Anda di halaman 1dari 5

2.

Studi Pengembangan Etika


Sementara studi pendidikan etika mengkaji dampak pendidikan terhadap praktisi dan mahasiswa
akuntansi, studi pengembangan etika berfokus pada pengembangan moral reasoning dalam profesi
akuntansi. Beberapa studi misalnya menemukan bahwa posisi auditor dalam perusahaan berbanding
terbalik dengan tingkat moral reasoning. Riset memberikan bukti kuat mengenai eksistensi sosialitan
etis. Individu yang dipromosikan mempunyai tingkat ethical reasoning yang serupa dengan manajemen.
Bukti ini mendukung keyakinan bahwa promosi individual dapat ditekan oleh budaya etika perusahaan.
1.1.Ponemon (1990)
Ponemon menyelidiki ethical reasoning dan penilaian praktisi akuntansi dalam perusahaan
publik. Lima puluh sua praktisi CPA dari bermacam-macam posisi diperusahaan publik di daerah timur
laut Amerika Serikat berpartisipasi dalam studi. S ubjek mengisi wawancara penilaian moral atau MJI
dan paradigma auditing. Dilema auditing dikembangkan dari studi kasus dari kehidupan nyata yang
melibatkan kantor akuntan publik dan dua klien audit besar. Dilema tersebut digambarkan sebagai
serangkaian kejadian yang terjadi dalam suatu krisis dengan kedua klien. Baik MJI dan dilema auditing
diskor secara serupa, sehingga memungkinkan untuk membandingkan secara langsung skor tersebut.
Hasilnya menunjukkan bahawa subjek tidak berbeda secara signifikan antara kedua dilema.
1.2 Ponemon (1992a)
Ponemon menyelidiki pengaruh dari sosialisasi kantor akuntan public terhadap tingkat ethical
reasoning masing-masing CPA. Untuk menyelidiki eksistensi sosialisasi etika dalam profesi akutansi ,
Ponemon mengunakan sampel CPA dari berbagai posisi dari perusahaan akutansi di seluruh Amerika
Serikat.
1.3 Shaub (1994)
Hasilnya penyelidikan shaub menunjukkan bahwa usia dan pendidikan tidak secara signifikan
berhubungan dengan tingkat moral reasoning. Tingkat moral reasoning yang lebih tinggi ditemukan
untuk perempuan, individu dengan nilai rata-rata yang lebih tinggi dan individual yang mengambil mata
kuliah etika. Selanjutntya, tingkat moral reasoning meningkat pada staf yang telah bekerja selama tiga
tahun dan menurun mulai dari tingkat senior sampai tingkat partner.
1.4 Sweeney (1995)
Konsisten dengan hasil yang disampaikan oleh Ponemon, studi Sweeney menunjukkan bahwa skor
DIT menurun seiring dengan peningkatan tingkat posisi pada perusahaan sampel. Investigasi selanjutnya
menunjukkan bahwa keahlian moral sangat berhubungan dengan orientasi politik auditor (liberal atau
konservatif) dan gende.

1.5 Jeffrey dan Weatherholt (1996)


Jeffrey dan Weatherholt menyelidiki perbedaan pengembangan etika, komitmen professional, dan
sikap terhadap aturan antara akuntan pada kantor Akuntan Publik yang termasuk pada kategori enam
besar dan akuntan pada peusahaan yang termasuk Fortune 500.

1.6 Kite, Louwer dan Randtke (1996)


Kite, Louwer dan Randtke menkaji perbedaan dalam tingakat moral reasoning antara auditoe
lingkungan , Auditor internal lain, dan akuntan public dengan asumsi bahwa auditor dengan tingat
moral reasoning yang lebih tinggi kemungkinan akan memilih sendiri lingkungan penugasan audit
mereka.

3. Studi Keputusan Etis


Studi keputusan etis berfokus kepada hubungan antara bermacam-macam ukuran dan perilaku
terhadap bidang akuntansi. Bagian berikut menelaah studi representatif yang mengkaji:
a. Isu Independensi
Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Ponemon dan Gabhart (1990) menkaji hubungan antara
penelitian independensi auditor dengan tingakat moral reasoning, Windor dan Ashkanasy (1995)
menunjukkan bahwa budaya organisasional berhubungan dengan pengembangan moral reasoning
auditor dan kepercayaan pribadi, tetapi tidak ada perbedaan di antara ketiga gaya pengambilan
keputusan. Schatzberg, Sevcik, dan Shapiro (1996), menguji validitas dari tiga kondisi ekonomi umum
yang dianggap penting terhadap kerusakan independensi. Shaub dan Lawrence (1996) memperoleh
temuan yang menunjukkan bahwa auditor yang menguasai situasi etis tidak terlalu skeptis dan tidak
terlalu memperhatikan isu etis profesional.
b. Pelanggaran lain kode etik dan perilaku profesional AICPA
Hasilnya penelitian Lampe dan Finn (1992) menunjukkan bahwa model lima elemen
(mendapatkan pemahaman, mengakui dampak, mempertimbangkan keputusan alternatif, menilai
mengunakan nilai lain, mengambil keputusan final) lebih baik dalam mencerminkan keputusan-
keputusan yang dibuat dan lebih baik dalam mengenali alasan terhadap keputusan-keputusan tersebut
dibandingkan dengan model implikasi kode. Shaub, Finn, dan Munter (1993) menemukan bahwa
pengurangan dari tingkat sensitivitas etika dan peningkatan dari tingkat komitmen profesional
berhubungan dengan idealisme. Dreike dan Moeckel (1995) menemukan bahwa auditor cenderung
mendefinisikan isu etis secara sempit dalam pengertian kode etik dan Perilaku Professional AICPA.

c. Mendeteksi dan Mengomunikasikan Kecurangan


Hasil penemuan Arnold dan Ponemon (1991) menunjukkan bahwa auditor internal dan skor DIT
lebih tinggi lebih mungkin mengungkapkan temuan audit sensitif, bahkan ketika tindakan balas dendam
oleh manajemen terjadi. Finn dan Lampe (1992) menemukan bahwa keputusan etis auditor dan
keputusan-keputusan whistle-blowing mereka berhubungan secara signifikan. Ponemon (1993b)
memperluas riset sebelumnya tentang tingakat moral reasoning auditor dengan menyelidiki pentinganya
ethica reasoning sebagai determinan penilaian auditor terhadap karakteristik etis dari manajement
kalaen. Hook, Kaplan dan Schultz (1994) menyelidiki satu kemungkinan kesempatan untuk mengurangi
penipuan dalam pengambilan keputusan. Bernardi (1994) meneliti hubungan antara etikal reasoning
dengan kemampuan auditor untuk mendeteksi penipuan informasi dalam laporan keuangan.

d. Ketidakpatuhan pembayaran pajak


Ghosh dan Crain (1996) menunjukkan bahwa faktor-faktor individual dan situasional secara
psikologis merupakan aspek yang menonjol dari keputusan-keputusan dalam ketidakpatuhan pajak.
Penyelidikan Hanno dan Violette (1996) menunjukkan bahwa niat untukn patuh berhubungan dengan
laporan diri dan perilaku keputusan hipotesis.
e. Perilaku disfungsional lain
Penemuan Ponemon(1992b) menyelidiki interaksi antara tingakat moral reasoning auditor dengan
pelaporan dalam waktu singkat yang digunakan dalam penugasan audit. Ponemon (1995) menunjukkan
bahwa auditor tidak mampu menghubungkan pengalaman mereka secara eksperimen yang didasarkan
pada situasi litigasi atau perilaku etis, seperti objektivitas dan idependensi yang merupakan peranan
yang sudah ditemukan.

4. Studi Etis Lintas Budaya


Sebagian besar studi yang berhubungan dengan akntansi dan etika difokuskan kepada profesi
akuntansi di Amerika serikat. Perbedaan budaya mungkin muncul diantara kelompok profesi akuntansi
dari negara berbeda. Meskipun demikian, perbandingan antara profesi akuntansi di Amerika Serikat
dengan kelompok lain dapat memberikan pemahaman yang berharga tentang penetapan standar
organisasi internasional.
Hasil penelitian Ponemon dan Gabhart (1993), Etherington dan Schulting (1995), membuktikan
dalam hal skkor rata-rata DIT, bahwa Auditor di semua tingkatan posisi memiliki skor rata-rata DIT
yang lebih tingi dibandingkan dengan auditor Amerika serikat. Dengan kata lain, proses seleksi-
sosialisasi yang dianggap penting oleh profesi akuntan di Amerika serikat mungkin terdapat di
perusahaan-perusahaan besar Kanada. Penelitian Schultz, Johnson, Morris, dan Dyrnes (1993)
menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan multinasional dengan divisi yang terletak di Negara-negara
berbeda mungkin perlu mengimplementasikan sistem pengendalian yang berbeda untuk mencapai
tingkat reliabilitas yang serupa. Cohen, Pant, dan Sharp (1995a) menyajikan pengujian empiris pada
pernyataan Cohen bahwa kantor akuntan publik multinasional seharusnya secara jati-hati
memperhatikan dampak keragaman.

IMPLIKASI BAGI RISET MENDATANG


Satu masalah menonjol yang masih dihadapi oleh peneliti akuntansi dalam menyelidiki dimensi
etika profesi akuntansi berhubungn dengan keputusan apakah akan terus memperluas atau menyatukan
teori konflik dan ukuran dalam kerangka kerja pengambilan keputusan etika empat komponen dari Rest.
Gaa misalnya, menekankan pentingnya kemajuan diluar penjelasan ini dan menyampaikan penempatan
kerangka kerja teoretis kognisi moral yang spesifik bagi profesi akuntansi. Ia menyampaikan bahwa
kerangka kerja ini harus melibatkan pengakuan atas peranan akuntan dalam masyarakat dan tanggung
jawab mereka terhadap bermacam-macam pemangku kepentingan, serta keahlian moral akuntan.
Dengan cara yang sama, Ponemon dan Gabhart dalam bidang etika untuk auditor dan akuntan
mengakui bahwa keputusan-keputusan akuntan telah menjadi subjek dari bermacam-macam kelompok
konstituen termasuk organisasi klien yang menbayar pelayanan mereka, kantor akuntan profesional di
mana karyawan menjadi anggota akuntan, profesi akuntan itu sendiri, dan publik umum (mengandalkan
angka-angka dalam laporan keuangan). Tanggung jawab beragam ini (sering kali bertentangan)
menunjukkan bahwa proses resolusi konflik etika akuntan mungkin tidak cukup sesuai dengan model
pengambilan keputusan yang lebih umum dari Rest. Meskipun demikian jika model Rest sahih untuk
menjelaskan perilaku etis akuntan, maka ukuran dan konflik yang bertentangan dalam menghubungkan
keempat komponen tersebut harus disatukan.
Dengan demikian, riset medatang harus melanjutkan kemajuan di dua dimensi: (1) melanjutkan
integrasi model dan ukuran kognitif yang berbeda dalam model Rest, dan (2) mengembangkan sebuah
model pengambilan keputusan etis kognitif yang khusus untuk profesi akuntansi.
Berdasarkan fakta bahwa mayoritas riset perilaku etis akuntan didasarkan pada teori moral
reasoning dari Kohlberg (dan DIT yang berhubungan), maka banyak diskusi yang bermunculan
mengenai pertanyaan etis tidak terpecahkan yang memperngaruhi profesi akuntan. Banyak riset telah
dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan etika yang dihadapi akuntan. Meskipun demikian,
masih banyak yang perlu diteliti. Peneliti akutansi keperilakuan beruntung menjadi bagian dari profesi
yang kaya dalam masalah subjek dan ragam subjek. Identifikasi yang kontinu dan eksplorasi terhadap
masalah etika yang unik dalam profesi akuntansi dapat memberikan pedoman bukan saja untuk
mengembangkan model bidang yang spesifik, melainkan juga pemahaman tentang pemgambilan
keputusan etis pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai