
habis 80% - - habis 80% - - habis 80% - -

Putel 2 40 10 Putel 3 60 15 Putel 3 60 15


butir
Minyak
kelapa 41,5 Minyak 41,5 5 Minyak 41,5 5
5 kelapa kelapa
Susu 250 250 10 2,7 47,8 Susu 250 250 10 2,7 47,8 Susu 250 250 10 2,7 47,8
formula formula formula
Hati Hati Hati
2x125 2x125 2x125
Total 250 1531 65 34,7 243 Total 250 1652 74 37 243 Total 250 1652 74 37 243
17% 20% (63%) 19% 20% (63%) 19% 20% (63%)
(1,48g (1,6g/ (1,6g/
/kg kg kg
BB) BB) BB)
1:122 1:114 1:114
Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, toleransi Edukasi saat pulang
toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari), kurva asupan, imbang cairan (setiap hari), kurva gula darah
gula darah harian harian
Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi dilanjutkan
ditingkatkan 10 – 20% hingga mencapai KET

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


81

Pemantauan pasien IV(Tn. N) (Hari ke-3) pre-op (Hari ke-4) pre-op


(Hari ke-2) pre-op
S Tidak nafsu makan. menghabiskan nasi 2 porsi, Dapat menghabiskan nasi 3x1 porsi, lauk, sayur dan susu Dapat menghabiskan nasi, lauk, sayur dan susu
menghabiskan lauk, sayur dan susu 1 porsi. yang diberikan. Sudah BAB 1x, konsistensi biasa yang diberikan. Tak ada mual.
O Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis
TD 120/80 mm Hg, nadi 80 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/70 mm Hg, nadi 80 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/80 mm Hg, nadi 80 kali/menit, suhu
pernapasan 20 kali/menit pernapasan 18 kali/menit afebris, pernafasan 20 kali/menit
Torak: iga gambang (-) Torak: iga gambang (-) Torak: iga gambang (-)
Abdomen: datar, BU (+) normal, supel, teraba massa Abdomen: datar, BU (+) normal, supel, teraba massa di Abdomen: datar, BU (+) normal, supel, teraba
di kuadran kanan atas, padat, tepi tumpul, nyeri tekan kuadran kanan atas, padat, tepi tumpul, nyeri tekan (-) massa di kuadran kanan atas, padat, tepi tumpul,
(+) Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik nyeri tekan (-)
Ekstremitas: akral hangat, tidak ada edema, CRT <2 Kapasitas fungsional: ambulatory Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik
detik Kapasitas fungsional: ambulatory
Kapasitas fungsional: ambulatory. Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan penunjang: Analisis asupan 24 jam
Vol E P (g) L (g) KH (g) Analisis asupan 24 jam
Analisis asupan 24 jam (ml) (kkal) Vol E P (g) L (g) KH (g)
Vol E P (g) L (g) KH (g) Nasi tim - 1200 45 27 167 (ml) (kkal)
(ml) (kkal) diet hati - Nasi tim - 1200 45 27 167
Nasi tim - 1100 41 24 165 Putel 2 40 10 diet hati -
Diet hati - - - butir Putel 2 40 10
Susu
butir
formula
hati 250 250 10 2,7 47,8
2x125 ml Susu 250 250 10 2,7 47,8
formula Susu 250 250 10 2,7 47,8
Total 250 1350 51 26,7 213 Hati formula
(30kka (15%) 18% 63% 2x125 Hati
l/kg 1,3g/kg Total 250 1490 65 29,7 214,8 2x125
BB) BB) 17% 18% (58%) Total 250 1490 65 29,7 214,8
N:NPC:
(1,4g/ 17% 18% (58%)
1: 140
kg (1,4g/
BB) kg
Imbang cairan: 1:118 BB)
Input 1700 ml, output 1864 ml. Imbang cairan negatif 1:118
164 ml/24 jam. Diuresis 0,8 ml/kg BB
Imbang cairan: Imbang cairan:
Input 1800 ml, output 1900 ml. Imbang cairan negatif Input 2000 ml, output 1900 ml. Imbang cairan
100 ml/24 jam. Diuresis 0,9 ml/kg BB positif 100 ml/24 jam. Diuresis 0,9 ml/kg BB

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


82

Terapi DPJP: - Terapi DPJP: - Terapi DPJP:  operasi

A Berat badan normal berisiko malnutrisi, Berat badan normal berisiko malnutrisi, Berat badan normal berisiko malnutrisi,
hipermetabolisme sedang, karsinoma hepatoselular hipermetabolisme sedang, karsinoma hepatoselular hipermetabolisme sedang, karsinoma
segmen 6 pro reseksi segmen 6 pro reseksi hepatoselular segmen 6 pro reseksi
P KEB 987,4 kkal, KET 1400 kkal KEB 987,4 kkal, KET 1400 kkal KEB 987,4 kkal, KET 1400 kkal
Nutrisi diberikan 1500 kkal, protein 63 g (1,4 g/ kg Nutrisi diberikan 1500 kkal, protein 63 g (1,4 g/ kg BB) Nutrisi diberikan 1500 kkal, protein 63 g (1,4 g/
BB) N:NPC 1:114, lemak 20% (31 g), KH 217 g N:NPC 1:114, lemak 20% (31 g), KH 217 g kg BB) N:NPC 1:114, lemak 20% (31 g), KH 217
g
Bentuk diet: makanan biasa rendah lemak, diet cair Bentuk diet: makanan biasa rendah lemak, diet cair
Jalur pemberian: oral Jalur pemberian: oral Bentuk diet: makanan biasa rendah lemak, diet
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan cair
selingan selingan Jalur pemberian: oral
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan
Makronutrien: Makronutrien: selingan
Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 5
B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium Makronutrien:
kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65 Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5
mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg mg, B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400
1,5 mg Asam folat 1 x400 mcg IU, kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg,
Asam folat 1 x400 mcg Fe 12 mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2
mg, Seng 1,5 mg
Asam folat 1 x400 mcg

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


83

Preskripsi diet: Preskripsi diet: Preskripsi diet:


Vol E P (g) L (g) KH (g) Vol E P (g) L (g) KH (g) Vol E P (g) L (g) KH (g)
(ml) (kkal) (ml) (kkal) (ml) (kkal)
Nasi tim - 1200 45 27 167 Nasi tim - 1200 45 27 167 Nasi tim - 1200 45 27 167
diet hati - diet hati - diet hati -
(1500 (1500 (1500
asumsi - - asumsi - - asumsi - -
habis habis habis
80%) 80%) 80%)
Putel 2 40 10 Putel 2 40 10 Putel 2 40 10
butir butir butir
Minyak Minyak Minyak
kelapa 41,5 5 kelapa 41,5 5 kelapa 41,5 5
Susu 250 250 10 2,7 47,8 Susu 250 250 10 2,7 47,8 Susu 250 250 10 2,7 47,8
formula formula formula
Hati Hati Hati
2x125 2x125 2x125
Total 250 1531 65 34,7 214,8 Total 250 1531 65 34,7 214,8 Total 250 1531 65 34,7 214,8
16% 20% (56%) 16% 20% (56%) 16% 20% (56%)
(1,4g/ (1,4g/ (1,4g/
kg kg kg
BB) BB) BB)
1:122 1:122 1:122
Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, toleransi Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital,
toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari), kurva asupan, imbang cairan (setiap hari), kurva gula darah toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari),
gula darah harian harian kurva gula darah harian.
Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi dilanjutkan Evaluasi: pemberian nutrisi akan dievaluasi
dilanjutkan sesuai keadaan klinis setelah operasi

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


84

Pemantauan pasien IV(Tn. N) Pasca op H+5 Pasca op H+6


pasca operasi H+4
S Nyeri pada luka operasi, mual. Dapat menghabiskan bubur dan susu. Dapat menghabiskan bubur dan susu yang
diberikan. Tak ada mual. Sudah BAB 1x
konsistensi biasa
O Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis Tampak sakit sedang, kompos mentis
TD 120/80mm Hg, nadi 84 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/70 mm Hg, nadi 80 kali/menit, suhu 36,5° C, TD 120/90 mm Hg, nadi 80 kali/menit, suhu
pernapasan 20 kali/menit pernapasan 18 kali/menit afebris, pernafasan 20 kali/menit
Torak: iga gambang (-) Torak: iga gambang (-) Torak: iga gambang (-)
Abdomen: datar, BU (+) normal, tampak luka operasi Abdomen: datar, BU (+) normal, tampak luka operasi Abdomen: datar, BU (+) normal, luka tertutup
tertutup verban, rembesan tak ada tertutup verban ,rembesan tak ada verban, rembesan tak ada
Ekstremitas: akral hangat, tidak ada edema, CRT <2 Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik Ekstremitas: tidak ada edema, CRT <2 detik
detik Kapasitas fungsional: ambulatory Kapasitas fungsional: ambulatory
Kapasitas fungsional: ambulatory.
Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan penunjang: Analisis asupan 24 jam
Analisis asupan 24 jam Vol E P (g) L (g) KH (g)
Analisis asupan 24 jam Vol E P (g) L (g) KH (g) (ml) (kkal)
Vol E P (g) L (g) KH (g) (ml) (kkal) bubur - 1200 45 27 195
(ml) (kkal) Bubur - 900 12 15 120 1500 -
Bubur - 200 4 5 40 sumsum - asumsi
sumsum - - - Putel 4 habis 80%
Diet cair Putel 3 60 15
butir 80 20
rendah
lemak 250 250 10 2,7 47,8
aminoflui 210 210 15 37,5
d
Susu 250 250 10 2,7 47,8 Susu 250 250 10 2,7 47,8
Total 760 29 12,7 g 125,3 formula formula
(15%) (15%) (65%) Hati Hati
2x125 2x125
Total 250 1230 42 17,7 167,8 Total 250 1510 70 34,7 243
14% 13% (54%) 18% 20% (65%)
(0,9g/ (1,5g/
kg kg
BB) BB)
1:183 1:109

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


85

Imbang cairan: Imbang cairan: Imbang cairan:


Input 2200ml, output 2450 ml. Imbang cairan negatif Input 1450 ml, output 1700 ml. Imbang cairan negatif Input 1900 ml, output 1800 ml. Imbang cairan
250 ml/24 jam. 250 ml/24 jam. Diuresis 0,9 ml/kg BB positif 100 ml/24 jam. Diuresis 0,9 ml/kg BB

Terapi DPJP: Terapi DPJP: Terapi DPJP: Cefiixim 2x200 mg, omeprazole
Cefiixim 2x200 mg, omeprazole 2x20 mg Cefiixim 2x200 mg, omeprazole 2x20 mg 2x20 mg  boleh pulang
A Berat badan normal berisiko malnutrisi, Berat badan normal berisiko malnutrisi, Berat badan normal berisiko malnutrisi,
hipermetabolisme berat, pasca reseksi segmen 6 H+4 hipermetabolisme berat, pasca reseksi segmen 6 H+5 hipermetabolisme berat, pasca reseksi segmen 6
H+6
P KEB 987,4 kkal, KET 1500kkal KEB 987,4 kkal, KET 1500 kkal KEB 987,4 kkal, KET 1500 kkal
Nutrisi diberikan 1000 kkal, protein 50 g (1,1g/ kg Nutrisi diberikan 1500 kkal, protein 68 g (1,5g/ kg BB) Nutrisi diberikan 1500 kkal, protein 68 g (1,5g/
BB) N:NPC 1:100, lemak 20% (22 g), KH 155 g N:NPC 1:113, lemak 20% (33 g), KH 232 g kg BB) N:NPC 1:113, lemak 20% (33 g), KH 232
g
Bentuk diet: bubur sumsum, diet cair Bentuk diet: makanan lunak (bubur), diet cair
Jalur pemberian: oral Jalur pemberian: oral Bentuk diet: makanan lunak (nasi tim), diet cair
Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan Jalur pemberian: oral
selingan selingan Frekuensi: 3 kali makanan utama, 3 kali makanan
selingan
Makronutrien: Makronutrien:
Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5 mg, B12 5 Makronutrien:
B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400 IU, kalsium Vitamin A 10.000 IU, B1 10 mg, B2 10mg, B6 5
kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65 mg, B12 5 mcg, vitamin C 200 mg, vitamin D 400
mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng mg, mangan 1 mg, tembaga 2 mg, Seng 1,5 mg IU, kalsium pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg,
1,5 mg Asam folat 1 x400 mcg Fe 12 mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg, tembaga 2
Asam folat 1 x400 mcg mg, Seng 1,5 mg
Asam folat 1 x400 mcg

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


86

Preskripsi diet: Preskripsi diet: Preskripsi diet:


Vol E P (g) L (g) KH (g) Vol E P (g) L (g) KH (g) Vol E P (g) L (g) KH (g)
(ml) (kkal) (ml) (kkal) (ml) (kkal)
Bubur - 600 8 10 80 bubur - 1200 45 27 195 Nasi tim - 1300 49 29 195
sumsum - 1500 - 1500 -
asumsi asumsi asumsi
habis 80% - - habis 80% - - habis 80% - -

Putel 4 80 20 Putel 3 60 15 Putel 3 60 15


butir
Minyak
kelapa 83 10 Minyak 41,5 5 Minyak 41,5 5
Susu 250 250 10 2,7 47,8 kelapa kelapa
formula Susu 250 250 10 2,7 47,8 Susu 250 250 10 2,7 47,8
Hati formula formula
2x125 Hati Hati
Total 250 1013 38 22,7 128 2x125 2x125
15% 20% (63%) Total 250 1492 70 34,7 243 Total 250 1652 74 37 243
(0,8g/ 18% 20% (65%) 19% 20% (63%)
kg (1,5g/ (1,6g/
BB) kg kg
1:142 BB) BB)
1:108 1:114
Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, Monitoring: keadaan umum, klinis, tanda vital, toleransi Edukasi pasien saat pulang
toleransi asupan, imbang cairan (setiap hari), kurva asupan, imbang cairan (setiap hari), kurva gula darah
gula darah harian harian
Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi Evaluasi: jika toleransi asupan baik, nutrisi ditingkatkan
ditingkatkan 10 – 20% hingga mencapai KET mencapai KET

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


87

Universitas Indonesia

Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014


60

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : dr. Paulina Toding, M.Gizi


Tempat dan tanggal lahir : Pekanbaru, 21 Agustus 1971
Agama : Kristen Protestan
Status perkawinan : Menikah
Riwayat pendidikan : Lulus Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Indonesia tahun 1997
Lulus S2 Ilmu Gizi Klinik Universitas Indonesia
tahun 2011.
Riwayat pekerjaan : PTT Puskesmas Sedayu I Bantul-DIY, tahun
1998-2001
Organisasi : Anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Anggota Perhimpunan Dokter Gizi Medik
Indonesia (PDGMI)

87 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai