Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PAI

ETIKA MURID TERHADAP GURU

Di susun Oleh
Kelompok 6 ( Enam)
- Dhiah Ayu Nurya (18023000116)
- Sutriani Sri Wahyuningsih (18023000119)
- Dian Ariyanti (18023000129)
- Adib Salman Arif (18023000134)
- Dhiva'Una Chofifah Zunaidi Putri (18023000149)

UNIVERSITAS MERDEKA MALANG


2018/2019

1
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa atas ridho
dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah ini dengan penuh
keyakinan serta usaha maksimal. Semoga dengan terselesaikannya tugas ini dapat memberi
pelajaran positif bagi kita semua.
Selanjutnya penulis juga ucapkan terima kasih kepada bapak dosen Moch.
Badrussalam , S.Sos., S.Pd., M.Pd.I mata kuliah pai yang telah memberikan tugas
Makalah ini kepada kami sehingga dapat memicu motifasi kami untuk senantiasa belajar
lebih giat dan menggali ilmu lebih dalam khususnya mengenai “Etika Bekerja” sehingga
dengan kami dapat menemukan hal-hal baru yang belum kami ketahui.
Terima kasih juga kami sampaikan atas petunjuk yang di berikan sehingga kami
dapat menyelasaikan tugas Makalah ini dengan usaha semaksimal mungkin. Terima kasih
pula atas dukungan para pihak yang turut membantu terselesaikannya laporan ini, ayah
bunda, teman-teman serta semua pihak yang penuh kebaikan dan telah membantu penulis.
Terakhir kali sebagai seorang manusia biasa yang mencoba berusaha sekuat tenaga
dalam penyelesaian Makalah ini, tetapi tetap saja tak luput dari sifat manusiawi yang
penuh khilaf dan salah, oleh karena itu segenap saran penulis harapkan dari semua pihak
guna perbaikan tugas-tugas serupa di masa datang.

Malang,Juni 2019

Tim Penyusun
Kelompok 6 (Enam)

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... 3
BAB I ................................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN.............................................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................... 6
PENUTUP ........................................................................................................................................ 22
BAB III............................................................................................................................................. 22
A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 23

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidup adalah sebuah perjuangan. Tanpa adanya usaha untuk berjuang maka
manusia tidak akan bisa bertahan untuk hidup. Untuk itu manusia haruslah berjuang sekuat
tenaga untuk memenuhi segala kebutuhannya sendiri. Dalam pada itu berjuang memiliki
makna yang cukup luas. Di dalamnya terkandung nilai-nilai untuk bekerja keras, tekun,
ulet dan teliti dan yang lainnya yang merupakan salah satu dari akhlak dalam bekerja.
Tanpa adanya unsur-unsur itu apa yang kita harapkan dan cita-citakan belum tentu akan
tercapai. Dengan bekerja keras dan tekun akan muncul sikap optimis dalam diri seseorang
untuk menggapai cita-citanya. Dengan adanya sifat ulet, manusia tidak akan mudah goyah
dan putus asa dalam mengerjakan apa yang ia lakukan. Tidak mudah putus semangat
apabila dalam melakukan pekerjaannya mengalami hambatan atau bahkan kegagalan.
Dalam melakukan pekerjaan unsur teliti juga tidak boleh lepas dari dirinya. Dengan
sikap teliti maka apabila ada kesalahan atau kekurangan bisa segera di carikan solusinya.
Sehingga sebuah pekerjaaan dapat terlaksana dengan baik.
Bekerja Sebagai Satu Kewajiban Seorang Hamba Kepada Allah SWT Allah SWT
memerintahkan bekerja kepada setiap hamba-hamba-Nya (QS. Attaubah/ 9 : 105) :

Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan”.
Seorang insan minimal sekali diharuskan untuk dapat memberikan nafkah kepada dirinya
sendiri, dan juga kepada keluarganya.
Adapun Akhlak merupakan sifat yang dituntut dalam setiap amalan kita. Akhlak
merupakan perbincangan para golongan pendidik, ahli-ahli tasawuf dan ahli-ahli falsafah
di mana pembentukan akhlak dapat membentuk insan, masyarakat yang berjaya dan
berdisiplin.
Pembincangan akhlak di dalam pekerjaan amat penting bagi membentuk pekerja yang
berdisiplin dan berjaya serta membentuk komuniti tempat bekerja yang produktif dan
tolong menolong.
Akhlak sendiri secara etimologis berasal dari bahasa Arab “akhlaqun” dalam bentuk jama’
sedang Murad (bentuk tunggal) “khuluqun” yang berarti tingkah laku, perangai, atau
tabiat.1Akhlak yang baik disebut sebagai beradab, beretika dan sopan santun yang
diterjemahkan dari hati yang ikhlas dan luhur. Islam telah mengingatkan kepada umatnya
mengenai perihal pentingnya memelihara akhlak dan mengamalkan nilai-nilai mulia dalam

1
Aunur Rahim Faqih, Ibadah dan Akhlak dalam Islam. Yogyakarta : UII Press Indonesia, 1998 hal. 85

4
kehidupan seharian sebagai hamba yang taat kepada perintah Allah SWT. Akhlak sendiri
pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan etos maupun etika, yang mana di dalamnya
terdapat nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk (moral) sehingga terkandung gairah
atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal ,lebih baik, dan
bahkan berupaya untuk mencapai sesuatu hal yang sesempurna mungkin. Begitu juga
dalam soal akhlak (etika) kerja dan profesi ini.

5
BAB II
PEMBAHASAN
1. kerja dalam Islam
Apa yang dimaksud dengan kerja dalam islam ?
Bekarja adalah segala aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan
tertentu (jasmani dan rohani) , dan di dalamnya tersebut dia berupaya dengan penuh
kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya
kepada Allah SWT. hampir di setiap sudut kehidupan , kita menjumpai begitu banyaknya
orang yang bekerja . para salesmen yang hilir mudik mendatangi toko dan rumah, rumah ,
guru yang tekun berdiri didepan kelas , polisi yang mengatur lalu-lintas dalam selingan
hujan dan panas terik, serta segudang profesi lainnya.
Lihatlah, semua melakukan aktivitas, namun dari kesemuanya itu ada yang dikejar , ada
tujuan serta usaha (ikhtiar) yang sangat sungguh sungguh untuk mewujudkan aktivitasnya
tersebut mempunyai arti.
Namun, tidak semua aktifitas manusia bisa disebut dengan bekerja karena dalam bekerja
terkandung aspek yang harus dipenuhinya secara nalar, yaitu sebagai berikut :
1. Aktivitasnya dilakukan karena ada dorongan untuk mewujudkan sesuatu sehingga
tumbuh rasa tanggung jawab yang besar untuk mewujudkan sesuatu untuk
menghasilkan karya atau produk yang berkualitas. Bekerja bukan hanya sekedar
mencari uang, tetapi ingin mengaktualisasikannya secara optimal dan memilih nilai
transdental yang luhur. Baginya bekerja itu alah ibadah, sebuah upaya untuk
menunjukanperformance hidupnya di hadapan Illahi bekerja seoptimal mungkin
semata-mata karena ada panggilan untuk memperoleh ridho Allah. Karena itu,
sangat mustahil seseorang muslim mengaku dirinya sebagai wakil Allah
mengabaikan makna keterpanggilannya untuk bekerja secara sempurna.
2. Apa yang ia lakukan itu karena kesengajaan , sesuatu yang direncanakan .
karenanya, terkandung di dalamnya satu gairah semangat untuk mengerahkan
seluruh potensi yang dimilikinya sehingga apa yang dikerjakannya benar-benar
memberikan kepuasan dan manfaat. Apa yang dilakukannya memiliki alasan-alasan
Untuk mencapai arah dan tujuan yang luhur, yang secara dinamis memberikan
makna bagi diri dan lingkungannya sebagai misi dirinya yang harus menjadi rahmat
bagi alam semesta.
sisi lain, makna bekerja” bagi seorang muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh ,
dengan mengerahkan seluruh aset, pikiran , dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau
menampakkan arti dirinya sebagi hamba Allah yang harus menundukan dunia dan
menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (khairuummah) atau
dengan kata lain dapat Juga kita katakan bahwa hanya dengan bekerja manusia itu
memanusiakan dirinya. 2
2.Akhlak sebagai teras pembentukan Etika kerja
Kenapa Perlu Kepada Akhlak (Etika) Kerja? Akhlak (etika) kerja dalam Islam sebenarnya
bermula dengan konsep dan pandangan Islam terhadap kerja itu sendiri. Apabila kita
berakhlak ini bermakna kita faham akan konsep kerja dalam Islam sebagai jambatan
menuju ke akhirat. Bekerja untuk mendapat pahala di sisi Allah SWT. Bahkan

2
K.H.TotoTasmaramembudayakan etos kerja islami Jakarta : PT Gema Insani, 2002 hal 24

6
kepentingannya dilihat dapat membimbing para pekerja ke arah melakukan kebaikan dan
menjauhi daripada segala kemungkaran. Namun begitu, berapa ramai di antara kita
memilih untuk melakukan pekerjaan mengikut pandangan hidup Islam? Di kala itulah
perlunya seseorang memiliki kefahaman dan kesadaran keagamaan terutama di dalam
konsep kerja bagi membimbing mereka menjauhi pekerjaan yang dilarang oleh Allah
SWT.
Kita bimbang jika wujudnya kejahilan umat Islam tentang peri pentingnya akhlak yang
mulia sebagai matlamat beragama, ini akan membuka jalan bagi mereka untuk melakukan
perkara-perkara yang bertentangan dengan ajaran murni yang terkandung dalam al-Qur’an
dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Apabila dorongan dan asakan hawa nafsu menjadi
kuat dan fikiran dikalahkan oleh emosi mereka tidak berupaya mengawal dorongan-
dorongan itu, lalu berlakulah tindak tanduk dan perbuatan yang dilarang oleh agama.
dan menghalang dorongan yang mengikut asakan hawa nafsu tersebut, kefahaman
mengenai nilai-nilai akhlak atau etika kerja berlandaskan pandangan hidup Islam penting
bagi menentukan matlamat kepada akal fikiran, tindakan dan tanggung jawab kita sebagai
“khalifah” yang diamanahkan di muka bumi ini. Kefahaman yang jelas berkaitan akhlak
itu nanti akan menjadi panduan kepada para pekerja dalam melahirkan kerja yang
cemerlang dan berkualitas.
Akhlak merupakan teras kepada pembentukan etika kerja seseorang. Akhlak mulia yang
dimiliki oleh seseorang pekerja maupun ketua menjadi lambang ketinggian pribadi dan
kualitas individu terbaik. Ini bermakna apabila seseorang itu mempunyai akhlak yang baik
maka, mereka akan melakukan pekerjaan dengan mengikut tuntutan Islam. Salah satunya
berakhlak dalam melakukan kerja dengan bersungguh-sungguh (itqan). Pekerjaan yang
dilakukan dengan bersungguh-sungguh akan tergolong dalam amalan kebajikan.
“Sesungguhnya Allah suka apabila seseorang itu melakukan sesuatu kerja itu dengan
tekun” ( Riwayat Al-Baihaqi)
Dalam hadis ini, menekankan supaya seseorang yang mempunyai akhlak yang baik perlu
melakukan sesuatu pekerjaan dengan kemahiran dan ketekunan yang tinggi. Seseorang
yang mempunyai akhlak (etika) tidak akan bekerja sambil lewat atau bertanguh-tangguh
dalam menyiapkan tugasannya. Meskipun kerja itu dianggap membosankan tetapi apabila
pekerja itu mempunyai akhlak dan anggapan yang baik terhadap kerja yang dilakukan
maka kerja tersebut tidak dianggap sebagai beban. Dalam hal ini, kerja yang dilakukan
akan dibuat secara bersungguh-sungguh tanpa rasa jemu. Kerja yang bersungguh–sungguh
ini akan dilakukan untuk mendapatkan hasil yang berkualitas. Bahkan ia juga dilakukan
dengan sebaik yang mungkin bukan sekadar “melepas batuk ditangga”. Jika terdapat
kesulitan semasa melaksanakan tugasnya, pekerja itu akan terus berusaha mencari jalan
penyelesaian dan tidak mudah putus asa atau mengaku kalah.
Begitu juga dengan amanah diri pekerja. Amanah merupakan akhlak yang perlu dipelihara
oleh setiap pekerja sebagai teras keharmonian dan kejayaan sebuah organisasi. Amanah
sangat berat dan ia perlu disampaikan dengan benar dan jujur. Kejujuran dapat dilihat
apabila seseorang pekerja itu melakukan tugas sepertimana yang diarahkan oleh ketua atau
majikannya mengikut garis panduan yang ditetapkan dan tidak sama sekali melanggar
batas syarak. Sekiranya amanah dilakukan di luar batas syarak maka pekerja itu boleh
dianggap sebagai khianat serta tidak berakhlak. Oleh sebab itu, amanah itu perlu dipikul
dan dijaga dengan baik. Begitu juga amanah dalam menjaga peralatan dan kemudahan
milik pejabat atau organisasi. Sebagai contoh peralatan seperti telepon, mesin fotokopi,

7
kereta pejabat, pencetak dan lain-lain untuk keperluan pejabat perlu dimanfaatkan dan
digunakan untuk tujuan penyempurnaan tugas semata-mata; bukan sebaliknya.
Selain itu, akhlak (etika ) kerja ini juga mempunyai hubungan rapat dengan faktor masa
atau bijak mengurus masa. Di jelaskan dalam Q.SAl-Asr Ayat 1-3

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu senantiasa dalam kerugian. Kecuali orang-orang
yang beriman dan beramal shaleh dan berwasiat (nasihat-menasihati) dengan kebenaran
dan berwasiat dengan kesabaran." (Surah Al-Asr Ayat 1-3).
Pepatah mengatakan ‘masa itu emas’ menunjukkan bahwa masa itu adalah sangat
berharga. Cendiakiawan Islam juga menyifatkan masa itu sebagai sesuatu yang hidup.
Kehidupan tidak akan berarti melainkan masa yang digunakan untuk beramal semenjak
dari lahir hinggalah kepada saat yang terakhir. Imam Hassan Al-Banna menyatakan masa
ibarat nyawa. Bagaimana seseorang menghargai nyawa yang ada padanya maka begitulah
dia menghargai masa.
Begitu juga bagi seseorang pekerja amat perlu dititikberatkan soal menjaga masa karena
salah satu faktor kejayaan dalam pekerjaan adalah pengurusan masa yang berkesan dan
cukup. Pengurusan masa yang cukup dapat membantu meringankan beban tugas di
samping memudahkan segala urusan kerja. Sebagai contoh, semasa bekerja kita telah
diperuntukkan waktu rehat yang secukupnya oleh majikan. Dalam masa yang agak singkat
inilah kita perlu bijak memanfaatkan masa untuk makan, sembahyang dan berehat. Masa
yang tidak dijaga dengan baik akan menyebabkan banyak perkara lain tertunda, kerja tidak
dapat disiapkan dalam tempo yang telah ditetapkan. Justru, dalam mengatur masa, tugas
yang penting didahulukan dan yang kurang mendesak perlu dilakukan kemudian.
Akhir sekali, akhlak (etika) kerja juga perlu ditekankan dalam aspek menjaga hubungan
sesama rekan sekerja. Hubungan ini penting dalam mewujudkan perserikatan kerja yang
baik dan menyeronokkan bukan membina permusuhan. Apabila hak sesama rekan dijaga
dengan baik maka ia akan dapat mewujudkan perserikatan kerja yang baik. Perserikatan
kerja yang baik dapat dilihat apabila pekerja saling tegur menegur, memberi senyuman dan
bertanya akan khabar. Hubungan yang baik ini juga akan mewujudkan semangat
bekerjasama, saling bantu-membantu, bertukar-tukar fikiran, bersangka baik, nasihat
menasihati dan sebagainya. Sebaliknya, sikap dan nilai buruk seperti iri hati, hasut-
menghasut dan berprasangka buruk perlu dijauhi serta dihapuskan bagi seseorang agar
tidak terjadi ketidaksefahaman di tempat kerja.
Allah telah menanggung rezeki bagi setiap makhluk yang ada di muka bumi ini ,
sebagaimana firmannya :

8
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya.
Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauhmahfuzh). (Q.S Hud ayat: 6)
Namun disisi lain , Allah menyatakan bahwa Allah tidak akan mengubah kondisi
seseorang selama orang (umat) tersebut tidak merubahnya sendiri ( Q.SAl-Ra’ad : 11) hal
itu bisa diartikan bahwa walaupun Allah telah menyediakan rezeki bagi manusia dan
segenap makhluk yang ada di dunia ini, namun rezeki yang telah tersedia itu akan
didapatkan lewat jalan bekerja dan berdo’a. Dari pernyataan itulh , secara implisit Allah
menyatakan bahwa setiap manusia harus mencari rezeki dengan jalan bekerja dan
beraktivitas. Islam memberikan apresiasi yang tinggi terhadap seorang muslim yang gigih
bekerja, dan sebaliknya, akan membenci setiap muslim yang bermalas-malasan. Apresiasi
dan penghargaan yang tinggi kepada orang / muslim yang bekerja itu ditunjukkan dengan
prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Perintah untuk giat bekerja setelah selesainya ibadah. Allah berfirman :

“ apabila telah ditunaikan salat , maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah
karunia Allah dan ingatlah banyak-banyak supaya kamu beruntung “ ( Q.SAl-jumu’ah
:10 )
Perintah Allah itu memberikan 2 pelajaran penting : pertama , setiap selesai ibadah
harus bekerja mencari apa yang dianugerahkan Allah. Ibadah saja tidak cukup, hanya
berdo’a dan meminta kepada Allah tidak cukup, meminta rezeki tetapi tidak berbuat dan
bekerja untuk mencarinya adalah suatu sikap yang tidak ada tuntunannya. Kedua, dalam
bekerja haruslah didasari dengan ibadah dan dan ingat kepada Allah, sehingga banyaknya
rezeki dan kesibukan yang tinggi tidak akan menggoyahkan iman dan menjadi seseorang
berfikiran materialistis.
2. Perintah untuk selalu beraktivitas, dan dilarang kosong (menganggur) . Allah
berfirman dalam AL-Qur’an :

“ maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-
sungguh (urusan) yang lain.” (Q.S Alam Nasyrah (94) : 7 )
Ayat ini menunjukkan bahwa waktu kosong itu tidak baik. Dalam sebuiah pepatah bahas
Arab dikatakan : ‘ Al-faraghmafsadah” ( kekosongan itu adalah kerusakan ). Di lain
kesempatan Allah juga memerintahkan Nabi Muhammad Saw agar menyuruh kaumnya
beraktivitas ( bekerja ) sesuai dengan keadaanyaasing-masing , yakni dalam Q.SAz-zumar
[39]:39

9
Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan
bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui, Q.SAz-zumar [39]:39

3. Larangan meminta-minta
Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan di
bawah. Lebih baik bekerja, meskipun pekerjaan itu oleh orang – orang dinilai
sebagai pekerjaan kasar. Dan sebaik – baiknya hasil adalah yang diperoleh dengan
karyanya sendiri. Sebagaimana dalam sebuah hadis.
Yang artinya “ abu hurairahr.a berkata : Rasulullah SAW bersabda : demi sekiranya
salah seorang dari kamu itu pergi mencari kayu bakar dan dipikul di atas
punggungnya, lebih baik daripada meminta – minta kepada orang – orang , baik
diberi atau ditolak. ( HR. Bukhari – muslim ). ( Yahya bin Syaraf An-Nawawiy
1987 : 454 ).
4. Di dalam berusaha seorang muslim tidak boleh berputus asa bila menemui
kegagalan dan kesulitan.
Berputus asa adalah tindakan yang biasa dilakukan oleh orang-orang kafir . budaya
kerja bukan hanya sekedar sisipan atau perintah sambil lalu, tetapi
menempatkannya sebagai tema sentral dalam pembangunan umat, karena untuk
mewujudkan suatu pribadi dan masyarakat yang tangguh hanya dimungkinkan
apabila penghayatan terhadap esensi bekerja dengan segala kemuliaannya dikajikan
sebagai pokok kajian bagi setiap muslim, sehingga akan tercipta budaya yang khas
ini dalam setia kehidupan muslim 3.
Hanya pribadi-pribadi yang menghargai nilai kerja yang kelak akan mampu
menjadikan masyarakatnya sebagai masyarakat yang tangguh, dan sebaliknya,
pribadi yang malas dan bermental pengemis hanyalah akan mengorbankan
masyarakat dan bahkan generasinya sebagai umat yang terbelakang, terjajah, dan
terbelenggu dalam kategori bangsa yang memiliki nilai kerja kelas teri, tidak
mempunyai wibawa, sebagaimana wibawa, sebagaimana ibarat, ke dalam tak
mengganjilkan dan keluar tak menggenapkan, ke atas tak berpucuk, ke bawah tak
berakar4.

Hal itu sebenarnya bisa dipahami , karena memang dengan seperti itu orang akan
semakin bisa memaknakan islam betul-betul sesuai dengan tuntunan permasalahan
yang saat ini dihadapi umat islam.

Seorang insan minimal sekali diharuskan untuk dapat memberikan nafkah kepada dirinya
sendiri, dan juga kepada keluarganya.

 Dalam Islam terdapat banyak sekali ibadah yang tidak mungkin dilakukan tanpa
biaya & harta, seperti zakat, infak, shadaqah, wakaf, haji dan umrah. Sedangkan
biaya/ harta tidak mungkin diperoleh tanpa proses kerja. Maka bekerja untuk
memperoleh harta dalam rangka ibadah kepada Allah menjadi wajib. Kaidah
fiqhiyah mengatakan :

3
Tasmara , 1991 : 7
4
Ibid , hal . 7-8

10
ِ ‫ب إِالَّ ِب ِه فَ ُه َو َو‬
‫اجب‬ ِ ‫َماالَ يَتِم ْال َو‬
ُ ‫اج‬
Suatu kewajiban yang tidak bisa dilakukan melainkan dengan pelaksanaan sesuatu, maka
sesuatu itu hukumnya wajib.

Namun, terdapat Pertanyaan Besar Tentang Pekerjaan Kita, seperti :

 Apakah pekerjaan yang kita lakukan akan mengantarkan kita ke surga?


 Apa syarat – syarat yang dapat menjadikan pekerjaan kita sebagai sarana untuk
mendapatkan surga Allah SWT?
 Bagaimana menjadikan pekerjaan kita sebagai sarana untuk mendapatkan surga?

Maka, dalam semua pertanyaan itu tentu akan adanya suatu syarat. Adapun Syarat
Mendapatkan Surga Dengan Bekerja diantaranya adalah :

1. Niat Ikhlas Karena Allah SWT

‫النية الخاصة هلل تعالى‬


Artinya ketika bekerja, niatan utamanya adalah karena Allah SWT sebagai kewajiban dari
Allah yang harus dilakukan oleh setiap hamba. Dan konsekwensinya adalah ia selalu
memulai aktivitas pekerjaannya dengan dzikir kepada Allah. Ketika berangkat dari rumah,
lisannya basah dengan doa bismillahitawakkaltualallah.. la haulawalaquwwataillabillah..
Dan ketika pulang ke rumahpun, kalimat tahmid menggema dalam dirinya yang keluar
melalui lisannya.

2. Itqan, sungguh-sungguh dan profesional dalam bekerja

‫اإلتقان في العمل‬
Syarat kedua agar pekerjaan dijadikan sarana mendapatkan surga dari Allah SWT adalah
profesional, sungguh-sungguh dan tekun dalam bekerja.

Diantara bentuknya adalah, tuntas melaksanakan pekerjaan yang diamanahkan kepadanya,


memiliki keahlian di bidangnya dsb.

Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda

)‫ِإ َّن هللاَ يُ ِحب إِذَا َع ِم َل أ َ َحدُ ُك ْم َع َمالً أ َ ْن يُتْ ِقنَهُ (رواه الطبراني‬
Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, ia
menyempurnakan pekerjaannya. (HR. Tabrani )

3. sikap Jujur & Amanah

‫الصدق واألمانة‬

11
Karena pada hakekatnya pekerjaan yang dilakukannya tersebut merupakan amanah, baik
secara duniawi dari atasannya atau pemilik usaha, maupun secara duniawi dari Allah SWT
yang akan dimintai pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukannya. Implementasi
jujur dan amanah dalam bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang
bukan menjadi haknya, tidak curang, obyektif dalam menilai, dan sebagainya. Dalam
sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:

ِّ ِ ‫صد ُْو ُق اْأل َ ِمي ُْن َم َع النَّ ِبيِِّيْنَ َو‬


ِ َ‫الص ِدِّ ْي ِقيْنَ َوالش َهد‬
)‫اء (رواه الترمذي‬ ِ َّ ‫الت‬
َّ ‫اج ُر ال‬
Seorang pebisnis yang jujur lagi dapat dipercaya, (kelak akan dikumpulkan) bersama para
nabi, shiddiqin dan syuhada’. (HR. Turmudzi)

4. Menjaga Etika Sebagai Seorang Muslim

‫التخلق باألخالق اإلسالمية‬


Bekerja juga harus memperhatikan adab dan etika sebagai seroang muslim, seperti etika
dalam berbicara, menegur, berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan
customer, rapat, dan sebagainya. Bahkan akhlak atau etika ini merupakan ciri
kesempurnaan iman seorang mu’min.

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :

‫الترمذي‬ ‫(رواه‬ ‫ُخلُقًا‬ َ ‫أ َ ْح‬


‫سنُ ُه ْم‬ ‫ِإ ْي َمانًا‬ َ‫ْال ُمؤْ ِم ِنيْن‬ ‫أ َ ْك َم ُل‬

Sesempurna-sempurnanya keimanan seorang mu’min adalah yang paling baik akhlaknya


(HR. Turmudzi)

5. Tidak Melanggar Prinsip-Prinsip Syariah

‫مطبقا بالشريعة اإلسالمية‬


Aspek lain dalam etika bekerja dalam Islam adalah tidak boleh melanggar prinsip-prinsip
syariah dalam pekerjaan yang dilakukannya.

Tidak melanggar prinsip syariah ini dapat dibagi menjadi beberapa hal :

Pertama dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaannya, seperti memporduksi tidak boleh
barang yang haram, menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi), mengandung unsur
riba, maysir, gharar dsb.

Kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, seperti risywah,
membuat fitnah dalam persaingan, tidak menutup aurat, ikhtilat antara laki-laki dengan
perempuan, dsb.

‫سو َل َوالَ تُب ِْطلُوا أ َ ْع َمالَ ُك ْم‬ َّ ‫يَاأَي َها الَّذِينَ َءا َمنُوا أ َ ِطيعُوا‬
َّ ‫َّللاَ َوأ َ ِطيعُوا ا‬
ُ ‫لر‬

12
Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada rasul dan
janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu. (QS. Muhammad, 47 : 33)

6. Menghindari Syubhat

‫اإلبتعاد عن الشبهات‬
Dalam bekerja terkadang seseorang dihadapkan dengan adanya syubhat atau sesuatu yang
meragukan dan samar antara kehalalan dengan keharamannya. Seperti unsur-unsur
pemberian dari pihak luar, yang terdapat indikasi adanya satu kepentingan terntentu. Atau
seperti bekerja sama dengan pihak-pihak yang secara umum diketahui kedzliman atau
pelanggarannya terhadap syariah. Dan syubhat semacam ini dapat berasal dari internal
maupun eksternal.

Oleh karena itulah, kita diminta hati-hati dalam kesyubhatan ini. Dalam sebuah hadits
Rasulullah SAW bersabda, “Halal itu jelas dan haram itu jelas, dan diantara keduanya
ada perkara-perkara yang syubhat. Maka barang siapa yang terjerumus dalam perkara
yang syubhat, maka ia terjerumus pada yang diharamkan…” (HR. Muslim)

7. Menjaga Ukhuwah Islamiyah

‫المراعاة باألخوة اإلسالمية‬


Aspek lain yang juga sangat penting diperhatikan adalah masalah ukhuwah islamiyah
antara sesama muslim. Jangan sampai dalam bekerja atau berusaha melahirkan perpecahan
di tengah-tengah kaum muslimin. Rasulullah SAW sendiri mengemukakan tentang hal
yang bersifat prefentif agar tidak merusak ukhuwah Islamiyah di kalangan kaum muslimin.
Beliau mengemukakan, “Dan janganlah kalian membeli barang yang sudah dibeli saudara
kalian” Karena jika terjadi kontradiktif dari hadits di atas, tentu akan merenggangkan juga
ukhuwah Islamiyahdiantara mereka; saling curiga, su’udzon dsb.

B.3 Ranjau-Ranjau Berbahaya Dalam Dunia Kerja

Dunia kerja adalah dunia yang terkadang dikotori oleh ambisi-ambisi negatif manusia,
ketamakan, keserakahan, keinginan menang sendiri, dsb. Karena dalam dunia kerja,
umumnya manusia memiliki tujuan utama hanya untuk mencari materi. Dan tidak jarang
untuk mencapai tujuan tersebut, segala cara digunakan. Sehingga sering kita mendengar
istilah, injak bawah, jilat atas dan sikut kiri kanan. (Na'udzubillah min dzalik). Oleh
karenanya, disamping kita perlu untuk menghiasi diri dengan sifat-sifat yang baik dalam
bekerja, kitapun harus mewaspadai ranjau-ranjau berbahaya dalam dunia kerja serta
berusaha untuk menghindarinya semaksimal mungkin. Karena dampak negatif dari ranjau-
ranjau ini sangat besar, diantaranya dapat memusnahkan seluruh pahala amal shaleh kita.
Berikut adalah diantara beberapa sifat-sifat buruk dalam dunia kerja yang perlu dihindari
dan diwaspadai :

1. Hasad (Dengki)

Hasad atau dengki adalah suatu sifat, yang sering digambarkan oleh para ulama dengan
ungkapan "senang melihat orang susah, dan susah melihat orang senang." Sifat ini sangat

13
berbahaya, karena akan "menghilangkan" pahala amal shaleh kita dalam bekerja.Dalam
sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :

Dari Abu Hurairahra berkata, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah oleh
kalian sifat hasad (iri hati), karena sesungguhnya hasad itu dapat memakan kebaikan
sebagaimana api melalap kayu bakar. (HR. Abu Daud)

2. Saling bermusuhan

Tidak jarang, ketika orang yang sama-sama memiliki ambisi dunia berkompetisi untuk
mendapatkan satu jabatan tertentu, atau ingin mendapatkan "kesan baik" di mata atasan,
atau sama-sama ingin mendapatkan proyek tertentu, kemudian saling fitnah, saling tuduh,
lalu saling bermusuhan. Jika sifat permusuhan merasuk dalam jiwa kita, dan tidak berusaha
kita hilangkan, maka akibatnya juga sangat fatal, yaitu bahwa amal shalehnya akan
"dipending" oleh Allah SWT, hingga mereka berbaikan.Dalamhadits lain Rasulullah SAW
bersabda :

Dari Abu Hurairahra berkata,bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Pintu-pintu surga dibuka
pada hari senin dan kamis, maka pada hari itu akan diampuni dosa setiap hamba yang tidak
menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, kecuali seseorang yang sedang bermusuhan
dengan saudaranya sesama muslim, maka dikatakan kepada para malaikat, “Tangguhkan
dua orang ini sampai mereka berbaikan.” (HR. Muslim).

3. Berprasangka Buruk

Sifat inipun tidak kalah negatifnya. Karena ambisi tertentu atau hal tertentu, kemudian
menjadikan kita bersu'udzon atau berprasangka buruk kepada saudara kita sesama muslim,
yang bekerja dalam satu atap bersama kita, khususnya ketika ia mendapatkan reward yang
lebih baik dari kita. Sifat ini perlu dihindari karena merupakan sifat yang dilarang oleh
Allah & Rasulullah SAW, di samping juga bahwa sifat ini merupakan pintu gerbang ke
sifat negatif lainnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :

Dari Abu Hurairahra berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah oleh
kalian prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka buruk itu adalah sedusta-
dustanyaperkataan. Dan janganlah kalian mencari-cari berita kesalahan orang lain, dan
janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah kalian saling
mementingkan diri sendiri, dan janganlah kalian saling dengki, dan janganlah kalian saling
marah, dan jangan lah kalian saling memusuhi dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang
bersudara. (HR. Muslim)

4. Sombong

14
Di sisi lain, terkadang kita yang mendapatkan presetasi sering terjebak pada satu bentuk
kearogansian yang mengakibatkan pada sifat kesombongan. Merasa paling pintar, paling
profesional, paling penting kedudukan dan posisinya di kantor, dsb. Kita harus
mewaspadai sifat ini, karena ini merupakan sifatnya syaitan yang kemudian menjadikan
mereka dilaknat oleh Allah SWT serta dijadikan makhluk paling hina diseluruhjagad raya
ini. Sifat ini pun sangat berbahaya, karena dapat menjadikan pelakunya diharamkan masuk
ke dalam surga (na'udzubillah min dzalik). Dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW
bersabda :

5. Namimah (mengadu domba)

Indahnya dunia terkadang membutakan mata. Keingingan mencapai sesuatu, meraih


kedudukan tinggi, memiliki gaji yang besar, tidak jarang menjerumuskan manusia untuk
saling fitnah dan adu domba. Sifat ini teramat sangat berbahaya, karena akan merusak
tatanan ukhuwah dalam dunia kerja. Di samping itu, sifat sangat dimurkai oleh Allah serta
dibenci Rasulullah SAW.Dalam sebuah haditsrasulullah bersabda :

Dari Hudzaifahra berkata bahwa Rasulullah SAW bersbada, “Tidak akan masuk surga
sesroang yang suka mengadu domba.” HR Bukhari Muslim)

Masih banyak sesungguhnya sifat-sifat lain yang perlu dihindari. Namun setidaknya
kelima ranjau berbahaya tadi, dapat menggugah kita untuk menjauhi segala ranjau-ranjau
berbahaya lainnya khususnya dalam kehidupan dunia kerja. Jadi, sekarang bekerjalah
dengan niat ikhlas, hiasi dengan sifat-sifat positif dan songsonglah hari esok dengan penuh
kegemilangan serta keridhaan dari Allah SWT.5

B.4 Akhlak profesi

5
RikzaMaulan, Lc., M.Ag

15
Setelah dibahas tentang bagaimana etos kerja itu mempunyai akar yang kuat dalam ajaran
islam, maka adanya akhlak yang harus ditegakkan dalam bekerja tersebut, atau yang sering
disebut dengan etika profesi(akhlak profesi).

Profesi merupakan pekerjaan yang bernilai positif, mendapatkan hasil dan sesuai dengan
keahliannya. Mengapa harus sesuai keahliannya? Karena Nabi Saw pernah bersabda, kira-
kira isinya begini : "Barangsiapa menyerahkan pekerjaan kepada seseorang yang bukan
ahlinya, maka tunggulah kehancurannya"

Seseorang yang ahli disebut sebagai seorang profesional. Keprofesionalam seseorang bisa
dilihat dari dua aspek, yaitu:

1. Ijazah atau sertifikat. Hal ini merupakan tolak ukur dari selembar kertas yang diberikan
oleh instansi terhadap seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu atau telah menempuh
ujian kelulusan. Walaupun terkadang ada saja ijazah atau sertifikat palsu, atau ijazah yang
tidak sesuai dengan kemampuan seseorang, ijazah banyak digunakan untuk mengukur
keahlian seseorang.

2. Pengakuan dari para ahli. Ketika para ahli merekomendasikan seseorang, secara
otomatis ia akan mendapatkan dari masyarakat dengan mudah.

Dalam islam, diatur dengan jelas tentang bagaimana sebuah pekerjaan yang harus
dijalani dan dilakukan . islam mempunyai garis yang tegas dan jelas tentang akhlak
produksi dan sekaligus akhlak konsumsi.

1. Meletakkan kerja sebagai sebuah amalan soleh yang dilakukan dalam konteks dan
tahap yang runtut atas iman, ilmu dan amal. Karena itulah, maka kerja bernilai
ibadah. Dari sinilah , maka seorang muslim akan memandang kerja dengan dua
pandangan.
 Pertama, sebagai suatu aktivitas yang bernilaai ibadah
 Kedua, sebagai sebuah aktivitas untuk memperoleh keuntungan finansial.
Karena itu, bagi seorang muslim, kegagalan dalam memperoleh finansial tidak
boleh menjadikan keputusasaan , karena itu hanyalah merupakan salah satu aspek
dari kerja tersebut.
2. menunaikan kerja sebagai suatu perintah amalan yang harus dilakukan secara
profesional . dikatakan sebagai amanah pada hakikatnya setiap waktu, kesempatan,
dan aktivitas, akan diminta pertanggung jawabannya oleh Allah. Dengan
memahami hal ini, dalam melakukan sebuah pekerjaan seseorang tidak boleh
melakukan seenaknya ataupun asal-asalan. Setiap kerja haruslah dilakukan dan
dikelola dengan Management yang baik. Islam sama sekali tidak menginginkan
bahwa seorang muslim melakukan kerja hanya sepenuhnya digantungkan kepada
Allah dengan mengbaikan ikhtiar dan usaha. Sebaliknya, ada kerinduan pada
dirinya untuk mencapai hasil yang seoptimal mungkin dan malu apabila
pekerjaanya tidak dilaksanakan dengan baik karena itu merupakan salah satu
bentuk pengkhianatan kerja . karena itulah , profesionalisme dan kesempurnaan
adalah nilai yang dikehendaki oleh islam.
3. Melakukan kerja dengan wawasan masa depan dan wawasan ukhrawi. Artinya,
dalam melakukan kerja, seseorang harus mengingat kepentingan hari depannya.
Sehingga, dalam bekerja tidak hanya menggunakan kesempatan untuk mencari
kepentingan pribadi sebanyak mungkin dengan melakukan apa kelanjutannya dihari

16
depan, kerugi – Rugian dan resikonya. Karena bisa jadi keuntungan akan banyak
didapat, tetapi orang lain akan merasakan akibatnya. Sikap biasa ini disebut dengan
oportunistik (‘aji mumpung “). Pada prinsipnya islam akan menentang semua
bentuk kesenangan yang didapat dengan mendzalimi orang.
Sementara itu yang dimaksud dengan bekerja dengan wawasan ukhrawi adalah
bahwa dalam melaksanakan setiap kerja , seorang muslim harus merasakan semua
akibat di akhirat nanti. Oleh karenanya, seorang muslim tidak boleh sengaja
melakukan kecurangan dan tindakan-tindakan yang diharamkan/dilarang dalam
menyelesaikan sebuah kerja. Inilah salah satu kelebihan yang dimiliki islam. Dalam
bekerja orang tidak akan pernah merugikan orang lain, mengeksploitasi apalagi
mengintimidasi orang lain. Inilah sebuah sistem pengawasan yang tidak bisa di
tandingi oleh sistem administrasi ciptaan manusia. Tidak akan mampu walaupun
orang lain mengetahuinya, tidak akan melakukan korupsi dan manipulasi walaupun
tidak ada bukti yang bisa diajukan untuk menuntut.
Melanggar hal itu sama saja menyengaja dirinya untuk terjerumus dalam api neraka
. hal ini bisa dibaca dan disimpulkan dari ayat Allah yang berbunyi :

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.

Maka , konsep islam, bukan hanya bekerja merupakan sebuah aktivitas yang bukan
hanya bersifat duniawi, melainkan juga sangat ukhrawi. Artinya, bahwa islam
melibatkan aspek transendental dalam beribadah , sehingga kerja tidak hanya
dilihat sebagai gejala prilaku ekonomi, tetapi juga prilaku ibadah. Keduanya
dilakukan dalam satu waktu sekaligus.

B.5 Ciri-ciri orang yang berakhlak pada pekerjaan maupun profesi

Orang yang mempunyai dan menghayati akhlak Kerja akan tampak dalam
kehidupannya yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam
bahwa pekerja itu ibadah dan berprestasi itu indah. Ciri-ciri itu diantaranya :
1. Mereka kecanduan terhadap waktu
Salah satu esensi dan hakikat, dari akhlak bekerja adalah cara seseorang
menghayati, memahami, dan merasakan betapa berharganya waktu, satu detik
berlalu waktu tidak mungkin akan kembali. Waktu merupakan deposito yang
berharga yang dianugerahkan Allah secara gratis dan merata kepada setiap
orang baik kaya maupun miskin. Yaitu, 24jam atau 1.440menit atau
86.400detik setiap hari. Pada waktu ini merupakan sehelai kertas kehidupan
yang harus ditulis dengan deretan kalimat kerja dan prestasi. Dia akan
merasakan kehampaan yang luar biasa apabila waktu yang dilaluinya tidak diisi

17
dengan kreasi, kalimat kerjanya terputus, atau bahkan dia akan kekosongan jiwa
apabila ada waktu yang kosong serta tidak ada nilai apapun. Baginya waktu
adalah aset ilahiah yang sangat berharga, yang merupakan ladang subur yang
membutuhkan ilmu dan amal untuk diolah serta dipetik hasilnya pada waktu
yang lain. Ada peerumpamaan “alwaktukassaifinlamtaqhahuqhata’a” yang
artinya waktu bagaikan pedang, apabila tidak waspada, padahal itu akan
memotong kita sendiri. Maka waktu sangatlah penting dalam kehidupan.
2. Mereka memiliki moralitas yang bersih (ikhlas)
Ikhlas dalam artisan di sini yaitu bersih, murni (tidak terkontaminasi). Dan
ikhlas merupakan bentuk dari cinta, bentuk kasih sayang dan pelayanan tanpa
ikatan. Cinta yang putih terbentuk karena keikhlasan yang tidak ingin menjadi
rusak karena tercampur hal lain selain terpenuhinya dahaga cinta. Mereka takut
bahwa suatu pekerjaan yang dilatarbelakangi motivasi atau pamrih selain
melaksanakan amanah walaupun atas namakan ikhlas dan cinta akan menjadi
komoditas semata-mata. Keikhlasan hanya akan menjadi label atau simbol dari
pengesahana dirinya untuk berbuat munafik. Sikap ikhlas bukan hanya output
dari cara dia melayani, melainkan juga input atau masukan yang membentuk
kepribadiannya didasarkan pada sikap yang bersih. Bahkan, cara dirinya
mencari rizqi makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuhnya adalah
bersih semata-mata.
3. Mereka kecanduan kejujuran
Di dalam jiwa orang yang jujur terdapat nilai ruhani yang memantulkan
berbagai sikap yang berpihak kepada kebenaran dan sikap moral yang terpuji
(morallyupright). Dirinya telah dibelenggu, dikuasai, dan diperbudak oleh
kejujuran, dia merasa bangga karena menjadi budak Allah karena memang pada
dasarnya merupakan hamba Allah. Maka apabila ada tindakan yang
menyimpang dari nilai rohani kejujurannya, tipu berarti dia telah menghianati
diri dan keyakinannya sendiri dan telah menipu dirinya sendiri dihadapan
Allah. Dan dalam kejujuran dan keikhlasan itu tidak cukup, perlu adanya faktor
dorongan lain yaitu berupa integritas karena kejujurna dan integritas merupakan
dua sisi mata uang dan dengan adanya integritas ini mereka siapa menghadapi
risiko dan seluruh akibatnya dihadapi dengan gagah berani, kebanggaan, dan
penuh suka cita, dan tidak pernah terfikirkan untuk melemparkan tanggung
jawabnya kepada orang lain.
4. Mereka memiliki komitmen (aqidah, abad, itikad).
Yaitu keyakinan yang mengikat (abad) sedemikian kukuhnya sehingga
membelenggu seluruh hati nuraninya dan kemudian menggerakkan perilaku
menuju arah tertentu yang diyakininya (itikad).
5. Istiqamah, kuat pendirian
Yaitu kemampuan untuk bersikap secara taat asas, pantang menyerah, dan
ampu mempertahankan prinsip serta komitmennya walau harus berhadapan
dengan risiko yang membahayakan dirinya. Mereka mampu mengendalikan diri
dan mengelola emosinya secara efektif. Tetap teguh terhadap komitmen, positif,
dan tidak rapuh kendati berhadapan dengan situasi yang menekan.
6. Mereka kecanduan disiplin
Yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri dengan tenang dan tetap taat
walaupun dalam situasi yang sangat menekan (cam controlledbehavior: The
ability do behavein a controlledandcalmwayevenin a difficult bor
stressfulsituation).

18
Pribadi yang disiplin sangat berhati-hati dalam mengelola pekerjaan, serta
penuh tanggung jawab memenhi kewajibannya.
7. Konsekuen dan berani menghadapi tantangan (challenge)
Bagi mereka hidup adalah pilihan (Life is a choice) dan setiap pilihan
merupakan tanggung jawab pribadinya. Mereka tidak mungkin menyalahkan
pihak manapun karena pada akhirnya semua pilihan ditetapkan oleh dirinya
sendirinya. Dasar tanggung jawabnya mendorong perilakunya yang bergerak
dinamis seakan-akan di dalam dadanya ada “nyala api”, sebuah motivasi yang
kuat untuk mencapai tujuan dan menjaga apa yang telah menjadi keputusan.
8. Mereka tipe orang yang bertanggung jawab
Sikap dan tindakan seseorang di dalam menerima sesuatu sebagai amanah,
dengan penuh rasa cinta ia ingin menunaikannya dalam bentuk pilihan-pilihan
yang melahirkan amal prestatif.

9. Mereka bahagia karena melayani


Melayani dengan cinta bukan karena tugas atau pengaruh dari luar, melainkan
benar-benar sebuah obsesi yang sangat mendalam bahwa bahagia karena
melayani yang mana merupakan bentuk kesadaran dan kepeduliannya terhadap
nilai kemanusiaan yang mana merupakan investasi yang kelak akan dipetik
keuntungannya, tidak hanya diakhirat, tetapi didunia pun mereka sudah
merasaknnya. Seperti yang telah Rasulullah contohkan. Dan dengan mengambil
keteladanan Rasulullah tersebut, seharusnya setiap pribadi muslim sangat
bangga untuk melayaninya karena melayani adalah keterpanggilan sekaligus
merupakan Citra dari umat islam.
10. Dan masih banyak lagi

B.6 Keutamaan (Fadhilah) Bekerja Dalam Islam

1. Orang yang ikhlas bekerja akan mendapatkan ampunan dosa dari Allah SWT.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan :

َ ‫ع َم ِل َي ِد ِه أ َ ْم‬
)‫سى َم ْغفُ ْو ًرا لَهُ (رواه الطبراني‬ َ ‫َم ْن أ َ ْم‬
َ ‫سى َكاالًّ ِم ْن‬
Barang siapa yang sore hari duduk kelelahan lantaran pekerjaan yang telah dilakukannya,
maka ia dapatkan sore hari tersebut dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT. (HR.
Thabrani)
2. Akan diampuninya suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa,
zakat, haji & umrah. Dalam sebuah riwayat dikatakan :

‫ قَا َل َو َما‬،ُ‫لصيا َ ُم َوالَ ْال َح ُج َوالَ ْالعُ ْم َرة‬ َّ ‫ الَ ت ُ َك ِفِّ ُرهَا ال‬،‫ب لَذُنُ ْوبًا‬
ِّ ِ ‫صالة ُ َوالَ ا‬ ِ ‫إِ َّن ِمنَ الذنُ ْو‬
َ ‫ب ا ْل َم ِع ْي‬
)‫ش ِة (رواه الطبراني‬ َ ‫س ْو َل هللاِ؟ قا َ َل ْال ُه ُم ْو ُم فِ ْي‬
ِ َ‫طل‬ ُ ‫ت ُ َك ِفِّ ُرهَا يَا َر‬
‘Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu, terdapat satu dosa yang tidak dapat dihapuskan
dengan shalat, puasa, haji dan umrah.’ Sahabat bertanya, ‘Apa yang dapat
menghapuskannya wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Semangat dalam mencari rizki.’
(HR. Thabrani)

3. Mendapatkan ‘Cinta Allah SWT’. Dalam sebuah riwayat digambarkan :

19
َ ‫إِ َّن هللاَ ي ُِحب ْال ُمؤْ ِمنَ ْال ُم ْحت َ ِر‬
)‫ف (رواه الطبراني‬
Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mu’min yang giat bekerja. (HR.
Thabrani)

4. Terhindardariazabneraka
Dalamsebuahriwayatdikemukakan, “Padasuatusaat, Saad bin Muadz Al-
AnshariberkisahbahwaketikaNabi Muhammad SAW barukembalidariPerangTabuk,
beliaumelihattanganSa’ad yang melepuh, kulitnyagosongkehitam-
hitamankarenaditerpasengatanmatahari. Rasulullahbertanya, ‘Kenapatanganmu?’
Saadmenjawab,
‘Karenaakumengolahtanahdengancangkuliniuntukmencarinafkahkeluarga yang
menjaditanggunganku.” KemudianRasulullah SAW
mengambiltanganSaaddanmenciumnyaserayaberkata, ‘Inilahtangan yang
tidakakanpernahdisentuholehapineraka’” (HR. Tabrani)

5. Bekerja mencari nafkah digolongkan dalam fisabililah

Dari Ka'ab bin Umrah berkata, "Ada seseorang yang berjalan melalui tempat Rasulullah
SAW. Orang itu sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para sahabat lalu
berkata, 'Ya Rasulullah, andaikata bekerja seperti dia dapat digolongkan fi sabilillah,
alangkah baiknya.' Lalu Rasulullah bersabda, 'Jika ia bekerja untuk menghidupi anak-
anaknya yang masih kecil, itu adalah fi sabilillah; Jika ia bekerja untuk membela kedua
orang tuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah fi sabilillah; dan jika ia bekerja untuk
kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu adalah fi sabilillah... (HR.
Thabrani)

Riwayat-riwayat di atas sudah lebih dari cukup bagi seorang mu'min untuk menjadi
motivator dalam bekerja, terlebih-lebih bekerja di Lembaga Keuangan Syariah, yang
memiliki visi untuk merealisasikan syariat Allah di muka bumi ini. Oleh karenanya
seorang muslim yang baik adalah yang bekerja dengan penuh kesungguhan dan ketekunan.
Karena selain mendapatkan penghasilan untuk kehidupan dunianya, ia juga mendapatkan
beribu kebaikan untuk kehidupannya di akhirat kelak.
serta Akhlak merupakan teras kepada pembentukan etika kerja seseorang. Akhlak mulia
yang dimiliki oleh seseorang pekerja maupun ketua menjadi lambang ketinggian pribadi
dan kualitas individu terbaik. Ini bermakna apabila seseorang itu mempunyai akhlak yang
baik maka, mereka akan melakukan pekerjaan dengan mengikut tuntutan Islam. Salah
satunya berakhlak dalam melakukan kerja dengan bersungguh-sungguh (itqan). Pekerjaan
yang dilakukan dengan bersungguh-sungguh akan tergolong dalam amalan kebajikan.
“Sesungguhnya Allah suka apabila seseorang itu melakukan sesuatu kerja itu dengan
tekun” ( Riwayat Al-Baihaqi)

B.7 Perbedaan Profesi dan Pekerjaan

Profesi:

a.Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.

b.Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).

20
c.Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.

d.Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.

Pekerjaan:

a.Tidak membutuhkan latar belakang pendidikan.

b.Tidak membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang mendalam

persamaan profesi dan pekerjaan

a. Sama – sama dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup (nafkah hidup )


b. Membutuhkan tenaga serta upaya untuk menyelesaikannya
c. Sama – sama dapat menghasilkan uang

21
PENUTUP

BAB III
A. Kesimpulan
Bekerja adalah segala aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan
tertentu (jasmani dan rohani) , dan di dalamnya tersebut dia berupaya dengan penuh
kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya
kepada Allah SWT. hampir di setiap sudut kehidupan , kita menjumpai begitu banyaknya
orang yang bekerja . para salesmen yang hilir mudik mendatangi toko dan rumah - rumah ,
guru yang tekun berdiri di depan kelas , polisi yang mengatur lalu-lintas dalam selingan
hujan dan panas terik, serta segudang profesi lainnya.
Dalam Islam terdapat banyak sekali ibadah yang tidak mungkin dilakukan tanpa biaya &
harta, seperti zakat, infak, shadaqah, wakaf, haji dan umrah. Sedangkan biaya/ harta tidak
mungkin diperoleh tanpa proses kerja. Maka bekerja untuk memperoleh harta dalam
rangka ibadah kepada Allah menjadi wajib.
sisi lain, makna bekerja” bagi seorang muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh ,
dengan mengerahkan seluruh aset, pikiran , dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau
menampakkan arti dirinya sebagi hamba Allah yang harus menundukan dunia dan
menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (khairuummah) atau
dengan kata lain dapat Juga kita katakan bahwa hanya dengan bekerja manusia itu
memanusiakan dirinya. Dan dalam bekerja sendiri diperlukan sebuah akhlak yang mana
Akhlak merupakan teras kepada pembentukan etika kerja seseorang. Akhlak mulia yang
dimiliki oleh seseorang pekerja maupun ketua menjadi lambang ketinggian pribadi dan
kualitas individu terbaik. Ini bermakna apabila seseorang itu mempunyai akhlak yang baik
maka, mereka akan melakukan pekerjaan dengan mengikut tuntutan Islam. Salah satunya
berakhlak dalam melakukan kerja dengan bersungguh-sungguh (itqan). Pekerjaan yang
dilakukan dengan bersungguh-sungguh akan tergolong dalam amalan kebajikan.
“Sesungguhnya Allah suka apabila seseorang itu melakukan sesuatu kerja itu dengan
tekun” ( Riwayat Al-Baihaqi).
Dan dalam bekerja sendiri islam mempunyai prinsip – prinsip, faedah dalam bekerja,
ranjau – ranjau bahaya dalam bekerja, ciri – ciri orang yang bekerja dengan akhlak
(akhlakulkarimah ) dan hal – hal lain , yang mana memang sebenarnya kehidupan ini tak
lepas dari bekerja dan beribadah kepada Allah.

22
DAFTAR PUSTAKA

K.H.TotoTasmaramembudayakan etos kerja islami Jakarta : PT Gema Insani, 2002


Aunur Rahim Faqih, Ibadah dan Akhlak dalam Islam. Yogyakarta : UII Press Indonesia,
1998
http://nadiacitraa.blogspot.com/2012/06/akhlak-kepada-profesi.html
http://www.ikim.gov.my/index.php/ms/artikel/8350-kenapa-perlu-kepada-akhlak-etika-
kerja
http://rikzamaulan.blogspot.com/2009/01/etika-dan-akhlak-bekerja-dalam-islam.html
http://www.ikim.gov.my/index.php/ms/artikel/8350-kenapa-perlu-kepada-akhlak-etika-
kerja
http://hanicaniagod4.blogspot.com/2009/03/perbedaan-profesi-dan-pekerjaan.html
http://id-id.facebook.com/notes/muhammad-saw-sebagai-pedagang/akhlak-etika-bekerja-
dalam-islam/192960884053743

23

Anda mungkin juga menyukai