Anda di halaman 1dari 22

UNIVERSITAS INDONESIA

GO-JEK: Integrasi Inovasi Dynamic Capability


dan Variasi Ecology Population

MAKALAH
UJIAN TENGAH SEMESTER
LINGKUNGAN BISNIS DINAMIS

ACHMAD FARID
1906329101

PROGRAM PASCASARJANA ILMU MANAJEMEN


KEKHUSUSAN STRATEJIK
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
OKTOBER 2019
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Makalah ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Achmad Farid


NPM : 1906329101
Mata Kuliah : Lingkungan Bisnis Dinamis
Dosen Pengampu : Dr. Yasmine Nasution S.E., M.App.Comm.
Judul Makalah :

GO-JEK: Integrasi Inovasi Dynamic


Capability dan Variasi Ecology Population

Tanda Tangan :

Tanggal : 24 Oktober 2019

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................................... i
Halaman Pernyataan Orisinalitas ............................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................................. iii

Pendahuluan .......................................................................................................... 1

Sekilas Tentang GO-JEK, Decacorn Pertama Indonesia.................................. 3

Dynamic Capability dan Population Ecology ....................................................... 4


Dynamic Capability ........................................................................................... 4
Population Ecology ............................................................................................ 8

GO-JEK Dalam Merespon Lingkungan ........................................................... 10

Rekomendasi Strategi ......................................................................................... 13

Kesimpulan .......................................................................................................... 14

Daftar Pusaka ........................................................................................................ 15


Daftar Pusaka Media Massa .................................................................................. 17
Lampiran ............................................................................................................... 19

iii
GO-JEK: Integrasi Inovasi Dynamic Capability
dan Variasi Ecology Population

Pendahuluan
Salah satu keunggulan yang ditawarkan pada era modern seperti sekarang
ini adalah kemajuan teknologi yang banyak memberikan kemudahan bagi
kehidupan manusia. Kemajuan teknologi tersebut merambah banyak bidang di
kehidupan manusia, salah satunya yaitu di bidang transportasi. Perkembangan
teknologi membawa dampak yang signifikan bagi para pelaku industri di bidang
transportasi. Tahun 2015 merupakan awal mula persaingan yang cukup ketat di
dunia transportasi. Pada saat itu, perusahaan jasa transportasi yang
mengembangkan bisnis model dengan bantuan teknologi atau lebih dikenal dengan
transportasi online mulai menunjukkan taringnya. GO-JEK merupakan salah satu
dari beberapa perusahaan tansportasi online seperti Grab dan Uber yang mulai
memberanikan diri untuk bersaing.
Munculnya serta meningkatnya pamor transportasi online, seperti ojek dan
taxi online pada saat itu mampu mengalahkan pelaku usaha lama seperti Blue Bird
dan Taxi Express. Rhenald Kasali (2018), menyatakan bahwa kedua perusahaan
tersebut mengalami penurunan laba bersih secara drastis per September 2016. Pada
Juni 2016, ia mengutip laporan kajian Tech Crunch mengenai valuasi perusahaan-
perusahaan transportasi yang menyebutkan bahwa valuasi GO-JEK saat itu sebesar
1,3 milliar dolar AS (17 trilliun rupiah) dan Grab sebesar 1,6 milliar dolar AS (20
trilliun rupiah). Kedua valuasi dari transportasi online tersebut mengalahkan valuasi
Garuda Indonesia yang sudah berdiri sejak 1947 dan mengoperasikan 197 pesawat
dengan hanya dihargai 12,3 triliun rupiah. Blue Bird dengan jumlah sekitar 27
armada taksi regular dan ribuan ribuan taksi eksekutif serta limosin juga dikalahkan
dengan hanya dinilai 9,8 triliun rupiah. Padahal pada saat itu pula GO-JEK tidak
memiliki armada sama sekali, tetapi bermitra dengan 200 ribu pengemudi pemilik
kendaraan di beberapa kota besar di Indonesia.

1
Produk / Jasa Konvensional Produk / Jasa Baru
Garuda Indonesia
(sejak 1947) Valuasi 12,3 triliun Grab Valuasi 20 triliun
197 Pesawat
Blue Bird Gojek
- 27000 taksi regular 0 armada
Valuasi 9,8 triliun Valuasi 17 triliun
- Ribuan taksi 200 ribu mitra
eksekutif pengemudi
Bagan I. Perbandingan valuasi produk/jasa transportasi konvensional dan baru
Pada Juni 2016

GO-JEK dan beberapa perusahaan sejenisnya semacam menciptakan


ekosistem baru dalam dunia industri transportasi, yaitu transportasi online. Selain
GO-JEK, Grab, dan Uber beberapa nama baru bermunculan pada tahun tersebut
seperti Blu-Jek, TopJek, dan LadyJek (Pratama, 2016). Namun tak banyak yang
bisa bertahan pada sengitnnya kompetisi dunia transportasi online. Terbukti di
tahun 2018, Uber perusahaan transportasi asal AS memutuskan untuk hengkang
dari persaingan industri transportasi online di Indonesia sekaligus Asia Tenggara
(Permana, 2018). Hal tersebut disebabkan oleh inovasi yang terus dilakukan GO-
JEK dengan menambahkan beberapa pelayanan serta melakukan inisiasi strategi
pemasaran yang baik.
Pada tahun 2018, Lembaga Demokrasi FEB UI bekerja sama dengan GO-
JEK merilis suatu penelitian mengenai dampak sosial dan ekonomi baik secara
langsung maupun tidak langsung yang diberikan GO-JEK terhadap perekonomian
di Indonesia. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa GO-JEK mampu
membawa dampak positif bagi perekonomian nasional dan masyarakat. GO-JEK
berkontribusi Rp 8,2 triliun per tahun ke dalam perekonomian Indonesia melalui
penghasilan Mitra Pengemudi. Selain itu, GO-JEK juga berkontribusi sebesar Rp
1,7 triliun per tahun ke dalam perekonomian Indonesia melalui penghasilan Mitra
UMKM. Sehingga dari hal-hal tersebut secara langsung maupun tidak langsung
masyarakat merasakan manfaat jasa layanan GO-JEK.
Walau demikian, kesuksesan yang diraih oleh perusahaan Gojek ini tak
luput dari adanya kekhawatiran dari munculnya para pesaing baru. Sebab jika
merujuk pada teori Darwin (dalam Hatch, 2013) mengenai ecology population
dalam organisasi, yang mengatakan bahwa lingkungan diluar perusahaan secara

2
ilmiah akan melakukan seleksi terhadap para kompetitor di dalam satu ekosistem
industri. Bagi siapa yang tidak mampu bertahan dan beradaptasi dengan baik, maka
perusahaan tersebut lambat laun akan tergolong kedalam perusahaan yang
mengalami retention atau dalam kata lain akan punah. Hal inilah yang harus
diwaspadai sehubungan dengan datangnya beberapa pesaing baru di dalam
ekosistem industri transportasi online. diantaranya, LadyJek, BluJek, Anterin,
Bonceng, BitCar, FastGo, dan masih banyak lagi (Fitra, 2019; Setyowati, 2019).
Dengan munculnya para pesaing baru tersebut, baik yang berasal dari pesaing lokal
maupun pesaing internasional, perusahaan Gojek perlu memiliki strategi yang tepat
agar tetap dapat bertahan hidup diantara para pesaing baru tersebut.

Sekilas Tentang GO-JEK, Decacorn Pertama Indonesia


PT Aplikasi Karya Anak Bangsa atau yang lebih dikenal dengan sebutan
GO-JEK mengenalkan dirinya merupakan perusahaan komersialisasi digital
terbesar di Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2010 oleh Nadiem
Makarim sebagai perusahaan yang mulanya hanya sebagai call center untuk
pemanggilan motor di Indonesia. Di tahun tersebut, GO-JEK hanya memiliki
armada 20 pengemudi sepeda motor dan sekarang telah memiliki armada melebihi
satu juta pengemudi (Abdiwan, 2019). Pada tahun 2015, GO-JEK meluncurkan
aplikasi online dan mulai beroperasi di beberapa kota besar Indonesia seperti
Jabodetabek, Bali, Bandung, Palembang,dan masih banyak lagi. Tak hanya itu, GO-
JEK juga mendapatkan banyak suntikan dana dari para investor senilai US$550 juta
atau setara dengan 7,2 triliun, hal ini tentu saja langsung membuat startup GO-JEK
resmi menjadi perusahaan unicorn (Pratama, 2016). Sejak saat itu, Gojek semakin
berkembang menjadi platform multi-services yang memiliki lebih dari 20 layanan
hingga sekarang.
Saat ini, Gojek merupakan platform teknologi yang melayani jutaan
pengguna di seluruh Asia Tenggara. Perusahaan Gojek memiliki 3 pilar utama yaitu
Speed, Innovation, dan Social Impact. Pertama, Speed (Kecepatan) yang berarti
Gojek mengutamakan pelayanan yang cepat, serta terus belajar dan tumbuh dari
pengalaman. Kedua, Innovation (Inovasi), dalam hal ini Gojek terus bekerja keras

3
untuk meningkatkan pelayanan yang dapat memberikan kemudahan bagi
pengguna. Ketiga, Social Impact (Dampak sosial), merupakan upaya Gojek dalam
bekerja guna menghasilkan dampak sosial positif sebanyak mungkin untuk para
pengguna aplikasi, baik mitra maupun pelanggan.
Selama 9 tahun sejak didirikan, Gojek telah menerima beberapa
penghargaan, diantaranya yaitu 24th Nikkei Asia Prize untuk kategori Economy and
Business Innovation di Jepang, Nadiem Makariem selaku CEO dan Founder Gojek
yang memperoleh 2018 Bloomberg 50 sebagai figur bisnis paling berpengaruh di
dunia, memenangkan penghargaan sebagai salah satu dari 50 perusahaan yang
mengubah dunia versi Fortune 2017, dan masih banyak lagi. Hingga tahun 2017,
perusahaan Gojek memiliki total sekitar 900 ribu armada. Di tahun 2018 lalu, Gojek
melakukan ekspansi ke Asia Tenggara melalui aplikasi GoViet di Vietnam dan Get!
di Thailand (Budi, 2019).
Saat ini, berdasarkan hasil riset dari CBInsight, diketahui bahwa GO-JEK
telah memiliki valuasi sebesar US$10 miliar (Farras, 2019). Hal ini membuat
startup GO-JEK resmi menjadi perusahaan decacorn Indonesia pertama. Decacorn
adalah istilah yang diberikan pada perusahaan rintisan digital dengan valuasi senilai
lebih dari US$10 miliar (Nistanto, 2019). Hasil penelitian tersebut juga menobatkan
startup GO-JEK menduduki peringkat ke-19 perusahaan decacorn secara global.

Dynamic Capability dan Ecology Population


Dua pendekatan mengenai organisasi dan hubungannya dengan lingkungan
yang relevan bagi GO-JEK adalah dynamic capability dan ecology population.
Kedua pendekatan tersebut akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut.

Dynamic Capability
Persaingan global dalam industri high-technology memaksa para pelaku
industri memerlukan adanya suatu framework atau paradigma yang luas guna
mempertajam pemahaman serta strategi agar tercapainya keunggulan kompetitif.
Pandangan strategi berbasis sumber daya (resource-based), yang menunjukkan
pentingnya akumulasi aset teknologi baik yang bersifat tangible maupun intangible

4
seperti hak intelektual, seringkali tidak cukup untuk mendukung keunggulan
kompetitif yang signifikan. Pemenang dalam kompetisi sering kali adalah
perusahaan yang dapat menunjukkan respons tepat waktu, inovasi produk yang
cepat dan fleksibel, dengan koordinasi yang efektif dari kompetensi internal dan
eksternal. Hal ini menandakan bahwa perusahaan dalam posisi tersebut harus
memiliki kapasitas yang dinamis atau bisa disebut dengan framework Dynamic
Capability.
Memahami Dyanmic Capability diawali dengan membaginya ke dalam dua
kata berbeda, Dynamic dan Capability. Teece (1997), mengartikan dinamika
sebagai suatu kapasitas untuk memperbarui kompetensi sehingga mencapai
kesesuaian dengan lingkungan bisnis yang berubah. Dalam hal ini berbagai respon
inovatif sangat diperlukan dengan melihat beberapa faktor yaitu, Timing-to-market,
laju perubahan teknologi sangat cepat, dan sifat persaingan di masa depan dan pasar
yang sulit ditentukan. Sedangkan kapasitas merupakan peran kunci manajemen
strategis dalam menyesuaikan, mengintegrasikan, dan mengkonfigurasi ulang
keterampilan organisasi, sumber daya, dan kompetensi fungsional secara internal
dan eksternal agar sesuai dengan persyaratan lingkungan yang berubah. Sehingga
dari definisi dua makna tersebut, ia sepakat dengan definisi Dynamic Capability
yang diberikan Leonard-Barton. Mereka mendefinisikan Dynamic Capability
sebagai atau kemampuan dinamis sebagai kemampuan perusahaan untuk
mengintegrasikan, membangun, dan mengkonfigurasi ulang kompetensi internal
dan eksternal untuk mengatasi lingkungan yang berubah dengan cepat. Dengan
demikian, kemampuan dinamis mencerminkan kemampuan organisasi untuk
mencapai bentuk-bentuk baru dan inovatif dari keunggulan kompetitif mengingat
dari ketergantungan step-step sebelumnya dan posisi atau peta pasar.
Dari definisi di atas, dynamic capability merupakan sebuah framework yang
memperhatikan proses integrasi kompetensi internal dan eksternal terhadap
lingkungan yang dinamis. Selain itu, output yang diinginkan dari proses tersebut
ialah mampu menciptakan inovasi terbaru dari keunggulan kompetitif di mata para
kompetitor. Teece (1997) juga menyatakan bahwa framework dynamic capability
menekankan pada eksploitasi kompetensi khusus baik internal maupun eksternal

5
perusahaan untuk mengatasi dan menghadapi lingkungan yang terus berubah.
Selain itu, pendekatan ini juga menekankan pada kemampuan (capability)
manajemen. Karena untuk meniru kombinasi dari organisasi, fungsional, dan
keterampilan teknologi itu sulit.
Dynamic capability berusaha mengintegrasikan dan memanfaatkan
penelitian di berbagai bidang seperti manajemen R&D, pengembangan produk
(product development), pengembangan proses atau bisnis model internal (process
development), technology transfer, hak kekayaan intelektual (intellectual
property), manufaktur, pengembangan sumber daya (human Resources) dan
organizational learning. Beberapa bidang penelitian tersebut juga harus didorong
melalui persaingan kompetitif perusahaan yang baik. Tiga aspek utama dynamic
capability yang mendorong persaingan kompetitif perusahaan ialah distinctive
process, specific asset position, dan adopted/inherited path. Pada tiap aspek
tersebut memiliki dependensi tersendiri. Distinctive proses bergantung pada
stabilitas permintaan pasar (stability of market demand). Aspek tersebut lebih
menekankan kepada aspek proses manajerial dan organisasi, yaitu langkah-langkah
yang sudah dilakukan oleh perusahaan atau bisa juga praktik dan pembelajaran
yang sudah terbentuk secara rutin, seperti konsep koordinasi, konsep belajar
dinamis, dan juga konsep rekoonfigurasi atau konsep transformasional.
Selanjutnya, specific asset position bergantung pada kemudahan melakukan
replikasi (ease of replicability). Aspek tersebut menekan pada kekayaan intelektual,
aset pelengkap, basis pelanggan serta hubungan eksternal dengan pemasok dan
pelengkap atau vendor. Dan yang terakhir adopted/inherited path bergantung pada
kemudahan dalam upaya imitasi (ease of imitability). Hal tersebut mengacu pada
alternatif strategis yang tersedia untuk perusahaan, dan ada atau tidak adanya return
yang meningkat dan ketergantungan jalur (path dependencies). (Teece, 1997)

6
Bagan II. Komponen internal dan eksternal dalam merancang strategi dynamic capability

Bagan III. Spektrum persaingan kompetitif dalam dynamic capability


beserta faktor dependensinya

Kemudian, dalam tulisan lainnya Teece (2007) menyederhanakan


framework dynamic capability kedalam tiga langkah atau tahapan strategis.
Pertama, the capacity to sense and shape opportunities and threats merupakan
kemampuan perusahaan dalam merasakan serta memetakan peluang dan ancaman
eksternal. Kedua, the capacity to seize opportunities merupakan kemampuan
perusahaan untuk secepat mungkin merebut peluang yang sudah dirasakan dan
dipetakan diawal tadi. Ketiga, the capacity to maintain competitiveness merupakan
kapasitas perusahaan dalam mempertahankan daya saing. Hal tersebut bisa
dilakukan melalui peningkatan, penggabungan, perlindungan, dan bila perlu,
dengan melakukan konfigurasi ulang aset bisnis yang tidak berwujud (intangible)
dan berwujud (tangible). Dengan begitu kemampuan perusahaan yang sudah
dibentuk secara strategis akan sulit ditiru oleh kompetitor, sebab hal tersebut yang
diperlukan untuk beradaptasi dengan perubahan pelanggan dan peluang teknologi.

7
Dengan demikian keunggulan kompetitif (competitive advantages) dari
aspek rutinitas kinerja yang tinggi, dimana ia beroperasi di dalam perusahaan
(inside the firm). Hal tersebut dibentuk oleh proses dan posisi. Dependencies path,
termasuk peningkatan pengembalian serta peluang teknologi menandai jalan di
depan. Karena pasar faktor yang tidak sempurna, atau lebih tepatnya tidak dapat
ditukarnya aset 'lunak' seperti nilai, budaya, dan pengalaman organisasi,
kompetensi dan kemampuan yang berbeda umumnya tidak dapat diperoleh; mereka
harus dibangun. Hal ini terkadang membutuhkan waktu yang cukup lama — hingga
mungkin puluhan tahun. Dalam beberapa kasus, seperti ketika kompetensi
dilindungi oleh paten, replikasi oleh pesaing tidak efektif sebagai sarana untuk
mengakses teknologi sebab replikasi yang baik juga harus diikuti dengan
kemampuan proses internal itu sendiri. Pendekatan kapabilitas dengan demikian
melihat batasan yang pasti pada opsi-opsi strategis, setidaknya dalam jangka
pendek. Keberhasilan kompetitif terjadi sebagian karena kebijakan yang ditempuh
dan pengalaman serta efisiensi yang diperoleh pada periode sebelumnya.

Population Ecology
Teori population ecology atau ekologi populasi awal mula dikenalkan pada
tahun 1977 oleh Michael T. Hannan dan John H. Freeman dalam jurnal American
Journal of Sociology dengan judul “The Population Ecology of Organization.
Terma ekologi sendiri diambil dari bahasa Yunani, oikos dan logos, yang artinya
ilmu tentang habitat. Ekologi mempelajari bagaimana hubungan suatu makhluk
hidup dengan lingkungan yang menjadi habitatnya. Sedangkan populasi merupakan
kumpulan dari beberapa individu sehingga membentuk satu kelompok yang
memiliki ragam sama dalam hal-hal tertentu. Dalam hal kaitannya dengan
organisasi, pendekatan ekologi populasi dipahami sebagai teori yang menjelaskan
mekanisme utama pada perubahan organisasi yang tidak diakibatkan oleh adanya
adaptasi dalam organisasi secara individual. Teori ini mempelajari tentang
kematian organisasi, kelahiran organisasi baru, serta pertumbuhan dan perubahan
organisasi dari suatu populasi industri tertentu. (Hannan, 1977)

8
Ekologi populasi memberikan penjelasan tingkat makro terkait tingkat
perubahan organisasi. Teori ini memberikan gambaran mengenai lingkungan
organisasi yang melakukan seleksi terhadap suatu grup yang saling berkompetisi
satu sama lain agar melakukan adaptasi terbaik untuk bisa bertahan. Seperti teori
evolusi Darwin, dinamika variasi – selesksi – retensi akan menghasilkan
pertumbuhan bentuk organisasi baru yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan.
Jenis perusahaan yang tergolong dalam kategori variasi ialah mereka yang terus
berupaya menciptakan inovasi kewirausahaan yang mampu menghasilkan
organisasi baru sehingga organisasi tersebut mampu beradaptasi dengan baik dan
mampu merespon ancaman atau peluang baru di lingkungannya. Kemudian yang
tergolong dalam seleksi ialah organisasi atau perusahaan yang paling mampu
menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan tuntutan mereka yang didukung oleh
berbagai sumber daya sekitar. Perbedaannya dengan variasi, seleksi cenderung
defensif. Adapun kategori retensi merupakan perusahaan yang secara tidak
langsung terus didominasi dengan sumber daya; dengan demikian mencapai dan
mempertahankan kelangsungan hidup organisasi, namun dalam jangka waktu yang
singkat. (Hatch, 2013)
Salah satu pendekatan menarik yang dimiliki teori ekologi populasi ialah
pendekatan Niche. Niche sendiri dapat dimaknai sebagai sebuah habitat yang
memasok faktor-faktor yang diperlukan untuk keberadaan suatu organisme. Dalam
kaitannya dengan organisasi Niche didefinisikan sebagai ruang terbatas (ruang
yang dimensinya tingkat sumber daya, dan lain sebagainya) di mana populasi
mengalahkan semua populasi lokal lain. Niche kemudian, terdiri dari semua
kombinasi tingkat sumber daya di mana penduduk dapat bertahan hidup dan
bereproduksi, dengan sendirinya. Niche terbagi menjadi dua, yaitu changing niche
dan stable niche yang identik dengan specialism organization. Changing niche
identik dengan perubahan yang tak pasti dan permintaan yang tidak dapat diprediksi
(unpredictable demands), sehingga changing niche tepat untuk organisasi yang
bersifat generalist. Sedangkan stable niche identik dengan permintaan kebutuhan
lingkungan yang stabil (stable demands), sehingga sangat tepat jika ia disematkan
pada organisasi yang bersifat specialist seperti manufaktur. Perbedaan antara

9
specialism dan generalism mengacu pada apakah populasi organisasi berkembang
karena memaksimalkan eksploitasi lingkungan dan menerima risiko perubahan
lingkungan atau karena ia menerima tingkat eksploitasi yang lebih rendah dengan
imbalan keamanan yang lebih besar. (Hannan, 1977)

Bagan IV. Pendekatan Niche diadopsi dari Teori Ekologi Populasi

GO-JEK Dalam Merespon Lingkungan


Dalam kurun waktu yang cukup singkat, GO-JEK terus melakukan
terobosan inovasi. Mulai dari menambah jumlah fitur layanan, memperbaiki desain
produk, melakukan strategi promosi dan pemsaran yang ‘out of the box’, bekerja
sama dengan beberapa perusahaan potensial di berbagai bidang, hingga melakukan
ekspansi ke beberapa negara di Asia. Perusahaan yang pada awalnya bergerak di
bidang transportasi online kini berevolusi menjadi perusahaan berbasis
komersialisasi digital. Sehingga hal ini membuat GO-JEK memberikan dampak
positif bagi perekonomian di Indonesia.
Pada tahun 2017, Lembaga Demografi FEB UI bekerja sama dengan GO-
JEK Indonesia dalam melakukan penelitian mengenai dampak perekonomian yang
dihasilkan oleh GO-JEK. Hasilnya perusahaan GO-JEK berdampak bagi
perekonomian nasional dan masyarakat melalui mitra pengemudi, mitra UMKM,
dan juga bagi para konsumen. Mitra pengemudi merasa bahwa kualitas hidupnya
lebih baik (80%) dan jauh lebih baik (10%) setelah bergabung dengan GO-JEK.
Mayoritas mitra pengemudi merasa puas dengan penghasilannya (86%). Dengan
70% merasa puas dan 16% sangat puas.

10
Bagi mitra pelaku UMKM, bekerjasama dengan GO-JEK merupakan suatu
keuntungan tersendiri. Sebelum bermitra dengan GO-JEK, 76% mitra UMKM
tidak melayani pengiriman pesanantar, dan 70% mitra UMKM go online karena
GO-JEK. Mitra UMKM dapat beroperasi dengan lebih efisien dan mendapatkan
pangsa pasar yang lebih besar (82% meningkat volume transaksi) dan 30%
pengurangan biaya mitra UMKM Mayoritas mitra Mitra UMKM merasakan
kemudahan dalam bergabung (91%) dan menggunakan aplikasi GO-JEK (97%).
Mereka juga merasa dihargai dan diperlakukan dengan adil oleh GO-JEK.
Tidak ketinggalan, dampak ekonomi GO-JEK juga dirasakan oleh para
konsumen. GO-JEK merupakan penyedia jasa yang dimanfaatkan berbagai lapisan
masyarakat. Konsumen GO-JEK didominasi oleh masyarakat di usia produktif,
berpendidikan tingkat SMA ke atas, dan berasal dari kelas menengah dan menengah
ke bawah 77% berusia 20-39 tahun, 96% konsumen berpendidikan tingkat SMA
sederajat ke atas, serta 68% adalah perempuan. Dengan adanya beberapa layanan
GO-JEK, konsumen merasakan bahwa kualitas hidupnya meningkat. GO-RIDE
merupakan modal transportasi pilihan (85,8%), sekitar 63% menggunakannya
untuk pulang dan pergi kerja atau kuliah atau sekolah. GO-RIDE dan GO-CAR
menjadi pilihan karena lebih murah dibandingkan dengan transportasi lainnya.
73,2% pengguna GO-JEK menggunakan jasa GO-FOOD. 70,4% menggunakannya
untuk konsumsi pribadi, dan 53,8% untuk konsumsi keluarga. GO-FOOD tidak lagi
sekedar jasa yang digunakan untuk lifestyle individual, namun juga untuk keluarga.
35% pengguna GO-FOOD mencapai biaya pemesanan sebesar Rp 50-100 ribu,
dengan rata-rata pribadi Rp 100-200 ribu dan rata-rata keluarga Rp 100-200 ribu.
Dari data-data di atas, beberapa kesimpulan yang dapat diambil bahwa GO-
JEK melewati bisnis modelnya mampu memenuhi kebutuhan dan permintaan para
konsumen (on-demand). Mulai dari kebutuhan remaja seperti kegiatan sekolah,
hingga kebutuhan rumah tangga seperti logistik konsumsi makanan sehari-hari.
Bahkan bukan hanya konsumen, GO-JEK juga mampu menciptakan ekosistem baru
bagi para pelaku UMKM, yaitu dengan inovasi teknologi atau digitalisasi UMKM.
Kemudian, disamping itu ada beberapa faktor juga yang mempengaruhi
kemajuan GO-JEK dari segi perusahaan. Sebuah penelitian yang bertujuan untuk

11
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi niat perilaku pengguna pada GO-
JEK. Septiani (2017) telah membuktikan bahwa faktor-faktor persepsi internal
(persepsi kemudahan penggunaan), pengaruh eksternal (norma subyektif),
karakteristik inovasi (kompatibilitas), kenikmatan yang dirasakan dan variasi
layanan mempengaruhi niat perilaku pengguna pada layanan transportasi online di
Indonesia. Disamping itu, penelitian yang dilakukan Hernawan (2019) juga
mengindikasikan bahwa kualitas layanan berpengaruh langsung terhadap kepuasan
pelanggan dan kepuasan pelanggan berpengaruh langsung terhadap loyalitas
pelanggan secara signifikan. Pengaruh langsung dari kualitas layanan terhadap
loyalitas pelanggan tidak kuat dalam penelitian, karena peneliti tidak menemukan
pengaruh signifikan antara kualitas layanan dan loyalitas pelanggan. Namun,
kualitas layanan memiliki pengaruh terhadap loyalitas pelanggan secara tidak
langsung melalui kepuasan pelanggan. Dengan kata lain, digitalisasi yang selama
ini dilakukan GO-JEK sudah sangat baik, khususnya bagi konsumen di Indonesia.
Menurut Aziah (2018), paling tidak ada beberapa strategi disrupsi yang
dilakukan GO-JEK untuk bisa bertahan dan bahkan meninggalkan sebagian
kompetitornya untuk maju berkembang. GO-JEK pada setiap tahapnya selalu
berusaha untuk dapat bisa membentuk market baru serta focus terhadap pada
market baru tersebut. Selain itu GO-JEK juga menciptakan dan meningkatkan value
bagi user (customer-oriented), dengan memberikan subsidi terbaik.
Meski begitu pada 20 Mei 2019 lalu, Gojek mengakui tantangannya
semakin besar seiring berkembangnya perusahaan yang mendapatkan gelar Startup
Decacorn tersebut. Menurut Nadiem Makarim selaku CEO Gojek pada waktu itu,
terdapat berbagai tantangan yang dibagi menjadi tantangan internal dan eksternal.
Nadiem menyebutkan bahwa yang merupakan tantangan internal Gojek adalah
pertumbuhan organisasi yang semakin besar. Gojek tumbuh dari 200 orang menjadi
4.000 orang, dari Jakarta berkembang ke-200 kabupaten, dan yang sebelumnya
hanya Indonesia sekarang sudah ekspansi ke 4 negara luar. Dalam hal ini tidak
mudah bagi Gojek untuk memastikan walaupun perusahaan besar namun budaya
dampak sosial yang sudah dibangun tidak luntur. Selain itu, tantangan internal
lainnya adalah mencari pegawai berkualitas kelas dunia. Adapun untuk tantangan

12
eksternal, Nadiem menyoroti masalah kesinambungan dalam kompetisi yg sengit.
Baik dari melayani mitra driver hingga orderan dalam lingkup persaingan sehat.
(Hastuti, 2019)

Rekomendasi Strategi
Jika dilihat dari strategi serta bisnis proses internal, GO-JEK sangat massif
dalam menggunakan dynamic capability. Ia mampu mengendalikan lingkungan dan
menciptakan pasar-pasar baru. GO-JEK selalu cepat dalam menangkap informasi
kebutuhan lingkungan (sensing). Kemudian setelah menangkap informasi dan
menemukan peluang, ia mampu merebut peluang tersebut dengan cepat (seizing).
Setelahnya, ia mampu mempertahankan kompetisi di peta pasar (mantiaining
competitive advantages). Hingga saat ini, hanya Grab yang mampu bersaing sengit
dengan GO-JEK dalam hal merebut pasar.
Namun beberapa kekurangan yang ia miliki, yaitu dari segi tangible asset.
Hal ini dibuktikan dari jumlah armada GO-JEK yang sedikit. Untuk dapat bisa
bertahan lebih jauh dengan menggunakan teori dynamic capability GO-JEK harus
bisa melakukan strategi yang berfokus kepada asset-aset berharga. Mungkin bisa
juga dengan merumuskan bisnis model baru yang lebih kearah penguatan asset
perusahaan.
Kemudian jika dilihat kembali dari perspektif ekologi populasi, GO-JEK
mampu melakukan variasi terus-menerus. Sehingga mampu mengalahkan individu
atau kelompok populasi lain di suatu ekosistem yang sama. Namun, yang harus
diingat bahwa akan selalu ada kompetitor yang secara diam-diam akan melakukan
disrupsi kepada GO-JEK jika tidak disadari dengan cepat. Maka dari itu, agar hal
itu tidak terjadi GO-JEK harus selalu memperkuat learning company untuk bisa
menangkap peluang dan ancaman di luar. Dengan begitu GO-JEK akan bisa terus -
menerus beradaptasi bahkan bersahabat dengan lingkungan sekitarnya.

13
Kesimpulan
GO-JEK sebuah perusahaan call center yang didirikan pada tahun 2011,
mampu dengan cepat menangkap respon kebutuhan dari berbagai konsumen.
Sehingga GO-JEK terus-menerus melakukan evolusi diluar dugaan. Dari kedua
teori mengenai hubungan organisasi dan lingkungannya (dynamic capability dan
population ecology) sebagaimana yang telah dipaparkan serta dengan melihat
situasi proses bisnis yang ada di GO-JEK saat ini, dapat disimpulkan bahwa inovasi
yang dilakukan GO-JEK sudah cukup baik, sehingga membawa pengaruh dan
dampak positif, khususnya bagi skala perekonomian (economic scale) di Indonesia.

Hal ini dikuatkan dari bagaimana GO-JEK mampu melakukan eksploitasi


resources baik dari internal maupun eksternal perusahaan. Namun, di sisi lain GO-
JEK harus tetap memperhatikan serta menambahkan tangible asset yang dimiliki.
Sebab asset merupakan salah satu komponen penting dalam competitive advantages
jika menggunakan pendekatan dynamic capability.

Kemudian jika dilihat dari sudut pandang teori ekologi populasi, GO-JEK
dari awal kemunculannya ia selalu bertahap melakukan variasi, sehingga secara
perlahan ia menapaki jenjang populasi yang berbeda. Mulai dari perusahaan call
centre kemudian berevolusi menjadi perusahaan transportasi online. Tidak berhenti
sampai disitu, hingga akhirnya GO-JEK melakukan evolusi untuk kesekian kalinya
menjadi perusahaan berbasis komersialisasi digital atau technology company.

Meskipun begitu, hal yang perlu diwaspadi GO-JEK adalah ketika


kemudian tanpa disadari ia berevolusi menjadi perusahaan yang bersifat Specialist.
Sehingga kebutuhan untuk merespon perubahan cenderung tidak dibutuhkan sebab
perubahan pada masa itu akan melalui masa-masa yang stabil (stable niche).

14
Daftar Pustaka

Aziah, A., & Adawia, P. R. (2018). Analisis Perkembangan Industri Transportasi

Online di Era Inovasi Disruptif (Studi Kasus PT Gojek

Indonesia). Cakrawala-Jurnal Humaniora, 18(2), 149-156. Retrieved

from http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/cakrawala

Hannan, M. T., & Freeman, J. (1977). The Population Ecology of

Organizations. American Journal of Sociology, 82(5), 929-964. Retrieved

from http://www.jstor.org/stable/2777807

Hatch, M. J., & Cunliffe, A. L. (2013). Organization Theory: Modern, Symbolic

and Postmodern Perspectives (3rd ed.). Oxford, UK: Oxford University

Press.

Hernawan, E., & Andy. (2019). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Pelanggan Gojek Dan Grab Online Di Jakarta. PRIMANOMICS: Jurnal

Ekonomi dan Bisnis, 17(1), 1-13. Retrieved from

https://jurnal.ubd.ac.id/index.php/ds

Lembaga Demografi FEB UI dan GOJEK Indonesia. (2017). Dampak GO-JEK

terhadap Perekonomian Indonesia. Retrieved from http://ldfebui.org/wp-

content/uploads/2018/03/Dampak-Gojek-Bagi-Perekonomian-

Indonesia.pdf

Teece, D. J. (2007). Explicating dynamic capabilities: the nature and

microfoundations of (sustainable) enterprise performance. Strategic

Management Journal, 28(13), 1319-1350. doi:10.1002/smj.640

15
Teece, D. J., Pisano, G., & Shuen, A. (1997). Dynamic Capabilities and Strategic

Management. Strategic Management Journal, 18(7), 509–533.

Septiani, R., Handayani, P. W., & Azzahro, F. (2017). Factors that Affecting

Behavioral Intention in Online Transportation Service: Case study of GO-

JEK. Procedia Computer Science, 124, 504-512.

doi:10.1016/j.procs.2017.12.183

16
Daftar Pustaka Media Massa

Abdiwan, M. (2019). Tribunwiki: Didirikan Anak Muda Indonesia, Sejarah


Terbentuknya Gojek diperoleh pada 23 Oktober 2019 di
https://makassar.tribunnews.com/2019/02/12/tribunwiki-didirikan-anak-
muda-indonesia-sejarah-terbentuknya-gojek.
Budi, O. (2019). Jejak-jejak Ekspansi Gojek, dari Asia Tenggara sampai Uganda
diperoleh pada 22 Oktober 2019 di https://www.moneysmart.id/kejayaan-
ojek-online-gojek-dari-asia-tenggara/.
Farras, B. (2019). 10 Tahun Beroperasi, Akhirnya Gojek jadi ‘Decacorn SuperApp’
diperoleh pada 22 Oktober 2019 di
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20190405091708-37-64792/10-
tahun-beroperasi-akhirnya-gojek-jadi-decacorn-superapp.
Fitra, S. (2019). Keluhan Driver Gojek-Grab dan Masuknya Pesaing Baru
diperoleh pada 22 Oktober 2019 di
https://katadata.co.id/telaah/2019/08/09/keluhan-driver-gojek-grab-dan-
masuknya-pesaing-baru.

Hastuti, R. K. (2019, May 20). Jadi Decacorn, Nadiem Ungkap Tantangan yang

Dihadapi Gojek. Retrieved from

https://www.cnbcindonesia.com/tech/20190520193013-37-73697/jadi-

decacorn-nadiem-ungkap-tantangan-yang-dihadapi-gojek

Nistanto, R. K. (2019). Go-Jek jadi Startup “Decacorn” Pertama Indonesia


diperoleh pada 23 Oktober 2019 di
https://tekno.kompas.com/read/2019/04/05/09371537/go-jek-jadi-startup-
decacorn-pertama-indonesia.
Pratama, A. H. Perjalanan GO-JEK dari Sebuah Call Center menjadi Startup
Unicorn diperoleh pada 23 Oktober 2019 di
https://id.techinasia.com/infografis-perjalanan-go-jek-dari-berdiri-hingga-
unicorn.

17
Setyowati, D. (2019). Asing hingga Lokal, ini Lima Pesaing Gojek dan Grab di
Indonesia diperoleh pada 22 Oktober 2019 di
https://katadata.co.id/berita/2019/08/07/asing-hingga-lokal-ini-lima-
pesaing-gojek-dan-grab-di-indonesia.
Welcoming a Fresh Start. n.d. diperoleh pada 22 Oktober 2019 di
https://www.gojek.com/about/.

18
LAMPIRAN

19

Anda mungkin juga menyukai