Oleh:
EKA ROZIKA
NIM. 201820461011114
2019
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.S 56 Tahun dengan CA OVARIUM +
ANEMIA+TROMBOSITOPENIA PRO KEMOTERAPI
DI RUANG 09 RSUD Dr. SAIFUL ANWAR KOTA MALANG
EKA ROZIKA
NIM. 201820461011114
b. Histologi Ovarium
Ovarium melekat pada ligamentum latum uteri melalui
mesovarium (lipatan peritoneum) dan bagian lainnya melalui
ligamentum ovarii propium (dinding uterus). Permukaan ovarium
dilapisi oleh satu lapisan sel, yaitu epitel germinal dan dibawahnya
terdapat jaringan ikat tunika albuginea. Lapisan berikutnya terdapat
korteks yang cukup tebal dan medulla yang banyak terdapat
pembuluh darah. Korteks dan medulla tidak memiliki batas yang
jelas dan kedua bagian ini tampak menyatu. Ovarium memiliki
korpus luteum yang berasal dari folikel yang mengalami ovulasi
dan korpus albikans saat korpus luteum berdegenerasi. Dalam
tahap perkembangan (primordial, primer, sekunder, dan matur),
folikel ovarium mengalami proses degenerasi yang disebut atresia
dan sel degeneratif atretik ini kemudian akan dimakan oleh
makrofag. Atresia folikel terjadi sebelum lahir dan akan berlanjut
ketika seorang wanita memasuki masa subur (diFiore, 2010).
c. Fisiologi Ovarium
Ovarium mempunyai dua fungsi utama sebagai organ penghasil
ovum dan mengeluarkan hormon seks wanita, estrogen dan
progesteron. Hormon estrogen dan progesteron berperan untuk
mendorong fertilisasi ovum dan mempersiapkan sistem reproduksi
wanita untuk kehamilan. Estrogen berperan untuk pematangan dan
pemeliharaan sistem reproduksi wanita dan membentuk
karakteristik sekunder wanita. Sementara progesteron berperan
dalam mempersiapkan lingkungan yang sesuai untuk memelihara
embrio dan kemudian janin serta berperan dalam kemampuan
payudara untuk menghasilkan susu (Sherwood, 2013).
1. Usia
Kanker ovarium jarang ditemukan pada wanita yang memiliki
usia <40 tahun. Angka kejadian meningkat dengan makin
bertambahnya usia. Diperkirakan dari 15-16 per 100.000 orang
pada usia 40-44 tahun meningkat menjadi 57 per 100.000 orang
pada usia 70-74 tahun (Prawirohardjo, 2010).
2. Jumlah paritas
Jumlah kelahiran janin hidup di luar rahim menentukan
penurunan risiko terjadinya kanker ovarium. Penurunan risiko
kasus ovarium lebih tinggi setelah kelahiran pertama
dibandingkan kelahiran berikutnya, akan tetapi penelitian
lainnya menunjukkan terjadi perlindungan terhadap kanker
ovarium setelah kelahiran kedua. Penelitian terhadap paritas dan
pemberian Air Susu Ibu (ASI) dapat mencegah terjadinya
Ephitelial Ovarian Carcinoma (EOC). Penurunan risiko EOC
hampir sekitar 30% pada kelahiran pertama, meningkat kembali
pada kelahiran kedua, dan sedikit meningkat pada kelahiran
ketiga (Sung et al., 2016). Wanita yang memiliki anak memiliki
faktor risiko 29% lebih rendah bila dibandingkan dengan wanita
nulipara dan semakin angka penurunan risiko tersebut semakin
meningkat setiap kehamilan selanjutnya (Tsilidis.etal.,2011).
4. Usia Menarche
Insidensi kanker ovarium pada penelitian di RSUP Haji Adam
Malik pada tahun 2008-2011 didapatkan angka yang tinggi pada
kelompok usia menarche 12-14 tahun, yaitu 176 orang dengan
persentase 52,2% (Johari & Siregar 2011).
5. Kontrasepsi hormonal
Pil kontrasepsi oral memiliki hubungan terhadap penurunan
faktor risiko kanker ovarium.Wanita yang pernah menggunakan
kontrasepsi oral memiliki faktor risiko yang lebih rendah
dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakannya
Durasi penggunaan kontrasepsi oral yang lama juga
berhubungan terhadap penurunan faktor risiko kanker ovarium.
Penggunaan kontrasepsi oral lebih dari 10 tahun memiliki 45%
faktor risiko yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
penggunaan kurang dari 1 tahun (Tsilidis et al., 2011).
6. Obat fertilitas
Penetapan hubungan antara obat-obat fertilitas dengan risiko
kanker ovarium sangatlah kompleks karena infertilitas saja
sudah dapat meningkatkan risiko kanker. Wanita yang
mengkonsumsi obat fertilitas menunjukkan risiko yang tinggi
akibat kondisi infertil. Berdasarkan tiga studi meta-analisis
besar, dua diantaranya tidak menunjukkan perbedaan risiko
kanker ovarium antara wanita infetil yang diberikan terapi
dengan wanita infertil yang tidak diberikan terapi (Tomao et al.,
2014).
5. PATHWAY CA OVARIUM
Mutagen, makanan,
wanita mandul, Inkusi epitel stroma Kista
primipara tua > 45
tahun, genetik
Rangsangan hormone
estrogen meningkat
Proliferasi kista
Peristaltic menurun
6. MANIFESTASI KLINIS
b. Hipotesis androgen
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
c. Serum HCG
d. Alfa fetoprotein
g. Laparatomi
i. Pemeriksaan panggul
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Pembedahan
1) Insisi media
6) Histerektomi totalis
7) Omentektomi totalis
b. Kemoterapi
LAPORAN PENDAHULUAN
ANEMIA
A. Definisi Anemia
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan/atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratories, anemia dijabarkan sebagai
penurunan kadar hemoglobin serta hitung eritrosit dan hematokrit di bawah
normal.
Untuk memenuhi definisi anemia, maka perlu ditetapkan batas
hemoglobin atau hematokrit yang dianggap sudah terjadi anemia. Batas
tersebut sangat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan ketinggian tempat
tinggal dari permukaan laut. Batasan umum yang digunakan adalah kriteria
WHO pada tahun 1968. Dinyatakan sebagai anemia bila terdapat nilai dengan
kriteria sebagai berikut :
Laki-laki dewasa Hb <13 gr/dL
Perempuan dewasa tidak hamil Hb <12 gr/dL
Perempuan hamil Hb <11 gr/dL
Anak usia 6-14 tahun Hb <12 gr/dL
Anak usia 6 bulan-6 tahun Hb <11 gr/dL
Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada
umumnya dinyatakn anemia bila tedapat nilai sebagai berikut :
Hb <10 gr/dL
Hematokrit <30%
Eritrosit <2,8 juta/mm3
(Handayani & Haribowo, 2008)
B. Epidemiologi Anemia
Perkiraan prevalensi anemia di Indonesia menurut Husaini, dkk. tergambar
dalam tabel di bawah ini :
Kelompok Populasi Angka Prevalensi
Hamil 50-70%
C. Derajat Anemia
Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang
umum dipakai adalah sebagai berikut :
- Ringan sekali Hb 10 gr/dL-13 gr/dL
- Ringan Hb 8 gr/dL-9,9 gr/dL
- Sedang Hb 6 gr/dL-7,9 gr/dL
- Berat Hb <6 gr/dL
(Handayani & Haribowo, 2008)
2. Anemia Pernisiosa
Kekurangan vitamin B12 bisa disebabkan oleh factor intrinsic dan factor
ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12 akibat factor intrinsic terjadi karena gangguan
absorpsi vitamin yang merupakan penyakit herediter autoimun, sehingga pada
pasien mungkin dijumpai penyakit-penyakit autoimun lainnya. Kekurangan
vitamin B12 karena factor intrinsic ini tidak dijumpai di Indonesia. Yang lebih
sering dijumpai di Indonesia adalah penyebab intrinsic karena kekurangan
masukan vitamin B12 dengan gejala-gejala yang tidak berat. Didapatkan adanya
anoreksia, diare, lidah yang licin, dan pucat. Terjadi gangguan neurologis, seperti
gangguan keseimbangan.
Penatalaksanaan :
Pemberian vitamin B12 1.000 mg/hari secara intramuscular selama 5-7 hari, 1
kali tiap bulan.
5. Anemia Aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel
darah. Penyebabnya bisa karena kemoterapi, radioterapi, toksin, seperti benzen,
toluen, insektisida, obat-obat seperti kloramfenikol, sulfonamide, analgesik
( pirazolon ), antiepileptik ( hidantoin ), dan sulfonilurea. Pasien tampak pucat,
lemah, mungkin timbul demam dan perdarahan.
Penatalaksanaan :
· Transfusi darah, sebaiknya diberikan transfusi darah merah. Bila diperlukan
trombosit, berikan darah segar atau platelet concentrate.
· Atasi komplikasi ( infeksi ) dengan antibiotik. Higiene yang baik perlu
untuk mencegah timbulnya infeksi.
· Kortikosteroid, dosis rendah mungkin bermanfaat pada perdarahan akibat
trombositopenia berat.
· Androgen, seperti fluokrimesteron, testosteron, metandrostenolon, dan
nondrolon. Efek samping yang mungkin terjadi, virilisasi, retensi air dan garam,
perubahan hati, dan amenore.
· Imunosupresif, seperti siklosporin, globulin antitimosit. Champlin, dkk
menyarankan penggunaannya pada pasien > 40 tahun yang tidak menjalani
transplantasi sumsum tulang dan pada pasien yang telah mendapat transfusi
berulang.
· Transplantasi sumsum tulang.
6. Anemia Hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah ( normal 120
hari ), baik sementara atau terus-menerus. Anemia terjadi hanya bila sumsum
tulang telah tidak mampu mengatasinya karena usia sel darah merah sangat
pendek, atau bila kemampuannya terganggu oleh sebab lain. Tanda-tanda
hemolisis antara lain ikterus dan splenomegali.
Etiologi anemia hemolitik dibagi sebagai berikut :
· Intrinsik : kelainan membrane, kelainan glikolisis, kelainan enzim, dan
hemoglobinopati.
· Ekstrinsik : gangguan sistem imun, mikroangiopati, infeksi ( akibat
plasmodium, klostridium, borrelia ), hipersplenisme, dan luka bakar.
Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila karena
reaksi toksik-imunologik, yang dapat diberikan adalah kortikosteroid
( prednisone, prednisolon ), kalau perlu dilakukan splenektomi. Apabila keduanya
tidak berhasil, dapat diberikan obat-obat sitostatik, seperti klorambusil dan
siklofosfamid.
LAPORAN PENDAHULUAN
TROMBOSITOPENIA
A. Definisi
Trombositopenia adalah istilah medis yang digunakan untuk
penurunan jumlah platelet dalam darah di bawah batas minimal. Takaran
normal platelet adalah 150.000 hingga 450.000 per mikroliter. Platelet yang
sering juga disebut trombosit memiliki fungsi penting dalam tubuh manusia,
yaitu untuk membantu proses pembekuan darah. Ini supaya pendarahan
berlebihan tidak terjadi.
Trombositopenia bisa dialami oleh anak-anak maupun orang dewasa
dan akan menyebabkan penderitanya lebih rentan mengalami pendarahan.
Meski jarang terjadi, trombositopenia yang tidak ditangani dapat memicu
pendarahan dalam yang bahkan bisa berakibat fatal. Terutama jika jumlah
platelet penderita berada di bawah angka 10.000 per mikroliter.
Trombositopenia merupakan suatu kondisi dimana terjadi
kekurangan jumlah trombosit yang merupakan bagain dari pembekuan
darah. Trombositopenia juga didefinisikan jika jumlah trombosit kurang dari
100.000/mm3 dalam sirkulasi darah. Darah biasanya mengandung sekitar
150.000-350.000 trombosit/mL. Jika jumlah trombosit kurang dari
30.000/mL. bisa terjadi perdarahan abnormal meskipun biasanya baru
timbul jika jumlah trombosit mencapai kurang dari 10.000/mL.
B. Etiologi
Banyak hal yang dapat melatarbelakangi terjadinya trombositopenia.
Pada kondisi normal, sumsum tulang akan memproduksi dan menggantikan
platelet yang sudah rusak. Tetapi jika mengalami trombositopenia, jumlah
platelet dalam darah penderita tidak mencukupi angka yang seharusnya.
Kekurangan ini dapat disebabkan oleh produksi platelet yang menurun atau
proses hancurnya platelet lebih cepat dari proses produksi. Kondisi ini dapat
dipicu oleh beberapa faktor yang meliputi:
Penyakit tertentu, seperti kanker darah, limfoma, atau purpura
trombositopenik trombotik.
Kelainan darah, contohnya anemia aplastik.
Konsumsi alkohol yang berlebihan.
Proses kemoterapi atau radioterapi.
Infeksi virus, seperti HIV, cacar air, dan hepatitis C.
Infeksi bakteri dalam darah.
Obat-obatan tertentu, misalnya heparin, kina, atau obat
antikonvulsan.
Kondisi autoimun, contohnya lupus.
Trombositopenia juga dapat muncul ketika banyak platelet yang
terperangkap dalam limfa yang membengkak. Ini bisa terjadi pada seorang
wanita selama masa kehamilan. Tetapi kondisi ini akan berangsur-angsur
membaik setelah wanita tersebut melahirkan
C. Epidemiologi
Platelet normal dianggap dalam kisaran 150,000-450,000 per kubik
milimeter (mm 3) darah bagi sebagian besar orang yang sehat. Oleh karena
itu salah satu dapat dianggap thrombocytopenic di bawah rentang tersebut,
meskipun ambang batas untuk diagnosis trombositopenis tidak terikat ke
nomor tertentu.
Insiden trombositopenia diperkirakan kasus baru 50-100 per juta
per tahun, dengan anak-anak akuntansi selama setengah dari jumlah itu.
Setidak-tidaknya 70 persen dari kasus-kasus masa kanak-kanak akan
berakhir di dalam enam bulan pengampunan, apakah diperlakukan atau
tidak. [2] [3] [4] Selain itu, sepertiga dari kasus-kasus kronis yang tersisa
dikirimkan selama masa tindak lanjut pengamatan, dan sepertiga lagi hanya
berakhir dengan trombositopenia ringan (didefinisikan sebagai jumlah
platelet di atas 50.000)
D. Patofisiologi
E. Manifestasi Klinis
Lelah
Adanya darah pada urine dan tinja
Memar-memar pada tubuh
Bintik-bintik merah keunguan pada kulit
Pembengkakan limpa
Sakit kuning
Perdarahan cerebral terjadi 1-5% pada ITP
Perdarahan Gastrointestinal
Menstruasi banyak
Adanya petekhie pada ekstermitas dan tubuh
Perdarahan pada mukosa, mulut, hidung, dan gusi
Muntah darah dan batuk darah
F. Faktor Resiko
Sistem kekebalan tubuh yang salah dan akibatnya menyerang trombosit
dan menganggapnya sebagai unsur asing yang berasal dari luar tubuh
Wanita lebih cenderung terkena trombositopenia daripada pria
Kebanyakan anak yang menderita trombositopenia mengalaminya setelah
terinfeksi virus tertentu, misalnya campak
G. Komplikasi
a. Syok hipovolemik
b.Penurunan curah jantung
c. Purpura
d. Ekimosis
e. Petekie
H. Pemeriksaan Doagnostik
Pemeriksaan darah lengkap. Sel darah putih dan merah normal. Trombosit
menurun di bawah 100.000 mm3, sering sampai kurang dari 20.000 mm3.
Bleeding Time memanjang dengan waktu pembekuan normal.
Pemeriksaan BMP (Bone Marrow Pungion), menunjukan meningkatnyan
megakariositik
Penurunan produksi trombosit dibuktikan dnegan aspirasi dan biopsy
sumsum tulang, dijumpaipada segala kondisi yang mengganggu atau
menghambat fungsi sumsum tulang. Kondisi ini meliputi anemia aplastic,
mielofinrosis (penggantian unsur-unsur sumsum tulang dnegan jaringan
fibrosa), leukemia akut, dan karsinoma metastik lain yang mengganti
unsur-unsur sumsum tulang.
I. Penatalaksanaan Medis
1. Menjaga jumlah trombosit dapat di tingkatkan, mencegah
terjadinya perdarahan.
2. Pemberian kortikosteroid seperti Prednison.
3. Pemberian immune Globulin, kombinasi dengan plasmapheresis.
4. Splenektomi
5. Mengatasi infeksi
6. Tranfusi trombosit.
7. Kortikosteroid. Obat ini berfungsi meningkatkan jumlah trombosit
dengan cara menekan sistem kekebalan tubuh. Konsumsi obat bisa
dihentikan ketika jumlah trombosit kembali normal, tapi ikuti saran
dokter ketika harus menghentikan konsumsi obat ini. Obat ini
sebaiknya tidak dikonsumsi untuk jangka panjang. Efek samping obat
ini adalah berat badan bertambah, kadar gula darah tinggi, dan
osteoporosis.
8. Thrombopoietin receptor agonist. Obat ini berfungsi meningkatkan
produksi trombosit oleh sumsum tulang.
9. Intravenous immune globulin (IVIG). Obat ini berfungsi untuk
meningkatkan jumlah sel darah sebelum operasi dan menghentikan
pendarahan kritis.
10. Terapi biologis. Contoh obat biologis adalah rituximab. Obat ini
diberikan jika kortikosteroid tidak dapat membantu. Obat ini
berfungsi untuk mengurangi aktivitas sistem kekebalan tubuh.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
b. Riwayat penyakit
1) Keluhan utama
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
1) Pemeriksan darah lengkap
2) Pemeriksaan kimia darah
3) Serum HCG
4) Alfa fetoprotein
5) Analisa air kemih
6) Pemeriksaan saluran pencernaan
7) Laparatomi
8) CT scan atau MRI perut.
9) Pemeriksaan panggul. Selama pemeriksaan panggul, dokter dengan
hati-hati memeriksa bagian luar alat kelamin terkena (vulva), dan
kemudian memasukkan dua jari dari satu tangan ke dalam vagina
dan sekaligus menekan sisi lain di perut untuk merasakan rahim
dan ovarium. Pemeriksaan ini menggunakan sebuah alat yang
disebut spekulum yang dimasukkan ke dalam vagina. Spekulum
vagina terbuka sehingga dokter secara visual dapat memeriksa
vagina dan leher rahim untuk kelainan.
10) USG menggunakan frekuensi tinggi gelombang suara untuk
menghasilkan gambar dari bagian dalam tubuh. USG membantu
dokter menyelidiki ukuran, bentuk dan konfigurasi ovarium. Untuk
membuat gambar dari ovarium, dokter mungkin memasukkan
penyelidikan USG ke dalam vagina Anda. Prosedur ini disebut
USG transvaginal. Pencitraan USG dapat membuat gambar dari
struktur dekat ovarium, seperti rahim anda.
11) Pembedahan untuk mengangkat contoh jaringan untuk pengujian.
Jika tes lain menyarankan mungkin memiliki kanker ovarium,
dokter dapat merekomendasikan operasi untuk mengkonfirmasi
diagnosis. Selama operasi, seorang ahli onkologi ginekologi
membuat sayatan di perut dan mengesplorasi rongga perut untuk
mendeteksi adanya kanker. Ahli bedah dapat mengumpulkan
sampel cairan perut dan menghapus ovarium untuk pemeriksaan
oleh seorang ahli patologi. Jika kanker ditemukan, ahli bedah
segera mungkin mulai operasi untuk menghapus sebanyak
mungkin kanker. Dalam beberapa kasus, ahli bedah dapat membuat
beberapa sayatan kecil di perut Anda dan masukkan alat-alat bedah
khusus dan sebuah kamera kecil, sehingga prosedur tidak akan
memerlukan sayatan yang lebih besar.
12) CA 125 tes darah. CA 125 adalah protein yang ditemukan pada
permukaan sel kanker ovarium dan beberapa jaringan sehat.
Banyak wanita dengan kanker ovarium memiliki tingkat abnormal
tinggi CA 125 dalam darah mereka. Namun, sejumlah kondisi non-
kanker juga menyebabkan peningkatan kadar CA 125, dan banyak
perempuan dengan stadium awal kanker ovarium yang normal
memiliki kadar CA 125. Untuk alasan ini, tes CA 125 tidak
biasanya digunakan untuk mendiagnosa atau ke layar untuk kanker
ovarium, tetapi dapat digunakan untuk memantau bagaimana
perawatan Anda maju.
3. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan - Comfort level Pain Management
dengan penekanan - Pain control 1. Lak
perut bagian bawah - Pain level ukan pengkajian nyeri
akibat kanker Setelah dilakukan secara komprehensif
metastasis tindakan keperawatan termasuk lokasi,
selama …. nyeri akut karakteristik, durasi,
pasien berkurang dengan frekuensi, kualitas dan
kriteria hasil: faktor presipitasi
2. Kon
1. Tidak ada gangguan
tidur trol lingkungan yang
2. Tidak ada gangguan dapat mempengaruhi
konsentrasi nyeri seperti suhu
3. Tidak ada gangguan ruangan, pencahayaan dan
hubungan kebisingan
interpersonal 3. Ajar
4. Tidak ada ekspresi kan tentang teknik non
menahan nyeri dan farmakologi: napas dala,
ungkapan secara relaksasi, distraksi,
verbal kompres hangat/ dingin
5. Tidak ada tegangan 4. Beri
otot kan analgetik untuk
mengurangi nyeri: ……...
5. Tin
gkatkan istirahat
6. Beri
kan informasi tentang
nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
7. Mo
nitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
2. Ketidakefektifan NOC : NIC :
perfusi jaringan Circulation status Peripheral Sensation
Prefusion cerebral
perifer Management (Manajemen
berhubungan sensasi perifer)
Setelah dilakukan
dengan penurunan 1. Monitor adanya daerah
tindakan keperawatan
produksi darah tertentu yang hanya peka
selama …. Perfusi
(anemia) terhadap
jaringan perifer pasien
panas/dingin/tajam/tumpu
efektif dengan kriteria
l
hasil : 2. Monitor adanya paretese
3. Instruksikan keluarga
1. Mendemonstrasikan untuk mengobservasi
status sirkulasi yang kulit jika ada lsi atau
ditandai dengan : laserasi
a. Tekanan systole 4. Gunakan sarung tangan
dan diastole untuk proteksi
dalam rentang 5. Batasi gerakan pada
yang diharapkan kepala, leher dan
b. Tidak ada punggung
ortostatik 6. Monitor kemampuan
hipertensi BAB
c. Tidak ada tanda 7. Kolaborasi pemberian
tanda peningkatan analgetik
8. Monitor adanya
tekanan
tromboplebitis
intrakranial (tidak 9. Diskusikan menganai
lebih dari 15 penyebab perubahan
mmHg) sensasi
2. Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang ditandai
dengan:
a. Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
b. Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
c. Memproses
informasi
d. Membuat
keputusan dengan
benar
3. Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter
3. Ansietas NOC : NIC :
Anxiety Control Anxiety Reduction
berhubungan
Setelah dilakukan asuhan (penurunan kecemasan)
dengan stres akibat
1. Berikan informasi faktual
selama ……………klien
kurangnya
mengenai diagnosis,
kecemasan teratasi dgn
pengetahuan
tindakan prognosis
kriteria hasil:
tentang penyakit 2. Libatkan keluarga untuk
1. Klien mampu
dan mendampingi klien
mengidentifikasi dan 3. Instruksikan pada pasien
penatalaksanaannya
mengungkapkan untuk menggunakan
gejala cemas tehnik relaksasi.
4. Dengarkan dengan penuh
2. Mengidentifikasi,
perhatian.
mengungkapkan dan
5. Identifikasi tingkat
menunjukkan tehnik
kecemasan.
untuk mengontol 6. Dorong pasien untuk
cemas mengungkapkan
3. Vital sign dalam batas perasaan, ketakutan,
normal persepsi.
4. Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh
dan tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
4.
Feses lunak dan berbentuk
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Volume 3. Jakarta : EGC